You are on page 1of 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep dan Konsep Terkait

1. Konsep Campak

a. Pengertian Campak

Campak merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus

myxovirus viridae measles dan ditularkan melalui udara (percikan

ludah) dari bersin atau batuk penderita. Gejala awal yang timbul berupa

demam, bercak kemerahan, batuk, pilek, konjungtivitis (mata merah)

dan koplik spots, selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher,

kemudian menyebar ke tubuh dan tangan serta kaki. Komplikasi yang

diakibatkan dari penyakit campak adalah diare hebat, peradangan pada

telinga, infeksi saluran nafas (Pneumonia) (Indasah, 2020).

Campak adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh

virus asam ribonukleat rantai tunggal (Measles Virus) dari keluarga

paramyxovirus. Campak, juga dikenal sebagai morbilli yang

menyebabkan infeksi pada sistem pernapasan, dan sistem kekebalan

tubuh. Penyakit Campak adalah infeksi virus yang sangat menular

dengan tingkat morbiditas yang substansial dan mortalitas yang

signifikan (Hulu, dkk, 2020)

Campak merupakan penyakit yang sangat menular dan

disebabkan oleh infeksi virus campak. Sebelum pengenalan dan

7
8

meluasnya penggunaan vaksin campak terdapat 2 juta kasus kematian

setiap tahunnya. Setelah vaksin campak menyebar luas, jumlah kasus

campak turun menjadi kurang dari 150 kasus per tahun dari 2001

hingga 2010 (Yahmal, 2021).

b. Etiologi

Virus campak merupakan spesies virus RNA berantai tunggal

negatif, berselubung, tidak bersegmen, termasuk dalam genus

Morbillivirus di famili Paramyxoviridae. Memiliki genom sekitar

16.000 nukleotida yang mengkodekan enam protein struktural,

nukleoprotein, fosfoprotein, hemaglutinin, matriks, fusi, dan dua protein

non-struktural V dan C yang dikodekan dalam fosfoprotein gen. Protein

hemaglutinin merupakan salah satu dari dua glikoprotein trans membran

pada permukaan virion dan berikatan dengan reseptor seluler seperti

limfosit, monosit, makrofag, sel dendritik, dan nectin-4 (Yahmal, 2021)

Kekebalan tubuh disebabkan oleh penetralan antibodi IgG

terhadap protein haemaglutinin yang menghalangi pengikatan ke sel

inang Reseptor. Protein fusi, virus kedua glikoprotein yang terpapar

permukaan virus. Protein fusi bertugas untuk fusi amplop virus dengan

sel inang membran, ribonukleo protein virus masuk ke dalam

sitoplasma (Yahmal, 2021)


9

c. Tanda Dan Gejala

Menurut (Hulu, dkk, 2020), gejala klinis pada campak dapat

dibagi menjadi 3 stadium adalah sebagai berikut:

1) Stadium prodromal

Stadium ini berlangsung selama 3-5 hari. Dimulai dengan

timbulnya gejala-gejala klinis panas, malaise dan anoreksia. Dua

puluh empat jam kemudian timbul gejala coryza, conjunctivitis dan

batuk. Gejala ini secara bertahap meningkat menjadi lebih berat dan

mencapai puncak dengan timbulnya ruam pada hari keempat.

Kurang lebih 2 hari sebelum timbulnya ruam, timbul Koplik’s spot

pada mukosa pipi yang berhadapan dengan molar.

Dalam waktu 3 hari, lesi ini meningkat jumlahnya dan

menyebar ke seluruh membrane mukosa. Koplik’s spot akan

menghilang pada hari kedua timbulnya ruam. Gejala prodromal ini

bisa berat, ditandai dengan demam yang lebih tinggi dan

kadangkadang bisa timbul kejang bahkan pneumonia.

2) Stadium Erupsi

Stadium ini ditandai dengan timbulnya ruam. Ruam

mempunyai sifat yang khas, yaitu berbentuk makulopapuler dan

timbul pertama di daerah muka dan dibelakang telinga. Kemudian

menyebar secara sentrifugal ke dada, punggung dan ekstremitas atas

kemudian ke ekstremitas bawah.


10

3) Stadium Konvalesen

Stadium ini ditandai dengan ruam berubah warna

kehitaman/berwarna gelap. Kemudian diikuti dengan deskuamasi

kulit dan akan menghilang dalam waktu 7-10 hari. Biasanya diikuti

dengan pembesaran kelenjar limfe yang terlihat dengan adanya

limfadenopati di daerah rahang bawah dan daerah belakang telinga

dan splenomegali ringan. Timbulnya limfadenopati pada daerah

mesenterium akan menimbulkan gejala nyeri abdomen.

