You are on page 1of 8

Legal Opinion (Pendapat Hukum)

TINGGINYA ANGKA NIKAH MUDA DI KABUPATEN WONOSOBO


Achmat Rofiq Pujiyanto
33030210080
A. Latar Belakang

Hukum Perkawinan Islam di Indonesia mengalami dinamika perkembangan dan

tantangan seiring dengan perubahan sosial masyarakat modern. Perjumpaan budaya

dalam bentuk tradisi lokal dengan perubahan sosial yang ditandai ilmu

pengetahuan modern dengan media informasimerubah pola pikir dan prilaku

masyarakat sekarang ini. Transformasi sosial, perubahan politik ekonomi, dan budaya

modern yang ditandai kemajuan media informasi dan telekomunikasi, telah membentuk

prilaku di masyarakat khususnya para remaja yang menginjakdewasa. Pergaulan bebas

serta hilangnya sendi-sendi etik telah mendorong tingginya perkawinan usia dini

dikalangan remaja, serta rendahnya pemahaman terhadap hak-hak kesehatan

reproduksi perempuan sehingga menimbulkan tinggi angka kasus hamil sebelum

menikah di masyarakat.

Pada sisi lain, lembaga perkawinan hingga sekarang masih dipercaya sebagai

pranata sosial sebagai proses awal membentuk peradaban manusia yang legalitasnya di

jamin oleh teks wahyu dan regulasi peraturan perundang-undangan. Regulasi negara

yang mengatur perkawinan dan perlindungan anak, serta hak kesehatan reproduksi

perempuan belum singkron dan selaras dengan batasan kualitas usia perkawinan yang

ideal. Mendasarkan data Kesehatan Dasar (Riskerdas) 2018 bahwa di antara usia

perempuan 10-54 tahun, terdapat 2,6 persen menikah pertama kali pada umur kurang

dari 15 tahun, dan 23,9 persen menikah pada umur 15-19 tahun. Ini berarti sekitar
26 persen, perempuan di bawah umur telah menikah sebelum fungsi-fungsi organ

reproduksinya berkembang dengan optimal.1

Fakta lain juga terjadi pada masyarakat di Wonosobo, tahun 2018 telah terjadi

perkawinan 6645 pasangan suami-istri, dari data tersebut, terdapat data 306 calon

pengantin (catin) hamil sebelum menikah atau 4,6 persen dari jumlah perkawinan, dan

pernikahan dengan penetapan atau dispensasi terdapat angka 124 atau 1,9 persen.

Dengan perincian data lebih spesifik perkawinan dengan calon pengantin perempuan

sampai batas usia 19 tahun sejumlah 2186. Data ini menujukkan perkawinan anak di

Wonosobo masih relatif tinggi dan belum memperhatikan dampak negatif pada hak

kesehatan reproduksi wanita.2

Salah satu cara pokok untuk meminimalisir pernikahan muda di wonosobo ini

dengan cara yaitu menambah standar umur minimal pernikahan. Yang diharapkan

menciptakan penurunan angka nikah muda dan perceraian yang juga tinggi di

wonosobo.

B. Pandangan Filosofis

Pada dasarnya pernikahan muda ini mempunyai masalah yang kompleks

dimana mereka mempunyai hak yang harus diberikan serta dihargai yang tidak boleh

direnggut oleh siapapun. Tetapi jika dilihat dari resiko atau kekhawatiran sendiri bagi

pemerintah yaitu melihat dari keadaan psikologi yang belum matang, Kesehatan yang

beresiko terhadap wanita jika dia hamil usia muda, dan faktor ekonomi yang menjadi

peran tanggung jawab pemerintah juga dalam hal ini.

Pada hakekatnya yang diharapkan berupa menambah standar umur minimal

pernikahan di Wonosobo ini;

1
Junaedi, M. (2023). Perkawinan Anak, Hak Reproduksi Perempuan: Studi Perubahan Sosial
Masyarakat Muslim di Wonosobo. NUansa: Jurnal Penelitian, Pengabdian dan Kajian Keislaman, 1(2), 58-70.
2
BKKBN, Konsep Keluarga Sejahtera, tersedia di http//jawatengah.bkkbn.go.id. diakses pada 2 April
2019.
1. Meningkatnya faktor sosial dan ekonomi

Dengan menambah standar umur minimal perkawinan diharapkan

pasangan laki-lakinya jauh lebih tua (dewasa) dari sisi kualitas usianya (23-27

tahun) dan memiliki pendidikan yang cukup tinggi, sehingga mempunyai

pekerjaan dan penghasilan yang layak untuk menghidupi keluarga.

