You are on page 1of 13

MAKALAH BAKTERIOLOGI III

“ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PENYEBAB INFEKSI


GASTROINTESTINAL PADA IKAN LELE”

DISUSUN OLEH:

NUR AISYAH FITRIA HUSADA (AK.200)

MILATUL SALSABILA PUTRI (AK.21033)

MULPAEDA (AK.21035)

MUSLIANA (AK.21.037)

NANDA REZKY JANNAH (AK.21.038)

WA ODE RUHUL KHAIRUNISA (AK.21.055)

DIII TEKNOLOGI LABORATORIM MEDIS

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARI

KENDARI

2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
Rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah dengan judul "infeksi bakteri penyebab infeksi pada gastrointestinal
Ikan Lele" ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi tugas bakteriologi III.
kami berharap agar pembaca mampu mengenal lebih Jauh mangenai infeksi
bakteri pada gastrointestinal.kami berharap agar makalah yang telah kami buat
dapat memberikan inspirasi bagi pembaca yang lain. kami juga berharap agar
makalah ini menjadi acuan yang baik.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, maka dari itu kami memohon kepada pembaca untuk memberi
kritik atau saran yang membangun. Akhir kata Wassalamualikum Wr.Wb.

Kendari, Juni 2023

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A.

B.

C.

D.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
BAB II

PEMBAHASAN

A. Klasifikasi Ikan Lele (Clarias gariepinus)

Ikan Lele (Clarias gariepinus) Klasifikasi Ikan Lele Dumbo (Clarias


gariepinus) menurut Lukito (2006), adalah :

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Sub Ordo : Siluroidea

Family : Clariidae

Genus : Clarias

Spesies : Clarias gariepinus

B. Morfologi Ikan Lele

Ikan lele secara umum memiliki tubuh yang licin, berlendir, tidak bersisik
dan bersungut atau berkumis. Lele memiliki kepala yang panjang, hampir
mencapai seperempat dari panjang tubuhnya. Kepalanya pipih ke bawah
(depressed) dengan bagian atas dan bawah kepalanya tertutup oleh tulang pelat.
Tulang pelat ini membentuk ruangan rongga di atas insang. Di ruangan inilah
terdapat alat pernapasan tambahan berupa labirin, yang bentuknya sertpei
rimbunan dedaunan dan berwarna kemerahan. Fungsi labirin ini untuk mengambil
oksigen langsung dari udara. Dengan alat pernapasan tambahan ini, ikan lele
mampu bertahan hidup dalam kondisi oksigen yang minimum (Supardi, 2008).

Mulut terletak pada ujung moncong (terminal) dengan dilengkapi 4 buah


sungut (kumis). Mulut lele dilengkapi gigi atau hanya berupa permukaan kasar di
mulut bagian depan. Di dekat sungut, terdapat alat olfaktori yang berfungsi untuk
perabaan dan penciuman serta penglihatan yang kurang berfungsi dengan baik.
Lele memiliki tiga buah sirip tunggal, yakni sirip punggung (dorsal), sirip ekor
(caudal), dan sirip dubur (anal). Sirip punggung dan sirip dubur tersebut berfungsi
untuk menjaga keseimbangan. Sirip dadanya dilengkapi dengan sirip yang keras
dan runcing yang disebut patil. Secara umum, morfologi ikan lele dapat dilihat
pada Gambar 2 berikut ini.

C. Habitat dan Penyebaran

Habitat atau lingkungan hidup ikan lele ialah semua perairan air tawar. Di
sungai yang airnya tidak terlalu deras atau diperairan yang tenang seperti danau,
waduk, telaga, rawa serta genangan-genangan kecil seperti kolam, merupakan
tempat hidup ikan lele. Ikan lele tahan hidup di perairan yang mengandung sedikit
oksigen dan relatif tahan terhadap pencemaran bahan-bahan organik. Ikan lele
hidup dengan baik di dataran rendah sampai dengan perbukitan yang tidak terlalu
tinggi, misalnya di 7 daerah pegunungan dengan ketinggian di atas 700 m.
Namun, ikan lele tidak pernah ditemukan hidup di air payau ataupun air asin
(Suyanto, 2006).

