You are on page 1of 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bantuan dokter kepada kalangan hukum yang paling sering dan sangat
diperlukan adalah pemeriksaan korban untuk pembuatan Visum et Repertum
(VeR) atau lebih sering disingkat ‘visum’ saja. Melalui jalur inilah umumnya
terjalin hubungan antara pihak yang membuat dan memberi bantuan dengan
pihak yang meminta dan menggunakan bantuan. Visum adalah jamak dari
visa, yang berarti dilihat dan repertum adalah jamak dari repere yang berarti
ditemukan atau didapati, sehingga terjemahan langsung dari Visum et
Repertum adalah ‘yang dilihat dan ditemukan’.
Walaupun istilah ini berasal dari bahasa latin namun sudah dipakai sejak
jaman belanda dan sudah demikian menyatu dalam bahasa indonesia dalam
kehiduapn sehari-hari. Jangankan kalangan hukum dan kesehatan, masyarakat
sendiripun akan segera menyadari bahwa visum pasti berkaitan dengan surat
yang dikeluarkan dokter untuk kepentingan polisi dan pengadilan.
Ada usaha unutk mengganti istilah Visum et Repertum ini ke bahasa
indonesia seperti yang terlihat dalam KUHAP, dimana digunakan istilah
‘keterangan’ dan ‘keterangan ahli’ untuk pengganti visum. Namun usaha
demikian tidak banyak berguna karena sampai saat ini ternyata istilah visum
tetap saja dipakai oleh semua kalangan.
Dari rumah sakit pemerintah maupun swasta sampai ke puskesmas,
setiap tahunnya ada banyak pemeriksaan yang harus dilakukan dokter untuk
membuat visum yang diminta oleh penyidik. Paling banyak adalah visum
untuk luka karena perkelahian, penganiayaan, dan kecelakaan lalu lintas,
selanjutnya visum untuk pelanggaran kesusilaan atau perkosaan, kemudian
diikuti visum jenazah. Visum yang lain seperti visum psikiatri, visum untuk
korban keracunan, atau penentuan keraguan siapa bapak seorang anak
(disputed parenity).

1
B. Tujuan
Menjelaskan pengertian Visum et Repertum, cara permintaan dan
pencabutan visum, dan hukum yang berkaitan dengan Visum et Repertum.
Serta membahas tentang jenis-jenis visum baik untuk visum korban hidup
maupun korban meninggal.

2
BAB II
VISUM ET REPERTUM

A. Pengertian Visum et Repertum


Pengertian arti harafiah dari Visum et Repertum yakni berasal dari kata
“visual” yang berarti melihat dan “repertum” yaitu melaporkan.Sehingga jika
digabungkan dari arti harfiah ini adalah apa yang dilihat dan diketemukan
sehingga Visum et Repertum merupakan suatu laporan tertulis dari dokter
(ahli) yang dibuat berdasarkan sumpah, mengenai apa yang dilihat dan
diketemukan atas bukti hidup, mayat atau fisik ataupun barang bukti
lain,kemudian dilakukan pemeriksaan menurut pengetahuan yang sebaik-
baiknya atas permintaan tertulis (resmi) penyidik untuk kepentingan
peradilan.
Dalam undang-undang terdapat satu ketentuan hukum yang
menuliskan langsung tentang Visum et Repertum, yaitu pada Staatsblad
(Lembaran Negara) tahun 1937 No.350 yang menyatakan: Visa reperta
seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah jabatan yang diucapkan pada
waktu menyelesaikan pelajaran di negeri belanda ataupun di Indonesia,
merupakan alat bukti yang sah dalam perkara-perkara pidana, selama visa
reperta tersebut berisikan keterangan mengenai hal-hal yang dilihat dan
ditemui oleh dokter pada benda yang diperiksa.
Perbedaan Visum et Repertum dengan Catatan medis. Cacatan medis
adalah catatan tentang seluruh hasil pemeriksaan medis beserta tindakan
pengobatan atau perawatan yang dilakukan oleh dokter. Catatan medis
disimpan oleh dokter atau institusi dan bersifat rahasia, tidak boleh dibuka
kecuali dengan izin dari pasien atau atas kesepakatan sebelumnya misalnya
untuk keperluan asuransi. Catatan medis ini berkaitan dengan rahasia
kedokteran dengan sanksi hukum seperti yang terdapat dalam pasal 322
KUHP. Sedangkan Visum et Repertum dibuat berdasarkan Undang-Undang
yaitu pasal 120, 179 dan 133 KUHAP dan dokter dilindungi dari ancaman
membuka rahasia jabatan meskipun Visum et Repertum dibuat dan dibuka

3
tanpa izin pasien, asalkan ada permintaan dari penyidik dan digunakan untuk
kepentingan peradilan.

B. Dasar Hukum Visum et Repertum


Dasar hukum Visum et Repertum dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP)
1. KUHAP Pasal 133
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan
dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat
dan atau pemeriksaan bedah mayat. 2
2. KUHAP pasal 6
Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang
3. Staatsblad Tahun 1937 no. 350
Visa reperta seorang dokter yang dibuat baik atas sumpah dokter yang
diucapkan pada waku menamatkan pelajaran di Negeri Belanda atau di
Indonesia, maupun atas sumpah khusus dalam pasal 2, mempunyai daya
bukti yang sah dalam perkara pidana, selama Visa reperta tersebut berisi
keterangan mengenai hal yang dilihat dan ditemukan pada benda yang
diperiksa.
4. KUHAP Pasal 184
Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi. Keterangan saksi agar dapat menjadi alat bukti
yang sah harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu:

4
1) Keterangan saksi yang diberikan harus diucapkan diatas
sumpah, hal ini diatur dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP.
2) Keterangan saksi yang diberikan dipengadilan adalah apa yang
saksi lihat sendiri, dengar sendiri dan dialami sendiri oleh saksi.
Hal ini diatur dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP.
3) Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan, hal ini
sesuai dalam Pasal 185 ayat (1) KUHAP.
4) Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup, agar
mempunyai kekuatan pembuktian maka keterangan seorang
saksi harus ditambah dan dicukupi dengan alat bukti lain. Hal ini
sesuai dengan Pasal 185 ayat (2) KUHAP.
5) Keterangan para saksi yang dihadirkan dalam sidang pengadilan
mempunyai saling hubungan atau keterkaitan serta saling
menguatkan tentang kebenaran suatu keadaan atau kejadian
tertentu, hal ini sesuai dengan Pasal 185 ayat (4) KUHAP.
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa.
5. KUHAP Pasal 186
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang
pengadilan.
6. KUHAP Pasal 187 (c)
Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta
secara resmi kepadanya.

