You are on page 1of 14

TEOLOGI ISLAM MU’TAZILAH

NUR FALLAH HIDAYATULLAH


Jurusan Akhwal Syakhsiyyah (Hukum Keluarga)
Fakultas Syariah Dan Ekonomi Islam (FSEI)
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak
Email : nurf25887@gmail.com

Abstrak
Mempelajari mata kuliah ilmu kalam ini merupakan salah satu hal yang paling
penting dan termasuk ke dalam komponen utama rukun iman. Yaitu yang
pertama, kita mengucapkan dengan lisan, yang kedua, melaksanakan dengan
rukun-rukun dengan perbuatan dan yang ke tiga, meyakini dalam hati. Agar
keyakinan itu tumbuh dengan kokoh, kita harus mengkaji dan mendalami
teologi ilmu kalam ini. Untuk menjadikan ucapan lisan secara meyakinkan dan
kokoh kita perlu ilmunya, yaitu ilmu tauhid, ilmu yang membahas tentang
ketuhanan. Dan ilmu tauhid ini telah berkembang menjadi ilmu kalam. Pada
karya ilmiah ini penulis berusaha ingin menjelaskan betapa pentingnya
mempelajari teologi dalam ilmu kalam. Terutama pada teologi kalam yakni
aliran Mu‟tazilah. Agar penulis dan pembaca bisa menambah wawasan
tentang apa itu Mu‟tazilah?, bagaimana asal-usul Mu‟tazilah?, siapa saja
tokoh-tokoh Mu‟tazilah? dan apa saja ajaran-ajaran Mu‟tazilah? Disini
penulis berusaha menjelaskan permasalahan tentang Mu‟tazilah tersebut.
Untuk memahami tentang teologi kalam secara mendalam dan mengenali
pemikiran-pemikiran yang terdapat di dalamnya, tokoh-tokoh, karya-karya,
gagasan para teolog serta aliran-aliran yang muncul pada teologi kalam.
Penulis menggunakan dua metode yakni yang pertama, membaca buku dan
mengunjungi perpustakaan kampus maupun di daerah setempat, dan metode
yang kedua dengan mengunakan sarana internet sehingga mendapat tambahan
referensi-referensi yang cukup. Dengan demikian aliran Mu‟tazilah
merupakan salah satu aliran teologi dalam islam yang dapat dikelompokan
sebagai kaum rasionalis.

Kata Kunci : Teologi, Aliran dan Mu‟tazilah.

PENDAHULUAN
Teologi, sebagaimana diketahui, membahas ajaran-ajaran dasar dari
suatu agama. Setiap orang yang ingin menyelami seluk beluk agamanya secara
mendalam, perlu mempelajari teologi yang terdapat dalam agama yang

9
Jurnal Ad-Dirasah: Jurnal Hasil Pembelajaran Ilmu-ilmu Keislaman
Vol. 1, No. 1, 2018 [p. 9-22].

dianutnya. Mempelajari teologi akan member seseorang keyakinan-keyakinan


yang berdasarkan landasan kuat, yang tidak mudah diombang-ambing oleh
peredaran zaman.
Dalam istilah arab ajaran-ajaran dasar itu disebut Usul al-Din dan oleh
karena itu buku yang membahas soal-soal teologi dalam islam selalu diberi
nama Kitab Usul al-Din oleh para pengarangnya. Ajaran-ajaran dasar itu
disebut juga „aqa‟id, credos atau keyakinan-keyakinan dan buku-buku yang
mengupas keyakinan-keyakinan itu diberi judul al-„Aqa‟id seperti Al-„Aqa‟id
al-Nasafiah dan Al-„Aqa‟id al-„Adudiah. Teologi dalam islam disebut juga „ilm
al-tauhid. Kata tauhid mengandung arti satu atau Esa dan ke-Esaan dalam
pandangan islam, sebagai agama monotheisme, merupakan sifat yang
terpenting diantara segala sifat-sifat Tuhan. Selanjutnya teologi juga disebut
„ilm al-Kalam. Kalam adalah kata-kata. Kalau yang dimaksud dengan kalam
ialah sabda Tuhan maka teologi dalam islam disebut „ilm al-kalam, karena soal
kalam, sabda Tuhan atau Al-Qur‟an pernah menimbulkan pertentangan-
pertentangan karena dikalangan umat islam abad ke-sembilan dan ke-sepuluh
Masehi, sehingga timbul penganiayaan dan pembunuhan-pembunuhan
terhadap sesama muslim di waktu itu.1
Ilmu kalam sebagai ilmu yang berdiri sendiri belum dikenal pada masa
Nabi Muhammad saw., maupun pada masa sahabat-sahabatnya. Akan tetapi
baru dikenal pada masa berikutnya, setelah ilmu-ilmu keislaman yang lain satu
persatu muncul dan setelah orang banyak membicarakan tentang kepercayaan
alam gaib (metafisika). Kita tidak akan dapat memahami persoalan-persoalan
ilmu kalam sebaik-baiknya kalau kita tidak mempelajari faktor-faktor yang
mempengaruhi timbulnya, kejadian-kejadian politis dan historis yang
menyertai pertumbuhannya.2
Sejarah teologi islam menunjukan bahwa epistemologi menjadi
problematika teologis yang kemudian berkembang secara evolutif menjadi
objek kajian yang mendalam, baik secara langsung maupun tidak karena faktor

