Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN LITERATUR
5
rangsang penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan
rangsang ini dengan informasi saraf lain dan memori.
5
6
6. Nervus abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai
saraf penggoyang sisi mata.
7. Nervus fasialis
Sifatnya majemuk (sensori dan motorik) serabut-serabut
motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga
mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom
(parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai
mimik wajah untuk menghantarkan rasa pengecap.
8. Nervus Vestibulokoklearis
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa
rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak.
Fungsinya sebagai saraf pendengar.
9. Nervus glosofaringeus
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring,
tonsil dan lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa
ke otak.
10. Nervus vagus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-
saraf motorik, sensorik dan para simpatis faring, laring, paru-
paru, esofagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar
pencernaan dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa.
11. Nervus asesorius
Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan
muskulus trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan.
12. Nervus hipoglosus
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf
lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung (Jeri,
2022).
10
1. Epilepsi
Epilepsi merupakan suatu penyakit neurologi yang ditemukan pada
semua umur yang ditandai dengan gejala khas berupa kejang berulang
yang diakibatkan oleh lepasnya muatan listrik pada neuron otak secara
berlebihan dan paroksismal (Rahmat, 2021).
2. Meningitis
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai
piamater dan arakhnoid serta dapat juga mengenai jaringan otak dan
medula spinalis bagian superfisial (Maisuri, 2021).
3. Bell’s palsy
Bell’s palsy adalah kelumpuhan saraf fasialis perifer akibat proses
non-supuratif, non-neoplasmatik, non-degeneratif dan akibat edema di
bagian saraf fasialis foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal
dari foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri
tanpa pengobatan (Yuliani, 2022).
4. Parkinson
Penyakit parkinson adalah salah satu penyakit neurodegeneratif yang
menyebabkan penderitanya mengalami gangguan fungsi otak dan
menurunnya kontrol otak yang ditandai dengan tremor, rigiditas,
bradikinesia, dan kehilangan refleks postural yang menyerang
individu diatas 65 tahun (Rifky, 2020).
5. Hidrosefalus
Kondisi dimana cairan seberospinal (CSF) mengalami penumpukan
yang mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan
memberikan tekanan pada jaringan normal di sekitarnya (Permana,
2018).
11
6. Poliomielitis
Poliomyelitis adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang
disebabkan oleh satu dari tiga virus yang berhubungan yaitu virus
polio type 1, 2, dan 3 (Indrayani, 2021).
7. Alzheimer
Sindrom neurodegeneratif yang timbul karena adanya kelainan yang
bersifat kronis progresif disertai dengan gangguan fungsi luhur
multipel seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa dan mengambil
keputusan (Basri, 2020)
8. Stroke
Stroke merupakan gangguan syaraf terjadi karena gangguan aliran
darah otak sehingga pembuluh darah di otak rusak berlangsung selama
24 jam atau lebih (Kusyani, dkk. 2022).
9. Amyotrophic lateral sclerosis (ALS)
Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) adalah penyakit neurodegeneratif
yang menyerang neuron motorik. Amyotrophy menunjukkan adanya
atrofi serat otot, yang diinervasi oleh anterior horn cell yang
mengalami degenerasi, menyebabkan kelemahan otot dan fasikulasi
(Pramaswari, 2017).
10. Migrain
Penyakit yang ditandai dengan nyeri kepala primer, bersifat berulang
manifestasi serangan selama 4-72 jam dengan karakteristiknya nyeri
kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah
berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan nausea dan
ataufotofobia dan fonofobia (Elviana, 2020).
B. Konsep Stroke
1. Pengertian
Stroke didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang memiliki
karakteristik tanda dan gejala neurologis klinis fokal dan/atau global
yang berkembang dengan cepat, adanya gangguan fungsi srebral,
dengan gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam atau menimbulkan
12
2) Usia
Adanya penambahan usia/umur pada seseorang akan terjadi
kurangnya fleksibilitas dan lebih terasa kaku pada jaringan
tubuh, termasuk dengan pembuluh darah. Pada umunya, pada
orang yang telah berumur tua lebih rentan terhadap stroke
dibandingkan dengan yang lebih muda (Kusyani, dkk. 2022).