Apabila terjadi gejala perubahan mukosa apendiks, dapat

menyebabkan terjadinya penutupan lumen apendiks dan akan

menimbulkan gejala appendisitis. Selanjutnya diikuti dengan

menurunnya suhu tubuh menjadi normal. Tetapi gejala batuk akan

menghilang dalam waktu yang agak lama

d. Triad Epidemiologi Campak

Menurut (Hulu, dkk, 2020), setiap faktor risiko memiliki

penanda risiko atau risk marker, yaitu suatu variabel yang secara

kuantitatif berhubungan dengan penyakit. Irwan, 2017, menyebutkan

Ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya penyakit yaitu

host (Penjamu), agent (Penyebab), dan environment (Lingkungan).

Selengkapnya dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Faktor host adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia

yang dapat memengaruhi timbulnya serta perjalanan penyakit,


11

seperti umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan, genetik, status nutrisi,

status kekebalan dan lain-lain.

2) Faktor agent adalah suatu substansi yang keberadaannya

memengaruhi perjalanan suatu penyakit, seperti bakteri, virus,

parasit, jamur dan lain-lain.

3) Faktor environment adalah segala sesuatu yang mengelilingi dan

juga kondisi luar manusia atau hewan yang menyebabkan atau

memungkinkan penularan penyakit, seperti aspek biologis, sosial

(adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, agama, standar dan gaya

hidup, kehidupan kemasyarakatan, organisasi sosial dan politik), dan

aspek fisik lingkungan.

e. Pencegahan

Menurut (Najmah, 2015), pencegan campak dibagi menjadi dua

adalah sebagai berikut:

1) Pencegahan Primer

a) Peningkatan pengetahuan

Peningkatan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya

pencegahan penyakit campak melalui promosi kesehatan dapat

dilakukan, baik melalui penyuluhan, promosi kesehatan lewat

media massa dan elektronik seperti iklan kesehatan, website

interaktif tentang pentingnya imunisasi Campak.

b) Imunisasi Campak
12

Imunisasi rutin untuk anak-anak dikombinasi dengan

pekan imunisasi nasional pada negara yang mempunyai kasus

kesakitan dan kematian Campak untuk mengurangi angka

kematian Campak secara global. Di Indonesia, imunisasi Campak

dapat diakses di Posyandu rutin atau Puskesmas secara gratis.

Pemberian dosis tunggal vaksin campak hidup (live attenuated)

biasanya dikombinasikan dengan vaksin hidup lainnya (mumps,

rubella), dapat diberikan bersama dengan vaksin yang inaktivasi

lainnya atau bersama toksoid; dapat memberikan imunitas aktif

pada 94-98% individu-individu yang rentan, kemungkinan

kekebalan yang timbul dapat bertahan seumur hidup, kalaupun

terjadi infeksi maka bentuk infeksinya sangat ringan atau infeksi

tidak nampak dan tidak menular.

Dosis kedua vaksin campak dapat meningkatkan tingkat

kekebalan sampai 99%. Sekitar 5- 15% dari orang setelah

divaksinasi menunjukkan gejala kelesuan dan demam mencapai

39.4°C (103°F). Gejala ini muncul antara 5-12 harisetelah

diimunisasi, biasanya akan berakhir setelah 1-2 hari, namun tidak

begitu mengganggu. Ruam, pilek, batuk ringan dan bercak Koplik

kadang-kadang juga dapat timbul.

Kejang demam dapat pula timbul, namun sangat jarang

dan tanpa menimbulkan gejala sisa. Ensefalitis dan ensefalopati


13

pernah dilaporkan terjadi setelah diimunisasi campak

(kejadiannya kurang dari 1 kasus per 1 juta dosis yang diberikan).

Di Indonesia kejadian-kejadian seperti ini dipantau oleh

Pokja KIPI (Kejadian Ikutan Paska Imunisasi). Secara umum,

WHO menganjurkan pemberian imunisasi campak pada umur 9

bulan

c) Surveilans terpadu

Surveilans terpadu, ada tiga tahapan dalam sistem

surveilans terpadu termasuk tahap reduksi, tahap eliminasi dan

tahap eradikasi. Surveilans pada tahap reduksi, dimana

menurunkan angka kematian campak sebesar > 95 % pada tahun

2015 dengan meningkatkan cakupan imunisasi pertama > 90%

dan imunisasi kedua pada semua anak, kegiatan surveilans

campak pada fase ini adalah surveilans campak klinis dengan data

agregat dan secara bertahap dilakukan pemeriksaan laboratorium.

