You are on page 1of 5

KRITIK SENI PERTUNJUKAN

TUJUH
KOREOGRAFER : DWI ASATRI WULANDARI

DOSEN : AMOR SETA GILANG PRATAMA, S.Sn., M.Sn.

MAYA PUTRI AYU SINAGA (I1D120019)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2022/2023
Tujuh
Koreografer : Dwi Astri Wulandari

Malam gelap suhu dingin menemani para hadirin penonton menyaksikan pertunjukan
Tujuh. Sebuah karya tari yang dipersembahkan untuk para penonton yang menunggu sedari lama
untuk menyaksikan acara ini. Praduka firasat mengira akan keterlambatan pertunjukan namun
nyatanya pukul 20.00 tepat seorang pembawa acara mulai membuka acara dengan sepatah dua
patah kata. Namun sebelum itu kondisi diluar ruangan pertunjukan mulai ramai dipenuhi
penonton menunggu acara dimulai. Perbincangan setiap orang berbeda namun hal itu bisa
menghilangkan rasa bosan menunggu, tak kala hanya berbincang, disekitaran area gedung
pertunjukan memiliki beberapa pendagang jajanan kecil dan minuman dihadapannya dan tak
sedikit para pengunjung yang menunggu menikmati hal itu .
Tak selang waktu berapa lama pintu gedung pertunjukan pun dibuka, penonton yang sedari
tadi menunggu mulai beramai-ramai memasuki pintu area pertunjukan. Seperti biasanya area
pertunjukan Taman Budaya Jambi memiliki kesan yang hening, mungkin hal itu sengaja
dirancang agar para pengaji karya atau penikmat seni dapat benar-benar fokus menikmati karya.
Duduk lesehan namanya ya para penonton menikmati karya dengan duduk seperti duduk lesehan
yang memang hanya seperti itulah kita dapat duduk di area pertunjukan. Berbentuk tangga yang
dimana para penikmat seni dapat duduk dengan nyaman dan berada dalam sekitar area panggung
pertunjukan. Kala itu tak kala ramai hadirin penonton menyaksikan karya tersebut terlihat dari
masih banyaknya ruang untuk tempat duduk yang kosong mengisi kesunyian dalam ruang area
pertunjukan.
Penampilan Tujuh adalah puncak pertunjukan malam ini tapi sebelum hal utama ini
ditampilkan akan ada sebuah pertujukana yang cukup menarik untuk disaksikan juga. Tak lupa
setiap pertunjukan memiliki komponen-komponen yang dapat membantu hasil sebuah karya
menjadi lebih menarik. Properti kebutuhan panggung yang dibutuhkan bagi penari untuk
menambahkan atau melengkapkan komponen karya gerak yang akan mereka mainkan. Beberapa
property juga diperlukan untuk membuat sebuah karya tari itu lebih nyata sesuai dengan inspirasi
atau pijakan karya yang dimainkan. Sebelum acara dimulai dipanggung sudah terdapat kayu
yang berbentuk segitiga sama sisi yang mana setiap sisi memiliki 1 buah kayu cukup panjang,
seperti atap rumah pada umumnya tapi sepertinya ini melambangkan rumah-rumahan . Hanya
ada property ini sisi belakang panggung dan ini digunakan untuk para penari Beda Tika.
Koreografer wanita pengkarya yang bernama Dwi Astri Wulandari seorang koreografer
muda yang sudah lama melintang didunia tari. Beliau mengambil judul dalam pertunjukan kali
ini Tujuh yang dimana berasal dari ekperimen dari 7 simbol ruang ritual nyimah parit di Tanjung
Jabung Barat dari daerah Pangkal Babu. Tradisi ini sebagai bentuk bujuk rayuh manusia kepada
sang pencipta agar memberi hikmat dan berkat bagi para masyarakat Pangkal Babu. Beberapa
hal yang menarik dalam konsep pertunjukan kali ini adalah angka 7 yang menjadi pokok dalam
tradisi nyimah parit. Ada 7 simbol masyarakat melayu seperti tertuang dalam7 ayat di surat Al-
Baqarah, 7 penciptaan lapis langit, 7 penabuh gendang, 7 hidangan pada tradisi ini yang
disajikan mengunakan talam, 7 kali lingkaran perputaran,7 kali doa. Simbol 7 yang dituangkan