1
Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta,
Universitas Indonesia (UI) Press, 1986), hlm. 4-5.
2
Ahmad Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam), (Jakarta, PT Bulan Bintang, 1974), hlm. 7.

10
Nur Fallah Hidayatullah:
Teologi Islam Mu’tazilah

internal dan eksternal. Agaknya, karena interaksi doktrin-filsafat, isu


estimologi model kalam mengalami perkembangan ekstensif dan elaboratif
dikalangan Asy‟ariyah dan Mu‟tazilah. Fase Mu‟tazilah keterkaitan antara
beberapa hal semakin jelas pada Abu al-Huzayl al-„Allaf. dalam Maqalat al-
Islamiyyin, al-Asyari menjelaskan pembedaan al-„Allaf antara hal-hal yang
berada dalam batas kemampuan dan berada diluar kemampuan manusia.
Pembedaan tersebut didasarkan pada pengetahuan yang dapat diperoleh
manusia. Kemampuan manusia sendiri menurutnya, berasal dari Allah. Dengan
demikian, pembedaan tersebut dimaksudkan sebagai solusi bagi
“dikotomisasi” kemampuan manusia dan kekuasaan Allah SWT.3
Aliran Mu‟tazilah, sebagai penengah dari kedua aliran yang
bertentangan secara diametral. Menurut Mu‟tazilah, orang mukmin yang
melakukan dosa besar tidak lah menjadi kafir (sebagai pendapat khwarij) dan
tidak pula tetap mukmin (sebagai pendapat Murji‟ah), tetapi menurut mereka
berada diantara mukmin dan kafir, yakni fasiq. Ajaran mereka tentang mukmin
yang melakukan bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi fasiq, menjadi
salah satu doktrin mereka terkenal dengan nama al-Manzilah bain al-
Manzilahtain (posisi diantara dua posisi).4
Pembina pertama aliran Mu‟tazilahini adalah Wasil bin Atha‟.
Sebagaimana telah dikatakan oleh Al-Mas‟udi, Wasil bin Atha‟ adalah Syaikh
al-Mu‟tazilah wa qadimuh, yaitu kepala Mu‟tazilah yang tertua. Ia dilahirkan
dimadinah, ia berguru kepada Hasyim „Abd bin Muhammad bin Hanafiyah
kemudian pindah ke Basrah dan belajar pada Hasan Al-Basri. Kemunculan
aliran Mu‟tazilah untuk pertama kalinya, pada masa diansti Umayyah berada
diambang kehancurannya, yakni dimasa pemerintahan „Abd Al-Malik bin
Marwan dan Hisyam bin Abd Al-Malik. Dan ketika diasti Umayyah jatuh ke
tagan diansti Abbasiyah, golongan Mu‟tazilah mendapatkan tempat yang amat

3
Wardani, Epistimologi Kalam Abad Pertengahan, (Yogyaakarta, PT LKIS Pelangi Aksara,
2003), hlm. 41.
4
Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran kalam, (Jakarta, Prenada Media Group, 2016),
hlm. 12.