3) Jenis kelamin
Umumnya stroke cenderung lebih sering menyerang laki-laki
dibandingkan wanita. Namun wanita memiliki prognosis yang
lebih buruk dibandingkan laki-laki jika terkena stroke. Data
dari Framingham Heart Study menunjukkan bahwa
dibandingkan dengan pria kulit putih, wanita kulit putih
berusia 45 hingga 84 tahun memiliki risiko stroke yang lebih
rendah daripada pria, tetapi hubungan ini terbalik pada wanita
yang berusia lebih dari 85 tahun, yang risikonya lebih tinggi
daripada pria. Prevalensi stroke meningkat saat wanita
mencapai transisi menopause.
Studi menunjukkan bahwa wanita dilindungi oleh estrogen
endogen. Namun, umumnya stroke yang terjadi pada wanita di
atas usia 70 tahun, yang cenderung terisolasi secara sosial,
hidup sendiri, memiliki kendala fiskal, dan tingkat penyakit
penyerta yang lebih tinggi. Jenis kelamin merupakan faktor
resiko terkena stroke (Maharisky, 2021). Laki-laki memiliki
resiko lebih tinggi terkena stroke daripada perempuan. Hal ini
terjadi karena dilihat dari kebiasaan merokok, risiko terhadap
hipertensi, hiperurisemia, hopertrigliserida lebih tinggi pada
laki-laki. (Agustanti, dkk. 2022).
4) Riwayat Stroke
Riwayat keluarga telah digunakan untuk mewakili
kecenderungan genetik, dan hubungannya terkait dengan risiko
19
5. Pathway
- Faktor pencetus hipertensi, DM, penyakit jantung, merokok, stres, gaya
hidup yang tidak bagus
- Faktor obesitas dan kolesterol yang meningkat dalam darah
Turbulensi
Pembuluh darah menjadi pecah
Thrombus cerebral Mengikuti aliran darah
Eritrosit bergumpal
Emboli Stroke hemoragik Kompresi
Stroke non hemoragik jaringan otak Endotil rusak
b. Non hemoragik
Gejala neurologis dan tanda dari stroke non hemoragik umumnya
muncul secara tiba-tiba, yang paling khas adalah serangan
hemiparesis yang tiba-tiba pada. Gejala dan tanda bervariasi
tergantung dari lokasi oklusi. Stroke jenis ini lebih sering terjadi
pada orang tua dan biasanya terjadi tanpa adanya peringatan pada
lebih 80% kasus. Tanda peringatan yang penting adalah jika
terjadinya Transient Ischemic Attack (TIA) pada pasien.
23
b. Pemberian oksigenasi
c. Mengendalikan tekanan darah klien dalam batas normal
d. Memperbaiki aritmia jantung
e. Perawatan kandung kemih
f. Memberikan kenyamanan pada klien dengan pemberian posisi
yang tepat dan lakukan perubahan posisi tiap 2 jam
g. Lakukan latihan gerak aktif maupun pasif
h. Kurangi asupan kolesterol dan lemak jenuh
i. Kontrol diabetes dan berat badan.
j. Koreksi adanya adanya kelainan gas darah
k. Perhatikan pemenuhan nutrisi (kalori) dan keseimbangan cairan
elektrolit.
l. Posisikan kepala dengan ditinggikan 30°
m. Terapi familiar auditory sensory training (FAST) (Aripratiwi,
C.dkk. 2020)
C. Tingkat Kesadaran
1. Pengertian
Tingkat kesadaran merupakan keadaan kesadaran seseorang terjaga
dan waspada, dimana sebagian besar manusia berfungsi saat tidur atau
salah satu tahap tidur normal yang dikenali dari mana orang tersebut
dapat segera dibangunkan (O’Callaghan, 2016). Keadaan seseorang
yang terjaga dan waspada disebut juga dengan tingkat kesadaran
dimana tingkat kesadaran menggambarkan seseorang dapat melakukan
aktivitas, komunikasi, dan mengidientifikasi lingkungan sekitar
(Dwiyanto, et al., 2022).
Tingkat kesadaran seseorang dapat menurun sehingga
mengakibatkan kewaspadaannya juga mengalami penurunan.
