You are on page 1of 4

Tiga Ciri Sukses Ramadhan di Momen Lebaran

ِ ‫ هللَا ُ َأ ْكبَ ُر هللَا ُ َأ ْكبَ ُر هللَا ُ َأ ْكبَ ُر هللَا ُ َأ ْكبَ ُر َكبِ ْيرًا َو ْال َح ْم ُد ِهللِ َكثِ ْيرًا َو ُس ْبحَانَ هللاِ بُ ْك َرةً َوَأ‬،ُ‫ هللَا ُ َأ ْكبَ ُر هللَا ُ َأ ْكبَ ُر هللَا ُ َأ ْكبَر‬،ُ‫هللَا ُ َأ ْكبَ ُر هللَا ُ َأ ْكبَ ُر هللَا ُ َأ ْكبَر‬
،ً‫ص ْيال‬
ِ ِ‫ الَ ِإلهَ ِإالَّ هللاُ َوالَ نَ ْعبُ ُد ِإالَّ ِإيَّاهُ ُم ْخل‬،ُ‫اب َوحْ َده‬
ِ ‫ص ْينَ لَهُ ال ِّد ْينَ َولَوْ ك‬
َ‫َره‬ َ َ‫ َوهَزَ َم اَْألحْ ز‬،ُ‫ َوَأ َع َّز ُج ْن َده‬،ُ‫ص َر َع ْب َده‬ َ َ‫ َون‬،ُ‫ق َو ْع َده‬ َ ‫ص َد‬ َ ،ُ‫الَ ِإلهَ ِإالَّ هللاُ َوحْ َده‬
‫صيَ ِام َو ْالقِيَ ِام َو َج َعلَنَا َخ ْي َر ُأ َّم ٍة‬ َ ‫ هللَا ُ َأ ْكبَ ُر َوهللِ ْال َح ْم ُد اَ ْل َح ْم ُد ِهللِ الَّ ِذيْ َوفَّقَنَا ِِإل ْت َم ِام َشه ِْر َر َمضَانَ َوَأعَانَنا َ ع‬،ُ‫ الَ ِإلهَ ِإالَّ هللاُ َوهللاُ َأ ْكبَر‬، َ‫ْالكَافِرُوْ ن‬
ِّ ‫َلى ال‬
ُ‫ َوَأ ْش هَ ُد َأ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر ُس وْ لُه‬، ُ‫ق ْال ُمبِيْن‬
ُ َ‫ك ْالح‬
ُ ِ‫ك لَهُ ْال َمل‬ ِ ‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ ْن الَ ِإلهَ ِإالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ ش‬.‫ نَحْ َم ُدهُ َعلَى تَوْ فِ ْيقِ ِه َو ِهدَايَتِ ِه‬.‫اس‬
َ ‫َر ْي‬ ِ َّ‫ت للِن‬ ْ ‫ُأ ْخ ِر َج‬
،ِ‫ فَيَا ِعبَا َد هللا‬:‫ َأ َّما بَ ْع ُد‬، َ‫ص حْ بِ ِه َوالتَّابِ ِع ْينَ َو َم ْن تَبِ َعهُ ْم بِِإحْ َس ا ٍن ِإلَى يَوْ ِم ال ِّد ْين‬ َ ‫الس الَ ُم َعلَى َس يِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َو‬ َّ ‫ َو‬. َ‫خَاتَ ُم النَّبِيِّ ْين‬
َّ ‫الص الَةُ َو‬
َّ َ‫ َأ ُع و ُذ بِاهللِ ِمن‬:‫قَال هللاُ تَعَالَى فِي ْالقُ رْ آ ِن ْال َع ِظي ِْم‬
‫الش ْيطَا ِن‬ َ ِ ْ‫ُأو‬
َ‫ َوَأ ُح ُّس ُك ْم َعلَى طَا َعتِ ِه لَ َعلَّ ُك ْم تُرْ َح ُم وْ ن‬، َ‫ص ْي ُك ْم َونَ ْف ِس ْي بِتَ ْق َوى هللاِ فَقَ ْد فَا َز ْال ُمتَّقُوْ ن‬
ُ‫ص ْمه‬ ُ َ‫الش ْه َر فَ ْلي‬
َّ ‫قان فَ َم ْن َش ِه َد ِم ْن ُك ُم‬ ِ ْ‫ت ِمنَ ْالهُدَى َو ْالفُر‬ ٍ ‫اس َوبَيِّنا‬ ِ َّ‫َّح ِيم َش ْه ُر َر َمضانَ الَّ ِذي ُأ ْن ِز َل فِ ْي ِه ْالقُرْ آنُ هُدًى لِلن‬ ِ ‫ بِس ِْم هَّللا ِ الرَّحْ َم ِن الر‬،‫َّج ِيم‬ ِ ‫الر‬
ْ ‫َو َم ْن َكانَ َم ِريْضا ً َأوْ َعلَى َسفَ ٍر فَ ِع َّدةٌ ِم ْن َأي ٍَّام ُأخَ َر ي ُِري ُد هَّللا ُ بِ ُك ُم ْاليُس َْر َوال ي ُِر ْي ُد بِ ُك ُم ْالع‬
‫ُس َر َولِتُ ْك ِملُ وا ْال ِع َّدةَ َولِتُ َكبِّرُوا هَّللا َ َعلَى َما هَدَا ُك ْم َولَ َعلَّ ُك ْم‬
َ‫تَ ْش ُكرُون‬