Setiap KLB dilakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan

konfirmasi laboratorium serta peningkatan manajemen kasus.

Pada tahap eliminasi dimana tahap tidak adanya daerah endemik

campak selama ≥ 12 bulan di suatu wilayah (Kabupaten/Kota)

yang dibuktikan dengan surveilans campak yang berkualitas,

surveilans yang dilakukan adalah surveilans berbasis individu

(individual record). Setiap kasus campak dilakukan penyelidikan

lapangan dan pemeriksaan laboratorium.


14

Setiap KLB dilakukan ” fully investigated” dan manajemen

kasus. Tahap akhir yaitu tahap eradikasi, yaitu adalah tahap

dimana terputusnya transmisi virus campak. Pada tahap ini

cakupan imunisasi campak dosis pertama dipertahankan sangat

tinggi >95%.

2) Pencegahan Sekunder

a) Pengobatan terpadu

Pengobatan terhadap campak sesuai dengan gejala yang

muncul. Penderita tanpa komplikasi diberikan antipiretik dan

pemberian vitamin A dosis tinggi sesuai usia. Jika ada komplikasi

anjurkan penderita dirawat di Puskesmas atau di Rumah Sakit.

Pengobatan komplikasi di sarana pelayanan kesehatan dengan

pemberian antibiotik tergantung berat dan ringannya komplikasi,

bila keadaan penderita cukup penderita cukup berat segera rujuk

ke Rumah Sakit. Kasus yang terkena penyakit campak, diisolasi,

untuk memutuskan rantai penularan pada orang lain.

Pemberian vitamin A :

Diberikan sebanyak 2 kapsul (kapsul pertama diberikan

saat penderita diberikan keesokan harinya, dosis sesuai umur

penderita). Pemberian vitamin A diutamakan untuk penderita

campak, jika persediaan vitamin A mencukupi, sebaiknya juga

diberikan pada yang tidak terkena kasus campak seperti di bawah


15

ini :
(1) Umur 0-6 bulan, bagi bayi yang tidak mendapatkan ASI,

diberikan vitamin A sebanyak satu kapsul 50.000 IU pada

saat penderita ditemukan, dan kapsul ke dua diberikan

keesokan harinya.

(2) Umur 6-11 bulan, pada saat penderita ditemukan, diberikan

vitamin A sebanyak 100.000 IU, dan kapsul diberikan pada

hari kedua.

(3) Umur 12-59 bulan, saat penderita ditemukan, diberikan

vitamin A sebanyak 1 kapsul 200.000 IU, dan kapsul kedua

diberikan pada hari kedua

b) Imunisasi ulang

Di Indonesia, pada tahap reduksi, dimana menurunkan

angka kematian campak sebesar > 95 % pada tahun 2015 dengan

meningkatkan cakupan imunisasi pertama > 90% dan imunisasi

kedua pada semua anak dilakukan. Di Amerika Serikat sebagai

tambahan terhadap imunisasi rutin imunisasi ulang diberikan pada

anak-anak yang baru masuk sekolah, SMA, perguruan tinggi atau

kepada mereka yang akan masuk ke fasilitas perawatan penderita,

kecuali bagi mereka yang memiliki riwayat pernah terkena

campak atau ada bukti serologis telah memiliki imunitas terhadap

campak atau telah menerima 2 dosis vaksin campak.

Bagi mereka yang hanya menerima vaksin campak yang

telah diinaktivasi, imunisasi ulang dapat menimbulkan reaksi


16

lebih berat seperti bengkak lokal dan indurasi, limfadenopati dan

demam, namun mereka akan terlindungi terhadap sindroma

campak atipik.

c) Pencegahan Tersier

Pecegahan tersier Campak dapat dilakukan dengan pengobatan

yang rutin dan rehabilitasi terhadap penderita.

f. Penularan/Transmisi Campak

Campak dapat menginfeksi siapapun dari segala usia, namun

sebagian besar beban penyakit secara global masih terjadi pada anak

usia < 5 tahun. Virus campak merupakan salah satu mikroorganisme

yang sangat mudah menular antara individu satu ke individu yang lain,

terutama pada anak-anak yang memasuki usia pra- sekolah dan tamat

SD (Hulu, dkk, 2020).

Penyakit ini mudah menular melalui sistem pernapasan,

terutama percikan ludah atau cairan yang keluar dari sistem pernapasan,

seperti pada saat bersin, batuk, maupun berbicara. Rantai penularan

campak sangat sulit diputus, karena penyakit ini menularkan kepada

orang lain pada 4 hari sebelum timbul ruam sampai 4 hari setelah timbul

ruam (Hulu, dkk, 2020).


