You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kepemimpinan adalah topik yang sangat menarik dan terus menjadi populer di
berbagai organisasi termasuk organisasi kecil, menengah dan besar. Ini adalah
fenomena kompleks yang terdiri dari tiga faktor utama: individu yang mengambil
peran kepemimpinan, orang yang dipimpinnya, dan kondisi atau situasi di sekitar
mereka. Ketiga faktor tersebut saling berinteraksi dalam suatu hubungan yang saling
mendukung dan masing-masing mempunyai peranan tersendiri.
Pemimpin terikat pada karakteristik pribadinya, posisinya dalam organisasi, dan
keterampilan yang dimilikinya. Pengikut atau yang dipimpin berkaitan dengan aspek-
aspek seperti kepercayaannya terhadap pemimpin, tingkat ketundukan, dan
kemampuan berpikir kritis. Pada saat yang sama, situasi tersebut berkaitan dengan
tugas yang harus diselesaikan, tekanan yang ada, dan konteks lingkungan di mana
kepemimpinan dijalankan. Untuk memahami sepenuhnya proses kepemimpinan,
penting untuk tidak hanya mempertimbangkan masing-masing pemimpin, namun juga
memahami bagaimana interaksi antara pemimpin dan pengikut mempengaruhi
perilaku dan kinerja masing-masing pemimpin.
Perpaduan ketiga faktor tersebut membentuk gaya kepemimpinan yang
diterapkan oleh seorang pemimpin. Ada berbagai teori yang telah diajukan mengenai
kepemimpinan, termasuk teori "great man" yang mengemukakan bahwa pemimpin
lahir, teori perilaku yang menyoroti perilaku pemimpin, dan teori kontingensi yang
menekankan pentingnya situasi dalam menentukan efektivitas kepemimpinan.
Ada banyak contoh perusahaan Indonesia yang mengalami kemajuan dan hal
ini sebagian besar disebabkan oleh peran kepemimpinan mereka. Salah satu
contohnya adalah PT Kereta Api Indonesia yang dijalankan oleh Ignasius Jonan. PT
Kereta Api Indonesia yang sebelumnya menghadapi sejumlah permasalahan kronis
kini mengalami transformasi yang luar biasa. Beberapa permasalahan tersebut seiring
berjalannya waktu semakin sulit dicari solusinya. Namun PT KAI kini telah menjadi
penyedia jasa berkualitas yang mampu bersaing dengan perusahaan jasa sejenis
lainnya.
Perjuangan untuk menghidupkan kembali industri perkeretaapian di Indonesia
dimulai pada tahun 2009, ketika Ignasius Johan menjabat sebagai Presiden dan CEO
pertama PT KAI. Ignasius Johan telah menunjukkan kepemimpinannya dengan
mengembangkan infrastruktur transportasi umum yang baik, keuangan usaha yang
stabil, dan peningkatan kualitas tenaga kerja. Berbagai penghargaan telah diterima
oleh Ignasius Jonan dan diapresiasi tinggi oleh berbagai kalangan masyarakat,
termasuk tokoh-tokoh terkenal karena dinilai berhasil membawa transformasi yang
signifikan selama kepemimpinannya di PT Kereta Api Indonesia. Meskipun begitu,
masih banyak aspek yang belum terungkap mengenai perubahan dalam PT KAI,
khususnya bagaimana peran Ignasius Jonan dalam menciptakan teori kepemimpinan
yang unik yang menghasilkan perbaikan dalam kinerja perusahaan, budaya organisasi,
serta faktor utama yang mempengaruhi perubahan teori kepemimpinan di PT KAI
dibawah arahannya.
Berdasarkan penguraian rumusan masalah tersebut, maka beberapa pertanyaan
penelitian yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kontribusi Ignasius Jonan dalam mengembangkan teori kepemimpinan
pada lingkungan PT KAI dan dampaknya terhadap kinerja pegawai?
2. Bagaimana perubahan dan evolusi teori kepemimpinan dalam PT KAI seiring
dengan perubahan kepemimpinan dari Ignasius Jonan dan apa implikasi
perubahan tersebut terhadap budaya organisasi?
3. Apa faktor-faktor utama yang memengaruhi perubahan teori kepemimpinan dalam
PT KAI di bawah kepemimpinan Ignasius Jonan?