11
Jurnal Ad-Dirasah: Jurnal Hasil Pembelajaran Ilmu-ilmu Keislaman
Vol. 1, No. 1, 2018 [p. 9-22].

baik di dalam pemerintahan. Bahkan dimasa pemerintahan Al-Ma‟mun (198-


218 H/813-833 M) teologi Mu‟tazilah secara resmi dijadikan ideologi bangsa.5

PEMBAHASAN

A. Sejarah Ringkas Aliran Mu’tazilah


1. Aliran Mu’tazilah
Secara etimologi kata mu'tazilah berasal dari kata „Itizala yang artinya
menunjukan kesendirian, kelemahan, keputus-asa-an, mengasingkan diri.
Sebagian ulama mendefinisikan muktazilah sebagai suatu kelompok yang lahir
dari Qodariyah yang berselisih pendapat dengan umat Islam lain dalam
permasalahan hukum pelaku dosa besar. kelompok ini dipimpin oleh whasil
bin atha‟ dan Amr Bin „Ubaid pada zaman Hasan Al-bashri.6
Aliran Mu‟tazilah adalah aliran pikiran islam terbesar dan tertua, yang
telah memainkan peranan yang sangat penting. Orang yang hendak mengetahui
filsafat Islam yang sesungguhnya dan yang berhubungan dengan agamadan
sejarah pemikiran Islam haruslah menggali buku-buku yang dikarang orang-
orang Mu‟tazilah, bukan yng dikarang oleh orang-orang lazim disebut filosof-
filosof Islam, seperti Ibnu Sina dan lain-lain. Aliran Mu‟tazilah lahir kurang
lebih pada permulaan abad ke-II Hijriyah di kota Basrah, pusat ilmu dan
peradaban Islam kala itu, tempat perpaduan aneka kebudayaan asing dan
pertemuan bermacam-macam agama.7
Menurut al-Bagdadi, Wasil dan temannya „Amr Ibn „Ubaid Ibn Bab diusir
oleh Hasan al-Basri dari majlisnya karena adanya pertikaian antara mereka
mengenai qadar dan orang yang berdosa besar. Keduanya menjauhkan diri dari
Hasan al-Basri dan mereka serta pengikut-pengikutnya disebut kaum
Mu‟tazilah karena mereka menjauhkan diri dari faham umat islam tentang
orang yang berdosa besar. Menurut mereka orang serupa ini tidak mukmin dan

5
Tsuroya Kiswati, Al-Juwaini : Peletak Dasar Teologi Rasional Dalam Islam, (Jakarta,
Erlangga, tidak dicantumkan tahun terbit), hlm. 9.
6
Elmansyah, Kuliah Ilmu Kalam: Formula Meluruskan Keyakinan Umat Di Era Digital,
(Pontianak: IAIN Pontianak Press, 2017), hlm. 106.
7
Ahmad Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam), (Jakarta, Bulan Bintang, 2001), hlm. 43.

12
Nur Fallah Hidayatullah:
Teologi Islam Mu’tazilah

tidak pula kafir.. demikian keterangan al-Bagdadi tentang pemberian nama


Mu‟tazilah kepada golongan ini.8

2. Munculnya Mu’tazilah
Nama Mu‟tazilah berasal dari kata I‟tazala dengan makna (naha „an)
yang berarti menjauhkan atau memisahkan diri dari sesuatu. Kata ini menjadi
suatu nama aliran dalam ilmu kalam yang umumnya para sarjana menyebutnya
sebagai Mu‟tazilah berdasarkan peristiwa yang terjadi antara Whasil ibn Atha‟
(80 H/699 M-131 H/748 M) dan „Amr ibn „Ubaid dengan al-Hasan al-Basri.
Dalam majlis pengajian al-Hasan al-Basri muncul pertanyaan tentang
kedudukan orang yang berdosa besar. Ketika al-Hasan al-Basri berpikir,
Washil berkata bahwa orang yang berdosa besar bukanlah mukmin dan bukan
pula kafir, tetapi berada diantara dua posisi tersebut yang istilahnya al-
Manzilah bain al-Manzilahtain.9
Sejak Islam meluas, banyaklah bangsa-bangsa yang masuk islam dibawah
naungannya. Akan tetapi tidak semuanya memeluk agama islam dengan segala
keikhlasan. Ketidak ikhlasan ini terutama dimulai sejak zaman Muawiyah,
karena mereka telah memonopoli segala kekuasaan pada bangsa arab sendiri.
Tindakan ini menimbulkan kebencian terhadap bangsa arab dan keinginan
menghancurkan islam dari dalam, sumber keagungan dan sumber kekuatan
mereka. Diantara musuh-musuh Islam dari dalam ialah golongan Rafidah, yaitu
golongan syiah ekstrim yang mempunyai banyak unsur-unsur kepercayaan
yang jauh sekali dari ajaran islam.10
Dalam keadaan demikian itu muculah golongan Mu‟tazilah yang
berkembang dengan pesatnya sehingga mempunyai sistem/metode dan
pendapat pendapatnya sendiri. Meskipun banyak golongan-golongan yang
ditentang Mu‟tazilah, namun mereka sendiri sering terpengaruh oleh golongan-
golongan tersebut, karena pendapat dan pikiran selalu bekerja, baik terhadap
lawan maupun kawan, baik menerima atau membantah bahkan sering-sering