dalam karya Tujuh ini memiliki makna yang cukuo menarik dan dalam karya ini sang
koreografer mendapatkan poin penting yang dituang dalam karyanya seperti cara masyarakat
Pangkal Babu berdoa, berinteraksi,bergerak merendah, komunikasi, pola lingkaran, melindungi.
Semua koreografer kembangkan dan mainkan dalam pola gerak tariannya.
Sebelum sang pertunjukan utama dimulai ada penampilan dari gadis-gadis remaja
membawakan tarian tradisi dari Tanjung Jabung Barat yakni Beda Tika. Tarian ini
melambangkan adanya permainan anak-anak yang biasanya dimainkan oleh anak-anak didaerah
Tanjung Jabung Barat. Ekpresi serta semangat yang membakar diri penari juga ikut
membawakar suasana didalam area pertunjukan semilir senyuman yang hadir diwajah para
penonton. Berbeda halnya dengan penampilan utama dalam pertunjukan ini Tujuh sedikit
memiliki konsep yang berbeda dalam Beda Tika. Ada 6 penari saja yang ada dalam panggung
uniknya mereka membawa talam berisikan batu yang bunyi gesekan antar batu diatas talam itu
terdengar bukan ditangah-tengah panggung namun dipinggir panggung dikursi penonton
Sebagai penonton tidak menyangka keterkaitan angka 7 dengan judul dari karya tari ini
sangat kompleks. Adanya rangkaian yang melibatkan angka 7 dalam setiap komplemen-
komplemen penyusun tradisi. 6 penari yang ada dipanggung juga membuat pertanyaan timbul
bukankah penarinya ada 7 lantas 1 penari lagi kemana? Sebab dari suara para penari diawal
tarian sampai akhir dari tarian Tujuh ini penari yang ada diatas panggung hanya ada 7.
Kejanggalan terjadi sebab ditemukannya 1 wanita lagi yang membunyikan batu diatas talam
pada awal pertunjukan memakai pakaian yang sama dalam tarian ini meskipun gerak penari ini
hanya berjalan saat akhir tarian dan membunyikan batu-batu diatas talam tersebut. 1 penari laki-
laki yang digunakan dalam tarian ini juga menarik perhatian dan dalam penjelasan sang
koreografer menambah ilmu dan kemenarikan dalam karya tari kali ini. Meskipun ada beberapa
gerakan yang tampaknya membahayakan para penari tapi tarian ini sukses menyampaikan
pesannya.
Akhir dari pertunjukan ini cukup merangkum makna dalam tradisi nyimah parit tersebut.
Dimana berkumpulnya para penari ditengah-tengah panggung yang seakan-akan berebut
mengambil berkat dan memuntahkannya kembali seperti keserakahan akan hal-hal yang didapat.
Sang penari yang hanya ada dipinggir panggung berada ditengah-tengah penari lainnya
mengisyaratkan sang pencipta yang menabur hikmat dan berkah tetapi para manusia yang
mengambil secara berlebihan.
Karya yang cukup memuaskan bagi para penonton yang mengikuti pertunjukan dengan
suara tepuk tangan yang cukup meriah didapatkan para penari dan sang wanita koreografer
tersebut. Acara ini tak berujung hanya sampai disitu adanya Tanya jawab yang dibuka secara
santai untuk para penonton dan koreografer muda dan yang sudah berpengalaman untuk bertanya
dan memberi kritik nya. Hal ini bukan seperti pertunjukan biasa yang mana para penonton juga
mendapatkan beberapa ilmu yang cukup berguna untuk diketahui
Sebagai penonton yang menikmati dan tidak memiliki ilmu lebih dalam hal pengkaryaan
tari saya cukup menikmati dengan adanya pertunjukan Tujuh ini. Cukup menarik untuk
dinikmati dengan keunikan-keunikan teori tradisi yang membungkus karya ini menjadi 1 karya
yang tidak lepas dari tradisi yang ada namun tetap memiliki unsur keindahan gerak tubuh.
Mungkin saran yang bisa saya sampaikan adalah untuk lebih melihat keamanan bagi para penari
yang bisa saja membuat para penari cedera meskipun karna hal kecil tapi kenyamanan para
penari juga perlu diperhatikan

You might also like