You are on page 1of 31

PERJUANGAN TOKOH PEREMPUAN

DALAM NOVEL RATU YANG BERSUJUD KARYA MAHDAVI


( KAJIAN FEMINISME EKSISTENSIAL)

PROPOSAL PENELITIAN

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Ujian Guna Memperoleh Gelar Sarjana
(S1) Pada Program Studi Sastra Indonesia Jurusan Bahasa dan Sastra Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

OLEH

HASRINI
N1D119069

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
HALAMAN PERSETUJUAN

Telah disetujui dan dipertahankan dihadapan panitia Seminar Proposal sebagai


persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Sastra (SI) pada Program Studi
Sastra Indonesia Jurusan Bahasa dan Sastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Halu Oleo.
Judul : Perjuangan Tokoh Perempuan dalam Novel Ratu yang Bersujud
Karya Mahdavi (Kajian Feminisme Eksitensial )
Nama : Hasrini
Stambuk : N1D119069

Kendari, September 2023

Menyetujui.
Pembimbing I, Pembimbing II,

Agus Supriatna. S.S., Hum. Elmy Selfiana Malik, S.S., M.A.


NIP 19820807 201504 1 033 NIP 19850831201504 2 001

Mengetahui.

Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra, Ketua Prodi Sastra Indonesia,

Dr. Rasiah, S.Pd., M.Hum. Maliudin, S.Pd., M.Pd.


NIP 19800906 201001 2 020 NIP 19840615201504 1 002

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...................................................................................0
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian......................................................................................5
1.5 Definisi Operasional...................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................7
2.1 Penelitian Relevan......................................................................................7
2.2 Feminisme...................................................................................................12
2.2.1 Pengertian Feminisme.......................................................................
2.2.2 Feminisme Eksistensial Simone De Beavoir.....................................14
BAB III METODE PENELITIAN................................................................26
3.1 Jenis Penelitian...........................................................................................26
3.2 Metode Penelitian.......................................................................................26
3.3 Data dan Sumber Data................................................................................26
3.3.1 Data Penelitian...................................................................................26
3.3.2 Sumber Data Penelitian.....................................................................26
3.4 Teknik Pengumpulan Data.........................................................................27
3.5 Teknik Analisis Data..................................................................................27

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perempuan merupakan topik yang unik dan sering kali dibahas baik itu

dalam diskusi-diskusi ilmiah maupun dalam karya sastra. Perempuan

diperbincangkan dan menjadi bahan diskusi maupun tulisan, termasuk bagaimana

perempuan melawan dan mencoba menghilangkan opresi dan tekanan pada

perempuan yang dijadikan pembahasan menarik oleh banyak kalangan. Hal yang

menarik dalam perjuangan perempuaan yaitu perempuan berupaya untuk

menyetarakan hak hak laki-laki dan perempuan.

Perjuangan perempuan ialah sebuah proses pemisahan diri pada kaum

perempuan dari keadaan sosial yang rendah serta adanya penahanan sistem sosial

yang menjadi penghalang pada proses perkembangan. Dengan adanya gerakan

sosial serta perjuangan perempuan yang bertujuan agar melepaskan kelompok

perempuan dari kesengsaraan penindasan, yang disebabkan oleh persepsi dan

bentuk sosial serta ketidakadilan gender. Hal tersebut ditampilakan ke dalam

karya sastra dimana penulis menuagkan hasil imajinasi, sudut pandang perjuangan

perempuan dikalangan masyarakat. Seperti yang terjadi di kehidupan masyarakat

yang masih menganggap laki-laki dan perempuan hanya sebatas hubungan

biologis, sosial, dan ekonomi saja. Pandangan masyarakat tersebut yang ingin

disampaikan pada perspektif feminis bahwa perempuan juga dapat memiliki suatu

hak dan kewajiban serta kesempatan yang setara dengan kaum laki-laki yang

memusatkan perempuan dalam karya sastra (Sugihastuti dan Suharto, 2016:18).

1
2

Karya sastra mengambarkan perjuangan perempuan untuk menuntut hak-

hak mereka dalam bentuk perlawanan pembagian kerja yang menetapkan kaum

laki-laki, sebagai pihak yang berkuasa dalam ranah publik. Maka dari itu

munculah feminisme, sebagai gerakan sosial yang pada mulanya berangkat dari

asumsi bahwa pada dasarnya kaum perempuan ditindas dan dieksploitasi,

sehingga perempuan dapat mengakhiri hidup. Pembahasan tentang perempuan

dapat ditemukan dalam gerakan perempuan (Fakih, 1999:79).

Gerakan perempuan secara perlahan tumbuh menjadi suatu kekuatan

politik yang besar, menyebar ke seluruh Eropa dan Amerika Utara, dan kemudian

melahirkan aliran feminisme radikal yang memperjuangkan aspirasinya melalui

jalur kampanye serta demokrasi untuk membangun ruang dan kebudayaan

perempuan. Selanjutnya, feminisme sosialis lebih menekankan pada

pembangunan aliansi dengan kelompok-kelompok dan kelas-kelas tertindas

lainnya, yaitu dengan gerakan-gerakan anti-imperialis, organisasi-organisasi

buruh, serta partai-partai politik kiri. Ketiga arus utama gerakan feminis terfokus

pada perjuangan perempuan di ranah publik. Gerakan feminis diinisiasikan oleh

Simone de Beauvoir dalam pemikirannya mengenai feminisme eksistensial

Reuda, dkk (2007:121).

Beauvoir sendiri mengembangkan konsep feminisme eksistensialis milik

Jean Paul Satre dengan berani menyuarakan hak-hak perempuan, sehingga

mempengaruhi serta mendorong adanya gerakan-gerakan feminisme. Simon De

Beauvoir menegaskan, perempuan harus dapat menentukan nasib mereka sendiri.

Melalui feminisme eksistensialis, mengajak perempuan untuk dapat hidup bebas


3

menentukan hidupnya tanpa adanya campur tangan orang lain. Dengan kata lain

perempuan harus dapat bebas mengekspresikan dirinya dalam segala aspek.

Karena pada dasarnya perempuan sama seperti laki-laki yaitu sebagai subjek

bukan objek.