8
Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran Aliran Sejarah Analisis Perbandingan, hlm..., 38-39.
9
Afrizal M, Ibn Rusyd: Tujuh Perdebatan Utama Dalam Teologi Islam, (Jakarta, Erlangga PT
Gelora Aksara Pratama, 2006), hlm. 30.
10
Ahmad Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam), hlm..., 44-45.

13
Jurnal Ad-Dirasah: Jurnal Hasil Pembelajaran Ilmu-ilmu Keislaman
Vol. 1, No. 1, 2018 [p. 9-22].

masuk kepada lawannya tanpa dikehendaki atau disengaja. Golongan-golongan


yang mempengaruhi aliran Mu‟tazilah antara lain orang-orang Yahudi
(misalnya dalam soal baharunya Qur‟an) dan orang-orang Masehi, seperti Saint
John Of Damascus (676-749 M) yang terkenal dengan nama Ibnu Sarjun, Sabit
bin Qurrah (836-901 M) murid John tersebut dan Kusto bin Lucas (820-912
M).11
Kaum Mu‟tazilah ini sempat menjadi sorotan dunia Islam selama 300
tahun pada abad-abad permulaan Islam. Kaum Mu‟tazilah ini pernah dalam
sejarahnya membunuh ribuan umat Islam, di antaranya ulama Islam yang
terkenal Syeikh Buwaithi, imam penggati imam Syafi‟i, dalam suatu peristiwa
yang dianamai “Peristiwa Qur‟an Makhluk”. Faham ini telah tersebar dan
berkuasa pada masa-masa khalifah Ma‟mun bin Harun Rasyid, Khalifah al-
Mu‟tashim bin Harun Rasyid, dan Kalifah al-Watsiq bin al-Mu‟tashim sekitar
abd ke-III, ke-IV dan ke-V Hijriyah. Faham Mu‟tazilah sampai sekarang (tahun
1378 H/1967 M) masih menyusup ke dalam masyarakat ummat Islam di Barat
dan di Timur dan bahkan sampai ke Indonesia.12

3. Tokoh Tokoh Mu’tazilah


Tokoh-tokoh Mu‟tazilah banyak sekali, tetapi sebagian saja yang
disebutkan, yaitu yang nampak jelas peranannya dalam perkembangan aliran
Mu‟tazilh, baik berupa pikiran maupun usaha lainya yang berkaitan dengan
Mu‟tazilah. Diantara tokoh-tokoh teraebut antara lain:

a. Washil bin Atha’ al-Ghazzal (80-131 H).


Whasil dilahirkan dimadinah dan kemudian menetap di Basrah. Ia
merupakan tokoh pertama yang melahirkan aliran Mu‟tazilah. Karenanya, ia
diberi gelar kehormatan dengan sebutan Syeikh al-Mu‟tazilah wa

11
Ahmad Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam), hlm..., 45.
12
Siradjuuddin Abbas, I‟tiqad Ahlussunah Wal Jamaah, (Jakarta, Pustaka Tarbiyah Baru,
2016), hlm. 190.

