Assalamu'alaikum wr.

Wb
Good Morning
Thank you very much to
dr. Junaedi Sirajuddin Sp.M(K)
dr. Hasnah, Sp.M(K), M.Kes as a mentor
Thank you very much to dr. Ririn Nislawaty, Sp.M, M.Kes and dr. Andi Muhammad Ichsan,
Ph.D, Sp.M(K, as moderators and commentators
And thank you seniors and fellow colleagues for attending and have taken your time this
morning
This morning I will present a journal about
Characteristics of Ocular Findings of Patients With Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) in
Hubei Province, China
…………………………….
FIX
This is the abstrak in the study
The Background : There are few reports on the association of severe acute respiratory
syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) with ocular abnormalitiesf for Understanding ocular
manifestations of patients with COVID-19.
The OBJECTIVE this study: To investigate ocular manifestations and viral prevalence in the
conjunctiva of patients with COVID-19.
DESIGN: In this case series, patients with COVID-19 treated from February 9 to 15, 2020, at a
hospital center in Hubei province, China, were retrospectively reviewed for ocular
manifestations.
3
OUTCOMES this study : Ocular signs and symptoms as well as results of blood tests and RT-
PCR for SARS-CoV-2.
RESULTS : 38 included patients with clinically confirmed COVID-19. A total of 12 of 38
patients had ocular manifestations consistent with conjunctivitis,.
CONCLUSIONS: one-third of patients with COVID-19 had ocular abnormalities, which
frequently occurred in patients with more severe COVID-19. Although there is a low
prevalence of SARS-CoV-2 in tears, it is possible to transmit via the eyes.
4

Pandemics indicate outbreaks of disease that spread to covered an entire region Or the
world.
A pandemic can result in Massive loss of life.
In the last 100 years there have beeb four global pandemics.
The worst with the 1918 Influenza pandemic.
resulting in a estimated 50-100 million deaths.
while no global pandemic has been born from the family of coronavirus to regional
epidemics have resulted from this family of virus.
the include severe acute respiratory syndrome or SARS and middle east respiratory
syndrome or MERS IN 2001 to 2003 and 2012 to 2015 respectively and resulted in over
1,500 deaths

The first recorded cases were reported in December 2019 in Wuhan, China. Over the course
of the following 10 months, more than 30 million cases have been confirmed worldwide.
……….
COVID-19, coronavirus disease 2019; ICTV, International Committee on Taxonomy of
Viruses; PHEIC, public health emergency of international concern; SARS-CoV-2, severe acute
respiratory syndrome coronaavirus 2; WHO, World Health Organization.

Kasus pertama yang tercatat dilaporkan pada Desember 2019 di Wuhan, China. Selama 10
bulan berikutnya, lebih dari 30 juta kasus telah dikonfirmasi di seluruh dunia. COVID-19,
penyakit virus corona 2019; ICTV, Komite Internasional Taksonomi Virus; PHEIC, darurat
kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional; SARS-CoV-2, sindrom
pernapasan akut parah coronavirus 2; WHO, Organisasi Kesehatan Dunia

The number of deaths reported globally last month was more than 68,000 new deaths
reported. Two Regions including Europe and the Americas reported an 11% and 10%
increase in new deaths, respectively. The Africa and Southeast Asia regions reported
reported declines of 11% and 10%, respectively. The number of reported cases globally is
over 211 million and the background count is 4.4 million.
Jumlah kematian yang dilaporkan secara global bulan lalu lebih dari 68.000 kematian baru
dilaporkan. Dua Wilayah termasuk Eropa dan Amerika melaporkan peningkatan kematian
baru masing-masing sebesar 11% dan 10%. Wilayah Afrika dan Asia Tenggara melaporkan
penurunan yang dilaporkan masing-masing sebesar 11% dan 10%. Jumlah kasus yang
dilaporkan secara global lebih dari 211 juta dan jumlah latar belakang dari 4,4 juta.

With over 4.5 million new cases reported this week (16-22 August), the number of new
cases reported globally
seems to be stable after increasing for nearly two months (since mid-June) (Figure 1). The
Regions of Western
Pacific and Americas continue to report increases in new cases, with increases of 20% and
8% respectively as
compared to last week. The South-East Asia and Eastern Mediterranean regions reported
decreases in weekly
incidence of 16% and 10% respectively. The European and African Regions reported case
incidence rates similar
to those reported last week.
Dengan lebih dari 4,5 juta kasus baru dilaporkan minggu ini (16-22 Agustus), jumlah kasus
baru yang dilaporkan secara global tampaknya stabil setelah meningkat selama hampir dua
bulan (sejak pertengahan Juni) (Gambar 1). Wilayah Pasifik Barat dan Amerika terus
melaporkan peningkatan kasus baru, dengan peningkatan masing-masing 20% dan 8%
dibandingkan dengan minggu lalu. Wilayah Asia Tenggara dan Mediterania Timur
melaporkan penurunan insiden mingguan masing-masing 16% dan 10%. Wilayah Eropa dan
Afrika melaporkan tingkat kejadian kasus serupa dengan yang dilaporkan minggu lalu.
Mechanism of action of coronavirus.
the 2019 novel coronavirus is newly discovered strain from the coronavirus family that
causes respiratory disease.
humans have long been infected by coronavirus as it is one of those responsible for the
common cold.
it’s a contagious viral infection spread through inhalation or ingestion of viral droplets.
 as a result coughing and sneezing and touching infected surfaces are primary sources of
infection
Mekanisme kerja virus corona.
novel coronavirus 2019 adalah strain baru yang ditemukan dari keluarga coronavirus yang
menyebabkan penyakit pernapasan.
manusia telah lama terinfeksi oleh virus corona karena merupakan salah satu penyebab flu
biasa.
itu adalah infeksi virus menular yang menyebar melalui inhalasi atau menelan tetesan virus.
akibatnya batuk dan bersin dan menyentuh permukaan yang terinfeksi adalah sumber
utama infeksi
COVID-19 is primarily transmitted from person-to-person through respiratory droplets.
These droplets are released when someone with COVID-19 sneezes, coughs, or talks.
Infectious droplets can land in the mouths or noses of people who are nearby or possibly be
inhaled into the lungs.
Indonesia :
COVID-19 secara primer ditularkan dari orang ke orang melalui droplet pernapasan. Droplet
ini dikeluarkan ketika seseorang dengan COVID-19 bersin, batuk, atau berbicara. Droplet
yang infeksius dapat mendarat di mulut atau hidung orang-orang yang berada di dekatnya
atau mungkin terhirup ke dalam paru-paru.