Allahu Akbar, wa lillahilh hamd, Lebaran atau momen Idul Fitri hampir selalu diwarnai dengan
gegap gempita kegembiraan umat Islam di berbagai penjuru. Gema takbir dikumandangkan di
malam harinya, kadang disertai sejumlah aksi pawai. Pada pagi harinya pun mayoritas dari mereka
mengenakan pakaian serba baru, makan makanan khas dan istimewa, serta bersiap bepergian
untuk silaturahim ke sanak kerabat hingga berkunjung ke beberapa wahana liburan yang menarik.
Umat Islam merayakan sebuah momen yang mereka sebut-sebut sebagai “hari kemenangan”. Tapi
kemenangan atas apa? Jamaah shalat Idul Fitri hafidhakumullah, Idul Fitri tiba ketika umat Islam
menjalankan ibadah wajib puasa Ramadhan selama satu bulan penuh. Sepanjang bulan suci
tersebut, mereka menahan lapar, haus, hubungan seks, dan hal-hal lain yang membatalkan puasa
mulai dari terbit fajar hingga matahari terbenam. Secara bahasa, shaum (puasa) memang
bersinonim dengan imsâ k yang artinya menahan.

Ramadhan merupakan arena kita berlatih menahan diri dari segala macam godaan material
yang bisa membuat kita lupa diri. Proses latihan tersebut diwujudkan dalam bentuk larangan
terhadap hal-hal yang sebelumnya halal, seperti makan dan minum. Inilah proses penempaan diri.
Targetnya: bila manusia menahan diri dari yang halal-halal saja mampu, apalagi menahan diri dari
yang haram-haram. Puasa itu ibarat pekan ujian nasional bagi siswa sekolah. Selama seminggu itu
para murid digembleng untuk belajar lebih serius, mengurangi jam bermain, dan menghindari hal-
hal lain yang bisa mengganggu hasil ujian tersebut. Ramadhan tentu lebih dari sekadar latihan. Ia
wahana penempaan diri sekaligus saat-saat dilimpahkannya rahmat (rahmah), ampunan
(maghfirah), dan pembebasan dari api neraka (itqun minan nâ r). Aktivitas ibadah sunnah diganjar
senilai ibadah wajib, sementara ibadah wajib membuahkan pahala berlipat-lipat. Selayak siswa
sekolah yang mendapatkan rapor selepas melewati masa-masa krusial ujian, demikian pula orang-
orang yang berpuasa. Setelah melewati momen-momen penting sebulan penuh, umat Islam pun
berhak mendapatkan hasilnya. Apa hasil itu? Jawabannya tak lain adalah predikat “takwa”,
sebagaimana terdapat di al-Baqarah ayat 183:

َ‫ب َعلَى الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬ َ ِ‫" يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكت‬
َ ِ‫ب َعلَ ْي ُك ُم الصِّ يَا ُم َك َما ُكت‬

