Professional Documents
Culture Documents
Nama Penulis:
Suprihatin, Ed.D
Leliana Lianty, M.Pd
ISBN:
Nama Penulis:
Suprihatin, Ed.D
Leliana Lianty, M.Pd
Penulis menyadari terdapat kekurangan dalam modul ini, oleh sebab itu saran
perbaikan sangat dibutuhkan. Semoga modul ini bermanfaat bagi semua pihak,
terima kasih.
Daftar isi
Hal
Hal
Kegiatan Belajar 2
Gambar 1. Contoh struktur fisik ……………………………………………. 18
Gambar 2. Contoh jadwal untuk satu mata pelajaran dalam satu pertemuan.. 19
Gambar 3. Contoh sistem kerja ……………………………………………... 20
Kegiatan Belajar 3
Gambar 1. Proses atau Alur Pelaksanaan Strategi Membaca Kolaboratif
adaptasi dari J.K Klingner dan S. Vaughn (2009) …………………………. 33
Kegiatan Belajar 4
Gambar 1. Contoh cerita sosial …………………………………………….. 11
Daftar tabel
Hal
Kegiatan Belajar 1
Table 1. Klasifikasi autisme menurut ICD 10 dan DSM IV ………………… 10
Table 2. Klasifikasi autisme menurut DSM 5 ……………………………….. 10
Kegiatan Belajar 2
Tabel 1. Struktur Kurikulum Pendidikan Khusus Jenjang SD ……………… 6
Tabel 2. Struktur Kurikulum Pendidikan Khusus Jenjang SMP ……………. 8
Tabel 3. Struktur Kurikulum Pendidikan Khusus Jenjang SMA …………… 10
Tabel 4. Peta Kompetensi KI-KD Matematika SD Kelas I ………………… 13
Tabel 5. Peta Kompetensi KI-KD Kelas IV ………………………………… 15
Kegiatan Belajar 3
Tabel 1. Struktur Kurikulum SD/MI ……………………………………….. 4
Tabel 2 Struktur Kurikulum SMP/MTS ……………………………………. 6
Tabel 3 Struktur Kurikulum Jenjang SMA/MA ……………………………. 8
Tabel 4 Struktur Kurikulum Peminatan Jenjang SMA/MA ………………… 10
Tabel 5 Kompetensi Inti Jenjang SD ………………………………………. 15
Tabel 6 Kompetensi Inti Jenjang SMP ……………………………………… 17
Tabel 7 Kompetensi Inti Jenjang SMA ……………………………………... 19
Kegiatan Belajar 4
Tabel 1. Contoh program pembelajaran khusus …………………………….. 14
KEGIATAN BELAJAR 1: KONSEP AUTISME DAN KESULITAN
BELAJAR SPESIFIK
A. Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat
Autisme dan kesulitan belajar spesifik merupakan dua jenis hambatan yang
sangat berbeda. Autisme yang dialami individu mengakibatkan
ketidakmampuan individu tersebut melakukan interaksi dan komunikasi
sosial secara sempurna. Karena ketidakmampuan ini maka individu autis
terlihat seperti orang aneh. Sedangkan kesulitan belajar spesifik tidak
mengakibatkan individu yang mengalaminya terlihat aneh, mereka adalah
individu yang biasa-biasa saja. Hambatan yang mereka alami akan terlihat
dengan jelas pada saat mereka sedang mengikuti pembelajaran yang
berhubungan dengan membaca, berhitung dan menulis.
Untuk mengetahui lebih jelas siapa dan bagaimana individu autis dan
atau yang mengalami kesulitan belajar, melalui Kegiatan Belajar 1 pada
Modul 6 ini kita akan mempelajari konsep, karakteristik, klasifikasi, faktor
penyebab dan dampak dari autisme dan kesulitan belajar spesifik.
2. Relevansi
Mahasiswa Program Profesi Guru (PPG) Dalam Jabatan merupakan guru
yang sudah mengajar di Sekolah Luar Biasa (SLB), melalui PPG ini
diharapkan mahasiswa mampu meningkatkan kompetensi pedagogik dan
profesional dalam bidang ilmu pendidikan luar biasa, khususnya kajian
tentang autisme dan kesulitan belajar spesifik. Setelah mengikuti PPG ini,
diharapkan mahasiswa yang merupakan guru di SLB dapat lebih profesional
dalam memberikan pembelajaran di kelas dengan memperhatikan
karakteristik peserta didik autis dan peserta didik berkesulitan belajar.
Melalui Kegiatan Belajar 1 ini, diharapkan mahasiswa PPG dapat lebih
memperdalam dan menguasai konsep-konsep dasar secara teoritis maupun
praktis tentang autisme dan kesulitan belajar spesifik.
3. Petunjuk Belajar
Modul ini adalah sumber belajar utama yang harus dipelajari oleh
mahasiswa PPG untuk materi konsep dasar autisme dan kesulitan belajar
spesifik. Sebaiknya materi belajar dalam Kegiatan Belajar 1 ini dibaca dan
dipahami secara cermat dan berurutan, sehingga diperoleh pemahaman yang
menyeluruh terkait peserta didik autis dan peserta didik berkesulitan belajar.
B. Inti
1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Diharapkan setelah mempelajari Kegiatan Belajar 1 pada Modul 6 ini,
mahasiswa PPG dapat menguasai konsep dasar teoritis peserta didik
autis dan peserta didik berkesulitan belajar sebagai dasar untuk
mengembangkan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
peserta didik autis dan peserta didik berkesulitan belajar spesifik.
2. Pokok-pokok Materi
Pokok-pokok materi dalam Kegiatan Belajar 1 ini meliputi:
1. Konsep dasar autisme yang mencakup:
a. Ruang lingkup autisme
b. Penyebab, klasifikasi dan karakteristik autis
c. Identifikasi dan asesmen autisme pada individu?
d. Dampak autisme terhadap perkembangan individu dan kebutuhan
khususnya dalam pendidikan
2. Konsep dasar kesulitan belajar spesifik yang mencakup:
a. Ruang lingkup kesulitan belajar
b. Penyebab, klasifikasi dan karakteristik kesulitan belajar
c. Identifikasi dan asesmen kesulitan belajar pada individu
d. Dampak kesulitan belajar terhadap perkembangan individu dan
kebutuhan khususnya dalam pendidikan
3. Uraian Materi
Halo para mahasiswa sekalian, selamat datang di Kegiatan Belajar 1 pada
Modul 6. Dalam Kegiatan Belajar 1 ini, kita akan belajar tentang konsep
autisme dan kesulitan belajar spesifik yang merupakan dua hal yang sangat
berbeda. Pada bagian pertama, kita akan belajar memahami tentang konsep
autisme. Agar dipahami terlebih dahulu beda antara autisme dan autis yaitu
bahwa autisme adalah nama sebuah kelainan perkembangan sedangkan
autis adalah individu yang memiliki autisme. Silahkan para mahasiswa
sekalian membaca materi bagian satu berikut ini.
Karakteristik
Anak dengan autisme sangatlah berbeda antara satu dengan yang
lain. Masing-masing punya karakteristik yang unik dan kuantitas
karakteristik yang dimiliki sangat berbeda pula. Sebagaimana diketahui
bahwa autisme merupakan spektrum sehingga pada masing-masing
anak kuantitas karakteristik sangat beragam dari yang paling banyak
menunjukkan ciri-ciri autisme sampai yang hampir tidak kelihatan ciri-
cirinya.
Yang pertama, anak dengan autisme memiliki gangguan perilaku
dalam hal ‘insistence of sameness’. Anak dengan autisme cenderung
mengulangi hal yang sama setiap waktu. Misalnya ketika sedang mandi
ada anak dengan autisme lebih suka semua pintu yang ada harus
tertutup rapat, kamar mandi harus dipenuhi dengan busa. Ketika pintu
kamar mandi secara sengaja dibuka oleh orang lain maka dia akan
langsung menutup pintu tersebut dan pintu lainnya yang terbuka. Lain
perilaku dimunculkan oleh anak yang lain, seperti perjalanan menuju
sekolah harus selalu melewati jalan yang sama. Kalau berangkat
melalui jalan A dan pulang melalui jalan B, maka hal ini harus
dilakukan setiap hari. Jika tidak maka anak kemungkinan akan bingung
dan bahkan tantrum. Hal ini terjadi dikarenakan anak dengan autisme
kurang mampu memperkirakan apa yang terjadi selanjutnya (Jones,
2002) sehingga pikirannya menjadi bingung.
Berikutnya adalah bahwa anak dengan autisme kurang mampu
bersosialisasi dengan orang lain. Mereka kurang mampu untuk
memulai kegiatan sosialisasi. Bahkan menurut Jones (2002)
kemampuan sosial anak dengan autisme kemungkinan merupakan
gangguan yang terparah. Anak dengan autisme kurang memahami
peraturan sosial yang ada yang sifatnya abstrak seperti kesopanan,
giliran atau antri dan aturan permainan. Mereka tidak belajar secara
otomatis tentang hal-hal tersebut. Hal ini disebabkan karena
kemampuan pemikiran mereka yang tidak mampu mencerna hal-hal
atau kata-kata yang bersifat abstrak. Namun ketika mereka diajari hal-
hal tersebut mereka akan bisa dengan membutuhkan waktu yang cukup
lama.
Karakteristik berikutnya yang ditunjukkan oleh anak dengan
autisme adalah terkadang mereka juga mengalami gangguan sensori.
Gangguan ini seperti ditunjukkan dengan kepekaan yang sangat
terhadap hal-hal tertentu misalnya suara dan sentuhan. Anak dengan
autisme yang sangat peka terhadap suara, dia akan menutup telinga atau
akan menjerit-jerit jika mendengar suara seperti suara balon yang
berudara ketika dibentuk menjadi boneka atau benda lainnya. Tetapi
sebaliknya jika anak tidak peka maka dia tidak akan peduli dengan
suara sekeras apapun. Demikian juga dengan anak-anak yang sensitif
terhadap sentuhan, jika dia disentuh maka dia akan menangis kesakitan
tetapi ketika dipukul dia tidak merasakan apapun.
Ciri yang paling menonjol lainnya pada anak dengan autisme
adalah kemampuannya berkomunikasi. Pada sebagian anak dengan
autisme, ada yang bisa berbicara dengan lancar dan tidak mengalami
keterlambatan bicara namun sebagian lainnya ada yang mampu
berbicara pada masa kecilnya dan kemudian hilang. Pada sebagian yang
hilang ini, ada yang kemungkinan bisa berbicara kembali tetapi
sebagian lagi kemungkinan tidak bisa berbicara selamanya.
Pada anak dengan autisme yang bisa berbicara, gaya bicaranya
kadang tampak aneh. Seperti pada anak dengan Asperger Syndrome
(salah satu tipe autisme), gaya bicara mereka sangat monoton dan kaku,
hampir tidak ada irama sama sekali. Anak-anak ini kurang mengerti
bahasa kiasan, mereka hanya mengerti makna bahasa secara denotatif.
Misalnya untuk kata ‘makan hati’ secara denotatif kata ini berarti
‘sedang makan lauk hati ayam’ tetapi secara konotatif maknanya adalah
‘sakit secara psikologis’.
Pada anak dengan autisme lain yang bisa berbicara, terkadang
mereka berbicara secara echolalia. Mereka cenderung mengulang,
persis sama, kata-kata orang lain yang mengajaknya berbicara. Ada
anak yang mengulangnya secara langsung dihadapan orang yang
mengajaknya berbicara, ada juga yang mengulangnya saat berikutnya
ketika dirumah atau di tempat lain.
Sedangkan individu autis lainnya yang tidak bisa berbicara, mereka
berkomunikasi dengan bahasa tubuh atau gestur, bahasa isyarat,
gambar-gambar dan cerita bermakna (social story). Biasanya anak
dengan autisme akan mengambil, memegang dan mengarahkan tangan
orang yang dikenalnya jika menginginkan sesuatu. Sedangkan
menukarkan atau memberikan gambar kepada orang lain adalah bentuk
komunikasi pada sebagian anak dengan autisme.
Klasifikasi
Seperti tersirat pada nama yang dimilikinya, Gangguan Spektrum
Autisme memiliki berbagai macam sub tipe. Gangguan ini ditemukan
dari mulai yang paling berat yang berarti memiliki tanda-tanda atau
karakteristik autistik sangat banyak sampai yang paling ringan dengan
karakteristik yang hampir tidak bisa dilihat sama sekali. Berikut ini
adalah tipe-tipe autisme menurut Diagnosis Statistical Manual IV
(DSM IV) dan International Classification of Deseases 10 (ICD 10)
adalah Pervasive Developmental Disorders-Not Otherwise Specified
(PDD-NOS) atau Atypical Autism, Asperger’s disorder atau Asperger
Syndrome, Childhood Disintegrative Disorder, Rett’s disorder atau Rett
Syndrome, dan Autistic disorder atau Childhood autism (Volkmar dan
Klin, 2005). Untuk lebih jelasnya, silahkan perhatikan tabel berikut ini.
Table 1. Klasifikasi autisme menurut ICD 10 dan DSM IV
ICD 10 DSM IV
• Childhood autism • Autistic disorder
• Atypical Autism • PDD-NOS
• Rett Syndrome • Rett’s disorder
• Other childhood • Childhood
Develpmental Disorder Developmental Disorder
• Overactive disorder with • No corresponding
Retardation Mental category with stereotyped
movements
• Asperger’s Syndrome • Asperger’s disorder
• Other Pervasive • Pervasive Developmental
Developmental Disorders Disorders-Not Otherwise
Specified (PDD NOS)
• Pervasive Developmental • Pervasive Developmental
Disorders (PDD), unspesified Disorders-Not Otherwise
Specified (PDD NOS)
Asesmen
Asesmen adalah sebuah proses penilaian dan evaluasi yang
komprehensif yang dilakukan terhadap siswa untuk mengetahui
kemampuan yang dimiliki oleh seorang peserta didik baik yang bersifat
kekuatan maupun kelemahan. Hasil data yang diperoleh dari proses
asesmen akan disimpulkan yang bisa dijadikan rujukan bagi berbagai
profesional dalam rangka menegakkan diagnosis yang berhubungan
dengan kebutuhan khusus seorang siswa atau peserta didik. Asesmen
merupakan kegiatan yang tak terpisahkan dari proses belajar mengajar.
Bagi seorang guru, asesmen merupakan landasan pertama dalam
menentukan setiap pembelajaran yang bermakna yang akan diberikan
terutama bagi anak berkebutuhan khusus. Instrumen asesmen yang baik
akan memberikan data dan informasi yang diperlukan oleh guru dalam
penentuan proses pembelajaran.
Asesmen dalam pendidikan luar biasa adalah suatu proses yang
komprehensip untuk menentukan kekuatan dan kebutuhan khusus yang
dimiliki oleh seorang anak dan untuk menentukan apakah seorang anak
berhak mendapatkan layanan pendidikan khusus (Pierangelo &
Giuliani, 2008). Asesmen ini adalah sebuah proses dalam
mengumpulkan data tentang siswa untuk tujuan pembuatan keputusan.
Swanson dan Watson (1989 dalam Pierangelo & Giuliani, 2008))
menyatakan bahwa asesmen bisa dipandang sebagai proses pemecahan
masalah yang melibatkan berbagai macam cara dalam mengumpulkan
data tentang siswa.
Mengapa asesmen itu penting? Menurut TEACCH Center (2006)
asesmen sangat penting karena hasil data yang telah disimpulkan dari
proses asesmen bisa meningkatkan kemudahan dalam pengembangan
rencana perlakuan yang efektif dan sesuai dengan individu. Kemudian
hasil dari asesmen juga memberikan informasi kepada kita tentang
tingkat kemampuan anak pada saat ini dan juga menentukan aspek
perilaku yang mungkin bisa diubah pada anak. Demikian juga dengan
sumber pembelajaran yang dapat menunjang perubahan kearah yang
lebih baik bagi anak bisa ditentukan setelah adanya proses asesmen.
Dan yang terakhir mengapa asesmen itu penting adalah bahwa kita
sebagai guru bisa mengurangi jumlah kesalahan yang mungkin terjadi
dalam sebuah proses pembelajaran.