the structure of coronavirus has multiple parts.

inside the virus lies the genetic encoding that allows the virus to hijack human cells and turn
them into virus factories.
a protein encapsulates the genetic material known as the viral envelope.
on the surface of the viron are snhe proteins.
the structure of the 2019 novel coronavirus is a mutation.
Corona virus was first discovered in the 1960s, is a group of RNA viruses that can be divided
into 4 groups, namely alpha, beta, delta, and gamma.
where alpha and beta CoV are known to infect humans (human coronavirus)
Common human corona virus (number 1-4) which often causes upper respiratory tract
infections "common cold“
…
struktur coronavirus memiliki banyak bagian.
di dalam virus terletak pengkodean genetik yang memungkinkan virus untuk membajak sel
manusia dan mengubahnya menjadi pabrik virus.
protein merangkum materi genetik yang dikenal sebagai amplop virus.
pada permukaan virus terdapat protein.
struktur novel coronavirus 2019 adalah mutasi untuk informasi lebih lanjut tentang ini lihat
tautan di bawah ini
Virus Corona ditemukan pertama kali tahun 1960-an merupakn golongan virus RNA yang
dapat dibagi menjadi 4 kelompok yaitu alpha, beta, delta, dan gamma. Dimana alpha dan
beta CoV diketahui dapat menginfeksi manusia (human coronavirus).
Virus korona (nomor 1-4) yang sering menyebabkan infeksi saluran pernapasan atas
"common cold”
…………………………………….
Another human coronavirus SARS-CoV (beta coronavirus) (Severe acute respiratory
syndrome) which had become an outbreak in 2002 which initially appeared in China then
spread to 32 countries and infected 8,422 people with 916 people dying.
MERS-CoV (beta coronavirus) (Middle east respiratory syndrome) which was epidemic in
2012 first appeared in Saudi Arabia and then spread to 27 countries, infected 2,949 and 858
people died. SARS-CoV-2 a new type of coronavirus causing the Covid-19 pandemic
Indonesia :
Virus Corona ditemukan pertama kali tahun 1960-an merupakn golongan virus RNA yang
dapat dibagi menjadi 4 kelompok yaitu alpha, beta, delta, dan gamma. Dimana alpha dan
beta CoV diketahui dapat menginfeksi manusia (human coronavirus).
Virus korona (nomor 1-4) yang sering menyebabkan infeksi saluran pernapasan atas
"common cold”
Virus corona manusia lainnya
SARS-CoV (beta coronavirus) (Severe acute respiratory syndrome) yang sempat menjadi
wabah pada tahun 2002 yang awalnya muncul di China kemudian menyebar ke 32 negara
dan menginfeksi 8.422 orang dengan 916 orang meninggal.
MERS-CoV (beta coronavirus) (Middle east respiratory syndrome) yang mewabah pada
tahun 2012 pertama kali muncul di Arab Saudi kemudian menyebar ke 27 negara,
menginfeksi 2.949 dan 858 orang meninggal.
SARS-CoV-2 jenis baru coronavirus menyebabkan pandemi Covid-19

the larges s glycoproteins are used by the virus to gain entry to human cells the most likely
attach to angiotensin converting enzyme 2 reseptors on the cell membrane allowing the
virus entry the exact mechanism for this is not known most likely as shown here the human
cell ingests the virus in a process known as endocytosis once inside the cytoplasm the
endosome opens to reveal the virus’s genetic material. A single stranded rna the virus
hijacks the cell’s machinery to replicate the rna in n proteins and uses the endoplasmic
reticulum to form its m protein outer layer and the all important. S protein after replication
the virus is carried by the golgi bodies out of the cell in a process known as exocytosis so
that it can infect other cells meanwhile the strees of viral production on the endoplasmic
reticulum eventually leads to apoptosis or cell death. It should be note that the mechanism
of action for 2019 novel coronavirus is unknown however scientists in china have
sequenced thr genom while others have used the sequencing to visualize the structure.
Glikoprotein terbesar digunakan oleh virus untuk masuk ke sel manusia Kemungkinan besar
menempel pada reseptor enzim pengubah angiotensin 2 pada membran sel memungkinkan
virus masuk mekanisme pasti untuk ini tidak diketahui kemungkinan besar seperti yang
ditunjukkan di sini sel manusia menelan virus dalam proses yang dikenal sebagai endositosis
sekali di dalam sitoplasma endosom terbuka untuk mengungkapkan materi genetik virus.
Sebuah RNA untai tunggal virus membajak mesin sel untuk mereplikasi rna dalam n protein
dan menggunakan retikulum endoplasma untuk membentuk lapisan luar protein m dan
yang terpenting. Protein S setelah replikasi virus dibawa oleh badan golgi keluar sel dalam
proses yang disebut eksositosis sehingga dapat menginfeksi sel-sel lain sedangkan sisa
produksi virus pada retikulum endoplasma akhirnya menyebabkan apoptosis atau kematian
sel. Perlu dicatat bahwa mekanisme aksi untuk novel coronavirus 2019 tidak diketahui
namun para ilmuwan di Cina telah mengurutkan genom sementara yang lain telah
menggunakan sekuensing untuk memvisualisasikan strukturnya.
….
English :
1) The virus binds to ACE 2 as the host target cell receptor in synergy with the host’s
transmembrane serine protease 2 (cell surface protein), which is principally
expressed in the airway epithelial cells and vascular endothelial cells. This leads to
membrane fusion and releases the viral genome into the host cytoplasm
2) Stages (3-7) show the remaining steps of viral replication, leading to viral assembly,
maturation, and virus release
Bahasa Indonesia :
1. Virus mengikat ACE 2 sebagai reseptor sel target inang yang bersinergi dengan
transmembran serin protease 2 (protein permukaan sel) inang, yang terutama diekspresikan
dalam sel epitel saluran napas dan sel endotel vaskular. Hal ini menyebabkan fusi membran
dan melepaskan genom virus ke dalam sitoplasma inang
2. Tahap (3-7) menunjukkan langkah-langkah replikasi virus yang tersisa, yang mengarah ke
perakitan virus, pematangan, dan pelepasan virus

