You are on page 1of 13

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH ASWAJA


MANHAJ AL-FIKR (METODOLOGI PEMIKIRAN) NU

DISUSUN OLEH:
Kelompok 4 / Kelas 3-A
1. Yana Ayu Nadya Shelomita (1130022049)
2. Elly Arnovi Ibrahim Mandjaw (1130022075)
3. Lutfiana Rahmayanti Nurlita (1130022137)

DOSEN FASILITATOR:
Mochammad Ikhwan, S.S, M.Si, M.Pd.I

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Manhaj Al-Fikr” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
penugasan dari bapak Mochammad Ikhwan, S.S., M.Si., M.Pd.i pada mata kuliah
Aswaja. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para
pembaca dan juga penulis.

Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen-dosen pada mata kuliah ini


yang telah memberikan tugas ini, sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah


berbagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangunakan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 23 September 2023

Penyusun
Kelompok 4 / Kelas 3A

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 4
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 5
1.4 Manfaat ..................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 6
2.1 Tawasuth .................................................................................................. 6
2.2 Tawazun ................................................................................................... 7
2.3 Ta’adul ...................................................................................................... 9
2.4 Tasamuh ................................................................................................. 10
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 12
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 12
3.2 Saran ....................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ahlussunnah Wal Jama'ah (Aswaja) merupakan bagian integral dari sistem
keorganisasian PMII. Dalam NDP (Nilai Dasar Pergerakan) disebutkan bahwa
Aswaja merupakan metode pemahaman dan pengamalan keyakinan Tauhid. Lebih
dari itu, disadari atau tidak Aswaja merupakan bagian kehidupan sehari-hari setiap
anggota/kader organisasi kita. Akarnya tertananam dalam pada pemahaman dan
perilaku, penghayatan kita masing-masing dalam menjalankan Islam. Selama ini
proses reformulasi Ahlussunnah wal Jama'ah telah berjalan, bahkan masih
berlangsung hingga saat ini.
Tahun 1994, dimotori oleh KH Said Agil Siraj muncul gugatan terhadap
Aswaja yang sampai saat itu diperlakukan sebagai sebuah madzhab. Padahal di
dalam Aswaja terdapat berbagai madzhab, khususnya dalam bidang fiqh. Selain itu,
gugatan muncul melihat perkembangan zaman yang sangat cepat dan
membutuhkan respon yang kontekstual dan cepat pula. Dari latar belakang tersebut
dan dari penelusuran terhadap bangunan isi Aswaja sebagaimana selama ini
digunakan, lahirlah gagasan ahlussunnah wal-jama'ah sebagai manhaj al-fikr
(metode berpikir). Berpegang pada prinsip prinsip Tawassuth (moderat), Tawazun
(netral), Ta’adul (keseimbangan), dan Tasamuh (toleran).
Moderat tercermin dalam pengambilan hukum yaitu memperhatikan posisi
akal di samping memperhatikan nash. Aswaja memberi titik porsi yang seimbang
antara rujukan nash (Al-qur’an dan Al-Hadist) dengan penggunaan akal. Prinsip ini
merujuk pada debat awal-awal Masehi antara golongan yang sangat menekankan
akal (Mu’tazilah) dan golongan fatalis (Jabariyah).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Tawasuth dalam Metodologi Pemikiran NU?
2. Apa yang dimaksud dengan Tawazun dalam Metodologi Pemikiran NU?
3. Apa yang dimaksud dengan Ta’adul dalam Metodologi Pemikiran NU?
4. Apa yang dimaksud dengan Tasamuh dalam Metodologi Pemikiran NU?

4
1.3 Tujuan
A. Tujuan Umum
Mahasiswa/i mampu menjelaskan, memaparkan, serta mengerti metodologi
pemikiran NU Manhaj al-Fikr.

B. Tujuan Khusus
1. Mampu menjelaskan pengertian Tawasuth dalam Metodologi
Pemikiran NU.
2. Dapat memahami dan menjelaskan kembali mengenai Tawazun dalam
Metodologi Pemikiran NU.
3. Dapat memahami dan menjelaskan kembali mengenai Ta’adul dalam
Metodologi Pemikiran NU.
4. Dapat memahami dan menjelaskan kembali mengenai Tasamuh dalam
Metodologi Pemikiran NU.

