You are on page 1of 13

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

GANGGUAN OBSESIF - KOMPULSIF


(F42)

Dibawakan Oleh :
dr. Dini Pratiwi Nasruddin
C065221006

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


TERPADU BAGIAN ILMU KEDOKTERAN
JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan Obsesif-kompulsif (Obsessive-Compulsive Disorder, OCD) adalah
kondisi dimana individu tidak mampu mengontrol dari pikiran-pikirannya yang
menjadi obsesi yang sebenarnya tidak diharapkannya dan mengulang beberapa kali
perbuatan tertentu untuk dapat mengontrol pikirannya tersebut untuk menurunkan
tingkat kecemasannya3.
Gangguan ini adalah suatu contoh dari efek positif di mana penelitian
modern telah menemukan gangguan di dalam waktu singkat. Pada awal tahun 1980-
an, gangguan obsesif-kompulsif dianggap sebagai gangguan yang jarang dan
berespons buruk terhadap terapi, namun sekarang gangguan obsesif- kompulsif
lebih sering ditemukan dan responsif terhadap terapi1.
Secara keseluruhan, kira-kira dua pertiga dari pasien memiliki onset gejala
sebelum usia 25 tahun, dan kurang dari 15 persen pasien memiliki onset gejala
setelah usia 35 tahun. Gangguan obsesif-kompulsif dapat memiliki onset pada masa
remaja atau masa anak-anak, pada beberapa kasus dapat pada usia 2 tahun. Orang
yang hidup sendirian lebih banyak yang mengalami gangguan ini daripada yang
sudah menikah1.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi
Suatu obsesi adalah pikiran, perasaan, ide atau sensasi yang mengganggu
(intrusif). Suatu kompulsif adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan atau
menghindari. Obsesi meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan melakukan
kompulsi menurunkan kecemasan seseorang. Tetapi, jika seseorang memaksa untuk
melakukan suatu kompulsi, kecemasan semakin meningkat1.
Obsesi meningkatkan kecemasan individu, sedangkan menampilkannya atau
melakukan kompulsi dapat menguranginya. Beberapa kompulsi yang antara lain2:
1) Mengikuti kebersihan dan keteraturan, terkadang dengan ritual tertentu yang
dapat memakan waktu berjam-jam.
2) Menghindari obyek tertentu.
3) Menampilkan kegiatan-kegiatan praktis yang repetitive, anh dan bersifat
pencegahan, misalnya menghitung.
4) Memeriksa berkali-kali untuk memastikan bahwa perilaku yang sudah
ditampilkan benar-benar telah dikerjakan.
5) Menampilkan perilaku tertentu seperti makan dengan sangat perlahan-
lahan.
Seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif biasanya menyadari irasionalitas
dari obsesi dan merasakan bahwa obsesi dan kompulsi sebagai ego- distonik. Gangguan
obsesif kompulsif dapat merupakan gangguan yang menyebabkan ketidakberdayaan,
karena obsesi dapat menghabiskan waktu dan dapat mengganggu secara bermakna pada
rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasanya, atau
hubungan dengan teman dan anggota keluarga3.

3
2.2 Epidemiologi
Prevalensi gangguan obsesif-kompulsif pada populasi umum adalah 2 sampai 3
persen. Dan beberapa peneliti memperkirakan bahwa gangguan obsesif-kompulsif
ditemukan pada sebanyak 10 persen pasien rawat jalan di klinik psikiatrik. Untuk orang
dewasa, laki-laki dan wanita sama kemungkinan terkena. Untuk remaja, laki-laki lebih
sering terkena dari perempuan1.
Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun, walaupun laki-laki memiliki onset
usia yang agak lebih awal (rata-rata 19 tahun) dibandingkan wanita (rata- rata 22
tahun). Secara keseluruhan, kira-kira dua pertiga dari pasien memiliki onset gejala
sebelum usia 25 tahun, dan kurang dari 15 persen pasien memiliki onset gejala setelah
usia 2 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak terkena gangguan obsesif-
kompulsif dalam mempertahankan suatu hubungan1.
Gangguan obsesif-kompulsif ditemukan lebih jarang di antara golongan kulit
hitam dibandingkan kulit putih. Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya
dipengaruhi oleh gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan
depresif berat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67
persen dan fobia sosial adalah kira-kira 25 persen1.