Masyarakat pada umumnya dapat mengakui pandangan tersebut, jika

perempuan mampu mengubah hidupnya sendiri dengan bekerja, baik itu di ranah

domestik yang terdiri dari ruang rumah tangga dan ranah publik menempuh

pendidikan, serta dapat menjadi agen perubahan sosial. Penggambaran salah satu

teori feminisme eksistensial adalah perjuangan perempuan melalui gerakan

individual di ranah domestik dan cenderung berbeda dari aliran feminisme lainnya

yang melakukan perjuangan di ranah publik. Kehadiran karya sastra tidak lepas

dari kehidupan manusia dan juga masyarakat. Dalam menciptakan karya sastra

pengarang sering mengambil peristiwa nyata dalam masyarakat (Sugihastuti dan

Suharto, 2016:20). Salah satu karya sastra yang dapat menyajikan tentang

perjuangan tokoh perempuan dalam novel Ratu yang Bersujud karya Mahdavi.

Novel Ratu yang Bersujud ditulis oleh Mahdavi dan diterbitkan pada tahun

2013 oleh Republika Penerbit. Mahdavi merupakan nama pena dari penulis

bernama Amrizal Mochamad Mahdavi. Di usianya yang terbilang muda, ia telah

merampung pendidikan formal S1 Hukum Universitas Trisakti dan S2 Ilmu

Politik, FISIP, Universitas Indonesia. Awal memulai debutnya sebagai penulis

dengan merilis novel Ratu yang Bersujud pada tahun 2013 dan Rumah Lentera

dan Bintang 11 pada tahun 2016.


4

Novel Ratu yang Bersujud karya Mahdavi menceritakan latar perjuangan

terutama berlangsug di kota Berlin, Jerman. Charllotte, tokoh utama dalam novel

ini, tinggal di Berlin dan menjadi seorang mahasiswa di Universitas Humboldt,

Jurusan Filsafat. Di kota ini, ia terlibat dalam aktivis feminis dan berjuang untuk

hak-hak perempuan. Selain itu, deskripsi juga mencakup perjuangan charlotte

setelah memutuskan untuk memeluk agama Islam. Dia diusir dari rumahnya dan

menghadapi ketidasetujuan dari komunitas feminisnya, yang menganggapnya

sebagai golongan teroris. Ini menunjukan bahwa sebagai besar perjuangan dalam

novel ini berlangsung dalam konteks sosial dan budaya di Berlin, dengan berbagai

konflik dan tantangan yang dihadapi oleh charlotte dalam mengahadapi perubahan

besar dalam hidupnya.

Berdasarkan hal diatas, maka peneliti akan meneliti perjuangan tokoh

perempuan dalam novel Ratu yang Bersujud karya Mahdavi dengan

menggunakan kajian feminisme eksistensial Simon de Beauvoir.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perjuangan tokoh

perempuan dalam novel Ratu yang Bersujud karya Mahdavi?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan perjuangan tokoh

perempuan dalam novel Ratu yang Bersujud karya Mahdavi.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut.


5

1. Menambah pengetahuan bagi peneliti tentang perjuangan tokoh perempuan

dalam novel Ratu yang Bersujud karya Mahdavi, dengan menggunakan

pendekatan kajian feminisme eksistensial.

2. Menambah wawasan bagi peneliti dan diharapkan dapat menjadi bahan acuan

referensi terhadap penelitian selanjutnya yang serupa mengenai apresiasi

sebuah sastra dalam novel tentang perjuangan tokoh perempuan dengan

menggunakan pendekatan feminisme eksistensial.

3. Diharapkan penelitian dapat memberikan sebagai contoh mengenai penerapan

kajian feminisme eksistensial dalam menganalisis karya sastra Indonesia,

khususanya pada novel.

1.5 Defenisi Operasional

Adapun defenisi operasional dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Perjuangan perempuan merupakan usaha atau tindakan yang dilakukan

seorang perempuan dalam menolak ketidakadilan gender.

2. Feminisme merupakan aliran pergerakan wanita yang memperjuangkan hak-

hak perempuan.

3. Feminisme eksistensial merupakan feminisme yang menganggap bahwa

perempuan Liyan (the Other) objek yang tidak menentukan makna eksistensi

sendiri. Jika perempuan ingin menjadi diri, suatu subjek, perempuan seperti

juga laki-laki, harus mentransendesi defenisi, label, dan esensi yang

membatasi esksistensinya. Perempuan harus menjadi dirinya sebagaimana

yang diinginkannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu sebagai

berikut.

Penelitian pertama, dilakukan oleh Bayu Teja Kusuma (2017) dengan

judul Representasi Nilai Perempuan dalam Islam pada Novel Ratu yang

Bersujud. Penelitian ini menggunakan kajian teori semiotika. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi nilai perempuan dalam Islam

pada novel Ratu yang Bersujud . Hasil penelitian ini adalah makna denotatif nilai

perempuan dalam islam, perempuan digambarkan sebagai hamba yang taat

kepada Tuhannya.

Penelitian kedua, dilakukan oleh Dwi Susanto, dkk (2019) dengan judul

Islam, Perempuan, dan Wacana Modernitas dalam Ratu yang Bersujud Karya

Mahdavi dan Serial Jilbab Traveler Karya Asma Nadia. Penelitian ini

menggunakan sudut pandang kajian pascakolonial. Data penelitian ini adalah isi

karya sastra, wacana colonial, Islam, perempuan, dan modernitas. Teknik

interpretasi data dilakukan dengan mengikuti prosedur pembacaa oposisi biner

dalam kajian pascakolonial. Respons terhadap wacana perempuan, Islam, dan

modernitas dilakukan dengan cara bernegosiasi dan sekaligus membangun

konstuksi perempuan.

Penelitian ketiga, dilakukan oleh Nela Yunita (2022) dengan Judul Kajian

Feminisme dan Nilai Keagamaan Tokoh Charllotte dan Lale pada Novel Ratu

yang Bersujud Karya Mahdavi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui

6
7

feminisme dan nilai keagamaan yang terdapat pada tokoh Charllotte dan Lale

dalam novel Ratu yang Bersujud dengan berdasarkan teori kesetaraan Gender.