1.4 Manfaat
1. Bermanfaat bagi mahasiswa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
yang dimiliki khususnya mengenai Manhaj al-Fikr NU.
2. Dapat dijadikan sarana untuk menambah pengetahuan bagi pembaca.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tawasuth
Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah salah satu aliran di dalam teologi
pemikiran Islam yang berlandaskan pada konsep-konsep pemikiran Imam Abu
Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al Maturidi, dalam bidang aqidah pemikiran
kedua tokoh inilah yang dianggap paling berjasa dalam menghempaskan teori-teori
yang menyimpang pada saat itu. Sedangkan dibidang Tasawwuf berlandaskan pada
konsep-konsep Imam al-Baghdadi dan al-Ghazali, dibidang fiqh berlandaskan pada
konsep-konsep Imam empat Madzhab yaitu Imam Maliki, Syafi’i. Hanafi, dan
Imam Hambali. Di dalam diskursus-diskursus wacana keislaman, terdapat dua
pendapat dalam memahami Ahlussunah wal Jama’ah.
Tawasuth (moderat) adalah sikap tengah yang berintikan kepada prinsip
hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah kehidupan
bersama. Nahdlatul Ulama dengan sikap dasar ini akan selalu menjadi kelompok
panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu bersifat membangun serta
menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat tatharruf (ekstrim). Tawasuth
(pertengahan) diambil dari firman Allah SWT (dari kata wasathan);
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat
yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu..” (QS. Al-Baqarah [2]:
143). Rasulullah SAW. menjadi pengukur umat Islam, sedangkan umat Islam
menjadi pengukur manusia pada umumnya.
Kata tawasuth berasal dari kata wasatha berarti tengah atau pertengahan.
Kata tawasuth secara bahasa berarti moderat. Secara istilah tawasuth ialah sikap
terpuji di mana menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem dan
memilih sikap dengan berkecenderungan ke arah jalan tengah (Razi, 2011).
Sikap tawasuth merupakan sikap yang paling esensial karena sikap ini tegak
lurus, tidak condong ke kanan atau ke kiri. Hal itu membentuk sikap bijaksana
dalam mengambil keputusan. Islam menyatakan bahwa umat Islam merupakan
umat yang tengah-tengah yaitu dalam menyelesaikan sesuatu dengan tanpa

6
kecondongan ke kanan atau pun ke kiri. Rasulullah bersabda: “Dan sebaik baik
amal perbuatan adalah yang pertengahan, dan agama Allah itu berada di antara
yang beku (konstan) dan mendidih (relatif).”
Manifestasi prinsip dan karakter At Tawasuth ini tampak pada segala bidang
ajaran agama Islam, dan harus dipertahankan, dipelihara dan dikembangkan sebaik-
baiknya, terutama oleh kaum Aswaja (pengikut setia Assunnah wal Jamaah).

Penerapan Tawasuth dalam Bidang Agama Islam:


1. Pada Bidang Aqidah
a. Keseimbangan antara penggunaan dalil aqli (argumentasional) dengan dalil
naqli (nash al-Quran dan al-Hadits) dengan pengertian, bahwa dalil aqli
dipergunakan dan ditempatkan di bawah dalil naqli.
b. Berusaha sekuat tenaga memurnikan aqidah dari segala campuran aqidah
dari luar Islam.
c. Tidak tergesa-gesa dalam menjatuhkan vonis musyrik, kufur dan
sebagainya atas mereka yang karena satu dan lain hal belum dapat
memurnikan Tauhid atau aqidahnya secara murni.
2. Pada Bidang Syari'ah
a. Selalu berpegang teguh pada Al-Quran dan As Sunnah, dengan
menggunakan methoda dan sistem yang dapat dipertanggungjawabkan dan
melalui jalur-jalur yang wajar.
b. Pada masalah yang sudah ada dalil nash yang sharih dan qath 'I (tegas dan
pasti), tidak boleh ada campur tangan pendapat akal.
c. Pada masalah yang dhanniyat (tidak tegas dan tidak pasti), dapat ditoleransi
adanya perbedaan pendapat selama masih tidak bertentangan dengan
prinsip agama.

