You are on page 1of 16

“PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Pancasila

Disusun Oleh: Kelompok 6


1. Angriani Ningrum Pratiwi (231011020018)
2. Reiner k papangga (231011020014)
3. I Dewa Gede Dharma Adisatya (231011020040)
4. Debora Wongkar (231011020050)
5. Clerhyn Marasi (231011020031)
6. Salwa Fadiyah datuela (231011020010)
7. Anggreinda A. R Ismail (231011020015)
8. Vanya Odelia Victory Bopeng (231011020034)

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Universitas Sam Ratulangi Manado

2023

i
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
kami dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Pancasila sebagai sitem
Filsafat”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Ir. Marhaenus
Johanis Rumondor M.Si selaku Dosen pengajar matakuliah Pancasila. Dan harapan kami
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami. Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik bagi pembaca makalah kami ini, agar makalah kami ke depannya bisa lebih baik
lagi.

Manado, September 2023


Penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL.............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan....................................................................... 2

BAB 2 PEMBAHASAN................................................................................. 3
2.1 Pengertian Filsafat....................................................................... 3
2.2 Makna Pancasila sebagai Filsafat Negara................................... 3
2.3 Nilai-nilai Pancasila Berwujud dan Bersifat Filsafat.................. 4
2.4 Pengertian Pancasila sebagai Filsafat.......................................... 5
2.5 Landasan Filsafat Pancasila......................................................... 6
2.6 Karakteristik Sistem Filsafat Pancasila....................................... 7
2.7 Relasi Kausalitas dalam Filsafat Pancasila................................... 8
2.8 Hakikat Nilai-nilai Pancasila........................................................ 11

BAB 3 PENUTUP.......................................................................................... 12
3.1 Kesimpulan.................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 13

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila adalah dasar ideology dan filsafat yang menjadi landasarn
negara Republik Indonesia. Istilah “Pancasila” berasal dari bahasa Sansekerta
yang berartu “lima prinsip” atau “lima dasar”. Pancasila pertama kali
diperkenalkan oleh pendiri negara Indonesia, Soekarno, dan Mohammad Hatta
pada tahun 1945 sebagai dasar negara yang akan membentuk dasar kemerdekaan
Indonesia.
Pancasila sebagai sistem filsafat mencerminkan nilai-nilai dasar dan
prinsip-prinsip yang mengatur cara berpikir dan bertindak masyarakat Indonesia.
Pancasila sebagai sistem filsafat adalah pandangan tentang bagaimana Indonesia
harus diatur dan bagaimana masyarakat Indonesia harus bersikap dan bertindak.
Ini juga mencerminkan semangat persatuan dan keragaman, yang menjadi salah
satu ciri kha Indonesia sebagai negara yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan
budaya. Sistem filsafat Pancasila telah menjadi pedoman penting dalam
pembentukan kebijakan pemerintah Indonesia, dan nilai-nilainya tercermin dalam
konstitusi negara, yaitu Undang-Undang Dasar 1945.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang ada di atas, kami merumuskan masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai berikut :
1. Pengertian Pancasila
2. Makna Pancasila sebagai Filsafat
3. Nilai-nilai Pancasila Berwujud dan Bersifat Filsafat
4. Pengertian Pancasila sebagai Filsafat
5. Landasan Filsafat Pancasila
6. Karakteristik Sistem Filsafat Pancasila
7. Relasi Kausalitas dalam Filsafat Pancasila
8. Hakikat Nilai-nilai Pancasila

1
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan Makalah ini adalah:
1. Untuk mempelajari serta tentang Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
2. Untuk memberikan pengetahuan kepada para pembaca tentang pentingnya
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
3. Untuk memenuhi tugas Matakuliah Pancasila.

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun Manfaat penulisan Makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
2. Untuk mengetahui seberapa pentingnya Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
3. Untuk mengetahui lebih dalam pemahaman tentang apa fungsi Pancasila
Sebagai Sistem Filsafat dan kedudukannya serta nilai-nilai apa yang
terkandung dalam sila-silanya dan bagaimana penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filsafat


Filsafat Pancasila adalah sebuah konsep pemikiran filosofis yang berfokus
pada nilai-nilai dasar yang menjadi landasan dan panduan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara di Indonesia. Filsafat Pancasila menggabungkan aspek-
aspek filosofis dengan nilai-nilai kearifan lokal dan prinsip-prinsip demokrasi
yang diakui secara universal. Istilah “Pancasila” berasal dari bahasa Sanskerta
yang berarti “lima prinsip” atau “lima asas”.

