You are on page 1of 32
BabIV Hasil dan Pembahasan Wal. Um Pada hab akan dijabarkan ha penelitian dan pembahasan tentang hasil penelitian yang akan dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu : a. Karakteristik ai imboh laundry b. Laju pelepasan ion aluminium Distribusi spesies senyawa aluminium Proses elektrokoagulasi pada percobaan bateh Proses elektrokoagulasi pads percobaan kontinyu £ Kinetika reaktor elektrokoagulasi Vv Karakteristis Air Limbah Laundry Air limbah yang digunakan pada penelitian ini berupa limbah cair asli yang berasal dari jasa Zaundry yang ada di daerah perumahan Antapani Bandung, Hasil analisa yang dilakukan diperolch karakteristik dari air limbahnya adalah sebagai berikut : Tabel 1V.1 Karakteristik air limbah faundry No] Parameter Konsenirasi_| Baku Mutu | Satuan 1 | Surfaktan (MBAS) | 25687-30372 * mg/L. 2 [cop 599.44 — 754.35 To00* mei. 3, | Fostat 7.357 — 7.843 3s mgt 4,_| Kekeruhan TH4— 759 NTU Ss ipl ”~”~YS:SCié(CT= 1S | ©, | Konduktivitas 1073 — 1078 ySem 7,_| Suh 26-260 °C *KEP-51/MENLIT/1011995 ** PP No 82 Tahun 2001 47 Konsentrasi air limbah laundry yang digunakan pada penelitian ini berfluktuasi tergantung pada air limbah yang dihasilkan oleh jasa laundry tersebut. Konsentrasi surfaktan, COD dan fosfat tergantung pada jenis deterjen yang digunakan. Selain itu juga tergantung pada jenis kotoran yang melekat pada pakaian yang dicuci. Jenis kotoran yang biasa melekat pada pakaian adalah debu dari udara, kotoran yang dihasilkan badan (misalnya keringat), pengotor yang berasal dari aktifitas domestik, komersial dan industri (Smulders, 2002). Hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi kandungan polutan dalam air limbah Jaundry telah melebihi baku mutu yang ditetapkan. Parameter yang konsentrasinya sangat tinggi adalah surfaktan dan COD sedangkan untuk fosfat tidak terlalu tinggi. Dengan tingginya kandungan surfaktan dan COD akan menimbulkan dampak yang negatif bagi biota jika air limbah tersebut dibuang ke lingkungan perairan, 1V.3. Laju Pelepasan Ton Aluminium Elektroda yang digunakan sebagai kutub anoda dan katoda pada penelitian ini menggunakan aluminium dengan kemurnian sebesar 99.7% (Laboratorium Pengujian tekMIRA). Penggunaan aluminium untuk kedua kutub terscbut didasarkan atas beberapa penelitian yang telsh ada dimana dinyatakan bahwa reaktor yang mempergunakan aluminium pada kedua elektroda yaitu anoda dan katoda dilaporkan proses pelarutan aluminium melebihi 100% (Prehegorlinskii et al., 1987 ; Donini et al., 1994 ; Mameri et al., 1998 ; Bozin and Mikhailov, 1990 dalam Holt, 2002). Selma proses elektrokoagulasi, kondisi permukaan elektroda mengalami perubshan (Gambar 1V.1). Kondisi ini disebabkan terlepasnya ion aluminium ke dalam air, schingga terjadilah fenomena korosi ini pnd deen canscanet (a) (b) (e) Gambar IV.1. Kondisi permukaan elektroda selama proses elektrokoagulasi (a) sebelum digunakan (b) pertama kali pemakaian (c) pemakaian berulang kali Sceara teoritis pelepasan ion aluminium selama elektrokoagulasi dihitung dengan menggunakan hukum Faraday, Pada penelitian ini dilakukan penimbangan tcthadap elektroda setiap kali dilakukan percobaan. Untuk memastikan bahwa hasil tersebut sesuai maka dilakukan pereobaan sejenis dengan melakukan pengukuran terhadap jumlah ion aluminium di dalam air dengan mempergunakan AAS. Dari hasil tersebut akan dibandingkan jumlah ion aluminium yang terlepas secara teoritis, Perbandingan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1V.2. 90,389, $$$, 0300 | a oa | 0.180 }—$_—8—_______ OPenimbangan ooo +8 0.080, 00 | coc 010020 0m ato Konsentrasi Al Praktek (mg/L) Konsentrasi Al Teoritis (mg/L) Gambar IV.2. Perbandingan konsentrasi aluminium yang terlepas selama proses Elektrokoagulasi untuk konfigurasi bipolar Pox ase | 0x2 Posse 01 | 0.08 + © Bipolar i 0.06 Monopotar 008 4 002 4 o . ~ ~ + ° 10 20 30 40 50 60 Waktu (menit) Gambar 1V.3. Perbandingan massa aluminium yang terlepas Dari hasil percobaan yang dilakukan ini diperoleh bahwa nilai konsentrasi ion aluminium yang terlepas dengan pengujian AAS dan penimbangan memberikan hasil yang tidak berbeda jauh dari perhitungan teoritis. Berdasarkan hasil kedua pengukuran tersebut akan diperoleh konsentrasi aluminium total (Al;) yang akan dipergunakan dalam perhitungan distribusispesiessenyawa aluminium. pnd deen canscanet Sedangkan nilai laju pelepasan ion aluminium diperolch dari kemiringan kurva pada Gambar IV.3, yaitu 0,0029 mg/menit untuk monopolar dan 0,0028 mg/menit untuk bipolar. Dari hasil pethitungan