You are on page 1of 13

Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.

2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

ANALISIS DEFINISI KAPAL (PENANGKAP) IKAN


DALAM PERLINDUNGAN AWAK KAPAL PADA KONVENSI STCW-F
Arie Afriansyah*, Dewo Baskoro, Christou Imanuel
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia
Jl. Prof. MR. Djokosoetono, Kampus UI Depok, Jawa Barat, 16424
arie.afriansyah@ui.ac.id

Abstract

Since 1995, the international community has realized the need to standardize international
certification specifically related to fishing vessel crew certification with the birth of the 1995
Standards of Training, Certification, and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnel (STCW-F
Convention). In the Indonesian context, different definitions of vessels are problematic issue in
applying the STCW-F Convention into Indonesian legislation. This paper discusses the problem
of fishing vessel coverage and its institutional authority according to regulations in Indonesia.
This study uses a comparative method to analyze the definitions of vessel in Indonesian
regulations. This paper finds that there are overlapping regulations and authorities regarding
the certification of fishing vessel crews which leads to difficulties in implementation. Thus,
Indonesia should harmonize its regulations after its ratification to the STCW-F.

Keywords: STCW-F; Crew; Protection; Standardization.

Abstrak

Sejak tahun 1995, dunia internasional menyadari kebutuhan untuk melakukan standardisasi
sertifikasi internasional khusus terkait dengan sertifikasi awak kapal penangkap ikan dengan
lahirnya Standards of Training, Certification, and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnel
1995 (Konvensi STCW-F). Khusus dalam konteks Indonesia, terdapat perbedaan definisi kapal
yang akan menjadi isu masalah dalam menerapkan Konvensi STCW-F ke dalam perundang-
undangan Indonesia. Tulisan ini membahas permasalahan cakupan Kapal Penangkap Ikan
beserta kewenangan kelembagaannya sesuai regulasi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan
metode komparatif untuk menganalisis definisi kapal dalam regulasi di Indonesia. Tulisan ini
menemukan adanya tumpang tindih peraturan terkait sertifikasi awak kapal penangkap ikan dan
irisan kewenangan yang berujung kepada sulitnya implementasi. Terkait hal tersebut,
penyelarasan regulasi di Indonesia merupakan hal utama yang perlu dilakukan dalam peraturan
nasional setelah Indonesia meratifikasi STCW-F.

Kata Kunci: STCW-F; Awak Kapal; Perlindungan; Standardisasi.

A. Pendahuluan terakumulasinya pengalaman dan ilmu


pengetahuan manusia akan penangkapan
Menangkap ikan merupakan salah satu
ikan di atas kapal, ditemukan bahwa
aktivitas tertua yang dilakukan oleh manusia
penangkapan ikan di atas kapal merupakan
(Sahrhage, 1992). Awalnya manusia
aktivitas yang berbahaya yang memakan
menangkap ikan dari daratan dan perairan
banyak korban jiwa dari para awak kapal
dangkal, lalu seiring dengan perkembangan
penangkap ikan. Untuk itu, diperlukan
teknologi, manusia mulai melakukan
regulasi-regulasi demi menjamin keamanan
penangkapan ikan dari atas kapal. Dengan
dan keselamatan awak kapal penangkap ikan

209
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

serta perlindungan terhadap lingkungan laut ikan di luar wilayah Indonesia. Indonesia
di mana salah satunya terkait dengan telah meratifikasi Konvensi STCW-F
sertifikasi awak kapal penangkap ikan. melalui Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun
Pada awalnya, standar sertifikasi awak 2019. Dengan demikian, Indonesia terikat
kapal penangkap ikan dilakukan oleh dengan seluruh kewajiban hukum yang ada
masing-masing negara dan tidak diatur di dalam Konvensi tersebut. Sebagai
tingkat internasional (International Maritime konsekuensinya, Indonesia perlu
Organization, 1978). Hingga pada tahun melaksanakan konvensi STCW-F ini dalam
1978, Konferensi IMO menghasilkan bentuk hukum nasionalnya. Terlebih khusus
Konvensi Standards of Training, lagi, perhatian perlu diberikan kepada isu
Certification, and Watchkeeping for bagaimana Indonesia bisa melaksanakan
Seafarers (STCW) yang mengatur mengenai standardisasi yang diwajibkan oleh konvensi
kriteria umum pendidikan dan latihan tersebut terhadap Kapal Penangkap Ikan.
(diklat), sertifikasi, dan dinas jaga bagi awak Konvensi STCW-F ini menjadi semakin
kapal di tingkat internasional. Namun, penting bagi Indonesia mengingat
karena perbedaan interpretasi dan banyaknya kasus-kasus yang menimpa Anak
implementasi yang sulit, Konvensi STCW Buah Kapal (ABK) Indonesia, terutama di
diamendemen di Konferensi IMO tahun kapal perikanan. Pada Mei 2020, terdapat
1995. kasus pembuangan ABK asal Indonesia di
Di dalam Konferensi IMO tahun 1995 kapal milik Tiongkok Long Xing 629
tersebut, dunia internasional menyadari (Affan, 2020). Meski diklaim sesuai
adanya kebutuhan untuk melakukan prosedur, kejadian tersebut membuka fakta
standardisasi sertifikasi internasional secara mengenai kasus-kasus lain yang menimpa
khusus terkait dengan sertifikasi awak kapal ABK Indonesia di kapal asing. Menurut
penangkap ikan. Sebagai bagian dari laporan BBC, ABK Indonesia yang bekerja
rangkaian amendemen Konvensi STCW di kapal tersebut diperlakukan tidak
1978, lahirlah Konvensi Standards of manusiawi selama bekerja. Jam kerja yang
Training, Certification, and Watchkeeping panjang hanya menyisakan 3 jam untuk tidur
for Fishing Vessel Personnel 1995 dan beberapa menit untuk makan. Jam kerja
(Konvensi STCW-F) yang mewajibkan yang sangat panjang ini merupakan akibat
adanya sertifikasi awak kapal penangkap dari tidak jelasnya jam kerja dalam kontrak
ikan bagi seluruh negara yang terikat di yang disepakati sebelum berangkat ke kapal
dalam konvensi tersebut. Awalnya Konvensi perikanan tersebut. Selain itu ABK
ini direncanakan untuk menjadi protokol Indonesia kerap diberi makan ikan umpan
dari STCW yang utama. Karena adanya dan diberi minum sulingan air laut. Hal ini
beberapa pertimbangan, maka dibuatlah dapat dikatakan telah melanggar hak asasi
konvensi yang terpisah dari Konvensi manusia.
STCW yang utama (Food and Agriculture Kasus lain yang juga menarik perhatian
Organization of The United Nation, 2018). publik adalah kasus ABK Indonesia
Konvensi ini dirasa penting untuk bernama Dedi Ristiawan dan Sukendi.
dipisahkan dari STCW utama juga Keduanya bekerja untuk kapal ikan
dikarenakan aspek teknis dan kenyataan berbendera Taiwan yang bernama New Bai
lapangan dari kapal perikanan yang berbeda 168 (Nurita, 2020). Kedua ABK itu tidak
dengan kapal-kapal yang lain (International mendapat gaji selama 8 bulan dan akhirnya
Maritime Organization, 1995). dapat dipulangkan dari Senegal pada 2015
Konvensi STCW-F ini sangat lalu. Sebelumnya, pada 2012 pun kejadian
diperhatikan oleh Indonesia sebagai negara serupa pernah dialami oleh ABK asal
kepulauan yang memanfaatkan potensi Indonesia (Nurita, 2020). Sejumlah 163
perikanan dan juga banyak warga negara ABK Indonesia ikut terdampar di Trinidad-
Indonesia (WNI) yang menjadi awak kapal Tobago, Amerika Selatan bersama kapal