Beberapa hal yang diases pada anak adalah intelegensi,
kemampuan berbahasa atau komunikasi, kemampuan persepsi,
perhatian, pencapaian akademik, tingkah laku, emosi dan
perkembangan sosial. Pada area intelegensi, asesmen lebih banyak
dilakukan oleh psikolog dengan tes psikologinya. Sementara guru
mengases area intelegensi melalui kemampuan berkomunikasi atau
berbahasa, pencapaian akademik, tingkah laku, emosi dan
perkembangan sosial yang ditunjukkan oleh siswa dalam kesehariannya
baik di dalam maupun di luar kelas. Namun perlu diingat bahwa proses
asesmen bukan hanya sekedar tes tetapi ditunjang dengan kegiatan
observasi, wawancara, portofolio dan lain sebagainya. Tes hanyalah
salah satu cara untuk melakukan asesmen.
Ada berbagai macam tujuan melakukan asesmen. Dalam hal ini
asesmen digunakan untuk pengembangan Individual Education Plan
atau program pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI) dan
penempatan murid pada kelas yang sesuai dengan kemampuan atau
kekuatan dan kebutuhan khususnya. Sebagai tambahan asesmen bisa
juga digunakan untuk merencanakan proses pembelajaran dan evaluasi
pembelajaran yang tepat yang sesuai dengan tingkat kemampuan anak.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa asesmen
adalah suatu proses yang sistematis dalam upaya mencari hambatan
perkembangan dan belajar, serta kelebihan/potensi individu guna
dijadikan bahan dalam penyusunan program pembelajaran dan
kompensatoris sesuai dengan kebutuhannya
Klasifikasi
Kesulitan belajar mempengaruhi satu atau lebih proses penerimaan dan
pengolahan informasi yang berkaitan dengan bidang akademik maupun
kesulitan yang berhubungan dengan perkembangan. Kesulitan belajar
dalam bidang akademik dan perkembangan memerlukan program
pembelajaran yang berbeda-beda.
Kesulitan belajar menurut Mark Selikowitz dibagi menjadi dua
kelompok kesulitan belajar, yaitu kelompok pertama kesulitan dalam
kemampuan dasar akademik diantaranya membaca (dyslexia), menulis
(dysgraphia), mengeja (spelling), berhitung (diskalkulia) dan bahasa
(aphasia), sedangkan kelompok kedua antara lain kesulitan pada
kemampuan organisasi, mengontrol perilaku, kemampuan sosial, dan
kemampuan koordinasi.
Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Lovitt dalam Mulyono
Abdurrahman bahwa kesulitan belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua
kelompok yaitu kesulitan belajar yang berhubungan dengan
perkembangan yang mencakup hambatan motorik dan persepsi, kesulitan
belajar bahasa dan komunikasi dan kesulitan dalam penyesuaian sosial.
Kelompok kedua yang berhubungan dalam bidang akademik yang
termanifestasikan dalam kegagalan dalam prestasi akademik, yaitu
kegagalan yang mencakup penguasaan keterampilan dalam membaca,
menulis dan berhitung.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kesulitan
belajar dapat diklasifikasi menjadi dua kelompok, yaitu kesulitan belajar
berdasarkan aspek perkembangan dan kesulitan belajar dalam bidang
akademik. Kesulitan belajar yang berdasarkan aspek perkembangan
meliputi: kesulitan dalam memusatkan perhatian dan kontrol perilaku,
kesulitan perseptual-motorik, kesulitan dalam organisasi, dan kesulitan
dalam bahasa dan komunikasi. Sedangkan kesulitan belajar akademik
meliputi: kesulitan membaca (dyslexia), kesulitan menulis (dysgraphia),
dan kesulitan matematika (diskalkulia).
Karakteristik
Bagi guru pengetahuan mengenai karakteristik anak kesulitan belajar
sangat penting agar dapat memberikan layanan pendidikan melalui
penerapan strategi yang tepat dalam proses pembelajaran.
Menurut Clement dalam Hallahan dan Kauffman ada beberapa ciri
yang sering dijumpai pada anak kesulitan belajar, yaitu: 1) hiperaktif, 2)
gangguan persepsi motorik, 3) emosi yang labil, 4) kurangnya koordinasi,
5) gangguan perhatian, 6) impulsif, 7) gangguan memori dan berpikir, 8)
kesulitan pada akademik (membca, menulis, berhitung), 9) kesulitan
dalam menyimak. Namun semua ciri ini tidak selalu ditemukan pada anak
yang mengalami kesulitan belajar, adakalanya hanya beberapa ciri yang
tampak.
Bersumber dari berbagai literatur diantaranya Benton & O’brian,
Westwood, Reid & Ortiz, Lerner, dan Lovitt dapat disimpulkan
karakteristik anak kesulitan belajar dikelompokkan sebagai berikut:
a. Kesulitan dalam pemusatan perhatian dan hiperaktifitas.
Mempertahankan perhatian merupakan aspek yang penting untuk
keberhasilan dalam belajar, dan merupakan aktivitas yang tidak
sederhana. Ada tiga aspek penting dari perhatian, yaitu: kemampuan
menyelesaikan tugas, kemampuan mempertahankan fokus, dan
kemampuan untuk mengidentifikasi informasi penting dan bermakna.
Anak kesulitan belajar memiliki kesulitan dalam ketiga aspek
tersebut. Seringkali anak kesulitan belajar mengabaikan informasi
yang relevan, mengabaikan tugas yang harus dikerjakan dan mudah
teralihkan.
b. Kesulitan dalam mengingat (memory) dan berpikir
c. Kesulitan dalam Persepsi dan koordinasi
d. Kesulitan dalam penyesuaian diri
4.Forum Diskusi
1. Andoni seorang anak laki-laki yang berusia 9 tahun. Dia baru saja pindah
ke sekolahnya yang baru. Di sekolah yang lama dia hampir tidak
mempunyai teman karena dia cenderung menyendiri. Jika ada teman
sekelasnya mendekati, dia berusaha menutupi telinganya. Dia juga
seringkali menutupi telinganya jika guru menerangkan pelajaran. Ketika
guru memintanya bekerjasama dalam kelompok dengan temannya yang
lain, dia selalu duduk membelakangi temannya. Terkadang dia juga
secara tiba-tiba ingin memegang tangan temannya. Ketika pelajaran di
kelas, dia juga sering tiba-tiba tertawa sehingga guru kadang harus
berteriak untuk menyuruhnya diam.
2. Dahlia, seorang murid sekolah dasar di Desa Makmur Raya, sudah tiga
kali tidak naik kelas. Orang tuanya kebingungan menanyakan keadaan
Dahlia kepada gurunya. Karena kesibukannya, orang tuanya juga tidak
pernah mendampingi saat Dahlia belajar di rumah. Ketika di sekolah,
Dahlia sering sekali tidak mau mengerjakan tugas yang diberikan oleh
guru sehingga guru hanya mempunyai sedikit sekali portofolio hasil
belajar Dahlia di sekolah.
Berdasarkan pada ilustrasi 1 di atas, silahkan diskusikan dengan
teman anda.
1. Ada apa dengan Andoni?
2. Bagaimana karakteristik yang ditunjukkan oleh Andoni?
3. Hal apa saja yang seharusnya dilakukan oleh guru terhadap
Andoni?
4. Bagaimana cara guru mengetahui kesulitan dan kepandaian yang
dimiliki oleh Andoni?
2. Tes Formatif
Berilah tanda Silang (X) pada salah satu huruf A, B, C, D atau E pada
jawaban yang kamu anggap benar.
1. Apakah yang dimaksud dengan autisme?
a. Gangguan pada susunan syaraf pusat yang mengakibatkan anak
membutuhkan bantuan terus-menerus selama hidupnya
b. Anak yang selalu berlarian dan tidak bisa diam
c. Anak nakal yang sukanya marah-marah dan tidak bisa berhenti sebelum
permintaannya terpenuhi
d. Gangguan perkembangan yang menyebabkan gangguan pada bidang
perilaku, komunikasi sosial yang tanda-tandanya sudah terlihat sejak
masa usia dini
e. Gangguan perkembangan yang tidak bisa disembuhkan
2. Kapan terjadinya autisme?
a. Saat gurunya marah-marah
b. Sebelum anak berusia 3 tahun
c. Sejak masa awal pertumbuhan dan perkembangan
d. Saat anak mulai masuk sekolah
e. Ketika anak permintaannya tidak dipenuhi
3. Mengapa peserta didik autis membutuhkan pendekatan pengajaran yang
ramah?
a. Karena pendekatan pengajaran yang ramah autis tentu sudah
disesuailkan dengan karakteristik, kelebihan dan kekurangan yang
dimiliki oleh peserta didik
b. Karena pendekatan pengajaran yang ramah akan membuat peserta didik
mudah belajar
c. Karena pendekatan pengajaran yang ramah diperlukan untuk
menciptakan suasana belajar yang nyaman
d. Pendekatan pengajaran yang ramah merupakan kedekatan antara guru
dan peserta didik
e. Karena pendekatan pengajaran yang ramah akan membuat guru dan
peserta didik bahagia
4. Mengapa identifikasi dan asesmen perlu dipelajari oleh guru?
a. Sebagai tugas dan kewajiban dalam modul
b. Karena identifikasi dan asesmen sering digunakan secara bersamaan
c. Karena merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh guru sebagai
dasar untuk membuat program pembelajaran
d. Karena identifikasi dan asesmen adalah dua hal yang seiring sejalan
e. Supaya mahasiswa menjadi pintar
5. Berikut ini adalah karakteristik peserta didik autis kecuali
a. Inisiasi sosial yang tidak biasa, gagal merespon ketika nama dipanggil,
percakapan satu sisi, gagal berbagi kesenangan dengan orang lain
b. Sering menangis sendiri, selalu mencari ibunya, tidak menunjukkan
minat dan bakat, jarang memakai baju, sering menggigit ujung bajunya
c. Imitasi sosial yang buruk, gagal terlibat dalam permainan sosial
sederhana, percakapan satu sisi, tidak menunjuk, nada bicara aneh
d. Tidak mampu berbagi emosi melalui kata-kata, tidak mampu membaca
maksud pikiran orang lain, ekspresi emosi yang tidak pantas, tidak
mengetahui kesepakatan sosial yang berlaku, tidak mengenali bahwa
dia tidak diterima dalam permainan
e. Tidak memiliki teman yang benar-benar teman, kurang bermain secara
kooperatif, tidak bermain dalam kelompok, tidak menanggapi
pendekatan sosial orang lain, kurang berminat pada teman sebaya.
6. Apakah yang dimaksud dengan kesulitan belajar spesifik?
a. Kesulitan belajar merupakan kesulitan dalam satu atau lebih bidang
akademik, seperti membaca, menulis, dan berhitung yang disebabkan
oleh disfungsi neurologis.
b. Kesulitan belajar merupakan gangguan perseptual, konseptual, memori,
maupun ekspresif di dalam proses belajar.
c. Kesulitan belajar adalah kelompok gangguan heterogen yang diduga
berasal dari faktor neurologis yang diwujudkan secara berbeda dengan
level keparahan yang berbeda-beda pada setiap individu.
d. Kesulitan belajar merupakan suatu kondisi ketidakmampuan yang nyata
pada orang-orang yang memiliki intelegensi rata-rata hingga superior,
yang memiliki sistem sensoris yang cukup dan kesempatan untuk
belajar yang cukup pula.
e. Kesulitan belajar adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber
neurologis yang secara selektif mengganggu perkembangan, integrasi,
dan/atau kemampuan verbal dan/atau nonverbal.
7. Kapan dan dimana kita bisa menemukan anak berkesulitan belajar?
a. Di Lembaga pendidikan non formal seperti tempat les
b. Di sekolah umum saat anak mulai berhadapan langsung dengan
pelajaran membaca, menulis dan berhitung
c. Di sekolah luar biasa, sejak anak mulai bersekolah
d. Di rumah mereka masing-masing, ketika orang tua direpotkan dengan
PR anak-anaknya
e. Sejak anak belum masuk sekolah dan ketika masuk sekolah bertemu
guru yang tegas
8. Mengapa anak berkesulitan belajar cenderung memiliki nilai akademik
yang rendah?
a. Karena mereka malas belajar sehingga mengerjakan tugas tidak dengan
benar
b. Karena belajar bagi mereka adalah sebuah penyiksaan terhadap keadaan
neurologis mereka
c. Karena soal dalam mata pelajaran yang mereka kerjakan terlalu sulit
bagi mereka sehingga mereka tidak bisa menjawab dengan benar
d. Karena guru kurang paham terhadap keadaan yang sedang mereka alami
e. Karena keadaan internal individu menyebabkan kesulitan untuk belajar
ditambah dengan kurangnya modifikasi pembelajaran yang disesuaikan
dengan kebutuhan mereka
9. Manakah yang paling tepat yang menggambarkan karakteristik anak
berkesulitan belajar?
a. Sulit menyesuaikan diri dengan teman-temannya di kelas sehingga
terlihat seperti penyendiri dan terisolasi
b. Selalu mendapatkan nilai rendah karena malas belajar dan malas
bertanya baik kepada guru maupun teman
c. Berjalannya seperti orang mabuk sehingga sering menabrak-nabrak dan
terjatuh
d. Kesulitan menyesuaikan diri, kesulitan memusatkan perhatian, dan
gangguan koordinasi
e. Sering kehilangan barang yang dimilikinya
10. Bagaimana dampak kesulitan belajar yang dimiliki oleh anak terhadap
proses pendidikannya?
a. Anak akan mengalami kesulitan yang permanen terutama dalam
kaitannya dengan pelajaran membaca, menulis dan berhitung
b. Perlu adanya identifikasi dan asesmen untuk membelajarkan peserta
didik berkesulitan belajar
c. Peserta didik berkesulitan belajar perlu dites terus-menerus sampai
paham pelajaran membaca, menulis dan berhitung
d. Proses pendidikannya harus menyenangkan sehingga peserta didik
berkesulitan belajar merasa betah di sekolah
e. Anak berkesulitan belajar membutuhkan perhatian khusus terutama
dalam modifikasi pelajaran yang berhubungan dengan membaca,
menulis dan berhitung
DAFTAR PUSTAKA
A. Total dari 6 (atau lebih) butir dari (1),(2), dan (3), dengan paling tidak 2 dari
(1), dan salah satu dari (2) dan (3):
(1) Gangguan kualitatif pada interaksi sosial, yang bermanifestasi pada paling
tidak 2 dari hal-hal dibawah ini:
(a) Gangguan yang teridentifikasi pada penggunaan perilaku multiple
nonverbal seperti tatap muka, ekspresi wajah, postur tubuh, gesture (bahasa
tubuh) untuk mengatur interaksi sosial
(b) Gagal mengembangkan hubungan yang baik dengan teman sebayanya
sesuai level perkembangan
(c) Kurangnya spontanitas dalam berbagi kesenangan, ketertarikan, atau
pencapaian dengan orang lain (seperti :kurang memperlihatkan, membawa,
atau menunjuk suatu ketertarikan pada benda)
(d) Kurangnya timbale balik sosial atau emosional
(2) Gangguan kualitatif pada komunikasi yang bermanifestasi pada paling tidak
salah satu hal dibawah ini
(a) Perkembangan bahasa yang tertunda atau sama sekali tidak berkembang
(tidak disertai dengan usaha untuk melakukan kompensasi melalui
komunikasi dengan bahasa tubuh (gesture) atau mimik
(b) Individu dengan bicara yang adekuat, gangguan yang teridentifikasi pada
kemampuan untuk menginisiasi atau meneruskan komunikasi dengan orang
lain
(c) Penggunaan bahasa yang berulang atau stereotip atau bahasa yang tidak
biasa.
(d) Permainan yang kurang bervariasi, tidak ada spontanitas atau permainan
imitasi sosial sesuai dengan tingkat perkembangan
(3) Perilaku, ketertarikan dan akitivitas yang terbatas, berulang, dan polanya
stereotip, yang bermanifestasi pada paling tidak salah satu hal dibawah ini:
(a) Mencakup preokupasi dengan salah satu atau lebih pola ketertarikan yang
terbatas dan stereotip yang abnormal baik dalam intensitas ataupun ritualnya
(b) Kebiasaan gerakan motorik yang stereotip dan berulang (seperti tepuk
tangan atau jari atau gerakan memuntir, ataupun gerakan seluruh tubuh yang
kompleks)
(c) Terobsesi (preoccupation) pada bagian suatu benda
B. Keterlambatan fungsi atau abnormal pada setidaknya salah satu area dibawah
ini, dengan onset dimulai dari 3 tahun: (1) interaksi sosial,(2) bahasa yang
digunakan pada komunikasi sosial atau (3) permainan imaginative atau
simbolik.