C. Fungsi dan Peran Visum et Repertum


Visum et Repertum dapat berperan dalam proses pembuktian suatu
perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana visum et
repertum menguraikan segala sesuatu tentang pemeriksaan hasil medik yang
terdapat di bagian pemberitaan yang dianggap sebagai pengganti barang

5
bukti. Visum et Repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran
dengan ilmu hukum sehingga dapat membaca Visum et Repertum. Visum et
Repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil
pemeriksaan medik tersebut tertuang di dalam kesimpulan.
Sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 184 KUHAP, Visum et Repertum
merupakan alat bukti yang sah dalam proses peradilan, yang berupa
keterangan ahli, surat, dan petunjuk. Dalam penjelasan Pasal 133 KUHAP,
dikatakan bahwa keterangan ahli yang diberikan oleh dokter spesialis forensik
merupakan keterangan ahli, sedangkan yang dibuat oleh dokter selain
spesialis forensik disebut keterangan. Hal ini diperjelas pada Pedoman
Pelaksanaan KUHAP dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI
No.M.01.PW.07.03 Tahun 1982 yang menjelaskan bahwa keterangan yang
dibuat oleh dokter bukan ahli merupakan alat bukti petunjuk. Dengan
demikian, semua hasil Visum et Repertum yang dikeluarkan oleh dokter
spesialis forensik maupun dokter bukan spesialis forensik merupakan alat
bukti yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP.
Di dalam Pasal 184 KUHAP, alat bukti yang sah tersebut berturut-turut
adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan
terdakwa. Beban pembuktian dari masing-masing alat bukti tersebut
berbeda sesuai dengan urutannya. Sebagai contoh, keterangan saksi harus
lebih dipercaya oleh hakim bila dibandingkan dengan keterangan
terdakwa. Demikian halnya dengan keterangan ahli yang diberikan oleh
seorang dokter spesialis forensik tentunya akan mempunyai beban
pembuktian yang lebih besar bila dibandingkan dengan keterangan yang
diberikan oleh dokter bukan spesialis forensik. Sehingga, kedudukan Visum
et Repertum yang dibuat oleh dokter spesialis forensik masih lebih tinggi
dibandingkan dengan Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter bukan
spesialis forensik.
Visum et Repertum juga dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti
karena segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medis telah diuraikan di
dalam bagian Pemberitaan. Karena barang bukti yang diperiksa tentu saja
akan mengalami perubahan alamiah, seperti misalnya luka yang telah

6
sembuh, jenazah yang mengalami pembusukan atau jenazah yang telah
dikuburkan yang tidak mungkin dibawa ke persidangan, maka Visum et
Repertum merupakan pengganti barang bukti tersebut yang telah diperiksa
secara ilmiah oleh dokter ahli.
Apabila Visum et Repertum belum dapat menjernihkan suatu duduk
persoalan di sidang pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli
atau diajukannya bahan baru. Sesuai dengan Pasal 180 KUHAP, hakim
tersebut dapat meminta kemungkinan untuk dilakukan pemeriksaan atau
penelitian ulang atas barang bukti jika memang timbul keberatan yang
beralasan dari terdakwa atau penasihat hukumnya terhadap suatu hasil
pemeriksaan.
Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter
mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian
kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah
menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan
membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah
terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-
norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia.
Bagi penyidik (Polisi / Polisi Militer) Visum et Repertum berguna untuk
mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu
berguna untuk menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi
Hakim sebagai alat bukti formal untuk menjatuhkan pidana atau
membebaskan seseorang dari tuntutan hukum.

D. Tujuan Melakukan Visum et Repertum


1. Untuk memberikan kepada hakim (majelis) suatu kenyataan akan fakta-
fakta dari bukti-bukti tersebut atas semua keadaan, hal sebagaimana
tertuang pembagian pemberitaan agar hakim dapat mengambil
keputusannya dengan tepat atas dasar kenyataan atau fakta-fakta tersebut
sehingga dapat menjadi pendukung atas keyakinan hakim.
2. Membantu penyidik untuk mengungkapkan tindak pidana.

7
3. Sebagai alat bukti sah. Karena Visum et Repertum merupakan suatu
keterangan ahli dari dokter maka termasuk salah satu alat bukti sah dalam
KUHAP 184.
4. Visum et repertum merupakan pengganti barang bukti tersebut yang
diperiksa secara ilmiah oleh dokter ahli karena barang bukti yang
diperiksa akan mengalami perubahan alamiah.
5. Mencari, menentukan sebab kematian pada korban meninggal dunia.
6. Untuk memberikan kepada hakim (majelis)suatu kenyataan akan fakta-
fakta dari bukti-bukti atas semua keadaan/hal sebagaimana tertuang
dalam pembagian pemberitaan agar hakim dapat mengambil putusannya
dengan tepat atas dasar kenyataan atau fakta-fakta tersebut,sehingga
dapat menjadi pendukung atas keyakinan hakim.

E. Jenis-jenis Visum et Repertum


Visum yang diberikan untuk korban luka-luka karena kekerasan, keracunan,
perkosaan, psikiatri dan lain-lain.
1. Berdasarkan waktu pemberiannya visum untuk korban hidup dapat
dibedakan atas:
a. Visum seketika (definitive)
Visum yang langsung diberikan setelah korban selesai diperiksa.
Visum inilah yang paling banyak dibuat oleh dokter.
b. Visum sementara
Visum yang diberikan pada korban yang masih dalam perawatan.
Biasanya visum sementara ini diperlukan penyidik untuk
menentukan jenis kekerasan, sehingga dapat menahan tersangka atau
sebagai petunjuk dalam menginterogasi tersangka. Dalam visum
semsentara ini belum ditulis kesimpulan.
c. Visum lanjutan
Visum ini diberikan setelah korban sembuh atau meninggal dan
merupakan lanjutan dari visum sementara yang telah diberikan
sebelumnya. Dalam visum ini harus dicantumkan nomer dan tanggal
dari visum sementara yang telah diberikan. Dalam visum ini dokter

8
telah membuat kesimpulan. Visum lanjutan tidak perlu dibuat oleh
dokter yang membuat visum sementara, tetapi oleh dokter yang
terakhir merawat penderita.
2. Berdasarkan objek yang diperiksa, Visum et Repertum dibagi menjadi
dua yaitu:
a. Objek psikis
Visum et Repertum berupa objek psikis ialah Visum et Repertum
psikiatrikum. Visum et Repertum ini perlu dibuat karena adanya
pasal 44 (1) KUHP yang berbunyi “Barangsiapa melakukan
perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya
disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya (gebrekkige
ontwikkeling) atau terganggu karena penyakit (ziekelijke storing) ,
tidak dipidana”.
Jadi yang dapat dikenakan pasal ini tidak hanya orang yang
menderita penyakit jiwa (psikosis), tetapi juga orang dengan
retardasi mental. Apabila penyakit jiwa (psikosis) yang ditemukan,
maka harus dibuktikan apakah penyakit itu telah ada sewaktu tindak
pidana tersebut dilakukan. Tentu saja, jika semakin panjang jarak
antara saat kejadian dengan saat pemeriksaan, maka akan semakin
sulit bagi dokter untuk menentukannya sehingga diperlukan
pemeriksaan lanjutan. Demikian pula jenis penyakit jiwa yang
bersifat hilang timbul juga akan mempersulit pembuatan kesimpulan
dokter.
Visum et Repertum psikiatrikum dibuat untuk tersangka atau
terdakwa pelaku tindak pidana, bukan bagi korban sebagaimana
Visum et Repertum lainnya. Selain itu, Visum et Repertum
psikiatrikum menguraikan tentang segi kejiwaan manusia, bukan
segi fisik atau raga manusia. Oleh karena Visum et Repertum
psikiatrikum menyangkut masalah dapat dipidana atau tidaknya
seseorang atas tindak pidana yang dilakukannya, maka lebih baik
pembuat Visum et Repertum psikiatrikum ini adalah dokter spesialis
psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.

