You are on page 1of 7

Tedak Siten: Ritual adat turun tanah pertama kali bagi bayi

Oleh : Rizka Wahyuningsih

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebudayaan dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat, dimana segala
sesuatu yang terdapat dalam masyarakat dan lingkungannya ditentukan oleh kebudayaan
yang dimiliki masyarakat itu sendiri. Salah satu bentuk kebudayaan dalam masyarakat adalah
adat istiadat. Adat istiadat yang diturunkan oleh nenek moyang kita secara turun temurun,
dan dijadikan acuan hidup setiap masyarakat sebagai bentuk kebudayaan yang khas. Adat
bersumber pada sesuatu yang sakral dan berhubungan dengan tradisi rakyat secara turun
temurun serta memiliki nilai religius. Dalam masyarakat, baik masyarakat kompleks maupun
sederhana, ada sejumlah nilai budaya yang saling berkaitan sehingga membentuk sebuah
sistem yang digunakan sebagai pedoman dari konsep – konsep kebudayaan yang memberi
motivasi kuat terhadap kehidupan masyarakat.

Masyarakat di Indonesia memiliki beragam bentuk kebudayaan yang khas dengan


keunikan dari setiap suku, dengan demikian adanya keberagaman bentuk kebudayaan dan
adat istiadat tersebut menjadi suatu daya tarik tersendiri. Hal utama yang menjadi daya tarik
adalah dari sisi 2 tradisi ritual - ritual dan seserahan sebagai pelengkap dari ritual atau
upacara adat. Salah satu ritual yang sering dilakukan oleh masyarakat jawa adalah ritual
Tedak Siten yang merupakan budaya warisan leluhur masyarakat jawa untuk bayi yang
berusia sekitar tujuh atau delapan bulan sebagai simbol rasa syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa, yang telah memberi kesehatan yang cukup kepada bayi tersebut. Tedak siten
dkenal juga sebagai upacara turun tanah. Orangtua si bayi tersebut mempunyai maksud
tersendiri, yaitu berharap agar anak itu mempunyai awal yang baik atau langkah yang baik
ketika mulai menginjak tanah. Upacara tedak siten merupakan bukti kasih sayang kedua
orang tua kepada anak tersebut. Perhatian yang besar sudah dicurahkan ketika anak itu mulai
menginjak tanah dan perhatian selanjutnya tentu saja akna dilanjutkan sampai anak tersebut
menginnjak dewasa. Upacara semacam ini tidak hanya terdapat di masyarakat jawa.
Beberapa daerah di Indonesia mempunyai upacra adat semacam ini, hanya nama dan tata cara
pelaksanaannya yang berbeda-beda.
‘Tedak’ berarti turun dan ‘siten’ berasal dari kata ‘siti’ yang berarti tanah. Upacara
tedak siten ini dilakukan sebagai rangkaian acara yang bertujuan agar anak tumbuh menjadi
anak yang mandiri. Tradisi ini dijalankan saat anak berusia hitungan ke-tujuh bulan dari hari
kelahirannya dalam hitungan pasaran jawa. Perlu diketahui juga bahwa hitungan satu bulan
dalam pasaran jawa berjumlah 36 hari. Jadi bulan ke-tujuh kalender jawa bagi kelahiran si
bayi setara dengan 8 bulan kalender masehi. Bagi para leluhur, adat budaya ini dilaksanakan
sebagai penghormatan kepada bumi tempat anak mulai belajar menginjakkan kakinya ke
tanah. Dalam istilah jawa disebut tedak siten. Selain itu juga diiringi doa-doa dari orangtua
dan sesepuh sebagai pengharapan agar kelak anak sukses menjalani kehidupannya.

Berdasarkan uraian diatas, saya tertarik untuk membuat artikel ilmiah tentang ritual
“Tedak Siten“, yang merupakan ritual adat turun tanah pertama kali bagi bayi.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka masalah dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana rangkaian proses ritual Tedak Siten?

2. Apa saja nilai-nilai luhur yang terdapat di dalam ritual Tedak Siten?

Tujuan dan Manfaat

Tujuan Penulisan Artikel:

a. Mendeskripsikan dan menggambarkan prosesi ritual Tedak Siten.


b. Menjelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam ritual Tedak Siten.