Sementara itu, pada hakikatnya, Pancasila memiliki sistem nilai yang


didapat dari pengertian nilai-nilai dasar luhur kebudayaan bangsa Indonesia. Dari
unsur-unsur kebudayaan tersebut berakar dan mengalir sehingga membuat secara
keseluruhan menjadi terpadu menjadi kebudayaan bangsa Indonesia. Melalui
penjelasan tersebut bisa disimpulkan, Pancasila sebagai suatu produk filsafat yang
digunakan sebagai suatu pandangan hidup.

Filsafat Pancasila juga memiliki fungsi dan peran sebagai pedoman dan
pegangan sikap, tingkah laku serta perbuatan dalam kehidupan sehari-hari dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk bangsa Indonesia. Setiap nilai-
nilai yang ada dalam sila Pancasila perlu dijadikan sebagai dasar dalam hidup
berbangsa dan bernegara.

2.2 Makna Pancasila sebagai Filsafat Negara


Pancasila sebagai filsafat Negara adalah nilai-nilai filosofis yang
terkandung dalam sila-sila Pancasila, mendasari seluruh peraturan hukum yang
berlaku di Indonesia. Artinya, nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan harus mendasari seluruh peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Contoh :

3
a. UU No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi. Pasal 3 ayat (a) yang berbunyi,
”Mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika,
berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa,
serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan”. Undang-undang tersebut
memuat sila pertama dan sila kedua yang mendasari semangat pelaksanaan untuk
menolak segala bentuk pornografi yang tidak sesuai dengan nlai-nilai agama dan
martabat kemanusiaan.
b. Tidak melakukan pemaksaan dan menghormati kebebasan beragama
c. Tidak merendahkan atau mencemooh agama maupun pemeluk agama lain

2.3 Nilai-nilai Pancasila Berwujud dan Bersifat Filsafat


Nilai-Nilai Pancasila
Hakikat dan pokok-pokok yang terkandung dalam Pancasila yaitu:

1. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, berarti bahwa nilai-nilai yang


terkandung dalam Pancasila itu dijadikan dasar dan pedoman dalam mengatur
sikap dan tingkah laku manusia Indonesia, dalam hubungannya dengan Tuhan,
masyarakat, dan alam semesta. Jadi Pancasila hams tercermin dalam segala
bidang kehidupan yang meliputi bidang ekonomi, politik, sosial budaya dan
pertahanan dan keamanan

2. Pancasila sebagai dasar Negara, berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung


dalam Pancasila itu dijadikan dasar dan pedoman dalam mengatur tata kehidupan
bernegara, seperti yang di atur oleh UUD 1945. Untuk kepentingan-kepentingan
kegiatan praktis operasional di atur dalam Tap. MPR No. Ill/ MPR/ 2000 tentang
Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-undangan, yaitu:
a. UUD 1945
b. Ketetapan MPR
c. Undang-Undang
d. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu)
e. Peraturan pemerintah
f. Keputusan Presiden
g. Peraturan daerah

3. Filsafat Pancasila yang abstrak tercermin dalam pembukaan UUD 1945


yang merupakan uraian terinci dari Proklamasi 1 7 Agustus 1945 yang dijiwai
Pancasila

4.Pancasila yang dinimuskan dalam Pembukaaan UUD 1945 merupakan


kebulatan yang utuh

4
5. Jiwa Pancasila yang abstrak setelah tercetus menjadi Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, tercermin dalam pokok-pokok yang terkandung
dalam Pembukan UUD 1945

6. Berdasarkan penjelasan otentik UUD 1945, undang-undang dasar


menciptakan pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 pada
pasal-pasalnya. Hal ini berarti pasal-pasal dan batang tubuh UUD 1945
menjelmakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD
1945 sebagai perwujudan dan jiwa pancasila

