Professional Documents
Culture Documents
1 PB
1 PB
Abstract
Since 1995, the international community has realized the need to standardize international
certification specifically related to fishing vessel crew certification with the birth of the 1995
Standards of Training, Certification, and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnel (STCW-F
Convention). In the Indonesian context, different definitions of vessels are problematic issue in
applying the STCW-F Convention into Indonesian legislation. This paper discusses the problem
of fishing vessel coverage and its institutional authority according to regulations in Indonesia.
This study uses a comparative method to analyze the definitions of vessel in Indonesian
regulations. This paper finds that there are overlapping regulations and authorities regarding
the certification of fishing vessel crews which leads to difficulties in implementation. Thus,
Indonesia should harmonize its regulations after its ratification to the STCW-F.
Abstrak
Sejak tahun 1995, dunia internasional menyadari kebutuhan untuk melakukan standardisasi
sertifikasi internasional khusus terkait dengan sertifikasi awak kapal penangkap ikan dengan
lahirnya Standards of Training, Certification, and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnel
1995 (Konvensi STCW-F). Khusus dalam konteks Indonesia, terdapat perbedaan definisi kapal
yang akan menjadi isu masalah dalam menerapkan Konvensi STCW-F ke dalam perundang-
undangan Indonesia. Tulisan ini membahas permasalahan cakupan Kapal Penangkap Ikan
beserta kewenangan kelembagaannya sesuai regulasi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan
metode komparatif untuk menganalisis definisi kapal dalam regulasi di Indonesia. Tulisan ini
menemukan adanya tumpang tindih peraturan terkait sertifikasi awak kapal penangkap ikan dan
irisan kewenangan yang berujung kepada sulitnya implementasi. Terkait hal tersebut,
penyelarasan regulasi di Indonesia merupakan hal utama yang perlu dilakukan dalam peraturan
nasional setelah Indonesia meratifikasi STCW-F.
209
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716
serta perlindungan terhadap lingkungan laut ikan di luar wilayah Indonesia. Indonesia
di mana salah satunya terkait dengan telah meratifikasi Konvensi STCW-F
sertifikasi awak kapal penangkap ikan. melalui Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun
Pada awalnya, standar sertifikasi awak 2019. Dengan demikian, Indonesia terikat
kapal penangkap ikan dilakukan oleh dengan seluruh kewajiban hukum yang ada
masing-masing negara dan tidak diatur di dalam Konvensi tersebut. Sebagai
tingkat internasional (International Maritime konsekuensinya, Indonesia perlu
Organization, 1978). Hingga pada tahun melaksanakan konvensi STCW-F ini dalam
1978, Konferensi IMO menghasilkan bentuk hukum nasionalnya. Terlebih khusus
Konvensi Standards of Training, lagi, perhatian perlu diberikan kepada isu
Certification, and Watchkeeping for bagaimana Indonesia bisa melaksanakan
Seafarers (STCW) yang mengatur mengenai standardisasi yang diwajibkan oleh konvensi
kriteria umum pendidikan dan latihan tersebut terhadap Kapal Penangkap Ikan.