B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan konteks dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui kontribusi Ignasius Jonan dalam mengembangkan teori
kepemimpinan pada lingkungan PT KAI dan dampaknya terhadap kinerja
pegawai.
2. Untuk mengetahui perubahan dan evolusi teori kepemimpinan dalam PT KAI
seiring dengan perubahan kepemimpinan dari Ignasius Jonan dan apa implikasi
perubahan tersebut terhadap budaya organisasi,
3. Untuk mengetahui faktor-faktor utama yang memengaruhi perubahan teori
kepemimpinan dalam PT KAI di bawah kepemimpinan Ignasius Jonan.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan topik pembicaraan yang klasik namun tetap sangat
menarik untuk dikaji karena menentukan keberlangsungan suatu organisasi.
Kepemimpinan pada dasarnya adalah sebuah tanggung jawab. Persoalan
kepemimpinan masih menarik untuk dikaji karena tidak ada habisnya dibahas
sepanjang peradaban manusia. Kepemimpinan terkadang hanya dipahami sebagai
kekuatan untuk menggerakkan dan mempengaruhi orang lain. Padahal, kepemimpinan
mempunyai arti yang lebih luas dibandingkan kekuasaan, karena kepemimpinan
merupakan upaya untuk mempengaruhi orang-orang agar tidak hanya melakukan
kehendak atasannya saja, namun juga mencapai tujuan organisasi secara bersama-
sama.
DuBrin (2005:3) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah usaha untuk
mempengaruhi sejumlah besar individu melalui komunikasi dengan tujuan mencapai
suatu target. Ini melibatkan pengaruh melalui petunjuk atau perintah, tindakan yang
memicu respons dan perubahan positif. Kepemimpinan adalah kekuatan dinamis yang
esensial dalam memotivasi dan mengoordinasikan organisasi untuk mencapai tujuan,
serta memiliki kemampuan untuk membangun kepercayaan dan dukungan di antara
anggota bawahannya demi mencapai tujuan organisasi.
Siagian (2002:62) menganggap kepemimpinan sebagai kemampuan seseorang
untuk mempengaruhi orang lain di bawah kepemimpinannya sedemikian rupa
sehingga membuat mereka ingin melakukan apa yang diinginkan pemimpinnya,
meskipun hal itu mungkin bukan yang diinginkannya dan secara pribadi disukainya.
Nimran (2004:64) mengungkapkan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses
mempengaruhi tingkah laku orang lain agar berperilaku sesuai dengan yang
diinginkan.
Robbins (1996:39) menyatakan bahwa kepemimpinan merujuk pada
kemampuan untuk memengaruhi sekelompok individu guna mencapai tujuan tertentu.
Menurut Wexley dan Yuki (1977), kepemimpinan memiliki makna
memengaruhi orang lain untuk meningkatkan usaha mereka, mengarahkan tenaga
mereka dalam tugas, atau mengubah perilaku mereka.
Berdasarkan definisi kepemimpinan yang dikemukakan oleh para ahli diatas,
maka dapat kita simpulkan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang
untuk mempengaruhi orang lain, baik melalui komunikasi, instruksi, tindakan,
maupun contoh perilaku, guna mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan melibatkan
pengaruh positif yang mengarah pada perubahan perilaku individu atau organisasi
dengan memotivasi, mengoordinasikan, membangun kepercayaan, dan mendapatkan
dukungan mereka untuk mencapai tujuan organisasi.
Locke dan Kirkpatrick (1991) menyajikan pandangan berbeda tentang apa
artinya menjadi seorang pemimpin. Mereka membaginya menjadi tiga komponen
dasar sebagai berikut:
1. Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasional, artinya kepemimpinan
hanya dapat ada dalam hubungannya dengan orang lain. Tanpa pengikut atau
bawahan, konsep pemimpin tidak akan berlaku. Locke menyarankan bahwa
pemimpin yang efektif harus mampu menginspirasi dan membangun
hubungan dengan pengikutnya.
2. Kepemimpinan merupakan suatu proses, artinya kepemimpinan lebih dari
sekedar memegang suatu jabatan atau wewenang. Memiliki gelar saja tidak
cukup untuk menjadikan seseorang menjadi pemimpin; Pemimpin harus
berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan tindakan tertentu.
3. Kepemimpinan adalah tentang menginspirasi orang lain untuk mengambil
tindakan. Artinya seorang pemimpin harus berusaha mempengaruhi
bawahannya dengan berbagai cara, antara lain menggunakan wewenang yang
sah, memberikan contoh yang baik, menetapkan tujuan, memberikan insentif
dan hukuman, dan lain-lain, merestrukturisasi organisasi, dan
mengkomunikasikan visi yang jelas.
Dengan demikian, Locke dan Kirkpatrick menggambarkan kepemimpinan
sebagai suatu hubungan, proses, dan upaya untuk menginspirasi orang lain untuk
mengambil tindakan, termasuk berbagai strategi dan pendekatan untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.