The most common symptoms of COVID-19 are fever, tiredness, and dry cough. Some
patients may have aches and pains, nasal congestion, runny nose, or sore throat. These
symptoms are usually mild and begin gradually.
Gejala COVID-19 yang paling umum adalah demam, kelelahan, dan batuk kering. Beberapa
pasien mungkin mengalami sakit dan nyeri, hidung tersumbat, pilek, atau sakit tenggorokan.
Gejala-gejala ini biasanya ringan dan dimulai secara bertahap.
……………….
The initial symptoms were divided into three types:
- respiratory symptoms (including fever, cough, dyspnea, expectoration, hemoptysis,
chest tightness, and pharyngalgia)
- digestive symptoms (including abdominal pain, diarrhea, and nausea or vomiting)
- and neurological symptoms (including anorexia, fatigue, myalgia, and headache)
Indonesia :
Gejala umum dibagi menjadi tiga jenis:
• gejala pernapasan (termasuk demam, batuk, dispnea, ekspektorasi, hemoptisis,
sesak dada, dan faringalgia)
• gejala pencernaan (termasuk sakit perut, diare, dan mual atau muntah)
• dan gejala neurologis (termasuk anoreksia, kelelahan, mialgia, dan sakit kepala)
• Typical manifestations. This is a list of the most common symptoms that when
patients present with Covid. With a quick search you can come up with different
kinds of papers, explaining the presentation of patients with Covid-19. In this thing
we go to the CDC website. Classically you know fevers and chills; specifically fevers
and respiratory symptoms, and cough and respiratory distress. But we do see pretty
commonly: diarrhea, sore throat and myalgia as well. Now, Covid-19 can be pretty
benign for the most part.
• Manifestasi khas. Ini adalah daftar gejala yang paling umum ketika pasien datang
dengan Covid. Dengan pencarian cepat, Anda dapat menemukan berbagai jenis
makalah, menjelaskan presentasi pasien dengan Covid-19. Dalam hal ini, kita pergi
 ke situs web CDC. Secara klasik Anda tahu demam dan menggigil; khususnya demam
dan gejala pernapasan, serta batuk dan gangguan pernapasan. Tapi kita melihat
cukup umum: diare, sakit tenggorokan dan mialgia juga. Sekarang, Sebagian besar
Covid-19 bisa sangat ringan.

So how does it look like? Patients can present with conjunctival hyperemia, foreign body
sensation, epiphora: which is all this tearing, chemosis mild eyelid erythema or periorbital
edema, pruritus, burning sensation, some person with mild pain. We also know that
symptoms they progress and they get more and more severe and then eventually they get
better. But patients definitely report that some worsening before it actually gets better. And
it has been reported that clinical exam findings are most consistent with a follicular
conjunctivitis. Now in the palpebral conjunctiva, we have different follicles that get inflamed
and it looks kind of bumpy and that's what we see here in the pictures at the right. It's like a
demonstration of how follicular conjunctivitis looks like and we see that the injection in the
conjunctiva with swelling and some chemosis.
Jadi bagaimana tampilannya? Pasien dapat datang dengan hiperemia konjungtiva, sensasi
benda asing, epifora, kemosis, eritema kelopak mata ringan atau edema periorbital,
pruritus, sensasi terbakar, beberapa orang dengan nyeri ringan. Kita juga tahu bahwa
gejalanya berkembang dan menjadi semakin parah dan akhirnya menjadi lebih baik. Tetapi
pasien pasti melaporkan bahwa beberapa memburuk sebelum benar-benar menjadi lebih
baik. Dan telah dilaporkan bahwa temuan pemeriksaan klinis paling konsisten dengan
konjungtivitis folikular. Pada konjungtiva palpebra, kita memiliki folikel yang berbeda yang
meradang dan terlihat agak bergelombang dan itulah yang kita lihat di gambar di sebelah
kanan. Ini seperti demonstrasi bagaimana konjungtivitis folikular terlihat dan kita melihat
bahwa injeksi di konjungtiva dengan pembengkakan dan beberapa kemosis.
--------------------------------
Symptoms in the eyes that are most often found in COVID-19 patients include redness, pain
and itching of the eyes.
Diseases that can accompany include follicular conjunctivitis, episcleritis etc.
SARS-Cov-2 can be found in tears and conjunctival sacs
Found positive in patients with positive oropharyngeal swabs, never found positive in
patients with negative oropharyngeal swabs.
Zhang et al (2020): out of 72 patients with COVID-19, only 2 patients (2.78%) had
conjunctivitis, and the conjunctival swab was positive in only 1 patient.
Chen et al (2020): COVID-19 patient with acute follicular conjunctivitis, presenting 13 days
after first onset, positive conjunctival swab on day 13, persisting positive until day 17, and
negative on day 19 .
A negative conjunctival swab result can be caused by:
Ø RT-PCR is not sensitive enough for small amounts of SARS-CoV RNA
Ø Conjunctival swab sampling: a one-time process, not in the right time
Gejala pada mata yang paling sering ditemukan pada pasein COVID-19 diantaranya mata
kemerahan, nyeri dan gatal.
Penyakit yang dapat menyertai diantaranya follicular conjunctivitis, episcleritis dll
Now this is this is our guy here; they were able to do slit lamp exam. On panel A and D,
that's the exam on day 13 when he presented. B and E show an exam on day 17, and then
panel C and F, that's examination on illness day 19 when he actually reported improvement
and clinical exam findings look much improved. Now this patient in particular he received
Lopinavir and Ritonavir and he received Ribavirin eye drops
Sekarang, ini contoh pasien kita di sini; mereka dilakukan pemeriksaan slit lamp. Pada panel
A dan D, itu pada hari ke-13 saat pasien datang. B dan E menunjukkan pemeriksaan pada
hari ke-17, dan kemudian panel C dan F, yaitu pemeriksaan pada hari ke-19 ketika pasien
benar-benar melaporkan perbaikan dan temuan pemeriksaan klinis terlihat jauh lebih baik.
Sekarang pasien ini khususnya dia menerima Lopinavir dan Ritonavir dan dia menerima obat
tetes mata Ribavirin
…………………………
Figure 1: Follicular conjunctivitis following COVID-19: A 30-year-old man developed bilateral
follicular conjunctivitis 13 days after mild COVID-19 infection. Slit lamp examinations
showed evidence of acute viral conjunctivitis. (a and d)The examination on illness day 13
showed moderate conjunctival injection and inferior palpebral conjunctival follicles. (b and
e) Examinations on illness day 17 and (c and f) illness on day 19 demonstrated that
treatment with ribavirin eye-drops gradually improved the patient’s symptoms.
Varied: 0,9-31,6% in COVID-19 patient
More common in patients with leukocytes and higher neutrophil type counts,
procalcitonin, C-reactive protein (CRP), and higher lactate dehydrogenase
Mild follicular conjunctivitis
Unilateral bulbar conjunctiva hyperemia
Palpebral conjunctiva and follicular reaction
Epifora
Mild chemosis
Figure 4. hyper-reflective lesions pada lapisan inner plexiform & ganglion cell layers. Some
patients have features suggestive of retinal microangiopathy
Gambar 1: Konjungtivitis folikular pada pasien COVID-19: Seorang pria berusia 30 tahun
mengalami konjungtivitis folikular bilateral 13 hari setelah infeksi COVID-19 ringan.
Pemeriksaan slit lamp menunjukkan bukti konjungtivitis virus akut. (a dan d) Pemeriksaan
pada hari sakit ke-13 menunjukkan injeksi konjungtiva sedang dan folikel konjungtiva
palpebra inferior. (b dan e) Pemeriksaan pada hari sakit 17 dan (c dan f) sakit pada hari 19
menunjukkan bahwa pengobatan dengan obat tetes mata ribavirin secara bertahap
memperbaiki gejala pasien.