(diklat), sertifikasi, dan dinas jaga bagi awak Konvensi STCW-F ini menjadi semakin
kapal di tingkat internasional. Namun, penting bagi Indonesia mengingat
karena perbedaan interpretasi dan banyaknya kasus-kasus yang menimpa Anak
implementasi yang sulit, Konvensi STCW Buah Kapal (ABK) Indonesia, terutama di
diamendemen di Konferensi IMO tahun kapal perikanan. Pada Mei 2020, terdapat
1995. kasus pembuangan ABK asal Indonesia di
Di dalam Konferensi IMO tahun 1995 kapal milik Tiongkok Long Xing 629
tersebut, dunia internasional menyadari (Affan, 2020). Meski diklaim sesuai
adanya kebutuhan untuk melakukan prosedur, kejadian tersebut membuka fakta
standardisasi sertifikasi internasional secara mengenai kasus-kasus lain yang menimpa
khusus terkait dengan sertifikasi awak kapal ABK Indonesia di kapal asing. Menurut
penangkap ikan. Sebagai bagian dari laporan BBC, ABK Indonesia yang bekerja
rangkaian amendemen Konvensi STCW di kapal tersebut diperlakukan tidak
1978, lahirlah Konvensi Standards of manusiawi selama bekerja. Jam kerja yang
Training, Certification, and Watchkeeping panjang hanya menyisakan 3 jam untuk tidur
for Fishing Vessel Personnel 1995 dan beberapa menit untuk makan. Jam kerja
(Konvensi STCW-F) yang mewajibkan yang sangat panjang ini merupakan akibat
adanya sertifikasi awak kapal penangkap dari tidak jelasnya jam kerja dalam kontrak
ikan bagi seluruh negara yang terikat di yang disepakati sebelum berangkat ke kapal
dalam konvensi tersebut. Awalnya Konvensi perikanan tersebut. Selain itu ABK
ini direncanakan untuk menjadi protokol Indonesia kerap diberi makan ikan umpan
dari STCW yang utama. Karena adanya dan diberi minum sulingan air laut. Hal ini
beberapa pertimbangan, maka dibuatlah dapat dikatakan telah melanggar hak asasi
konvensi yang terpisah dari Konvensi manusia.
STCW yang utama (Food and Agriculture Kasus lain yang juga menarik perhatian
Organization of The United Nation, 2018). publik adalah kasus ABK Indonesia
Konvensi ini dirasa penting untuk bernama Dedi Ristiawan dan Sukendi.
dipisahkan dari STCW utama juga Keduanya bekerja untuk kapal ikan
dikarenakan aspek teknis dan kenyataan berbendera Taiwan yang bernama New Bai
lapangan dari kapal perikanan yang berbeda 168 (Nurita, 2020). Kedua ABK itu tidak
dengan kapal-kapal yang lain (International mendapat gaji selama 8 bulan dan akhirnya
Maritime Organization, 1995). dapat dipulangkan dari Senegal pada 2015
Konvensi STCW-F ini sangat lalu. Sebelumnya, pada 2012 pun kejadian
diperhatikan oleh Indonesia sebagai negara serupa pernah dialami oleh ABK asal
kepulauan yang memanfaatkan potensi Indonesia (Nurita, 2020). Sejumlah 163
perikanan dan juga banyak warga negara ABK Indonesia ikut terdampar di Trinidad-
Indonesia (WNI) yang menjadi awak kapal Tobago, Amerika Selatan bersama kapal
210
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716
asal Taiwan milik PT Kwo Jeng. Anak buah yang tumpang tindih terkait perikanan di
kapal itu dijanjikan akan mendapat gaji antaranya Undang-Undang Nomor 31 Tahun
sebanyak US$ 240 atau setara Rp 2,3 juta 2004 tentang Perikanan sebagaimana diubah
untuk tiga bulan pertama sebagai bagian dari oleh Undang-Undang Nomor 45 Tahun
masa percobaan. Setelah itu mereka 2009 (UU Perikanan); Undang-Undang
dijanjikan akan mengalami kenaikan gaji Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran
menjadi US$ 400 atau setara Rp 3,86 juta. sebagaimana telah diganti oleh Undang-
Namun hingga diselamatkan saat terdampar Undang Nomor 17 Tahun 2008; PP Nomor
gaji yang dijanjikan tidak dibayar oleh 7 Tahun 2000; PP Nomor 62 Tahun 2014;
perusahaan yang memperkerjakan mereka. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM
Beberapa pihak menyatakan bahwa 9 Tahun 2005; dan Peraturan Menteri
kasus dan konflik yang dialami oleh ABK Nomor PER.7/MEN/2011. Masing-masing
Indonesia didasari oleh kurangnya dari peraturan ini memiliki definisi Kapal
kompetensi ABK Indonesia (Wijaya, 2020). Penangkap Ikan yang berbeda. Peraturan
Oleh karenanya Konvensi STCW-F yang pelaksana pun masing-masing tentu
mengatur standar kompetensi ABK ini memiliki definisi kapal yang berbeda
menjadi sangat penting guna mencegah mengingat Undang-Undang yang menjadi
konflik dan permasalahan lain yang dasar peraturan pelaksana tersebut telah
berpotensi untuk dialami oleh ABK memberikan definisi yang berbeda.