B. Teori Kepemimpinan

1. Teori Sifat
Teori sifat, juga dikenal sebagai teori genetik, meyakini bahwa pemimpin lahir
dengan sifat-sifat kepemimpinan mereka, bukan hasil dari pengembangan. Menurut
teori ini, kemampuan seorang pemimpin dapat diidentifikasi dan dinilai berdasarkan
sifat-sifat bawaan yang diwarisi sejak lahir. Teori ini berpendapat bahwa
kepemimpinan dapat diidentifikasi melalui karakteristik tertentu seperti fisik,
pengalaman sosial, dan tingkat kecerdasan yang menjadi bagian esensial dari
kepemimpinan yang efektif, dan sifat-sifat ini merupakan kualitas alami individu.
Dalam kerangka teori kepemimpinan ini, asumsi mendasar yang dipegang adalah
bahwa kepemimpinan membutuhkan sejumlah sifat, karakteristik, atau perilaku
tertentu yang akan menjamin keberhasilan dalam berbagai situasi. Keberhasilan
seorang pemimpin diyakini bergantung pada karakter dan kepribadian alami yang
dimilikinya.

2. Teori Perilaku
Teori perilaku bertujuan untuk menjelaskan tindakan yang diambil oleh
pemimpin yang berhasil, termasuk cara mereka menugaskan tugas, berkomunikasi,
dan memotivasi bawahan. Menurut teori ini, menjadi pemimpin yang efektif adalah
sesuatu yang bisa dipelajari dan dikembangkan oleh siapa saja, tanpa tergantung pada
sifat-sifat yang sudah dimiliki sejak lahir. Dengan kata lain, seseorang tidak harus
memiliki sifat-sifat tertentu sejak lahir untuk menjadi pemimpin; sebaliknya,
kepemimpinan dapat dipelajari melalui pengamatan tindakan pemimpin yang berhasil
atau melalui pengalaman pribadi. Teori ini menekankan bahwa kepemimpinan harus
dilihat sebagai sebuah hubungan antara individu-individu, bukan sekadar sebagai
karakteristik atau ciri-ciri dari satu individu tertentu. Oleh karena itu, keberhasilan
seorang pemimpin sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berhubungan dan
berinteraksi dengan semua anggota timnya.

3. Teori Lingkungan
Teori Lingkungan menyatakan bahwa kemunculan pemimpin dipengaruhi
oleh faktor waktu, tempat, dan kondisi tertentu. Dalam perspektif teori ini,
kepemimpinan dianggap sebagai suatu pendekatan situasional yang berusaha untuk
memberikan panduan normatif. Teori ini secara keseluruhan menjelaskan bahwa
kesuksesan seorang pemimpin dalam melaksanakan tugasnya sangat terkait dengan
situasi dan gaya kepemimpinan yang diterapkan. Dalam konteks ini, situasi yang
berbeda memerlukan pendekatan kepemimpinan yang berbeda pula. Dalam
pandangan teori Lingkungan, seorang pemimpin harus mampu menyesuaikan gaya
kepemimpinannya sesuai dengan tuntutan situasi dan perkembangan zaman. Oleh
karena itu, perubahan dalam situasi dan kondisi menuntut pemimpin untuk
menyesuaikan gaya dan model kepemimpinannya. Jika seorang pemimpin tidak
mampu beradaptasi dengan kebutuhan zaman, maka kepemimpinannya tidak akan
mencapai potensi maksimal. Selain itu, teori lingkungan juga menekankan bahwa
perilaku dalam berbagai gaya kepemimpinan dapat dipelajari melalui proses
pembelajaran dan pengalaman pemimpin tersebut. Ini berarti bahwa seorang
pemimpin dapat memanfaatkan pengalaman dan pembelajaran untuk menghadapi
berbagai situasi yang berbeda dengan menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai
dengan konteks yang dihadapi.
4. Teori Implisit
Teori kepemimpinan implisit merujuk pada keyakinan dan asumsi mengenai
karakteristik seorang pemimpin yang efektif. Biasanya, teori ini mencakup pandangan
stereotip dan prototip tentang ciri-ciri, keterampilan, atau perilaku yang relevan untuk
mengidentifikasi pemimpin yang berbeda, seperti manajer, politikus, atau perwira
militer. Konsep ini berkembang dan terus disempurnakan seiring berjalannya waktu
melalui pengalaman riil dengan pemimpin-pemimpin, paparan terhadap literatur
tentang kepemimpinan yang efektif, serta pengaruh sosial budaya dan lingkungan
lainnya.

