ISSN 0852-1840 Jur. Fak. Perik. Unsrat I (3) 140 - 68, 1993
SEBARAN GEOGRAFIS, HABITAT DAN PERIKANAN
SIPUT LOLA (Trochus niloticus) D] MALUKU
Oleh
Zainal Arifin *)
Abstract
ar
~Geografical; distribution, habitat and fishery of lola (trochus niloticus) in
Maluku. The lola (Trochus niloticus), coral ree! gastropod, which occurs in many
coastal waters in Maluku contributes to an important traditional fishery. In the last
5 to 10 years the production has been decreasing in many regions of Maluku
while an effort to manage the lola population through 'sasi system’ has been
hampered by the lack of species ecological understanding. This study provides
‘some information on distribution, habitat and fishery status of lola snail in Maluku
PENDAHULUAN
Lola (Trochus Niloticus) merupakan salah satu sumberdaya perikanan tradisional
yang banyak memberi keuntungan bagi nelayan di Propinsi Maluku. Selain dagingnya
dikonsumsi oleh masyarakat, cangkangnya digunakan sebagai bahan industri kancing,
industri cat dan kerajinan tangan. Cangkang lola diekspor ke Jepang, Singapura, Taiwan,
Hongkong dan Italia.
Di Pulau Kei Besar (Desa Ohoirenan dan Ohoiwait) total panen cangkang lola tahun
1989 sebesar 7,5 ton dengan harga Rp.52,5 juta. Harga cangkang lola Rp. 7.000,-/kg (1 kg
terdiri dari 6-8 cangkang lola). Harga tersebut menunjukan kenaikan lebih dari 440 %
dibanding harga lima tahun yang lalu, Meningkatnya permintaan pasar akan cangkang lola,
menyebabkan kegiatan penangkapan menjadi intensif, namun produksi cenderung
menurun, Beberapa informasi dari nelayan setempat menyebutkan bahwa sejak tahun 1986
total panen cangkang lola menurun kurang dari 15 ton.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, penelitian bertujuan untuk mengetahui aspek
ekologi lola seperti distribusi, habitat dan status perikanan lola di Maluku.
BAHAN DAN METODA
Penelitian dilakukan dengan dua metoda yaitu pengumpulan data sekurder uiiuk
mengetahui distribusi dan status perikanan lola dan data primer untuk mengetahui keadaan
habitat dan kepadatan lola.
eee
*) Staf Peneliti Balai Uitbang Sumberdaya Laut - LIP|, Ambon.
40see habitat dan pertkanan sipUt ola sore
Data primer dikumpulkan lewat kegiatan penelitian lapangan di Kep. Kai Besar, P.
Banda dan P. Tayando (@ambar 1). Transek 1X 1 m® tegak lurus garis pantai di lakukan
di P. Kai Besar pada bulan November 1990 (Gambar 1). Dua lokasi transok ditentukan di
daerah Ohoiwat dan Ohoirenan dengan jumlah 91 quadrat transek dan antar transek
berjarak 5 m, Kelimpahan lola di daerah pasang surut dihitung sebagai berikut,
Jumlah fola seluruh quadrat transek
Kepadatan -- (Jota/m?)
Jumlah quadrat transek
Didaerah subtidal tidak dilakukan transek, namun lola di koleksi secara bebas
dengan SQUBA dan diukur diameter cangkangnya. Untuk mempelajari sebaran lola ci
daerah pasang surut dan subdital digunakan analisa keragaman (Wilkinson, 1967)
Data sekunder diperoleh dari Dinas Perikanan, Kanter Wilayah Perdagangan dan
Balai Konservasi sumberdaya laut di Ambon.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sebaran Geografis.
Secara georgratis penyebaran lola hanya terbatas daerah-daerah ekosistem karang
(gambar 1). Penyebaran lola di perairan Maluku terkonsentrasi berturut-turut di Maluku
Tenggara, Maluku UtarayfMaluku Tengah. Diperairan Maluku Tenggara,lola dapat
citemukan di P.Leti, P.Moa, P .Wetar dan kep. Babar. Di kepulauan Kei Kecil, Lola terseber
ci. Warbal, P Labulin, P. Mamer, P.Tarwan dan P. Tanimbar Kei. Lola di temukandengan
tingkat kepadatan tinggi di P. Kei Besar bagian Selatan,
Di P.Yamdena misainya, desa Olilit Lama, Lain Selai terdapat lola dalam jumlah
besar dan di Desa Batu Muat serta Siera terdapat dalam jumlah sedang (Suwartana et al,
1989). Di kepulauan Aru lola dapat ditemukan di P. Wasir dan P. Ujir (Papaliya, komunikasi
pribadi).