Case: a 29-year-old nurse working in the emergency room of Tongii Hospital, Wuhan, came
with complaints of both red eyes and continuous watering.
Physical examination of the eye: conjunctival congestion, epiphora with normal BCVA,
normal BMD, normal preauricular glands
CT scan of the thorax: ground glass opacity (+)
Conjunctival and oropharyngeal swab for SARS Cov-2 positive
Kasus: Seorang perawat berusia 29 tahun yang bekerja di ruang gawat darurat Rumah Sakit
Tongii, Wuhan, datang dengan keluhan mata merah dan berair terus menerus.
Pemeriksaan fisik mata : kongesti konjungtiva, epifora dengan BCVA normal, BMD normal,
kelenjar preauricular normal
CT scan toraks: ground glass opacity (+)
Swab konjungtiva dan orofaringeal untuk SARS Cov-2 positif
……………………….
Kasus: Seorang perawat berusia 29 tahun yang bekerja di ruang gawat darurat Rumah Sakit
Tongii, Wuhan, datang dengan keluhan mata merah dan berair terus menerus.
Pemeriksaan fisik mata : kongesti konjungtiva, epifora dengan BCVA normal, BMD normal,
kelenjar preauricular normal
CT scan toraks: ground glass opacity (+)
Swab konjungtiva dan orofaringeal untuk SARS Cov-2 positif

The figure illustrates the various modes of SARS-CoV-2 entry to the human eye (A), passage
to through the nose, mouth, and eyes to the respiratory system (B) and replication with the
target receptor of the target cell surface leading to inflammation in the infected organ or
cells in the lungs and eyes (C).
The virus that causes COVID-19 is mainly transmitted through droplets generated when an
infected person coughs, sneezes, or exhales. These droplets are too heavy to hang in the air,
and quickly fall on floors or surfaces.
You can be infected by breathing in the virus if you are within close proximity of someone
who has COVID-19, or by touching a contaminated surface and then your eyes, nose or
mouth.
The recent study showed the possibility virus transmission through oral –focal route &
aerosol.
………………….
Gambar tersebut mengilustrasikan berbagai cara masuknya SARS-CoV-2 ke mata manusia
(A), perjalanan melalui hidung, mulut, dan mata ke sistem pernapasan (B) dan replikasi
dengan reseptor target permukaan sel target yang memimpin hingga peradangan pada
organ atau sel yang terinfeksi di paru-paru dan mata (C).
Virus penyebab COVID-19 terutama ditularkan melalui tetesan yang dihasilkan ketika orang
yang terinfeksi batuk, bersin, atau menghembuskan napas. Tetesan ini terlalu berat untuk
menggantung di udara, dan dengan cepat jatuh di lantai atau permukaan.
Anda dapat terinfeksi dengan menghirup virus jika Anda berada dalam jarak dekat dengan
seseorang yang memiliki COVID-19, atau dengan menyentuh permukaan yang
terkontaminasi dan kemudian mata, hidung, atau mulut Anda.
Studi terbaru menunjukkan kemungkinan penularan virus melalui rute oral-fokal & aerosol.
Indonesia :
Gambar tersebut menggambarkan berbagai mode entri SARS-COV-2 ke mata manusia (a)
masuk ke hidung, mulut, dan mata ke sistem pernapasan (b) dan replikasi dengan reseptor
target di permukaan sel target memicu peradangan pada organ atau sel yang terinfeksi pada
paru-paru dan mata (c).
In the primary stage of the infection, the virus coming into the contact with mucosal region
of the eye could be absorbed by the attachment of viral spike protein to the host cell
receptor present in the contact region forming antigen receptor complex. This complex is
proteolytically processed by type 2 transmembrane protease (TMPRSS2) leading to
subsequent cleavage of ACE-2 receptor and activation of viral spike protein thus facilitating
the viral entry. 22–24 The virus may be partly absorbed through conjunctiva or cornea via
the nasolacrimal duct or directly enter into the host cells of the upper respiratory tract. This
causes primary viremia. The virus replicated in the upper respiratory system subsequently
infects the adjacent cells causing secondary viremia by similar mode of binding of virus spike
protein to ACE2 receptor in type 2 pneumocytes in the lungs triggering a cascade of
inflammation in the lower respiratory systems consisting of nasopharynx and trachea or
reach gastro intestinal tract.
2. The presence of ACE2 and TMPRSS2 (Transmembrane protease, Serine 2) receptors on
corneal limbal stem cells could theoretically cause the virus to spread to the ocular surface
--> spread from the eye to the body via the bloodstream and nervous system.
Tear dynamism --> supportive factor SARS-CoV-2 across the respiratory and digestive tracts
via the lacrimal canaliculi.
The reverse route: from the nasal mucosa to the conjunctiva cannot be excluded, such as
hematogenous infection of the lacrimal gland.
…………………..
Dalam tahap awal infeksi, virus yang kontak dengan wilayah mukosa mata dapat diserap
oleh protein lonjakan virus ke reseptor sel inang yang hadir di wilayah kontak yang
membentuk kompleks reseptor antigen. Kompleks ini diproses secara proteolitik oleh
Protease Transmembrane Tipe 2 (TMPRSS2) yang mengarah ke pembelahan atas reseptor
ACE-2 dan aktivasi protein virus yang memfasilitasi entri viral. Virus mungkin sebagian
diserap melalui konjungtiva atau kornea melalui saluran nasolacrimal atau langsung masuk
ke dalam sel inang dari saluran pernapasan bagian atas. Ini menyebabkan viremia primer.
Virus yang direplikasi dalam sistem pernapasan atas selanjutnya menginfeksi sel-sel yang
berdekatan yang menyebabkan viremia sekunder dengan mode pengikatan virus yang sama
dengan protein lonjakan virus ke reseptor ACE2 pada pneumocytes tipe 2 di paru-paru
memicu kaskade peradangan dalam sistem pernapasan yang lebih rendah yang terdiri dari
nasopharynx dan trakea atau mencapai saluran usus gastro.
Adanya reseptor ACE2 dan TMPRSS2 (Transmembrane protease, Serine 2) pada sel punca
limbal kornea secara teoritis dapat menyebabkan virus menyebar ke permukaan mata -->
menyebar dari mata ke tubuh melalui aliran darah dan sistem saraf.
Dinamisme air mata --> faktor pendukung SARS-CoV-2 melintasi saluran pernapasan dan
pencernaan melalui kanalikuli lakrimal.
Rute sebaliknya: dari mukosa hidung ke konjungtiva tidak dapat dikecualikan, seperti infeksi
hematogen kelenjar lakrimal.