5. Teori Great Man


Teori Great Man menganggap bahwa pemimpin besar lahir dengan memiliki
karakteristik individu yang sangat unik, yang sangat berbeda dari mayoritas orang.
Karakteristik ini termasuk karisma, kecerdasan, kebijaksanaan, dan kemampuan untuk
menggunakan kekuasaan mereka untuk membuat keputusan berdampak besar dalam
sejarah manusia. Karisma dalam konteks ini mengacu pada pesona pribadi, daya tarik,
serta kemampuan luar biasa dalam komunikasi interpersonal dan persuasi. Teori ini
menyatakan bahwa pemimpin besar muncul ketika situasi membutuhkannya, sehingga
pemimpin seperti ini tidak dapat diciptakan.

6. Teori Transformasional
Teori Transformasional berdasarkan penelitian yang menunjukkan bahwa
beberapa pemimpin, yang dikenal sebagai pemimpin transformasi, mampu memberi
inspirasi kepada anggota organisasi untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi dari yang
direncanakan oleh organisasi. Mereka juga cenderung menjadi pemimpin visioner
yang menggerakkan anggota organisasi menuju visi yang mereka miliki. Pemimpin
transformasional mengandalkan kharisma dan kewibawaan dalam pelaksanaan
kepemimpinannya.

7. Teori Neokharismatik
Teori kepemimpinan ini menekankan pada simbolisme, daya tarik emosional,
dan tingkat komitmen yang luar biasa dari pengikut terhadap pemimpin mereka.

8. Teori Kepemimpinan Kharismatik


Teori ini mengajukan bahwa pengikut memberikan atribut kepemimpinan
yang heroik kepada pemimpin mereka ketika mereka melihat perilaku tertentu yang
menginspirasi dari pemimpin tersebut.

C. Evolusi Teori Kepemimpinan

1. Trait Theory
Trait theory muncul pada awal-awal dilakukannya kajian atas pemimpin dan
kepemimpinan. Hal ini dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa memahami sifat
atau karakter pemimpin dan kepemimpinan sangat penting untuk menentukan
potensi kepemimpinan yang efektif dalam organisasi. Para pemimpin selalu
menghadapi lingkungan bisnis yang sangat dinamis, dan perubahan merupakan
sesuatu yang bersifat konstan. Untuk dapat menangani perubahan secara efektif,
pengikut harus dapat memahami visi pemimpin dan bersedia menjaga komitmen
untuk mencapai visi tersebut sesuai arahan pemimpin.

Di dalam perkembangan selanjutnya, sifat atau karakter seorang masih


digunakan untuk mengidentifikasi baik atau tidaknya kualitas pemimpin. Dengan
kata lain, pemimpinan yang berkualitas dapat diidentifikasi dari sifat atau karakter
yang dimilikinya. Berkaitan dengan itu, terdapat lima ciri-ciri atau karakteristik
yang sangat penting bagi seorang pemimpin untuk membuat pengikutnya sukses,
yang meliputi intelligence, self-confidence, determination, integrity, dan
sociability. Seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan untuk dapat
mengidentifikasi perubahan faktor-faktor lingkungan dan memiliki rasa percaya
diri dan tekad untuk melakukan perubahan organisasi secara signifikan. Pemimpin
juga harus memiliki integritas yang tinggi dan mampu menanamkan integritas dan
nilai-nilai ini dalam pengikutnya. Kemampuan bersosialisasi menunjukkan
kemampuan pemimpin untuk menciptakan dan meningkatkan kebersamaan dan
menghasilkan pengikut militan.