diperolch laju pelepasan ion aluminium untuk konfigurasi monopolar dan bipolar pada variasi herapatan arus. Tabel IV.2. Perbandingan Iaju pelepasan ion aluminium Kerapatan ars | _ L&W pelepasan (gimenit) (Afm2) ‘monopolar | bipolar | 30 0.0016 | B 0.0020 [ 100 0.0028 Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa konfigurasi monopolar mempunyai laju pelepasan ion aluminium yang lebih tinggi daripada bipolar. Untuk kerapatan arus 100 A/n® nilai laju pelepasan ion aluminium pada konfigurasi monopolar adalah 0.0029 g/menit. Dengan nilai tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan waktu penggantian elektroda, yaitu untuk berat elektroda rata-rata sebesar 75g diperkirakan akan habis setelah penggunaan selama 431 jam pengoperasian peralatan elektrokoagulasi. IVA. Distribusi Spesics Senyawa Aluminium: Untuk melihat distribusi spesies senyawa aluminium yang terbentuk pada proses elektrokoagulasi maka dilakukan percobaan dengan menggunakan metode Ferron. Dari pembacaan Spektrofotometer UV-Vis dipcroleh data absorbansi yang dibaca setiap interval waktu 20 detik selama 2 jam atau 7200 detik. Nilai absorbansi yang terbaca oleh peralatan merupakan nilai konsentrasi aluminium yang bereaksi dengan reagen Ferron. Hasil pembacaan untuk percobaan dengan variasi pH dapat dilihat pada gambar di bawah ini : st pnd deen canscanet 0.30 0.28 0.26 0.24 Absorbance -1000 © 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 Time (seconds) Gambar IV.4. Hasil pembacaan absorbansi pada metode Ferron untuk variasi pH Hasil pembacaan absorbansi tersebut dianalisa dengan mempergunakan software Origin Pro 7.0 untuk mendapatkan persamaan garis yang sesuai dengan pola kurva tersebut. Absorbance 030 028 026. 024 Gambar IV.S. Hasil analisa persamaan garis dengan software Origin Pro 7.0 Menurut Feng etal (2007) reaksi antara ion aluminium dengan reagen Ferron ‘mengikuti persamaan reaksi pseudo orde 1, yaitu : A=Ao+ Avil) + Aud — ett) aw.ty dimana A adalah nilai absorbansi, t adalah waktu reaksi, Ag adalah nilai absorbansi reaksi Al,-Ferron, Ay) adalah absorbansi Aljj-Ferron, Aj2 adalah absorbansi Alj-Ferron, ty dan ty merupakan waktu reaksi dari Alyy dan Als. Alyy adalah bagian dari Al, yang relatif cepat bereaksi dengan Ferron yang terditi dati senyawa oligomer dan Alyy adalah bagian dari Aly yang relatif lambat bereaksi dengan Ferron yang terdiri dari senyawa polimer dengan berat medium. Dengan memasukkan nilai ky ~1/th, ke “1p persamaan di atas menjadi A= Act Ap(l—e'")+An(-e*) «avy Hasil analisa software tersebut digunakan untuk menghitung distribusi spesies senyawa aluminium (A1,, Al, dan Al.) dengan metode kalkulasi kinetik Al-Ferron, Hasil pethitungannya adalah sebagai berikut : Tabel IV. 3, Hasil perhitungan distribusi senyawa aluminium (%) pit AL A AL 2 8552 10.19 4290 4 68.93 18,74 12.33 6 511 39 99 8 8.07 saz 8651 10 89.17 7.88 29s bd 98.08 132 0 Dari perhitungan tersebut terlihat bahwa untuk pH air limbah laundry yaitu antara 8 — 10, spesies senyawa aluminium yang terbanyak adalah golongan monomer. pnd deen canscanet IVS. Proses Elektrokoagulasi Pada Percobaan Batch Pada penelitian ini digunakan kuat anus yang berasal dari DC Power Supply dengan kapasitas 0 ~ 10 A dan tegangan 0 ~ 0 Volt. Kuat aris yang dialirkan ke elektroda aluminium sebesar 0.25 — 1 A untuk memperolch kerapatan arus yang diinginkan yaitu 50, 75 dan 100 A/m2. Untuk percobaan secara batch, reaktor yang digunakan berupa heker glass dengan kapasitas 600 mL. Untuk mendapatkan kondisi yang homogen, magnetic stirrer diatur pada skala S untuk semua percobaan pada penelitian ini. Selama proses elektrokoagulasi selama 60 menit, dilakukan pengambilan sampel pada interval waktu 10 menit Pengukuran secara langsung dilakukan untuk parameter kekeruhan, konduktivitas, pH dan suhu. Sampel yang diambil dimasukkan dalam botol sampel yang kemudian dianalisa kandungan surfaktan, COD dan fosfat. Data yang diperoleh untuk semua percobaan elektrokoagulasi akan dijelaskan pada bagian di bawah ini IV.S.1. Kekeruhan Kekeruhan yang terukur pada air limbah faundry menunjukkan nilai yang cukup tinggi, yaitu diatas 100 NTU. Melalui proses elektrokoagulasi_ diharapkan terjadinya penurunan kekeruhan dari air limbah tersebut. Hasil pemeriksaan kekeruhan pada percobaan ini dapat dilihat pada gambar berikut ini. Kekeruhan (NTU) 50m ~H75 Alm “A100 A/m2 ‘Waktu (menit) Gambar 1V.6. Profil penurunan kekeruhan pada konfigurasi monopolar dengan variasi kerapatan arus Dari gambar di atas dapat terlihat bahwa pada menit awal