Indonesia. Dalam UU Perikanan, kapal perikanan
Selain untuk mencegah konflik bagi didefinisikan sebagai kapal, perahu, atau alat
ABK Indonesia di kapal asing, konvensi ini apung lain yang digunakan untuk melakukan
menjadi penting juga karena Indonesia penangkapan ikan, mendukung operasi
adalah negara yang dilewati oleh kapal- penangkapan ikan, pembudidayaan ikan,
kapal asing, dan tidak menutup pengangkutan ikan, pengolahan ikan,
kemungkinan kapal perikanan. Dengan pelatihan perikanan, dan
diratifikasinya Konvensi STCW-F oleh penelitian/eksplorasi perikanan. Sedangkan
Indonesia, inspeksi kapal perikanan asing di dalam Undang-Undang Pelayaran, kapal
Indonesia akan menggunakan pedoman dan didefinisikan sebagai kendaraan air dengan
standar yang sama dengan yang digunakan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan
oleh kapal tersebut. Namun, karena dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi
konvensi ini erat berhubungan dengan kapal, lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk
timbul sebuah masalah mengenai kendaraan yang berdaya dukung dinamis,
pendefinisian kapal dalam Konvensi STCW- kendaraan di bawah permukaan air, serta
F dan hukum nasional Indonesia. alat apung dan bangunan terapung yang
Secara definisi, Kapal Penangkap Ikan tidak berpindah-pindah. Kendaraan bawah
yang dimaksudkan di dalam konvensi ini air dan bangunan terapung yang tak
adalah kapal yang digunakan secara berpindah seperti yang tertuang dalam
komersial untuk menangkap ikan atau definisi kapal Undang-Undang Pelayaran
sumber daya laut hidup lainnya tidak masuk dalam definisi kapal perikanan
(International Maritime Organization, 1995). seperti yang tercantum pada Undang-
Pada praktiknya, kapal perikanan Indonesia Undang Perikanan.
masuk dalam definisi yang tercantum pada Perbedaan definisi tersebut dapat
Pasal 2 angka 7 dan 8 dari STCW-F. Maka menjadi masalah di dalam menerapkan
terlihat bahwa cakupan sertifikasi menurut Konvensi STCW-F ke dalam hierarki
Konvensi STCW-F adalah awak dari Kapal perundang-undangan Indonesia karena
Penangkap Ikan yang dimaksudkan oleh definisi Kapal Penangkap Ikan akan
konvensi ini seperti yang ditetapkan pada menentukan cakupan sertifikasi yang
Pasal 3 STCW-F. Sampai penelitian ini diwajibkan olehnya. Jika cakupan yang
ditulis, Indonesia memiliki berbagai regulasi diatur di dalam perundang-undangan di
211
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716
Indonesia tidak sesuai dengan Konvensi diatur di dalam hukum nasional dan hukum
STCW-F, terdapat kemungkinan Indonesia internasional. Mereka berkesimpulan bahwa
tidak memenuhi kewajiban internasional belum ada keseragaman pengaturan terkait
sebagaimana terkandung di dalam konvensi kapal penangkap ikan. Suwardjo juga
tersebut. Berbagai masalah koordinasi antar mengatakan bahwa diperlukan pembahasan
lembaga juga dapat timbul di dalam lebih lanjut terkait harmonisasi antara
pelaksanaan sertifikasi Awak Kapal peraturan nasional terhadap peraturan
Penangkap Ikan di Indonesia yang bisa saja internasional tentang kapal penangkap ikan
berpengaruh terhadap keabsahan sertifikat (Suwardjo, 2012). Muhammad Syarif
tersebut di mata internasional. Pada saat ini Budiman menyimpulkan bahwa sertifikat
saja, terdapat dua kementerian yang kompetensi awak kapal penangkap ikan
memiliki kewenangan yang beririsan di Indonesia saat ini tidak memiliki kualifikasi
dalam perikanan yaitu Kementerian sertifikat kompetensi sesuai ketentuan
Perhubungan dan Kementerian Kelautan dan perundangan yang berlaku (>90%) sehingga
Perikanan yang diakibatkan oleh menjadi salah satu pemicu terjadi IUU
ketidakseragaman pengaturan terkait fishing di Indonesia (Budiman, M.S., 2016).