2. Style Theory
Style theory memberikan beberapa kontribusi penting untuk teori
kepemimpinan. Pertama, banyak pemimpin masih menggunakan gaya “authority-
compliance” yang menekankan tugas dan persyaratan kerja dibandingkan
penekanan pada manusia. Dalam jangka panjang, gaya kepemimpinan ini
menyebabkan rendahnya semangat kerja dan menurunnya efisiensi. Kedua, “gaya
manajemen country club“, tidak menekankan kepada proses produksi, tetapi lebih
mementingkan hubungan kerja yang bersifat manusiawi (inner relationship). Gaya
kepemimpinan country club menghasilkan semangat kerja yang tinggi, tetapi tetap
menghasilkan tingkat efisiensi produksi rendah.

3. Impoverished Management
Impoverished Management suatu gaya kepemimpinan yang menggunakan
usaha yang sangat minim untuk mencapai tujuan atau mempertahankan tingkat
kepuasan kerja. Gaya kepemimpinan ini sangat lemah dan menghasilkan semangat
biasa-biasa saja, kinerja yang buruk dan standar etika yang tidak bagus.

4. Team management
Gaya ini melibatkan orang yang bekerja bersama-sama melalui visi bersama
dan juga adanya hubungan saling percaya dan menghormati antara pemimpin dan
pengikutnya. Diyakini bahwa gaya kepemimpinan “team management” dapat
meningkatkan kepuasan kerja, moral kerja, sekaligus mempertinggi efisiensi
produksi.
5. Middle of the Road Management
Gaya ini memadukan penekanan pada keseimbangan antara kinerja organisasi
dengan kepuasan kerja. Mengingat adanya keseimbangan antara kinerja organisasi
dengan kepuasan kerja, pendekatan ini idealnya adalah pendekatan yang efektif.
Di dalam kenyataan, fakta yang terjadi tidak demikian. pendekatan ini malahan
tidak efektif, dan malahan mengarah ke kinerja dan kepuasan kerja yang normal,
tidak istimewa.
BAB III
PEMBAHASAN

1. Bagaimana kontribusi Ignasius Jonan dalam menerapkan teori kepemimpinan


pada lingkungan PT KAI dan dampaknya terhadap kinerja pegawai?