percobaan yaitu 0 ~ 10 menit untuk kerapatan arus 50 A/m* dan 75 Alm? terjadi kenaikan nilai kekeruhan. Hal ini disebabkan mulai terlepasnya ion aluminium dari anoda yang berfungsi scbagai agen koagulan. Koagulan ini akan berikatan dengan senyawa yang ada di dalam air limbah schingga mulai terbentuk flok. Di awal percobaan flok yang terbentuk masih berukuran keeil sehingga menimbulkan terjadinya kekeruhan, namun pada menit berikutnya flok ini mulai membesar dan mengalami flotasi schingga kekeruhannya mulai menurun. Untuk Kerapatan arus 100 A/m” kenaikan kekeruhan tidak terdeteksi karena pengambilan sampel baru pada menit ke-5 schingga tidak diketahui perubahan yang terjadi diantara 0-5 menit. Selain itu karena arus yang mengalir cukup tinggi menyebabkan jumlah ion aluminium yang terlepas juga banyak schingga proses koagulasi berlangsung lebih cepat 55 S50,A/m2 “8-75 Aym2 —e-100A/m2 0 10 2 30 4 50 60 70 Waktu (menit) Gambar IV.7. Profil penurunan kekeruhan pada konfigurasi bipolar dengan variasi kerapatan arus Untuk konfigurasi bipolar dengan kerapatan arus $0 A/m’, kenaikan kekeruhan terjadi pada 0 — 15 menit sedangkan untuk kerapatan arus 75 A/m* kenaikannya pada menit 0 — S menit. Namun pada kerapatan arus 75 A/m’ penurunan kekeruhan secara tajam baru terjadi setelah menit ke-15. Seperti pada konfigurasi monopolar untuk kerapatan arus 100 A/m* kenaikan kekeruhan tidak terdeteksi di menit awal. Tingkat kekeruhan mulai stabil pada menit ke-20 untuk kerapatan arus 100 A/m’, dan pada menit ke-45 untuk kerapatan arus 50 dan 75 A/m*. IV5.2. pit Nilai pH dari air limbah yang diolah melalui proses elekirokoagulasi_sangat menentukan dalam proses pengolahannya. Untuk melihat pengaruh pH tethadap cfisiensi pengolahan, pada penelitian ini air limbah laundry diubah nilai pH dengan menambahkan NaOH untuk mendapatkan kondisi basa dan penambahan H,SO, untuk mendapatkan kondisi asam. Dari hasil percobaan yang dilakukan didapatkan terjadinya perubahan nilai pH scbagaimana gambar di bawah ini. 2 +— y= 0,8199x + 2.1557 WP =0,8795 o +——_+ + . + — ° 2 4 6 8 10 2 pH awal Gambar IV.8. Perubahan pH pada proses elektrokoagulasi Dari gambar diatas dapat terlihat bahwa pH air limbah yang diolah dengan elektrokoagulasi mengalami kenaikan, Hal ini disebabkan oleh terbentuknya ion OFT pada kutub katoda sesusi dengan persamaan berikut. 240 +2¢ + 20H + Hy Bie =- 0.83 V av) Dengan bertambahnya jumlah ion OF di dalam air limbah menyebabkan terjadinya kenaikan pH, Selain itu nilai pH dari air limbah akan menyebabkan terbentuknya berbagai spesics senyawa aluminium, seperti monomer dan polimer (Mollah, 2004). Dari analisa spesies senyawa aluminium dengan metode Feron diperoleh distribusi sebagai berikut : 37 pnd deen canscanet Ale Alb tale Distribusi spesies Al () 20 Gambar IV.9. Distribusi spesies senyawa aluminium pada variasi pH Sedangkan tingkat penyisihan yang terjadi pada percobaan variasi pH ini adalah sebagai berikut: 100 Efisiensi Penyisihan (%) oH SP Surfaitan ~B-COD —aeFosfat —H-Kekeruhan Gambar 1V.10. Tingkat penyisihan pada variasi pH untuk konfigurasi monopolar (kerapatan arus 100 A/m*, td=30 menit) 58 pH e—Surfoktan COD —weFosfat —HKekeruhan Gambar 1V.11. Tingkat penyisiban pada variasi pH untuk konfigurasi bipolar (kerapatan arus 100 A/m?, td=30 menit) Dari gambar diatas terlihat bahwa tingkat penyisihan yang paling baik terjadi pada rentang pl 4 ~ 10. Hal ini disebabkan pada rentang pH terscbut terjadi proses hidrolisis ion Al yang menghasilkan senyawa AKOH)”, AF(OH)", AKOH)' dan senyawa polimer Al;(OH);2” yang efektif dalam proses koagulasi (Ge, 2004), Sedangkan pada pH dibawah 4 senyawa yang terbentuk adalah ion AL” dan pada PH diatas 10 senyawa yang terbentuk adalah A(OH), . Keduanya memiliki sifat kurang efektif dalam proses koagulasi. 1V5.3. Konduktivitas Nilai konduktivitas dari air limbah yang diolah dengan menggunakan clektrokoagulasi sangat menentukan tingkat cfisiensi_pengolahan. Proses clektrokosgulasi dapat berjalan dengan baik apabila konduktivitasnya cukup tinggi, Hal ini disebabkan clektron yang mudah mengalir pada air dengan konduktivitas tinggi. Hasil pembacaan konduktivitas pada percobaan ini adalah sebagai berikut : 39 pnd deen canscanet 2500 + 2000 i 1500 + Se = — oo E 1000 + —_____________ ~@ Monopotar | Bipolar 500 + ° o 20 40 60 Waktu (menit) Gambar IV.12. Perubahan konduktivitas pada percobaan elektrokoagulasi dengan kerapatan arus 100 A/mm? Dari gambar diatas dapat terlihat bahwa di awal proses elektrokoagulasi, nilai konduktivitas cenderung mengalami