2.3 Etiologi
Sudut Pandang Psikoanalisa
Obsesif-kompulsif timbul dari daya-daya instinktif seperti seks dan agresivitas,
yang tidak berada di bawah kontrol individu karena toilet training yang kasar sehingga
individu menjadi terfikasi pada masa anal. Freud mengemukakan beberapa mekanisme
defensif utama yang menentukan kualitas simtom yaitu isolasi, undoing dan reaksi
formasi. Sedangkan Adler memandang obsesif- kompulsif sebagai hasil dari perasaan
tidak kompeten1.
Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari afek dan
impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika terjadi isolasi, afek dan impuls yang
didapatkan darinya adalah dipisahkan dari komponen ideasional dan dikeluarkan dari
kesadaran.

4
Undoing (meruntuhkan) adalah suatu tindakan kompulsif yang dilakukan dalam
usaha untuk mencegah atau meruntuhkan akibat pikiran atau impuls obsesional yang
menakutkan. Reaksi formasi, melibatkan pola perilaku yang bermanifestasi dan sikap
yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan impuls dasar1.

Sudut Pandang Cognitive Behavioral


Para ahli tingkah laku mengemukakan bahwa obsesif kompulsif adalah perilaku
yang dipelajari dan diperkuat dengan berkurangnya rasa takut. Ide lain yang muncul
adalah kompulsif memeriksa terjadi karena defisit ingatan. Ketidakmampuan untuk
mengingat beberapa tindakan dengan akurat, atau untuk membedakan antara perilaku
yang benar-benar dilakukan dan yang imajinasi membuat seseorang memeriksa berkali-
kali. Sedangkan pemikiran obsesif muncul karena ketidakmampuan atau kesulitan untuk
mengabaikan stimulus1.
Strategi menghindar yang aktif dalam bentuk perilaku kompulsi atau ritualistik
dikembangkan untuk mengendalikan kecemasan. Secara bertahap, karena manfaat
perilaku tersebut dalam menurunkan dorongan sekunder yang menyakitkan
(kecemasan), strategi menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola perilaku kompulsif
yang dipelajari1.

Sudut Pandang Biologis


Davison dan Neale menjelaskan bahwa salah satu penjelasan yang mungkin
tentang gangguan obsesif-kompulsif adalah keterlibatan neurotransmiter di otak,
khususnya serotonin. Selain itu terdapat pula beberapa bukti tentang keterlibatan faktor
genetik dalam pembentukan gangguan. Data menunjukkan bahwa obat serotonergik
adalah lebih efektif dibandingkan obat yang mempengaruhi sistem neurotransmiter lain1.
Penelitain klinis telah mengukur konsentrasi metabolit serotonin, sebagai contoh,
5-hydroxyindoleacetic acid (5-HIAA) di dalam cairan serebrospinalis dan afinitas sertai
jumlah tempat ikatan trombosit pada pemberian imipramine (yang berikatan dengan
tempat ambilan kembali serotonin) dan telah melaporkan berbagai temuan pengukuran
tersebut pada pasien dengan gangguan obsesif- kompulsif1.

5
2.4 Gambaran Klinis dan Diagnosis
Obsesi yang umum bisa berupa kegelisahan mengenai pencemaran, keraguan,
kehilangan dan penyerangan. Penderita merasa terdorong untuk melakukan ritual, yaitu
tindakan berulang, dengan maksud tertentu dan disengaja.
Sebagian besar ritual bisa dilihat langsung, seperti mencuci tangan berulang-ulang
atau memeriksa pintu berulang-ulang untuk memastikan bahwa pintu sudah dikunci.
Ritual lainnya merupakan kegiatan batin, misalnya menghitung atau membuat
pernyataan berulang untuk menghilangkan bahaya3.
Obsesi dan kompulsi memiliki ciri tertentu secara umum1
1. Suatu gagasan atau impuls yang memaksakan dirinya secara bertubi-tubi dan
terus-menerus ke dalam kesadaran seseorang.
2. Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai manifestasi
sentral dan sering kali menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan
melawan gagasan atau impuls awal.
3. Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien); yaitu ia dialami
sebagai asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya sendiri sebagai
makhluk psikologis.
4. Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesi atau kompulsi tersebut,
orang biasanya menyadari sebagai mustahil atau tidak masuk akal.
5. Orang yang menderita akibat obsesi dan kompulsi biasanya merasakan suatu
dorongan yang kuat untuk menahannya.
Penderita bisa terobsesi oleh segala hal dan ritual yang dilakukan tidak selalu
secara logis berhubungan dengan rasa tidak nyaman yang akan berkurang jika penderita
menjalankan ritual tersebut. Penderita yang merasa khawatir tentang pencemaran, rasa
tidak nyamannya akan berkurang jika dia memasukkan tangannya ke dalam saku
celananya. Karena itu setiap obsesi tentang pencemaran timbul, maka dia akan berulang-
ulang memasukkan tangannya ke dalam saku celananya3.