Gangguan ini tidak lebih baik dari gangguan Rett’s atau gangguan disintegrasi pada
masa kanak-kanak.
Lampiran 2. Kriteria autisme dan contohnya berdasarkan DSM-5.
B2. Ketaatan berlebihan pada rutinitas, pola perilaku verbal atau nonverbal yang
ritual, atau penolakan berlebihan terhadap perubahan; (seperti ritual motorik,
desakan pada rute atau makanan yang sama, pertanyaan berulang atau tekanan
ekstrim pada perubahan kecil).
B3. Minat yang sangat terbatas, terpaku pada intensitas atau fokus yang tidak
normal; (seperti keterikatan yang kuat atau keasyikan dengan benda-benda yang
tidak biasa, minat yang terlalu terbatas atau minat yang gigih).
B3 termasuk keasyikan dengan objek atau topik
B4. Hyper-atau hypo-reactivitas untuk input sensorik atau minat yang tidak biasa
dalam aspek sensorik lingkungan; (seperti ketidakpedulian terhadap rasa sakit /
panas / dingin, respon negatif terhadap suara atau tekstur tertentu, membaui atau
menyentuh benda secara berlebihan, terpesona dengan cahaya atau benda yang
berputar).
B4 termasuk perilaku sensorik yang tidak biasa
C. Gejala harus ada pada saat usia anak masih sangat dini (tetapi mungkin tidak
menjadi nyata sampai tuntutan sosial melebihi kapasitas yang terbatas)
• Laporan awal pengasuh utama tidak lagi penting
• "Anak Usia Dini" berusia sekitar 8 tahun dan lebih muda (fleksibel)
2. Relevansi
Mahasiswa Program Profesi Guru (PPG) Dalam Jabatan merupakan guru
yang sudah mengajar di Sekolah Luar Biasa (SLB), melalui PPG ini diharapkan
mahasiswa mampu meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional dalam
bidang ilmu pendidikan luar biasa, khususnya kajian autisme. Setelah mengikuti
PPG ini, diharapkan mahasiswa yang merupakan guru di SLB dapat lebih
profesional dalam memberikan pembelajaran di kelas dengan memperhatikan
karakteristik anak dengan autisme. Melalui modul ini yang merupakan bahan
belajar mandiri, diharapkan mahasiswa PPG dapat lebih memperdalam dan
menguasai konsep-konsep dasar pembelajaran bagi anak dengan autisme secara
teoritis maupun praktis pada Kegiatan Belajar 2 pada Modul 6 ini.
3. Petunjuk Belajar
Modul ini adalah sumber belajar utama yang harus dipelajari oleh
mahasiswa PPG untuk materi pembelajaran bagi anak dengan autisme.
Sebaiknya modul ini dibaca dan dipahami secara cermat dan berurutan,
sehingga diperoleh pemahaman yang menyeluruh terkait pembelajaran bagi
anak dengan autisme.
B. Inti
1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Diharapkan setelah mempelajari Kegiatan Belajar 2 pada Modul 6 ini,
mahasiswa PPG dapat menguasai konsep dasar pembelajaran bagi anak
dengan autisme sebagai dasar untuk merancang dan mengembangkan
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik, kekurangan dan kelebihan
anak dengan autisme, dengan menerapkan prinsip tematik yang memadukan
pengetahuan berbagai muatan materi ajar sesuai dengan kurikulum yang
berlaku.
3. Uraian Materi
Halo para mahasiswa sekalian, bagaimana kabar anda? Tentunya anda
semua sudah paham tentang apa, siapa dan bagaimana autisme dan autis itu
bukan? Pengetahuan tersebut merupakan dasar yang sangat penting bagi
anda semua untuk melanjutkan proses belajar berikutnya yaitu Kegiatan
Belajar 2 pada Modul 6. Pada Kegiatan Belajar 2 ini, kita akan belajar secara
khusus tentang bagaimana membelajarkan anak dengan autisme yang
dimulai dengan prinsip pembelajarannya.
1.Terstruktur
Prinsip pembelajaran yang terstruktur bagi anak dengan autisme pada
dasarnya dimaksudkan untuk membuat anak dengan autisme bisa nyaman
dalam belajar dalam lingkungan yang disediakan dalam hal ini terutama
adalah lingkungan kelas. Nyaman dalam belajar bagi anak dengan autisme
sangat berkaitan dengan bagaimana guru merancang pembelajaran bagi
mereka terutama dalam penggunaan metode dan gaya belajar yang dimiliki
oleh anak dengan autisme. Harapan yang diinginkan oleh guru terhadap
murid harus dibuat secara nyata dan jelas misalnya dengan menggunakan
tulisan atau gambar-gambar.
2.Visual
Pembelajaran bagi anak dengan autisme sebaiknya mengutamakan
kemampuan visual yang dimiliki oleh mereka. Hal ini dikarenakan sebagian
besar dari anak dengan autisme memiliki kemampuan visual yang lebih baik
daripada kemampuan yang lainnya (Mesibov & Howley, 2003).
Pembelajaran yang menekankan penggunaan kemampuan visual akan lebih
memiliki makna bagi anak dengan autisme. Misalnya, ketika bahan belajar
divisualisasikan dengan baik dan diberikan petunjuk yang jelas dalam
penggunaannya maka anak dengan autisme akan lebih tekun mempelajari
pelajaran yang harus dipelajarinya.
3. Irit Kata
Dalam mengajar anak dengan autisme, guru sebaiknya mengirit kata dan
menghindari penggunaan kata yang mempunyai makna lebih dari satu. Hal
ini dimaksudkan untuk menghindari kebingungan dalam memahami kata-
kata guru yang berseliweran dalam pikiran anak dengan autisme (Mesibov
& Howley, 2003). Kita juga harus paham bahwa anak dengan autisme
mempunyai kemampuan mengolah informasi yang terbatas. Ketika
informasi yang masuk ke dalam pikiran mereka sangat banyak atau
berlebihan maka mereka akan kesulitan memilah dan memilih informasi
yang lebih penting. Oleh karena hal ini, maka guru sebaiknya hanya
memberikan informasi yang penting-penting saja.
4.Konsisten
Dalam pelaksanaan pendidikan bagi anak dengan autisme, prinsip
konsistensi mutlak diperlukan. Artinya : apabila anak berperilaku positif
(memberi respon positif) terhadap suatu rangsangan, maka guru harus cepat
memberikan respon positif (reward/penguatan), begitu pula sebaliknya
apabila anak berperilaku negatif. Hal tersebut juga dilakukan dalam ruang
dan waktu lain yang berbeda. Konsisten memiliki arti "tetap", bila diartikan
secara bebas konsisten mencakup tetap dalam berbagai hal, ruang, dan
waktu. Konsisten bagi guru pembimbing berarti; tetap dalam bersikap,
merespon dan memperlakukan anak sesuai dengan karakter dan
kemampuan yang dimiliki masing-masing individu anak dengan autisme.
Sedangkan arti konsisten bagi anak adalah tetap dalam mempertahankan
dan menguasai kemampuan sesuai dengan stimulan yang muncul dalam
ruang dan waktu yang berbeda. Orang tua pun dituntut konsisten dalam
pendidikan bagi anaknya, yakni dengan bersikap dan memberikan
perlakukan terhadap anak sesuai dengan program pendidikan yang telah
disusun bersama antara pembimbing dan orang tua sebagai wujud dari
generalisasi pembelajaran di sekolah dan di rumah.
5.Berkesinambungan
Pendidikan dan pengajaran bagi anak dengan autisme sebenarnya tidak jauh
berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Maka prinsip pendidikan dan
pengajaran yang berkesinambungan juga mutlak diperlukan bagi anak
dengan autisme. Berkesinambungan disini meliputi kesinambungan antara
prinsip dasar pengajaran, program pendidikan dan pelaksanaannya.
Kesinambungan dalam pelaksanaan pendidikan tidak hanya di sekolah,
tetapi juga harus ditindaklanjuti untuk kegiatan di rumah dan lingkungan
sekitar anak.
Ke-lima hal tersebut sangat perlu diperhatikan oleh guru ketika
membelajarkan anak dengan autisme agar mereka menjadi lebih tekun dan
keinginan yang bertambah dalam belajar.
B. Struktur Kurikulum SLB Autis
Sebagai guru untuk anak dengan autisme, kita harus paham
kurikulum yang berlaku untuk mereka sesuai dengan jenjang pendidikan
yang mereka ikuti. Kurikulum ini merupakan rangkaian kompetensi yang
harus dimiliki oleh anak dengan autisme ketika mereka mengikuti
pembelajaran di sekolah. Berikut ini adalah struktur kurikulum, sesuai
dengan salinan lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Nomor : 10/d/kr/2017 tanggal : 4 April 2017 tentang Struktur
Kurikulum, Kompetensi Inti- Kompetensi Dasar, dan Pedoman
Implementasi Kurikulum 2013 Pendidikan Khusus, yang harus dipahami
oleh guru sehingga akan memudahkan bagi mereka dalam merancang
pembelajaran yang disesuaikan juga dengan karakteristik, keunggulan,
kelemahan, minat dan motivasi yang dimiliki oleh anak dengan autisme.
I II III IV V VI
Kelompok A
3. Bahasa Indonesia 4 4 4 3 3 3
4. Matematika 2 2 4 3 3 3
Kelompok B
Kelompok C
Keterangan:
a. Mata pelajaran umum Kelompok A merupakan program kurikuler
yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sikap,
kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan peserta
didik sebagai dasar dan penguatan kemampuan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang muatan dan
acuannya dikembangkan oleh pusat.
b. Mata pelajaran Kelompok B merupakan program kurikuler yang
bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi
pengetahuan, dan kompetensi keterampilan peserta didik terkait
lingkungan dalam bidang sosial, budaya, dan seni yang muatan dan
acuannya dikembangkan oleh pusat dan dapat dilengkapi dengan
muatan lokal. Muatan lokal dapat berupa mata pelajaran yang berdiri
sendiri.
c. Kelompok C berupa program kebutuhan khusus yang diberikan
sesuai dengan kekhususan peserta didik. Program Kebutuhan
Khusus untuk anak dengan autisme berupa Pengembangan
Komunikasi, Interaksi Sosial, dan Perilaku.
d. Satu jam pelajaran tatap muka adalah 30 (tiga puluh) menit.
e. Satuan pendidikan dapat menambah beban belajar per minggu sesuai
dengan kebutuhan belajar peserta didik dan/atau kebutuhan
akademik, sosial, budaya, dan faktor lain yang dianggap penting.
f. Kompetensi Dasar mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya terdiri
atas empat aspek yaitu seni rupa, seni musik, seni tari, dan seni
teater. Peserta didik mengikuti salah satu aspek yang disediakan
untuk setiap semester, aspek yang diikuti dapat diganti setiap
semesternya.
g. Mata pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, dan
Seni Budaya dan Prakarya menggunakan pendekatan tematik.
h. Mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan
Jasmani Olahraga dan Kesehatan untuk kelas IV, V, VI dan Program
Kebutuhan Khusus tidak menggunakan pendekatan tematik.
VII VIII IX
Kelompok A
3. Bahasa Indonesia 2 2 2
4. Matematika 2 2 2
7. Bahasa Inggris 2 2 2
Kelompok B 2 2 2
8. Seni Budaya 2 2 2
Kelompok C
Keterangan
1. Mata pelajaran umum Kelompok A merupakan program kurikuler
yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sikap,
kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan peserta
didik sebagai dasar dan penguatan kemampuan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang muatan dan
acuannya dikembangkan oleh pusat.
2. Mata pelajaran Kelompok B merupakan program kurikuler yang
bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi
pengetahuan, dan kompetensi keterampilan peserta didik terkait
lingkungan dalam bidang sosial, budaya, dan seni yang muatan dan
acuannya dikembangkan oleh pusat dan dapat dilengkapi dengan
muatan lokal. Muatan lokal dapat berupa mata pelajaran yang berdiri
sendiri. Pada mata pelajaran keterampilan pilihan, peserta didik
memilih satu bidang keterampilan yang disediakan oleh satuan
pendidikan
3. Kelompok C berupa program kebutuhan khusus yang diberikan
sesuai dengan kekhususan peserta didik. Program Kebutuhan
Khusus untuk anak dengan autisme berupa Pengembangan
Komunikasi, Interaksi Sosial, dan Perilaku.
4. Satu jam pelajaran tatap muka adalah 35 (tiga puluh lima) menit.
5. Kompetensi Dasar mata pelajaran Seni Budaya terdiri atas empat
aspek yaitu seni rupa, seni musik, seni tari, dan seni teater. Peserta
didik mengikuti salah satu aspek yang disediakan untuk setiap
semester, aspek yang diikuti dapat diganti setiap semesternya.
6. Mata pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS,
dan Seni Budaya menggunakan pendekatan tematik.
7. Mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan
Jasmani Olahraga dan Kesehatan, Bahasa Inggris dan Program
Kebutuhan Khusus tidak menggunakan pendekatan tematik.
X XI XII
Kelompok A
3. Bahasa Indonesia 2 2 2
4. Matematika 2 2 2
7. Bahasa Inggris 2 2 2
Kelompok B 2 2 2
8. Seni Budaya 2 2 2
Kelompok C
Keterangan:
a. Mata pelajaran umum Kelompok A merupakan program kurikuler
yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sikap,
kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan peserta
didik sebagai dasar dan penguatan kemampuan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang muatan dan
acuannya dikembangkan oleh pusat.
b. Mata pelajaran Kelompok B merupakan program kurikuler yang
bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi
pengetahuan, dan kompetensi keterampilan peserta didik terkait
lingkungan dalam bidang sosial, budaya, dan seni yang muatan dan
acuannya dikembangkan oleh pusat dan dapat dilengkapi dengan
muatan lokal. Muatan lokal dapat berupa mata pelajaran yang berdiri
sendiri. Pada mata pelajaran keterampilan pilihan, peserta didik
memilih satu bidang keterampilan yang disediakan oleh satuan
pendidikan.
c. Satuan pendidikan melaksanakan program magang pada kelas XI
sekurang-kurangnya satu bulan.
d. Kelompok C berupa program kebutuhan khusus yang diberikan
secara fakultatif berdasarkan kebutuhan peserta didik.
e. Satu jam pelajaran tatap muka adalah 40 (empat puluh) menit.
f. Mata pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, dan
Seni Budaya menggunakan pendekatan tematik.
g. Mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan
Jasmani Olahraga dan Kesehatan, Bahasa Inggris dan pilihan
keterampilan tidak menggunakan pendekatan tematik.
1. TEACCH
TEACCH adalah singkatan dari Treatment and Education of Autistic
and related Communication-handicapped Children. Divisi TEACCH di
University of North Carolina berfilosofi bahwa pendidikan harus
berdasarkan pada pembelajaran yang terstruktur. Program yang dibuat
untuk siswa harus berdasarkan hasil observasi tentang cara siswa belajar
yang efektif dan elemen yang digunakan bisa digeneralisasikan pada
berbagai setting. Dalam pembelajaran terstruktur dengan konsep TEACCH,
teori kognitif dan perilaku harus diikutsertakan dan keunikan masing-
masing individu harus dipikirkan. Pendekatan pembelajaran yang paling
efektif harus berfokus pada kemampuan siswa dan orang tua dan juga
penerimaan dan pengetahuan tentang kekurangan yang ada pada siswa.
Pembelajaran yang terstruktur menitikberatkan pada kemampuan
visual siswa dengan autisme oleh karena itu maka segala sesuatu yang
berhubungan dengan pembelajaran lebih banyak divisualkan dengan
menggunakan gambar-gambar, tulisan dan ikon yang berhubungan dengan
minat siswa. Dalam pembelajaran terstruktur siswa dengan autisme
mendapatkan instruksi dan materi pembelajaran yang diindividualisasikan
disesuaikan dengan karakteristiknya.
Berikut ini adalah hal-hal yang harus ada dalam pembelajaran
terstruktur.