penurunan, Perubahan tersebut terjadi karena proses elektrokoagulasi akan _mengikat ion-ion yang ada pada polutan untuk membentuk flok yang dapat dipisahkan. Namun pada menit berikutnya, nilai konduktivitas cenderung konstan karena ion aluminium yang terlepas akan menambah konduktivita larutan, 1V.5.4, Penyisihan Surfaktan Pemeriksaan surfaktan pada penelitian ini mempergunakan metode MBAS, yaitu metode pemeriksaan surfaktan berjenis anionik. Pada penelitian ini, kandungan LAS dari deterjen yang digunakan oleh jasa laundry sebesar 25 Pada percobaan elektrokoagulasi dengan konfigurasi monopolar dan bipolar diperoleh data dari sampel yang diambil pada interval waktu 10 menit yang dapat dilihat pada Gambar 1V.11 dan Gambar IV.12. Selain pengambilan pada interval waktu tersebut, pada meni ke-S sampel juga diambil untuk melihat kecenderungan penurunan konsentrasi surfaktan di awal percobaan, Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan variasi kerapatan arus 50,75 dan 100 A/m’, 60 Surfaktan (mg/L) : 100 | so | + _, D4 a, 0.000 0.200 «0400 0.600 ‘Massa aluminium (g/m) 9-50 A/m2 +75 A/m2 A= 100 A/m2 O50A/m2 O75A/m2 4100 A/m2 Gambar 1V.13 Profil penurunan konsentrasi surfaktan pada konfigurasi monopolar dengan variasi kerapatan arus Pada kurva di atas terlihat bahwa penurunan konsentrasi surfaktan yang tajam terjadi pada kerapatan arus 100 A/m? terutama pada menit awal. Sedangkan untuk kkerapatan arus 50 dan 75 A/m2 cenderung landai, Sedangkan massa aluminium yang dibutuhkan untuk mendapatkan konsentrasi surfaktan yang paling rendah yaitu 9,04 mg/L diperoleh pada 0,560 g/m’, a | ssgeeesgs Surfaktan (mg/l) 20 40 60 0.000 0200 © 0.400 0.600 Waktu (menit) ‘Massa Aluminium (g/m2) S50 A/m2 B75 A/m2 “A 100 A/m2 O50A/m2 O75A/m2 A100A/m2 Gambar IV.14, Profil penurunan konsentrasi surfaktan pada konfigurasi bipolar dengan variasi kerapatan arus ol Penurunan konsentrasi surfaktan yang terjadi pada konfigurasi bipolar menunjukkan pola yang sama dengan konfigurasi monopolar. Dimana kerapatan arus 100 A/m? yang memiliki penurunan paling tinggi. Untuk konfigurasi bipolar Konsentrasi surfaktan yang paling rendah yaitu 16,79 mg/L diperolch pada massa aluminium sebesar 0,560 g/m? Dari kedua konfigurasi diperoleh bahwa kerapatan arus 100 A/m2 memberikan hasil yang paling baik. Hal ini disebabkan jumlah ion aluminium yang terbentuk berbanding lurus dengan kuat arus yang mengalir sesuai dengan hukum Faraday. Dan kerapstan arus 100 A/m2 menggunakan kuat arus yang lebih tinggi dibandingkan kerapatan arus yang lain. Schingga proses koagulasi yang terjadi menghasilkan efisiensi yang paling baik. ‘Terjadinya penyisihan surfaktan pada percobaan ini discbabkan beberapa proses. Menurut Ge (2004) penyisihan surfaktan dalam proses elektrokoagulasi disebabkan karena terjadi adsorbsi surfaktan pada permukaan partikel sehingga terbentuk permukaan yang hydropobic yang menyebabkan partikel dalam air limbah akan naik ke permukaan dengan bantuan gelembung gas yang terbentuk. Gambar IV.15, Flok yang terkumpul di permukaan a pnd deen canscanet Sedangkan menurut Aboulhassan (2006) penurunan kandungan surfaktan pada penelitian inj disebabkan terjadinya suatu proses yang discbut Adsortive Micelle Flocculation (AMF). Proses ini terjadi ketika struktur surfaktan yang berbentuk ‘micelle beradsorbsi dengan ion Al yang akan mengikat bahan organik dari air limbah dan membentuk flok yang dapat dipisahkan dengan mudah (Talens- lesson, 2004), 2% ow Fea wis 7 aS, Aye ” 8% a Ne Suse “Ee ys aM -~ Gambar 1V.10. Proses Adsortive Micelle Flocculation (Talens-Alesson, 2004) Untuk mengetahui terbentukaya proses ini maka dilakukan percobaan untuk mendapatkan nilai Critical Micelle Concentration (CMC). Nilai dari CMC sangat diperlukan untuk mengetabui apakah konsentrasi surfaktan yang terdapat dalam larutan telah membentuk sebuah struktur berupa micelle. Nilai CMC dapat diperolch dengan beberapa metode pengukuran. Pada penelitian ini metode yang dipilih adalah pengukuran konduktivitas dari_konsentrasi surfaktan, Nilai CMC dapat dilihat dari kurva antara konsentrasi surfaktan dengan nilai konduktivites, dimana nilai CMC merupakan titik belok dari kurva tersebut (Holmberg, 2002). Dari hasil penclitian dengan kisaran konsentrasi surfaktan SDS (atau surfaktan LAS) antara 0.003 — 0.02 mol/L. didapatkan titik belok kurva yang terjadi pada konsentrasi surfaktan sebesar 0.008 mol/L (Gambar IV.15.) 