14
Nur Fallah Hidayatullah:
Teologi Islam Mu’tazilah

Qadimuha, yang berarti pimpinan sekaligus orang tertua dalam


Mu‟tazilah.13
b. Abul al-Huzail al-Allaf (135-226 H/753-840 M).
Abul Huzail lahir di Kota Basrah 135 H. Ia menjadi pimpinan aliran
Mu‟tazilah Basrah. Ia mempelajari buku-buku Yunani dan banyak
terpengaruh dengan buku-buk itu. Karena dialah aliran Mu‟tazilah
mengalami kepesatan.14 Pendapat-pendapatnya antara lain:
1) Tentang Arad
2) Menetapkan bagian yang tidak dapat dibagi lagi (atom)
3) Gerak dan Diam
4) Hakikat Manusia adalah badanya
5) Gerak Penghuni Surga dan Neraka
6) Qadar

c. Ibrahim bin Syyar an-Nazzam (wafat 231 H/845 M).


Ibrahim adalah murid Abul Huzail al-Allaf, orang terkemuka, lancar
bicara, banyak mendalami filsafat dan banyak karangannya. Ketika kecil ia
banyak bergaul dengan orang-orang bukam dari golongan islam, dan
sesudah dewasa bnyak berhubungan dengan filosof-filosof masanya.
Beberapa pendapatnya berlainan dengan orang-orang Mu‟tazilah lainya.15
Pendapat-pendapatnya antara lain:
1) Tentang Benda (Jisim)
2) Tidak mengakui adanya bagian yang tidak dapat dibagi (atom).
3) Teori lompatan (Tafrah)
4) Tidak ada “diam” (inrest)
5) Hakikat manusia adalah jiwanya
6) Berkumpunya kontradiksi dalam suatu tempat, menunjukan adanya
Tuhan
7) Teori sembunyi (kumun)

13
Elmansyah, Kuliah Ilmu Kalam : Formula Meluruskan Keyakinan Umat di Era Digital,
hlm..., 109.
14
Ahmad Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam), hlm..., 59.
15
Ahmad Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam), hlm..., 60.

15
Jurnal Ad-Dirasah: Jurnal Hasil Pembelajaran Ilmu-ilmu Keislaman
Vol. 1, No. 1, 2018 [p. 9-22].

8) Berita yang benar ialah diriwayatkan oleh orang yang Maksum


9) I‟jaz Quran (daya pelemah) terletak dalam pemberitaan yang gaib.

d. Abu Ali Muhammad ibn Ali al-Jubba’i (135-267 H).


Dilahirkan pada tahun 135 H dan wafat 267 . panggilan akrabnya
ialah Al-Jubba‟i, dinisbahkan kepada daerah kelahirannya di Jubba. Ia
adalah ayah tiri dan juga guru dari pemuka Ahlussunnah Waljamaah Imam
Abu Hasan al-Asy‟ari.16

e. Bisyir ibn al-Mu’tamir (wafat 226 H/840 M).


Tidak dicantumkan tanggal kelahirannya, Ia merupakan pendiri
Mu‟tazilah di Bagdad.

f. Jarullah Abul Qasim Muhammad bin Umar (467-538 H/1075-1144 M).


Ia lebih dikenal dengan panggilan al-Zamakhsyari. Ia lahir di
Khawarazm (sebelah selatan lautan Qazwen), Iran. Ia tokoh yang
menelorkan karya tulis yang monumental yaitu TafsirAl-Kasysyaf.

g. Abul Hasan Abdul Jabbar ibn Ahmad ibn Abdullah al-Hamazani al-
Asadi (325-425 H).
Ia lahir di Hamazan Khurasan dan wafat di Ray Teheran. Ia hidup
pada masa kemunduran Mu‟tazilah. Kendati demikian ia tetap berusaha
mengembangkan dan menghidupkan paham-paham Mu‟tazilah melalui
karya tulisnya yang sangat banyak. Di antaranya yang cukup populer dan
berpengaruh adalah Syarah Ushul al-khamsah dan al-Mughni fi Ahwali wa
al-Tauhid.17

16
Elmansyah, Kuliah Ilmu Kalam : Formula Meluruskan Keyakinan Umat di Era Digital,
hlm..., 110.
17
Elmansyah, Kuliah Ilmu Kalam : Formula Meluruskan Keyakinan Umat di Era Digital,
hlm..., 110.