Kontribusi Ignasius Jonan dalam PT KAI mencakup penerapan kepemimpinan


transformasional yang kuat dalam mengubah paradigma perusahaan, meningkatkan
efisiensi operasional, memperluas jaringan layanan, dan mengimplementasikan
inovasi teknologi di sektor transportasi kereta api. Dengan gaya kepemimpinan
transformasional serta kekuasaan yang sah yang dimilikinya, Ignasius Jonan memulai
perjalanan untuk merumuskan visi dan strategi perubahan yang mendalam. Selama
masa kepemimpinannya, pegawai dihadapkan pada tuntutan untuk mengubah
pandangan mereka agar lebih berfokus pada kepuasan pelanggan. Pendekatan
kepemimpinan yang diterapkan oleh Jonan juga menekankan pentingnya mengubah
prinsip vested interest sebagai langkah untuk mencegah potensi penyelewengan.
Akibat dari inisiatif ini, kinerja pegawai PT. KAI telah mengalami peningkatan yang
signifikan. Jiwa kedisiplinan, integritas, dan rasa tanggung jawab kini telah menjadi
bagian tak terpisahkan dari identitas para pegawai PT. KAI, dan hasilnya telah
dirasakan oleh jutaan orang yang merasakan peningkatan layanan perusahaan
tersebut.
Menurut teori kepemimpinan transformasional oleh Bernard M. Bass, terdapat
sejumlah elemen kunci yang memainkan peran penting dalam memengaruhi kinerja
dan kesuksesan perusahaan.
1. Idealized Influence
Elemen ini menggambarkan pemimpin yang memiliki daya tarik karisma yang
mampu menginspirasi bawahannya. Dalam peran kepemimpinannya, Ignasius
Jonan selalu menonjolkan prinsip "leading by example," membuatnya menjadi
panutan yang dihormati oleh pegawainya, contoh yang menunjukkan bahwa ia
selalu patuh pada peraturan anti-merokok di area stasiun meskipun sebagai
perokok berat.
2. Inspirational Motivation
Elemen ini mencerminkan pemimpin dengan visi yang jelas dan mampu
memotivasi pegawainya untuk mencapai visi tersebut, sehingga menciptakan
suasana optimisme dan antusiasme. Dalam kasus Jonan, hal ini berkaitan dengan
budaya berorientasi pelayanan yang ia bawa dalam kepemimpinannya. Jonan juga
secara perlahan mendorong pegawainya untuk mengadopsi budaya tersebut.
3. Intellectual Stimulation
Elemen ini mencirikan pemimpin yang mampu mendorong bawahannya untuk
mengeksplorasi berbagai cara baru untuk belajar. Jonan berusaha untuk
meningkatkan keterampilan pegawainya dengan cara seperti mengirim mereka ke
luar negeri untuk mempelajari teknologi dan layanan perkeretaapian, termasuk
mengirim masinis dan pegawai pintu perlintasan kereta ke China untuk
mempelajari mekanisme pengendalian kereta api. Langkah-langkah ini juga
menunjukkan inisiatif kolaborasi dan jaringan yang Jonan bangun dengan
berbagai pihak.
4. Individualized Consideration,
Elemen ini menandakan pemimpin yang selalu membuka saluran komunikasi agar
pegawai dapat berbagi ide dan aspirasi serta mendapatkan pengakuan langsung.
Ini terlihat dalam penanganan permasalahan remunerasi yang rendah oleh Jonan,
dimana ia menaikkan remunerasi berdasarkan aspirasi yang diterimanya, sesuai
dengan pernyataan dari Direktur Logistik dan Aset Produksi PT. KAI. Semua
elemen ini memiliki dampak yang signifikan pada kinerja pegawai, seperti
contohnya penurunan angka kecelakaan kereta api yang terjadi selama periode
kepemimpinan Jonan dari tahun 2009 hingga 2013, yang dapat diatribusikan pada
responsivitas pegawai terhadap situasi yang dihadapi.

2. Bagaimana perubahan dan evolusi teori kepemimpinan dalam PT KAI seiring


dengan perubahan kepemimpinan dari Ignasius Jonan dan apa implikasi
perubahan tersebut terhadap budaya organisasi?

Perubahan dan evolusi kepemimpinan dalam PT KAI mengalami pergantian


dari kepemimpinan mikro pada dunia yang chaotic ke kepemimpinan makro pada
dunia yang chaotic. Sebelum tahun 2009, kepemimpinan di PT KAI mencerminkan
suatu era yang mungkin lebih terfokus pada aspek-aspek operasional dan manajemen
tradisional dalam perusahaan. Kepemimpinan pada periode itu cenderung
menekankan pada efisiensi operasional dan pemeliharaan infrastruktur, dengan
kurangnya penekanan pada transformasi budaya organisasi atau pelayanan pelanggan
yang sangat diutamakan. Sebelum Jonan menjabat, tingkat kedisiplinan pegawai PT
KAI sangat rendah, termasuk para pegawai di back office, stasiun, dan awak kereta
api. Banyak dari mereka tidak memiliki fokus untuk melayani penumpang atau
pengguna jasa kereta api, dan sering kali terdapat penyimpangan dan pelanggaran
berbagai aturan.
Setelah pergantian kepemimpinan pada tahun 2009, PT KAI dibawah
kepemimpian Ignasius Jonan yang transformasional mulai adanya perumuskan visi
dan strategi perubahan yang diperlukan. Perubahan gaya kepemimpinan itu juga
berpengaruh kepada budaya perusahaan. PT KAI mulai mengukuhkan fokusnya pada
pelayanan pelanggan dengan mengintegrasikan perubahan ke dalam budaya
perusahaan (Anchoring New Approaches in the Culture). PT. KAI juga
memperkenalkan logo baru sebagai identitas korporat guna lebih memantapkan
perubahan nilai dan perilaku di seluruh organisasi internal dengan tujuan
meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat. Peningkatan pelayanan kereta api
ini merupakan hasil dari komitmen dan kerja keras para pegawai PT. KAI. Selama
tiga tahun terakhir, perusahaan ini berhasil meraih berbagai penghargaan yang
menunjukkan bahwa perubahan budaya yang terjadi berdampak positif dan
memberikan hasil yang baik bagi kemajuan perusahaan. Penerapan nilai-nilai dan
budaya organisasi menjadi dasar dari langkah-langkah yang ditempuh oleh Ignasius
Jonan. Dalam proses ini, ia mengedepankan prinsip-prinsip seperti integritas,
profesionalisme, keselamatan, inovasi, dan pelayanan berkualitas tinggi, yang telah
diakar dalam setiap individu yang menjadi bagian dari PT KAI. Penerapan motto
perusahaan "Anda Adalah Prioritas Kami" menjadi bukti konkret bahwa Jonan
berhasil mengubah pandangan, nilai-nilai, dan budaya organisasi menjadi berorientasi
pada pelanggan, sehingga pelayanan yang diberikan oleh PT KAI telah berhasil
memberikan kepuasan kepada masyarakat. Dengan gaya kepemimpinan
transformasional, ia berhasil mengubah budaya untuk mengedepankan antrian dan
ketertiban saat masuk dan keluar stasiun melalui satu pintu. Hal ini tercermin dalam
penurunan jumlah penumpang gratis yang signifikan, yang dapat dilihat dari
peningkatan jumlah pengguna KRL setelah penerapan e-ticketing. Dalam kurun
waktu sebulan setelah penggunaan e-ticketing diterapkan, terjadi peningkatan jumlah
pengguna sebesar 20%, dengan total mencapai 575.134 pengguna KRL per hari.