Ikan lele tersebar luas di benua Afrika dan Asia, terdapat di perairan umum
yang berair tawar secara liar. Di beberapa negara, khususnya di Asia, seperti
Filipina, Thailand, Indonesia, Laos, Kamboja, Vietnam, Birma dan India, ikan lele
telah banyak dibudidayakan dan dipelihara di kolam. Di Indonesia ikan lele ini
secara alami terdapat di Pulau Jawa (Suyanto, 2006).
Pakan dan Kebiasaan Makan Menurut Suyanto (2006), ikan lele
digolongkan sebagai ikan karnivora. Pakan alami yang baik untuk benih ikan lele
adalah jenis zooplankton seperti Moina sp., Dapnia sp., cacing-cacing, larva
(jentik-jentik serangga), siput-siput kecil dan sebagainya. Pakan alami biasanya
digunakan untuk pemberian pakan lele pada fase larva sampai benih. Selain pakan
alami, lele juga memerlukan pakan tambahan untuk pertumbuhan dan
mempercepat kematangan gonad. Untuk itu, jenis pakan tambahannya harus
banyak mengandung protein hewani yang mudah dicerna. Pakan tambahan
tersebut harus dapat mempercepat pertumbuhan sehingga produksi yang
diharapkan dapat tercapai. Pakan tambahan yang digunakan dapat berupa pelet
komersial yang mengandung protein di atas 20%.

Ikan lele biasanya mencari makanan di dasar kolam. Peningkatan nafsu


makan ikan lele seiring dengan peningkatan suhu air dan kebiasaan hidupnya.
Ikan lele lebih banyak beraktivitas pada malam hari atau sering disebut nokturnal
terutama dalam hal mencari makan. Oleh karena itu, pemberian pakan sebaiknya
dilakukan antara 2-3 kali sehari, yaitu pada pagi sekitar puku 09.00 WIB, sore
menjelang malam sekitar pukul 17.00-18.00 WIB dan malam sekitar pukul 20.00-
22.00 WIB (Suyanto, 2006).

C. Cara Isolasi Bakteri

Isolasi bakteri dilakukan dengan cara :

1. Diambil isi saluran pencernaan ikan lele dan mengeluarkan organ


pencernaan (lambung dan usus) dari ikan lele yang telah dimatikan.
2. Kemudian usus tersebut dihaluskan dengan menggunakan mortar kemudian
ditambahkan NaCl 0,85% sebanyak 495 ml dan dihomogenkan
menggunakan vortex, cairan ini disebut inokulum.
3. Inokulum sebanyak 1 ml dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi
Trypticase Soy Broth (TSB) dan masing-masing disuplementasi dengan 2%
skim milk, 2% starch, dan 2% minyak zaitun. Kemudian diinkubasi selama
24 jam pada suhu 28˚C
4. Pada masing-masing tabung diambil satu ose untuk disebar ke cawan petri
yang berisi TSA dengan kandungan suplemen yang sama seperti dalam
TSB tersebut dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 28˚C.

Identifikasi bakteri dilakukan dengan mengisolasi bakteri pada ikan


setelah dimatikan terlebih dahulu menggunakan benda tajam kemudian diambil
sampel dan ditumbuhkan pada media TSI Agar dan diinkubasi dengan suhu 37˚C.
Setelah 24 jam media diamati bentuk morfologi koloni. Bakteri juga ditumbukan
pada media Triple Sugar Iron Agar (TSI Agar), dimasukkan ke inkubator 37˚C
selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan untuk uji motilitas, uji indol, uji oksidase,
agar urea dan gulagula (glukosa, laktosa, sukrosa, manitol, maltosa). Pembuatan
preparat apus dilakukan dengan meneteskan larutan NaCl fisiologis di atas kaca
benda kemudian diambil sedikit biakan dari perbenihan padat dan dicampur.
Preparat apus diwarnai dengan karbol gentian violet selama 2 menit, kemudian cat
dibuang dan diberikan larutan lugol selama 1 menit lalu cat dibuang, alkohol 95%
diberikan selama 1 menit dan dicuci dibawah air kran. Preparat diwarnai dengan
air fuschin selama 2 menit kemudian dicuci dibawah kran sampai tidak berwarna
lagi. Preparat dikeringkan dan diamati dengan mikroskop (Bailey and Scott,
1962).