210
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

asal Taiwan milik PT Kwo Jeng. Anak buah yang tumpang tindih terkait perikanan di
kapal itu dijanjikan akan mendapat gaji antaranya Undang-Undang Nomor 31 Tahun
sebanyak US$ 240 atau setara Rp 2,3 juta 2004 tentang Perikanan sebagaimana diubah
untuk tiga bulan pertama sebagai bagian dari oleh Undang-Undang Nomor 45 Tahun
masa percobaan. Setelah itu mereka 2009 (UU Perikanan); Undang-Undang
dijanjikan akan mengalami kenaikan gaji Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran
menjadi US$ 400 atau setara Rp 3,86 juta. sebagaimana telah diganti oleh Undang-
Namun hingga diselamatkan saat terdampar Undang Nomor 17 Tahun 2008; PP Nomor
gaji yang dijanjikan tidak dibayar oleh 7 Tahun 2000; PP Nomor 62 Tahun 2014;
perusahaan yang memperkerjakan mereka. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM
Beberapa pihak menyatakan bahwa 9 Tahun 2005; dan Peraturan Menteri
kasus dan konflik yang dialami oleh ABK Nomor PER.7/MEN/2011. Masing-masing
Indonesia didasari oleh kurangnya dari peraturan ini memiliki definisi Kapal
kompetensi ABK Indonesia (Wijaya, 2020). Penangkap Ikan yang berbeda. Peraturan
Oleh karenanya Konvensi STCW-F yang pelaksana pun masing-masing tentu
mengatur standar kompetensi ABK ini memiliki definisi kapal yang berbeda
menjadi sangat penting guna mencegah mengingat Undang-Undang yang menjadi
konflik dan permasalahan lain yang dasar peraturan pelaksana tersebut telah
berpotensi untuk dialami oleh ABK memberikan definisi yang berbeda.
Indonesia. Dalam UU Perikanan, kapal perikanan
Selain untuk mencegah konflik bagi didefinisikan sebagai kapal, perahu, atau alat
ABK Indonesia di kapal asing, konvensi ini apung lain yang digunakan untuk melakukan
menjadi penting juga karena Indonesia penangkapan ikan, mendukung operasi
adalah negara yang dilewati oleh kapal- penangkapan ikan, pembudidayaan ikan,
kapal asing, dan tidak menutup pengangkutan ikan, pengolahan ikan,
kemungkinan kapal perikanan. Dengan pelatihan perikanan, dan
diratifikasinya Konvensi STCW-F oleh penelitian/eksplorasi perikanan. Sedangkan
Indonesia, inspeksi kapal perikanan asing di dalam Undang-Undang Pelayaran, kapal
Indonesia akan menggunakan pedoman dan didefinisikan sebagai kendaraan air dengan
standar yang sama dengan yang digunakan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan
oleh kapal tersebut. Namun, karena dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi
konvensi ini erat berhubungan dengan kapal, lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk
timbul sebuah masalah mengenai kendaraan yang berdaya dukung dinamis,
pendefinisian kapal dalam Konvensi STCW- kendaraan di bawah permukaan air, serta
F dan hukum nasional Indonesia. alat apung dan bangunan terapung yang
Secara definisi, Kapal Penangkap Ikan tidak berpindah-pindah. Kendaraan bawah
yang dimaksudkan di dalam konvensi ini air dan bangunan terapung yang tak
adalah kapal yang digunakan secara berpindah seperti yang tertuang dalam
komersial untuk menangkap ikan atau definisi kapal Undang-Undang Pelayaran
sumber daya laut hidup lainnya tidak masuk dalam definisi kapal perikanan
(International Maritime Organization, 1995). seperti yang tercantum pada Undang-
Pada praktiknya, kapal perikanan Indonesia Undang Perikanan.
masuk dalam definisi yang tercantum pada Perbedaan definisi tersebut dapat
Pasal 2 angka 7 dan 8 dari STCW-F. Maka menjadi masalah di dalam menerapkan
terlihat bahwa cakupan sertifikasi menurut Konvensi STCW-F ke dalam hierarki
Konvensi STCW-F adalah awak dari Kapal perundang-undangan Indonesia karena
Penangkap Ikan yang dimaksudkan oleh definisi Kapal Penangkap Ikan akan
konvensi ini seperti yang ditetapkan pada menentukan cakupan sertifikasi yang
Pasal 3 STCW-F. Sampai penelitian ini diwajibkan olehnya. Jika cakupan yang
ditulis, Indonesia memiliki berbagai regulasi diatur di dalam perundang-undangan di