03 pnd deen canscanet ° 0.005 001 0.015, 002 0.025 Konsentrasi 0S (mol/t) Gambar IV.17. Hasil penentuan nilai CMC pada surfaktan LAS Pada konsentrasi surfaktan sebesar 0.008 mol/L. atau jika dikonversikan dengan mengalikan dengan berat molekul SDS yaitu 288.38 akan diperoleh konsentrasi surfaktan sebesar 2,307 mg/L. Air limbah Jaundry yang digunakan pada penelitian i konsentrasi surfaktan antara 256,87 - 363,72 mg/L yang berarti bahwa struktur micelle sudah terbentuk. Schingga dapat disimpulkan bahwa proses AMF terjadi pada pengolahan air limbah /aundry ini. Kondisi ini dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pengolahan berbasis surfaktan. Karena selama ini proses pengolahan limbah seperti pestisida, fenol, asam benzoic menggunakan surfaktan murni pada proses pengolahannya (Talens-Alesson, 2002) ini meni IV.5.5, Penyisihan COD Pemeriksaan COD diperlukan untuk mengetahui kandungan bahan organik yang terdapat di dalam air limbah laundry, Nilai COD yang diperiksa pada penelitian ini adalah konsentrasi COD total, sehingga sampel yang akan diperiksa tidak di saring terlebih dahulu. Hasil pemeriksaan COD untuk konfigurasi monopolar dan bipolar dapat dilihat pada gambar di bawah ini pnd deen canscanet 0.000 0.200 0.400 0.600 ‘Massa aluminium (g/m") O-50 Am? “+75 Am? —A=100A/m2 ©50A/m2 O75 A/m2 A100 Alm? Gambar 1V.18. Profil penurunan COD pada konfigurasi monopolar dengan variasi kerapatan arus Dari Gambar 1V.16 terlihat bahwa untuk kerapatan arus 100 A/m? terjadi penurunan yang sangat tajam pada menit ke-O sampai menit ke-20. Kemudian dilanjutkan dengan penurunan yang lebih landai pada menit berikutnya. Sedangkan untuk kerapatan arus 75 A/m’ tingkat penurunannya cenderung Konstan. Hal ini berbeda dengan kerapatan arus $0 Alm? yang memiliki tingkat penurunan yang tidak konstan. Konsentrasi surfaktan yang paling rendah yaitu 76.09 mg/L diperoleh pada massa aluminium sebesar 0.560 gm” 00 800 4 600 _—__—_____ 600 $e ? Bg 8 “ Sti 3 so, Rog F 200 + 200 —2— ers oj} - o $e ° » © © 0000 0200 0400 0.600 Waktu (menit) ‘Massa aluminium (g/m) e502 +75 Amz = 100.A/m2 ©5042 O7SA/m2 A100A/m2 Gambar 1V.19. Profil penurunan COD pada konfigurasi bipolar dengan variasi kerapatan arus 65 pnd deen canscanet Pada konfigurasi bipolar, tingkat penurunan untuk kerapatan arus 100 A/m2 cenderung tajam sampai menit ke-20, Sedangkan untuk kerapatan arus 50 dan 75 Aim2 memiliki pola yang hampir sama yaitu cenderung landai, Dari kedua konfigurasi diperoleh bahwa kerapatan arus 100 A/m2 memberikan hhasil yang paling baik. Hal ini disebabkan jumlah ion aluminium yang terbentuk berbanding lurus dengan kuat arus yang mengalir sesuai dengan hukum Faraday. Dan kerapatan aris 100 A/m2 menggunakan kuat arus yang lebih tinggi dibandingkan kerapatan arus yang lain. Massa aluminium yang dihasilkan sebesar 0.560 g/m? mampu menurunkan konsentrasi COD sampai 104.2 mg/L. Penyisihan COD yang terjadi pada proses clektrokoagulasi disebabkan oleh oksidasi langsung di anoda yang dilanjutkan dengan koagulasi dan elektroflotasi, (Ge, 2004), Menurut Mollah (2004) mekanisme penyisihan yang umum terjadi di dalam elektrokoagulasi terbagi dalam tiga faktor utama, yaitu : (a) terbentuknya koagulan akibat proses oksidasi elektrolisis pada elektroda, (b) destabilisasi kontaminan, partikel tersuspensi dan pemecahan emulsi, dan (¢) agregatisasi dari hasil destabilisasi untuk membentuk flok. Sedangkan proses destabilisasi kontaminan, partikel tersuspensi dan pemecahan emulsi terjedi dalam tahapan sebagai berikut : ~ Kompresi dari lapisan ganda (double layer) difusi yang terjadi disekeliling spesies bermuatan yang discbabkan interaksi dengan ion yang terbentuk dari oksidasi di elektroda. + Nettalisasi jon kontaminan dalam air limbah dengan menggunakan ion berlawanan yang dihasilkan dari elektroda. Dengan adanya ion tesebut menyebabkan berkurangnya daya tolak menolak antar partikel dalam air limba sehingga gaya van der Waals schingga proses koagulasi bisa berlangsung. = Terbentuknya flok, dimana flok ini terbentuk akibat proses koagulasi schingga terbentuk sludge blanket yang mampu menjebak dan menjembatani partikel koloid yang masih ada di air limbah Sedangkan menurut Aboulhassan (2006) penurunan COD juga disebabkan proses yang sama dengan surfaktan yaitu terjadi proses Adsortive Micelle Flocculation. Selain itu sebagian besar bahan organik yang terbaca sebagai COD merupakan senyawa surfaktan. Schingga bila konsentrasi surfaktan mengalami penurunan, maka nilai COD juga menurun, 1V.5.6. Penyisihan Fosfat Sebagai salah satu bahan penyusun deterjen, pemerikssan fosfat bertujuan untuk mengetahui kemampuan elektrokoagulasi menurunkan kandungan bahan deterjen. Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan untuk konfigurasi monopolar dan bipolar ditanjukkan pada gambar di bawah ini. sooo 20000 sat 8000 FB s.o00 | F s000 z z F200 | ; ie a 2000 | 2000 £9 6 AQa a 000 + : : : 0.000 oe °o » 0 6 000 020 ©0400-0600 Wale (merit Massa alumina g/m!) e502 -EE75Nm2 e100 Nim2 @50A/m2 Q75Am2 A10OAm2 Gambar IV.20. Profil penurunan fosfat pada konfigurasi monopolar dengan variasi kerapatan arus Tingkat penurunan kandungan fosfat dalam air limbah yang diolah menunjukkan bahwa untuk kerapatan arus 100 A/m2 terjadi penurunan yang relatif tinggi sampai pada menit ke-30, Sedangkan untuk kerapatan arus 75 A/m2 proses tersebut terjadi sampai pada menit ke-20. Massa aluminium yang mampu menurunkan kandungan fosfat sampai 0.750 mg/L diperolch pada 0.560 g/m” 07 ‘Waktu (menit) ‘Massa aluminium (g/m?) “e50Nm2 B75 Wind —a-100Am2 ——«OSDAI2 O7SAMn2 A100AIm2 Gambar IV.21. Profil penurunan fosfat pada konfigurasi bipolar dengan variasi kerapatan arus Untuk konfigurasi bipolar, penurunan yang tajam terjadi pada menit ke-20 untuk kerapatan arus 100 A/m?, Sedangkan untuk kedua kerapatan arus yang lain, pola Penurunannya tidak stabil, Penurunan kandungan fosfat yang paling besar diperolch pada massa aluminium sebesar 0.560 g/ Penyisihan fosfat pada proses clektrokoagulasi disebabkan oleh terbentuknya ion aluminium yang lebih efektif dalam menyisihkan fosfat dari pada aluminium sulfat pada jumlah ion yang sama (Ge, 2004), Sedangkan menurut Bektas (2004) dan Irdemez (2006) penyisihan fosfat terjadi karena ion Al’ bereaksi dengan PO," membentuk AIPO$ yang sukar larut sehingga mudah dipisahkan, AL* + POF” + ALPO, (v.2) Selain reaksi tersebut, ion fosfat juga mengalami adsorpsi secara langsung dengan senyawa hasil hidrolisa aluminium, kemudian dilanjutkan dengan proses sweep coagulation (Georgantas, 2007). 68 pnd deen canscanet 1V.6. Proses Elektrokoagulasi Pada Percobaan Kontinyu Reaktor yang digunakan pada percobaan kontinyy dijalankan pada dua waktu detensi yang berbeda, yaitu 10 dan 30 menit, Hasil pengujian yang didapat adalah 300.00 30000 2000 |0 © 0 © © 6 _ x01 9 ° 9 % © © 200.00 } 4 - = 444,,, i220 j=." | | 100.00 4 100.00 |). 6 50.00 50.00 6 00}. 000 + ° 20 40 60 o 20 @ b) ° Wak (menit) Waku (menit) inlet monopolar Abioolar inlet Cimonopolar A bipolar Gambar 1V. 22. Penurunan surfaktan pada percobaan kontinyu (a) td= 10 menit (b) td= 30 menit pada kerapatan arus 100 A/m* Kondisi steady state untuk waktu detensi 10 menit mulai tercapai pada menit ke- 40, sedangkan untuk waktu detensi 30 menit mulai tercapai pada menit ke-30. Konfigurasi monopolar dan bipolar tidak menunjukkan adanya perbedaan pada percobaan kontinyu ini terutama pada waktu detensi 30 menit. Penyisihan COD yang terjadi pada percobaan kontinyu dapat dilihat pada gambar berikut : 80000 -=————______ 800.00 700.00 +—9—9—9—9—-9— 700.00, 22 0 2 9 > too | ny —— 600.00 3 soo00 | —a—F an ? 00.00 = 400.00 - o 400.00 8 30000 G—o 8 30000 20000 200.00 10000 — 10000 000 . 0.00 o » 0 wo Cr) (@ Waktu (menit) (b) ‘Waktu (menit) inlet monopolar Abipolar Sinlet Clmonopolar Abipolar Gambar IV. 23. Penurunan COD pada percobaan kontinyu (a) td= 10 menit (b) td= 30 menit pada kerapatan arus 100 A‘m™ pnd deen canscanet Kondisi steady state pada penyisihan COD untuk waktu detensi 10 menit mulai terjadi pada menit ke-S0, sedangkan untuk waktu detensi 30 menit mulai terjadi pada menit ke-40. Konfigurasi monopolar menunjukkan tingkat penyisihan yang lebih baik dari pada bipolar pada waktu detensi 10 menit, tetapi pada waktu detensi 30 menit tidak menunjukkan perbedsan. Penyisihan fosfat yang terjadi pada percobaan kontinyu adalah sebagai berikut : 8.000 8.000 ss 700 |Z 2 © © © O jo [ @ 6 OO 6.000 4, 6.000 + — sao —____5_4 9-4 | i $000 —@——________ 2.000, 0.000 + ° 20 40 60. (a) ‘Waktu (menit) ‘inlet Clmonopolar Abipolar ‘inlet Cmonopolar Abipolsr Gambar IV. 24. Penurunan fosfat pada percobaan kontinyu (a) d= 10 menit (b) td= 30 menit pada kerapatan arus 100 A/m? Kondisi steady state pada penyisihan fosfat untuk waktu detensi 10 menit mulai terjadi pada menit ke-40, sedangkan untuk waktu detensi 30 menit mulai terjadi pada menit ke-30. Konfigurasi monopolar dan bipolar tidak menunjukkan perbedaan pada penyisihan fosfat untuk waktu detensi yang berbeda. Selain pengukuran terhadap parameter surfaktan, COD dan fosfat juga dilakukan pengukuran tethadap parameter fisik, yaitu kekeruhan. Sampel yang diambil didiamkan terlebih dahulu supaya terjadi pemisahan antara flok