9
Dalam Keadaan tertentu dimana kesaksian seseorang amat
diperlukan sedangkan ia diragukan kondisi kejiwaannya jika ia
bersaksi di depan pengadilan maka kadangkala hakim juga meminta
evaluasi kejiwaan saksi tersebut dalam bentuk visum et repertum
psikiatrik.
b. Objek fisik,
Objek fisik yang dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1) Visum et Repertum orang hidup
a) Visum et Repertum perlukaan atau keracunan
Tujuan pemeriksaan kedokteran forensik pada korban
hidup adalah untuk mengetahui penyebab luka atau sakit
dan derajat parahnya luka atau sakitnya tersebut. Terhadap
setiap pasien, dokter harus membuat catatan medis atas
semua hasil pemeriksaan medisnya.
Umumnya, korban dengan luka ringan datang ke dokter
setelah melapor ke penyidik atau pejabat kepolisian,
sehingga mereka datang dengan membawa serta surat
permintaan Visum et Repertum. Sedangkan para korban
dengan luka sedang dan berat akan datang ke dokter atau
rumah sakit sebelum melapor ke penyidik, sehingga surat
permintaan Visum et Repertum-nya akan datang terlambat.
Keterlambatan surat permintaan Visum et Repertum ini
dapat diperkecil dengan diadakannya kerja sama yang baik
antara dokter atau institusi kesehatan dengan penyidik
atau instansi kepolisian.
Dalam membuat kesimpulan dalam kasus perlukaan
dokter sebaiknya menentukan juga derajat keparahan luka
yang dialami korban atau disebut juga derajat kualifikasi
luka. Ini sebagai usaha untuk membantu yudex facti dalam
menegakkan keadilan.

10
Kualifikasi luka yang dapat dibuat dokter adalah
menyatakan pasien mengalami luka ringan, sedang, atau
berat.
Yang dimaksud dengan luka ringan adalah luka yang
tidak menimbulkan halangan dalam menjalankan mata
pencaharian, tidak mengganggu kegiatan sehari-hari.
Sedangkan luka berat harus disesuaikan dengan ketentuan
dalam undang-undang yaitu yang diatur dalam KUHP pasal
90. Luka sedang adalah keadaan luka diantara luka ringan
dan luka berat.
KUHP pasal 90 Luka berat berarti:
(1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi
harapan akan sembuh sama sekali, atau yang
menimbulkan bahaya maut.
(2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas
jabatan atau pekerjaan pencaharian.
(3) Kehilangan salah satu panca indra
(4) Mendapat cacat berat
(5) Menderita sakit lumpuh
(6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih
(7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Di dalam bagian pemberitaa biasanya disebutkan
keadaan umum korban sewaktu datang, luka-luka atau
cedera atau penyakit yang diketemukan pada pemeriksaan
fisik berikut uraian tentang letak, jenis dan sifat luka serta
ukurannya, pemeriksaan khusus /penunjang, tindakan medis
yang dilakukan, riwayat perjalanan penyakit selama
perawatan, dan keadaan akhir saat perawatan selesai. Gejala
yang dapat dibuktikan secara obyektif dapat dimasukkan,
sedangkan yang subyektif dan tidak dapat dibuktikan tidak
dimasukkan ke dalam visum et repertum.

11
b) Visum et Repertum korban kejahatan susila
Pada umumnya, korban kejahatan susila yang
dimintakan Visum et Repertum-nya kepada dokter adalah
kasus dugaan adanya persetubuhan yang diancam hukuman
oleh KUHP. Persetubuhan yang diancam pidana oleh
KUHP meliputi perzinahan, pemerkosaan, persetubuhan
pada wanita yang tidak berdaya, dan persetubuhan dengan
wanita yang belum cukup umur.
Untuk kepentingan peradilan, dokter berkewajiban
untuk membuktikan adanya persetubuhan atau perbuatan
cabul, adanya kekerasan, serta usia korban. Selain itu,
dokter juga diharapkan memeriksa adanya penyakit
hubungan seksual, kehamilan, dan kelainan psikiatri
atau kejiwaan sebagai akibat dari tindak pidana tersebut.
Dokter tidak dibebani pembuktian adanya pemerkosaan
karena istilah pemerkosaan adalah istilah hukum yang harus
dibuktikan di depan sidang pengadilan.
Bila ditemukan adanya tanda-tanda ejakulasi atau
adanya tanda-tanda perlawanan berupa darah pada kuku
korban, dokter berkewajiban mencari identitas tersangka
melalui pemeriksaan golongan darah serta DNA dari benda-
benda bukti tersebut.
Untuk memerikasa korban wanita tersebut, selain
adanya surat permintantaan visum et repertum, dokter
sebaiknya juga mempersiapkan si korban atau orang tuanya
bila ia belum cukup umur, agar dapat dilakukan
pemeriksaan serta saksi atau pendamping perawat wanita
dan pemeriksaan sebaiknya dilakukan dalam runga tertutup
yang terang.
Pembuktiaan adanya persetubuhan dilakukan dengan
pemeriksaan fisik terhadap kemungkinan adanya deflorasi
hymen, laserasi vulva atau vagina, serta adanya cairan mani

12
dan sel sperma dalam vagina terutama dalan forniks
posterior.
Pembuktian adanya sel sperma dapat dilakukan dengan
pemeriksaan mikroskopik sediaan usap vagina, baik
langsung maupun dengan pewarnaan khusus. Selain
sperma, adanya ejakulat juga dapat dibuktikan dengan
pemeriksaan khusus untuk cairan mani. Adanya penyakit
hubungan seksual atau kehamilan memperkuat adanya
persetubuhan,meskipun tidak diketahui saat terjadinya.
Bukti adanya persetubuhan tersebut baru mempunyai nilai
bila sesuai waktu kejadiannya dengan persetubuhan yang
diperkakan. Misalnya, adanya deflorasi hymen lama (tepi
robekan berupa jaringan parut) atau ditemukannya sel – sel
sperma yang hampir lisis, bukanlah merupakan bukti
persetubuhan yang diperkakan yang terjadi satu hari
sebelum pemeriksaan. Jejak kekerasan harus dicari tidak
hanya di daerah perineum, melainkan juga daerah – daerah
lain yang lazim, seperti wajah, leher, payudara, perut dan
paha. Pengambilan sempel darah untuk pemeriksaan
toksikologi dilakukan bila ada kecuriagaan kearah tersebut,
baik yang didapat dari anamnesa maupun dari pemeriksaan
fisik.
Usia korban biasanya dapat diketahui bila identitasnya
dan asal usulnya jelas. Bila usianya tidak jelas, maka harus
dicari tanda – tanda medic guna memperkirakannya. Telah
adanya haid menunjukkan usia 12 tahun atau lebih,
sedangkan adanya tanda seks sekunder yang berkembang
menunjukkan usia 15 tahun atau lebih. Dalam kesimpulan
diharapkan tercantum perkiraan tentang usia korban, ada
atau tidaknya tanda persetubuhan dan bila mungkin,
menyebutkan kapan perkiraan terjadinya, dan ada atau
tidaknya tanda kekerasan