1. Struktur Fisik
Struktur fisik yang dimaksud disini adalah cara penyusunan furnitur
atau perlengkapan kelas seperti bangku dan meja dan materi pembelajaran
yang akan digunakan diarea atau lingkungan belajar. Penempatan meja dan
bangku untuk siswa dengan autisme haruslah melihat kekurangan atau
kelemahan siswa tersebut. Misalnya jika siswa dengan autisme tidak tahan
dengan keramaian maka meja dan bangku siswa harus dipisahkan dari
bangku dan meja siswa yang lain. Mungkin mereka bisa ditempatkan pada
sisi tertentu ruang kelas sehingga ketika mereka mengerjakan tugas, mereka
bisa lebih fokus dan tidak terganggu oleh teman yang lain. Bangku dan meja
tersebut sebagai penanda bahwa ketika mereka berada disana berarti mereka
harus bekerja sepenuhnya dengan atau tanpa bantuan guru dan guru juga
harus bisa memonitor perkembangan pekerjaan siswa.
3. Sistem Kerja
Tipe struktur yang berikutnya adalah sistem kerja yang merupakan
petunjuk bagi siswa dengan autisme untuk mengerjakan tugas yang perlu
diselesaikan dalam satu kali kegiatan. Sistem kerja ini merupakan strategi
untuk mengajarkan siswa mengerjakan tugasnya secara mandiri sehingga
ketrampilan kemandirian yang dipelajari melalui sistem kerja bisa
digeneralisasikan pada setiap kegiatan yang akan mereka lakukan pada
berbagai situasi. Adapun tipe sistem kerjanya adalah dari kiri ke
kanan,menyamakan dan tertulis.
Menurut Mesibov dan Howley (2003) sistem kerja individual
setidaknya memberitahukan empat informasi kepada siswa yaitu:
a. Tugas apa yang seharusnya mereka lakukan
b. Jumlah kerja atau tugas yang akan dilakukan pada waktu
tertentu
c. Kemajuan yang telah dicapai dan kapan tugas berakhir
d. Apa yang terjadi setelah tugas selesai.
Berikut ini adalah contoh sistem kerja yang merupakan hasil karya
mahasiswa.
2. ABA
Berbeda dengan pembelajaran terstruktur, pendekatan pembelajaran
berbasis applied behavior analysis sangat menekankan keaktifan guru
dalam membelajarkan, mengarahkan dan membantu murid (Casey &
Carter, 2016). Pendekatan pembelajaran dengan dasar metode belajar
behavioristik merupakan salah satu metode pembelajaran yang masih
banyak dipakai dalam pembelajaran bagi anak dengan autisme. Metode
pembelajaran ini biasa disebut dengan metode ABA atau Applied Behaviour
Analysis yang pada awalnya digunakan secara sukses oleh Ivar Lovaas.
Prinsip pembelajaran yang berdasarkan pada teori belajar behavioristik ini
mengakui bahwa perilaku bisa dipelajari, pengabaian perilaku yang
merusak dan pengapresiasian perilaku yang baik dengan menggunakan
penguat atau reinforcer.
Target pembelajaran dengan menggunakan metode ini biasanya
sangatlah sederhana. Contoh target yang sederhana yaitu dalam
pembelajaran bahasa anak tidak langsung diajarkan bagaimana berbahasa
namun anak terlebih dahulu diajarkan untuk menirukan suara dan kata-kata.
Kemudian anak diajarkan untuk menyamakan kata dengan bendanya dan
tahap selanjutnya anak diajarkan kata sambung, kata ganti dan kata sifat.
Dan tahap yang terakhir adalah anak diajarkan kalimat. Hal ini mengundang
kontroversi, ketika anak diajari hal-hal yang sederhana mungkin mereka
memang mengerti. Tetapi jika pecahan-pecahan kemampuan sederhana ini
digabungkan menjadi satu, apakah mereka benar-benar mengerti sedangkan
dari kondisi alamiahnya mereka memang sulit untuk mempelajari segala
sesuatu secara komprehensif?
Bagi sesama pendukung behaviorism-pun, intervensi berdasarkan
konsep behavioristik ini masih mengundang pertentangan yang cukup
menarik. Misalnya dalam hal penyamarataan atau generalisasi efek
treatment atau perlakuan. Misalnya jika kita mengajarkan anak untuk
menyeberang jalan dengan jalan kaki, maka kita juga harus mengajarkan
cara menyeberang jalan dengan menggunakan peralatan lainnya. Proses
penggeneralisasian ini tidak terjadi secara langsung pada diri anak karena
memang kondisi autisme yang dimilikinya menyebabkan mereka sulit untuk
melakukan penggeneralisasian. Oleh karena itu, maka dalam penggunaan
intervensi perilaku setiap cara yang berbeda untuk menyeberang jalan harus
diajarkan semuanya sehingga terjadi pemborosan waktu dan kurang
efektifnya pembelajaran.
Anak yang dididik dengan menggunakan intervensi berbasis
behavioristik juga kurang bisa berkomunikasi secara spontan. Mereka
kurang bisa memulai komunikasi dengan orang lain karena mereka sudah
terbiasa dipancing terlebih dahulu untuk berkomunikasi. Anak tidak
dibiasakan untuk memulai komunikasi karena dalam protokol intervensi ini,
yang harus memulai pembelajaran adalah guru atau terapis.
Ketidakspontanan anak dalam berkomunikasi ini merupakan salah satu hal
yang menjadikan strategi behavioristik banyak diresahkan oleh para
profesional pendukungnya.
Kelemahan strategi behavioristik yang lain adalah anak menjadi sangat
tergantung pada prompt atau bantuan yang diberikan oleh guru. Dalam
strategi yang berdasar ABA ini, prompt diberikan sebagai bentuk bantuan
ketika anak yang diperintah mengerjakan sesuatu tidak segera memberikan
respon yang diinginkan. Interval respon biasanya sudah ditentukan oleh
terapis atau guru sehingga ketika respon dinilai sangat lambat maka anak
akan langsung menerima respon dari guru atau terapis. Anak seakan-akan
tidak diberikan waktu yang cukup untuk merespon perintah dan tugas yang
diberikan oleh guru atau terapis sehingga anak terlihat seperti tergantung
pada prompt dan seakan-akan yang merespon perintah adalah guru atau
terapis.
Berikut ini adalah prinsip-prinsip dasar dalam strategi pembelajaran
dengan basis ABA menurut Casey & Carter (2016):
1. Guru ditekankan untuk lebih aktif dalam berinteraksi dengan murid,
membelajarkan, mengarahkan, membantu dan mengklarifikasi
kegiatan murid.
2. ABA sangat menekankan penggunaan prinsip operant dan classical
conditioning yaitu bahwa perilaku dianalisa dan perlakuan
diaplikasikan secara sistematis untuk meningkatkan perilaku yang
lebih baik secara sosial.
3. Reinforcement atau penguatan dalam istilah ABA didefinisikan
sebagai suatu peristiwa, tindakan, atau benda yang terjadi atau hadir
mengikuti perilaku yang meningkatkan kemungkinan terjadinya
perilaku lagi, dan dapat menjadi alat yang sangat kuat untuk seorang
pendidik. Penguatan positif menunjukkan apakah sesuatu
ditambahkan sedangkan penguatan negatif menunjukkan apakah
sesuatu dihapus atau dihilangkan.
Berikut ini adalah contoh bahan ajar yang bisa dimodifikasi dan
disesuaikan dengan karakteristik yang dimiliki oleh anak dengan autisme.
Bahan bacaan diambil dari Angi St. Anggari, dkk (2016).
Pawai Budaya
4.Forum Diskusi
Candra adalah murid kelas 4 sebuah sekolah dasar. Setiap datang ke sekolah
dia pasti menuju kantin terlebih dahulu. Jika ibunya menegur, dia akan marah-
marah terus seharian. Pada saat di kelas dia duduk di pojok belakang. Sering
sekali dia mengeluarkan suara-suara pada saat mengerjakan tugas. Saat disuruh
guru menjawab pertanyaan, bisa dipastikan dia menjawab pertanyaan guru
dengan benar secara lisan. Tetapi jika disuruh menulis, tulisannya hampir tidak
bisa dibaca. Pada saat pelajaran selesai, dia selalu terlambat untuk mengikuti
pelajaran berikutnya. Terkadang dia tidak diperbolehkan mengikuti pelajaran
olahraga karena terlambat lumayan lama.
Berdasarkan ilustrasi di atas, coba anda buatkan perencanaan pembelajaran
yang mungkin bisa membantu Candra untuk belajar dengan baik selama di
sekolah.
C. Penutup
1. Rangkuman
Pembelajaran yang baik akan membuat setiap peserta didik benar-benar
belajar. Untuk membelajarkan anak dengan autisme, maka prinsip-prinsip
pembelajaran bagi mereka perlu diperhatikan ketika guru merancang
program pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut adalah terstruktur, visual,
irit kata, konsisten dan berkesinambungan.
Pembelajaran yang dirancang oleh guru juga harus disesuaikan dengan
kurikulum yang berlaku sesuai dengan jenjang pendidikan yang sedang
diikuti oleh peserta didik. Struktur kurikulum pada masing-masing jenjang
pendidikan juga berbeda dan alokasi waktu yang diberikan pada masing-
masing jenjang per minggu juga tidak sama. Demikian juga dengan
kompetensi inti dan kompetensi dasar. Semakin tinggi jenjang pendidikan,
kompetensi inti dan kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik
semakin kompleks.
Sebagai guru, kita juga harus bisa memilih metode dan strategi
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak dengan autisme.
Strategi yang biasa digunakan dalam pembelajaran bagi anak dengan
autisme berbasis applied behavior analysis. Dalam memilih strategi tersebut
kita perlu paham bagaimana penggunaan strategi tersebut. Demikian juga
saat kita memilih bahan ajar bagi anak dengan autisme, tentunya kita harus
paham bagaimana karakteristik dan minat mereka dalam belajar.
Rekayasa media pembelajaran bagi anak dengan autisme sangat
dianjurkan untuk menyesuaikan dengan kecenderungan mereka dalam
belajar. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan mereka memahami materi
pembelajaran yang sedang dipelajari. Untuk mengetahui hasil belajar
mereka pun, guru harus mampu menyusun alat evaluasi belajar yang sesuai.
Alat evaluasi belajar ini tentunya diusahakan yang berbasis HOTS atau
higher order thinking skills atau keterampilan berpikir tingkat tinggi.
2. Tes Formatif
Berilah tanda Silang (X) pada salah satu huruf A, B, C, D atau E pada
jawaban yang kamu anggap benar.
1. Sebagai guru bagi anak dengan autisme, mengapa kita perlu mengetahui
prinsip-prinsip pembelajaran bagi anak dengan autisme?
a. Terstruktur, visual, konsisten, irit kata dan berkesinambungan
b. Pembelajaran yang terstruktur membuat anak dengan autisme
lebih mandiri
c. Prinsip-prinsip tersebut akan membuat anak dengan autisme
belajar lebih nyaman di lingkungan yang disediakan
d. Pembelajaran yang divisualisasikan akan membuat anak dengan
autisme belajar lebih tekun
e. Kesinambungan dalam belajar akan membuat anak dengan
autisme menjadi lebih berkembang
2. Mengapa kita harus memahami struktur kurikulum?
a. Supaya saya lulus program PPG
b. Struktur kurikulum perlu dipelajari
c. Untuk memudahkan saya merancang pembelajaran
d. Supaya saya tahu bagaimana bentuknya
e. Kurikulum yang saya tahu adalah kurikulum 2013
3. Mengapa Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar ada dalam kurikulum?
a. Karena Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar merupakan hal
yang harus dicapai oleh masing-masing peserta didik
b. Karena Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar adalah panduan
c. Karena Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar harus ada dalam
kurikulum
d. Karena Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar adalah
kewajiban guru
e. Karena Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar adalah dua hal
yang saling berkaitan
4. Bagaimana kita seharusnya membelajarkan anak dengan autisme dengan
menggunakan pendekatan TEACCH?
a. Ruangan yang digunakan sebagai tempat belajar harus ditata
rapi dan menunjukkan ruangan untuk belajar
b. Jadwal harus dibuat semenarik mungkin sehingga murid tahu
akan belajar apa saat di sekolah
c. Harus ada cara-cara yang jelas dalam mengerjakan tugas dan
bagaimana seharusnya murid mengerjakan tugasnya
d. Tidak ada satu pun jawaban yang salah dari semua pilihan yang
ada
e. Semua komponen dalam TEACCH penggunaannya bisa
dikombinasikan dan bisa juga secara individual
5. Mengapa pendekatan berbasis applied behavior analysis (ABA) sering
digunakan dalam membelajarkan anak dengan autisme?
a. Pendekatan berbasis ABA sangat rumit
b. Semua jawaban salah
c. Pendekatan berbasis ABA tidak perlu evaluasi
d. Penilaian dalam pendekatan berbasis ABA membingungkan
e. Murid menjadi tidak spontan dalam berkomunikasi
6. Apakah semua bahan ajar yang tersedia secara daring bisa digunakan
untuk membelajarkan anak dengan autisme
a. Ya, tetapi harus disesuaikan terlebih dahulu dengan
karakteristik, minat dan motivasi yang dimiliki anak
b. Ya, karena bahan ajar yang tersedia secara daring sangat
menarik minat anak untuk belajar
c. Ya, karena bahan ajar yang tersedia secara daring merupakan
bahan ajar yang mutakhir
d. Ya, karena bahan ajar yang tersedia secara daring mudah
didapatkan dimana saja
e. Ya, karena bahan ajar yang tersedia secara daring merupakan
bahan ajar yang menyenangkan
7. Manakah pernyataan di bawah ini yang cocok menjelaskan media
pembelajaran bagi anak dengan autisme?
a. Media pembelajaran bagi anak dengan autisme pasti menarik
supaya anak belajar dengan tenang
b. Media pembelajaran bagi anak dengan autisme haruslah visual
sesuai dengan materi
c. Media pembelajaran bagi anak dengan autisme cukup sederhana
saja tanpa gambar bergerak
d. Media pembelajaran hendaknya mencerminkan visualisasi
materi pembelajaran semenarik mungkin dan disesuaikan
dengan minat anak
e. Media pembelajaran bagi anak dengan autisme bisa dibuat
hanya dengan power poin sederhana
8. Alat evaluasi yang seperti apa yang seharusnya dibuat oleh guru untuk
mengetahui proses dan hasil belajar anak dengan autisme?
a. Alat evaluasi yang digunakan seharusnya bisa membuat anak
belajar dengan baik
b. Proses dan hasil belajar anak dengan autisme bisa diketahui
kapan saja tanpa menggunakan alat evaluasi
c. Alat evaluasi yang dibuat oleh guru seharusnya bisa melihat
semua perkembangan kognitif anak dengan autisme
d. Anak dengan autisme tidak bisa dites karena kemampuan
berkonsentrasi mereka sangat pendek
e. Alat evaluasi yang dibuat oleh guru seharusnya mampu melihat
kemampuan kognitif anak dalam hal menganalisis,
mengevaluasi dan mencipta
9. Apakah pendekatan applied behavior analysis bisa digunakan untuk
peserta didik dengan autisme yang akan bapak ibu asuh?
a. Tidak, karena saya tidak paham bagaimana menggunakannya
b. Ya, karena peserta didik saya membutuhkan penguatan agar
hasil belajarnya menjadi lebih baik
c. Ya, karena saya yakin peserta didik saya butuh dididik dengan
pendekatan applied behavior analysis
d. Tidak, karena pendekatan applied behavior analysis sangat
susah digunakannya
e. Ya, karena pendekatan applied behavior analysis membuat
murid menjadi lebih pintar
10. Mengapa materi pelajaran yang tersedia saat ini tidak selalu bisa
digunakan untuk anak dengan autisme?
a. Karena materi pelajarannya terlalu sederhana
b. Karena materi pelajaran yang ada terlalu berbelit-belit
c. Karena materi pelajaran yang tersedia sudah digunakan oleh
guru lain
d. Karena materi pelajaran yang ada susah dipahami
e. Karena materi pelajaran yang tersedia untuk anak dengan
autisme dibuat secara umum dan tidak menghiraukan
karakteristik individu autisme
Daftar Pustaka
Anderson, Lorin, W., dkk. (2001) A taxonomy for learning, teaching and assessing:
a revision of Bloom’s of educational objective. New York: Longman
Angi St. Anggari, dkk (2016) Indahnya Kebersamaan: buku tematik terpadu
Kurikulum 2013 Tema 1 Buku siswa SD/MI Kelas IV. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan
Arends, Richard I. (2012) Learning to Teach, 9th edn. New York: McGraw Hill
Casey, LB., dan Carter, SC. (2016) Applied behavior analysis in early childhood :
an introduction to evidence-based interventions and teaching strategies.