7.Berhubungan dengan itu, kesatuan tafsir sila-sila Pancasila harus bersumber


dan berdasarkan Pembukaan dan batang Tubuh UUD 1945

8. Nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia yang


belum tertampung dalam pembukaan UUD 1945 perlu di selidiki untuk
memperkuat dan memperkaya nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam
Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Nilai-nilai yang menunjang dan memperkuat kehidupan masyarakat dan
b. bernegara dapat kita terima asal tidak bertentangan dengan kepribadian
c. bangsa dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila misalnya
referendum
d. atau pemilihan presiden secara langsung
e. Nilai-nilai yang melemahkan dan bertentangan dengan nilai-nilai yang
f. terkandung dalam Pembukaan dan batang Tubuh UUD 1945 tidak
dimasukan
g. sebagai nilai-nilai Pancasila. Bahkan hams diusahakan tidak hidup dan
h. berkembang lagi dalam masyarakat Indonesia, misalnya demonstrasi
dengan
i. merusak bangunan/kantor, penjahat dihakimi massa atau penjarahan
j. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD
1945
k. dipergunakan sebagai batu ujian dari nilai-nilai yang lain agar dapat
diterima
l. sebagai nilai-nilai Pancasila.

2.4 Pengertian Pancasila sebagai Filsafat


Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu dasar negara serta falsafah
bangsa dan negara Republik Indonesia yang terdiri atas lima sila, yaitu Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

5
Mengutip Buku Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara (2012) oleh
Ronto, Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta yaitu panca dan syla. Panca
artinya lima dan syla artinya batu sendi, alas. Pancasila sebagai sistem filsafat
mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat menjadi substansi dan
isi pembentukan ideologi Pancasila. Pancasila sendiri dikembangkan oleh para
founding fathers atau pendiri bangsa Indonesia sebagai suatu sistem filsafat yang
mengandung nilai-nilai filosofis.

Pancasila sebagai sistem filsafat bertitik tolak dari teori-teori filsafat dan
memenuhi ciri-ciri berpikir kefilsafatan. Sementara itu, Pancasila sebagai sistem
filsafat juga memiliki fungsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam
sikap, tingkah laku, dan perbuatan.

Oleh karena itu, Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki ciri khas yang
berbeda dengan sistem-sistem filsafat lainnya. Setiap sila dalam Pancasila tidak
dapat berdiri sendiri dan tidak saling bertentangan. Pancasila sebagai sistem
filsafat juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang disusun secara hierarkis.
Sebagai sistem filsafat, Pancasila juga berarti refleksi kritis dan rasional sebagai
dasar negara dan kenyataan budaya bangsa dengan tujuan mendapatkan pokok-
pokok pengertiannya yang mendasar dan menyeluruh.

2.5 Landasan Filsafat Pancasila


Pancasila Sebagai landasan filsafat negara, Pancasila merumuskan nilai-
nilai dasar yang menjadi dasar bagi negara Indonesia. Lima sila Pancasila tersebut
adalah:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


Sila pertama menyatakan bahwa Indonesia mengakui adanya Tuhan yangMaha
Esa dan mempercayai keberadaan-Nya sebagai landasan moral dan spiritual bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara.

2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab


Sila kedua menekankan pentingnya menghormati martabat setiap manusia,
mewujudkan persamaan, dan memperlakukan semua orang dengan adil dan
beradab.

6
3. Persatuan Indonesia
Sila ketiga mengajarkan pentingnya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia, menghargai keragaman budaya, dan menjunjung tinggi semangat
kebhinekaan.

4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan/Perwakilan
Sila keempat menegaskan bahwa kekuasaan dalam negara Indonesia berasal
dari rakyat dan dijalankan secara demokratis melalui musyawarah dan perwakilan.

5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Sila kelima menuntut adanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
menghilangkan kesenjangan ekonomi, dan memberikan kesejahteraan bagiseluruh
lapisan masyarakat.

Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara Indonesia dalam Pembukaan Undang-


Undang Dasar 1945 dan menjadi pedoman bagi setiap aspek kehidupan berbangsa
dan bernegara. Nilai-nilai Pancasila membentuk identitas nasional Indonesia dan
menjadi pijakan dalam pembuatan kebijakan pemerintah serta hukum negara.

Sebagai landasan filsafat negara, Pancasila memberikan dasar yang kuat bagi
Indonesia untuk menjaga keutuhan, membangun persatuan, dan mewujudkan
tujuan bersama dalam mencapai kemajuan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia.