211
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

Indonesia tidak sesuai dengan Konvensi diatur di dalam hukum nasional dan hukum
STCW-F, terdapat kemungkinan Indonesia internasional. Mereka berkesimpulan bahwa
tidak memenuhi kewajiban internasional belum ada keseragaman pengaturan terkait
sebagaimana terkandung di dalam konvensi kapal penangkap ikan. Suwardjo juga
tersebut. Berbagai masalah koordinasi antar mengatakan bahwa diperlukan pembahasan
lembaga juga dapat timbul di dalam lebih lanjut terkait harmonisasi antara
pelaksanaan sertifikasi Awak Kapal peraturan nasional terhadap peraturan
Penangkap Ikan di Indonesia yang bisa saja internasional tentang kapal penangkap ikan
berpengaruh terhadap keabsahan sertifikat (Suwardjo, 2012). Muhammad Syarif
tersebut di mata internasional. Pada saat ini Budiman menyimpulkan bahwa sertifikat
saja, terdapat dua kementerian yang kompetensi awak kapal penangkap ikan
memiliki kewenangan yang beririsan di Indonesia saat ini tidak memiliki kualifikasi
dalam perikanan yaitu Kementerian sertifikat kompetensi sesuai ketentuan
Perhubungan dan Kementerian Kelautan dan perundangan yang berlaku (>90%) sehingga
Perikanan yang diakibatkan oleh menjadi salah satu pemicu terjadi IUU
ketidakseragaman pengaturan terkait fishing di Indonesia (Budiman, M.S., 2016).
perikanan di Indonesia. Aspek hukum yang termuat di dalam
Tulisan ini akan mencoba untuk penelitian yang sudah ada sebelumnya
menjawab pertanyaan atas definisi Kapal hanya berupa deskripsi regulasi yang
Penangkap Ikan yang mana yang sebenarnya terdapat di hukum nasional dan hukum
berlaku di Indonesia dan apakah sertifikasi internasional dan disertai dengan data
berdasarkan definisi Kapal Penangkapan empiris pelaksanaan sertifikasi awak kapal
Ikan tersebut sesuai dengan Konvensi penangkap ikan di lapangan.
STCW-F. Tulisan ini akan fokus membahas Berbeda dari literatur sebelumnya,
permasalahan cakupan Kapal Penangkap tulisan ini akan membahas secara khusus
Ikan beserta kewenangan kelembagaan cakupan sertifikasi awak kapal penangkap
terkait perikanan sesuai dengan perundang- ikan di Indonesia dan masalah apa saja yang
undangan yang ada di Indonesia. mungkin timbul dalam rangka memenuhi
Sebelumnya, sudah ada beberapa tulisan kualifikasi yang diatur oleh Konvensi
terkait keselamatan kapal penangkap ikan. STCW-F. Selain itu, tulisan ini juga akan
Akademisi dari berbagai negara telah membahas sertifikasi awak kapal penangkap
menulis terkait masalah implementasi ikan dari segi hukum. Oleh karena itu, yang
STCW-F di negaranya masing-masing akan menjadi pertanyaan utama dalam
seperti implementasi STCW-F di Malaysia tulisan ini adalah pengaturan seperti apa
Timur (Zoelfakar, M.R., M.D. Syaifullah yang tepat untuk dilakukan sehingga
Manaf, 2017) dan di Andalusia (Piniella, sertifikasi awak kapal penangkap ikan
2017). Kedua tulisan tersebut menyebutkan sebagaimana diatur di dalam Konvensi
tantangan di dalam menerapkan sertifikasi STCW-F dapat diterapkan oleh Indonesia.
yang memenuhi standar konvensi STCW-F Tulisan ini berkesimpulan bahwa
di masing-masing negara. Melihat dari penyelarasan regulasi di Indonesia
tulisan-tulisan tersebut, patut disimpulkan merupakan hal utama yang perlu
bahwa perlu adanya tulisan terkait STCW-F disesuaikan dalam peraturan nasional setelah
di dalam konteks Indonesia. Indonesia meratifikasi STCW-F ini.
Dalam konteks Indonesia, sebelumnya Penelitian ini menemukan adanya tumpang
sudah ada tulisan oleh Djodjo Suwardjo dan tindih peraturan terkait sertifikasi awak
Muhammad Syarif Budiman. Di dalam kapal penangkap ikan yang menyebabkan
tulisan-tulisan tersebut, belum dibahas permasalahan cakupan sertifikasi dan irisan
implementasi STCW-F di Indonesia. Djodjo kewenangan yang berujung kepada sulitnya
Suwardjo dalam artikelnya, membahas implementasi.
aspek-aspek keselamatan di atas kapal yang

212
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

Setelah pendahuluan, tulisan ini akan Konvensi ini dianggap gagal karena
membahas tentang mandat STCW-F terkait pengaturan standar dan pengawasan yang
keselamatan Awak Kapal Penangkap Ikan. tidak spesifik sehingga menyebabkan
Selanjutnya, pembahasan akan difokuskan interpretasi yang beragam, kegagalan
pada cakupan sertifikasi awak kapal penegak hukum maritim untuk mengelola
penangkap ikan sebagaimana diatur di dan menegakkan standar yang disepakati di
dalam regulasi nasional. Bagian ini dalam konvensi yang akhirnya
diteruskan dengan observasi atas tumpang menyebabkan terjadinya banyak pemalsuan
tindih kewenangan antar lembaga serta atau sertifikat resmi namun dengan standar
masalah-masalah yang dapat timbul jika kompetensi yang kurang.
penyelarasan tidak dilakukan. Terakhir, Sebagai konsekuensinya, pada tahun
ditutup dengan kesimpulan dan beberapa 1995, IMO membuat amandemen konvensi
saran yang terkait. STCW dan secara terpisah membentuk
konvensi Standards of Training,
B. Pembahasan Certification, and Watchkeeping for Fishing
Vessel Personnel yang mengatur standarisasi
1. Amanah Konvensi STCW-F terkait
diklat, sertifikasi, dan dinas jaga untuk awak
Keselamatan Awak Kapal Penangkap
kapal penangkap ikan. Konvensi ini berlaku
Ikan
(enter into force) satu tahun setelah
Regulasi terkait perikanan sudah ada diratifikasi oleh 15 Negara. Pada tahun
sejak peradaban Sumeria dan Babilonia 2001, masyarakat internasional mendukung
(Sahrhage, 1992). Regulasi yang tercatat IMO untuk turut lebih aktif di dalam
pada masa itu terbatas kepada hak menjamin keamanan kapal penangkap ikan
memancing dan pelanggaran perjanjian. dan keselamatan awaknya dengan
Hukum internasional baru mengatur mendorong negara-negara untuk
mengenai keselamatan di atas kapal mengadopsi Torremolinos Protocol dan
penangkap ikan belakangan ini. Sejak STCW-F secepat mungkin (Gudmundsson,
hukum internasional modern dimulai oleh 2006), mengingat 24.000 nyawa melayang
Fransisco de Vittoria setelah pertemuan di dalam industri perikanan setiap tahunnya.
antara bangsa Spanyol dan India (Penduduk Pada tahun 2004, seminar pertama terkait
Asli Amerika) pada abad ke-15 (Anghie, STCW-F diselenggarakan di Busan, Korea
2004), regulasi internasional terkait Selatan. Konvensi STCW-F akhirnya
keamanan perikanan di atas kapal baru berlaku sejak tahun 2012, satu tahun setelah
diawali dengan Torremolinos Internasional STCW-F diratifikasi oleh Republik Palau
Convention for the Safety of Fishing Vessels (International Maritime Organization, 2011).
pada tahun 1977 (yang ditegaskan dan Konvensi STCW-F telah diratifikasi oleh
dimutakhirkan melalui Torremolinos Indonesia pada tahun 2019, maka Indonesia
Protocol pada tahun 1993) terkait standar- sudah tunduk dengan pengaturan yang diatur
standar kapal penangkap ikan oleh STCW-F dan harus segera memenuhi
(Gudmundsson, 2006). kewajiban yang ditentukan olehnya sesuai
Pada tahun 1978, IMO membuat dengan asas pacta sunt servanda.
konvensi STCW yang diharapkan dapat Perkembangan terakhir dari Konvensi
meningkatkan kualitas keselamatan di atas STCW-F adalah munculnya usulan-usulan
kapal, terutama di kapal niaga yang dipicu amendemen dari konvensi tersebut. Usulan-
oleh kecelakaan kapal tanker Torrey Canyon usulan tersebut datang dengan pertimbangan
pada tahun 1967 (Chae, 2011). Kurangnya bahwa konvensi tersebut harus mengikuti
pelatihan awak kapal dianggap menjadi perkembangan industri perikanan terkini.
penyebab utama kecelakaan tersebut, Dalam salah satu ulasan yang dilakukan oleh
sehingga harus dibuat standarisasi Sub-komite Elemen Manusia, Pelatihan, dan
internasional terkait keselamatan kapal. Pemantauan, terdapat usulan untuk