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." Takwa merupakan standar paling tinggi tingkat
kemuliaan manusia. Seberapa tinggi derajat mulia manusia tergantung pada seberapa tinggi
takwanya. Inna akramakum ‘indallâ hi atqâkum. Dalam konteks puasa Ramadhan, tentu takwa tak
bisa digapai dengan sebatas menahan lapar dan dahaga. Ada yang lebih substansial yang perlu
ditahan, yakni tergantungnya manusia kepada hal-hal selain Allah, termasuk hawa nafsu. Orang
yang berpuasa dengan sungguh-sungguh akan mencegah dirinya dari segala macam perbuatan
tercela semacam mengubar syahwat, berbohong, bergunjing, merendahkan orang lain, riya’,
menyakiti pihak lain, dan lain sebagainya. Tanpa itu, puasa kita mungkin sah secara fiqih, tapi
belum tentu berharga di mata Allah subhanahu wata’ala. Rasulullah sendiri pernah bersabda:

ُ ‫صيَا ِم ِه ِإاَّل ْالجُو‬


‫ع‬ ِ ‫ْس لَهُ ِم ْن‬
َ ‫صاِئ ٍم لَي‬
َ ‫َك ْم ِم ْن‬

Artinya: “Banyak orang yang berpuasa, namun ia tak mendapatkan apa pun dari puasanya selain
rasa lapar saja.” (HR Imam Ahmad) Jamaah shalat Idul Fitri hafidhakumullah, Karena puasa sudah
kita lewati dan tak ada jaminan kita bakal bertemu Ramadhan lagi, pertanyaan yang lebih relevan
bukan saja “kemenangan atas apa yang sedang kita Idul Fitri?” tapi juga “apa tanda-tanda kita telah
mencapai kemenangan?”. Jangan-jangan kita seperti yang disabdakan Nabi, termasuk golongan
yang sekadar mendapatkan lapar dan dahaga, tanpa pahala? Jika standar capaian tertinggi puasa
adalah takwa, maka tanda-tanda bahwa kita sukses melewati Ramadhan pun tak lepas dari ciri-ciri
muttaqîn (orang-orang yang bertakwa). Semakin tinggi kualitas takwa kita, indikasi semakin tinggi
pula kesuksean kita berpuasa. Demikian juga sebaliknya, semakin hilang kualitas takwa dalam diri
kita, pertanda semakin gagal kita sepanjang Ramadhan. Lantas, apa saja ciri-ciri orang bertakwa?
Ada beberapa ayat Al-Qur’an yang menjelaskan ciri-ciri orang takwa. Salah satu ayatnya terdapat
dalam Surat Ali Imran:

َ‫ــاس َوهَّللا ُ ي ُِحبُّ ْال ُمـحْ ِسنِــين‬


ِ َّ‫ضرَّا ِء َو ْالكَا ِظ ِمينَ ْال َغ ْيظَ َو ْال َعـــافِينَ ع َِن الن‬
َّ ‫الَّ ِذينَ يُ ْنفِقُونَ فِي ال َّسرَّا ِء َوال‬

“(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada saat sarrâ ’ (senang) dan pada saat dlarrâ ’
(susah), dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali Imran: 134) Jamaah shalat Idul Fitri
hafidhakumullah, Ayat tersebut memaparkan tiga sifat yang menjadi ciri orang bertakwa. Pertama,
gemar menyedekahkan sebagian hartanya dalam kondisi senang ataupun sulit. Orang bertakwa
tidak akan sibuk hanya memikirkan diri sendiri. Ia mesti berjiwa sosial, menaruh empati kepada
sesama, serta rela berkorban untuk orang lain dalam setiap keadaan. Bahkan, ia tidak hanya suka
memberi kepada orang yang dicintainya, tapi juga kepada orang-orang memang membutuhkan.
Dalam konteks Ramadhan dan Idul Fitri, sifat takwa pertama ini sebenarnya sudah mulai didorong
oleh Islam melalui ajaran zakat fitrah.