RT-PCR of conjunctival secretions has yielded positive results in many reported cases.
Examination to detect the presence of the virus: RT-PCR, viral culture, or cytopathic effects
Swabs to collect tears and conjunctival secretions were per- formed from the lower eyelid
fornix without topical anesthesia to avoid possible contamination of the specimen. Follow-
up for each patient continued through April 15, 2020. The laboratory tests were performed
in accordance with the guidelines and in laboratories identified for COVID-19 detection by
the Italian Health Ministry.
SARS-Cov-2 can be found in tears and conjunctival sacs
Found positive in patients with positive oropharyngeal swabs, never found positive in
patients with negative oropharyngeal swabs.
Zhang et al (2020): out of 72 patients with COVID-19, only 2 patients (2.78%) had
conjunctivitis, and the conjunctival swab was positive in only 1 patient.
Chen et al (2020): COVID-19 patient with acute follicular conjunctivitis, presenting 13 days
after first onset, positive conjunctival swab on day 13, persisting positive until day 17, and
negative on day 19 .
A negative conjunctival swab result can be caused by:
Ø RT-PCR is not sensitive enough for small amounts of SARS-CoV RNA
Ø Conjunctival swab sampling: a one-time process, not in the right time
………………….
Penyeka untuk mengumpulkan air mata dan sekresi konjungtiva dilakukan dari forniks
kelopak mata bawah tanpa anestesi topikal untuk menghindari kemungkinan kontaminasi
spesimen. Tindak lanjut untuk setiap pasien berlanjut hingga 15 April 2020. Tes
laboratorium dilakukan sesuai dengan pedoman dan di laboratorium yang diidentifikasi
untuk deteksi COVID-19 oleh Kementerian Kesehatan Italia.
SARS-Cov-2 dapat ditemukan di air mata dan kantung konjungtiva
Ditemukan positif pada pasien dengan swab orofaringeal positif, tidak pernah ditemukan
positif pada pasien dengan swab orofaringeal negatif.
Zhang et al (2020): dari 72 pasien COVID-19, hanya 2 pasien (2,78%) yang mengalami
konjungtivitis, dan swab konjungtiva positif hanya 1 pasien.
Chen et al (2020): Pasien COVID-19 dengan konjungtivitis folikular akut, datang 13 hari
setelah onset pertama, swab konjungtiva positif pada hari ke-13, tetap positif hingga hari
ke-17, dan negatif pada hari ke-19.
Hasil swab konjungtiva negatif dapat disebabkan oleh:
RT-PCR tidak cukup sensitif untuk sejumlah kecil RNA SARS-CoV
Pengambilan sampel swab konjungtiva: proses satu kali, bukan waktu yang tepat

Treatment for ocular manifestations in Covid-19 patient?

There are no definite recommendations
Supportive treatment
Perawatan untuk manifestasi okular di pasien Covid-19?
Tidak ada rekomendasi yang pasti
Terapi supportif saja
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Treatment. Now Covid-19 treatment is essentially supportive and patients definitely
complain that it kind of gets worse before it gets better. We do treat Covid-19 or we in
attempt to treat it, we use different agents: convalescent plasma, interleukin-6 inhibitors
and so on, but specifically for eye complaints is supportive care; what we are doing now until
we have more evidence if something else is needed. So artificial tears, antihistamine eye
drops like Olopatadine are used, cold compresses, sometimes artificial tears can be cold a
little bit for more symptomatic relief and topical antibiotics can sometimes be used to
prevent bacterial super infection.
Pengobatan. Sekarang pengobatan Covid-19 pada dasarnya suportif dan pasien pasti
mengeluh bahwa keadaan menjadi lebih buruk sebelum menjadi lebih baik. Kami memang
mengobati Covid-19 atau kami dalam upaya untuk mengobatinya, kami menggunakan agen
yang berbeda: plasma konvalesen, inhibitor interleukin-6 dan sebagainya, tetapi khusus
untuk keluhan mata adalah perawatan suportif; ini apa yang kita lakukan sekarang sampai
kita memiliki lebih banyak bukti jika sesuatu yang lain diperlukan. Jadi air mata buatan, obat
tetes mata antihistamin seperti Olopatadine digunakan, kompres dingin, terkadang air mata
buatan bisa sedikit dingin untuk meredakan gejala dan antibiotik topikal terkadang dapat
digunakan untuk mencegah infeksi super bakteri.
q Chen et al (2020) ribavirin eye drops 4 times daily.
Ø 1 day after ribavirin administration --> symptom of watery eyes, redness, and foreign
body sensation.
Ø 5 days after ED ribavirin administration --> ocular symptoms disappeared
completely.
q Zhang et al (2020): ganciclovir eye drops
Ø 4 days after administration of gancilovir ED --> improved
q Support: lubricating eye drops and cold compress
q Avoid touching your eyes before washing your hands