213
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

menyertakan pelatihan mengenai perikanan polusi laut, dan keahlian pencegahan


berkelanjutan, terkhusus mengenai sampah kecelakaan kapal. Selain itu, Konvensi
plastik dan pengurangan emisi gas CO2 STCW-F juga dilengkapi dengan tiga
(International Maritime Organization, 2020). lampiran (appendices) dan sembilan
Usulan ini dilayangkan oleh Belanda, FAO, resolusi.
dan International Transport Workers’ Secara umum Konvensi STCW-F
Federation (ITF). dianggap sangat penting karena diharapkan
Konvensi STCW-F adalah sebuah dapat menurunkan risiko kecelakaan pada
Konvensi yang pada dasarnya mengatur pekerjaan di kapal perikanan secara
standarisasi sertifikasi serta pelatihan yang signifikan. Dengan anak buah kapal yang
harus dijalani oleh pelaut, terkhusus pelaut terlatih dengan standar yang sama serta
yang bertugas di kapal ikan. Objektifnya memiliki keahlian yang setara, potensi
adalah untuk menyamakan standar kehilangan nyawa dapat dikurangi. Dengan
sertifikasi dan pelatihan pelaut kapal ikan di begitu, rasa aman di atas kapal perikanan
seluruh dunia. Objektif ini didasari oleh akan meningkat dan juga akan
tujuan untuk mendukung keamanan pelaut meningkatkan produktivitas dari para
saat bekerja di laut serta menunjang pekerja di atas kapal perikanan itu sendiri.
perlindungan lingkungan hidup yang ada di Dengan semakin banyaknya negara yang
bawah laut. Konvensi ini berlaku bagi anak meratifikasi konvensi ini, diharapkan
buah kapal, terutama nakhoda, petugas pekerja di kapal perikanan dapat memiliki
bagian mesin dengan mesin penggerak mobilitas yang tinggi antar kapal karena
bertenaga lebih dari 750 kW, dan petugas sudah memiliki sertifikasi dan pelatihan
yang bekerja di bagian dek kapal berukuran dengan standar yang sama.
lebih panjang dari 24 meter dari kapal Konvensi ini mewajibkan Indonesia
perikanan yang berbendera negara anggota memberikan Sertifikasi bagi Awak Kapal
dari konvensi ini. Implikasinya, seluruh Penangkap Ikan (International Maritime
anak buah kapal yang berstatus Warga Organization, 1995), di mana, yang
Negara Indonesia (WNI) yang bekerja di dimaksudkan dengan Kapal Penangkap Ikan
kapal asing dan merupakan anggota adalah kapal yang digunakan secara
Konvensi STCW-F harus juga tunduk pada komersial untuk menangkap ikan atau
konvensi ini. sumber daya laut hidup lainnya. Untuk
Konvensi ini terbilang cukup singkat mendapatkan sertifikasi tersebut, Awak
karena hanya terdiri atas 15 Pasal. Hal-hal Kapal Penangkap Ikan wajib telah
teknis dan rinci masuk dalam bagian mengikuti Diklat dan lulus ujian yang
lampiran (annex) dari konvensi ini. Bab I diberikan sesuai dengan kompetensi dinas
dari lampiran teknis membahas pengaturan jaganya. Dengan demikian, cakupan
umum. Selanjutnya Bab II dari lampiran ini sertifikasi merupakan pengaturan yang
merincikan sertifikasi standar yang harus paling penting karena luas cakupan
dimiliki oleh nakhoda, petugas, teknisi, dan sertifikasi yang diwajibkan akan
petugas yang bertanggung jawab akan radio menentukan subjek sertifikasi; substansi
komunikasi. Bab III memberikan pedoman kurikulum Diklat; jenis sertifikat yang
mengenai pelatihan-pelatihan dasar apa saja diberikan sesuai dengan dinas jaga dan jenis
yang perlu dimiliki oleh semua anak buah kapal; serta lembaga yang berwenang
kapal. Beberapa keahlian yang wajib menerbitkan sertifikat tersebut. Salah satu
dikuasai berdasarkan Bab II ini adalah cara untuk mengetahui luas cakupan
keahlian teknik bertahan hidup seperti sertifikasi yang diatur di Indonesia hingga
pemakaian pelampung dan pakaian selam, penelitian ini ditulis adalah dengan melihat
keahlian pemadaman api, prosedur definisi Kapal Penangkap Ikan/ Kapal
kedaruratan, kemampuan dasar untuk Perikanan yang digunakan di dalam
pertolongan pertama, keahlian pencegahan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