13
2) Visum et Repertum orang mati (jenazah)
Visum et Repertum jenazah dibuat terhadap korban yang
meninggal. Tujuan pembuatan Visum et Repertum ini adalah
untuk menentukan sebab, cara, dan mekanisme kematian.
Jenazah yang akan dimintakan Visum et Repertum-nya harus
diberi label yang memuat identitas mayat, di-lak dengan
diberi cap jabatan, yang dikaitkan pada ibu jari kaki atau bagian
tubuh lainnya. Pada surat permintaan Visum et Repertum harus
jelas tertulis jenis pemeriksaan yang diminta, apakah hanya
pemeriksaan luar jenazah atau pemeriksaan bedah jenazah
(autopsi) (Pasal 133 KUHAP).
Jenazah hanya boleh dibawa keluar institusi kesehatan dan
diberi surat keterangan kematian bila seluruh pemeriksaan yang
diminta oleh penyidik telah dilakukan. Apabila jenazah dibawa
pulang paksa, maka baginya tidak ada surat keterangan
kematian.
Pemeriksaan forensik terhadap jenazah meliputi :

a) Visum et Repertum dengan pemeriksaan luar


Pemeriksaan luar jenazah adalah pemeriksaan
berupa tindakan tanpa merusak keutuhan jaringan
jenazah. Pemeriksaan ini dilakukan dengan teliti dan
sistematik, serta kemudian dicatat secara rinci, mulai dari
bungkus atau tutup jenazah, pakaian, benda-benda di sekitar
jenazah, perhiasan, ciri-ciri umum identitas, tanda-tanda
tanatologi, gigi geligi, dan luka atau cedera atau kelainan
yang ditemukan di seluruh bagian luar.
Apabila penyidik hanya meminta pemeriksaan luar
saja, maka kesimpulan Visum et Repertum menyebutkan
jenis luka atau kelainan yang ditemukan dan jenis kekerasan
penyebabnya, sedangkan sebab matinya tidak dapat
ditentukan karena tidak dilakukan pemeriksaan bedah

14
jenazah. Bila dapat diperkirakan, lama mati sebelum
pemeriksaan (perkiraan waktu kematian) dapat
dicantumkan dalam bagian kesimpulan.
b) Visum et Repertum dengan pemeriksaan luar dan dalam
Bila juga disertakan pemeriksaan autopsi, maka
penyidik wajib memberi tahu kepada keluarga korban dan
menerangkan maksud dan tujuan pemeriksaan. Autopsi
dilakukan jika keluarga korban tidak keberatan, atau bila
dalam dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga
korban (Pasal 134 KUHAP). Jenazah yang diperiksa dapat
juga berupa jenazah yang didapat dari penggalian
kuburan (Pasal 135 KUHAP).
Pemeriksaan autopsi dilakukan menyeluruh dengan
membuka rongga tengkorak, leher, dada, perut, dan
panggul. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan penunjang
yang diperlukan seperti pemeriksaan histopatologi,
toksikologi, serologi, dan lain sebagainya. Dari
pemeriksaan dapat disimpulkan sebab kematian korban,
jenis luka atau kelainan, jenis kekerasan penyebabnya, dan
perkiraan waktu kematian.

F. Struktur dan Isi Visum et Repertum


Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai
berikut:
1. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa
2. Bernomor dan bertanggal
3. Mencantumkan kata ”Pro Justitia” di bagian atas kiri (kiri atau tengah)
4. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
5. Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan
temuan pemeriksaan
6. Tidak menggunakan istilah asing
7. Ditandatangani dan diberi nama jelas

15
8. Berstempel instansi pemeriksa tersebut
9. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
10. Hanya diberikan kepada penyidik peminta Visum et Repertum. Apabila
ada lebih dari satu instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan
penyidik POM, dan keduanya berwenang untuk itu, maka kedua instansi
tersebut dapat diberi Visum et Repertum masing-masing asli
11. Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya,
dan disimpan sebaiknya hingga 20 tahun.

Isi Visum et Repertum terdiri dari 5 kerangka dasar yang terdiri dari:
1. Pro Justitia
Penulisan kata Pro Justitia pada bagian atas dari visum lebih
diartikan agar pembuat maupun pemakai visum dari semula menyadari
bahwa laporan itu adalah demi keadilan (Pro Justitia). Hal ini sering
terabaikan oleh pembuat maupun pemakai tentang arti sebenarnya kata
Pro yustitia ini. Bila dokter sejak semula memahami bahwa laporan yang
dibuatnya tersebut adalah sebagai partisipasinya secara tidak langsung
dalam menegakkan hukum dan keadilan, maka saat mulai memeriksa
korban ia telah menyadari bantuan yang diberikan akan dipakai sebagai
salah satu alat bukti yang sah dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Oleh karena biarpun Pro Justitia hanya kata-kata biasa, tetapi kalau
dokter menyadari arti dan makna yang terkandung di dalamnya maka
kata-kata atau tulisan ini menjadi sangat penting artinya.

Kata ini diletakkan di bagian sudut kiri atas untuk menjelaskan


bahwa visum et repertum dibuat untuk tujuan peradilan. Visum et
Repertum tidak perlu bermaterai untuk dapat dijadikan sebagai alat
bukti di depan sidang pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum,
sesuai dengan pasal 136 KUHAP.

16
CONTOH :
Surabaya, 24 Agustus 2020

PRO JUSTITIA

VISUM ET REPERTUM
No. / TUM/VER/VIII/2008

2. Pendahuluan
Bagian pendahuluan berisi tentang :
a. Identitas pemohon Visum et Repertum.
b. Identitas korban atau identitas objek yang diperiksa : nama, jenis
kelamin, umur, bangsa, alamat, pekerjaan (Data diri korban diisi
sesuai dengan yang tercantum dalam permintaan visum).
c. Identitas dokter yang memeriksa / membuat Visum et Repertum.
d. Alasan dimintakannya Visum et Repertum.
e. Tanggal dan pukul diterimanya permohonan Visum et Repertum.
f. Tanggal dan jam dilakukannya pemeriksaan.
g. Tempat dilakukannya pemeriksaan (misalnya rumah sakit “X”).
h. Keterangan mengenai orang yang menyerahkan / mengantar korban
ke rumah sakit dan waktu saat korban diterima dirumah sakit.
i. Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana
korban dirawat, waktu korban meninggal.

17
CONTOH :

Yang bertandatangan di bawah ini, Diana Larasaty, dokter spesialis


forensik pada RS “X”, atas permintaan dari kepolisian
sektor.........dengan suratnya nomor..................... tertanggal..........
maka dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal.......... pukul...........
bertempat di RS “X”, telah melakukan pemeriksaan korban dengan
nomor registrasi..................yang menurut surat tersebut adalah :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Warga negara :

Pekerjaan :

Agama :

Alamat :

3. Pemberitaan atau hasil Pemeriksaan


Bagian terpenting dari visum sebetulnya terletak pada bagian ini,
karena apa yang dilihat dan ditemukan dokter sebagai terjemahan dari
Visum et Repertum itu terdapat pada bagian ini. Pada bagian ini dokter
melaporkan hasil pemeriksaannya secara objektif sesuai dengan apa yang
diamati terutama dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang
diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari atas ke bawah
sehingga tidak ada yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu
mulai dari Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, (umur, jenis
kelamin,TB/BB), serta keadaan umum, Hasil pemeriksaan berupa
kelainan yang ditemukan pada korban letak anatomisnya, koordinatnya
(absis adalah jarak antara luka dengan garis tengah badan, ordinat adalah
jarak antara luka dengan titik anatomis permanen yang terdekat), jenis
luka atau cedera, karakteristiknya serta ukurannya. Rincian ini terutama