16
Nur Fallah Hidayatullah:
Teologi Islam Mu’tazilah

h. Ajaran-ajaran Aliran Mu’tazilah


Kelompok mu‟tazilah merupakan kelompok yang sanyat
memntingkan akal pikiran (Rasionalistas). Kelompok mu‟tazilah sangat
kritis, tidak hanya terhadap hadits nabi dan cara-cara penafsiran al-Qur‟an
tetapi juga kritis terhadap pengaruh ajaran filsafat yunani, seperti
Aristoteles, Plato, Neo Platonis, dan sebagainya. Inilah yang member
inspirasi sehingga memunculkan ilmu-ilmu baru yang disebut lmu kalam,
yang mengompromikan antara pendapat filsafat dan agama. Oleh sebab itu,
mereka lebih mengutamakan akal pikiran, setelah it al-Qur‟an dan al-Hadits
(taqdim al-„aql „ala an-Nash).18
Ada lima doktrin utama yang menurut kaum Mu‟tazilah itu sendiri,
sehingga menjadi ajaran atau perinsip utama mereka. Kelima doktrin itu
disebut Al-Ushul Al-Khamsah. Penjelasannya sebagai berikut:
1) Tauhid
Tauhid (Pengesaan Allah) adalah ajaran islam pertama dan
utama. Sebenarnya tauhid ini bukan milik khusus golongan Mu‟tazilah
tetapi karena mereka menafsirkannya sedemikian rupa dan
mempertahankannya dengan sungguh-sungguh maka mereka terkenal
sebagai ahli tauhid.19
Menurut Mu‟tazilah, sifat adalah dzat Tuhan. Abu Al-Hudzail
dalam hal ini pernah berkata, “Tuhan mengetahui dengan ilmu dan ilmu
itu adalah tuhan, berkuasa dengan kekuasaan dan kekuasaan itu adalah
Tuhan.” Dengan demikian, pengetahuan dan kekuasaan Tuhan, yaitu
dzat dan esensi Tuhan, bukan sifat yang menempel pada dzat-Nya.20
2) Al-Adl
Al-Adl berarti Tuhan Maha adil. Ajaran ini bertujuan ingin
menempatkan Tuhan Tuhan yang adil menurut sudut pandang manusia.
Tuhan dipandang adil apabila bertindak hanya yang baik (al-Shalah) dan

18
Rosihon Anwar dan Saehudin, Akidah Akhlak, (Bandung, Pustaka Setia, 2016), hlm. 60.
19
Ahmad Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam), hlm..., 46-47.
20
Rosihon Anwar dan Saehudin, Akidah Akhlak, hlm..., 61.

17
Jurnal Ad-Dirasah: Jurnal Hasil Pembelajaran Ilmu-ilmu Keislaman
Vol. 1, No. 1, 2018 [p. 9-22].

terbaik (al-Ashlah), bukan yang tidak baik. Demikian pula, Tuhan itu
adil apabila tidak melanggar janji-Nya.21
3) Al-Wa’d Wal Wa’id
Allah akan memberikan balasan berupa pahala bagi yang taat,
dan memberikan hukuman bagi yang durhaka dan tidak ada yang samr
mengenai hal ini. Karena itu Allah baru akan memberikan ampunan-Nya
jika si pendosa bertobat, tidak mungkin ada ampunan tanpa adanya
tobat.22
Perinsip ini adalah kelanjutan perinsip keadilan yang harus ada
pada Tuhan. Golongan Mu‟tazilah yakin bahwa janji Tuhan akan
memberikan pahala dan ancaman-Nya akan menjatuhkan siksa atau
neraka pasti akan di laksanakan, karena Tuhan sudah menjanjikan
demikian. Siapa yang berbuat baik maka akan dibalas dengan kebaikan
dan siapa yang berbuat jahat maka dibalas dengan kejahatan pula. Tidak
ada pengampunan terhadap dosa besar tanpa taubat sebagaiman tidak
mungkin orang yang berbuat baik dihalang-halangi menerima pahala.
Pendapat golongan Mu‟tazilah tersebut merupakan tolak belakang
pendapat golongan Murji‟ah sebagaiman ketaatan tidak akan berguna
disamping kekafiran. Kalau ada pendapat ini dibenarkan, maka ancaman
tuhan tidak akan ada artinya sama sekali, suatu hal yang mustahil ada
pada Tuhan.23
4) Al-Manzilah Bain Al-Manzilahtain
Perinsip ini sangat pentingyang karenanya Washil bin „Atha
memisahkan diri dari Hasan Basri. Washil memutuskan bahwa orang
yang berbuat dosa besar selain syirik, tidak mukmin dan tidak pula kafir,
tetapi fasik. Jadi kefasikan adalah suatu hal yang berdiri sendiri antara
iman dan kafir. Tingkatan orang fasik di bawah orang mukmin dan di
atas orang kafir.24

21
Rosihon Anwar dan Saehudin, Akidah Akhlak, hlm..., 61-62.
22
Murtadha Muthahhari, Mengenal Ilmu Kalam :Cara Mudah Menembus Kebuntuan Berpikir,
(Jakarta, Pustaka Zahra, 2002), hlm. 35.
23
Ahmad Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam), hlm..., 48.
24
Ahmad Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam), hlm..., 48-49.