Berdasarkan hasil analisis yang peneliti lakukan pada novel Ratu yang Bersujud

merupakan sebuah fiksi islami di Indonesia dari sang penulis bernama Mahdavi

yang dikemas dalam bentuk novel. Hasil penelitian ini adalah untuk menunjukan

bahwa feminism pada novel Ratu yang Bersujud berkaitan dengan kesetaraan

yang di apresiasikan dari perempuan sebagai mitra laki-laki dan untuk nilai

keagamaan erat dengan pemikiran.

penelitian keempat, dilakukan oleh Maria Benga Geleuk, dkk(2017)

berjudul Perjuangan Tokoh Perempuan dalam Novel Tanah Tabu Karya Anindita

S. Thayf Kajian Feminisme Eksintensial. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan fakta cerita dan perjuangan tokoh perempuan dalam novel

Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf ditinjau dari feminism eksistensialis. Penulis

tertarik mengkaji novel Tanah Tabu, karena novel ini menghadirkan tokoh

perempuan yang mampu berjuang mendapatkan kebebasan. Jenis penelitian

adalah menggunakan metode kualitatif deskriptif, yaitu untuk memperoleh

informasi dan gambaran perjuangan tokoh perempuan dalam novel Tanah Tabu

berdasarkan feminisme eksistensialis. Penelitian ini menggunakan pendekatan

struktural. Sumber data penelitian adalah novel Tanah Tabu karya Anindita S.

Thayf. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik baca, simak, dan catat.

Teknik analisis data menggunakan reduksi data, penyajian data, dan penarikan

simpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa fakta cerita novel Tanah Tabu

karya Anindita S. Thayf, terdiri atas alur, tokoh penokohan, dan latar.
8

Penelitian kelima, dilakukan oleh Giga Ikhlas dan Rina Ratih (2019)

berjudul Eksitensi Perempuan Muslim dalam Novel Akulah Istri Teroris Karya

Abidah El Khalieqy Kajian Feminisme Eksitensialisme Simone De Beauvoir.

Hasil anaslisis ini adalah menunjukan bahwa bentuk-bentuk eksistensi perempuan

muslim sebagai perempuan bercadar di tengah isu Islamophobia dalam novel

Akulah Istri Teroris karya Abidah El Khalieqy. Pengumpulan data ini adalah

dilakukan dengan teknik baca-catat dan kepustakaan. Data penelitian dianalisis

dengan menggunakan teori Feminis Eksistensialisme Simone de Beauvoir.

Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan metode pembacaan reading as

women. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk eksistensi perempuan

muslim dalam novel Akulah Istri Teroris karya Abidah El Khalieqy adalah

perempuan yang bekerja keras demi kehidupan anak-anaknya, perempuan yang

berupaya mewujudkan diri sebagai seorang intelektual, perempuan yang berupaya

melakukan transformasi dalam masyarakat untuk mandiri secara ekonomi, dan

perempuan yang menolak keliyanan dengan membebaskan diri dari tubuhnya.

Penelitian keenam, dilakukan oleh oleh Nursih Fauziah dan Nurizzati

(2022) berjudul Eksistensi Perempuan dalam Novel Rembang Jingga Karya Tj

Oetoro dan Dwiyana Premadi Kajian Feminisme Eksistensialis Simon De

Beauvoir. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan bentuk-bentuk dan

strategi eksistensi perempuan dalam novel Rembang Jingga karya Tj Oetoro dan

Dwiyana Premadi. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian sastra dengan

metode deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah membaca

novel secara keseluruhan, menandai bagian-bagian yang terindikasi pada


9

eksistensi perempuan dan iventarisasi data. Teknik analisis data adalah

mendeskripsikan data, mengklasifikasikan dan interpretasikan data.

Berdasarkan keenam penelitian yang telah peneliti temukan, maka penelitian

relevan dibagi menjadi dua yaitu berdasarkan objek material dan objek formal.

Berdasarkan objek material ditemukan tiga penelitian yang ditulis oleh Bayu Teja

Kusuma, Dwi susanto dkk, Nela Yunita yang meneliti novel Ratu yang Bersujud

karya Mahdavi. Sedangkan objek formal ditemukan tiga penelitian yang relevan

yang ditulis oleh Maria Benga Geleuk dkk, Giga Ikhlas dan Rina Ratih, Nursih

Fauziah dan Nurizzati yang meneliti teori feminisme eksistensial. Persamaan

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah menggunakan novel Ratu

yang Bersujud Karya Mahdavi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya adalah belum ada yang meneliti perjuangan tokoh perempuan dalam

novel Ratu yang Bersujud karya Mahdavi kajian feminism eksistensial.

2.2 Feminisme

2.2.1 Pengertian Feminisme

Feminisme atau yang sering dikenal dengan sebutan emansipasi berasal

dari bahasa latin femme yang berarti perempuan yang berjuang untuk

memperjuangakan hak-hak kaum perempuan sebagai kelas sosial. Tujuan

feminisme adalah keseimbangan atau interaksi gender. Secara umum dapat

dikatakan bahwa feminisme digunakan untuk menyebutkan istilah yang

melingkupi persoalan perempuan atau yang membicarakan masalah penindasan

terhadap perempuan dari berbagai aspek sosial, politik, ekonomi, dan agama yang

dilakukan oleh laki-laki. Dengan konteks ini, feminisme mempunyai hubungan


10

yang berat dengan kesastraan karena diyakini bahwa selama ini kesastraan

dihasilkan dibawah pengaruh masyarakat patriarki, yaitu masyarakat yang

dikuasai oleh laki-laki.

Feminisme mengambungkan doktrin persamaan hak bagi perempuan yang

menjadi gerakan yang terorganisasi untuk mencapai hak asasi perempuan, dengan

sebuah ideologi transformasi yang bertujuan untuk menciptakan dunia bagi

perempuan. Feminisme merupakan ideologi pembebasan perempuan dengan

keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminya

(Humm dalam Wiyatmi, 2012:12).

Dapat dipahami bersadarkan pendapat perempuan di atas, bahwa

feminisme adalah suatu gerakan perempuan yang bertujuan untuk mendapatkan

hak-haknya sebagai manusia yang utuh sama dengan laki-laki. Gerakan ini

dilatarbelakangi oleh perbedaan-perbedaan persepsi akan jenis kelamin

perempuan dengan laki-laki sehingga menimbulkan adanya ketimpangan sikap

yang diterima oleh perempuan. Dari penindasan diskriminasi, hingga

marginalisasi.

Bentuk-bentuk peradaban manusia melakukan fenomena ketertindasan

perempuan yang tergambar dalam fragmentasi sejarah di berbagai belahan dunia.