Oxon: Taylor & Francis
Mesibov, G. B., dan Howley, M. (2003) Accessing the Curriculum for Pupils with
Autistic Spectrum Disorders: Using the TEACCH Programme to Help
Inclusion. London: David Fulton
Salinan lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Nomor : 10/d/kr/2017 tanggal : 4 April 2017 tentang Struktur Kurikulum,
Kompetensi Inti- Kompetensi Dasar, dan Pedoman Implementasi Kurikulum
2013 Pendidikan Khusus
Schopler, E., & Mesibov, G. B. (1995) Introduction to learning and cognition in
autism dalam Schopler, E., & Mesibov, G. B. Learning and cognition in
autism. New York: Springer
Schreibman, Laura (2005) The Science and Fiction of Autism. Cambridge: Harvard
University Press
www.kbbi.kemdikbud.go.id
KEGIATAN BELAJAR 3: PEMBELAJARAN BAGI ANAK
BERKESULITAN BELAJAR SPESIFIK
A. Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat
Peserta didik berkesulitan belajar spesifik memiliki hambatan dalam
bidang akademik, hal ini terlihat dari prestasi yang rendah di sekolah namun
sebenarnya peserta didik berkesulitan belajar memiliki potensi yang tinggi.
Adanya kesenjangan antara faktual dan aktualnya menjadikan peserta didik
teridentifikasi sebagai anak yang tidak mampu dalam bidang akademik.
Ketidakmampuan tersebut terlihat dari kesulitan dalam membaca, menulis dan
berhitung, sehingga guru harus mampu mengatasi kesulitan yang dihadapi
oleh peserta didik berkesulitan belajar spesifik dengan berbagai cara atau
strategi dalam proses pembelajaran yang sesuai dan tepat dengan peserta didik
tersebut.
Untuk mengetahui lebih jelas bagaimana pembelajaran dan strategi yang
digunakan untuk menangani peserta didik berkesulitan belajar spesifik, melalui
Kegiatan Belajar 3 pada Modul 6 ini kita akan mempelajari pendekatan
pembelajaran, dan strategi bagi peserta didik berkesulitan membaca,
berkesulitan menulis dan berkesulitan berhitung.
2. Relevansi
Mahasiswa Program Profesi Guru (PPG) dalam jabatan merupakan guru
yang sudah mengajar di sekolah luar biasa (SLB) dan mengajar di sekolah
penyelenggara inklusif, melalui PPG ini diharapkan mahasiswa mampu
meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional dalam bidang ilmu
pendidikan luar biasa, khususnya menguasai strategi, prinsip-prinsip yang
digunakan dalam pembelajaran bagi peserta didik berkesulitan belajar spesifik.
Setelah mengikuti PPG ini, diharapkan mahasiswa yang merupakan guru dapat
lebih profesional dalam memberikan pembelajaran di kelas dengan
memperhatikan pendekatan pembelajaran, prinsip-prinsip pembelajaran dan
menggunakan strategi yang tepat bagi peserta didik berkesulitan belajar
spesifik.
3. Petunjuk Belajar
Modul ini adalah sumber belajar utama yang harus dipelajari oleh
mahasiswa PPG untuk materi pembelajaran bagi peserta didik berkesulitan
belajar spesifik. Materi belajar dalam Kegiatan Belajar 3 ini sebaiknya dibaca
dan dipahami secara cermat dan secara sistematis, sehingga diperoleh
pemahaman yang menyeluruh terkait peserta didik berkesulitan belajar
spesifik.
B. Inti
1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Setelah mempelajari Kegiatan Belajar 3 pada Modul 6 ini, diharapkan
mahasiswa PPG dapat menguasai konsep teoritis pendekatan pembelajaran dan
strategi pembelajaran bagi peserta didik berkesulitan belajar yang dapat
digunakan sebagai dasar mengembangkan pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik peserta didik berkesulitan belajar.
3.Uraian Materi
Selamat datang kembali saya ucapkan kepada para mahasiswa sekalian
yang masih penuh semangat dan hebat-hebat. Pada kesempatan ini kita akan
belajar tentang bagaimana membelajarkan anak berkesulitan belajar spesifik
yang memang sangat jauh berbeda dengan anak dengan autisme. Walaupun
berbeda, mungkin ada beberapa hal dalam membelajarkan anak dengan
autisme masih bisa digunakan untuk membelajarkan anak berkesulitan belajar
spesifik. Nah, dalam Kegiatan Belajar 3 pada Modul 6 ini kita akan belajar
tentang bagaimana seharusnya membelajarkan anak berkesulitan belajar
spesifik agar mereka bisa berkembang sesuai dengan potensi maksimal yang
mereka miliki. Berikut ini adalah paparan materi pokok tentang berbagai mcam
hal yang bisa anda jadikan rujukan untuk merancang pembelajaran bagi peserta
didik berkesulitan belajar spesifik.
I II III IV V VI
Kelompok A (Umum)
3. Bahasa Indonesia 8 9 10 7 7 7
4. Matematika 5 6 6 6 6 6
Kelompok B (Umum)
Keterangan:
1. Mata pelajaran Kelompok A merupakan kelompok mata pelajaran yang
muatan dan acuannya dikembangkan oleh pusat
2. Mata pelajaran Kelompok B merupakan kelompok mata pelajaran yang
muatan dan acuannya dikembangkan oleh pusat dan dapat dilengkapi
dengan muatan/konten lokal
3. Mata pelajaran Kelompok B dapat berupa mata pelajaran muatan lokal
yang berdiri sendiri
4. Muatan lokal dapat memuat Bahasa Daerah
5. Satu jam pelajaran beban belajar tatap muka adalah 35 menit
6. Beban belajar penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri, maksimal
40% dari waktu kegiatan tatap muka pelajaran yang bersangkutan
7. Satuan Pendidikan dapat menambah beban belajar per minggu sesuai
dengan kebutuhan belajar peserta didik dan/atau kebutuhan akademik,
sosial, budaya dan faktor lain yang dianggap penting
8. Untuk mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya, satuan pendidikan
wajib menyelenggarakan minimal 2 aspek dari 4 aspek yang disediakan
untuk setiap semester, aspek yang diikuti dapat diganti setiap
semesternya
9. Khusus untuk Madrasah Ibtidaiyah struktur kurikulum dapat
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang diatur oleh Kementerian
Agama
10. Kegiatan ekstrakurikuler terdiri atas Pendidikan Kepramukaan (wajib),
usaha kesehatan sekolah (UKS), palang merah remaja (PMR), dan
lainnya sesuai dengan kondisi dan potensi masing-masing satuan
Pendidikan
11. Pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran Tematik-
Terpadu kecuali mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
VII VIII IX
Kelompok A
3. Bahasa Indonesia 6 6 6
4. Matematika 5 5 5
7. Bahasa Inggris 4 4 4
Kelompok B
8. Seni Budaya 3 3 3
X XI XII
Kelompok A (Umum)
3. Bahasa Indonesia 4 4 4
4. Matematika 4 4 4
5. Sejarah Indonesia 2 2 2
6. Bahasa Inggris 2 2 2
Kelompok B (Umum)
7. Seni Budaya 2 2 2
Kelompok C (Peminatan)
Keterangan:
X XI XII
1. Matematika 3 4 4
2. Biologi 3 4 4
3. Fisika 3 4 4
4. Kimia 3 4 4
2. Sejarah 3 4 4
3. Sosiologi 3 4 4
4. Ekonomi 3 4 4
1. Peta Kompetensi SD
Tabel 5 Kompetensi Inti Jenjang SD
Kompetensi Inti Kelas I Kompetensi Inti Kompetensi Inti
Kelas II Kelas III
1. Menerima dan 1. Menerima dan 1. Menerima dan
menjalankan ajaran menjalankan ajaran menjalankan
agama yang dianutnya agama yang ajaran agama yang
dianutnya dianutnya
2. Memiliki perilaku 2. Menunjukkan 2. Menunjukkan
jujur, disiplin, perilaku jujur, perilaku jujur,
tanggung jawab, disiplin, tanggung disiplin, tanggung
santun, peduli, dan jawab, santun, jawab, santun,
percaya diri dalam peduli, dan percaya peduli, dan
berinteraksi dengan diri dalam percaya diri dalam
keluarga, teman, dan berinteraksi dengan berinteraksi
guru keluarga, teman, dengan keluarga,
dan guru teman, guru dan
tatangganya
3. Memahami 3. Memahami 3. Memahami
pengetahuan faktual pengetahuan faktual pengetahuan
dengan cara dengan cara faktual dengan
mengamati mengamati cara mengamati
[mendengar, melihat, [mendengar, [mendengar,
membaca] dan melihat, membaca] melihat, membaca]
menanya berdasarkan dan menanya dan menanya
rasa ingin tahu berdasarkan rasa berdasarkan rasa
tentang dirinya, ingin tahu tentang ingin tahu tentang
makhluk ciptaan dirinya, makhluk dirinya, makhluk
Tuhan dan ciptaan Tuhan dan ciptaan Tuhan dan
kegiatannya, dan kegiatannya, dan kegiatannya, dan
benda-benda yang benda-benda yang benda-benda yang
dijumpainya di rumah dijumpainya di dijumpainya di
dan di sekolah
rumah dan di rumah dan di
sekolah sekolah
5. Menyajikan 4. Menyajikan
pengetahuan pengetahuan
4. Menyajikan faktual dalam faktual dalam
pengetahuan faktual bahasa yang jelas bahasa yang jelas,
dalam bahasa yang dan logis, dalam sistematis dan
jelas dan logis, dalam karya yang estetis, logis, dalam karya
karya yang estetis, dalam gerakan yang estetis, dalam
dalam gerakan yang yang gerakan yang
mencerminkan anak mencerminkan mencerminkan
sehat, dan dalam anak sehat, dan anak sehat, dan
tindakan yang dalam tindakan dalam tindakan
mencerminkan yang yang
perilaku anak beriman mencerminkan mencerminkan
dan berakhlak mulia perilaku anak perilaku anak
beriman dan beriman dan
berakhlak mulia berakhlak mulia
Kompetensi Inti Kelas Kompetensi Inti Kompetensi Inti
IV Kelas V Kelas VI
1. Menerima, 1. Menerima, 1. Menerima,
menjalankan, dan menjalankan, dan menjalankan, dan
menghargai ajaran menghargai ajaran menghargai ajaran
agama yang dianutnya agama yang agama yang
dianutnya dianutnya
2. Menunjukkan 2. Menunjukkan 2. Menunjukkan
perilaku jujur, perilaku jujur, perilaku jujur,
disiplin, tanggung disiplin, tanggung disiplin, tanggung
jawab, santun, peduli, jawab, santun, jawab, santun,
dan percaya diri peduli, dan peduli, dan
dalam berinteraksi percaya diri dalam percaya diri dalam
dengan keluarga, berinteraksi berinteraksi
teman, guru, dan dengan keluarga, dengan keluarga,
tetangganya teman, guru, dan teman, guru, dan
tetangganya serta tetangganya serta
cinta tanah air cinta tanah air
3. Memahami 3. Memahami 3. Memahami
pengetahuan faktual pengetahuan pengetahuan
dengan cara faktual dengan faktual dengan
mengamati dan cara mengamati cara mengamati
menanya berdasarkan dan menanya dan menanya
rasa ingin tahu berdasarkan rasa berdasarkan rasa
tentang dirinya, ingin tahu tentang ingin tahu tentang
makhluk ciptaan dirinya, makhluk dirinya, makhluk
Tuhan dan ciptaan Tuhan dan ciptaan Tuhan dan
kegiatannya, dan kegiatannya, dan kegiatannya, dan
benda-benda yang benda-benda yang benda-benda yang
dijumpainya di dijumpainya di dijumpainya di
rumah, di sekolah dan rumah, di sekolah rumah, di sekolah
tempat bermain dan tempat dan tempat
bermain bermain
4. Memahami 4. Memahami 4. Memahami
pengetahuan faktual pengetahuan pengetahuan
dengan cara faktual dengan faktual dengan
mengamati dan cara mengamati cara mengamati
menanya berdasarkan dan menanya dan menanya
rasa ingin tahu berdasarkan rasa berdasarkan rasa
tentang dirinya, ingin tahu tentang ingin tahu tentang
makhluk ciptaan dirinya, makhluk dirinya, makhluk
Tuhan dan ciptaan Tuhan dan ciptaan Tuhan dan
kegiatannya, dan kegiatannya, dan kegiatannya, dan
benda-benda yang benda-benda yang benda-benda yang
dijumpainya di dijumpainya di dijumpainya di
rumah, di sekolah dan rumah, di sekolah rumah, di sekolah
tempat bermain dan tempat dan tempat
bermain bermain
1. Pendekatan Perkembangan
Pendekatan ini menekankan pada kematangan keterampilan-
keterampilan dalam proses berpikir yang berkembang secara berurutan.
Setiap individu berkembang ada tahapannya. Pendekatan ini
mengasumsikan bahwa kemampuan anak dalam belajar dipengaruhi oleh
kondisi kematangan keterampilan sebelumnya. Sebagai contoh, seorang
anak dapat berjalan dengan baik dipengaruhi oleh kemampuannya untuk
berdiri dan keterampilan menggerakkan kaki.
Beberapa penerapan dari pendekatan perkembangan ini dalam melihat
permasalahan peserta didik berkesulitan belajar adalah:1) penyebab utama
dari kesulitan di sekolah disebabkan oleh ketidakmatangan dalam berbagai
keterampilan, 2) lingkungan pendidikan seringkali menghambat peserta
didik dalam belajar, sekolah harus merancang pengalaman belajar untuk
memperkuat perkembangan alami peserta didik berkesulitan belajar, 3)
konsep kesiapan terkait kondisi kematangan perkembangan dan
pengalaman awal yang dibutuhkan dapat dipelajari yaitu dengan
memperkuat kemampuan prasyarat atau kesiapan yang dibutuhkan untuk
mempelajari kemampuan berikutnya.
2. Pendekatan Kognitif
Pendekatan ini menekankan pada proses berpikir, belajar, dan
memperoleh pengetahuan yang dilakukan oleh peserta didik. Asumsi dari
pendekatan ini bahwa hasil belajar peserta didik adalah sebuah
pemahaman dan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik saat ini
dipengaruhi oleh kemampuan dalam pemrosesan informasi. Prinsip dasar
dari pendekatan ini mempercayai bahwa peserta didik berbeda dalam
kemampuan memahami proses dan menggunakan informasi, maupun
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar.
Pendekatan ini mengharuskan guru untuk dapat membangun dan
mengembangkan fungsi-fungsi pemrosesan informasi yang menjadi
kelemahan peserta didik berkesulitan belajar. Selain itu pendekatan ini
mengharuskan guru untuk dapat merancang pembelajaran yang
menguntungkan bagi peserta didik dengan memperkuat kelemahannya.
3. Pendekatan Perilaku
Pendekatan ini menekankan pada bagaimana perilaku belajar
dipertajam karena adanya stimulus yang mengawali (antecedent) dan
adanya penguatan (reinforcement) yang menyertai respon. Asumsi dari
pendekatan ini bahwa peserta didik belajar dengan proses pembiasaan,
pengulangan, dan latihan. Berdasarkan pendekatan ini pembelajaran bagi
peserta didik mekankan pada tugas-tugas yang harus dipelajari.
Pendekatan ini mengharuskan guru menentukan keterampilan-
keterampilan khusus yang ingin diajarkan secara jelas dan secara eksplisit
mengajarkan setiap langkah atau keterampilan. Lingkungan belajar harus
terstruktur untuk memastikan peserta didik memahami apa yang akan
dipelajari.