214
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

2. Cakupan Sertifikasi Awak Kapal Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985


Penangkap Ikan di Indonesia tidak akan dibahas di dalam penelitian
ini karena Undang-Undang tersebut
Orang-orang di Nusantara telah
telah dicabut oleh Undang-Undang
melakukan penangkapan ikan di atas kapal
Nomor 31 Tahun 2004 tentang
sejak masa immemorial. Sebelum
Perikanan sebagaimana diubah oleh UU
kemerdekaan Indonesia, dapat ditemukan
Nomor 45 Tahun 2009. Istilah ‘Kapal
regulasi-regulasi terkait penangkapan ikan di
Perikanan’ di dalam Undang-Undang
atas kapal sudah ada sejak masa
ini sedikit berbeda dengan Undang-
kolonialisme Belanda dan melewati masa
Undang sebelumnya, yaitu: kapal,
pendudukan Jepang. Pada tahun 1985,
perahu, atau alat apung lain yang
regulasi-regulasi terkait perikanan diganti
dipergunakan untuk melakukan
dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 1985
penangkapan ikan, mendukung operasi
tentang Perikanan. Selain itu Undang-
penangkapan ikan, pembudidayaan
Undang Perikanan juga pernah mengalami
ikan, pengangkutan ikan, pengolahan
perubahan pada 2004 dengan Undang-
ikan, pelatihan perikanan, dan
Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
penelitian/ eksplorasi perikanan.
Perikanan dan pada tahun 2009 melalui
Penting untuk diketahui, dasar
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009.
hukum dari sertifikasi Awak Kapal
Dewasa ini, terdapat beberapa peraturan
Penangkap Ikan tidak ditemukan di
perundang-undangan yang mengatur terkait
dalam Undang-Undang Nomor 31
dengan Perikanan dan masing-masing
Tahun 2004 tersebut, melainkan dari
memiliki substansi yang berbeda, khususnya
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992
terkait dengan sertifikasi awak kapal
tentang Pelayaran yang diejawantahkan
penangkap ikan. Dalam hal ini, terdapat tiga
ke dalam Peraturan Pemerintah Nomor
peraturan perundang-undangan yang berlaku
7 Tahun 2000 tentang Kepelautan yang
di Indonesia terkait dengan sertifikasi awak
mewajibkan sertifikasi bagi awak Kapal
kapal penangkap ikan, yaitu Peraturan
Penangkap Ikan, yang mana di
Menteri Perhubungan Nomor KM 9 Tahun
dalamnya Kapal Penangkap Ikan
2005, Peraturan Menteri Nomor
didefinisikan sebagai kapal yang
PER.7/MEN/2011, dan Peraturan
digunakan sebagai kapal penangkapan
Pemerintah Nomor 62 Tahun 2014.
ikan, ikan paus, anjing laut, ikan
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bagian
duyung atau hewan yang hidup di laut.
ini akan fokus mendeskripsikan definisi
Peraturan Pemerintah ini kemudian
Kapal Penangkap Ikan dan Kapal Perikanan
diatur lebih lanjut ke dalam Peraturan
untuk menentukan cakupan sertifikasi awak
Menteri Perhubungan Nomor KM 9
kapal penangkap ikan di peraturan
Tahun 2005 dengan definisi Kapal
perundang-undangan Indonesia dan
Penangkap Ikan yang sama. Peraturan
penyesuaian apa saja yang harus dilakukan.
Menteri ini tetap berlaku meskipun
a. Peraturan Menteri Perhubungan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008
Nomor KM 9 Tahun 2005 tentang Pelayaran mencabut UU Nomor
Di dalam UU No. 9 Tahun 1985, 21 Tahun 1992. Hal ini didasari oleh
tidak ada istilah Kapal Penangkap Ikan. pengaturan pada Pasal 353 Undang-
Istilah yang digunakan adalah Kapal Undang Nomor 17 Tahun 2008 yang
Perikanan yang berarti kapal atau menyatakan bahwa peraturan pelaksana
perahu atau alat apung lainnya yang dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun
dipergunakan untuk melakukan 1992 akan tetap berlaku sepanjang tidak
penangkapan ikan, termasuk untuk bertentangan atau telah digantikan oleh
melakukan survei atau eksplorasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun
perikanan. Namun, substansi dari 2008.

215
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

sehingga lebih menyerupai definisi


b. Peraturan Menteri Kelautan dan sebuah ‘Kapal Perikanan.’ Dapat
Perikanan Nomor disimpulkan juga bahwa dengan adanya
PER.7/MEN/2011 Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor PER.7/MEN/2011,
Peraturan Menteri Perhubungan
sejatinya tidak ada perdebatan lagi di
Nomor KM 9 Tahun 2005 bukanlah
dalam penggunaan istilah, perdebatan
satu-satunya peraturan yang mengatur
hanya terdapat di dalam penggunaan
sertifikasi awak kapal penangkap ikan.
definisi Kapal Penangkap Ikan menurut
Pada tahun 2011, terbitlah Peraturan
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
KM 9 Tahun 2005 dengan definisi
PER.7/MEN/2011 yang juga mengatur
Kapal Penangkap Ikan berdasarkan
mengenai sertifikasi awak kapal
Peraturan Menteri Kelautan dan
penangkap ikan dengan istilah ‘Pelaut
Perikanan Nomor PER.7/MEN/2011.
Kapal Penangkap Ikan.’ ‘Kapal
Penangkap Ikan’ yang dimaksudkan
c. Peraturan Pemerintah Nomor 62
oleh Peraturan Menteri ini adalah kapal
Tahun 2014
yang secara khusus digunakan untuk
menangkap ikan, termasuk menampung, Peraturan Pemerintah Nomor 62
menyimpan, mendinginkan, dan/atau Tahun 2014 sebagai pengejawantahan
mengawetkan. Peraturan Menteri ini dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun
juga memiliki keterkaitan dengan 2004 sebagaimana diubah oleh Undang-
Peraturan Menteri Kelautan dan Undang Nomor 45 Tahun 2009
Perikanan Republik Indonesia Nomor menggunakan istilah Kapal Perikanan
46/PERMEN-KP/2016, tetapi dalam dengan definisi: kapal, perahu, atau alat
aturan pelaksanaan ini definisi kapal apung lain yang digunakan untuk
perikanan lebih mengacu pada definisi melakukan penangkapan ikan,
yang tercantum dalam Undang-Undang mendukung operasi penangkapan ikan,
Perikanan. pembudidayaan ikan, pengangkutan
Berdasarkan peraturan ini, terlihat ikan, pengolahan ikan, pelatihan
bahwa terdapat dua penggunaan istilah perikanan, dan penelitian/eksplorasi
yang digunakan di dalam berbagai perikanan. Terlihat kembali bahwa
peraturan perundang-undangan: ‘Kapal penggunaan istilah Kapal Perikanan di
Penangkap Ikan’ dan ‘Kapal sini memiliki makna yang lebih luas
Perikanan.’ Meskipun, secara daripada Kapal Penangkap Ikan karena
gramatikal, ‘Kapal Perikanan’ memiliki meliputi kapal-kapal lainnya yang tidak
makna yang lebih luas dibandingkan secara langsung berhubungan dengan
dengan istilah ‘Kapal Penangkap Ikan,’ penangkapan ikan.
istilah ‘Kapal Penangkap Ikan’ yang Berdasarkan peraturan yang telah
dipakai di dalam Peraturan Menteri dibahas di atas, dapat disimpulkan,
Kelautan dan Perikanan Nomor terdapat tiga definisi Kapal Penangkap
PER.7/MEN/2011 memiliki pengertian Ikan atau Kapal Perikanan di dalam
“kapal yang secara khusus digunakan peraturan perundang-undangan
untuk menangkap ikan, termasuk Indonesia yang tumpang tindih antara
menampung, menyimpan, satu dengan yang lainnya sebagaimana
mendinginkan, dan/atau mengawetkan” diringkas melalui tabel berikut:

216
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

Tabel 1.
Tiga Definisi Kapal Penangkap Ikan/Kapal Perikanan dalam Perundang-Undangan di
Indonesia
No. Peraturan Peraturan Induk Istilah dan definisi yang
digunakan
1. Peraturan Menteri a. Undang-Undang Nomor 31 Tahun Kapal Penangkap Ikan adalah
Perhubungan Nomor KM 2004 tentang Perikanan kapal yang digunakan sebagai
9 Tahun 2005 sebagaimana diubah oleh UU kapal penangkapan ikan, ikan
Nomor 45 Tahun 2009 paus, anjing laut, ikan duyung
b. Peraturan Pemerintah Nomor 7 atau hewan yang hidup di laut.
Tahun 2000

2. Peraturan Menteri a. Undang-Undang Nomor 31 Tahun Kapal Penangkap Ikan adalah


Kelautan dan Perikanan 2004 tentang Perikanan kapal yang secara khusus
Nomor sebagaimana diubah oleh UU digunakan untuk menangkap
PER.7/MEN/2011. Nomor 45 Tahun 2009 ikan, termasuk menampung,
b. Peraturan Pemerintah Nomor 7 menyimpan, mendinginkan,
Tahun 2000 dan/atau mengawetkan.

3. Peraturan Pemerintah a. Undang-Undang No. 31 Tahun Kapal Perikanan adalah kapal,


Nomor 62 Tahun 2014 2004 tentang Perikanan perahu, atau alat apung lain yang
sebagaimana diubah oleh Undang- digunakan untuk melakukan
Undang No. 45 Tahun 2009 penangkapan ikan, mendukung
operasi penangkapan ikan,
pembudidayaan ikan,
pengangkutan ikan, pengolahan
ikan, pelatihan perikanan, dan
penelitian/eksplorasi perikanan.

3. Catatan Kritis atas Problematika dengan ‘penangkapan ikan.’ Definisi


Definisi Kapal (Penangkap) Ikan ‘penangkapan ikan’ ini dapat ditemukan di
Pasal 1 Nomor 2, yaitu: kegiatan
Setelah mengetahui perbedaan definisi
memperoleh ikan di perairan yang tidak
yang digunakan tersebut, tulisan akan
dalam keadaan dibudidayakan dengan alat
memilah-milah istilah dan definisi mana
atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang
yang sebenarnya dipakai dengan
menggunakan kapal untuk memuat,
menggunakan metode-metode penemuan
mengangkut, menyimpan, mendinginkan,
hukum sistematis, gramatikal, dan historis.
menangani mengolah, dan/atau
Dengan pendekatan sistematis, dapat
mengawetkannya. Maka dapat disimpulkan
diketahui bahwa definisi kapal penangkap
bahwa meskipun istilah yang digunakan di
ikan sebagaimana tertulis di dalam Peraturan
dalam Peraturan Menteri ini adalah Kapal
Menteri Perhubungan Nomor KM 9 Tahun
Penangkap Ikan, jika dibaca bersama dengan
2005 tidak dapat dibaca sendiri tanpa
Pasal 1 Nomor 2, mencakup kapal-kapal
melihat pasal yang lainnya. Pasal 1 Nomor 1
untuk memuat, mengangkut, mendinginkan,
Peraturan Menteri ini tidak bisa dilepaskan
menangani, mengolah, dan/atau
dari Pasal 1 Nomor 2 di peraturan yang
mengawetkan.
sama. Karena Kapal Penangkap Ikan
Jika dibandingkan dengan definisi
menurut Pasal 1 Nomor 1 adalah “kapal
Kapal Penangkap Ikan yang digunakan oleh
yang digunakan sebagai kapal penangkapan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
ikan, ikan paus, anjing laut, ikan duyung
Nomor PER.7/MEN/2011, definisi ‘Kapal
atau hewan yang hidup di laut,” harus
Penangkap Ikan’ yang digunakan oleh
diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud

217
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM Kelautan dan Perikanan Nomor