2.2 Tawazun
Tawazun adalah sebuah konsep yang bersumber dari kata Al-Waznu,
tawazana – yatawazanu – tawazun. Secara etimologis, Tawazun berasal dari kata
tawazana yang memiliki makna keseimbangan. Dalam konteks ini, Tawazun dapat
diartikan sebagai upaya untuk memberikan sesuatu kepada individu atau pihak yang

7
bersangkutan sesuai dengan haknya, tanpa adanya penambahan atau pengurangan.
Dengan demikian Tawazun menurut Bahasa berarti keseimbangan atau seimbang,
artinya tawazun merupakan suatu sikap seseorang untuk memilih titik yang
seimbang dan adil dalam menghadapi suatu persoalan (Novandalina et al., 2019).
Tawazun adalah salah satu prinsip keseimbangan dalam Manhaj al-Fikr
(Metodologi Pemikiran) NU. Prinsip ini mengacu pada pentingnya menjaga
keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti agama dan dunia,
spiritualitas dan materi, kebebasan dan tanggung jawab, serta tradisi dan
modernitas. Allah menganugrahkan manusia 3 potensi, yaitu Al-Jasad (jasmani),
Al-Aql (Akal), dan Ar-Ruh (rohani). Dan Islam menghendaki ketiga dimensi
tersebut berada dalam keadaan tawazun (seimbang).
Dalam konteks agama dan dunia, tawazun mengajarkan pentingnya
menjaga keseimbangan antara ketaatan kepada Tuhan dan keterlibatan dalam
urusan dunia. Ini berarti bahwa seseorang harus menjalankan kewajiban agama
mereka dengan baik, tetapi juga harus aktif dan bertanggung jawab dalam
kehidupan dunia, seperti bekerja, berinteraksi dengan masyarakat, dan
berkontribusi pada pembangunan sosial.
Dalam konteks spiritualitas dan materi, tawazun mengajarkan pentingnya
menjaga keseimbangan antara kebutuhan spiritual dan materi. Seseorang harus
mencari kedekatan dengan Tuhan dan mengembangkan kehidupan spiritual
mereka, tetapi juga harus memenuhi kebutuhan materi mereka dengan cara yang
adil dan seimbang. Ini berarti tidak terlalu terikat pada harta dan materi, tetapi juga
tidak mengabaikan tanggung jawab dunia dan kebutuhan hidup.
Dalam konteks kebebasan dan tanggung jawab, tawazun mengajarkan
pentingnya menjaga keseimbangan antara kebebasan individu dan tanggung jawab
sosial. Prinsip tawazun ini mengakui bahwa setiap individu memiliki kebebasan
untuk mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan kehendak mereka sendiri,
namun juga memiliki tanggung jawab untuk mempertimbangkan dampak dari
tindakan mereka terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar.
Dalam konteks tradisi dan modernitas, tawazun mengajarkan pentingnya
menjaga keseimbangan antara mempertahankan nilai-nilai tradisional dan
menghadapi tantangan dan perubahan zaman modern. Seseorang harus

8
menghormati dan mempertahankan nilai-nilai budaya dan tradisi mereka, tetapi
juga harus terbuka terhadap perubahan dan kemajuan yang dibawa oleh zaman
modern. Ini berarti mengambil yang terbaik dari kedua dunia dan menemukan cara
untuk mengintegrasikan nilai-nilai tradisional dengan kebutuhan dan tuntutan
zaman sekarang (Hidayat, 2018).

Konsep Tawazun dijelaskan dalam firman Allah Swt dalam surat dibawah ini
(Huriani et al., 2022) :

َ ْ َ َ ْ ََْ َ َ ْ ْ ُ َّ َ ُ َ َ َ ْ َ َ َ ْ ُ ُ َ َ َ ْ َ َ َ َ ِّ َ ْ َ َ ُ ُ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ
‫يِ َبْس َ ِددد‬
ِ ِِ ‫لقد أرسلنا رسلنا ِبٱلبين ٰـ ِت وأنزلنا معهم ٱل ِكت ٰـب وٱل ِم زيان ِليقوم ٱلناس ِبٱل ِقس ِط ۖ وأنزلنا ٱلَ ِددد‬
َ َ ‫َّ ه‬ َْ ُ َ ُ ‫َو َم َن ٰـف ُع ل َّلناس َول َي ْع َل َم ه‬
‫ٱَّلل ق ِو ٌّى َع ِزيز‬ ‫نُص ُهۥ َو ُر ُسلِۥ ِبٱلغ ْي ِب ۚ ِإن‬
ُ ُ ‫ٱَّلل َمن َي‬
ِ ِ ِ ِ

“Sungguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti kebenaran
yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca
(penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (QS. Al-
Hadid [57]: 25).