6
Pola yang paling sering ditemukan adalah suatu obsesi akan kontaminasi, diikuti
oleh mencuci atau disertai oleh penghindaran obsesif terhadap objek yang kemungkinan
terkontaminasi. Objek yang ditakuti sering kali sukar untuk dihindari (sebagai contoh,
feses,urin,debu, atau kuman). Pasien mungkin secara teru-menerus menggosok kulit
tangannya dengan mencuci tangan secara berlebihan atau mungkin tidak mampu
pergi keluar rumah karena takut akan kuman1.
Pola kedua yang tersering adalah obsesi keraguan, diikuti oleh pengecekan yang
kompulsi. Obsesi sering kali melibatkan suatu bahaya kekerasan (seperti lupa
mematikan kompor atau tidak mengunci pintu). Pengecekan tersebut mungkin
menyebabkan pasien pulang beberapa kali ke rumah untuk memeriksa pintu yang belum
terkunci. Pasien memiliki keragu-raguan terhadap diri sendiri yang obsesional, saat
mereka selalu merasa bersalah karena melupakan atau melakukan sesuatu1.
Pola ketiga yang tersering adalah pola dengan semata-mata pikiran obsesional
yang mengganggu tanpa suatu kompulsi. Obsesi tersebut biasanya berupa pikiran
berulang akan suatu tindakan seksual atau agresi yang dicela oleh pasien1.
Pola keempat yang tersering adalah kebutuhan akan simetrisitas atau ketepatan,
yang dapat menyebabkan perlambatan kompulsi. Pasien secara harfiah menghabiskan
waktu berjam-jam untuk makan atau mencukur wajahnya. Penumpukan obsesi dan
kompulsi religius adalah sering pada pasien obsesif- kompulsif. Trichotilomania
(menarik rambut kompulsif) dan menggigit kuku mungkin merupakan kompulsi yang
berhubungan dengan gangguan obsesif- kompulsif1.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Obsesif-Kompulsif berdasarkan PPDGJ-III


(Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, edisi ke III)2
 Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan kompulsif,
atau kedua-duanya harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu
berturut-turut.
 Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas
penderita.
 Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:
(a) harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.
(b) sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun

7
ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
(c) pikiran untuk melakukan hal tersebut diatas bukan merupakan hal yang memberi
kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas,
tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas);
(d) gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan
yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive).
 Ada kaitan erat antara gejala obsesif terutama pikiran obsesif, dengan depresi.
Penderita gangguan obsesif-kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala depresif,
dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiran-
pikiran obsesif selama episode depresif-nya.
Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala
depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif. Bila terjadi
episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari gejala-gejala yang
timbul lebih dahulu. Diagnosis gangguan obsesif-kompulsif ditegakkan hanya bila tidak
ada gangguan depresif pada saat gejala obsesif kmpulsif tersebut timbul. Bila dari
keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi sebagai
diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada
gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.
 Gejala obsesif “sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom
Tourette, atau gangguan mental organik, harus dianggap sebagai bagian dari kondisi
tersebut.