9 Tahun 2005 tidak meliputi kapal untuk Per.7/MEN/2011 yang sewaktu-waktu bisa
menampung. Namun, Peraturan Menteri diuji keabsahannya di Mahkamah Agung.
Kelautan dan Perikanan nomor Per.7/MEN/ Dengan demikian, tulisan ini akan fokus
2011 tidak mencakup kapal untuk memuat dengan Peraturan Menteri Perhubungan
dan mengangkut ikan. Perlu dicatat bahwa Nomor KM 9 Tahun 2005 dan Peraturan
kedua peraturan Menteri ini telah Pemerintah Nomor 62 Tahun 2014.
diundangkan dan berlaku. Lalu untuk Dengan melihat Pasal 7 ayat (2) UU
menjawab definisi kapal penangkap ikan Nomor 12 Tahun 2011, sebuah peraturan
yang mana yang harus digunakan, tulisan perundang-undangan tidak boleh
perlu menggunakan pendekatan historis, bertentangan dengan peraturan perundang-
yuridis, dan gramatikal. undangan di atasnya sesuai dengan hierarki
Seperti yang sudah dipaparkan di atas, perundang-undangan yang ada. Dilihat
kedua peraturan Menteri tersebut memiliki secara hierarkis, Peraturan Menteri berada di
peraturan induk yang sama, yaitu Peraturan bawah Peraturan Pemerintah. Sehingga, jika
Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000. disandingkan di antara keduanya, Peraturan
Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) Pemerintah Nomor 62 Tahun 2014 memiliki
Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011, kekuatan hukum yang lebih tinggi. Namun
Peraturan Menteri merupakan bagian dari demikian, di dalam Peraturan Pemerintah
hierarki perundang-undangan selama Nomor 62 Tahun 2014 dapat ditemukan
dibentuk atas perintah dari undang-undang ketentuan peralihan di Pasal 47 yang
yang lebih tinggi, atau dibentuk berdasarkan berbunyi “Pada tanggal berlakunya
kewenangan. Menurut A. Hammid S. Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan
Attamimmi, hanya terdapat dua jenis perundang-undangan yang lebih rendah dari
pembentukan peraturan yang didasarkan peraturan pemerintah yang mengatur
kepada kewenangannya, yaitu peraturan ketentuan tentang kepelautan dinyatakan
yang diatribusikan oleh perundang- tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
undangan di atasnya dan atas dasar delegasi atau belum diganti dengan yang baru
pembentukan peraturan perundang- berdasarkan Peraturan Pemerintah ini”
undangan (Attamimi, 1990). Dari Undang- sehingga patut dipahami bahwa Peraturan
Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan Menteri Perhubungan Nomor KM 9 Tahun
pendapat Attamimmi tersebut, tulisan ini 2005 tidaklah dicabut.
menyimpulkan bahwa pembuatan peraturan Dilihat dari pendekatan gramatikal
Menteri harus diperintahkan oleh undang- (Mertokusumo, 2010), definisi Kapal
undang atau didelegasikan kewenangannya Penangkap Ikan di dalam Peraturan Menteri
oleh undang-undang. Perhubungan Nomor KM 9 Tahun 2005
Selain itu, tulisan ini juga menemukan memiliki pengertian yang lebih spesifik
bahwa Peraturan Menteri Kelautan dan daripada pengertian Kapal Perikanan di
Perikanan Nomor Per. 7/MEN/2011 tidak dalam Peraturan Pemerintah Nomor 62
mendapatkan amanah tersebut jika melihat Tahun 2014 karena tidak mencakup perahu
pasal 1 ayat (8) Peraturan Pemerintah dan alat apung lainnya serta kapal yang
Nomor 7 Tahun 2000 karena Menteri yang mendukung operasi pembudidayaan,
dimaksudkan untuk mendapatkan atribusi pelatihan perikanan, dan
dari Peraturan ini adalah Menteri yang penelitian/eksplorasi perikanan. Maka
bertanggung jawab di bidang Pelayaran. tulisan ini berkesimpulan bahwa, dalam
Perlu ditekankan bahwa walaupun kedua pendekatan sistematis, berlakulah asas Lex
peraturan Menteri tersebut berlaku, Specialis derogat Legi Generalis (Manan,
Peraturan Menteri Perhubungan memiliki 2004). Sehingga dalam hal kapal yang
landasan hukum yang lebih kuat memenuhi kualifikasi definisi Kapal
dibandingkan dengan Peraturan Menteri Penangkap Ikan di dalam Peraturan Menteri

218
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

Perhubungan Nomor KM 9 Tahun 2005, sertifikasi. Penelitian ini juga sudah


berlaku aturan yang dicanangkan peraturan menyimpulkan bahwa Sertifikasi yang
Menteri tersebut dan bagi Kapal Perikanan berlaku di Indonesia diwajibkan kepada
berdasarkan PP Nomor 62 Tahun 2014 Awak dari ‘Kapal Penangkap Ikan’ sesuai
selain Kapal Penangkap Ikan tersebut dengan definisi yang terkandung di dalam
berlakulah Peraturan Pemerintah Nomor 62 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM
Tahun 2014, dengan catatan, selama 9 Tahun 2005 dan ‘Kapal Perikanan’ sesuai
peraturan di dalam Peraturan Menteri dengan definisi yang diatur oleh Peraturan
Perhubungan Nomor KM 9 Tahun 2005 Pemerintah Nomor 62 Tahun 2014.
tidak bertentangan dengan PP Nomor 62 Sedangkan menurut STCW-F, ‘Kapal
Tahun 2005. Penangkap Ikan’ (atau hanya disebut
Ditinjau dari definisi kapal penangkap sebagai ‘kapal’) adalah kapal yang
ikan/kapal perikanan di tiap-tiap peraturan digunakan secara komersial untuk
perundang-undangan di Indonesia, menangkap ikan atau sumber daya laut
sertifikasi diwajibkan kepada seluruh awak hidup lainnya. Perbedaan antara pengertian
dari kapal yang memenuhi kualifikasi Kapal Kapal Penangkap Ikan di dalam hukum
Penangkap Ikan yang dimaksud oleh Indonesia dengan Kapal Penangkap Ikan di
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM Konvensi STCW-F akan berimbas kepada
9 Tahun 2005 ditambah dengan perahu dan perbedaan cakupan sertifikasi Awak Kapal
alat apung lainnya yang memenuhi Penangkap Ikan di Indonesia dengan
kualifikasi sebagai Kapal Perikanan Konvensi STCW-F. Di dalam Peraturan
sebagaimana diatur di Peraturan Pemerintah Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000,
Nomor 62 Tahun 2014. Atau dengan kata Sertifikasi wajib dimiliki oleh Awak Kapal
lain, sertifikasi tidak hanya diwajibkan Penangkap Ikan yang di dalamnya termasuk
kepada Awak dari ‘kapal penangkap ikan’ kapal, perahu, dan alat apung yang berkaitan
saja, namun juga kepada awak kapal yang dengan penangkapan dan pengolahan ikan.
berkaitan dengan penangkapan dan Sehingga cakupan sertifikasi yang
pengolahan ikan. diwajibkan STCW-F tidak seluas sertifikasi
Indonesia telah meratifikasi Konvensi yang diwajibkan oleh ketentuan nasional.
STCW-F melalui Peraturan Presiden Nomor Sebagaimana diketahui bahwa
18 Tahun 2019 sehingga norma-norma yang sertifikasi menurut konvensi STCW-F hanya
diatur di dalamnya masuk ke dalam struktur kapal penangkap ikan dalam arti sempit saja,
norma hukum di Indonesia. Sesuai dengan maka tulisan ini menyimpulkan bahwa
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Indonesia bisa fokus untuk menyesuaikan
Peraturan Presiden secara hierarkis lebih teknis implementasi sertifikasi Awak Kapal
rendah dibandingkan dengan Peraturan Penangkap Ikan yang sudah ditentukan oleh
Pemerintah, dan lebih tinggi dibandingkan Konvensi STCW-F. Namun hal ini tak
dengan Peraturan Menteri. Sehingga, secara semudah membalikkan telapak tangan.
substansi, Peraturan Presiden Nomor 18 Setelah memahami cakupan sertifikasi
Tahun 2019 tidak boleh bertentangan di atas, dapat terlihat irisan kewenangan
dengan peraturan perundang-undangan di antara Kementerian Perhubungan dengan
atasnya. Walaupun demikian, demi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Irisan
memenuhi Konvensi STCW-F, segala kewenangan ini berpotensi menimbulkan
perundang-undangan yang ada harus masalah di dalam implementasi STCW-F di
disesuaikan kepada Peraturan Presiden Indonesia. Untuk itu, perlu dijelaskan
tersebut. terlebih dahulu kewenangan kedua lembaga
Sudah dipaparkan sebelumnya bahwa tersebut terkait sertifikasi, dan masalah apa
STCW-F mewajibkan Awak Kapal saja yang mungkin timbul.
Penangkap Ikan memenuhi kualifikasi Sebagaimana sudah dijelaskan bahwa
tertentu yang dibuktikan melalui proses Peraturan Menteri Nomor Per.7/MEN/2011