3. Apa faktor-faktor utama yang memengaruhi perubahan teori kepemimpinan


dalam PT KAI di bawah kepemimpinan Ignasius Jonan?

1. Tingkat Keamanan dan Kenyamanan Penumpang


Tingkat Keamanan dan Kenyamanan Penumpang yang diberikan PT KAI
masih jauh dari standar, terutama untuk kelas bisnis dan ekonomi. Hal ini menjadi
perhatian serius karena kelas bisnis dan ekonomi adalah segmen penumpang
terbesar dalam layanan kereta api. Dalam hal kenyamanan, penumpang kelas
bisnis dan ekonomi seringkali menghadapi masalah dengan kualitas kursi yang
kurang nyaman, kurangnya ruang pribadi, serta fasilitas yang terbatas. Ini dapat
menyebabkan ketidakpuasan pelanggan, mengurangi kualitas pengalaman
perjalanan, dan berpotensi membuat penumpang memilih alternatif transportasi.
Selain itu, dalam hal keamanan, masih terdapat tantangan dalam menjaga
keamanan fisik penumpang dan barang bawaan mereka, serta penegakan aturan
keselamatan yang konsisten. Ketidaknyamanan dan kurangnya keamanan ini telah
menjadi sorotan publik dan dapat merusak reputasi PT KAI jika tidak ditangani
dengan serius. Oleh karena itu, perusahaan ini perlu melakukan perubahan
substansial dalam layanannya, meningkatkan standar kenyamanan dan keamanan,
serta memastikan bahwa semua penumpang, terlepas dari kelas, dapat menikmati
perjalanan yang aman dan nyaman dengan PT KAI.

2. Praktik Percalonan dalam Sistem Layanan Pemesanan dan Penjualan Tiket


Praktik percaloan dalam sistem layanan pemesanan dan penjualan tiket adalah
isu serius yang harus diberikan perhatian mendalam. Praktik ini merujuk pada
tindakan tidak etis yang melibatkan penjualan tiket dengan harga yang jauh di atas
tarif yang seharusnya, terutama dalam situasi di mana tiket sangat diminati atau
dalam kondisi darurat. Praktik ini merugikan konsumen dengan memberikan
keuntungan yang tidak adil kepada pihak yang terlibat dalam percaloan. Selain itu,
praktik ini juga dapat merusak citra perusahaan yang terlibat dalam penjualan
tiket, mengurangi kepercayaan pelanggan, dan menciptakan ketidakpuasan yang
besar. Dalam beberapa kasus, praktik percaloan dapat menciptakan masalah
keamanan, karena beberapa pihak yang terlibat dalam percaloan tiket mungkin
tidak memiliki izin resmi atau tidak mematuhi standar keamanan yang ditetapkan
oleh otoritas terkait. Oleh karena itu, sangat penting bagi pihak berwenang dan
perusahaan yang terlibat dalam sistem layanan pemesanan dan penjualan tiket
untuk mengambil langkah-langkah tegas dalam memberantas praktik percaloan
ini, menjaga harga tiket tetap wajar, serta memastikan keamanan dan keadilan
dalam akses tiket untuk semua konsumen.