Pada puncak peradaban Yunani, perempuan dijadikan alat pemenuhan naluri seks

laki-laki. Sejarah peradaban Romawi, kultur social yang menyetujui bahwa

perempuan sepenuhnya berada di bawah kekuasaan ayahnya. Setelah kawin,

kekuasaan pindah ketangan suami. Kekuasaan itu mencakup kewenangan

menjual, mengusir, menganiaya, dan membunuh. Kemudian peradaban Hindu dan


11

Cina yang mengharuskan membakar hidup-hidup perempuan bersuami bersamaan

dengan prosesi pembakaran jasad suami ketika meninggal, sedangkan di

Indonesia sendiri, fenomena ketertindasan perempuan tergambar pada surat yang

ditulis R. A. Kartini yang menyiratkan adanya pembatasan gerak untuk

perempuan. Begitu juga adat jawa yang me mengharuskan perempuan sebagai

penganut lelaki, di mana kedudukanya hanya ditempatkan sebagai the second sex

(Nugroho, 2008: 41-43).

Inti tujuan feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan derajat

perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta sederajat laki-laki.

Perjuangan serta usaha feminisme untuk mencapai tujuan ini mencakup berbagai

cara. Salah satu caranya adalah memperoleh hak dan peluang yang sama dengan

yang dimiliki laki-laki. Berkaitan dengan itu , munculah istilah equal right’s

movement atau gerakan persamaan hak. Cara lain adalah membebaskan

perempuan dari ikatan lingkungan domesti atau lingkungan keluarga dan rumah

tangga. Cara ini sering dinamakan Women’s liberation movement, disingkat

women’s lib atau women’s emancipation movement, yaitu gerakan pembebasan

perempuan (Djajanegara, dalam Staniyaturrohmah 2019 : 18).

Feminisme bukanlah ideologi bahwa feminisme tidak berpikiran sama,

semua modus berpikir dihargai oleh waktu, pemikiran feminisme mempunyai

masa lalu, masa kini, serta masa depan. Label lama pemikiran feminis juga

berguna sebagai alat pengajaran yang berguna. Label itu membantu menandai

cakupan dari pendekatan, perspektif, dan bingkai kerja yang berbeda, yang telah

digunakan beragam feminis untuk membangun tidak saja penjelasan mereka atas
12

opresi terhadap perempuan, tetapi juga pemecahan yang ditawarkan untuk

menghapuskannya (Tong, 2010:2).

Feminisme menggabungkan doktrin persamaan hak bagi perempuan yang

menjadi gerakan yang terorganisasi untuk mencapai hak asasi perempuan, dengan

sebuah ideologi transformasi sosial yang bertujuan untuk menciptakan dunia bagi

perempuan. Selanjutnya Humm (2007:137-138) menyatakan bahwa feminisme

merupakan ideologi pembebasan perempuan dengan keyakinan bahwa perempuan

mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya. Feminisme menawarkan

berbagai analisis mengenai penyebab, pelaku dari penindasan perempuan.

Menurut Abrams (1981), feminisme sebagai aliran pemikiran dan gerakan

berawal dari kelahiran era pencerahan (enlightment) di Eropa yang dipelopori oleh

Lady Mary Wortley Montagu dan Maquis de Condorcet. Perkumpulam

masyarakat ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di Middelburg, sebuah

kota di selatan belanda pada 1785. Menjelang abad ke-19 feminisme lahir menjadi

gerakan yang cukup mendapatkan perhatian dari para perempuan kulit putih di

Eropa. Perempuan di negara-negarah penjajah Eropa mamperjuangkan apa yang

mereka sebut sebagai universal sisterhood (persaudaraan perempuan yang bersifat

universal).

Secara umum, kriteria teori feminis mencakup prinsip-prinsip

kontektualitasi, prinsip pelaku aktif dan bertanggungjawaban, sebab akibat dari

pemekiriran dan pengalaman perempuan. Dengan menggunakan, dan sering kali

juga menolak penjelasan-penjelasan ekomomi, agama, atau politik yang yang


13

dikemukakan, ia mengungkapkan aspek-aspek kehidupan perempuan yang

menggungah kesadaran (Humm, 2007 : 17).

Kata feminis memiliki jumlah pengertian, feminisme mengabungkan

doktrin persamaan hak bagi perempuan yang menjadi gerakkan yang terorganisasi

untuk mencapai hak asasi perempuan, dengan sebuah ideologi transformasi sosial

yang bertujuan untuk menciptakan dunia bagi perempuan. Selanjutnya Humm

mengatakan bahwa feminisme merupakan ideologi pembebasan perempuan

dengan keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis

kelaminnya. Feminisme menawarkan berbagai analisis mengenai penyebab,

pelaku dari penindasan perempuan bahwa pemikiran dan gerakan feminisme lahir

untuk menghakiri dominasi laki-laki terhadap perempuan yang terjadi dalam

masyarakat. Melalui proyek pemikiran dan gerakan feminisme harus dihancurkan

struktur budaya, seni, dan negara, juga semua citra, istitusi, adat istiadat, dan

kebiasaan yang menjadikan perempuan sebagai korban yang tidak dihargai dan

tidak tampak (Humm dalam Wiyatmi, 2012:157-158).

2.2.2 Feminisme Eksistensial Simon de Beauvoir

Gerakan feminise ini, pada awalnya tidak terlalu nampak dipermukaan.

Lalu pada akhirnya Simone De Beauvoir memperkenalkanya kepada khalayak

umum dengan menggabungkannya dengan konsep keberadaan milik Jean Paul

Sartre. Feminisme eksistensial ini meninjau opresi yang terjadi pada perempuan

disebabkan oleh beban reproduksi yang ditanggung oleh perempuan. Feminisme

eksitensial ini mengajak perempuan untuk menolak segala bentuk opresi baik itu
14

melalui nilai budaya, kondisi sosial, ekonomi yang dapat menimbulkan

diiskriminasi terhadap perempuan (Tong, 2010:255).

Berbicara tentang feminisme eksistensial, harus membicarakan Simone De

Beauvior. Bukunya yang berjudul The Second Sex sangat berharga bagi pemikir

feminis. Pemikiran Beauvoir sering dianggap sebagai pinjaman dari pemikiran

Jean Paul Sartre. Kedekatan Beauvoir dengan Sartre bukan hanya dalam kerangka

sebagai murid dengan mentor, atau antara sepasang kekasih, melainkan lebih dari

itu. Beauvoir adalah partner intelektual dan terkadang guru bagi Satre (Tong,

2010:174).