dengan air yang diolah. Pengukuran yang dilakukan menunjukkan hasil sebagai berikut : 70 pnd deen canscanet Kekeruhan (NTU) 1 eee (a OOO OO wo /—9o oo _o_<¢ am | © © 0 0 0 0 aco | ——_____ — 10 | ao } —— 2 wo mo} 10 | —_4——___— § 10 so} 3 a i & 40 Ot 40 20 | 20 ol ° ° 20 40 « 0 2 0 © @ (b) Waktu (ment) Waktu (ment) Sinlet monopolar A bipolar inlet Cmonopelar A bipolar Gambar IV. 25. Penurunan kekeruhan pada percobaan kontinyu (a) td= 10 menit (b) td= 30 menit pada kerapatan arus 100 A/m* Kondisi steady state pada penurunan kekeruhan untuk waktu detensi 10 dan 30 ‘menit mulai terjadi pada menit ke-40. Konfigurasi monopolar tidak menunjukkan perbedaan dengan bipolar untuk waktu detensi 10 menit, tetapi untuk waktu detensi 30 menit terjadi perbedaan pada menit awal saja. Secara keseluruhan tingkat penyisihan yang terjadi pada percobaan kontinyu adalah sebagai berikut = 10000 +— 8000 = Menopolar, td-10 ment ‘bipolar, td=10 menit # Monopolar, td=30 menit Bipolar, td=30 menit ‘Tingkat Penyisinan (76) Sufaktan COD Forfat__Kekeruhan Gambar IV.26. Tingkat penyisihan pada percobaan kontinyu Dari gambar tersebut terlihat bahwa tingkat penyisihan pada konfigurasi monopolar dan bipolar hampir sama, terutama pada penyisihan fosfat dan kekeruhan. Sedangkan untuk surfaktan dan COD, konfigurasi_ monopolar memiliki tingkat penyisihan yang lebih tings. 7 pnd deen canscanet IV.7. Kinetika Reaktor Elektrokoagulasi 1V.7.1. Kinetika Penyisihan Surfaktan Untuk mengetahui laju penyisihan surfaktan pada proses clektrokoagulasi baik pada konfigurasi monopolar maupun bipolar digunakan persamaan reaksi orde pertama (Pers. 11.1). Dengan persamaan tersebut dibuat grafik hubungan antara — La (CUCo) terhadap waktu untuk memperoleh nilai kinetikanya (k). Adapun nila k yang diperoleh untuk percobaan elektrokoagulasi konfigurasi monopolar dan bipolar adalah sebagai berikut : ‘Tabel 1V.4. Perbandingan nilai k pada penyisihan surfaktan Kerapatan Monopolar Bipolar Arus (A‘m*) & R k R so | 0.0292 09795 | 0.0280 09714 75 0.0482 0.9579 0.0319 0.9841 100 0.0584 0.9713 0.0480 0.9878 Pada kerapatan arus 50 A’m’ diperoleh nilai k yang hampir sama antara konfigurasi monopolar dan bipolar, Sedangkan untuk kerapatan arus 75 dan 100 A’m* didapatkan bahwa konfigurasi monopolar menunjukkan nilai k yang lebih tinggi, Untuk melihat kesesuaian nilai k yang diperoleh dengan data hasil percobaan, maka nilai k tersebut di plot kembali pada data percobaan. © det». —model © dats —model ° 20 40 60 ° 20 40 60 Waktu (menit) ‘Waktu (menit) @ tb) Gambar IV.27. Ploting nilai k pada konfigurasi (a) monopolar (b) bipolar untuk kerapatan arus 100 A/m? Konsentrasi Surfaktan (ma/t) pnd deen canscanet Dari hasil ploting diatas terlihat bahwa penyisihan surfaktan mengikuti reaksi orde satu. Sedangkan hubungan antara kerapatan arus dengan kinetika penyisihan ditunjukkan oleh gambar berikut ini 097 g¢—___———————————— 0.96 5, —_ 005 + ° co j= fo B03 $39 6 rvonopotar * 002 sipolor 02 o-———_— —_— ——_——_—_ 0 20 40 ©=«6 = 80 100120 Kerapatan arus (A/m2) Gambar 1V.28. Perbandingan nilai k penyisihan surfaktan pada konfigurasi ‘monopolar dan bipolar Dari perbandingan nilai k tersebut terlihat bahwa konfigurasi monopolar pada penyisihan surfaktan lebih baik dari konfigurasi bipolar. Walaupun pada kerapatan arus 50 A/mm’ nilai kinetikanya hampir sama. 1V.7.2. Kinetika Penyisihan COD Dari grafik penyisihan COD dapat dicari nilai kinetika penyisihannya (k) dengan cara ploting antara antara -Ln (CUCo) terhadap wakiu. Dari hasil ploting didapatkan nilai k konfigurasi monopolar dan bipolar, yaitu sebagai berikut ini : ‘Tabel IV.5. Perbandingan nilai & pada penyisihan COD Kerepatan Monopotar Bipolar Arus (A/m’) k Re k R 50 0.0218 0.9680, 9511 75 0.0277 0.9879 0.0196 0.9603 100 0.0356 oss | 0.0339 0.9874 Untuk melihat kesesuaian nilai k yang diperolch dengan data hasil percobaan, ‘maka nilai k tersebut di plot kembali pada data percobaan 2 pnd deen canscanet Konsentrasi COD {mg/t) © dita, —model 00 800 700 700 = ie 500 3 400 400 300 300 200 200 | 100 100 ° o+ . . ° 20 40 o ° 20 0 «o @ ‘Wokhe break (by Waktu (menit) Gambar IV.29. Ploting nilai k pada konfigurasi (a) monopolar (b) bipolar untuk kerapatan anus 100 A/m? Dari hasil ploting diatas terlihat bahwa penyisihan COD mengikuti reaksi orde salu, Sedangkan hubungan antara kerapatan arus dengan kinetika penyisihan ditunjukkan oleh gambar berikut ini 0.4, ———_________ 0.035 ;+——_______— 003 + ne 0.025 2 oor +0 —»_____ ois |______________@Monopotar k (Q/menit) oor + ‘OBipolar 0.005 o + —____.