18
Nur Fallah Hidayatullah:
Teologi Islam Mu’tazilah

Menurut pandangan Mu‟tazilah pelaku dosa besar tidak dapat


dikatakan sebagai mukmin secara mutlak karena iman menuntut adanya
kepatuhan kepada Tuhan, tidak cukup hanya dengan pengakuan dan
pembenaran. Berdosa besar bukanlah kepatuhan, melainkan masih
percaya kepada Tuhan, Rasulnya dan mengerjakan pekerjaan yang baik.
Jika meninggal sebelum bertobat, ia dimasukan ke neraka dan kekal
didalamnya karena di akhirat hanya terdapat dua pilihan yaitu surga dan
neraka. Orang mukmin masuk surga dan orang kafir masuk neraka.
Orang fasik dimasukan ke neraka hanya saja siksaannya lebih ringan
dari pada orang kafir.25

5) Al-Amr bi Al-Ma’ruf wa Al-Nahy ‘an Al-Munkar


Ajaran dasar ke lima ini perintah berbuat baik dan larangan
berbuat jahat, dianggap sebagai kewajiban bukan oleh kaum Mu‟tazilah
saja, tetapi juga oleh golongan umat islam lainnya. Perbedaan yang
terdapat antara golongan-golongan itu adalah tentang pelaksanaannya.
Apakah perintah dan larangan cukup dijalankan dengan penjelasan dan
seruan saja, ataukah perlu diwujudkan dengan paksaan dan kekerasan.
Kaum Mu‟tazilah berpendapat kalau dapat cukup dengan seruan, tetapi
kalau perlu dengan kekerasan. Sejarah membuktikan bahwa mereka
pernah memakai kekerasan saat menyiarkan ajaran-ajaran mereka.26
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi seorang mukmin dalam
beramar ma‟ruf dan nahi munkar seperti yang dijelaskan oleh Abd Al-
Jabbar, yaitu:
1) Mengetahui perbuatan yang disuruh itu memang ma‟ruf dan yang
dilarang itu memang munkar;
2) Mengetahui bahwa kemunkaran telah nyata dilakukan orang;
3) Mengetahui bahwa perbuatan amar ma‟ruf nahi munkar tidak akan
membawa mudarat yang lebih besar;

25
Rosihon Anwar dan Saehudin, Akidah Akhlak, hlm..., 64.
26
Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran Aliran Sejarah Analisis Perbandingan, hlm..., 56.

19
Jurnal Ad-Dirasah: Jurnal Hasil Pembelajaran Ilmu-ilmu Keislaman
Vol. 1, No. 1, 2018 [p. 9-22].

4) Mengetahui atau paling tidak menduga bahwa tindakannya tidak


akan membahayakan dirinya dan hartanya.27

Perbedaan mazhab Mu‟tazilah dengan mazhab lain mengenai


ajaran ini terletak pada tatanan pelaksanaanya. Menurut Mu‟tazilah, jika
memang diperlukan, kekerasan dapat ditempuh untuk mewujudkan
ajaran tersebut.