Simone De Beauvoir menggunakan istilah dari eksistensialisme dari Satre,

menjelaskan bahwa kaum perempuan sebagai “Sang Liyan”, sedangkan kaum

laki-laki dengan istilah “Sang Diri”. Jika Liyan adalah ancaman bagi diri, maka

perempuan adalah ancaman bagi kaum laki-laki. Maka, jika kaum laki-laki ingin

bebas, ia harus mensubordinasi kaum perempuan. Opresi gender ini tidak sama

dengan bentuk opresi orang kaya terhadap orang miskin, atau orang kulit putih

pada orang yang berkulit hitam. Perbedaannya terletak dalam fakta sejarahnya

yang saling memiliki keterkaitan, dan fakta kedua bahwa perempuan telah

mengiternalisasi ke dalam pikiran mereka sendiri, pandangan bahwa laki-laki itu

esensial dan perempuan tidak esensial. Beauvoir meninjauh bahwa, sejalan

dengan perkembangnya kebudayaan, laki-laki menyadari bahwa mereka dapat

menguasai perempuan dengan menciptakan mitos tentang perempuan ;

irasionalitasnya, kompleksitasnya, dan betapa sulitnya untuk mengerti perempuan

(Beauvoir dalam Tong, 2010:262).


15

Dengan demikian, kemanusian adalah laki-laki dan laki-laki

mendefenisikan perempuan bukan sebagai dirinya, perempuan dianggap bukan

makhluk yang mandiri. Michelet menulis “perempuan makhluk yang relative”

Sementara benda bersikap lebih positif dalam rapport d’Uriel ” Tubuh laki-laki

yang dapat memahami dirinya sendiri, sangat berbeda dengan tubuh perempuan di

mana tubuh tampak mengingkan signifikansi oleh dirinya sendiri. Sementara

perempuan tidak dapat memikirkan dirinya tanpa laki-laki. Ia tidak lebih dari apa

yang diinginkan laki-laki. Ia mendefenisikan dan dibedakan dengan referensi

perempuan, ia merupakan makhluk yang tercipta secara kebetulan, makhluk tidak

esensial yang berlawanan dengan makhluk esensial. Laki-laki adalah sang subjek,

sang absolut perempuan adalah sosok yang lain (Beauvoir 2016:19).

Penjelasan tentang perempuan defenisi dijelaskan Beauvoir (2016:1)

bahwa perempuan merupakan Tota muller In utero yang artinya perempuan dalam

rahim. Akan tetapi Beauvoir menjelaskan bahwa ada sebagian perempuan

menyatidakan diri mereka bukan perempuan meskipun mereka memiliki uterus

yang sama. Mereka berpendapat bahwa perempuan adalah makhluk yang didesain

oleh tuhan untuk diperlakukan semena-mena oleh kata perempuan itu sendiri.

perjuangan kaum perempuan tidak pernah lebih dari sekedar agitasi simbolis.

Mereka hanya memperoleh apa yang diberikan kaum laki-laki, mereka tidak

mengambil apa-apa. Mereka hanya menerima. Hal ini disebabkan karena

perempuan kurang memiliki tujuan konkret untuk mengorganisasikan diri mereka

menjadi sebuah unit yang dapat berhadap-hadapan dengan unit korelatif. Mereka

tidak memiliki masa lalu, sejarah dan agama sendiri. Perempuan juga tidak
16

mempunyai solidaritas dalam pekerjaan dan kepentingan seperti yang dimiliki

kaum proletar. Mereka bahkan tidak bersatu padu dalam acara yang dapat

menyebabkan perasaan komunitas. Mereka hidup tersebar di antara kaum laki-

laki, ditinggalkan dirumah, melakukan pekerjaan rumah tangga, mengurusi

masalah ekonomi, dan keberadaan sosial dengan laki-laki tertentu ayah atau suami

lebih dekat, ketimabang dengan perempuan lain.

Perempuan selalu bergantung pada laki-laki, kedua jenis kelamin ini tidak

pernah berbagi dunia dalam kesetaraan. Bahkan sampai sekarang pun, perempuan

mengalami banyak kesulitan, walau situasi berangsur-angsur berubah. Status

resmi mereka tidak pernah setara dengan laki-laki di mana pun, dan sering kali hal

ini tidak menguntungkannya. Anggapan laki-laki atau kaum patriaki bahwa

mereka selalu superior dan harus diutamakan dijelaskan oleh Beauvoir (2016:8)

bahwa laki-laki selalu menunjukan kepuasan perasaan bahwa mereka adalah

makhluk tertinggi. Namun laki-laki tidak dapat benar-benar menikmati

keistimewaan ini kecuali meyakinkan sebagai sesuatu yang dibangun atas segala

yang absolute dan abadi. Mereka berusaha menjadikan kenyataan akan supremasi

mereka tersebut sebagai sebuah hak. Menjadi laki-laki mahluk yang membuat dan

menyusun hukum demi kepentingan seks mereka dan mengangkat hukum-hukum

ini menjadi prinsip-prinsip untuk menempatkan perempuan dalam subordinasi.

Menurut Tong (2010:274), ada empat strategi yang dapat dilakukan oleh

perempuan untuk menghapuskan atau mendesain ulang peranan-perananya dalam

kehidupan khususnya dalam budaya patriaki yaitu perempuan dapat bekerja.

Dengan bekerja perempuan dapat memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan


17

dengan bekerja perempuan dapat memerkuat posisinya sebagai subjek bukan

hanya sebagai objek semata. Perempuan dapat menjadi seorang intelektual dengan

bergabung pada kelompok-kelompok yang ingin membuat perubahan. Perempuan

dapat berpikir karena juga memiliki akal, sebab tuhan menciptakan laki-laki dan

perempuan itu sama-sama diberikan anugrah akal agar bias berpikir dan

mendefenisikan segala sesuatu. Perempuan dapat bekerja untuk mencapai

transformasi sosial masyarakat. Beauvoir yakin bahwa salah satu kunci bagi

pembebasan perempuan adalah kekuataan ekonomi. Jika seorang perempuan ingin

mewujudkan semua yang diinginkanya, ia harus membantu menciptakan

masyarakat yang akan menyediakan dukungan material. Perempuan dapat

menolak ke-liyanannya yaitu dengan mengindentifikasi dirinya melalui

pandangan kelompok dominan dalam masyarakat.

Perempuan punya pandangan sendiri dalam melihat sebuah pernikahan

dan seperti apa dampak bagi kehidupanya. Hal ini dikatakan Beauvoir (2016:226),

mereka memandang pernikahan sebagai perluasan, konfirmasi eksistensi diri, tapi

bukan semata-mata hak untuk eksis, harga yang dengan suka rela mereka bayar.