17

g. Masa Inkubasi Campak

Pengetahuan tentang masa inkubasi sangat penting dalam

penyelidikan dan pengendalian penyakit menular seperti penyakit

campak yang memiliki masa inkubasi 7-18 hari dari mulai masuknya

virus ke dalam tubuh sampai menimbulkan gejala klinis yang ditandai

dengan demam < 38oC selama 3 hari atau lebih gejala lainnya seperti

batuk, pilek, mata merah, Bercak kemerahan/rash yang dimulai dari

belakang telinga Gejala pada tubuh berbentuk makulopapular selama 3

hari atau lebih yang pada kisaran 4-7 hari menjalar keseluruh tubuh

(Kemenkes, 2018).

2. Faktor Resiko Kejadian Campak Pada Balita

a. Faktor Status Imunisasi

Imunisasi memiliki dimensi tanggung jawab ganda yaitu selain

untuk memberikan perlindungan kepada anak agar tidak terkena

penyakit menulr, namun juga memberikan kontribusi yang tinggi dalam

memberikan sumbangan bagi kekebalan kelompok (herd immunity)

yaitu anak yang telah mendapat kekebalan imunisasi akan menghambat

perkembangan penyakit dikalangan masyarakat (Batubara & Oktaviani,

2018)

Imunisasi dapat memberikan kekebalan aktif pada balita dimana

kekebalan aktif dapat berlangsung lama dibandingkan kekebalan pasif

sehingga seseorang tidak mudah terkena campak. Imunisasi adalah

suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif


18

terhadap suatu antigen sehingga bila kelak individu terpajan pada

antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Kekebalan pasif adalah

kekebalan tubuh yang didapatkan dari luar tubuh, bukan dibuat oleh

individu itu sendiri. Kekebalan pasif tidak bertahan lama karena akan

dimetabolisme oleh tubuh. Kekebalan aktif adalah kekebalan yang

dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti imunisasi.

Kekebalan aktif biasanya berlangsung lebih lama karena adanya

memori imunologik (Batubara & Oktaviani, 2018)

Imunisasi campak ditujukan untuk memberikan kekebalan aktif

terhadap penyakit campak dan memiliki efek penting dalam

epidemiologis penyakit yaitu mengubah distribusi relatif umur kasus

dan terjadi pergeseran ke umur yang lebih tua. Imunisasi dapat

memberikan perlindungan terhadap penyakit – penyakit yang berbahaya

atau penyakit infeksi yang sering terjadi pada awal kehidupan seorang

anak demikian dengan imunisasi campak dimana dengan pemberian

satu dosis vaksin campak insiden campak dapat diturunkan lebih dari

90%. Namun karena campak merupakan penyakit yang sangat menular

masih dapat terjadi wabah pada anak terutama pada anak usia sekolah

meskipun 85 – 95% anak sudah mempunyai imunitas (Juniarti, Kunoli

& Afni, 2016).

b. Faktor Status Gizi Pada Balita

Sebagian besar dari kematian anak disebabkan oleh penyakit

infeksi Komplikasi penyakit campak seringkali dikaitkan dengan status


19

gizi anak, pada penderita yang mengalami malnutrisi infeksi primer

lebih sering terjadi. Hal ini disebabkan karena rendahnya status gizi

mempengaruhi respon tubuh berupa pembentukan antibodi terhadap

adanya infeksi suatu penyakit, dimana untuk pembentukan antibodi

dibutuhkan bahan baku berupa protein dan karbohidrat (Juniarti, Kunoli

& Afni, 2016)

Tercukupinya seseorang terhadap suatu gizi sangan

menentukan daya tahan tubuh ketika terpajan degan berbagai virus dan

bakteri penyebab penyakit, apalagi bagi seorang balita yang masih

dalam tahap tumbuh membutuhkan gizi yang besar untuk membantu

proses perkembangannya. Status gizi seseorang terkait dengan

permasalahan kesehatan secara umum disamping merupakan faktor

predisposisi yang dapat memperberat penyakit infeksi secara langsung

juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan secara

individu. Kondisi gizi buruk sering disertai dengan defisiensi

(kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan

oleh tubuh. Gizi buruk akan merusak sistem pertahanan tubuh terhadap

mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali

terkena infeksi (Batubara & Oktaviani, 2018)