In the primary stage of the infection, the virus coming into the contact with mucosal region
of the eye could be absorbed by the attachment of viral spike protein to the host cell
receptor present in the contact region forming antigen receptor complex. This complex is
proteolytically processed by type 2 transmembrane protease (TMPRSS2) leading to
subsequent cleavage of ACE-2 receptor and activation of viral spike protein thus facilitating
the viral entry. 22–24 The virus may be partly absorbed through conjunctiva or cornea via
the nasolacrimal duct or directly enter into the host cells of the upper respiratory tract. This
causes primary viremia. The virus replicated in the upper respiratory system subsequently
infects the adjacent cells causing secondary viremia by similar mode of binding of virus spike
protein to ACE2 receptor in type 2 pneumocytes in the lungs triggering a cascade of
inflammation in the lower respiratory systems consisting of nasopharynx and trachea or
reach gastro intestinal tract.
2. The presence of ACE2 and TMPRSS2 (Transmembrane protease, Serine 2) receptors on
corneal limbal stem cells could theoretically cause the virus to spread to the ocular surface
--> spread from the eye to the body via the bloodstream and nervous system.
Tear dynamism --> supportive factor SARS-CoV-2 across the respiratory and digestive tracts
via the lacrimal canaliculi.
The reverse route: from the nasal mucosa to the conjunctiva cannot be excluded, such as
hematogenous infection of the lacrimal gland.
…………………..
Dalam tahap awal infeksi, virus yang kontak dengan wilayah mukosa mata dapat diserap
oleh protein lonjakan virus ke reseptor sel inang yang hadir di wilayah kontak yang
membentuk kompleks reseptor antigen. Kompleks ini diproses secara proteolitik oleh
Protease Transmembrane Tipe 2 (TMPRSS2) yang mengarah ke pembelahan atas reseptor
ACE-2 dan aktivasi protein virus yang memfasilitasi entri viral. Virus mungkin sebagian
diserap melalui konjungtiva atau kornea melalui saluran nasolacrimal atau langsung masuk
ke dalam sel inang dari saluran pernapasan bagian atas. Ini menyebabkan viremia primer.
Virus yang direplikasi dalam sistem pernapasan atas selanjutnya menginfeksi sel-sel yang
berdekatan yang menyebabkan viremia sekunder dengan mode pengikatan virus yang sama
dengan protein lonjakan virus ke reseptor ACE2 pada pneumocytes tipe 2 di paru-paru
memicu kaskade peradangan dalam sistem pernapasan yang lebih rendah yang terdiri dari
nasopharynx dan trakea atau mencapai saluran usus gastro.
Adanya reseptor ACE2 dan TMPRSS2 (Transmembrane protease, Serine 2) pada sel punca
limbal kornea secara teoritis dapat menyebabkan virus menyebar ke permukaan mata -->
menyebar dari mata ke tubuh melalui aliran darah dan sistem saraf.
Dinamisme air mata --> faktor pendukung SARS-CoV-2 melintasi saluran pernapasan dan
pencernaan melalui kanalikuli lakrimal.
Rute sebaliknya: dari mukosa hidung ke konjungtiva tidak dapat dikecualikan, seperti infeksi
hematogen kelenjar lakrimal.

For the 2019 novel coronavirus and treatment is only supportive therefore preventing
transmission is paramount as an airborne virus recommended precaution are similar to
those for preventing the flu this includes washing hands requlary with soap and water for 20
seconds covering sneezes and coughs with the inside of the elbow refraining from touching
high contact surface like railings and doorknobs if you use tissues throw them away
immediately avoid close contact with people who are sick .
………………………
Untuk novel coronavirus 2019 dan pengobatannya hanya bersifat suportif oleh karena itu
pencegahan penularan adalah yang terpenting karena pencegahan yang direkomendasikan
oleh virus yang ditularkan melalui udara serupa dengan pencegahan flu ini termasuk
mencuci tangan secara teratur dengan sabun dan air selama 20 detik menutupi bersin dan
batuk dengan bagian dalam. siku menahan diri dari menyentuh permukaan kontak tinggi
seperti pagar dan gagang pintu jika menggunakan tisu segera buang jauh-jauh hindari
kontak dekat dengan orang yang sakit.
Wash your hands often with soap and water for at least 20 seconds especially after you have
been in a public place, or after coughing, or sneezing, and before touching your face
People with aged 2 or older, should wear a mask in public places.
Avoid crowds and poorly ventilated spaces
Avoid indoor spaces that do not offer fresh air from the outdoors as much as possible.
Indonesia :
Cuci tangan Anda dengan sabun dan air selama setidaknya 20 detik terutama setelah Anda
berada di tempat umum, atau setelah batuk, atau bersin, dan sebelum menyentuh wajah
Anda.
Orang-orang dengan usia 2 atau lebih, harus mengenakan masker di tempat-tempat umum.
Hindari kerumunan dan ruang yang berventilasi burukHindari ruang-ruang dalam ruangan
yang tidak memiliki aliran udara segar dari luar.
Get Vaccinated
Authorized COVID-19 vaccines can help protect you from COVID-19.
Clean and disinfect
Clean high touch surfaces daily. This includes tables, doorknobs, light switches, countertops,
handles, desks, phones, keyboards, toilets, faucets, and sinks.
Stay 6 feet away from others
Inside your home: Avoid close contact with people who are sick.
Outside your home: Put 6 feet of distance between yourself and people who don’t live in
your household.
Monitor your health daily
Be alert for symptoms. Watch for fever, cough, shortness of breath, or other symptoms of
COVID-19.
Indonesia :
Lakukan vaksinasi : Vaksin resmi Covid-19 dapat membantu melindungi Anda dari Covid-19.
Bersihkan dan disinfektan : Bersihkan permukaan sering disentuh setiap hari. Ini termasuk
meja, gagang pintu, sakelar ringan, countertops, pegangan, meja, telepon, keyboard, toilet,
faucet, dan wastafel.
Jaga jarak 6 kak/ 2 meter dari orang lain :
Di dalam rumah Anda : Hindari kontak dekat dengan orang-orang yang sakit.
Di luar rumah Anda: jaga jarak 6 kaki antara diri Anda dan orang-orang yang tidak tinggal di
rumah Anda.
Pantau kesehatan Anda setiap hariWaspada untuk gejala demam, batuk, sesak napas, atau
gejala lain dari Covid-19.