perikanan di Indonesia. Aspek hukum yang termuat di dalam
Tulisan ini akan mencoba untuk penelitian yang sudah ada sebelumnya
menjawab pertanyaan atas definisi Kapal hanya berupa deskripsi regulasi yang
Penangkap Ikan yang mana yang sebenarnya terdapat di hukum nasional dan hukum
berlaku di Indonesia dan apakah sertifikasi internasional dan disertai dengan data
berdasarkan definisi Kapal Penangkapan empiris pelaksanaan sertifikasi awak kapal
Ikan tersebut sesuai dengan Konvensi penangkap ikan di lapangan.
STCW-F. Tulisan ini akan fokus membahas Berbeda dari literatur sebelumnya,
permasalahan cakupan Kapal Penangkap tulisan ini akan membahas secara khusus
Ikan beserta kewenangan kelembagaan cakupan sertifikasi awak kapal penangkap
terkait perikanan sesuai dengan perundang- ikan di Indonesia dan masalah apa saja yang
undangan yang ada di Indonesia. mungkin timbul dalam rangka memenuhi
Sebelumnya, sudah ada beberapa tulisan kualifikasi yang diatur oleh Konvensi
terkait keselamatan kapal penangkap ikan. STCW-F. Selain itu, tulisan ini juga akan
Akademisi dari berbagai negara telah membahas sertifikasi awak kapal penangkap
menulis terkait masalah implementasi ikan dari segi hukum. Oleh karena itu, yang
STCW-F di negaranya masing-masing akan menjadi pertanyaan utama dalam
seperti implementasi STCW-F di Malaysia tulisan ini adalah pengaturan seperti apa
Timur (Zoelfakar, M.R., M.D. Syaifullah yang tepat untuk dilakukan sehingga
Manaf, 2017) dan di Andalusia (Piniella, sertifikasi awak kapal penangkap ikan
2017). Kedua tulisan tersebut menyebutkan sebagaimana diatur di dalam Konvensi
tantangan di dalam menerapkan sertifikasi STCW-F dapat diterapkan oleh Indonesia.
yang memenuhi standar konvensi STCW-F Tulisan ini berkesimpulan bahwa
di masing-masing negara. Melihat dari penyelarasan regulasi di Indonesia
tulisan-tulisan tersebut, patut disimpulkan merupakan hal utama yang perlu
bahwa perlu adanya tulisan terkait STCW-F disesuaikan dalam peraturan nasional setelah
di dalam konteks Indonesia. Indonesia meratifikasi STCW-F ini.
Dalam konteks Indonesia, sebelumnya Penelitian ini menemukan adanya tumpang
sudah ada tulisan oleh Djodjo Suwardjo dan tindih peraturan terkait sertifikasi awak
Muhammad Syarif Budiman. Di dalam kapal penangkap ikan yang menyebabkan
tulisan-tulisan tersebut, belum dibahas permasalahan cakupan sertifikasi dan irisan
implementasi STCW-F di Indonesia. Djodjo kewenangan yang berujung kepada sulitnya
Suwardjo dalam artikelnya, membahas implementasi.
aspek-aspek keselamatan di atas kapal yang
212
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716
Setelah pendahuluan, tulisan ini akan Konvensi ini dianggap gagal karena
membahas tentang mandat STCW-F terkait pengaturan standar dan pengawasan yang
keselamatan Awak Kapal Penangkap Ikan. tidak spesifik sehingga menyebabkan
Selanjutnya, pembahasan akan difokuskan interpretasi yang beragam, kegagalan
pada cakupan sertifikasi awak kapal penegak hukum maritim untuk mengelola
penangkap ikan sebagaimana diatur di dan menegakkan standar yang disepakati di
dalam regulasi nasional. Bagian ini dalam konvensi yang akhirnya
diteruskan dengan observasi atas tumpang menyebabkan terjadinya banyak pemalsuan
tindih kewenangan antar lembaga serta atau sertifikat resmi namun dengan standar
masalah-masalah yang dapat timbul jika kompetensi yang kurang.