Prinsip-prinsip pembelajaran bagi peserta didik berkesulitan
belajar menurut Samuel Kirk (1993) adalah:
• Menentukan kebutuhan khusus dari peserta didik dengan
melakukan proses asesmen
• Mengembangkan tujuan jangka panjang dan jangka pendek secara
berkala
• Melakukan analisa terhadap tugas-tugas yang akan diajarkan
• Memulai pembelajaran sesuai dengan tingkat kemampuan peserta
didik
• Menentukan bagaimana akan mengajarkan kemampuan tersebut
• Memilih penghargaan yang sesuai bagi peserta didik
• Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencapai
keberhasilan
• Memberikan waktu kepada peserta didik untuk memperbanyak
latihan
• Memberikan umpan balik kepada peserta didik
• Memantau kemajuan siswa secara berkesinambungan.
a. Membaca Permulaan
Membaca permulaan merupakan proses membaca tingkat rendah
(Tarigan, 2008), dimana peserta didik yang membaca ditandai dengan
adanya interaksi antara peserta didik dengan simbol-simbol tulis yang
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa ujar oleh peserta didik. Dalam
membaca peserta didik belajar untuk:
• Mengidentifikasi huruf dengan menyebutkannya
• Mengucapkan bunyi lazim dari huruf-huruf
• Menggabungkan bunyi dari huruf-huruf menjadi kata-kata yang
bermakna.
• Membaca kata-kata yang acak
• Membaca kata, kemudian kaliamt, lalu teks yang lebih panjang.
b. Membaca Pemahaman
Ada lima konsep mengenai membaca, yaitu: 1) membaca sebagai
sebuah tindakan aktif dalam menelusuri makna; 2) membaca merupakan
proses membangun makna dari teks; 3) membaca adalah proses yang
berstrategi; 4) membaca adalah sebuah proses interaksi; 5) membaca
sebagai kegiatan belajar bahasa yang merupakan media bersosialisasi
(Bos dan Vaughn, 2009: 243) .
Untuk mampu memahami sebuah bacaan ada keterampilan yang
harus dikuasai oleh peserta didik. Menurut Choate dan Enright
(1992:174) membaca pemahaman dibagi menjadi empat sub keterampilan,
yaitu : literal comprehension (pemahaman literal), intepretative
comprehension (pemahaman interpretatif), critical comprehension
(pemahaman kritis), dan words in context (makna kata dalam konteks).
Pemahaman literal meliputi membaca dan memahami baris-baris
yang terdapat dalam teks untuk mengenal rincian-rincian urutan kejadian.
Atau memahami makna yang bersifat eksplisit termasuk di dalamnya
mengenal urutan, dan fakta-fakta yang secara eksplisit terdapat dalam teks.
Membaca interpretatif adalah memahami informasi yang
tersembunyi dalam teks, atau memahami makna yang terkandung di
dalamnya. Pemahaman interpretatif meliputi menemukan ide utama, sebab
akibat, menggambarkan kesimpulan, dan meringkas isi teks.
Berikutnya pemahaman kritis, adalah membaca untuk makna-makna
yang bersifat transplicit. Pemahaman kritis merupakan gabungan dari
pemahaman literal dan intepretatif. Rubin (Samsu, 2011: 23) berpendapat
hal yang sama, bahwa pemahaman kritis merupakan gabungan dari
pemahaman sebelumnya yang melibatkan evaluasi, evaluasi pribadi, dan
kebenaran apa yang dibacanya.
Keterampilan terakhir adalah pemahaman makna kata dalam
konteks merupakan kelanjutan dari keterampilan mengenal kata pada
tahap membaca pengenalan kata. Peserta didik akan menyampaikan apa
yang dibacanya jika dia dapat mengetahui kata yang sesuai dengan konteks
pada tiap-tiap kalimat.
Keterampilan membaca seseorang tidaklah datang dengan
sendirinya, melainkan melalui proses belajar bagaimana membaca itu
dilakukan. Proses belajar membaca perlu dilakukan karena melalui
membaca seseorang mendapatkan pengalaman dan memperoleh informasi
demi keperluan ilmu pengetahuan.
Untuk memperoleh keterampilan membaca pemahaman seseorang
harus melalui proses pembelajaran. Menurut Wardani (Samsu, 2011: 34)
proses pembelajaran merupakan sistem yang sangat kompleks yang sering
disebut sebagai kotak hitam yang sukar dipahami. Sedangkan Santosa
(Samsu, 2011:34) mengatakan pembelajaran merupakan terjemahan dari
instructional yakni proses memberi rangsangan kepada peserta didik
supaya belajar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran
merupakan aktivitas memberi rangsangan kepada peserta didik agar
mencapai keterampilan membaca pemahaman.
Menurut McLaughlin (Farida, 2007:116) membaca pemahaman
memiliki prinsip-prinsip membaca yang didasarkan pada penelitian yang
paling mempengaruhi membaca pemahaman, yaitu: 1) pemahaman
merupakan proses konstruktivis sosial; 2) keseimbangan kerangka kerja
kurikulum membantu perkembangan pemahaman; 3) guru yang
profesional mempengaruhi belajar peserta didik; 4) pembaca yang baik
memegang peranan yang strategis dan berperan aktif dalam proses
membaca; 5) membaca hendaknya terjadi dalam konteks yang bermakna;
6) peserta didik menemukan manfaat membaca yang berasal dari teks pada
berbagai tingkat kelas; 7) perkembangan kosakata dan pembelajaran
mempengaruhi pemahaman membaca; 8) pengikutsertaan adalah suatu
faktor kunci dalam proses pemahaman; 9) strategi dan keterampilan
membaca sudah biasa diajarkan; 10) asesmen yang dinamis
menginformasikan pembelajaran membaca pemahaman.
Strategi dalam pembelajaran membaca pemahaman diantaranya
adalah:
• Collaborative Strategic Reading
Peserta didik berkesulitan belajar membaca harus berjuang
untuk mampu menguasai keterampilan membaca pemahaman, karena
dalam membaca pemahaman diperlukan perhatian yang cukup panjang
terhadap beberapa hal. Oleh sebab itu diperlukan strategi belajar yang
mampu mengarahkan mereka dalam menguasai keterampilan membaca
pemahaman.
Collaborative strategic reading adalah strategi yang melibatkan
peserta didik secara berpasangan atau berkelompok serta mengajarkan
peserta didik untuk mencatat apa yang mereka pelajari melalui
pembelajaran (Bos And Vaughn, 2009: 337). Strategi ini membantu
peserta didik untuk memperbaiki keterampilan membaca pemahaman,
menambah kosa kata, dan bekerja sama dengan teman sebaya. Strategi
ini merupakan strategi yang dapat diajarkan pada semua level kelas
(Bender, 2003: 156).
Menurut Christine (2001:23) collaborative strategic reading
merupakan strategi yang ideal untuk meningkatkan keterampilan
membaca pemahaman. Dalam menggunakan strategi ini peserta didik
ditempatkan dalam kelompok belajar kolaboratif yang terdiri dari
empat sampai enam orang peserta didik. Para peserta didik bekerjasama
untuk mencapai tugas utama dalam membaca pemahaman.
Dalam collaborative strategic reading peserta didik belajar
melalui tiga tahapan yang akan membawa mereka melalui kegiatan
sebelum membaca, saat membaca dan setelah membaca.
Dalam tahapan sebelum membaca kegiatan yang akan
dilakukan oleh peserta didik yaitu Preview yang meliputi kegiatan
brainstrorming yaitu mengaktifkan pengetahuan mengenai suatu topik
dan memprediksi, yang di dalam kegiatan ini peserta didik diajarkan
untuk melihat judul, kata kunci, gambar, dan informasi lainnya untuk
membantu mengidentifikasi apa yang mereka ketahui tentang suatu
topik untuk membuat perkiraan. Tujuan kegiatan ini adalah agar peserta
didik mampu menangkap pesan sebanyak-banyaknya dari bacaan,
mengaktifkan pengetahuan tentang topik, membuat prediksi tentang
apa yang mereka baca, serta mencari tahu ketertarikan mereka dalam
topik hari itu.
Tahapan saat proses membaca terdapat dua kegiatan, pertama
adalah click and clunk. Click adalah bagian dari teks yang memberikan
makna, sedangkan clunk adalah bagian dari teks yang sulit dimengerti
atau tidak jelas. Strategi ini didesain untuk membantu peserta didik
dalam memantau pemahaman mereka dan untuk membantu
memperbaiki pemahaman peserta didik. Dalam kegiatan ini ada dua
tahap, yaitu: (1) tahap monitor, yaitu memantau bagian atau kata yang
sulit dimengerti, (2) fix up, yaitu memperbaiki kata yang sulit
dimengerti oleh peserta didik. Kegiatan kedua yaitu getting the gist
(mendapatkan inti sari cerita). Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk
mengajarkan peserta didik untuk mengulangi kembali dengan
menggunakan kata-kata sendiri, untuk memastikan peserta didik
memahami apa yang mereka baca. Peserta didik mempelajari kegiatan
ini dengan membaca setiap bagian kemudian membuat pertanyaan
sendiri dengan mengikuti pertanyaan tentang apa, siapa, dan hal penting
apakah yang ada dalam bacaan tersebut.
Tahapan terakhir adalah tahap setelah membaca, di dalam
tahapan ini kegiatannya adalah wrap-up (meringkas). Tujuan dari
kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan
memori tentang apa yang peserta didik pelajari. Kegiatan pada tahap
setelah membaca ini dibagi menjadi dua, yaitu: (1) ask the question,
peserta didik membuat pertanyaan dan jawaban tentang ide kunci/ide
pokok dari bacaan dan mendiskusikan apa yang telah mereka dapat dari
bacaan dengan menggunakan kata tanya apa, siapa, kapan, mengapa,
dan bagaimana, kemudian mengulas kembali apa yang mereka dapat
dari bacaan, (2) review, peserta didik mengulas bacaan dengan
merangkum apa yang mereka pelajari menggunakan kalimat sendiri.
Proses dan alur pelaksanaan strategi membaca kolaboratif dapat
diilustrasikan dalam bentuk gambar sebagai berikut
Gambar 2.1
Proses atau Alur Pelaksanaan Strategi Membaca Kolaboratif adaptasi dari
J.K Klingner dan S. Vaughn (2009)
• Question-Answer Relationship (QAR) merupakan salah satu strategi
yang digunakan untuk menjelaskan kepada peserta didik bagaimana
peserta didik dapat membaca teks dan menjawab pertanyaan. Question-
Answer Relationship (QAR) juga dapat membantu peserta didik
mempertimbangkan informasi baik dalam teks dan informasi dari latar
belakang pengetahuan peserta didik.
Strategi Question-Answer Relationship (QAR) ini dirancang untuk
membantu peserta didik dalam pelabelan jenis pertanyaan yang
ditanyakan dan menggunakan informasi ini untuk membantu
membimbing mereka ketika mereka mengembangkan jawaban.
Selain membantu dalam pelabelan jenis pertanyaan yang
ditanyakan, strategi Question-Answer Relationship (QAR) membantu
peserta didik untuk menganalisis, memahami dan merespon konsep
teks. Peserta didik juga harus berpikir kritis untuk mendapatkan
jawaban.
Strategi Question-Answer Relationship (QAR) dirancang untuk
mengajar peserta didik bagaimana menjawab pertanyaan dengan
belajar dimana menemukan jawaban. Jawaban yang baik dalam teks
atau dalam pikiran pembaca. Strategi ini biasa disebut sebagai
pertanyaan In The Book dan In My Head.
Question-Answer Relationship (QAR) adalah sebuah strategi yang
digunakan untuk membantu peserta didik memahami isi bacaan dan
menjawab soal yang diajukan dengan mengkategorikan berbagai jenis
dan tingkat pertanyaan tersebut sesuai jawaban pada teks. Strategi
Question-Answer Relationship (QAR) mengajarkan peserta didik untuk
menguraikan jenis pertanyaan yang diajukan dan menemukan jawaban
berdasarkan pada teks atau analisa dari pemikiran peserta didik sendiri.
Kategori Question-Answer Relationship (QAR), strategi
Question-Answer Relationship (QAR) dibagi menjadi empat kategori
informasi yang diusulkan dalam matriks untuk memahami bacaan.
Keempat kategori tersebut yaitu: a) Right There, b) Think and Search,
c) On My Own, d) Author and Me. Keempat kategori tersebut
membantu peserta didik dalam menjawab pertanyaan berdasarkan
kriteria pertanyaan yang diajukan.
Right There adalah pertanyaan yang jawabannya literal dapat
ditemukan dalam teks, pada konteks ini pertanyaan yang diajukan
masih tergolong pertanyaan dengan tingkat rendah karena jawabannya
masih dicari dalam teks bacaan tanpa berfikir dan menganalisa kembali
jawabannya. Right There adalah kata-kata yang digunakan untuk
membuat pertanyaan dan penggunaan kata untuk jawabannya dalam
kalimat yang sama (jawaban dan pertanyaan menggunakan kata-kata
yang sama).
Think and Search yaitu pertanyaan yang secara eksplisit
dinyatakan, jawaban dapat ditemukan di beberapa kalimat yang sering
diselingi di sepanjang teks. Peserta didik harus menarik bagian-bagian
yang berbeda dari teks untuk sampai kepada suatu jawaban. Pada
pertanyaan Think and Search, jawaban dikumpulkan dari beberapa
bagian dari teks dan disatukan untuk membuat kesimpulan baru yang
sesuai dengan isi dari teks.
Pertanyaan Think and Search pertanyaan yang jawaban terdapat
dalam teks, tetapi kata yang digunakan untuk membuat pertanyaan dan
yang digunakan untuk jawaban tidak dalam kalimat yang sama
(tersirat). Think and Search membutuhkan pemahaman berfikir dari
peserta didik agar dapat menjawab pertanyaan. Pertanyaan pada Think
and Search dapat berupa kesimpulan dalam bacaan, ide pokok dari
paragraf atau dari seluruh bacaan. Think and Search disebut dengan
pertanyaan penafsiran karena peserta didik menafsirkan sendiri
jawaban yang ada pada bacaan.
On My Own adalah pertanyaan yang memerlukan peserta didik
untuk menarik dari latar belakang pengetahuan sendiri untuk menjawab
pertanyaan. Jawaban dari pertanyaan On My Own ini tidak ditemukan
dalam teks tetapi dalam pemikiran peserta didik sendiri. Peserta didik
harus berpikir secara kritis berdasarkan pengetahuan setelah membaca
teks bacaan untuk dapat menjawab pertanyaan. Pertanyaan On My Own
biasanya berupa pertanyaan yang menceritakan kembali isi dari bacaan
dalam bentuk tulisan.
Author and Me yaitu pertanyaan yang memerlukan peserta didik
untuk menarik kesimpulan yang terdapat dalam sebuah teks, sehingga
mampu membangun makna dari teks.
Penerapan di dalam Kelas
PROSEDUR:
1. Peserta didik di dalam kelas diberikan lembar teks bacaan oleh guru,
b) Melakukan tanya jawab singkat kepada peserta didik mengenai
judul, gambar, dan keterangan lain yang mendeskripsikan bacaan
tersebut, c) Peserta didik membaca nyaring bacaan tersebut secara
bergantian, d) Guru meminta peserta didik menggarisbawahi bagian
yang penting dalam bacaan tersebut, e) Guru melakukan tanya jawab
dengan peserta didik tentang isi bacaan tersebut, f) Guru memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk menanyakan hal yang belum
dimengerti, g) Peserta didik dibantu guru mengelompokkan pertanyaan
berupa pertanyaan literal, penafsiran, kritis dan kata dalam konteks
dengan lembar strategi Question-Answer Relationship (QAR), h)
Peserta didik dibantu guru menjawab soal yang berhubungan dengan
bacaan dengan lembar strategi Question-Answer Relationship (QAR).
Pawai Budaya
Udin dan kakeknya tinggal di Kampung Babakan. Setiap tahun
di kampung ini selalu ada pawai budaya yang menampilkan keragaman
budaya Indonesia. Tahun ini Udin dan kakeknya pergi ke alun-alun
untuk melihat pawai tersebut. Udin dan kakeknya mendengar suara
gendang yang menandakan rombongan pawai semakin dekat.
Lima belas menit kemudian, Udin dan kakeknya melihat dengan
jelas peserta pawai budaya berbaris menurut asal daerahnya. Di barisan
terdepan adalah rombongan dari Maluku. Barisan kedua adalah
rombongan dari Bali. Barisan terakhir adalah rombongan dari Toraja.