2.5 Diagnosis Banding


Persyaratan diagnostik DSM-IV tentang ketegangan personal dan gangguan
fungsional membedakan gangguan obsesif-kompulsif dari pikiran dan kebiasaan
berlebihan yang umumnya atau ringan. Gangguan neurologis utama yang
dipertimbangkan di dalam diagnosis banding adalah gangguan Tourette, gangguan tik
lainnya, epilepsi lobus temporalis dan kadang-kadang, komplikasi trauma dan
pascaensefalitik1.
Gangguan Tourette.
Gejala karakteristik dari gangguan Tourette adalah tik motorik dan vokal yang
sering dan hampir setiap hari terjadi. Gangguan dan gangguan obsesif-kompulsif
memiliki onset usia yang sama dan gejala yang mirip. Kira-kira 90 persen dengan

8
gangguan Tourette memiliki gejala kompulsif, dan sebanyak dua pertiganya memenuhi
kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif1.

2.6 Prognosis
Kira-kira 20 sampai 30 persen pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif
memiliki gangguan depresif berat, dan bunuh diri adalah resiko bagi semua pasien
dengan gangguan obsesif-kompulsif1.
Suatu prognosis buruk dinyatakan oleh mengalah (bukannya menahan) pada
kompulsi, onset pada masa anak-anak, kompulsi yang aneh (bizzare), perlu perawatan di
rumah sakit, gangguan depresif berat yang menyertai, kepercayaan waham, adanya
gagasan yang terlalu dipegang (overvalued) (yaitu, penerimaan obsesi dan kompulsi),
dan adanya gangguan kepribadian (terutama gangguan kepribadian skizotipal)1.
Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik,
adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik. Isi obsesional
tampaknya tidak berhubungan dengan prognosis3.

2.7 Terapi
Psikoterapi
Treatment psikoterapi untuk gangguan obsesif-kompulsif umumnya diberikan
hampir sama dengan gangguan kecemasan lainnya. Ada beberapa faktor OCD sangat
sulit untuk disembuhkan, penderita OCD kesulitan mengidentifikasi kesalahan
(penyimpangan perilaku) dalam mempersepsi tindakannya sebagai bentuk
penyimpangan perilaku yang tidak normal3.
Individu beranggapan bahwa ia normal-normal saja walaupun perilakunya itu
diketahui pasti sangat menganggunya. Baginya, perilaku kompulsif tidak salah dengan
perilakunya tapi bertujuan untuk memastikan segala sesuatunya berjalan dengan baik-
baik saja. Faktor lain adalah kesalahan dalam penyampaian informasi mengenai
kondisi yang dialami oleh individu oleh praktisi secara tidak tepat dapat membuat
individu merasa enggan untuk mengikuti terapi3.
Beberapa psikoterapi yang dapat diberikan pada pasien dengan gangguan obsesif-
kompulsif:
 Exposure and Response Prevention
Terapi ini dikenal pula dengan sebutan flooding, diciptakan oleh Victor Meyer

9
(1996), dimana pasien menghadapkan dirinya sendiri pada situasi yang
menimbulkan tindakan kompulsif (seperti memegang sepatu yang kotor) dan
kemudian menahan diri agar tidak menampilkan ritual yang biasa dilakukan (yaitu
mencuci tangan). Mencegah individu menampilkan perilaku yang menjadi ritualnya
membuatnya menghadapi stimulus yang membangkitkan kecemasan, sehingga
memungkinkan kecemasan menjadi hilang1.
 Rational-Emotive Behavior Therapy
Terapi ini digunakan dengan pemikiran untuk membantu pasien menghapuskan
keyakinan bahwa segala sesuatu harus terjadi menurut apa yang mereka inginkan,
atau bahwa hasil pekerjaan harus selalu sempurna. Terapi kognitif dari Beck juga
dapat digunakan untuk menangani pasien gangguan obsesif-kompulsif. Pada
pendekatan ini pasien didorong untuk menguji ketakutan mereka bahwa hal yang
buruk akan terjadi jika mereka tidak menampilkan perilaku kompulsi4.
 Cognitive-behavioural therapy (CBT)
Terapi yang sering digunakan dalam pemberian treatment pelbagai gangguan
kecemasan termasuk OCD. Dalam CBT penderita OCD pada perilaku mencuci
tangan diatur waktu kapan ia mesti mencuci tangannya secara bertahap. Bila terjadi
peningkatan kecemasan barulah terapis memberikan izin untuk individu OCD
mencuci tangannya. Terapi ini efektif menurunkan rasa cemas dan hilang secara
perlahan kebiasaan-kebiasaannya itu4.
Dalam CBT terapis juga melatih pernafasan, latihan relaksasi dan manajemen stres
pada individu ketika menghadapi situasi konflik yang memberikan kecemasan, rasa
takut atau stres muncul dalam diri individu. Pemberian terapi selama 3 bulan atau
lebih4.