Ditinjau dari aspek sosial, “kawin di usia muda belum adanya kesiapan

ekonomi yang cukup berpotensi pada pemutusan hubungan perkawinan atau

perceraian dan perselingkuhan dikalangan pasangan muda yang baru menikah.

Data Pernikahan Anak Tahun 2018 di Wonosobo dengan rentang usia ≤ 16 19

tahun sejumlah 2186, dengan jumlah tertinggi di wilayah Kecamatan Kepil,

sejumlah 301 kasus, Kecamatan Kalikajar sejumlah 229 kasus. Dan juga

melihat masalah tersebut sekaligus menjadi solusi menurunya tingkat KDRT di

Kabupaten Wonosobo.

2. Mengurangi Resiko Kesehatan

Dimana Menikah muda (≤ 19 tahun) berisiko tidak siap melahirkan dan

merawat anak secara baik, dan apabila mereka melakukan aborsi, berpotensi

melakukan aborsi yang tidak aman dapat membahayakan keselamatan

janin/bayi dan ibunya sampai pada kematian. Rendahnya kualitas usia

perkawinan -khususnya bagi perempuan –juga mempunyai potensi terjadinya

kekerasan oleh pasangan dan apabila terjadi kehamilan tidak diinginkan.

Kecenderungan denganmenutup-nutupi kehamilan, maka dimungkinkan

tidak mendapatkan layanan kesehatan perawatan kemahamilan secara

memadahi. Berdasarkan data keluarga sejahtera di Kabupaten Wonosobo tahun

2018, terdapat rata-rata usia kawin/nikah pertama pada angka 16 sampai dengan
19 tahun. Hal ini juga yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah agar

mengurangi resiko Kesehatan atau kematian ibu dan bayi.3

3. Menjaga psikologi

Secara psikologis dari pasangan mudayang secara mental belum siap

menghadapi perubahan peran dan menghadapi masalah rumah tangga

sehingga seringkali menimbulkan penyesalan akan kehilangan masa remaja

dan masa sekolah, sehingga menimbulkan rasa kurang percaya diri, minder,

mengurung diri dalam pergaulan, karena belum mengetahui bagaimana

perubahan perannya dari seorang remaja yang masih muda atau usia sekolah

ke peran seorang ibu dan istri saat harus menjadi orang tua di usianya yang

masih muda. Kualitas usia perkawinan yang masih rendah berpotensi

kekerasan dalam rumah tangga yang mengakibatkan trauma sampai membawa

pada kematian, trauma dialami oleh remaja perempuan dalam perkawinan.

Sehingga dalam penambahan standar usia minimal pernikahan menjadi

terobosan pemerintah juga dalam mengurangi angka perceraian.

C. Landasan Sosiologis

Banyaknya pernikahan muda ada beberapa faktor diantaranya:

1) Hamil diluar nikah: ini hal yang terjadi di sekolah menengah pertama ataupun

sekolah menengah atas.

2) Orang tua: dimana orang tua di kabupaten wonosobo telah menjodohkan

anaknya dari usia dini dan sudah mensepakati rencana pernikahan untuk

anaknya walaupun anaknya masih duduk di bangku sekolah, sosialisasi tentang

pencegahan perkawinan muda.

3
Mahfudz, M. J. (2019). KUALITAS USIA PERKAWINAN, MOTIF, FAKTOR DAN DAMPAKNYA DI
KABUPATEN WONOSOBO. ADHKI: Journal of Islamic Family Law, 1(2), 59-72.
3) Ekonomi: kemiskinan secara konseptual kemiskinan tidak berdiri sendiri, tetapi

banyak faktor yang secara serkiler saling terhubung, seperti faktor ekonomi,

sosial, pendidikan, budaya dan pemahaman agama. Dengan kata lain,

kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk

memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar.

Solusi yang harus dilakukan untuk menangani atau menanggulangi pernikahan

muda pada hamil diluar nikah, orang tua, dan ekonomi adalah:

1) Hamil di luar nikah: hal ini bisa dicegah dengan cara salah satunya yaitu

Pendidikan dasar agama yang kuat dari orang tua, penanganan khusus dari

sekolah guna merealisasikan di lingkungan sekolah, dan tentunya peningkatan

kualitas belajar dirumah atau disekolah

2) Orang tua: orang tua harus mendukung anak-anak mereka untuk melanjutkan

sekolah dengan tidak menjodohkan mereka secara sepihak dan terkesan

memaksa, adanya penyuluhan atau penyuluhan dari pemerintah agar orang tua

tidak memaksa atau dengan sepihak menjodohkan anaknya.