Rombongan pawai dari Maluku terdiri dari laki-laki dan
perempuan. Rombongan laki-laki mengenakan kemeja putih, jas merah
dan topi tinggi dengan hiasan keemasan. Rombongan perempuan
mengenakan baju Cele yang terdiri dari atasan putih berlengan panjang
serta rok lebar merah. Beberapa anggota rombongan membawa Tifa,
alat musik dari Maluku. Jika dimainkan, bunyinya seperti gendang,
namun bentuknya lebih ramping dan panjang.
Rombongan dari Bali membawa alat musik yang bernama ceng-
ceng. Alat ini berbentuk seperti simbal dan terbuat dari logam. Ketika
dua keping ceng-ceng dipertemukan, suaranya sangat nyaring.
Rombongan pawai dari Toraja juga terdiri dari laki-laki dan
wanita. Wanita Toraja memakai pakaian adat yang disebut baju Pokko.
Rombongan laki-laki menggunakan pakaian adat yang disebut Seppa
Tallung Buku. Rombongan Toraja membunyikan alat musik khas
mereka yang bernama Pa’pompang. Alat musik ini berupa suling
bambu besar yang bentuknya seperti angklung.
Udin dan kakeknya senang melihat pawai budaya. Mereka
selalu menemukan hal baru yang menarik perhatian.
C. Penutup
1. Rangkuman
Kurikulum yang berlaku bagi anak berkesulitan belajar di Indonesia
adalah kurikulum umum yang berlaku bagi anak pada umumnya di setiap
jenjang Pendidikan. Tetapi kurikulum ini tidak bisa diberikan begitu saja
kepada anak berkesulitan belajar spesifik. Kurikulum ini harus dimodifikasi
baik dari segi tujuan, isi atau materi, proses atau metode dan evaluasi
sehingga bisa digunakan oleh anak berkesulitan belajar spesifik.
Memodifikasi kurikulum berarti mengubah tujuan, isi atau materi, proses atau
metode dan evaluasi dengan cara mengurangi ataupun menambahkan dengan
cara yang disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan anak.
Dalam merancang pembelajaran bagi anak berkesulitan belajar spesifik,
kita harus memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran bagi masing-masing
jenis kesulitan belajar. Metode dan strategi yang akan kita gunakan juga harus
disesuaikan dengan kebutuhan dan modalitas belajar yang dimiliki anak.
Demikian juga dengan bahan ajar, media pembelajaran dan alat evaluasi yang
kita rancang harus disesuaikan dengan kebutuhan anak. Hal ini dimaksudkan
agar pembelajaran yang kita rancang akan menjadi lebih interaktif sehingga
anak akan mampu menelaah dan memahami materi yang kita berikan demi
mencapai kompetensi yang seharusnya dikuasai.
2. Tes Formatif
Berilah tanda Silang (X) pada salah satu huruf A, B, C, D atau E pada
jawaban yang kamu anggap benar.
Angi St. Anggari, dkk (2016) Indahnya Kebersamaan: buku tematik terpadu
Kurikulum 2013 Tema 1 Buku siswa SD/MI Kelas IV. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan
Bender, N. W. & Martha J. L. (2003) Reading Strategies for Elementary Students
with Learning Difficulties. United States of Amerika: Corwin Press, Inc.
Christine. D Bremer, (2001) Collaborative Strategic Reading (CSR): Improving
Secondary Students ReadingComprehension Skills.USA : Allyn and Bacon.
Choate. S. J. & Enright E.B. (1992) Curriculum Based Assessment and
Programming. UAS: Allyn and Bacon.
Choate. S. J. & Enright E.B. (1995) Curriculum Based Assessment and
Programming. UAS: Allyn and Bacon.
Farida Hahim. (2007). Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: PT. Bumi
Aksara
Hall, W. (2009) Dyslexia in the Primary Classroom. Exeter: Learning Matter
Kirk, samuel, Gallagher (1993). Educating Exceptional Children. Boston:
Houghton Mifflin
Mercer, Cecil D & Mercer, Ann R (1999) . Teaching Student with Learning
Problems. Ohio: Merrill Publishing Company
Pollock, J., Waller, E., & Politt, R. (2004) Day-to-Day Dyslexia in the Classroom
2nd edn. London: Routledge Falmer
Reid, G. (2005) Dyslexia and Inclusion: Classroom Approaches for Assessment,
Teaching and Learning. London: David Fulton
Sadoski, M. (2004). Conseptual Foundation of Teaching Reading. London: The
Guildford Press.
Salinan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
36 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah
Salinan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
35 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah
Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah
Samsu Sodamayu. (2011). Strategi dan Teknik Pembelajaran membaca.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Tarigan, H.G. (2008). Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Percetakan Angkasa.
Vaughn, S. & Bos S. C. (2009) Strategies for Teaching Students with Learning and
Behavior Problems (seven edition). USA: Pearson.
KEGIATAN BELAJAR 4: PEMBELAJARAN PROGRAM KEBUTUHAN
KHUSUS BAGI ANAK DENGAN AUTISME DAN ANAK
BERKESULITAN BELAJAR
A. Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat
Autisme dan kesulitan belajar spesifik merupakan dua jenis hambatan
yang sangat berbeda. Autisme yang dialami individu mengakibatkan
ketidakmampuan individu tersebut melakukan interaksi dan komunikasi
sosial secara sempurna. Ketidakmampuan dalam berinteraksi dan
berkomunikasi menyebabkan individu autis terlihat seperti orang aneh,
sehingga mereka membutuhkan pembelajaran program kebutuhan khusus
untuk belajar bagaimana berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain
secara tepat.
Sedangkan kesulitan belajar spesifik tidak mengakibatkan individu
yang mengalaminya terlihat aneh, mereka adalah individu yang biasa-biasa
saja. Hambatan yang mereka alami akan terlihat dengan jelas pada saat
mereka sedang mengikuti pembelajaran yang berhubungan dengan
membaca, berhitung dan menulis. Pada dasarnya mereka juga
membutuhkan pembelajaran program kebutuhan khusus untuk mengejar
ketertinggalan sebagai akibat dari ketidakmampuan mereka dalam hal
membaca, menulis dan berhitung.
Untuk mengetahui lebih jelas bagaimana pembelajaran program
kebutuhan khusus bagi anak dengan autisme dan atau yang mengalami
kesulitan belajar, melalui Kegiatan Belajar 4 pada Modul 6 ini kita akan
mempelajari konsep pembelajaran program kebutuhan khusus bagi mereka.
2. Relevansi
Mahasiswa Program Profesi Guru (PPG) Dalam Jabatan merupakan guru
yang sudah mengajar di Sekolah Luar Biasa (SLB), melalui PPG ini
diharapkan mahasiswa mampu meningkatkan kompetensi pedagogik dan
profesional dalam bidang ilmu pendidikan luar biasa, khususnya kajian
tentang autisme dan kesulitan belajar spesifik. Setelah mengikuti PPG ini,
diharapkan mahasiswa yang merupakan guru di SLB dapat lebih profesional
dalam memberikan pembelajaran program kebutuhan khusus bagi peserta
didik autis dan atau peserta didik berkesulitan belajar di kelas dengan
memperhatikan karakteristik yang paling membutuhkan perubahan pada
peserta didik autis dan peserta didik berkesulitan belajar.
3. Petunjuk Belajar
Modul ini adalah sumber belajar utama yang harus dipelajari oleh
mahasiswa PPG untuk materi program kebutuhan khusus bagi anak dengan
autisme dan atau kesulitan belajar spesifik. Sebaiknya materi belajar dalam
Kegiatan Belajar 4 ini dibaca dan dipahami secara cermat dan berurutan,
sehingga diperoleh pemahaman yang menyeluruh terkait bagaimana
seharusnya merancang pembelajaran program kebutuhan khusus bagi
peserta didik autis dan peserta didik berkesulitan belajar.
B. Inti
1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Setelah mempelajari Kegiatan Belajar 4 pada Modul 6 ini, diharapkan
mahasiswa PPG dapat menguasai konsep teoritis tentang program kebutuhan
khusus bagi peserta didik autis dan atau berkesulitan belajar yang dapat
digunakan sebagai dasar mengembangkan pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik peserta didik autis dan atau berkesulitan belajar.
3. Uraian Materi
A. Pembelajaran Program Kebutuhan Khusus bagi Anak dengan
Autisme
2. Gawai
Gawai atau gadget atau telepon genggam adalah salah satu alat
yang bisa kita gunakan untuk mengajarkan berkomunikasi bagi
anak dengan autisme. Syarat utama penggunaan gawai untuk
berkomunikasi adalah anak sudah harus paham alfabet dan
bagaimana menggunakannya. Anak kita ajarkan mengetik pesan
yang mereka inginkan untuk dikirimkan kepada penerima pesan
melalui sms manual atau aplikasi pengirim pesan seperti
whattsapp, wechat, line dan lain-lain. Syarat kedua adalah anak
harus bisa berbicara saat menggunakan fasilitas pengiriman pesan
suara melalui berbagai aplikasi seperti yang tersebut sebelumnya.
Kita juga bisa mencari berbagai aplikasi berkomunikasi yang
memang dirancang untuk membantu mereka yang mengalami
hambatan berkomunikasi melalui gawai pintar pada bagian play
store. Tetapi pada umumnya aplikasi ini menggunakan Bahasa
Inggris sehingga agak sulit mengajarkan penggunaannya pada
anak dengan autisme di Indonesia yang berbahasa Indonesia.
Pada bagian pencarian di play store kita tuliskan ‘communication
apps for nonverbal’ maka akan keluar berbagai macam aplikasi
dari yang menggunakan kartu bergambar sampai menggunakan
suara seperti LetMeTalk, SymboTalk, JABTalk, Card Talk dan
lain-lain. Kita tinggal unduh saja salah satunya dan pelajari
terlebih dahulu cara menggunakan aplikasi tersebut sehingga kita
bisa ajarkan penggunaannya kepada murid. Tetapi harus diingat,
pemilihan aplikasi yang akan kita gunakan harus disesuaikan
dengan sisa kemampuan berkomunikasi yang dimiliki anak dan
atas persetujuan orang tua.
1. Social story
Social story adalah cerita-cerita sosial yang sengaja dibuat
untuk mengarahkan anak dengan autisme supaya melakukan
interaksi. Cerita sosial ini dibuat langkah demi langkah dalam
melakukan sesuatu sampai tujuan akhir tercapai dan harus
disesuaikan dengan tujuan melakukan interaksi. Misalnya kalau
tujuan akhir adalah mendapatkan makanan, maka langkah
terakhir adalah anak mendapatkan makanan. Cerita dibuat bisa
menggunakan gambar, kata atau kalimat yang disesuaikan
dengan kemampuan modalitas murid dan sebaiknya dibuat dalam
satu bagian kertas, jangan bolak-balik agar tidak membingungkan
anak. Setelah cerita dibuat, guru baru bisa mengajarkan cara
penggunaannya kepada murid dengan menunjukkan langkah-
langkah yang harus dilakukan oleh murid. Berikut ini adalah
contoh cerita sosial untuk berbelanja di warung.
Berbelanja di warung
C. Penutup
1. Rangkuman
Pembelajaran program kebutuhan khusus merupakan pembelajaran yang
memfasilitasi anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan dan atau
mengembalikan keterampilan yang hilang sebagai akibat dari kelainan yang
dimilikinya. Pembelajaran program kebutuhan khusus bertujuan untuk
membantu anak berkebutuhan khusus (anak dengan autisme dan anak
berkesulitan belajar) agar berfungsi sebagaimana mestinya dalam
kehidupan sehari-hari dalam lingkungannya. Ruang lingkup pembelajaran
program kebutuhan khusus bagi anak dengan autisme meliputi interaksi dan
komunikasi. Sedangkan ruang lingkup pembelajaran program kebutuhan
khusus bagi anak berkesulitan belajar adalah layanan akademik dan layanan
perilaku.
Metode pembelajaran program kebutuhan khusus bagi anak dengan
autisme adalah PECS, gawai, social story dan buddy program. Sedangkan
untuk anak berkesulitan belajar, metode pembelajaran dalam layanan
akademik meliputi pemberian tugas, diskusi, tanya jawab, pengajaran
remidial dan tutor sebaya. Dalam layanan perilaku meliputi modifikasi
perilaku, penerapan jadwal visual terstruktur, kontrak belajar, pengelolaan
kelas dan self talk.
Merancang pembelajaran program kebutuhan khusus bagi anak dengan
autisme dan atau anak berkesulitan belajar sebaiknya dimulai dengan
asesmen. Hasil asesmen yang kita dapatkan akan dijadikan sebagai dasar
dalam menentukan target atau tujuan, metode, personil yang akan terlibat,
tempat dan penilaian keberhasilan pembelajaran. Untuk anak dengan
autisme, penilaian keberhasilan pembelajaran bisa kita gunakan berbagai
jenis ukuran antara lain frekuensi, magnitude, latensi, rate, persentase,
durasi dan trial. Sedangkan penilaian untuk anak berkesulitan belajar secara
umum sama dengan penilaian yang digunakan untuk anak pada umumnya.
2. Tes Formatif
Berilah tanda Silang (X) pada salah satu huruf A, B, C, D atau E pada
jawaban yang kamu anggap benar.
1. Apa yang dimaksud dengan program kebutuhan khusus?
A. Semua jawaban setelah jawaban dalam huruf A adalah benar
B. Program kebutuhan khusus adalah upaya memfasilitasi anak untuk
mendapatkan berbagai keterampilan sebagai akibat dari kelainan
yang dimilikinya
C. Program kebutuhan khusus merupakan pembelajaran yang diberikan
untuk membantu anak agar mampu mengikuti proses belajar
D. Program kebutuhan khusus merupakan pembelajaran yang bersifat
mengganti kerugian yang dialami oleh anak karena hambatan yang
dimilikinya
E. Pembelajaran program kebutuhan khusus merupakan pembelajaran
yang bertujuan untuk memfasilitasi anak yang memiliki hambatan
pada aspek tertentu
2. Mengapa program kebutuhan khusus diberikan kepada anak dengan
autisme?
A. Karena pembelajaran secara khusus dibutuhkan oleh anak dengan
autisme
B. Karena anak dengan autisme cocok diberikan program pembelajaran
khusus saja
C. Karena hanya program pembelajaran khusus yang bisa dilakukan
oleh guru
D. Karena program pembelajaran khusus hanya bisa dilaksanakan
untuk mengajarkan keterampilan berkomunikasi dan berinteraksi
E. Karena hambatan yang dimiliki oleh anak dengan autisme
menyebabkan mereka tidak berfungsi secara sempurna
3. Bagaimana syarat penggunaan PECS?
A. Gambar-gambar harus tersedia dan harus bagus
B. Pesan yang akan disampaikan oleh anak berkebutuhan khusus
C. Hal-hal yang biasa dilakukan anak untuk menunjukkan
keinginannya dan hal yang disukai anak
D. Kesiapan guru dalam mengajarkan PECS dan foto yang dibutuhkan
oleh anak
E. Tempat untuk menyimpan foto atau gambar yang akan digunakan
dalam mengajarkan PECS
4. Apakah fase-fase dalam mengajarkan anak untuk menggunakan PECS
harus berurutan?
A. Tidak harus berurutan karena akan menyulitkan anak yang sedang
belajar dan guru yang sedang mengajarkannya
B. Iya, karena fase-fase tersebut sudah dirancang dengan baik oleh
penciptanya sehingga kita tidak boleh merusaknya
C. Tidak berurutan boleh saja karena fase-fase itu bersifat fleksibel
mengikuti kemampuan anak
D. Tentu saja harus berurutan karena fase tersebut menunjukkan tingkat
dari yang paling mudah sampai yang paling susah dalam
mengajarkan keterampilan berkomunikasi
E. Tidak ada satu jawabanpun yang benar
5. Mengapa pengukuran yang digunakan untuk menilai kemampuan
keterampilan komunikasi dan interaksi pada anak dengan autisme
berbeda dengan penilaian pada umumnya?