Di perairan Maluku Tengah, lola tersebar di P.Saparua (Yusron et ai ., 1989); P.
Seram bagian Timur, P. Pombo, P. Syahrir, P. Banda (Salm ef al. 1982 dan Sumadhiharga,
1986/87) ; P. Manipa, P.Buano dan P. Kelang (Anonimous, 1982). Lola ditemukan dalam
jumiah banyak di P. Buru bagian selatan seperti Teluk Titu, Desa Kaweri dan Desa Namrole
(Suwartana, 1984/85) ; P.Tengah, P. Tomahu dan P. Ambalau { Papilaya, komunikesi
pribadi).
Di perairan Maluku Utara, lola dapat ditemukan di P. Bacan, P. Kayoa (Aninomous,
1962), P. Doi, P. Tidore, P. Taliabu bagian barat dan Kep. Sula (Papilaya, komunikasi
pribadi.
4dZainal Arifin
B.Habitat
Lola (Trochus niloticus) hidup di daerah ekosistem karang pada . mintakat pasang
surut sampal kedalaman 10,0 m. Lola ditemukan dalam jumlah padat tepian ‘reef’ yang
terekspose Jangsung terhadap ombak, dengan kondisi perairan dan tipe biotop seperti pada
tabel 1 dan gambar 2. Umumnya pada daerah pasang surut dan rataan karang (reef
flat)ditemukan lola yang masih muda sedangkan ukuran dewasa banyak di temukan di
daerah tubir (reef edge).
Hasil transek didaerah pasang suru menunjukkan bahwa kepadatan lola rata-rata
adalah 3 individuym2 dengan diameter cangkang antara 21,90 - 49,20 mm (x = 40,03 mm:
sd = 4,77 ;N = 99). Di daerah subtidal cangkang lola berkisar antara 37,25 - 92,50 mm
(k= 55,81 mm; sd = 14,29; N =78)
Analisa keragaman diameter cangkang lola menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
__ diameter cangkang antara lola yang hidup di daerah pasang surut dan di daerah subtidal.
Pola penyebaran ini sesuai dengan hasil penelitian Moorhous (1932) di Great Barrief Reet,
Australia, Lola dengan diameter cangkang <50,0 mm terdapat di daerah pasang surul,
sedangkan ukuran > 50,0 mm terdapat di daerah subtidal.
Tabel 1, Kondisi perairan bagi populasi lola
1P, Saparua, Maluku Tengah ¢ (Yusron et al, 1989)
2P. Kei Besar, Maluku Tenggara (Penelitian ini)
Perbedaan diameter cangkang lola antara daerah pasang surut dan subtidal di duga
disebabkan oleh,
1) tidak efektifnya sistem sasi yang berlaku di daerah Kei Besar misalnya adanya pencurian
lola di daerah sasi ;”
2) pola siklus hidup lola di mana selama fase juvenile, ia hidup di daerah pasang surut dan
menjelang dewasa (mature), ia berimigrasi ke perairan yang lebih dalam.
Sebagaimana masyarekat nelayan di P. Rhun, Kep. Banda,menyebutkan sclama
musim barat (Desember-Februari) juvenil lola di temukan di daerah pad
grass), kemudian pindah ke batu-batu karang mati selama musim Timur (Juni- Agus
Selanjutnya lola berimigrasi ke perairan yang lebih dalam. Qua argumen ini masih
memerlukan penelitian lebih lanjut
a (Sea
42C. Perikanan Lola
Perikanan lola secara tradisional telah berlangsung cukup lama, walau data statistik
Perikanan sumber daya ini tidak tersedia sampai awal 1970-an. Perkembangan produksi
dan eksporlola Propinsi Maluku sejak tahun 1979 -1991 di sajikan pada gambar 3. Pada
tahun 1988 dan 1989 tampak bahwa volume ekspor lola lebih tinggi dibanding produksinya,
hal ini di perkirakan adanya pérdagangan cangkang lola anter propinsi.