Improvisation of the precaution measures to break the chain of the spread of theSARS-CoV-
2 virus and infection in the community and ophthalmic practices shown in this figure. Using
goggles, masks, face shield, eye drapes, washing hand, PPE, avoid direct ophtalmoscopy and
slit lamp shields.
Improvisasi langkah-langkah pencegahan untuk memecah rantai penyebaran virus thesars-
cov-2 dan infeksi pada komunitas dan praktik-praktik oftalmik yang ditunjukkan pada
gambar ini. Menggunakan kacamata, masker, pelindung wajah, tirai mata, mencuci tangan,
APD, hindari ophtalmoscopy langsung dan pelindung slit lamp.

There are several things that make us as ophthalmologists easily exposed to COVID-19
infection.
Strongly advise doctors to "be careful when examining patients, due to the proximity to the
patient's nose and mouth, and potential exposure to tears that may contaminated with
viruses"
The examination is carried out at a relatively close distance to the patient and the risk of
exposure to air in the patient is suspected to be a medium for the spread of the virus. These
two factors place ophthalmologists at high risk for COVID-19 infection
……………..
Ada beberapa hal yang membuat kita sebagai dokter mata mudah terkena infeksi COVID-19.
Sangat menyarankan dokter untuk "berhati-hati saat memeriksa pasien, karena dekat
dengan hidung dan mulut pasien, dan potensi terkena air mata yang mungkin
terkontaminasi virus"
Pemeriksaan dilakukan dengan jarak yang relatif dekat dengan pasien dan risiko terpapar
udara pada pasien diduga menjadi media penyebaran virus. Kedua faktor ini menempatkan
dokter mata pada risiko tinggi untuk infeksi COVID-19

Since December 2019, coronavirus disease 2019 (COVID- 19) has been reported among
patients in China. Currently, the disease is quickly spreading worldwide. The pathogen of
COVID-19 is a novel coronavirus (severe acute respiratory Syndrome coronavirus 2 [SARS-
CoV-2]).
Compared with SARS-CoV-1, SARS-CoV-2 has a similar binding receptor and similar
pathologic features systemicallyandepidemiological characteristics.
Sejak Desember 2019, Penyakit Coronavirus 2019 (Covid-19) telah dilaporkan ditemukan di
antara pasien di Cina. Saat ini, Penyakit ini dengan cepat menyebar ke seluruh
dunia.Patogen Covid-19 adalah novel coronavirus atau disebut juga SARS-COV-2, yang
diidentifikasi sebagaianggota keluarga Coronaviridae. Dibandingkan dengan SARS-COV-1,
SARS-COV-2 memiliki reseptor pengikat yang serupa dan fitur patologis serupa secara
karakteristik sistemis dan epidemiologis

Although there is no direct evidence that SARS-CoV-1 replication results in conjunctivitis and
other ocular diseases, reports have emphasized the eye as a potential site for virus
transmission.
Similarly, SARS-CoV-2 transmission through the eye has been suspected.
The objective of this study was to evaluate ocular involvement systematically in patients
highly suspected of having or confirmed to have COVID-19.
Indonesia :
Meskipun tidak ada bukti langsung bahwa replikasi SARS-COV-1 menghasilkan konjungtivitis
dan penyakit okular lainnya, laporan telah menekankan mata sebagai tempat potensial
untuk transmisi virus. Demikian pula, transmisi SARS-COV-2 melalui mata telah dicurigai.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi keterlibatan okular secara sistematis
pada pasien yang sangat diduga memiliki atau dikonfirmasi untuk memiliki Covid-19.

This study was retrospective case series with consecutive sampling.

From February 9 to 15, 2020, patients with COVID-19 hospitalized in Yichang Central
People’s Hospital were diagnosed based on the 5th edition of PC-NCP (Prevention and
Control of the Novel Coronavirus Pneumonia).
The patient symptoms, ocular manifestations, chest computed tomographic scans, and
results of blood tests and RT-PCR from nasopharyngeal and conjunctival swabs for SARS-
CoV-2 were analyzed.
This study was approved by the ethics committee of Yichang Central People’s Hospital, and
all patients gave written informed consent.
All statistical analyses were performed using SPSS version 13.0.
Means for continuous variables were compared using independent-group t test when the
data were normally distributed; otherwise, the Mann-Whitney
test was used. Proportions for categorical variables were compared using the χ2 and Fisher
exact test as appropriate.
For unadjusted comparisons, a 2-sided α of less than .05 was considered statistically
significant.
Indonesia :
Penelitian ini adalah seri kasus retrospektif dengan pengambilan sampel
berturut-turut/konsekutif.
Sejak 9-15 Februari 2020, pasien dengan Covid-19 dirawat di Rumah Sakit Rakyat Tengah
Yichang didiagnosis berdasarkan edisi 5 PC-NCP (pencegahan dan kontrol dari novel
Coronavirus pneumonia) di data.
Gejala pasien, manifestasi mata, pemindaian tomografi yang dihitung dengan dada, dan
hasil tes darah dan RT-PCR dari nasofaring dan penyeka konjungtiva untuk SARS-COV-2
dianalisis.
Penelitian ini disetujui oleh Komite Etika Rumah Sakit Rakyat Tengah Yichang, dan semua
pasien memberikan persetujuan tertulis.
Semua analisis statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 13.0.
Rerata variabel kontinu dibandingkan dengan uji t grup independen saat data didistribusikan
secara normal; Kalau tidak, Mann-Whitney tes yang digunakan. Proporsi untuk variabel
kategorikal dibandingkan dengan menggunakan uji χ2 dan fisher yang sesuai.Untuk
perbandingan yang tidak disesuaikan, nilai α kurang dari 0,05 dianggap signifikan secara
statistik.

The result in this study, mean age 65.9 years.