Penurunan tingkat kesadaran dapat mengakibatkan terjadinya hal yang
dapat mengancam jiwa yang berujung pada kematian. Tingkat
kesadaran juga dapat menjadi tanda kegawatdaruratan neurologis akut
26
Adapun tabel Glasgown Coma Scale (GCS) yang dipakai sampai saat
ini yaitu :
Tabel 2.1 Glasgown Coma Scale (GCS)
Kategori Rangsangan
Respon Pasien Skor
Respon yang Sesuai
Perawat Membuka mata spontan 4
mendekati
pasien
Memberi Membuka mata terhadap panggilan nama atau perintah 3
perintah
Mata
verbal
Nyeri Mata tidak membuka terhadap rangsangan perinta 2
verbal, tetapi membuka bila diberi rangsangan nyeri
Mata tidak membuka terhadap rangsangan apapun 1
Tidak dapat diperiksa (Not testale) NT
Orientasi baik, fasih, identifikasi diri, tempat, tahun, 5
dan bulan dengan benar
Bingung, lancar tetapi mengalami disorientasi pada 4
satu atau lebih kalimat
Pertanyaan
Penggunaan kata-kata yang tidak sesuai atau tidak 3
Verbal verbal dengan
teratur, tidak dapat mempertahankan kecakapan bicara
pasien
Suara tidak teratur 2
Tidak ada suara, bahkan dengan rangsangan nyeri yang 1
kuat
Tidak dapat diperiksa (Not tesTabel) NT
33
c. Sesi FAST
1) Sesi pertama selama 1 menit, menceritakan mengenai awal
dari pasien mengalami penurunan kesadaran termasuk waktu
dan tempat pasien mengalami serangan stroke.
2) Sesi dua ( 4 menit) menceritakan kenangan indah bersama
dengan pasien
3) Sesi ketiga (5 menit), keluarga diminta berbicara hal apa yang
akan dilakukan ketika pasien sadar dan mendorong pemulihan
pasien mereka diminta berbicara dengan kata-kata yang
menjanjikan
4) Waktu
FAST dilakukan tiga kali sehari selama 10 menit dengan jarak 2
jam dalam jangka waktu tiga hari berturut-turut (Pape T.L.B.dkk,
2012).
5) Alat dan Bahan
1) Recorder atau HP
2) Earphone
3) Lembar observasi GCS
6) Fase Kerja
Berikut fase kerja pemberian Familiar Auditory Sensory Training
(FAST) (Mohammadi, M.K., dkk. 2019 dan Aripratiwi, C. dkk.
2020):
1) 5 menit sebelum diberikan FAST, dilakukan pengecekan
tingkat kesadaran menggunakan lembar observasi Glasgown
Coma Scale (GCS).
2) Kemudian dilanjutkan dengan pemberian FAST tahap
pertama yang berdurasi 10 menit.
3) Lalu berikan jeda selama 2 jam sebelum dilanjutkan ke tahap
kedua.
36
4) Lakukan hal yang sama sampai pada tahap yang terakhir yaitu
tahap ketiga FAST.
5) Lakukan pengecekan tingkat kesadaran, jarak 5 menit sesudah
diberikan FAST menggunakan lembar observasi Glasgown
Coma Scale (GCS).
3. Primary survey
Primary survey meliputi (Alfikasari, 2020):
a. Airway
Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair) setelah
dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi. Patency jalan
nafas, dengan meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
Auscultasi paru, keadekuatan expansi paru, kesimetrisan.
b. Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya. Napas berbunyi, stridor, ronkhi,
wheezing (kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi
peningkatan produksi sputum pada jalan napas
(Asyifaurrohman,2017). Perubahan pernafasan (rata-rata, pola,
dan kedalaman). RR < 10 X / menit depresi narcotic, respirasi
cepat, dangkal. gangguan kardiovaskuler atau rata-rata
metabolisme yang meningkat. Pergerakan dinding dada,
penggunaan otot bantu pernafasan diafragma, retraksi sternal efek
anestesi yang berlebihan, obstruksi.
c. Circulation
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
disritmia). Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban,
turgor kulit, balutan
39
d. Disability
Berfokus pada status neurologi kaji tingkat kesadaran pasien,
tanda-tanda respon mata, respon motorik dan tanda-tanda vital.
Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan
menelan, kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual
dan gelisah
e. Exposure
Adanya suatu trauma dapat mempengaruhi exposure, reaksi kulit,
adanya tusukan dan tanda-tanda lain yang harus diperhatikan.
Dalam penilaian exposure dapat diperhatikan diantaranya apakah
terjadi hipotermia, deformitas, hematoma, laserasi, contusion,
abrasi, edema dan nyeri.
4. Pemeriksaan Sistem Tubuh
Pemeriksaan system tubuh meliputi (Alfikasari, 2020):
a. Brain
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfusinya tidak adekuat dan aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya.
1) Tingkat Kesadaran : Pada keadaan lanjut, tingkat kesadaran
klien ICH biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa.
2) Pemeriksaan Saraf Kranial
a) Saraf I : biasanya tidak terdapat kelainan pada fungsi
penciuman
b) Saraf II : disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensorik primer diantara mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada klien dengan hemiplagia kiri. Klien
40
7. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Waktu Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional TTD
Keperawatan
1. Selasa, 04 Risiko Perfusi Setelah diberikan asuhan keperawatan Observasi Iffah
Terapi Familiar Auditory
Juli Serebral Tidak 3x24 jam masalah Resiko perfusi serebral - Monitor tingkat kesadaran
Sensory Training (FAST)
2023/09.00 Efektif tidak efektif teratasi dengan kriteria hasil : - Monitor ingatan terakhir
merupakan terapi non
Terapeutik
farmakologi yang bertujuan
Perfusi serebral (L.02014; 86) - Berikan terapi familiar auditory sensory
untuk meningkatkan angka
- Tingkat kesadaran meningkat training
Glasgow Coma Scale (GCS)
dengan skala 5 Edukasi
(Wibowo, D.dkk. 2022)
- Tekanan intracranial menurun - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
dengan skala 5 - Informasikan hasil pemantauan
- Sakit kepala menurun dengan (I.06197; 245)
skala 5
- Gelisah menurun dengan skala 5
- Kesadaran membaik dengan
skala 5
2. Selasa, 04 Gangguan rasa Setelah diberikan asuhan keperawatan Observasi Iffah
Juli nyaman 3x24 jam masalah gangguan rasa nyaman - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
2023/09.00 teratasi dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
Status kenyamanan (L.08064; 110) Terapeutik
- Keluhan tidak nyaman menurun - Berikan Teknik nonfarmakologis untuk
dengan skala 5 mengurangi rasa nyeri
- Gelisah menurun dengan skala 5 - Fasilitasi istirahat dan tidur
- Kesejahteraan fisik meningkat Edukasi
dengan skala 5 - Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Kesejahteraan psikologis - Ajarkan Teknik nonfarmakologi untuk
meningkat dengan skala 5 mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik
46
(I.08238; 201)
47
5. Selasa, 04 Defisit perawatan diri Setelah diberikan asuhan keperawatan Observasi Iffah
Juli 3x24 jam masalah deficit perawatan diri - Monitor tingkat kemandirian
2023/09.00 teratasi dengan kriteria hasil - Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan
Terapeutik
Perawatan diri (L.11103; 81) - Sediakan lingkungan yang terapeutik
- Kemampuan mandi meningkat - Dampingi dalam melakukan perawatan diri
dengan skala 5 sampai mandiri
- Verbalisasi keinginan melakukan Edukasi
perawatan diri meningkat dengan - Anjurkan melakukan perawatan diri secara
skala 5 konsisten sesuai kemampuan
- Kemampuan makan meningkat (I.11348; 36)
dengan skala 5
6. Selasa, 04 Defisit nutrisi Setelah diberikan asuhan keperawatan Observasi Iffah
Juli 3x24 jam masalah defisit nutrisi teratasi - Identifikasi status nutrisi
2023/09.00 dengan kriteria hasil : - Identifikasi hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
Status nutrisi (L.03030; 121) - Lakukan oral hygiene sebelum makan
- Berat badan membaik dengan - Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
skala 5 protein
- Indeks masa tubuh (IMT) Edukasi
membaik dengan skala 5 - Ajarkan diet yang di programkan
- Bising usus membaik dengan Kolaborasi
skala 5 - Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
- Membran mukosa membaik makan
dengan skala 5 - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan
(I.03119; 200)
49