Perkembangan ekspor siput lola selalu berfluktuasi, sedangka"produksinya
Cenderung meningkat dalam empat tahun terakhir, Sekitar 70 persen produksi loladi Maluku
berasal dari Maluku Tenggara, sedangkan sisanya berasal dari Maluku Utara dan Maluku
Tengah, Produksi rata-rata dalam dua tahun terakhir sebesar 216,7 ton, sedangkan eskpor
fata-rata sebeser 95,1 ton dengan nilainya 552 juta rupiah (Aninomous,1991}. Ekspor di
lakukan dalam bentuk kancing jadi (finished botton) dan setengah jadi (half made), Selain
Perdagangan ekspor, cangkang lola dijual, antarg propinsi misalnya ke Jawa Timur dan
Sulawesi Selatan. Harga lola sangat tergantung pada Kualitas kulit lola dan lokasi produksi
kepusat pasar misalnya, di kepulauan Aru cangkang lola sekitar Rp.15.000/kg,sedangkan
cl pulau Kei Besar dan Pulau Ternate masing-masing Rp, 12.000 /kg dan Rp. 7000/kg
Kegiatan perikanan lola dibeberapa daerah Maluku menerapkan sistem sasi yaitu
melarang pengambilan lola pada periods tertentu misalnya 2 atau 3 tahun, dan menetap-
kan ukuran batas terkecil yang boleh di tangkap yaitu 3 jari orang dewasa (kira-kira 6 cm).
Peraturan tentang batas terkecil dan terbesar yang boleh di tangkap di beberapa negara
penghasil |cla di sajikan pada tabel 2. Dari tabet 2nampak bahwa peraturan batas terkecil
fola yang ailzinkan ditangkap adalah berdiameter cangkang 7,0 cm., hanya Indonesia,
Jepang dan Autralia yang menerapkan batas terkecil 6,0 cm. Dari segi pe- ngelolaan
Perkiraan antara keliga negara tersebut, maka Indonesia yang paling lemah, karena sampai
saat ini belum banyak penelitian tentang sumberdaya tersebut di indonesia,
Diameter cangkang yang umum di perdagangkan di wilayah Maluku berkisar antara
5,0.om- 13. cm , Nash (1985) menyatakan bahwa siput lola mencapai kematangan seksual
kelamin pertama pada ukuran 6,0 cm. Jika kegiatan penangkapan dengan diemeter
cangkang lebih kecil dari 7,0 cm atau lebih besar dari 12,0 cm terus berlangsung di
kawatirkan akan mengalami masalah over fishing (tangkap lebih). Kondisi ini telah tampak
di beberapa pulau di Maluku pada saat buka sasiJola yang hasilnya selalu menurun dalam
5 sampai 10 tahun terakhir (gambar 4 dan 5). Dari data tersebut tampak bahwa, pola
perubahan sistem sasi dari 2 atau 3 tahun sekali menjadi setiap tahun memberlkan
pengaruh negatif terhadap populasi lola di alam.
Walaupun sistem sasi adalah cara tradisioanal yang baik untuk pengelolaan sum-
berdaya siput lola, sistem tersebut masih perlu diteliti dalam perspektif ekologi, Seberapa
masalah dari aspek biologi yang periu diteliti adalah reproduksi, iaju pertuiibuhan dan
Preferensi habitat bagi lola. Sedangkan dari aspek pengelolaan masalah yang harus
dipecahkan misainya berapa polensi sumberdaya lola di Maluku ? Apakahi lamanya tuiup
sasi (1 tahun) sudah sesuai bagi perkembangan populasi lola ? apakah ukuran minitnuri
lola yang boleh di tangkap mendukung rekruitmen populasi lola di alam ? dan kapan waktu
yang tepat untuk memulainya buka sasi ?
43Zainal Arifin
Tabel 2, Batas ukuran diamoter cangkang yang boleh dipanen di beberapa negara
Pasitik Barat
Papua New Guinea
Wells (1981)
New Caledonia:
Bouir and Hofelr (1985)
Yen (1985) 8
Doumenge (1973) dalam,
Nash (1988)
‘Sims:(1.985) datam
Homna (1986),
Scale (1917) dalam
Nash (1985) :
Heslinga et al (1964)
Wells (1881)
Mourhouse (
‘Nash’ (1985)
Homna (1988)
penelitian ini
(Okinawa)
ia, (Maluku):
Sampai saat ini masalah-masalah tersebut di atas belum terjawab, sedangkan data
potensi sumberdaya lola belum tersedia. Penelitian kebidang initidak hanya membutuhkan,
waktu yang lama dan dana yang cukup tetapi data statistik perikanan yang dapat diper-
tanggung jawabkan, Salah satu altematif sederhana adalah penelitian ke arah budidaya
laut. Dengan aplikasi restoking lola lewat penelitian budidaya, sumberdaya lola dinarapkan
memerikan prospek balk bagi masyarakat Maluku.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Kepala Balai Litbang Sumberdaya
Laut, Kapt,. K.M Surja Atmadja dan ABK serta Ir, Salen Papilaya alas isin dan bantuannya
sehingga penelitian ini terlaksana. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Or. Ngurah
Wiadnyana dan Dra. Pradina atas kritik dan saran dalam penulisan makalah ini .
DAFTAR PUSTAKA
‘Anonimous, 1991, Buku Statistika Perikanan Propinsi Maluku.Dinas Perikanan Tingkat
|, Propinsi Maluku. 54 p.