Zakat fitrah merupakan simbol bahwa “rapor kelulusan” puasa harus ditandai dengan
mengorbankan sebagian kekayaan kita dan menaruh kepedulian kepada mereka yang lemah. Ayat
tersebut menggunakan fi’il mudhari’ yunfiqû na yang bermakna aktivitas itu berlangsung
konstan/terus-menerus. Dari sini, dapat dipahami bahwa zakat fitrah hanyalah awal atau
“pancingan” bagi segenap kepedulian sosial tanpa henti pada bulan-bulan berikutnya. Ciri kedua
orang bertakwa adalah mampu menahan amarah. Marah merupakan gejala manusiawi. Tapi orang-
orang yang bertakwa tidak akan mengumbar marah begitu saja. Al-kâ dhim (orang yang menahan)
serumpun kata dengan al-kadhîmah (termos). Kedua-duanya mempunyai fungsi membendung:
yang pertama membendung amarah, yang kedua membendung air panas. Selayak termos, orang
bertakwa semestinya mampu menyembunyikan panas di dadanya sehingg orang-orang di
sekitarnya tidak tahu bahwa ia sedang marah. Bisa jadi ia tetap marah, namun ketakwaan
mencegahnya melampiaskan itu karena tahu mudarat yang bakal ditimbulkan. Termos hanya
menuangkan air panas pada saat yang jelas maslahatnya dan betul-betul dibutuhkan. Patutlah pada
kesempatan lebaran ini, umat Islam mengontrol emosinya sebaik mungkin. Mencegah amarah
menguasai dirinya, dan bersikap kepada orang-orang pernah membuatnya marah secara wajar dan
biasa-biasa saja. Ramadhan semestinya telah melatih orang untuk berlapang dada, bijak sana, dan
tetap sejuk menghadapi situasi sepanas apa pun. Ciri ketiga orang bertakwa adalah memaafkan
kesalahan orang lain. Sepanjang Ramadhan, umat Islam paling dianjurkan memperbanyak
permohonan maaf kepada Allah dengan membaca:

‫اللَّهُ َّم ِإنَّكَ َعفُ ٌّو تُ ِحبُّ ْال َع ْف َو فَاعْفُ َعنِّي‬

“Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, menyukai orang yang minta ampunan, ampunilah
aku.” Kata ‘afw (maaf) diulang tiga kali dalam kalimat tersebut, menunjukkan bahwa manusia
memohon dengan sangat serius ampunan dari Allah SWT. Memohon ampun merupakan bukti
kerendahan diri di hadapan-Nya sebagai hamba yang banyak kesalahan dan tak suci. Cara ini, bila
‫‪dipraktikkan dengan penuh pengahayatan, sebenarnya melatih orang selama Ramadhan tentang‬‬
‫‪pentingnya maaf. Bila diri kita sendiri saja tak mungkin suci dari kesalahan, alasan apa yang kita‬‬
‫‪tidak mau memaafkan kesalahan orang lain? Maaf merupakan sesuatu yang singkat namun bisa‬‬
‫‪terasa sangat berat karena persoalan ego, gengsi, dan unsur-unsur nafsu lainnya. Amatlah arif‬‬
‫‪ulama-ulama di Tanah Air yang menciptakan tradisi bersilaturahim dan saling memaafkan di‬‬
‫‪momen lebaran. Sempurnalah, ketika kita usai membersihkan diri dari kesalahan-kesalahan kepada‬‬
‫‪Allah, selanjutnya kita saling memaafkan kesalahan masing-masing di antara manusia. Sudah‬‬
‫‪berapa kali puasa kita lewati sepanjang kita hidup? Sudahkah ciri-ciri sukses Ramadhan tersebut‬‬
‫‪melekat dalam diri kita? Wallahu a’lam bish shawab.‬‬