Karena itu mereka bias mempertanyakan keuntungan dan kerugian mereka. Tapi

perempuan menjadi budak laki-laki. Ia adalah kepala ekonomi dari kegiatan

melakukan usaha bersama-sama, oleh karena itu ia mewakili pernikahan tersebut

dalam sudut pandang masyarakat. Perempuan menyandang namanya masuk

agama yang dianutnya, bergabung dikelasnya, lingkunganya, ia meyatu dalam

keluarganya, dan menjadi bagian dirinya. Jika perempuan sudah berada dalam

pernikahan, dan didalamnya dia menemukan rasa ketidak tenangan dalam dirinya,
18

maka dia akan mengeluarkan keresahan itu, dalam bentu-bentuk kegelisahan yang

lahir dalamh pikiranya. Seperti yang dikatakan Beauvoir (2016:468),

kegelisahannya merupakan ekspedisi dari ketidakpercayaanya atas dunia yang ad

ajika dunia tampak mengancamnya dan siap ambruk, hal ini karena ia tidak

merasa bahagia didalamnya. Amat sering dia menerima nasibnya untuk diatur, ia

mengetahui dengan sangat baik bahwa menderita seperti yang ia lakukan terhadap

keinginannya.

Menurut Beauvoir (dalam Tong, 2010:269), peran sebagai istri membatasi

kebebasan perempuan. Meskipun ia percaya bahwa perempuan dan laki-laki

memiliki kemampuan untu rasa cinta yang dalam, ia menyatakan bahwa

perkawinan merupakan bentuk perbudakan untuk perempuan. Ia mengatakan

bahwa jika sebagai istri membatasi pengembangan diri peran sebagai itu lebih

membatasi pengembangan diri peran sebagai ibu lebih membatasi lagi karena

menurutnya melahirkan bukanlah sebuah tindakan, melainkan suatu peristiwa.

Beauvoir menambahkan bahwa perempuan pekerja sama perannya dengan peran

istri dan ibu. Perempuan pekerja tidak dapat melepaskan diri dari batasan

feminitas. Menurutnya seorang perempuan diharuskan untuk melakukan

pekerjaan yang diimpletansikan oleh feminitasnya yaitu berpenampilan menarik,

semua perempuan terlibat dalam permainan feminism.

Ketika perempuan menemukan ketidaktenangan dalam dirinya. Maka dia

akan melakukan bentuk protes dengan menggunakan perilaku feminimnya.

Bentuk protes ini lebih lengkap dijelaskan oleh Beauvoir (2016:474), ada

beberapa aspek dari perilaku feminism yang harus diintrepretasikan sebagai


19

bentuk protes. Kita telah mengetahui bahwa seorang perempuan sering kali

menipu suaminya lewat penentangan dan bukan demi kesenangan. Ketika ia

terlambat, ia memang sengaja merencanakanya. Beberapa perempuan genit

mengira mereka merangsang gairah laki-laki dengan cara begini dan membuat

seorang laki-laki menunggu beberapa menit, perempuan terutama sekali tengah

memproses penantian yang panjang hidupnya.

Bentuk protes yang perempuan lakukan bertujuan untuk mengubah

posisinya dari objek, menjadi subjek dalam suatu hubungan. Hal ini, juga

disampaikan oleh Beauvoir (2016:475) segala ia yang dapat dilakukan kemudian

ialah tiba ditempat rendezvous yang telah ditetapkan kekasihnya, dan tidak siap

pada waktu yang telah diputuskan suaminya, dengan cara itu menekankan

petingnya keberadaanya dan amat menginginkan kebebasanya dan untuk beberapa

saat ia menjadi subjek yang esensial bagi pemilik kehendak yang oleh orang lain

ditruti dengan pasif.

Menurut Beauvoir (2016:481), kalau laki-laki ingin perempuan menjadi

objek, ia memang membuat dirinya sebagai objek, tepat saat ia melakukannya, ia

tengah melakukan aktivitas bebas. Di situlah letak penghianatan aslinya, semakin

jinak ia semakin pasif ia, ia masih tetap merupakan sesosok makhluk yang sadar

dan terkadang kenyataan bahwa dalam menyerahkan dirinya kepada laki-laki,

pandangan dan penilaianya sudah cukup untuk membuat laki-laki merasa tertipu.

Beauvoir (2016:578) menyatakan bahwa kutukan yang dibebankan pada

perempuan sebagai budak berlangsung, dalam kenyataan bahwa ia tidak

diperkenankan melakukan apapun. Namun ketika perempuan menunjukkan


20

produktifitasnya, dan aktif ia akan memperoleh kembali transendensinya dalam

berbagai rencana. Ia secara konkret membuktikan statusnya sebagai subjek

sehubungan dengan tujuan yang ia raih dengan uang dan hak yang diperolehnya.

Banyak perempuan bersikap hati-hati terhadap adanya keuntungan, meski

beberapa diantaranya berada dalam posisi sangat mendukung. Saya mendengar

seorang pimpinan perempuan menyatakan “ Aku tidak pernah meminta apapun

dari siapapun, aku berhasil karena diriku sendiri “. Ia bangga terhadap

kemampuan dirinya sebagai seorang Rockefeller. Walaupun demikian, bukan

berarti bahwa kombinasi tunggal akan hak untuk memilih dan pekerjaan

menghasilkan emansipasi yang utuh bekerja sekarang bukanlah suatu kebebasan.

Hanya dalam dunia sosialis, perempuan akan mendapat kedunya. Mayoritas

pekerja kini dieksploitasi. Dilain pihak, struktur sosial tidak banyak merubah oleh

perubahan kondisi perempuan, dunia ini selalu menjadi pemilik laki-laki, yang

masih mempertahankan bentuk yang telah meraka berikan.

Perempuan merasa putus asa sebagai subjek karena ia tidak diperkenankan

untuk terlibat dalam kegiatan mendefenisikan diri, dank arena kegiatan

feminimnya tidaklah memberikan kepuasan, sebab tidak mampu memberikan

kepuasan bagi dirinya melalui proyek dan tujuan-tujuannya, (perempuan) dipaksa

untuk menemukan realitasnya dalam imanensinya sebagai seorang manusia, ia

menjadikan dirinya sangat penting karena tidak ada objek penting dapat

diaksesnya (Beauvoir dalam Tong, 2010:272-273).