penyelarasan tidak dilakukan. Terakhir, Sebagai konsekuensinya, pada tahun
ditutup dengan kesimpulan dan beberapa 1995, IMO membuat amandemen konvensi
saran yang terkait. STCW dan secara terpisah membentuk
konvensi Standards of Training,
B. Pembahasan Certification, and Watchkeeping for Fishing
Vessel Personnel yang mengatur standarisasi
1. Amanah Konvensi STCW-F terkait
diklat, sertifikasi, dan dinas jaga untuk awak
Keselamatan Awak Kapal Penangkap
kapal penangkap ikan. Konvensi ini berlaku
Ikan
(enter into force) satu tahun setelah
Regulasi terkait perikanan sudah ada diratifikasi oleh 15 Negara. Pada tahun
sejak peradaban Sumeria dan Babilonia 2001, masyarakat internasional mendukung
(Sahrhage, 1992). Regulasi yang tercatat IMO untuk turut lebih aktif di dalam
pada masa itu terbatas kepada hak menjamin keamanan kapal penangkap ikan
memancing dan pelanggaran perjanjian. dan keselamatan awaknya dengan
Hukum internasional baru mengatur mendorong negara-negara untuk
mengenai keselamatan di atas kapal mengadopsi Torremolinos Protocol dan
penangkap ikan belakangan ini. Sejak STCW-F secepat mungkin (Gudmundsson,
hukum internasional modern dimulai oleh 2006), mengingat 24.000 nyawa melayang
Fransisco de Vittoria setelah pertemuan di dalam industri perikanan setiap tahunnya.
antara bangsa Spanyol dan India (Penduduk Pada tahun 2004, seminar pertama terkait
Asli Amerika) pada abad ke-15 (Anghie, STCW-F diselenggarakan di Busan, Korea
2004), regulasi internasional terkait Selatan. Konvensi STCW-F akhirnya
keamanan perikanan di atas kapal baru berlaku sejak tahun 2012, satu tahun setelah
diawali dengan Torremolinos Internasional STCW-F diratifikasi oleh Republik Palau
Convention for the Safety of Fishing Vessels (International Maritime Organization, 2011).
pada tahun 1977 (yang ditegaskan dan Konvensi STCW-F telah diratifikasi oleh
dimutakhirkan melalui Torremolinos Indonesia pada tahun 2019, maka Indonesia
Protocol pada tahun 1993) terkait standar- sudah tunduk dengan pengaturan yang diatur
standar kapal penangkap ikan oleh STCW-F dan harus segera memenuhi
(Gudmundsson, 2006). kewajiban yang ditentukan olehnya sesuai
Pada tahun 1978, IMO membuat dengan asas pacta sunt servanda.
konvensi STCW yang diharapkan dapat Perkembangan terakhir dari Konvensi
meningkatkan kualitas keselamatan di atas STCW-F adalah munculnya usulan-usulan
kapal, terutama di kapal niaga yang dipicu amendemen dari konvensi tersebut. Usulan-
oleh kecelakaan kapal tanker Torrey Canyon usulan tersebut datang dengan pertimbangan
pada tahun 1967 (Chae, 2011). Kurangnya bahwa konvensi tersebut harus mengikuti
pelatihan awak kapal dianggap menjadi perkembangan industri perikanan terkini.
penyebab utama kecelakaan tersebut, Dalam salah satu ulasan yang dilakukan oleh
sehingga harus dibuat standarisasi Sub-komite Elemen Manusia, Pelatihan, dan
internasional terkait keselamatan kapal. Pemantauan, terdapat usulan untuk
213
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716
214
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716
215
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716
216
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716
Tabel 1.
Tiga Definisi Kapal Penangkap Ikan/Kapal Perikanan dalam Perundang-Undangan di
Indonesia
No. Peraturan Peraturan Induk Istilah dan definisi yang
digunakan
1. Peraturan Menteri a. Undang-Undang Nomor 31 Tahun Kapal Penangkap Ikan adalah
Perhubungan Nomor KM 2004 tentang Perikanan kapal yang digunakan sebagai
9 Tahun 2005 sebagaimana diubah oleh UU kapal penangkapan ikan, ikan
Nomor 45 Tahun 2009 paus, anjing laut, ikan duyung
b. Peraturan Pemerintah Nomor 7 atau hewan yang hidup di laut.