‫ت َو ِذ ْك ِر ْا َ‬
‫لح ِكي ِْم‪َ .‬وتَقَبَّ َل ِمنِّ ْي َو ِم ْن ُك ْم تِالَ َوتَهُ ِإنَّهُ هُ َو ال َّس ِم ْي ُع‬ ‫آن ْال َع ِظي ِْم َونَفَ َعنِ ْي َوِإيَّا ُك ْم بِ َما فِ ْي ِه ِمنَ ْاآليا َ ِ‬
‫بَارَكَ هللاُ لِ ْي َولَ ُك ْم فِي ْالقُرْ ِ‬
‫َر ْيكَ لَهُ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ‪ ،‬اَللَّهُ َّم ‪ْ Khutbah II‬‬
‫‪.‬ال َعلِ ْي ُم‬ ‫هللَا ُ َأ ْكبَ ُر ‪ ،×7‬اَ ْل َح ْم ُد ِهللِ َربِّ ْال َعالَ ِم ْينَ ‪َ ،‬أ ْشهَ ُد َأ ْن الَِإلَهَ ِإالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَش ِ‬
‫ق تُقَاتِ ِه َوالَ تَ ُموْ تُ َّن ِإالَّ َوَأ ْنتُ ْم ُم ْسلِ ُموْ نَ قَا َل هللاُ تَ َعال َى فِ ْي ِكتَابِ ِه‬ ‫صلِّ َو َسلِّ ْم َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َوَأصْ َحابِ ِه َأجْ َم ِع ْينَ ‪ .‬فَيَ ِ‬
‫اعبَا َد هللاِ اِتَّقُوْ ا هللاَ َح َّ‬ ‫َ‬
‫ص ِّل َو َسلِّ ْم ع َ‬
‫َلى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َوعَل َى اَلِ ِه‬ ‫َلى النَّبِ ِّي‪ ,‬يَا َأيُّهَا الَّ ِذ ْينَ َأ َمنُوْ ا َ‬
‫ص ُّلوْ ا َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُموْ ا تَ ْسلِ ْي ًما"‪ .‬اَللَّهُ َّم َ‬ ‫ُص ُّلوْ نَ ع َ‬‫ْال َع ِظي ِْم "ِإ َّن هللاَ َو َمالَِئ َكتَهُ ي َ‬
‫ك يَا اَرْ َح َم الرَّا ِح ِم ْينَ اَللَّهُ َّم ا ْغفِرْ لِ ْل ُم ْسلِ ِم ْينَ‬‫لى يَوْ ِم ال ِّد ْي ِن‪َ .‬و َعلَ ْينَا َم َعهُ ْم بِ َرحْ َمتِ َ‬ ‫َوًأصْ َحابِ ِه َأجْ َم ِع ْينَ ‪َ .‬والتَّابِ ِع ْينَ َوتَابِ ِع التَّابِ ِع ْينَ َو َم ْن تَبِ َعهُ ْم بِِإحْ َس ٍ‬
‫ان ِإ َ‬
‫ت‪َ .‬ربَّنَا ا ْفتَحْ بَ ْينَنَا َوبَ ْينَ قَوْ ِمنَا‬ ‫ض َي ْال َحا َجا ِ‬ ‫ت يَا قَا ِ‬ ‫ك َس ِم ْي ٌع قَ ِريْبٌ ُم ِجيْبُ ال َّد َع َوا ِ‬ ‫ت‪ ,‬اََأْلحْ يَا ِء ِم ْنهُ ْم َواَْأل ْم َوا ِ‬
‫ت ِإنَّ َ‬ ‫ت‪َ ,‬و ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ َو ْال ُمْؤ ِمنَا ِ‬‫َو ْال ُم ْسلِما َ ِ‬
‫ار ِعبَا َد هللاِ ِإ َّن هللاَ يَْأ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل َو ْاِإل حْ َسا ِن َوِإ ْيتَا ِء ِذي‬
‫اب النَّ ِ‬ ‫ق َوَأ ْنتَ خَ ْي ُر ْالفَاتِ ِح ْينَ ‪َ .‬ربَّنَا َأتِنَا فِي ال ُّد ْنيَا َح َسنَةً َوفِي ْاآل ِخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َع َذ َ‬ ‫بِاْ َ‬
‫لح ِّ‬
‫َر َو ْالبَ ْغ ِي يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُوْ نَ ‪ .‬فَ ْاذ ُكرُوْ ا هللاَ يَ ْذ ُكرْ ُك ْم َوا ْد ُعوْ هُ يَ ْست َِجبْ لَ ُك ْم َولَ ِذ ْك ُر هللاِ َأ ْكبَ ُر‬
‫بى َويَ ْنه َى ع َِن ْالفَحْ شَا ِء َو ْال ُم ْنك ِ‬
‫ْالقُرْ َ‬

You might also like