3) Ekonomi: pemerintah disini sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan

ekonomi, sehingga pemerintah harus menyediakan atau meningkatkan taraf

ekonomi di Wonosobo.

Dengan keadaan jumlah pernikahan di Wonosobo masih meningkat, maka

adanya peraturan penambahan standar minimal umur pernikahan akan

mengubah kesejahteraan dan mengurangi angka nikah muda serta martabat

bangsa ini.

D. Landasan Yuridis Normatif

Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan

bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi
kekosongan hukum, dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada yang akan

diubah atau yang akan dicabut guna men,amin kepastian hukum dan rasa keadilan

masyarakat. Landasan yuridis akan digunakan sebagai dasar hukum dalam peraturan

perundang-undangan yang akan disusun yang dalam hal ini mempertimbangkan

peraturan yang telah ada dengan dasar:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;

3) PERBUP Kabupaten Wonosobo Nomor 34 Tahun 2019 Tentang Strategi

Penanggulangan Perkawinan Usia Anak di Kabupaten Wonosobo.

Salah satu terkait perkawinan yang diatur oleh negara adalah batasan

usia. Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU 16/2019)

mengatur bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita sudah

mencapai umur 19 tahun.

Pada dasarnya, Pasal 2 UU Perkawinan mengatur bahwa perkawinan

adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan

kepercayaannya. Kemudian, setiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Untuk kasus pernikahan usia dini, yaitu yang calon suami/istrinya di

bawah 19 tahun, pada dasarnya tidak dibolehkan oleh undang-undang. Selain

itu, bila calon mempelai belum mencapai usia 21 tahun, ia harus mendapatkan

izin kedua orang tua agar dapat melangsungkan pernikahan (Pasal 6 ayat (2)

UU Perkawinan).
Meski pernikanan dini tidak dibolehkan, tapi berdasarkan Pasal 7 ayat

(2) UU 16/2019 masih dimungkinkan adanya penyimpangan terhadap ketentuan

umur 19 tahun tersebut, yaitu dengan cara orang tua pihak pria dan/atau wanita

meminta dispensasi kepada pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai

bukti-bukti pendukung yang cukup.

Yang dimaksud dengan alasan sangat mendesak adalah keadaan tidak

ada pilihan lain dan sangat terpaksa harus dilangsungkan perkawinan

sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (2) UU 16/2019. Permohonan

disepensasi tersebut diajukan ke Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam

dan Pengadilan Negeri bagi yang beragama selain Islam (Penjelasan Pasal 7

ayat (2) UU 16/2019. Pemberian dispensasi oleh pengadilan wajib

mendengarkan pendapat kedua belah calon mempelai yang akan

melangsungkan perkawinan (Pasal 7 ayat (3) UU 16/2019).

Terlihat disini tidak ada keetegasan terkait minimal umur pernikahan,

tetapi jika dilihat lebih lanjut maka minimal umur pernikahan tersebut pada

umur 19 tahun yang secara psikologis, kesiapan ekonomi, dan potensi

perceraian yang masih sangat tinggi.

Pada PERBUP Tentang Stategi Penanggulangan Perkawan Usia Anak

di Kabupaten Wonosobo dalam pasal 1 ayat (7) brbunyi “Perkawinan Usia

Anak adalah perkawinan yang dilakukan antara seorang laki-laki dengan

seorang perempuan yang salah satu atau keduanya belum berusia 18 tahun”.

Dimana hal ini sangat rentan dalam kematengan psikologis anak, Kesehatan

anak, dan kesiapan ekonomi terhadap pasangan pengantin yang masih usia

anak, maka adanya permohonan ini, diharapkan pemerintah Kab. Wonosobo


bisa mempertimbangkan permohonan ini terkait batatasan umur pernikahan

dengan menambah umur minimal dalam perkawinan sehingga diharapkan bisa

mengurangi angka kemiskinan, mengingkatkan ekonomi di wonosobo, dan

lebih peduli akan kesehetan perkawinan di Kabupaten Wonosobo.

You might also like