Manfaat penulisan Artikel:

a. Sebagai bahan referensi para pembaca khususnya kepada mahasiswa yang tertarik
untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai ritual Tedak Siten.
b. Sebagai bentuk pemahaman tradisi budaya Indonesia khususnya acara Tedak Siten
yang dilihat dari makna nilai sosial budaya yang terkandung dalam ritual Tedak Siten.
PEMBAHASAN

Rangkaian acara Tedak siten

Proses tedak siten dimulai di pagi hari dengan serangkaian makanan tradisional untuk
selamatan. Makanan tradisional tersebut berupa ‘jadah/tetel’ tujuh warna. Makanan ini
terbuat dari beras ketan dicampur parutan kelapa muda dan ditumbuk hingga bercampur
menjadi satu dan bisa diiris. Beras ketan tersebut diberi pewarna merah, putih, hitam, kuning,
biru, jingga, dan ungu. Jadah ini menjadi simbol kehidupan bagi anak, sedangkan warna-
warni yang diaplkasikan menggambarkan jalan hidup yang harus dilalui si bayi kelak.
Penyusunan jadah ini dimulai dari warna hitam hingga ke putih, sebagai simbol bahwa
masalah yang berat nantinya ada jalan keluar/titik terang. Makanan tradisional lainnya yang
disediakan untuk acara tedak siten ini berupa tumpeng dan perlengkapan serta ayam utuh.

Tumpeng sebagai simbol permohonan orangtua agar si bayi kelak menjadi anak yang
berguna. Sayur kacang panjang sebagai simbol umur panjang. Sayur kangkung sebagai
simbol kesejahteraan. Kecambah sebagai simbol kesuburan, sedangkan ayam adalah simbol
kemandirian. Setelah acara selamatan dengan mengumpulkan para undangan telah dibagikan,
rangkaian acara tedak siten dilanjutkan dengan prosesi menapakkan kaki bayi di atas jadah 7
warna. Selanjutnya adalah prosesi naik tangga. Tangga tradisional yang dibuat dari tebu jenis
“Arjuna” dengan dihiasi kertas warna warni. Ritual ini melambangkan harapan agar si bayi
memiliki sifat kesatria si arjuna (tokoh pewayangan yang dikenal bertanggungjawab dan
tangguh). Dalam bahasa jawa ‘tebu’ merupakan kependekan dari ‘antebing kalbu’ yang
bermakna kemantaban hati.

Prosesi Selanjutnya adalah prosesi di mana bayi dimasukkan ke dalam kurungan


ayam yang telah dihias dengan kertas berwarna-warni. Proses ini menyimbolkan kelak anak
akan dihadapkan pada berbagai macam jenis pekerjaan. Jika kurungan ayam besar prosesi
selanjutnya bisa dilakukan di dalam kurungan. Tetapi seringkali agar anak merasa lebih
leluasa, prosesi selanjutnya dilakukan di luar kurungan. Bayi dihadapkan dengan beberapa
barang untuk dipilih seperti cincin/uang, alat tulis, kapas, cermin, buku, dan pensil.
Kemudian dibiarkan mengambil salah satu dari barang tersebut. Barang yang dipilihnya
merupakan gambaran hobi dam masa depannya kelak. Selanjutnya ibu bayi tersebut
menebarkan beras kuning (beras yang dicampur dengan parutan kunyit) yang telah dicampur
dengan uang logam untuk diperebutkan oleh undangan anak-anak. Ritual ini dimaksudkan
agar anak memiliki sifat dermawan.

Rangakaian prosesi Tedak Siten diakhiri dengan memandikan bayi ke dalam air
bunga setaman lalu dipakaikan baju baru. Proses pemakaian baju baru inipun dengan
menyediakan 7 baju yang pada akhirnya baju ke-7 yang akan dia pakai. Hal ini
menyimbolkan pengharapan agar bayi selalu sehat, membawa nama harum bagi keluarga,
hidup layak, makmur, dan berguna bagi lingkungannya.
Nilai-Nilai yang terkandung dalam upacara tedak siten

Upacara tedak siten mewajibkan 3 hal yang harus dilakukan. Pertama, anak dipapah
menginjak 7 jenis bubur warna. Selanjutnya, anak dibantu menaiki tangga. Terakhir, anak
dimasukkan ke dalam kurungan untuk mengambil benda yang ada di dalamnya. Dari 3 hal
yang wajib pada prosesi tedak siten di atas, terdapat nilai-nilai kehidupan yang layak
dijadikan pelajaran.