KESIMPULAN

Dari penjelasan di atas dapat penulis simpulkan bahwa: pertama, apa itu
Mu‟tazilah?, aliran Mu‟tazilah secara etimologi kata mu'tazilah berasal dari
kata „Itizala yang artinya menyendiri, kelemahan, memisahkan diri,
mengasingkan diri. Sedangkan menurut terminologi Mu‟tazilah berarti orang
yang memisahkan atau mengasingkan diri dari golongan-golongannya.
Kemudian, menurut al-Bagdadi, Wasil dan temannya „Amr Ibn „Ubaid Ibn Bab
diusir oleh Hasan al-Basri dari majlisnya karena adanya pertikaian antara
mereka mengenai qadar dan orang yang berdosa besar. Keduanya menjauhkan
diri dari Hasan al-Basri dan mereka serta pengikut-pengikutnya disebut kaum
Mu‟tazilah karena mereka menjauhkan diri dari faham umat islam tentang
orang yang berdosa besar. Menurut mereka orang serupa ini tidak mukmin dan
tidak pula kafir.
Kedua, bagaimana sejarah munculnya aliran Mu‟tazilah? Aliran ini
muncul sekitar abad pertama hijiriah, dikota Basrah, yang ketika itu menjadi
kota sentra ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam. disamping itu beragam
kebudayaan dan keagamaan bertemu dikota ini. Dengan demikian luas dan
banyaknya penganut islam dan banyak pula musuh-musuh yang ingin
menghancurkannya, baik dari internal umat islam secara politis maupun dari
eksternal umat islam secara dogmatis.Mu‟tazilah timbul berkaitan dengan
peristiwa washil bin Atha‟ (80-131 H) dan temanya, Amrbin „Ubaid dan Hasan
al-Basri, sekitar tahun 700 M.

27
Rosihon Anwar dan Saehudin, Akidah Akhlak, hlm..., 65.

20
Nur Fallah Hidayatullah:
Teologi Islam Mu’tazilah

Ketiga, siapa saja tokoh-tokoh Mu‟tazilah?, Adapun tokoh-tokoh yang


mempengaruhi dalam perkembangan aliran Mu‟tazilah yaitu, Washil bin Atha‟
al-Ghazzal (80-131 H), Abul al-Huzail al-Allaf (135-226 H/753-840 M),
Ibrahim bin Syyar an-Nazzam (wafat 231 H/845 M), Abu Ali Muhammad ibn
Ali al-Jubba‟i (135-267 H), Bisyir ibn al-Mu‟tamir (wafat 226 H/840 M),
Jarullah Abul Qasim Muhammad bin Umar (467-538 H/1075-1144 M), dan
Abul Hasan Abdul Jabbar ibn Ahmad ibn Abdullah al-Hamazani al-Asadi
(325-425 H).
Keempat, apa saja ajaran-ajaran yang diterapkan aliran Mu‟tazilah?,
mengenai ajaran-ajaran yang dibahas dalam ajaran ini mecakup lima hal yang
disebut Al-Ushul Al-Khamsah, yaitu Al-Tauhid, Al-adl, Al-Waad wa Al-
Wa‟id, Almanzilah bain Al-Manzilatain dan Al-Amr bi Al-Ma‟ruf wa Al-
Nahy „an Al-Munkar.

DAFTAR FUSTAKA

Abbas, Siradjuuddin. 2016, I‟tiqad Ahlussunah Wal Jamaah, Jakarta, Pustaka


Tarbiyah Baru.

Anwar, Rosihon dan Saehudin. 2016, Akidah Akhlak, Bandung, Pustaka Setia.

Elmansyah. 2017, Kuliah Ilmu Kalam: Formula Meluruskan Keyakinan Umat Di


Era Digital, Pontianak: IAIN Pontianak Press.

Hanafi, Ahmad. 2001, Teologi Islam (Ilmu Kalam), Jakarta, PT Bulan Bintang.

Kiswati, Tsuroya. tidak dicantumkan tahun terbit, Al-Juwaini : Peletak Dasar


Teologi Rasional Dalam Islam, Jakarta, Erlangga.

M, Afrizal. 2006, Ibn Rusyd: Tujuh Perdebatan Utama Dalam Teologi Islam,
Jakarta, Erlangga.

Muthahhari, Murtadha. 2002, Mengenal Ilmu Kalam :Cara Mudah Menembus


Kebuntuan Berpikir, Jakarta, Pustaka Zahra.

Nasution, Harun. 1986, Teologi Islam : Aliran Aliran Sejarah Analisa


Perbandingan, Jakarta, Universitas Indonesia (UI) Press.

21
Jurnal Ad-Dirasah: Jurnal Hasil Pembelajaran Ilmu-ilmu Keislaman
Vol. 1, No. 1, 2018 [p. 9-22].

Wardani. 2003 Epistimologi Kalam Abad Pertengahan, Yogyaakarta, PT LKIS


Pelangi Aksara.

Yusuf, Yunan. 2006, Alam Pikiran Islam Pemikiran kalam, Jakarta, Prenada
Media Group.

22

You might also like