Kultur murni selanjutnya diperbanyak, sebagian isolat mikroba yang


digunakan sebagai kultur stok dan sebagian lagi untuk inokulum pada percobaan
berikutnya. Perbanyakan dilakukan dengan cara menumbuhkan masing-masing
isolat ke dalam media yang sesuai dengan media hidupnya, kemudian diinkubasi
pada suhu 29˚C selama 24 jam. Kultur yang didapat siap untuk diawetkan.
Pengawetan dilakukan dengan menyimpan isolat murni yang telah diperoleh ke
dalam media gliserol yang terdiri atas media broth dan gliserol dengan
perbandingan 1:1 yang selanjutnya disebut stok kultur (Badjoeri, 2010).

D. Bakteri patogen pada usus ikan lele

Dalam pengembangan usaha budidaya ikan lele dumbo ada kendala-


kendala yang sering dihadapi oleh para pembudidaya yaitu adanya penyakit yang
menyerang pada ikan lele dumbo yang dibudidayakan. Menurut Yanuhar (2005
dalam Simatupang et al., 2013) untuk mencapai target produksi sesuai yang
diharapkan, berbagai permasalahan menghambat upaya peningkatan produksi.
Salah satu permasalahan yang terkait, antara lain kegagalan akibat wabah ikan
yang bersifat patogenik dari golongan bakteri.

10 Bakteri patogen ikan banyak yang termasuk golongan bakteri gram


negatif seperti Aeromonas, Vibrio, Flexibacter. Bakteri Aeromonas dapat
menyerang hampir semua jenis ikan air tawar dan ikan kakap putih yang
dipelihara di tambak bersalinitas rendah. Berbagai jenis bakteri yang dapat
menginfeksi ikan dan menimbulkan gejalagejala klinis misalnya pendarahan,
borok, sirip yang hancur dan lesi. Penyakit pada ikan (patogen) hampir selalu
terdapat dalam kolam, di permukaan tubuh ikan dan pada bagian tubuh ikan (usus
atau organ dalam lainnya) yaitu antara lain: Pseudomonas flourescens, Vibrio
angguillarum, Streptococcus faecalis, Mycobacterium, Aeromonas hydrophila dan
Nocardia asterroides (Afrianto dan Liviawaty, 2006).

Beberapa bakteri patogen yang menimbulkan permasalahan bagi


pembudidaya ikan adalah Vibrio sp., Aeromonas sp., Pseudomonas sp.,
Streptococcus., Pasteurella sp., dan Mycobacterium sp. Aeromonas liquefaciens,
Aeromonas hidrophila dan Pseudomonas fluorescens dapat menyebabkan infeksi
klinis pada ikan. Bakteri yang sering ditemukan pada ikan lele yaitu Edwardsiella
tarda, Plesiomonas shigelloides, Alcaligenes faecalis,Aeromonas hydrophila dan
Aeromonas caviae. Bakteri tersebut banyak menyerang organ dalam dan kulit
ikan lele. Bakteri Edwardsiella tarda adalah penyebab penyakit
Edwardseillosis/Emphisemathous Putrevactive Disease of Catfish (EPDC) yang
hidup secara alamiah di perairan tawar dan laut khususnya pada perairan yang
banyak mengandung bahan organik dan ditemukan juga di tanah dan lumpur.
Aeromonas hydrophila menyebabkan lesi pada kulit dan pembusukan sirip,
haemorrhagic septicaemia, hingga kematian. Infeksi bakteri Aeromonas telah
diketahui selama bertahun-tahun dengan berbagai nama diantaranya motil
aeromonas septicaemia (MAS), motil aeromonas infeksi (MAI), hemorrhagi
septicaemia, red pest (hama merah) dan penyakit merah. Beberapa dapat
menyebabkan penyakit tersebut antara lain Aeromonas hydrophila dan
Aeromonas caviae. Aeromonas caviae bersifat kurang virulen dibandingkan
beberapa jenis motil Aeromonas yang bersifat pathogen.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

You might also like