Pada balita yang tidak mencukupi kebutuhan giziakan

menyebabkan balita lebih rentan terkena penyakit seperti penyakit

campak. Pada keadaan malnutris, sistem imun akan terganggu sehingga

mudah terkana penyakit. Penyakit campak berat kemungkinan terjadi


20

diantara anak-anak kurang gizi terutama mereka yang kurang vitamin A

atau yang sistem kekeblan tubuhnya telah dilemahkan oleh penyakit

lain. Penyebaran kasus campak erat sekali hubungannya dengan

perilaku, keadaan lingkungan, pengetahuan masyarakat mengenai

kesehatan, status gizi, dan cakupan imunisasi campak. Anak-anak

malnutrisi bila terkena penyakit campak akan menjadi lebih berisiko

dan dapat menimbulkan kematian dibandingkan dengan anak-anak yang

gizinya baik (Batubara & Oktaviani, 2018)

Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa anak

dengan status gizi kurang lebih rentan terhadap infeksi salah satunya

penyakit campak. Gizi kurang dapat memengaruhi proses imun,

sehingga pemberantasan virus terganggu, akibatnya diagnosis penyakit

terlambat ditegakkan. Defisiensi vitamin A dan seng merupakan

penyebab penting perubahan sistem imun dalam tubuh. Hubungan

antara status gizi dengan penyakit campak terjadi sua arah dan saling

memberatkan. Dimana anak dengan status gizi kurang dapat

memerberat infeksi campak dan anak yang terkena infeksi campak jika

tidak dijaga asupan nutrisinya dapat terjadi kekurangan gizi. Kematian

yang berhubungan dengan penyakit campak mencapai tingkat yang

tinggi, biasanya lebih dari 10% terjadi pada keadaan malnutrisi

(Batubara & Oktaviani, 2018)


21

c. Faktor BBLR

Riwayat penyakit yang diderita oleh ibu dapat mempengaruhi

kejadian BBLR seperti plasenta previa dan biasanya terjadi pada

multipara, sehingga akan terjadi perdarahan antepartum karena pada

segmen bawah uterus mengalami perubahan berkaitan dengan tuanya

kehamilan, pertumbuhan dan perkembangan janin terhambat dengan

kejadian tersebut, sehingga berpeluang terjadinya BBLR (Bahiyah,

2015)

Bayi yang lahir dengan berat lahir kurang sangat rentan untuk

terkena penyakit terutama penyakit infeksi dikarenakan sistim imun

dalam tubuh bayi tidak seimbang dan bayi yang BBLR alat-alat

reproduksi belum matang dan merupakan faktor peningkatan angka

kejadian kesakitan dan morbiditas pada bayi, karena bayi mendapatkan

imunitas dari ibunya(Bahiyah, 2015)

Bayi mendapatkan imunitas dari ibunya dari dalam kandungan

sampai umur 6 bulan, maternal antibodi akan melindungi bayi dari

campak dari bayi lahir sampai berumur 6 bulan dan penyakit tersebut

akan dimodifikasi oleh tingkat maternal antibodi yang tersisa sampai

bagian pertama dari tahun kedua kehidupan Sehingga umur dapat

mempengaruhi campak (Bahiyah, 2015) kejadian campak sering terjadi

pada bayi atau balita yang lahir BBLR hal ini dikarenakan sistem

ketahanan tubuh kurang (IGg), dengan rendahnya IGg pada bayi dan

balita sehingga virus campak dapat dengan mudah masuk kedalam


22

tubuh. Hasil penelitian ini yang menunjukkan tidak ada hubungan

BBLR dengan kejadian campak dikarenakan distribusi kasus campak

pada bayi dan balita seimbang, sama halnya pada kelompok kontrol

selain itu BBLR bukan merupakan faktor lansung terjadinya campak.

BBLR yang mempengaruhi campak tersebut harus dapat dipahami

dengan baik dan selalu diupayakan untuk tetap menjaga kesehatan bayi

dan balita, bagaimana cara berprilaku sehat dengan menghindari faktor-

faktor yang berisiko untuk terjadinya campak karena dapat

mengakibatkan kecacatan bahkan kematian pada bayi (Bahiyah, 2015)


23

B. Kerangka Teori

Campak

Tanda Dan Gejala Pencegahan


1) Stadium prodromal 1) Pencegahan Primer
2) Stadium Erupsi 2) Pencegahan Sekunder
3) Stadium Konvalesen 3) Pencegahan Tersier

Fak tor Resiko Kejadian Campak


Pada Balita
a. Status Imunisasi
b. Status Gizi Pada Balita
c. BBLR

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber : (Hulu, dkk, 2020), (Najmah, 2015), (Batubara & Oktaviani,
2018), (Juniarti, Kunoli & Afni, 2016), (Bahiyah, 2015)

You might also like