2.6 Karakteristik Sistem Filsafat Pancasila


Sebagai filsafat Pancasila memiliki karakerisik sistem filsafat tersendiri
yang berbed dengan sistem filsafat lainnya. Pertama, karakteristik filsafat
Pancasila yaitu bahwa sila-sila dalam Pancasila merupakan satu kesatuan system
yang utuh dan bulat (integral sebagai suatu totalitas). Dengan kata lain, Pancasila
dalam sistematikanya bersifat integral saling menjiwai dan dijiwai satu sama lain.
Kedua, karakteristik Pancasila bersifat horizontal dan vertical ( sila I adalah relasi
vertical antara manusia dengan Tuhannya, sila 2,3,4,5 merupakan relasi antara
manusia yang satu dengan yang lainnya dalam tata pergaulan hidup. Ketiga,
Pancasila sebagai suatu substansi merupakan yang berasal dari diri sendiri yang
berada dalam diri setiap manusia, teristimewa bagi manusia Indonesia. Keempat,
Pancasila sebagai suatu filsafat merupakan sebuah realita. Artinya, sebagai satu

7
kenyataan kehidupan bangsa Indonesia yang tumbuh.hidup dan berkembang
dalam kehidupan sehari-hari.

Filsafat Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Setiap bangsa yang


ingin berdiri kokoh dan sebagai arah tujuan bangsa maka sangat diperlukan
falsafah hidup bangsa. Dengan pandangan hidup bangsa ini suatu bangsa akan
memandang segala permasalahan dan memecahkannya dengan merujuk kepada
filsafat Pancasila. Tanpa memiliki suatu pandangan hidup maka sebuah bangsa
akan terombang-ambing dalam menghadapi segala persoalan bangsa ini baik
dalamruang lingkup kecil maupun besar. Dengan pandangan hidup yang jelas
suatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana harus
memecahkan masalah baik ekonomi.politik social,budaya dan agama. Dengan
berpedoman pada pandangan hidupnya sebuah bangsa akan membangun dirinya.
Dalam pergaulan hidup itu terkandung konsep dasar mengenai
pembangunan yang dicita- citakan. Pada akhirnya, pandangan hidup suatu bangsa
merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa tersebut yang
digali berdasarkan suasana budaya, psikologis, agama. Filsafat pancasila adalah
hasil pemikiran yang paling mendalam dan dianggap telah dipercaya serta diyakni
sebagai suatu kesatuan dari norma dan nilai yang paling dianggap benar, adil.
bijaksana, paling baik dan paling sesuai dengan kaidah didirikannya Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila sebagai falsafah dapat diartikan sebagai
pandangan hidup dalam kegiatan praktis.

2.7 Relasi Kausalitas dalam Filsafat Pancasila


Ajaran kausalitas menjadi sesuatu hal yang penting dalam perkembangan
filsafat hukum. Tidak banyak ilmuwan hukum yang tertarik untuk mendalami
ajaran ini, sehingga perkembangan pemikiran ajaran ini di Indonesia seolah
mengalami mati suri. Dalam artikel yang ringkas ini, penulis ingin memaparkan
secara ringkas pertapakan ajaran kausalitas dalam konteks filsafat. Pertapakan
kausalitas dalam konteks filsafat penting difahami sebagai dasar dalam
pemahaman ajaran kausalitas dalam hukum. Pertapakan filsafat kausalitas dibagi