Farmakoterapi
Penanganan yang paling menjanjikan pada pasien dengan gangguan obsesif-
kompulsif adalah dengan penggabungan dari segi biologis dan psikologis dan biasanya
dikombinasikan secara bergantian/berintegrasi. Sampai saat ini pengobatan dengan
clomipramine atau SSRI (Serotonin-Specific Reuptake Inhibitor) yang lain, seperti
fluoxetine (Prozac) atau sertraline (Zoloft) telah dibuktikan sebagain pengobatan yang
paling efektif pada gangguan obsesif- kompulsif3.
Beberapa obat yang digunakan dalam pengobatan gangguan obsesif-kompulsif:
 Trisiklik
10
Obat jenis trisiklik berupa clomipramine (Anafranil). Trisiklik merupakan
obat-obatan lama dibandingkan SSRIs dan bekerja sama baiknya dengan
SSRIs. Pemberian obat ini dimulai dengan dosis rendah5.
Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai 50 mg sebelum tidur
dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari setiap dua sampai
tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau tampaknya efek
samping yang membatasi dosis. Karena clomipramine adalah suatu obat
trisiklik, obat ini disertai efek samping yang biasanya dari obat tersebut,
termasuk sedasi, hipotensi, disfungsi seksual, dan efek samping antikolinergik
(sebagai contoh, mulut kering)1.
 SSRI (Serotonin Specific Reuptake Inhibitor)
SSRI yang sekarang tersedia di Amerika Serikat adalah fluozetine, sertraline
(Zoloft) dan paroxetine (Paxil). Penelitian tentang fluoxetine dalam gangguan
obsesif-kompulsif telah menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk
mencapai manfaat terapeutik. Walaupun SSRI disertai dengan overstimulasi,
kegelisahan, nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek samping gastrointestinal5.
SSRI ditoleransi dengan lebih baik daripada trisiklik, dengan demikian
kadang-kadang dipakai sebagai obat lini pertama dalam pengobatan gangguan
obsesif-kompulsif. Jika pengobatan dengan clomipramine atau suatu SSRI tidal
berhasil, banyak ahli terapi memperkuat obat pertama dengan menambahkan
lithium (Eskalith)5.
 MAOI (Monoamine oxidase inhibitor)
Jenis obat ini adalah phenelzine (Nardil), tranylcypromine (Parnate) dan
isocarboxazid (Marplan). Pemberian MAOI harus diikuti pantangan makanan
yang berkeju atau anggur merah, penggunaan pil KB, obat penghilang rasa sakit
(seperti Advil, Motrin, Tylenol), obat alergi dan jenis suplemen. Kontradiksi
dengan MOAI dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi3.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Obsesif-kompulsif disorder adalah suatu gangguan kecemasan, di mana obsesif
adalah pikiran, ide ataupun gagasan yang menetap dan beruntun sehingga
memprovokasi rasa cemas pada penderita dan memaksa penderita melakukan tindakan
tertentu secara berulang-ulang yang disebut kompulsif sebagai pereda rasa cemas,
sehingga dapat menimbulkan stress dan mengganggu produktifitas sehari-hari.
Penangannya dapat dilakukan dengan psikoterapi, dengan berbagai metode dari para
ahli dan dengan farmakoterapi yaitu obat golongan trisiklik, SSRI dan MAOI.
Kombinasi dari kedua pengobatan tersebut dapat menghasilkan efek terapeutik yang
lebih baik.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI, Sadock BJ. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. 2010. Jakarta:
EGC
2. Muslim,Rusdi.2001. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan
PPDGJ-III. Jakarta : FK Unika Atma Jaya
3. http://www.psychologymania.com/2011/09/gangguan-obsesif-kompulsif-
obsessive.html
4. Goldman, Howard H., 2000. Review of General Psychiatry-Lange . 5th
edition. USA: McGraw Hill (348-351)
5. Halgin, Richard P., Susan Krauss Whitbourne, 2009. Abnormal
Psychology-Clinical Perspectives on Psychological Disorders. USA:
McGraw Hill (330-331)

13

You might also like