18
penting pada pemeriksaan korban mati yang pada saat persidangan tidak
dapat dihadirkan kembali.
Pada pemeriksaan korban hidup, bagian ini terdiri dari :
a. Hasil pemeriksaan yang memuat seluruh hasil pemeriksaan, baik
pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang lainnya. Uraian hasil pemeriksaan korban
hidup berbeda dengan pada korban mati, yaitu hanya uraian tentang
keadaan umum dan perlukaan serta hal-hal lain yang berkaitan
dengan tindak pidananya (status lokalis).
b. Tindakan dan perawatan berikut indikasinya, atau pada keadaan
sebaliknya, alasan tidak dilakukannya suatu tindakan yang
seharusnya dilakukan. Uraian meliputi juga semua temuan pada saat
dilakukannya tindakan dan perawatan tersebut. Hal ini perlu
diuraikan untuk menghindari kesalahpahaman tentang tepat tidaknya
penanganan dokter dan tepat tidaknya kesimpulan yang diambil.
c. Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan cacat badan
merupakan hal penting guna pembuatan kesimpulan sehingga harus
diuraikan dengan jelas.

Pada bagian pemberitaan memuat 6 unsur yaitu anamnesis, tanda vital,


lokasi luka pada tubuh, karakteristik luka, ukuran luka, dan tindakan
pengobatan atau perawatan yang diberikan.

Syarat-syarat penulisan hasil pemeriksaan :

a. Memakai bahasa Indonesia yg mudah dimengerti orang awam.


b. Angka harus ditulis dengan hurup, (4 cm ditulis empat sentimeter).
c. Tidak dibenarkan menulis diagnose luka,(luka bacok, luka tembak
dll).
d. Luka harus dilukiskan dengan kata-kata
e. Memuat hasil pemeriksaan yang objektif (sesuai apa yang dilihat dan
ditemukan).

19
CONTOH :

HASIL PEMERIKSAAN :

1. Korban datang dalam keadaan sadar dengan keadaan umum sakit


sedang. Korban mengeluh sakit kepala dan sempat pingsan setelah
kejadian pemukulan pada kepala ------------
2. Pada korban ditemukan ---------------------------------------------------
a. Pada belakang kepala kiri, dua sentimeter dan garis
pertengahan belakang, empat senti meter diatas batas dasar
tulang, dinding luka kotor, sudut luka tumpul, berukuran tiga
senti meter kali satu senti meter, disekitarnya dikelilingi
benjolan berukuran empat sentimeter kali empat senti meter
-------------------------------------
b. Pada dagu, tepat pada garis pertengahan depan terdapat luka
terbuka tepi tidak rata, dasar jaringan bawah kulit,dinding
kotor, sudut tumpul, berukuran dua senti meter kali setengah
sentimeter dasar otot.-------------------------------------------------
c. Lengan atas kiri terdapat gangguan fungsi, teraba patah pada
pertengahan serta nyeri pada penekanan. -------------------------
d. Korban dirujuk ke dokter syaraf dan pada pemeriksaan
didapatkan adanya cedera kepala ringan. -------------------------
3. Pemeriksaan foto Rontgen kepala posisi depan dan samping tidak
menunjukkan adanya patah tulang. Pemeriksaan foto rontgen
lengan atas kiri menunjukkan adanya patah tulang lengan atas
pada pertengahan. ---------------------------------------------------
4. Terhadap korban dilakukan penjahitan dan perawatan luka, dan
pengobatan. -----------
5. Korban dipulangkan dengan anjuran control seminggu sekali lagi
------------------------

20
4. Kesimpulan
Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah dari fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat Visum et
Repertum, dikaitkan dengan maksud dan tujuan dimintakannya Visum et
Repertum tersebut.
Untuk pemakai visum, ini adalah bagian yang terpenting, Bagian ini
berupa pendapat dari dokter yang melakukan pemeriksaan dan
pengamatan dengan kelima panca indera (pengelihatan, pendengaran,
perasa, penciuman dan perabaan). Hasil pemeriksaan sesuai dgn
pengetahuan yang sebaik-baiknya, karena diharapkan dokter dapat
menyimpulkan kelainan yang terjadi pada korban menurut keahliannya.
Pada korban luka perlu penjelasan tentang jenis kekerasan, hubungan
sebab-akibat dari kelainan, tentang derajat kualifikasi luka, berapa lama
korban dirawat dan bagaimana harapan kesembuhan.
Pada korban perkosaan atau pelanggaran kesusilaan perlu penjelasan
tentang tanda-tanda persetubuhan, tanda-tanda kekerasan, kesadaran
korban serta bila perlu umur korban.

CONTOH :

KESIMPULAN :
----------------------------------------------------------------------------

Pada pemeriksaan korban laki-laki berusia tiga puluh empat tahun ini
ditemukan cedera kepala ringan, luka terbuka pada belakang kepala kiri
dan dagu serta patah tulang tertutup pada lengan atas kiri akibat
kekerasan tumpul. Cedera tersebut telah mengakibatkan penyakit /
halangan dalam menjalankan pekerjaan / pencarian untuk sementara
waktu.

21
5. Penutup
Bagian ini mengingatkan pembuat dan pemakai Visum et Repertum
bahwa laporan tersebut dibuat dengan sejujur-jujurnya dan mengingat
sumpah atau janji lebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan. Selain
itu di bagian ini harus disertai tanda tangan, nama lengkap dan NIP
dokter pembuat Visum et Repertum.

CONTOH :

Demikianlah visum et repetum ini dibuat dengan sebenarnya dengan


menggunakan keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai
dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Dokter pemeriksa

Selain dari 5 bagian diatas, Visum et Repertum dapat juga disertakan


lampiran foto. Lampiran foto terutama perlu untuk memudahkan pemakai
visum memahami laporan yang disampaikan dalam visum. Pada luka yang
sulit disampaikan dengan kata-kata, dengan lampiran foto akan memudahkan
pemakai visum memahami apa yang ingin disampaikan dokter.

G. Tahapan-tahapan dalam pembuatan Visum et Repertum pada korban


hidup
1. Penerimaan korban yang dikirim oleh Penyidik. Yang berperan dalam
kegiatan ini adalah dokter, mulai dokter umum sampai dokter spesialis
yang pengaturannya mengacu pada S.O.P. Rumah Sakit tersebut. Yang
diutamakan pada kegiatan ini adalah penanganan kesehatannya dulu, bila
kondisi telah memungkinkan barulah ditangani aspek medikolegalnya.
Tidak tertutup kemungkinan bahwa terhadap korban dalam penanganan
medis melibatkan berbagai disiplin spesialis.
2. Penerimaan surat permintaan keterangan ahli / Visum et Repertum.
Adanya surat permintaan keterangan ahli / Visum et Repertum merupakan
hal yang penting untuk dibuatnya Visum et Repertum tersebut. Dokter

22
sebagai penanggung jawab pemeriksaan medikolegal harus meneliti
adanya surat permintaan tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini
merupakan aspek yuridis yang sering menimbulkan masalah, yaitu pada
saat korban akan diperiksa surat permintaan dari penyidik belum ada atau
korban datang sendiri dengan membawa surat permintaan keterangan ahli
/ Visum et Repertum. Untuk mengantisipasi masalah tersebut maka perlu
dibuat kriteria tentang pasien / korban yang pada waktu masuk Rumah
Sakit / UGD tidak membawa SPV. Sebagai berikut :
a. Setiap pasien dengan trauma
b. Setiap pasien dengan keracunan/diduga keracunan
c. Pasien tidak sadar dengan riwayat trauma yang tidak jelas
d. Pasien dengan kejahatan kesusilaan/perkosaan
e. Pasien tanpa luka/cedera dengan membawa surat permintaan visum

“Kelompok pasien tersebut di atas untuk dilakukan kekhususan dalam hal


pencatatan temuan-temuan medis dalam rekam medis khusus, diberi
tanda pada map rekam medisnya (tanda “VER”), warna sampul rekam
medis serta penyimpanan rekam medis yang tidak digabung dengan
rekam medis pasien umum.”