8
dalam tiga babak, yaitu pada masa Yunani Kuno, zaman pertengahan dan zaman
modern.
1. Zaman Yunani Kuno
Plato dinilai sebagai peletak dasar prinsip kausalitas pada zaman Yunani
Kuno. Dikatakannya bahwa “everything that becomes or changes must do so
owing to some cause; for nothing can come to be without a cause”. Plato
menekankan bahwa pentingnya sebuah penyebab (cause) adalah pada jenis sebab-
sebab yang formal (formal causes), karena menurutnya perubahan pada sesuatu
disebabkan oleh banyak kemungkinan, karena itu yang paling penting adalah
mencari sebuah atau beberapa sebab yang formal saja.
Aristoteles memberikan pandangan atas pendapat Plato, dia berbeda
dengan Plato dalam melihat sebuah cause, dia menyebutkan tentang “efficient
causes” sebagai sumber perubahan atau sumber gerakan. Dalam konsepsi
Aristoteles, kausalitas ada di banyak tempat, tetapi yang terpenting adalah pada
apa yang disebutnya sebagai “posterior analytics”, yaitu sebuah analisis yang
menggunakan ilmu fisika dan ilmu metafisika yang dikaitkan dalam konteks ilmu
pengetahuan. Aristoteles memperkenalkan empat aitia dalam memahami teori
kausalitas. Keempat konsepsi aitia ini adalah aitia material, formal, efisien dan
final. Konsep aitia terdapat dalam sebuah proses kejadian sehingga melahirkan
wujud baru.
Selanjutnya adalah paham Stoics tentang kausalitas. Para penganut paham
Stoics adalah ahli filsafat pertama yang secara sistematis mempertahankan ide
bahwa setiap peristiwa dibutuhkan adanya syarat-syarat sebab-akibat tertentu. Apa
yang dinamakan prinsip kausalitas ini telah datang untuk mendominasi seluruh
pandangan barat hingga saat ini. Oleh karena itu, salah satu inovasi utama dari
prinsip Stoics adalah bahwa ide tentang sebab dikaitkan dengan keteraturan tanpa
pengecualian dan keharusan. Para penganut paham Stoics berpegang teguh pada
pandangan bahwa setiap peristiwa memiliki sebuah sebab. Mereka menolak ide
bahwa ada beberapa peristiwa tanpa sebab karena itu akan meruntuhkan
kepercayaan dasar mereka dalam hubungannya dengan alam semesta. Selain itu,
mereka berpendapat bahwa setiap peristiwa khusus membutuhkan akibatnya.

9
2. Zaman Pertengahan
Perkembangan selanjutnya adalah pandangan sebagian besar ahli filsafat
abad ke-13 yang tidak sependapat dengan Aristoteles. Mereka membedakan dua
jenis sebab efisien: causa prima dan causa secunda. Jenis sebab efisien pertama
merupakan sumber asli dari makhluk. Jenis sebab efisien kedua hanya ditemukan
dalam benda-benda yang diciptakan, dan merujuk pada asal dari awal gerakan
atau perubahan. Sebab pertama bekerja dalam semua sebab sekunder yang dapat
dianggap sebagai sebab-sebab instrumental yang tunduk pada sebab pertama
tersebut.
3. Zaman Moderen
Pada abad ke-17 lahir sebuah gerakan pemikiran yang dikenal sebagai
ilmu pengetahuan modern. Evolusi ini merupakan sebuah perubahan radikal
dalam perkembangan konsep kausalitas. Sejarah perkembangan pandangan ini
luar biasa kompleks, dan dipengaruhi oleh sebuah keyakinan teologis dan ilmiah.
Akan tetapi, penentuan kausalitas tidak dipandang memiliki sebuah sumber
ilmiah, tetapi sebuah sumber teologis. Idenya adalah bahwa semua benda
ditentukan asal muasalnya (sebabnya), dan hanya karena Kemahakuasaan Tuhan
dan kemahatahuan ilmu pengetahuan. Jika Tuhan mengetahui apapun dan dapat
melakukan apapun, maka apapun harus terjadi. Dengan kata lain, hanya Tuhan
yang dapat menjadi sebab, bahkan Tuhan juga yang menjadi inisiator aktif dari
sebuah perubahan.
Filsafat kausalitas yang dikemukan para filsuf dan ilmuwan
mempengaruhi lahirnya kausalitas dalam hukum pidana. Von Buri menyatakan
secara terang-terangan doktrin condition sine qua non terinspirasi dari filsafat
kausalitas Mill. Oleh karena itu, pemikiran kuasalitas dalam hukum pidana,
banyak meminjam kausalitas dalam pemikiran filsuf, peminjaman ini tidak
seluruhnya tuntas, akibatnya muncul doktrin-doktrin kausalitas yang satu sama
lain masih memperdebatkan dalam upaya menemukan sebab dan merangkai sebab
tersebut dengan akibat yang dilarang. Perkembangan Doktrin kausalitas dalam
hukum pidana tidak melenceng jauh dari apa yang sudah diperdebatkan oleh
pemikiran para filsuf. Kausalitas sebagai logika berfikir dalam menemukan

10
perbuatan yang menjadi sebab, disokong oleh ilmu pengetahuan dan disokong
juga oleh sesuatu yang apriori.