3. Keterlambatan Jadwal Keberangkatan dan Kedatangan Kereta


Keterlambatan jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta adalah sebuah
permasalahan serius yang telah lama menjadi sorotan dalam PT KAI. Fenomena
ini menimbulkan dampak yang luas, mempengaruhi tidak hanya pengalaman
penumpang, tetapi juga efisiensi dan operasional perusahaan kereta api.
Keterlambatan jadwal keberangkatan kereta dapat mengakibatkan
ketidaknyamanan yang signifikan bagi penumpang, terutama bagi mereka yang
memiliki rencana perjalanan yang ketat dan terjadwal. Ada dua faktor utama yang
menjadi penyebab utama keterlambatan ini. Pertama, faktor teknik merupakan
penyebab keterlambatan yang berkaitan dengan kondisi kereta dan sistem
persinyalan. Faktor ini sering muncul sebagai akibat dari lemahnya sistem
perawatan yang diterapkan pada armada kereta dan infrastruktur persinyalan.
Kereta yang tidak terawat dengan baik dapat mengalami kerusakan yang
menyebabkan gangguan dalam jadwal operasional. Selain itu, sistem persinyalan
yang kurang andal dapat memperlambat perjalanan kereta dengan adanya
kebutuhan perbaikan atau penggantian.
Kedua, faktor keterbatasan lintasan juga berperan penting dalam
keterlambatan kereta. Banyak jalur kereta yang masih menggunakan jalur tunggal,
yang berarti kereta harus menunggu di stasiun tertentu saat ada persilangan
dengan kereta lain yang datang dari arah berlawanan. Hal ini memerlukan
pengaturan khusus yang memakan waktu cukup lama. Faktor ini juga dapat
diperparah oleh situasi cuaca atau kondisi jalur yang kurang baik, seperti jalur
yang rentan terhadap longsor atau banjir. Keterbatasan lintasan ini mempengaruhi
jadwal operasional secara signifikan, dan penumpang seringkali menjadi korban
dari keterlambatan ini.
BAB IV

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang di sajikan dapat disimpulkan bahwa,
kontribusi Ignasius Jonan dalam PT. KAI mencakup penerapan kepemimpinan
transformasional yang kuat dalam mengubah paradikma Perusahaan, meningkatkan
efisiensi operasional, memperluas jaingan layanan, dan mengimplementasikan inovasi
teknologi di sektor transportasi kereta api. Dengan gaya kepemimpinan
transformasional serta kekuasaan yang sah yang dimilikinya, Ignasius Jonan memulai
perjalanan untuk merumuskan visi dan strategi perubahan yang mendalam. Ini terlihat
dalam penangan permasalahan remunerasi yang rendah oleh Jonan, dimana Jonan
menaikan remunerasi berdasarkan aspirasi yang diterimanya, sesuai dengan
pernyataan dari direktur logistik dan PT. semua elemen ini dampak yang signifikan
pada kinerja pegawai.

Sosok Ignasius Jonan merupakan seorang visioner. Bapak Jonan dalam


memimpin perubahan PT. KAI berhasil menyelesaikan berbagai permasalahan yang
ada, yaitu saat beliau berhasil menghilangkan kebiasaan penumpang Commuter Line
Jabodetabek untuk berjubel diatas atap kereta dan mengakhiri praktik calo di dunia
kereta api. Beliau juga melakukan inovasi dengan menerapkan Air Conditioner di
semua kelas keret, penerapan system tapping ticket dan pengaturan pedagang kaki
lima yang berjualan di sekitar stasiun. Inovasi-inovasi ini berhasilmenciptakan
suasana nyaman, aman dan tidak kumuh bagi Masyarakat yang ingin menggunakan
sarana transportasi kereta.

You might also like