3. Pemeriksaan korban secara medis


Tahap ini dikerjakan oleh dokter dengan menggunakan ilmu forensik
yang telah dipelajarinya. Namun tidak tertutup kemungkinan dihadapi
kesulitan yang mengakibatkan beberapa data terlewat dari pemeriksaan.
Ada kemungkinan didapati benda bukti dari tubuh korban misalnya anak
peluru, dan sebagainya. Benda bukti berupa pakaian atau lainnya hanya
diserahkan pada pihak penyidik. Dalam hal pihak penyidik belum
mengambilnya maka pihak petugas sarana kesehatan harus me-
nyimpannya sebaik mungkin agar tidak banyak terjadi perubahan.
Status benda bukti itu adalah milik negara, dan secara yuridis tidak boleh
diserahkan pada pihak keluarga/ahli warisnya tanpa melalui penyidik.

4. Pengetikan surat keterangan ahli / Visum et Repertum

23
Pengetikan berkas keterangan ahli / Visum et Repertum oleh petugas
administrasi memerlukan perhatian dalam bentuk / formatnya karena
ditujukan untuk kepentingan peradilan. Misalnya penutupan setiap akhir
alinea dengan garis, untuk mencegah penambahan kata-kata tertentu oleh
pihak yang tidak bertanggung jawab.

Contoh :

“Pada pipi kanan ditemukan luka terbuka, tapi tidak rata sepanjang lima
senti meter“

5. Penandatanganan surat keterangan ahli / Visum et Repertum


Undang-undang menentukan bahwa yang berhak menandatanganinya
adalah dokter. Setiap lembar berkas keterangan ahli harus diberi paraf
oleh dokter. Sering terjadi bahwa surat permintaan visum dari pihak
penyidik datang terlambat, sedangkan dokter yang menangani telah tidak
bertugas di sarana kesehatan itu lagi. Dalam hal ini sering timbul
keraguan tentang siapa yang harus menandatangani Visum et Repertum
korban hidup tersebut. Hal yang sama juga terjadi bila korban ditangani
beberapa dokter sekaligus sesuai dengan kondisi penyakitnya yang
kompleks.
Dalam hal korban ditangani oleh hanya satu orang dokter, maka yang
menandatangani visum yang telah selesai adalah dokter yang menangani
tersebut (dokter pemeriksa). Dalam hal korban ditangani oleh beberapa
orang dokter, maka idealnya yang menandatangani visumnya adalah
setiap dokter yang terlibat langsung dalam penanganan atas korban.
Dokter pemeriksa yang dimaksud adalah dokter pemeriksa yang
melakukan pemeriksaan atas korban yang masih berkaitan dengan
luka/cedera/racun/tindak pidana.
Dalam hal dokter pemeriksa sering tidak lagi ada di tempat (di luar kota)
atau sudah tidak bekerja pada Rumah Sakit tersebut, maka Visum et
Repertum ditandatangani oleh dokter penanggung jawab pelayanan
forensik klinik yang ditunjuk oleh Rumah Sakit tersebut.
6. Penyerahan benda bukti yang telah selesai diperiksa.

24
Benda bukti yang telah selesai diperiksa hanya boleh diserahkan pada
penyidik saja dengan menggunakan berita acara.
7. Penyerahan surat keterangan ahli / Visum et Repertum.
Surat keterangan ahli / Visum et Repertum juga hanya boleh diserahkan
pada pihak penyidik yang memintanya saja.

H. Tata cara permintaan Visum Et Repertum


Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan saat pihak berwenang
meminta dokter untuk membuat Visum et Repertum.
1. Surat permintaan Visum et Repertum kepada Dokter, Dokter ahli
Kedokteran Kehakiman atau Dokter dan atau ahlinya, tidak boleh secara
lisan harus diajukan secara tertulis dengan menggunakan formulir sesuai
dengan kasusnya dan ditanda tangani oleh penyidik yang berwenang.
Hal tersebut sesuai dengan pasal 133 KUHAP yang berbunyi:
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa
yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan
atau ahli lainnya.
Catatan :
Dokter ahli Kedokteran Kehakiman biasanya hanya ada di Ibu Kota
Propinsi yang terdapat Fakultas Kedokteran nya Ditempat-tempat dimana
tidak ada Dokter ahli Kedokteran Kehakiman maka biasanya surat
permintaan Visum et Repertum ini ditujukan kepada Dokter.
Dalam pelaksanaannya maka sebaiknya :
a. Prioritas Dokter Pemerintah, ditempat dinasnya (bukan tempat
praktek partikelir)
b. Ditempat yang ada fasilitas rumah sakit umum / Fakultas
Kedokteran, permintaan ditujukan kepada bagian yang sesuai yaitu :
 Untuk korban hidup :
1) Terluka dan kecelakaan lalu lintas : kebagian bedah
2) Kejahatan susila / perkosaan : ke bagian kebidanan

25
 Untuk korban mati : bagian Kedokteran Kehakiman
c. Korban, baik hidup ataupun mati harus diantar sendiri oleh petugas
Polri, disertai surat permintaannya
d. Ditempat yang tidak memiliki fasilitas tersebut, permintaan
ditujukan kepada Dokter pemerintah di Puskesmas atau Dokter
ABRI/ khususnya Dokter POLRI. Bila hal ini tidak memungkinkan,
baru dimintakan ke Dokter swasta.
2. Surat permohonan visum harus diserahkan langsung kepada dokter dari
penyidik, tidak boleh dititip melalui korban atau keluarga korban. Juga
tidak diperbolehkan melalui jasa pos.
3. Adapun Pejabat yang Berhak mengajukan Permintaan Visum Et
Repertum :
a. Syarat kepangkatan Penyidik seperti ditentukan oleh Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 tahun 1983, tentang
pelaksanaan KUHAP pasal 2 yang berbunyi : Penyidik adalah
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-
kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi.
b. Dalam hal di suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka Komandan
Sektor Kepolisian yang berpangkat Bintara di bawah Pembantu
Letnan Dua Polisi, karena jabatannya adalah penyidik
c. Penyidik Pembantu adalah : Pejabat kepolisian Negara Republik
Indonesia tertentu sekurang–kurangnya berpangkat Sersan Dua
Polisi.
d. Dalam perkara perdata, hakim perdata dapat minta sendiri.
e. Dalam perkara agama, hakim agama dapat minta sendiri (Undang-
Undang No.1 Th 1970 pasal 10).
f. Dalam hal orang yang luka atau mayat itu seorang anggota ABRI
maka untuk meminta Visum Et Repertum hendaknya menghubungi
polisi militer setempat dari kesatuan si korban (instruksi Kapolri
No.Pol:Ins/P/20/IX/74).