2.3 Ta’adul
Al-Ta’adul atau tegak lurus. Ta'adul artinya tegak lurus, yaitu sikap tegak
dalam arti tidak condong pada kepentingan di luar Nahdlatul Ulama dan umat.
Lurus dalam arti semata-mata berjuang demi kepentingan NU dan umat. Sikap ini
pada intinya memiliki arti menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di
tengah-tengah kehidupan bersama. Nahdlatul Ulama dengan sikap dasar ini akan
selalu menjadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu
bersifat membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang condong
pada paham-paham ekstrem. Allah SWT berfirman dalam Quran Surat Al Maidah:
ayat 8 yang berbunyi:

َْ ُ ُ ْ ُ َ َّ َ ٰ َ َ ْ َ ُ َ َ ْ ُ َّ َ ْ َ َ َ ْ َ ُ ‫َ َ ُّ َ ه َ َ ُ ُ ُ َ َّ زَ ه‬
‫ل أَل ت ْع ِدلوا ۚ اع ِدلوا ه َو أق َر ُب‬ ‫َّلل َ َهد َاء ِبال ِق ْس ِط ۖ وَل دج ِرمنكم َنآ ن قو ٍم ع‬
ِ ِ ‫دا أيها ال ِذين آمنوا كونوا قو ِامي‬
َ َُ َْ َ َ َ ‫ه َ َّ ه‬ ُ َّ ْ َّ
‫اَّلل خ ِبي ِبما تعملون‬ ‫ِللتق َو ٰى ۖ َواتقوا اَّلل ۚ ِإن‬

9
“Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang
yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur
kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada suatu kaum
menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu lebih
meningkatkan pada Taqwa. Dan bertakwalah kepada Allah, karena sesungguhnya
Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan.”

Ta’adul merupakan sikap adil atau menempatkan sesuatu pada tempatnya


terhadap sesuatu yang universal tanpa ada rasa pamrih maupun mengharapkan
imbalan. Keadilan ini tidak cukup dalam jabatan saja, melainkan adil mencakup
seluruh aspek, baik syariah, aqidah, akhlak, dan yang lainnya (Mahmud, 2021).
Menurut Abror (2018), Ta’adul (keadilan) merupakan ajaran universal
dalam Aswaja, jadi setiap pemikiran, sikap, dan relasi, harus diselaraskan dengan
berlandaskan keadilan. Pemaknaan keadilan disini adalah keadilan sosial, yaitu
landasan kebenaran yang mengatur kehidupan politik, ekonomi, budaya,
pendidikan, dan lain sebagainya.

2.4 Tasamuh
Tasamuh (toleransi) adalah istilah dalam bahasa Arab. Asal kata "tasamuh"
berasal dari kata dasar "samah" dalam bahasa Arab, yang berarti mendekati makna
kedermawanan, pengampunan, kemudahan, dan kedamaian. Secara etimologis,
tasamuh mengacu pada tindakan menerima atau menoleransi sesuatu dengan
terbuka. Kata tasamuh mengacu pada sikap toleran terhadap beragam pandangan.
Tasamuh adalah sikap atau karakter yang memungkinkan seseorang untuk
menerima dan mentolerir berbagai sudut pandang, bahkan jika mereka tidak selalu
sependapat dengan pandangan tersebut. Konsep hak asasi manusia dan struktur
kehidupan sosial sangat terkait dengan toleransi, yang memungkinkan adanya
penghargaan terhadap perbedaan pandangan dan pemikiran individu. Individu
dengan sikap tasamuh cenderung menerima dan menghargai sudut pandang,
pemikiran, perspektif, keyakinan, kebiasaan, dan perilaku orang lain yang berbeda.
Praktik tasamuh melibatkan penghargaan terhadap pikiran dan gagasan orang lain.