Tahun 2000
217
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716
218
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716
219
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716
tidak mendapatkan amanah tersebut jika dalam arti sempit sehingga kewajiban
melihat Pasal 1 ayat (8) Peraturan Indonesia di dalam panggung internasional
Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 karena terpenuhi. Untuk itu perlu dibuat
Menteri yang dimaksudkan untuk penyelarasan yang menyeluruh akan semua
mendapatkan atribusi dari Peraturan ini peraturan perundang-undangan terkait agar
adalah Menteri yang bertanggung jawab di tantangan irisan antar-lembaga, serta
bidang Pelayaran. Namun hal tersebut tidak masalah yang timbul karenanya, dapat
secara langsung membuat Peraturan Menteri dihindari.
Nomor Per.7/MEN/2011 tidak berlaku
sebagai hukum positif. Hal ini berpotensi DAFTAR PUSTAKA
menimbulkan masalah di dalam teknis
implementasi sertifikasi tersebut. Lembaga Affan, H. & C. W. (2020). ABK Indonesia
yang berbeda tentunya memiliki sumber di Kapal China: “Tidur Hanya Tiga
daya dan fasilitas yang berbeda pula. Jam, Makan Umpan Ikan”, Hingga
Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan Pengalaman Pahit yang Sulit Dilupakan
fungsi dan anggaran yang dialokasikan Melarung Jenazah Teman. BBC News
kepada lembaga yang bersangkutan. Irisan Indonesia.
kewenangan ini juga berpotensi
menimbulkan kebingungan di antara Anghie, A. (2004). Imperialism,
aparatur negara yang membuat kebijakan- Sovereignty, and the Making of
kebijakan mikro. International Law. Cambridge
University Press.
C. Simpulan Attamimi, H. (1990). Peranan Keputusan
Berdasarkan uraian dan analisa di atas, Presiden Republik Indonesia Dalam
tulisan ini menyimpulkan bahwa, dilihat dari Penyelenggaraan Pemerintahan
peruntukannya, hukum Indonesia yang ada Negara: Suatu Studi Analisis Mengenai
sebelum ratifikasi konvensi STCW-F Keputusan Presiden Yang Berfungsi
sebenarnya sudah sesuai dengan pengaturan Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita
di dalam konvensi STCW-F, hanya saja I – Pelita VI.
cakupannya lebih luas daripada yang diatur Budiman, M.S., et. al. (2016). Penataan
oleh konvensi STCW-F sehingga Indonesia Sertifikasi Kompetensi Awak Kapal
dapat fokus untuk menyesuaikan sertifikasi Penangkap Ikan di Indonesia. Jurnal
Awak Kapal Penangkap Ikan dalam arti Teknologi Perikanan Dan Kelautan,
sempit saja dalam rangka memenuhi 7(2), 146–152.
ketentuan di konvensi STCW-F. Namun
tumpang tindihnya peraturan perundang- Chae, C. J. (2011). The STCW Manila
undangan menimbulkan tantangan di dalam amendments: its challenges to the Far
menerapkan sertifikasi tersebut akibat irisan East. World Maritime University.
kewenangan di antara Kementerian
Food and Agriculture Organization of The
Perhubungan dan Kementerian Kelautan dan
United Nation. (2018). Safety for
Perikanan. Tantangan yang timbul di
Fishermen. Food and Agriculture
antaranya adalah permasalahan sumber
Organization of The United Nation.
daya, fasilitas, dan anggaran, serta
http://www.fao.org/fishery/safety-for-
kebingungan di antara aparat pemerintah.
fishermen/51553/en/
Selain itu, dapat disarankan juga bahwa
meskipun kewajiban sertifikasi di Indonesia Gudmundsson, A. (2006, March).
ditujukan kepada Kapal Penangkap International Instruments on the Safety
Ikan/Kapal Perikanan secara luas, Indonesia of Fishing Vessels and Fishermen. Bay
harus memprioritaskan standardisasi of Bengal News.
sertifikasi Awak Kapal Penangkap Ikan https://www.bobpigo.org/img/uploaded/
220
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 209-221 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716
221