A. Karena keterampilan komunikasi dan interaksi adalah kemampuan
yang tidak dimiliki oleh anak dengan autisme
B. Karena satuan pengukuran yang umum belum merefleksikan
kemampuan tersebut secara akurat
C. Karena keterampilan komunikasi dan interaksi tidak bisa diukur
dengan sembarangan
D. Karena keterampilan komunikasi dan interaksi hanya bisa diukur
dengan dengan frekuensi
E. Karena keterampilan komunikasi dan interaksi pada umumnya
diukur dengan satuan trial
6. Aspek apa saja yang perlu diberikan melalui program kebutuhan khusus
pada anak berkesulitan belajar?
A. Membaca, menulis dan matematika
B. Semua aspek yang menyebabkan kesulitan belajar
C. Aspek akademik dan perilaku
D. Aspek perilaku yang kasat mata
E. Aspek akademik yang membuat anak malas
7. Bagaimana karakteristik pengajaran remidial bagi anak berkesulitan
belajar?
A. Dilaksanakan dengan dukungan berbagai pihak yang terkait dengan
anak berkebutuhan khusus
B. Karena penyebabnya berbeda-beda maka pelaksanannyapun
dilakukan secara individual
C. Sasaran utamanya adalah anak berkesulitan belajar
D. Bersifat khusus, memiliki sasaran khusus, berfungsi secara khusus,
bersifat kasuistik dan individual
E. Berfungsi untuk memperbaiki kemampuan yang kurang pada anak
8. Mengapa anak berkesulitan belajar perlu mendapatkan layanan perilaku?
A. Karena anak berkesulitan belajar perilakunya sering tidak terkontrol
B. Karena perilaku anak berkesulitan belajar membahayakan bagi guru
dan teman sekelasnya
C. Karena perilaku mereka sering berubah-ubah dan tidak terkendali
D. Karena perilaku menyebabkan ketidakmampuan dalam hal
membaca, menulis dan matematika
E. Untuk membentuk perilaku belajar yang kondusif untuk menunjang
kemampuan dalam bidang akademik
9. Bagaimanakah prosedur merancang pembelajaran program kebutuhan
khusus?
A. Pembelajaran program kebutuhan khusus bisa dirancang seperti
merancang program lainnya
B. Merancang program selalu diawali dengan asesmen, hasil asesmen
digunakan untuk menentukan target, metode, dan semua yang
berkaitan dengan program
C. Prosedur merancang pembelajaran program kebutuhan khusus
adalah mengikuti prosedur yang biasa kita lakukan
D. Merancang pembelajaran program kebutuhan khusus tidak harus
mengikuti prosedur yang berlaku
E. Asesmen dilakukan setelah anak terlihat mengalami kesulitan dalam
belajar, barulah merancang program
10. Bagaimana syarat penggunaan teknik dalam layanan perilaku bagi anak
berkesulitan belajar?
A. Penerapan kontrak belajar dilakukan antara peserta didik bersama
dan guru dengan membuat kesepakatan dalam proses belajar
B. Modifkasi perilaku digunakan sesuai dengan keadaan anak
C. Berbicara pada diri sendiri untuk mengurangi tingkat tekanan yang
dialami anak berkesulitan belajar
D. Pengelolaan kelas secara berkala baik harian, mingguan ataupun
bulanan
E. Jadwal visual terstruktur digunakan dengan bantuan gambar dan foto
DAFTAR PUSTAKA
Tes Sumatif
1. Mengapa peserta didik autis membutuhkan pendekatan pengajaran yang
ramah?
A. Karena pendekatan pengajaran yang ramah autis tentu sudah disesuailkan
dengan karakteristik, kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh peserta
didik
B. Karena pendekatan pengajaran yang ramah akan membuat peserta didik
mudah belajar
C. Karena pendekatan pengajaran yang ramah diperlukan untuk menciptakan
suasana belajar yang nyaman
D. Pendekatan pengajaran yang ramah merupakan kedekatan antara guru dan
peserta didik
E. Karena pendekatan pengajaran yang ramah akan membuat guru dan
peserta didik bahagia
2. Mengapa identifikasi dan asesmen perlu dipelajari oleh guru?
A. Sebagai tugas dan kewajiban dalam modul
B. Karena identifikasi dan asesmen sering digunakan secara bersamaan
C. Karena merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh guru sebagai
dasar untuk membuat program pembelajaran
D. Karena identifikasi dan asesmen adalah dua hal yang seiring sejalan
E. Supaya mahasiswa menjadi pintar
3. Kapan dan dimana kita bisa menemukan anak berkesulitan belajar?
A. Di Lembaga pendidikan non formal seperti tempat les
B. Di sekolah umum saat anak mulai berhadapan langsung dengan pelajaran
membaca, menulis dan berhitung
C. Di sekolah luar biasa, sejak anak mulai bersekolah
D. Di rumah mereka masing-masing, ketika orang tua direpotkan dengan PR
anak-anaknya
E. Sejak anak belum masuk sekolah dan ketika masuk sekolah bertemu guru
yang tegas
4. Mengapa anak berkesulitan belajar cenderung memiliki nilai akademik yang
rendah?
A. Karena mereka malas belajar sehingga mengerjakan tugas tidak dengan
benar
B. Karena belajar bagi mereka adalah sebuah penyiksaan terhadap keadaan
neurologis mereka
C. Karena soal dalam mata pelajaran yang mereka kerjakan terlalu sulit bagi
mereka sehingga mereka tidak bisa menjawab dengan benar
D. Karena guru kurang paham terhadap keadaan yang sedang mereka alami
E. Karena keadaan internal individu menyebabkan kesulitan untuk belajar
ditambah dengan kurangnya modifikasi pembelajaran yang disesuaikan
dengan kebutuhan mereka
5. Manakah yang paling tepat yang menggambarkan karakteristik anak
berkesulitan belajar?
A. Sulit menyesuaikan diri dengan teman-temannya di kelas sehingga terlihat
seperti penyendiri dan terisolasi
B. Selalu mendapatkan nilai rendah karena malas belajar dan malas bertanya
baik kepada guru maupun teman
C. Berjalannya seperti orang mabuk sehingga sering menabrak-nabrak dan
terjatuh
D. Kesulitan menyesuaikan diri, kesulitan memusatkan perhatian, dan
gangguan koordinasi
E. Sering kehilangan barang yang dimilikinya
6. Mengapa kita harus memahami struktur kurikulum?
A. Supaya saya lulus program PPG
B. Struktur kurikulum perlu dipelajari
C. Untuk memudahkan saya merancang pembelajaran
D. Supaya saya tahu bagaimana bentuknya
E. Kurikulum yang saya tahu adalah kurikulum 2013
7. Bagaimana kita seharusnya membelajarkan anak dengan autisme dengan
menggunakan pendekatan TEACCH?
A. Ruangan yang digunakan sebagai tempat belajar harus ditata rapi dan
menunjukkan ruangan untuk belajar
B. Jadwal harus dibuat semenarik mungkin sehingga murid tahu akan belajar
apa saat di sekolah
C. Harus ada cara-cara yang jelas dalam mengerjakan tugas dan bagaimana
seharusnya murid mengerjakan tugasnya
D. Tidak ada satu pun jawaban yang salah dari semua pilihan yang ada
E. Semua komponen dalam TEACCH penggunaannya bisa dikombinasikan
dan bisa juga secara individual
8. Mengapa pendekatan berbasis applied behavior analysis (ABA) sering
digunakan dalam membelajarkan anak dengan autisme?
A. Pendekatan berbasis ABA sangat rumit
B. Semua jawaban salah
C. Pendekatan berbasis ABA tidak perlu evaluasi
D. Penilaian dalam pendekatan berbasis ABA membingungkan
E. Murid menjadi tidak spontan dalam berkomunikasi
9. Apakah semua bahan ajar yang tersedia secara daring bisa digunakan untuk
membelajarkan anak dengan autisme
A. Ya, tetapi harus disesuaikan terlebih dahulu dengan karakteristik, minat
dan motivasi yang dimiliki anak
B. Ya, karena bahan ajar yang tersedia secara daring sangat menarik minat
anak untuk belajar
C. Ya, karena bahan ajar yang tersedia secara daring merupakan bahan ajar
yang mutakhir
D. Ya, karena bahan ajar yang tersedia secara daring mudah didapatkan
dimana saja
E. Ya, karena bahan ajar yang tersedia secara daring merupakan bahan ajar
yang menyenangkan
10. Alat evaluasi yang seperti apa yang seharusnya dibuat oleh guru untuk
mengetahui proses dan hasil belajar anak dengan autisme?
A. Alat evaluasi yang digunakan seharusnya bisa membuat anak belajar
dengan baik
B. Proses dan hasil belajar anak dengan autisme bisa diketahui kapan saja
tanpa menggunakan alat evaluasi
C. Alat evaluasi yang dibuat oleh guru seharusnya bisa melihat semua
perkembangan kognitif anak dengan autisme
D. Anak dengan autisme tidak bisa dites karena kemampuan berkonsentrasi
mereka sangat pendek
E. Alat evaluasi yang dibuat oleh guru seharusnya mampu melihat
kemampuan kognitif anak dalam hal menganalisis, mengevaluasi dan
mencipta
11. Apakah yang dimaksud dengan modifikasi kurikulum?
A. Modifikasi kurikulum adalah memodifikasi penjabaran yang akan
digunakan dalam pembelajaran
B. Modifikasi kurikulum adalah merubah dengan cara menambahkan
ataupun mengurangi tujuan, isi atau materi, proses atau metode dan
evaluasi untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan siswa
C. Modifikasi kurikulum adalah menambahkan kalimat yang jelas pada
bagian tujuan, isi atau materi, proses atau metode dan evaluasi agar sesuai
dengan kebutuhan dan keadaan siswa
D. Modifikasi kurikulum adalah mengambil bagian-bagian yang penting
dalam kurikulum untuk digunakan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan
siswa
E. Modifikasi kurikulum adalah merancang dan memberikan pembelajaran
sesuai dengan kurikulum yang berlaku
12. Bagaimanakah cara memodifikasi kurikulum untuk anak pada umumnya agar
bisa digunakan oleh anak berkesulitan belajar?
A. Cara memodifikasi kurikulum adalah dengan membaca seluruh bagian
tujuan, isi atau materi, proses atau metode dan evaluasi
B. Cara memodifikasi kurikulum adalah dengan menambahkan tujuan yang
tepat sesuai dengan kebutuhan dan keadaan siswa
C. Cara memodifikasi kurikulum adalah dengan mengurangi ataupun
menambahkan seluruh ataupun sebagian dari tujuan, isi atau materi,
proses atau metode dan evaluasi untuk disesuaikan dengan kebutuhan
anak berkesulitan belajar
D. Cara memodifikasi kurikulum adalah dengan mengevaluasi seluruh
bagian tujuan, isi atau materi, proses atau metode dan evaluasi yang ada
pada kurikulum
E. Cara memodifikasi kurikulum adalah dengan menyesuaikan keadaan
anak berkesulitan belajar dengan kurikulum
13. Mengapa bahan ajar yang akan kita berikan kepada anak berkesulitan belajar
harus dimodifikasi?
A. Kalau tidak dimodifikasi bahan ajar akan terlalu banyak dan
membosankan
B. Karena bahan ajar yang akan kita berikan harus dimodifikasi terlebih
dahulu
C. Karena bahan ajar yang ada biasanya mudah ditemukan dimana-mana baik
daring maupun luring
D. Karena bahan ajar memang dibutuhkan oleh murid untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan
E. Kalau kita menggunakan bahan ajar yang sudah ada maka modifikasi
diperlukan karena bahan ajar tersebut masih bersifat umum sehingga perlu
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang dimiliki oleh anak
berkesulitan belajar
14. Metode dan strategi pembelajaran yang manakah yang cocok digunakan untuk
membelajarkan anak berkesulitan belajar membaca pemahaman?
A. Membaca pemahaman bisa dilakukan pada saat listrik sedang mengalami
pemadaman
B. Membaca pemahaman bertujuan untuk memahami bacaan yang sedang
dibaca dengan strategi yang biasa saya gunakan
C. Membaca pemahaman bisa dilakukan dengan strategi dan metode apapun
sampai paham makna tulisan yang dibaca
D. Membaca pemahaman dapat diajarkan kepada murid menggunakan
strategi membaca kolaborasi dan hubungan tanya jawab
E. Membaca pemahaman merupakan kemampuan masing-masing individu
yang bisa dipelajari sejak masih kecil
15. Mengapa alat evaluasi yang kita susun bagi anak berkesulitan belajar harus
berbasis HOTS?
A. Karena kemampuan berpikir tingkat tinggi akan banyak sekali digunakan
dalam kehidupan sehari-hari sehingga anak juga perlu dilatih untuk
menggunakannya
B. Karena alat evaluasi yang berbasis HOTS saat ini memang benar-benar
diperlukan oleh guru untuk mengevaluasi proses pembelajaran yang sudah
dilakukan
C. Karena alat evaluasi yang berbasis sangat mudah dibuat dan tersedia
dimana-mana
D. Karena merupakan tuntutan kurikulum sehingga harus diupayakan untuk
digunakan kepada anak berkesulitan belajar
E. Karena alat evaluasi yang berbasis HOTS sangat cocok untuk digunakan
bagi anak berkesulitan belajar
16. Mengapa program kebutuhan khusus diberikan kepada anak dengan autisme?
A. Karena pembelajaran secara khusus dibutuhkan oleh anak dengan autisme
B. Karena anak dengan autisme cocok diberikan program pembelajaran
khusus saja
C. Karena hanya program pembelajaran khusus yang bisa dilakukan oleh
guru
D. Karena program pembelajaran khusus hanya bisa dilaksanakan untuk
mengajarkan keterampilan berkomunikasi dan berinteraksi
E. Karena hambatan yang dimiliki oleh anak dengan autisme menyebabkan
mereka tidak berfungsi secara sempurna
17. Apakah fase-fase dalam mengajarkan anak untuk menggunakan PECS harus
berurutan?
A. Tidak harus berurutan karena akan menyulitkan anak yang sedang belajar
dan guru yang sedang mengajarkannya
B. Iya, karena fase-fase tersebut sudah dirancang dengan baik oleh
penciptanya sehingga kita tidak boleh merusaknya
C. Tidak berurutan boleh saja karena fase-fase itu bersifat fleksibel mengikuti
kemampuan anak
D. Tentu saja harus berurutan karena fase tersebut menunjukkan tingkat dari
yang paling mudah sampai yang paling susah dalam mengajarkan
keterampilan berkomunikasi
E. Tidak ada satu jawabanpun yang benar
18. Aspek apa saja yang perlu diberikan melalui program kebutuhan khusus pada
anak berkesulitan belajar?
A. Membaca, menulis dan matematika
B. Semua aspek yang menyebabkan kesulitan belajar
C. Aspek akademik dan perilaku
D. Aspek perilaku yang kasat mata
E. Aspek akademik yang membuat anak malas
19. Bagaimanakah prosedur merancang pembelajaran program kebutuhan khusus?
A. Pembelajaran program kebutuhan khusus bisa dirancang seperti
merancang program lainnya
B. Merancang program selalu diawali dengan asesmen, hasil asesmen
digunakan untuk menentukan target, metode, dan semua yang berkaitan
dengan program
C. Prosedur merancang pembelajaran program kebutuhan khusus adalah
mengikuti prosedur yang biasa kita lakukan
D. Merancang pembelajaran program kebutuhan khusus tidak harus
mengikuti prosedur yang berlaku
E. Asesmen dilakukan setelah anak terlihat mengalami kesulitan dalam
belajar, barulah merancang program
20. Bagaimana syarat penggunaan teknik dalam layanan perilaku bagi anak
berkesulitan belajar?
A. Penerapan kontrak belajar dilakukan antara peserta didik bersama dan
guru dengan membuat kesepakatan dalam proses belajar
B. Modifkasi perilaku digunakan sesuai dengan keadaan anak
C. Berbicara pada diri sendiri untuk mengurangi tingkat tekanan yang dialami
anak berkesulitan belajar
D. Pengelolaan kelas secara berkala baik harian, mingguan ataupun bulanan
E. Jadwal visual terstruktur digunakan dengan bantuan gambar dan foto
Kunci jawaban
1. Kunci jawaban tes formatif KB 1
No Soal Jawaban Uraian Jawaban
1. D Gangguan perkembangan yang menyebabkan
gangguan pada bidang perilaku, komunikasi sosial
yang tanda-tandanya sudah terlihat sejak masa usia
dini