2.8 Hakikat Nilai-nilai Pancasila


Hakikat nilai-nilai sila pancasila sebagai sistem filsafat adalah sebagai
berikut:
Sila pertama (Ketuhanan yang Maha Esa) : Keyakinan bahwa
mempercayai adanya Tuhan sebagai prisip utama yang menjadi landasan adanya
tanggung jawab.
Sila kedua (Kemanusiaan yang adil dan beradab) : Sifat kodrat lahiriah
dari manusia, bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup secara
individu. Menjunjung tinggi asas kemanusiaan dan tata karma sesuai kepribadian
bangsa Indonesia
Sila ketiga (Persatuan Indonesia) : Semangat kebangsaan, rasa cinta tanah
air yang tertanam di hati masyarakat Indonesia demi menjaga persatuan bangsa
Indonesia.
Sila keempat (Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam
permusyawaratan dan perwakilan) : Keputusan yang diambil ketika menemui
suatu permasalahan melalui musyawarah mufakat yang disepakati dan dijalankan
semua anggota. Bukan mengambil pendapat mayoritas dan mengesampingkan
pendapat minoritas. Menghargai semua usul yang ada dan mengambil keputusan
sebagai jalan terbaik atas permasalahan yang ada.
Sila kelima (Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia) : Menjung
tinggi keadilan dalam berbagai aspek demi menegakkan hukum tanpa memandang
bulu.

11
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pancasila adalah sistem filsafat yang mendasari Republik Indonesia dan
menceriminkan nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan pandangan tentang bagaimana
negara dan masyarakat Indonesia harus diatur. Sistem Filsafat ini memiliki lima
prinsip utama, yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan Indonesia, Demikrasi,
dan keadilan sosial.
Prinsip pertama Pancasila mengakui pentingnya keberadaan Tuhan atau
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Ini menceriminkan toleransi terhadap berbagai agama dan kebebasan
beragama.
Sistem Filsafat Pancasila menekankan martabat manusia dan hak asasi
manusia sebagai nilai dasar. Ini menceriminkan komitmen terhadap keadilan dan
perlindungan terhadap hak individu. Prinsip-prinsip Pancasila mendukung
persatuan bangsa Indonesia di tengah perbedaan suku, agama, budaya, dan
bahasa. Ini adalah pijakan utama untuk menjaga stabilitas dan kesatuan negara.
Pancasila mengadvokasi sistem demokrasi yang memberikan suara kepada rakyat.
Prinsip kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan menegaskan
pentingnya proses pengambilan keputusan yang bijaksana dalam pemerintahan.
Sistem filsafat ini menekankan pentingnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Hal ini menunjukan tekad untuk mengatasi ketidaksetaraan ekonomi
dan sosial.
Pancasila sebagai sistem filsafat bukan hanya doktrin teoritis, tetapi juga
sebuah landasan praktis yang membimbing pembentukan kebijakan pemerintah
dan perilaku masyarakat. Ia mencerminkan semangat persatuan dan keberagaman,
yang merupakan salah satu ciri khas Indonesia sebagai negara multicultural.
Sistem filsafat ini memiliki peran penting dalam membentuk identitas dan arah
pembangunan Indonesia sebagai negara yang demokratis, berkeadilan, dan
berbudaya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum Dan Teori Peradilan, Vol. 1 Pemahaman
Awal, Jakarta, Kencana Premedia Group, 2009.
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum Dan Negara (diterjemahkan dari buku
Hans Kelsen, Generaly Theory of Law and State ; New York: Russel and
Russel, 1971), Bandung: Nusa Media, 2014.
Khudzaifah Dimyati, Teorisasi Hukum : Studi Tentang Perkembangan Pemikiran
Hukum di Indonesia 1945-1990, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010.
Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-Undangan I (Jenis, Fungsi dan Materi
Muatan), Yogyakarta, PT. Kanisius, 2007.
Roeslan Saleh, Penjabaran Pancasila dan UUD 1945, Jakarta, Aksara Baru,
1979.
Suparman Usman, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Serang, Suhud Sentrautama,
2010.

13

You might also like