Beauvoir (2016:625-626) menyimpulkan perempuan yang tertangkap

dalam imanensi berusaha menahan laki-laki dalam penjara itu juga, sehingga
21

penjara akan dibingungkan dengan dunia, dan perempuan tidak lagi menderita

dalam pembatasan-pembatasan yang ada: ibu, istri, kekasih, semuanya tawanan.

Masyarakat dimaknai oleh laki-laki, menghakimi perempuan sebagai makhluk

inferior, ia dapat menyingkirkan inferioritas ini hanya dengan menghancurkan

superioritas laki-laki. Ia mengatur mutilasi, mendominasi, dan berlawanan dengan

laki-laki, ia menolak kebenaran dan nilai-nilainya. Perempuan “feminism”

berusaha mengurangi laki-laki, juga pasivitas hastratnya, ia memenuhi dirinya

sendiri dengan menjerat laki-laki dalam perangkapnya, mengikatnya dengan

hasrat-hasrat yang ia bangkitkan dalam dirinya secara submisif.

Menurut Beauvoir (dalam Tong, 2010:274), Penempatan permpuan

sebagai kelamin atau kelas kedua oleh lingkungan masyarakat laki-laki

memunculkan pertanyaan bagaimana perempuan agar keluar dari kungkungan

patriaki yang telah mengakar jika perempuan ingin menghentikan kondisinya

sebagai jenis kelamin kedua, Liyan dan kekuatan-kekuatan dapat mengatasi

lingkungan patriaki. Perempuan dapat bekerja dengan bekerja diluar rumah

bersama dengan laki-laki perempuan dapat merebut kembali posisinya. Hal ini

dapat menegaskan statusnya sebagai subjek seseorang yang secara aktif

menetukan arah nasibnya, kedua perempuan dapat menjadi seorang intelektual.

Salah satu kunci perempuan agar keluar dari anggapan kaum kelas dua

selain menjadi intelektual adalah memiliki kehidupan ekonomi yang baik.

Perempuan dapat menolak menginternalisasi ke-lianannya yaitu dengan

mengindentifikasi dirinya melalui pandangan kelompok dominan dalam

masyarakat, menerima peran sebagai Liyan adalah menerima status objek yang
22

berarti menolak diri sebagai subjek yang kreatif “dan memiliki kuasa atas dirinya

sendiri dan mengambil resiko untuk mengalami kegilaan skizofrenia” yang

merupakan akibat dari keterlibatan untuk terus menerus untuk melakukan

kebohongan. Disatu sisi autentuk Diri-Objek perempuan yang dilihat dari dunia

laki-laki. Di sisi lain, diri autentik perempuan hidup sebagai diri yang

terangsingkan bahkan bagi dirinya sendiri, akibatnya perempuan menjadi diri

yang terpecah (Beauvoir dalam Tong, 2010:75).

Penempatan perempuan sebagai liyan dan kaum kelas dua dalam

lingkungan masyarakat dilakukan oleh laki-laki sebagai bentuk dari kecemasan

mereka, sebab mereka menghindari untuk perempuan menyadari dirinya dan

melawan. Hal ini dijelaskan oleh Beauvoir (2016:576-578) menyatakan bahwa

kutukan yang dibebaskan pada perempuan sebagai budak berlangsung, dalam

kenyataan bahw ia tidak diperkenankan melakukan apapun. Namun ketika

perempuan menunjukan produktifitasnya, dan aktif ia akan memperoleh kembali

transendesinya dalam berbagai rencana. Ia secara konkret membuktikan statusnya

sebagai subjek sehubungan dengan tujuan yang ia raih dengan uang dan hak yang

diperolehnya. Ada banyak perempuan-perempuan beruntung yang dalam

profesinya menemukan arti otonomi ekonomi dan otonomi sosial. Perempuan

yang merdeka secara ekonomi dari laki-laki. Cara mereka menjalankan profesi

dan pemajuan kepadanya bergantung pada konteks yang digunakan oleh

keseluruhan pola hidupnya. Karena saat melalui kehidupan dewasa ia tidak

memiliki masa lalu yang sama dengan anak laki-laki. Perempuan tidak dipandang
23

oleh masyarakat dengan cara yang sama, dunia hadir sendiri kepadanya dengan

perspektif yang berbeda.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Metode Penelitian

3.1.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam peneliti ini adalah penelitian kepustakaan.

Dikatakan penelitian kepustakaan karena data penelitian dilakukan dengan

mengumpulkan data pustaka yang berkaitan dengan penelitian Perjuangan Tokoh

Perempuan dalam Novel Ratu yang Bersujud Karya Mahdavi.

3.1.2 Metode Penelitian

Metode penelitian Perjuangan Perempuan dalam Novel Ratu yang

Bersujud Karya MahdaviI menggunakan metode dekriptif kualitatif dilakukan

dengan mendeskripsikan data-data yang telah ditemukan pada tulisan teks novel

Ratu yang Bersujud Karya Mahdavi.

3.2 Data dan sumber data


3.2.1 Data Penelitian
Data dalam penelitian ini adalah berupa frasa, kata, kalimat, dan paragraf

yang terdapat dalam teks novel Ratu yang Bersujud karya Mahdavi yang terkait

pada perjuangan tokoh perempuan yang dihadirkan penulis dalam novel.

3.2.1 Sumber Data Penelitian

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua ialah pertama,

data primer. Data primer yang dimaksud di dalam penelitian ini berupa novel Ratu

yang Bersujud Karya Mahdavi yang diterbitkan dikota Jakarta, tahun 2013,

penerbit Republika, cetakan pertama, dengan tebal halaman 396. Kedua, data

24
25

sekunder ialah berupa data yang didapat dari skripsi, buku dan jurnal yang

berkaitan dengan perjuangan perempuan dengan kajian eksistensial.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu teknik membaca dan

teknik catat.

1. Teknik membaca yaitu teknik baca yang dilakukan dengan membaca novel

Ratu yang Bersujud Karya Mahdavi dengan cermat dan berulang-ulang secara

keseluruhan isi cerita secara utuh dengan memahaminya.

2. Teknik Catat yaitu teknik catat yang dilakukan setelah menggunakan teknik

baca pada novel, maka teknik catat digunakan untuk mencatat semua data-data

yang berkaitan dengan perjuangan tokoh perempuan dan unsur pembangun

karya sastra dengan menggunakan kajian eksistensial yang terdapat dalam teks

novel Ratu yang Bersujud Karya Mahdavi.