28 patients positive RT-PCR from nasopharygeal swabs (2 patients positive from conjungtival
swab, 10 patients pasitens judged by the guideline of PC-NCP
12 patients had ocular manifestations
PC-NCP, Prevention control of the novel coronavirus pneumonia
12 out of 38 patients had ocular manifestations
From 12 patients whit ocular manifestations:
11 patients positive for SARS CoV-2 on RT –PCR from nasopharyngeal swabs
2 positive for SARS-Cov-2 on RT PCR from both conjungtival and nasopharyngeal swabs
28 patients (73.7%) had positive findings for COVID-19 on RT-PCR from nasopharyngeal
swabs, and of these, 2 patients (5.2%) yielded positive findings for SARS-CoV-2 in their
conjunctival as well as nasopharyngeal specimens.
28 Pasien (73,7%) memiliki temuan positif untuk Covid-19 pada RT-PCR dari penyeka
nasofaring, dan dari ini, 2 pasien (5,2%) menghasilkan temuan positif untuk SARS-COV-2
dalam spesimen konjungtiva dan nasofaring.
……
1
A total of 12 of 38 patients (31.6%; 95% CI, 17.5-48.7) had ocular manifestations consistent
with conjunctivitis, including conjunctival hyperemia, chemosis, epiphora, and increased
secretions (Table 2).
Among these 12 patients, there were 4 cases judged as moderate, 2 cases judged as severe,
and 6 cases judged as critical, which was graded according to the guideline of PC-NCP4:
moderate indicated fever and/or respiratory symptoms and lung computed tomography
imaging findings; severe indicated dyspnea (respiratory frequency of 30 cycles per minute or
greater), blood oxygen saturation of 93%or less, and an arterial partial pressure of oxygen to
fraction of oxygen inspiration ratio of 300 or less; and critical indicated respiratory failure or
shock or multiple organ dysfunction/failure.
Indonesia :
Sebanyak 12 dari 38 pasien (31,6%; 95% CI, 17.5-48.7) memiliki manifestasi okular yang
konsisten dengan konjungtivitis, termasuk hiperemia konjungtiva, kimia, epiphora, dan
peningkatan sekresi (Tabel 2). Di antara 12 pasien ini, ada 4 kasus yang dinilai moderat, 2
kasus dinilai parah, dan 6 kasus dinilai kritis, yang dinilai sesuai dengan pedoman PC-NCP4:
Sedang menunjukkan demam dan / atau gejala pernapasan dan tomografi pernapasan dan
paru-paru temuan pencitraan; Dyspnea yang parah menunjukkan (frekuensi pernapasan 30
siklus per menit atau lebih besar), saturasi oksigen darah 93% atau kurang, dan tekanan
parsial arteri oksigen ke fraksi rasio inspirasi oksigen 300 atau kurang; dan kondisi kritis
kegagalan pernapasan menunjukkan syok atau kegagalan organ.

WBC, Lymphocyte an neutrouphil counts were higher in patients with ocular manifestation
……………
Wbc, limfoit jumlah neutrophil lebih tinggi pada pasien dengan manifestasi ocular
FIX

Inflammatory markers PCT and CRP were higher in patients with ocular manifestations
Because patients with ocular complaints are sicker or have systemic symptoms, we do see an
elevated white blood cell counts, neutrophilia and high markers of inflammation like
procalcitonin, CRP and LDH when compared to patients without ocular symptoms.
Karena pasien dengan keluhan okular lebih sakit atau memiliki gejala sistemik, kami melihat
peningkatan jumlah sel darah putih, neutrofilia, dan penanda inflamasi yang tinggi seperti
prokalsitonin, CRP, dan LDH bila dibandingkan dengan pasien tanpa gejala okular.
FIX

31.6% (95% CI, 17.5-48.7) have ocular abnormalities, with most among patients with more
severe systemic manifestations or abnormal findings on blood tests.
These results suggest that ocular symptoms commonly appear in patients with severe
pneumonia.
Our results show a low prevalence (5.2%; 95% CI, 0.6- 17.8) of SARS-CoV-2 nucleotides in
conjunctival specimens of patients with COVID-19
consistent with previous studies on severe acute respiratory syndrome.
Of note,we found only 1 patient presenting with conjunctivitis as the first symptom.
Indonesia :
31,6% (95% CI, 17.5-48.7) memiliki kelainan mata, dengan sebagian besar di antara pasien
dengan manifestasi sistemik yang lebih parah atau temuan abnormal pada tes darah.
Hasil ini menunjukkan bahwa gejala okular biasanya muncul pada pasien dengan pneumonia
berat.
Hasil menunjukkan prevalensi rendah (5,2%; 95% CI, 0,6- 17,8) nukleotida SARS-COV-2
dalam spesimen konjungtiva pasien dengan Covid-19, konsisten dengan penelitian
sebelumnya pada sindrom pernapasan akut parah.
Catatan, hanya ditemukan 1 pasien yang mempresentasikan konjungtivitis sebagai gejala
pertama.

Previous reports have shown the shedding of potentially infectious virus can occur in people
who have no fever and minor or absent signs of infection.
Because unprotected eyes were associated with an increased risk of transmission of SARS-
CoV-1, in support of our current results, our results might suggest that SARS-CoV-2might be
transmitted through the eye.
Indonesia :
Laporan sebelumnya menunjukkan virus yang berpotensi menular dapat terjadi pada orang
yang tidak demam dan tanda-tanda infeksi kecil atau tidak ada.
Karena mata yang tidak terlindungi dikaitkan dengan peningkatan risiko penularan SARS-
COV-1, yang mendukung hasil kami saat ini, hasil kami mungkin menunjukkan bahwa SARS-
COV-2 mungkin ditransmisikan melalui mata.

Limitation of this study :

• Relatively small sample size and absence of detailed ocular examinations to exclude
intraocular disease owing to the logistical challenges of managing these patients at
this time.
• Only sampled once from the eye of each patient, which can decrease the prevalence
owing to false-negatives.
Indonesia :
Keterbatasan penelitian ini:
• Ukuran sampel yang relatif kecil dan tidak adanya pemeriksaan okular terperinci
untuk mengeksklusi penyakit intraokular karena tantangan logistik mengelola pasien
saat ini.
• Sampel hanya diambil sekali dari salah satu mata setiap pasien, yang dapat
mengurangi prevalensi karena false-negatif.

Conclusion from this study :

Ocular abnormalities frequently occurred in patients with more severe COVID-19.
Although there is a low prevalence of SARS-CoV-2 in tears, it is possible to transmit via the
eyes.
Indonesia :
Kesimpulan dari penelitian ini:
Kelainan okular sering terjadi pada pasien dengan Covid-19 yang lebih parah.
Meskipun ada prevalensi rendah SARS-COV-2 di temukan di air mata, ada kemungkinan
transmisi melalui mata.