1. Nasihat untuk Menjalani Pahit dan Manis Kehidupan

Bubur dengan 7 warna yang harus diinjak oleh anak menunjukkan falsafah hidup
yang pernuh warna. Anak dititah untuk menginjak 7 bubur warna tersebut menunjukkan
kemampuan anak menghadapi pahit dan manis kehidupan.

Di sisi lain, anak juga didoakan untuk sabar menghadapi orang-orang dengan karakter
yang berbeda. Bubur 7 warna melambangkan orang-orang dengan karakter unik yang akan
ditemui anak saat dewasa nanti. Dengan prosesi tersebut, anak diharapkan mampu
menghadapi dunia dengan orang-orang di sekelilingnya.

2. Kehati-hatian dalam menjalani kehidupan

tradisi tedak siten memiliki makna yang sangat dalam berupa doa untuk kebaikan
anak di masa depan. Tidak hanya doa-doa untuk kesejahteraan anak, tradisi tersebut juga
memiliki nilai-nilai luhur berupa ajaran untuk menjalani hidup dengan baik.

Tangga yang sedang dinaiki anak saat proses tersebut menunjukkan kehidupan yang
sedang didaki. Anak dititah untuk menapaki tangga dengan hati-hati agar berhasil sampai di
atas. Saat itu pula, orang tua berharap anak berhasil menapaki kehidupan di masa depan
dengan hati-hati.

3. Keberanian Memilih dan Mengambil Keputusan

Saat prosesi tedak siten, anak akan dimasukkan dalam kurungan yang berisi berbagai
jenis benda. Para undangan pun akan mengamati benda yang diambil anak untuk pertama
kalinya. Hal ini pulalah yang paling-paling ditunggu undangan yang menghadiri acara tedak
siten.
Adapun benda-benda yang biasanya dimasukkan ke dalam kurungan melambangkan
profesi tertentu. Misalnya, stetoskop, buku, tasbih, pistol, atau uang dan yang lainnya. Para
orang tua percaya benda yang diambil anak pertama kali menunjukkan kecenderungan
profesi mereka di masa depan.

Akan tetapi, nilai kehidupan yang utama dari prosesi dimasukkan ke dalam kurungan
bukan jenis pekerjaan anak di masa depan. Nilai-nilai kehidupan yang dapat dijadikan
falsafah adalah keberanian anak memilih dan mengambil keputusan. Dengan dia mengambil
salah satu benda yang diinginkan, melambangkan kemantapan anak untuk memilih hal yang
paling baik di masa depan.

4. Nilai religius

Nilai religius yang terkandung dalam setiap rangkaian acara pelaksanaan upacara
Tedhak Siten terlihat pada saat prosesi berjalan di atas bubur tujuh warna hasil yang
ditemukan nilai pendidikan islam dalam tradisi mudun lemah menjelaskan niat dan doa hanya
tertuju pada Allah selan itu juga ada nilai kerukunan ketika ada acara mudun lemah para
saudara akan membantu dan mendoakan.

KESIMPULAN

Suku Jawa merupakan suku yang memiliki berbagai kebudayaan, Mulai dari adat
istiadat sehari-hari, kesenian, acara ritual, dan lain-lain. Salah satunya adalah budaya Tidak
Siten yang biasaya dilakukan waktu anak berumur 7 bulan dan pertama kali turun
tanah.dengan tujuan-tujuan yang bernilai sangat spiritualis dan penuh dengan harapan tinggi
Semua itu membuktikan bahwa suku Jawa khususnya merupakan suku yang menjunjung
masa depan bangsa. Dan ternyata dalam jawa terdapat upacara khusus bagi anak pertama
kali turun tanah. Hal ini merupakan adat atau kebiasaan masyarakat jawa asli yang kental
dengan spiritual suku jawa.Sehingga dari itu hal ini merupakan budaya yang unik dan
menarik yang harus kita banggakan dan kita jaga.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Kadita Prabowardhani.2016. Prosesi Upacara Tedhak Siten Anak Usia 7 Bulan Dalam
Tradisi Adat Jawa. Online . tersedia : http://eprints.ums.ac.id/47763/17/NASKAH
%20PUBLIKASI.pdf.

You might also like