3.4 Teknik Analisis Data

Tahapan-tahapan yang digunakan dalam menganalisis data dalam

penelitian ini dapat dilakukan sebagai berikut;

1. Mengklasifikasi data berdasarkan teori feminisme eksistensial.

2. Menganalisis data yang berkaitan perjuangan tokoh perempuan dalam novel

Ratu yang Bersujud karya Mahdavi.

3. Mendeskripsikan data berdasarkan perjuangan tokoh perempuan dalam novel

Ratu yang Bersujud karya Mahdavi.

4. Menarik kesimpulan.
26

DAFTAR PUSTAKA

Abrams, M.H. (1981). A G A Glossary of Literary Term. New York: Holt,


Rinehart and Wiston.

Beauvoir, Simone de. (2016). Second Sex: Fakta dan Mitos. Terjemahan oleh
Toni Setiawan; Nuraini Yualiastuti. Yogjakarta: Narasi-Pustaka Pronethea.

Dwi, dkk (2021). Perempuan, Islam, dan Wacana Kolonial Pembacaan


Pascakolonial terhadap Novel Ratu yang Bersujud (2013) Karya Mahdavi.
Universitas Sebelas Maret. Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan
Pengajarannya .Vol 6. No 4.

Fakih, Mansour. (2008). Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Fahmi, R. F., & Arfiyanti, R. (2020). Kesetaraan Perempuan dan Polemik Budaya
Patriarkal Dalam Novel Cinta Suci Zahrana. Deiksis: Jurnal Pendidikan
Bahasa Dan Sastra Indonesia. Vol 7. No 1.
https://doi.org/10.33603/deiksis.v7i1.3203.

Geleuk, M. B., Mulawarman, W. G., & Hanum, I. S. (2017). Perjuangan Tokoh


Perempuandalam Novel Tanah Tabu Karya Anindita S. Thayf: Kajian
Feminisme Eksistensialis. Ilmu Budaya. Perjuangan tokoh perempuan dalam
novel TanahTabu karya Anindita S. Thayf,tokoh ini menyadari telah
tertindas. Vol 1. No 3.
http://e-journals.unmul.ac.id/index.php/JBSSB/article/view/673#:~:text=

Humm, Maggie. (2007). Ensiklopedia Feminisme. Yogyakarta:Fajar Pustaka


Baru.

Indah Novita Sari, & Mhd Isman. (2022). Citra Perempuan Dalam Novel Bukan
Aku Yang Dia Inginkan Karya Sari Fatul Husni: Kajian Feminis. Jurnal
Riset Rumpun Ilmu Bahasa. Vol 1. No 2.
https://doi.org/10.55606/jurribah.v1i2.545.

Jannah, Mifthahul. (2018). Citra Perempuan dalam Novel 1 Akal 9 Hati Karya
K.El-Khaziem Kajian Kritis Sastra Feminis. Skripsi. Jurusan Bahasa dan
Sastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas Haluoleo.

Kusuma, Bayu Teja. (2017). Representasi Nilai Perempuan Dalam Islam pada
Novel Ratu yang Bersujud Karya Mahdavi. Skripsi. Jurusan Ilmu
Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Sultang
Ageng Tirtayasa Serang-Banteng.

Kusuma, G. I., & Sudaryani, R. R. S. (2019). Eksistensi Perempuan Muslim


27

dalam Novel Akulah Istri teoris Karya Abidah El Khalieqy Kajian


Feminisme Eksistensialisme Simone de Beauvoir. Jurnal Kajian Linguistik
Dan Sastra. Vol 4. No 1.
https://doi.org/10.23917/kls.v4i1.8257.

Mahdavi, A, M . 2013. Ratu yang Bersujud. Jakarta: Republika Penerbit

Nilawijaya, R., & Awalludin, A. (2021). Perspektif Gender dalam Novel Bekisar
Merah Karya Ahmad Tohari: Kajian Sastra Feminis dan Implementasinya
dalam Pembelajaran Sastra di SMA. Silampari Bisa: Jurnal Penelitian
Pendidikan Bahasa Indonesia, Daerah, Dan Asing. Vol 4. No 2.
https://doi.org/10.31540/silamparibisa.v4i2.1427.

Nugroho, Riant. (2008). Gender dan Strategi Pengarus Utamaannya di Indonesia.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nurgiyantoro, Burhan. (2012). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada


University pres.

Nursih Fauziah & Nurzziati. (2022). Eksistensi Perempuan dalam Novel


Rembang Jingga Karya Tj Oetoro & Dwiyana Premadi Kajian Feminisme
Eksistensialis Simon De Beauvoir. Jurnal Bahasa dan Sastra. Universitas
Negri Padang. Vol 1. No 2.

Prameswari, Ni Putu Laksmi Mutiara; Nugroho, Wahyu Budi; Mahadewi, N. M.


A. S. (2019). Feminisme Eksistensial Simone de Beauvoir: Perjuangan
Perempuan di Ranah Domestik. Jurnal Ilmiah Sosiologi. Vol 1. No 2.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/sorot/article/view/51955.

Reuda, Marisa., Marta Rodrigues, & Susan Alice Watkins. (2007). Feminisme
untuk Pemula. Yogyakarta: Resist Book.

Ratih, G. I. (2019). Eksistensi Perempuan Muslim dalam Novel Akulah Istri


Teroritis Karya Abidah El Khalieqy Kajian Feminisme eksistensial
Simone De Beauvoir. Jurnal Bahasa dan Sastra Universitas Ahmad
Dahlan. Vol 7. No 2.

Susanto, Tirtoprojo. (1982). Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia. Jakarta: PT


Pembangunan.

Sugihastuti & Suharto. (2016). Kritik Sastra Feminis dan Aplikasinya. Pustaka
Pelajar.
28

Staniyaturrohmah. (2019). Eksitensi perempuan dalam Novel Perempuan


Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqi. Skripsi. Jurusan Bahasa dan
Satra Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang.

Tong, R. P. (2010). Feminist Thought Pengantar Paling Komprehensif kepada


Arus Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra.

Wiyatmi. (2012). Kritik Sastra Feminis. Yogyakarta: Ombak.

Yunita, N. (2022), Kajian Feminisme dan Nilai Keagamaan Tokoh Charllotte dan
Lale Pada Novel Ratu yang Bersujud Karya Mahdavi. Jurnal Prosiding
Seminar Nasional. Vol 3. No 1

You might also like