Anonimuos, 1982. Kebutuhan Penelitian Perikanan di Daerah Maluku. Dinas Perikanan
Propinsi Maluku, Ambon. 21 p.
Bour, W. 1987. The Trochus Resource In New Caledonia. The ICLARM Quarterly : Naga
-pid-4
44Bour, W. and C. Hoffeshir, 1985, Assessment an Management of the trochus resource
In New Caledonia. SPC/Fisheries T7WP UH, 15 p.
Heslinga, G.A., M. Ngiramenbior and O. Orak, 1984, Coral Reet Sancturles for trochus
shells. Mar, Fish. Rev., 46 : 73 - 80.
Honma, K. 1968. Growth of the coral reff gastropod Trochus nifotieus L, Galaxea 7:1
-12,
Moorhouse, F.W. 1932, Notes on Trochus niloticus. Sci Rept. Gt. Barrier Reef Exped.
1982 - 1929, 3; 145 - 155.
Nash, W. 1985. The Biology of Trochus niloticus and its fishery in the great Barrier
Reff region. ort Fisheries Research Centre, Queensland, Australia, 210 p.
Salm, Awv., G.F. Usher, |S. Sangadji dan &. Mashudi, 1982. Marine Parks in Molusca :
Proposed Management Plans. UNDP/FAO National Parks Development Project,
Bogor. 51 p.
Sumadiharga, K. 1986/87. Laporan Kemajuan Triwulan Ill tahun 1986/1987 Pelita IV.
Proyek Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Perairan Maluku. 75p.
Suwartana, A. 1984/1985. Laporan Kemajuan Triwulan IV tahun 1964/1985 Pelita IV.
Proyek Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut di Perairan Maluku,
UPI, Ambon. 173 p.
Suwartana, A., S.A.P.. Dwiono dan S. Wouthuyzen. 1989. Studi Pendahuluan Tentang
Pertumbuhan Lola (Trochus nitoticus) (Molluska, Trochidae) di alam,
Perairan Maluku dan sekitamya: Biologi, Budidaya, Geologi, Lingkungan dan
Oseanografi, BPPSDL - LIPI, Ambon. p: 82 - 86.
Wells, S.M. 1989, Impact of the Preclous shell harvest and Trade : Conservation of rare
and fragile resources in John, F. Caddy (ed.) Marine Invertebrate : Their Assess.
ment and Management, John Willey and Sons, N.Y. p : 443 - 454
Wells, S.M. 1981. International trade in ornamental coral and shells. Proc. Fourth. Int.
Coral Reef Symp. 1 : 323 -330
Wilkinsen, L. 1987, SYSTAT : The system for statistic. Evason, IL. Systat. (tanpa
halaman).
Yen, S. 1985. The Explotation of troca (Trochus niloticus) in French Polynesia. Proc.
of the Fifth Inth. Coral Reet Congress, Tahiti. 5 ; 557 - 561,
Yusron, E., K, Sumadhiharga and N. Manik. 1989, Pengamatan Pertumbuhan Lola
(Trochus nlfoticus). Teluk Ambon Il: Biclogi, Perikanan, Oseanografi dan
Geologi. BPPSDL - LIPI, Ambon. Pp: 26 - 29,
45Zalnal Arigin
=
s -[ rere wien
HALHANERA
500
ees
‘Sesee Cees ey
: <= GER
‘AMBON
130
WSF
Kai ee
N
Te nimuor
Ae chipoteys
Gambar 1, Peta lokasi penelitian lapangan (+) dan penyebaran sumberdaya
lola Tochus noloticus (+) di Maluku
46Gambar 2.
Gambar 3.
. Tipe biotop lola a) daerah pasang surut, b) daerah rataan kerang dan ¢}
daerah tubir. rst = rata-rata surut terendah, rpt = rata-rata pasang terendah
300
250
& 200.
& fo
3
E 100,
po
5 6
1979 60 BI 82 8 B5 66 87 BB 89 90 9
vanun
Perkembangan produksi dan ekspor cangkang lola di Propinsi Maluku
1979 - 1991 (produksiKekspor).
oO
47Zainal Ariiin
6 ca
0 o >
as »
Pa
5 a3
an “| 3
Be S
3 3°
ga z
nL EUELE toe ‘Ludo Ton
19 ee a
tohun ton
Gambar 4. Perkembangan hasil buka sasi lola di P. Saparua (a] dan di P. Hatta (b)
produksi (ton)
1 C1
0 m
1973 7h 7578 «79:=«T BH
tohun
Gambar 5. Perkembangan hasil buka sasi lola di P. Rhun
48