219
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

tidak mendapatkan amanah tersebut jika dalam arti sempit sehingga kewajiban
melihat Pasal 1 ayat (8) Peraturan Indonesia di dalam panggung internasional
Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 karena terpenuhi. Untuk itu perlu dibuat
Menteri yang dimaksudkan untuk penyelarasan yang menyeluruh akan semua
mendapatkan atribusi dari Peraturan ini peraturan perundang-undangan terkait agar
adalah Menteri yang bertanggung jawab di tantangan irisan antar-lembaga, serta
bidang Pelayaran. Namun hal tersebut tidak masalah yang timbul karenanya, dapat
secara langsung membuat Peraturan Menteri dihindari.
Nomor Per.7/MEN/2011 tidak berlaku
sebagai hukum positif. Hal ini berpotensi DAFTAR PUSTAKA
menimbulkan masalah di dalam teknis
implementasi sertifikasi tersebut. Lembaga Affan, H. & C. W. (2020). ABK Indonesia
yang berbeda tentunya memiliki sumber di Kapal China: “Tidur Hanya Tiga
daya dan fasilitas yang berbeda pula. Jam, Makan Umpan Ikan”, Hingga
Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan Pengalaman Pahit yang Sulit Dilupakan
fungsi dan anggaran yang dialokasikan Melarung Jenazah Teman. BBC News
kepada lembaga yang bersangkutan. Irisan Indonesia.
kewenangan ini juga berpotensi
menimbulkan kebingungan di antara Anghie, A. (2004). Imperialism,
aparatur negara yang membuat kebijakan- Sovereignty, and the Making of
kebijakan mikro. International Law. Cambridge
University Press.
C. Simpulan Attamimi, H. (1990). Peranan Keputusan
Berdasarkan uraian dan analisa di atas, Presiden Republik Indonesia Dalam
tulisan ini menyimpulkan bahwa, dilihat dari Penyelenggaraan Pemerintahan
peruntukannya, hukum Indonesia yang ada Negara: Suatu Studi Analisis Mengenai
sebelum ratifikasi konvensi STCW-F Keputusan Presiden Yang Berfungsi
sebenarnya sudah sesuai dengan pengaturan Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita
di dalam konvensi STCW-F, hanya saja I – Pelita VI.
cakupannya lebih luas daripada yang diatur Budiman, M.S., et. al. (2016). Penataan
oleh konvensi STCW-F sehingga Indonesia Sertifikasi Kompetensi Awak Kapal
dapat fokus untuk menyesuaikan sertifikasi Penangkap Ikan di Indonesia. Jurnal
Awak Kapal Penangkap Ikan dalam arti Teknologi Perikanan Dan Kelautan,
sempit saja dalam rangka memenuhi 7(2), 146–152.
ketentuan di konvensi STCW-F. Namun
tumpang tindihnya peraturan perundang- Chae, C. J. (2011). The STCW Manila
undangan menimbulkan tantangan di dalam amendments: its challenges to the Far
menerapkan sertifikasi tersebut akibat irisan East. World Maritime University.
kewenangan di antara Kementerian
Food and Agriculture Organization of The
Perhubungan dan Kementerian Kelautan dan
United Nation. (2018). Safety for
Perikanan. Tantangan yang timbul di
Fishermen. Food and Agriculture
antaranya adalah permasalahan sumber
Organization of The United Nation.
daya, fasilitas, dan anggaran, serta
http://www.fao.org/fishery/safety-for-
kebingungan di antara aparat pemerintah.
fishermen/51553/en/
Selain itu, dapat disarankan juga bahwa
meskipun kewajiban sertifikasi di Indonesia Gudmundsson, A. (2006, March).
ditujukan kepada Kapal Penangkap International Instruments on the Safety
Ikan/Kapal Perikanan secara luas, Indonesia of Fishing Vessels and Fishermen. Bay
harus memprioritaskan standardisasi of Bengal News.
sertifikasi Awak Kapal Penangkap Ikan https://www.bobpigo.org/img/uploaded/

220
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

bbn/march_06/Page 18-22.pdf di-kapal-asing


International Maritime Organization. (1978). Piniella, F. (2017). Fishermen’s training and
International Convention on Standards use of safety equipment: A case-study
of Training, Certification and of the Artisanal Fleet of Andalusia.
Watchkeeping for Seafarers (STCW). WMU J Marit Affairs, 6, 105–121.
International Maritime Organization. (1995). Sahrhage, D. (1992). A History of Fishing.
The International Convention on Springer Science & Business Media.
Standards of Training, Certification and
Watchkeeping for Fishing Vessel Suwardjo, D. et. al. (2012). Keselamatan
Personnel (STCW-F). Kapal Penangkap Ikan, Tinjauan dari
aspek Regulasi Nasional dan
International Maritime Organization. (2011). Internasional. Jurnal Teknologi
STCW-F Convention on training and Perikanan Dan Kelautan, 1(1), 1–13.
certification for fishing vessel personnel
Wijaya, C. (2020). ABK Indonesia di Kapal
to enter into force in 2012.
Asing: Kekerasan Dapat Terus Terjadi
International Maritime Organization. (2020). Tanpa Mereka Diberi Pembekalan Saat
Draft amendments to provide Direkrut, ’Kami ditendang, dimaki
sustainable fisheries training for all ketika kelelahan. BBC News Indonesia.
fishers. https://www.bbc.com/indonesia/indones
ia-52541415
Manan, B. (2004). Hukum Positif Indonesia.
FH UII Press. Zoelfakar, M.R., M.D. Syaifullah Manaf, A.
H. Y. (2017). Issues faced by Fishermen
Mertokusumo, S. (2010). Mengenal Hukum. on the Implementation of STCW-F
Universitas Atma Jaya Yogyakarta. 1995: East Malaysia. 2017 IEEE 7th
Nurita, D. (2020). Kasus-kasus Perbudakan International Conference on
ABK Indonesia di Kapal Asing. Tempo. Underwater System Technology: Theory
https://nasional.tempo.co/read/1339726/ and Applications.
kasus-kasus-perbudakan-abk-indonesia-

221

You might also like