26
4. Barang bukti yang dimintakan Visum et Repertum dapat merupakan :
a. Korban Mati.
Jika korban sudah meninggal dunia, sesuai dengan KUHP pasal 133
maka permintaan dilakukan secara tertulis dan disebutkan secara
jelas apakah untuk pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah
mayat, serta pada saat mayat dikirim kerumah sakit harus diberi label
mayat yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan
yang diletakkan pada ibu jari atau bagian lain badan mayat. Dalam
hal korban mati jenis Visum et Repertum yang diminta merupakan
Visum et Repertum Jenazah. Untuk keperluan ini penyidik harus
memperlakukan mayat dengan penuh penghormatan.
Mayat selanjutnya dikirim ke Rumah Sakit (Kamar Jenazah)
bersama surat permintaan Visum et Repertum yang dibawa oleh
petugas Penyidik yang melakukan pemeriksaan TKP. Petugas
penyidik selanjutnya memberi informasi yang diperlukan
Dokter dan mengikuti pemeriksaan badan mayat untuk memperoleh
barang-barang bukti lain yang ada pada korban serta keterangan
segera tentang sebab dan cara kematiannya.
Syarat untuk membuat Visum et Repertum jenazah, yaitu:
1) Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2) Harus sedini mungkin.
3) Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.
4) Ada keterangan terjadinya kejahatan.
5) Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
6) Ada identitas pemintanya.
7) Mencantumkan tanggal permintaan.
8) Korban diantar oleh polisi.
b. Korban Hidup.
Dalam hal korban luka, keracunan, luka akibat kejahatan kesusilaan
menjadi sakit, memerlukan perawatan/berobat jalan, penyidik perlu
memintakan Visum et Repertum sementara tentang keadaan korban.

27
Penilaian keadaan korban ini dapat digunakan untuk
mempertimbangkan perlu atau tidaknya tersangka ditahan. Bila
korban memerlukan / meminta pindah perawatan ke Rumah Sakit
lain, permintaan Visum et Repertum lanjutan perlu dimintakan lagi.
Dalam perawatan ini dapat terjadi dua kemungkinan, korban menjadi
sembuh atau meninggal dunia.
Bila korban sembuh Visum et Repertum definitif perlu diminta lagi
karena Visum et Repertum ini akan memberikan kesimpulan tentang
hasil akhir keadaan korban. Khusus bagi korban kecelakaan lalu
lintas, Visum et Repertum ini akan berguna bagi santunan
kecelakaan.
Kemungkinan yang lain adalah korban meninggal dunia, untuk itu
permintaan Visum et Repertum Jenazah diperlukan guna mengetahui
secara pasti apakah luka paksa yang terjadi pada korban merupakan
penyebab kematian langsung atau adakah penyebab kematian
lainnya.
Syarat Visum et Repertum korban hidup yaitu :
1) Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2) Bukan kejadian yang sudah lewat, tidak dibenarkan meminta
visum pada perkara yang telah lewat.
3) Ada alasan mengapa korban dibawa ke dokter.
4) Ada identitas korban.
5) Ada identitas peminta.
6) Mencantumkan tanggal permintaannya.
7) Korban diantar oleh polisi atau jaksa.
5. Dalam surat permintaan Visum et Repertum, kelengkapan data – data
jalannya peristiwa dan data lain yang tercantum dalam formulir, agar
diisi selengkapnya, karena data-data itu dapat membantu Dokter
mengarahkan pemeriksaan mayat yang sedang diperiksa.
Contoh :

28
a. Pada kecelakaan lalu lintas perlu dicantumkan apakah korban
pejalan kaki/pengemudi/penumpang dan jenis kendaraan yang
menabrak.
Gambaran luka-luka dan tempat luka pada tubuh dapat
menggambarkan bagaimana posisi korban pada waktu terjadi
kecelakaan.
b. Dalam kasus pembunuhan jangan hanya diisi, korban diduga
meninggal karena pembunuhan atau penganiayaan saja. sebutkan
keterangan tentang jenis senjata yang diduga dipergunakan pelaku,
senjata tajam, senjata api, racun.
Sebaiknya jenis senjata yang diduga dipergunakan pelaku diikut
sertakan sebagai barang bukti, sehingga dapat diperiksa apakah
senjata / alat yang ditemukan sesuai dengan luka-luka yang terdapat
pada tubuh korban.
c. Pada kasus keracunan atau yang diduga mati karena keracunan,
cantumkan keterangan tentang tanda-tanda atau gejala-gejala
keracunan (dari saksi serta perkiraan racun yang dipergunakan.)
Bersama dengan korban perlu dikirim sisa-sisa makanan/racun yang
dicurigai sebagai penyebab
d. Pada kasus diduga bunuh diri data-data tentang alat ataupun racun
yang dipergunakan korban agar diisi slengkapnya. Apabila korban
dirawat, sertakan salinan rekaman medis pada waktu perawatan
6. Sebaiknya petugas yang meminta Visum / petugas penyidik hadir
ditempat otopsi dilakukan untuk dapat memberikan informasi kepada
Dokter yang membedah mayat tentang situasi TKP, barang-barang bukti
relevan yang ditemukan, keadaan korban di TKP hal-hal lain yang
diperlukan, agar memudahkan Dokter mencari sebab dan cara kematian
korban.
7. Sebaiknya petugas penyidik dapat segera memperoleh informasi yang
perlu tentang korban seperti :
a. Berapa lama korban hidup setelah terjadi serangan yang fatal.
b. Sejauh mana korban masih dapat berlari / jalan.

29
c. Apakah korban dipindah
d. Senjata/alat jenis apa yang melukai korban
e. Apakah jenis alat/ senjata yang ditemukan di TKP sesuai dengan
bentuk luka yang ada pada tubuh korban
f. Bagaimana caranya alat /senjata tersebut mengenai tubuh korban
g. Apakah ada tanda-tanda perlawanan
h. Apakah luka-luka yang ada pada tubuh korban terjadi sebelum atau
sesudah kematian
i. Kapan kira-kira korban meninggal
j. Apakah korban minum obat-obatan atau minuman keras sebelum
meninggal(3)
8. Syarat pembuat Visum et Repertum :
Harus seorang dokter
a. Di wilayah sendiri
b. Memiliki SIP
c. Kesehatan baik
9. Yang berhak menandatangani dan menerima surat hasil visum :
a. Penandatanganan surat keterangan ahli/ Visum et Repertum
UU menentukan bahwa yang berhak menandatangani surat hasil
visum adalah dokter. Setiap berkas keterangan ahli harus diberi paraf
oleh dokter. Jika korban ditangani oleh beberapa dokter, maka
idealnya yang menandatangani visumnya adalah setiap dokter yang
terlibat langsung dalam penanganan atas korban. Dalam hal dokter
pemeriksa tidak lagi ada di tempat (luar kota) atau sudah tidak
bekerja pada Rumah Sakit tersebut, maka Visum et Repertum
ditandatangani oleh dokter penanggung jawab pelayangan forensik
klinik yang ditunjuk oleh Rumah sakit atau oleh Direktur Rumah
Sakit tersebut.
b. Penyerahan surat keterangan ahli / Visum et Repertum
Surat keterangan ahli / Visum et Repertum juga hanya boleh
diserahkan pada pihak penyidik yang meminta saja. Dapat terjadi

30
dua instanti penyidik sekaligus yang meminta surat Visum et
Repertum.