10
Dalam konteks tasamuh, ada dua jenis yang perlu diperhatikan. Pertama,
ta'sahub, yang mengacu pada kecilnya hati dan keterbukaan pikiran, dan kedua,
tasamuh, yang menunjukkan bahwa seseorang memiliki pemikiran yang luas dan
dapat menerima perbedaan. Dengan kata lain, tasamuh mencakup kedua sifat ini
dalam menghadapi keragaman dalam masyarakat (Huriani et al., 2022).

Adapun prinsip-prinsip tasamuh (toleransi) dalam Islam adalah sebagai berikut


(Musbikin, 2021):
1. Tasamuh dalam Hal Aqidah atau Keyakinan
Dalam Islam, tasamuh dalam hal aqidah mengajarkan untuk menghormati
keyakinan dan pandangan agama orang lain. Meskipun Islam adalah agama
utama umat Muslim, Islam mengajarkan untuk menghormati hak setiap
individu untuk memiliki keyakinan agamanya sendiri. Islam mendorong dialog
yang konstruktif dan saling menghormati antara umat beragama untuk
memahami dan membangun pemahaman yang lebih baik tentang perbedaan
keyakinan.
2. Tasamuh dalam Hal Ibadah (Ritual Keagamaan):
Dalam konteks ibadah atau ritual keagamaan, tasamuh dalam Islam berarti
menghargai dan mengakui perbedaan praktik keagamaan antara umat Islam
sendiri dan umat beragama lainnya. Umat Muslim diharapkan untuk
menjalankan ibadah sesuai dengan prinsip-prinsip agama Islam, sambil
menghormati hak umat lain untuk menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran
agama mereka. Ini mencakup hak individu untuk menjalankan ibadah dan
upacara keagamaan sesuai dengan keyakinan masing-masing.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Aswaja (Ahlussunnah Wal Jama’ah) merupakan paham aliran teologi Islam
yang berpegang pada Alquran, Assunnah, dan mengikuti ajaran Nabi Muhammad
SAW serta para sahabatnya. Mereka menekankan tawasuth (moderasi), tawazun
(keseimbangan), ta’adul (keadilan), dan tasamuh (toleransi) sebagai prinsip-prinsip
utama dalam menjalani kehidupan beragama. Tawasuth mendorong sikap tengah
dan menghindari ekstremisme. Tawazun mempertahankan keseimbangan antara
berbagai aspek kehidupan, seperti agama dan dunia, spiritualitas dan materi,
kebebasan dan tanggung jawab, serta tradisi dan modernitas. Ta’adul menekankan
pada sikap adil dan lurus dalam segala aspek kehidupan. Sedangkan tasamuh
mengajarkan toleransi terhadap perbedaan pandangan dan keyakinan. Kesemuanya
ini merupakan pedoman untuk menjalani kehidupan beragama yang seimbang, adil,
dan terbuka terhadap perbedaan.

3.2 Saran
Dalam menyusun makalah ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa isi
makalah ini belumlah sempurna dan masih kurang baik mengenai materi maupun
cara penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
para pembaca dibutuhkan untuk dapat menyempurnakan makalah berikutnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abror, S. (2018). Analisis Nilai-Nilai Ahlussunah Wal Jama’Ah Dalam Menangkal


Perkembangan Faham Keagamaan Radikal Di Indonesia. Paper Knowledge .
Toward a Media History of Documents, 41–51.
Hidayat, D. (2018). Getar Hati Kumpulan Materi Kuliah Online Pekanan (Y.
Sugianto (red)). CV Jejak.
Huriani, Y., Zulaiha, E., & Dilawati, R. (2022). Buku Saku Moderasi Bearagama
untuk Perempuan Muslim. Prodi S2 Agama-Agama UIN Sunan Gunung Djati
Bandung.
Mahmud. (2021). Kontekstualisasi Nilai-Nilai Aswaja dalam Berbagai Sendi
Kehidupan (Z. Mubarak (red)). CV. Pustaka Turats Press (Anggota IKAPI).
Musbikin, I. (2021). Pendidikan Karakteristik Toleransi. Nusa Media.
Novandalina, A., Khajar, I., Ghoniyah, N., Sutrisno, & Nurhidayati. (2019). Grand
Theory Model 2 (Wadodo & Dasmadi (reds)). Lakeisha.
Razi, F. (2011). NU Dan Kontinuitas Dakwah Kultural. Jurnal Komunikasi Islam,
1(2), 161 – 171–161 – 171.

13

You might also like