___, ° so 10 180 erapaten arus (A/m2) Gambar IV.30. Perbandingan nilai k penyisihan COD pada konfigurasi monopolar dan bipolar Nilai k yang diperoleh antara konfigurasi monopolar dan bipolar untuk kerapatan arus 100 A/m2 menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, Namun untuk kerapatan arus yang lain, konfigurasi monopolar jauh melebihi konfigurasi bipolar. Secara keseluruhan nilai k untuk konfigurasi monopolar lebih tinggi dibandingkan dengan bipolar yang berarti bahwa konfigurasi_ monopolar ‘mempunyai tingkat penyisihan yang lebih baik dibandingkan bipolar. 74 pnd deen canscanet 1.7.3. Kinetika Penyisihan Fosfat Untuk mengetahui tingkat penyisihan yang paling buik diantara kerapatan arus maka dilakukan ploting antara Ln (CUCo) terhadap waktu untuk memperoleh nilai kinetikanya (k), Nilai & yang paling besar menunjukkan bahwa kerapatan arus tersebut menghasilkan tingkat penyisihan yang paling baik. Untuk membandingkan nilai k antara konfigurasi monopolar dan bipolar sehingg dapat diketahui di antara kedua konfigurasi tersebut yang menghasilkan tingkot penyisihan yang paling baik, maka dibuatlah tabel perbandingan dibawah ini Tabel 1V.6, Perbandingan nilai k pada penyisihan fosfat Kerapatan Menopotar Bipolar Arus(A/m?) | Rr? k | R 30 0.0239 | 0.9871 0.0243 09309 75 0.0296 0.974 0.0290 09917 100 0.0419 0.9415 0.0438 0.9024 Untuk melihat kesesuaian nilai k yang diperolch dengan data hasil percobaan, maka nilai k tersebut di plot kembali pada data percobaan. © dota —model Waktu (menit) (a) © data (b) model Gambar IV.31. Ploting nilai k pada konfigurasi (a) monopolar (b) bipolar untuk kkerapatan arus 100 A/m* 75 Dari hasil ploting diatas terlihat bahwa penyisihan fosfat mengikuti reaksi orde satu, Sedangkan hubungan antara kerapatan arus dengan kinetika penyisihan ditunjukkan oleh gambar berikut ini : 0.95, ¢—$$_$_ oos | 0.03 }——________, —____ 0.02 + ° = oo of © 20 4 6 80 100 120 Keropatan arus (A/m2) ‘@Monopolar Bipolar Gambar IV.32. Perbandingan nilai k penyisihan fosfat pada konfigurasi ‘monopolar dan bipolar Dari tabel dan gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai k untuk kedua konfigurasi memiliki nilai_ yang hampir sama. Hal ini berarti bahwa kedua konfigurasi menghasilkan tingkat penyisihan terhadap fosfat yang hampir sama. 1V.6.4, Resume Kinetika Dari perhitungan nilai kinetika diatas dapat dibandingkan nilainya untuk kerapatan arus 100 A/m2 antara konfigurasi monopolar dan bipolar, yaitu : Tabel LV.7. Perbandingan nilai k antara konfigurasi monopolar dan bipolar Monopotar Bipotar k Re k R ‘Surfaktan 0.0584 0.9713 0.0480 0.9878, cop 0.0356 0.8248 0.0339 0.9574 Fosfat 0.0419 0.9415 0.0438 0.9624 76 pnd deen canscanet Secara umum dapat dilihat nilai kinetika laju reaksi untuk konfigurasi monopolar dan bipolar tidak memberikan perbedaan yang signifikan, Tidak adanya perbedaan hasil antara konfigurasi monopolar dan bipolar disebabkan arus listrik yang dialirkan jumlahnya sama sehingga menghasilkan agen koagulan yang sama, Walaupan pada konfigurasi bipolar terdspat elektroda yang tidak dialiri arus secara langsung, namun akibat arus yang melalui larutan membuat elektroda tersebut menjadi bermuatan positif dan negatif sekaligus. Hal ini terlihat pada terbentuknya lapisan film pada satu sisi dan sisi lainnya tidak ada (Gambar 1V.33). Gambar IV. 33. Kondisi elektroda pada saat proses elektrok (a) monopolar, (b) bipolar 1 inj bisa dijclaskan dengan skema pengaliran arus listrik berikut ini : Gambar IV.34. Skema aliran arus listrik pada konfigurasi (e) monopolar (b) bipolar 7 Jadi dari luasan anoda dan katoda, konfigurasi monopolar dan bipolar menghasilkan luasan yang sama, Sehingga dengan demikian ion aluminium yang terlepas juga hampir sama, Kondisi ini didukung dari hasil pengujian laju pelepasan ion aluminium dan distribusi spesies senyawanya yang tidak menunjakkan perbedaan yang signifikan Tabel IV.8. Perbandingan distribusi senyawa alumninium ALC) | AWC) | ALC) Aly (mg/L) bipolar 7214 7.36 20.49 O.158 monopolar 7782 7.33 14.65 017 Walaupun perbedaan tersebut tidak signifikan, konfigurasi monopolar masih lebih baik dibandingkan bipolar dari segi penyisihan dan jumlah ion aluminium yang terlepas, Hal ini kemungkinan discbabkan jumlah arus yang mengalir pada elektroda netral yang menjadi bipolar tidak bisa 100% disebabkan hambatan pada larutan, Kondisi ini berlainan dengan aliran arus listrik pada konfigurasi monopolar yang hanya tethambat olch hambatan dari logam dan kabel penghubung. 78 pnd deen canscanet

You might also like