Pada kenyataanya dilapangan sering terjadi ketidak pahaman dari pihak


penegak hukum tentang tata cara permohonan visum kepada dokter, sehingga
dapat menyebabkan kerugian pada pihak korban. Maka dari itu diterbitkan
instruksi polisi No.Pol.INS/E/20/IX/75 tentang tata cara penarikan/
pencabutan Visum et Repertum.
Pada dasarnya penarikan / pencabutan Visum et Repertum tidak dapat
dibenarkan. Bila terpaksa Visum et Repertum yang sudah diminta harus
diadakan pencabutan/penarikan kembali, maka hal tersebut hanya diberikan
oleh komandan kesatuan paling rendah tingkat Komres dan untuk kota hanya
oleh DANTES.

I. Tata Cara Pencabutan Visum Et Repertum


1. Pencabutan permintaan Visum et Repertum pada prinsipnya tidak
dibenarkan, namun kadang kala dijumpai hambatan dari keluarga korban
yang keberatan untuk dilaksanakan bedah mayat dengan alasan larangan
Agama, adat dan lain-lain.
2. Bila timbul keberatan dari pihak keluarga, sesuai dengan ketentuan
KUHAP Pasal 134 ayat 2, maka penyidik wajib menerangkan sejelas-
jelasnya tentang maksud dan tujuan bedah jenazah tersebut.
Disamping itu perlu pula dijelaskan bahwa bedah mayat Forensik :
a. Menurut Agama Islam hukumnya Mubah Fatwa Majelis Kesehatan
dan Syurat Nomor 4 / 1955.
b. Bila keluarga tetap menghalangi bedah mayat penyidik dapat
memberi penjelasan tentang ketentuan KUHP Pasal 2 yang tertulis :
Barang siapa dengan sengaja mencegah menghalangi atau
menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda
paling banyak tiga ratus rupiah.

31
c. Bilamana permintaan Visum et Repertum terpaksa harus dibatalkan,
maka pelaksanaan pencabutan harus diajukan tertulis secara resmi
dengan menggunakan formulir pencabutan dan ditanda tangani oleh
Pejabat, petugas yang berwenang dimana pangkatnya satu tingkat
diatas peminta, serta terlebih dahulu membahasnya secara
mendalam.
d. Dengan pencabutan permintaan Visum et Repertum maka penyidik
harus menyadari sepenuhnya bahwa tidak ada sesuatu yang jelas
dapat diharapkan lagi sebagai keterangan dari barang bukti berupa
manusia sebagai corpus delicti yang berkaian erat dengan masalah
penyidikan yang sedang ditangani.

J. Aspek Medikolegal Visum et Repertum


Visum et Repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana
tertulis dalam pasal 184 KUHP. Visum et Repertum turut berperan dalam
proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa
manusia. Visum et Repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil
pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang
karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti. Visum et repertum
juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan
medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan. Dengan demikian
Visum et Repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan
ilmu hukum sehingga dengan membaca Visum et Repertum, dapat diketahui
dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum
dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang
menyangkut tubuh dan jiwa manusia.
Prosedur permintaan Visum et Repertum korban hidup tidak diatur
secara rinci di dalam KUHAP. Tidak ada ketentuan yang mengatur tentang
pemeriksaan apa saja yang harus dan boleh dilakukan oleh dokter. Hal ini
berarti bahwa pemilihan jenis pemeriksaan yang dilakukan diserahkan
sepenuhnya kepada dokter dengan mengandalkan tanggung jawab profesi
kedokteran. KUHAP juga tidak memuat ketentuan tentang bagaimana

32
menjamin keabsahan korban sebagai barang bukti. Hal-hal yang merupakan
barang bukti pada tubuh korban hidup adalah perlukaannya beserta akibatnya
dan segala sesuatu yang berkaitan dengan perkara pidananya. Sedangkan
orangnya sebagai manusia tetap diakui sebagai subyek hukum dengan segala
hak dan kewajibannya. Dengan demikian, Karena barang bukti tersebut tidak
dapat dipisahkan dari orangnya maka tidak dapat disegel maupun disita. Yang
dapat dilakukan adalah menyalin barang bukti tersebut ke dalam bentuk
Visum et Repertum.
Korban harus diantar oleh petugas kepolisian karena petugas pengantar
tersebut sebenarnya dimaksudkan untuk memastikan kesesuaian antara
identitas orang yang akan diperiksa dengan identitas korban yang dimintakan
Visum et Repertum nya seperti yang tertulis di dalam surat permintaan Visum
et Repertum. Situasi tersebut membawa dokter turut bertanggung jawab atas
pemastian kesesuaian antara identitas yang tertera di dalam surat permintaan
Visum et Repertum dengan identitas korban yang diperiksa.
Adanya keharusan membuat Visum et Repertum pada korban hidup
tidak berarti bahwa korban tersebut, dalam hal ini adalah pasien, untuk tidak
dapat menolak sesuatu pemeriksaan. Korban hidup adalah juga pasien
sehingga mempunyai hak sebagai pasien. Apabila pemeriksaan ini
sebenarnya perlu menurut dokter pemeriksa sedangkan pasien menolaknya,
maka hendaknya dokter meminta pernyataan tertulis singkat penolakan
tersebut dari pasien disertai alasannya atau bila hal itu tidak mungkin
dilakukan, agar mencatatnya di dalam catatan medis.
Hal penting yang harus diingat adalah bahwa surat permintaan Visum et
Repertum harus mengacu kepada perlukaan akibat tindak pidana tertentu yang
terjadi pada waktu dan tempat tertentu. Surat permintaan Visum et Repertum
pada korban hidup bukanlah surat yang meminta pemeriksaan, melainkan
surat yang meminta keterangan ahli tentang hasil pemeriksaan medis.

CONTOH :

Surabaya , 24 Agustus 2020

33
PRO JUSTITIA
VISUM ET REPERTUM
No. / TUM/VER/VIII/2008
Yang bertandatangan di bawah ini, Diana Larasaty, dokter spesialis forensik pada
RS “X”, atas permintaan dari kepolisian sektor.........dengan suratnya
nomor..................... tertanggal.......... maka dengan ini menerangkan bahwa pada
tanggal.......... pukul........... bertempat di RS “X”, telah melakukan pemeriksaan
korban dengan nomor registrasi..................yang menurut surat tersebut adalah :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Warga negara :
Pekerjaan :
Agama :
Alamat :
HASIL PEMERIKSAAN :
Korban datang dalam keadaan sadar dengan keadaan umum sakit sedang. Korban
mengeluh sakit kepala dan sempat pingsan setelah kejadian pemukulan pada
kepala ------------------------
Pada korban ditemukan
-----------------------------------------------------------------------------------
Pada belakang kepala kiri, dua sentimeter dan garis pertengahan belakang, empat
senti meter diatas batas dasar tulang, dinding luka kotor, sudut luka tumpul,
berukuran tiga senti meter kali satu senti meter, disekitarnya dikelilingi benjolan
berukuran empat sentimeter kali empat senti meter
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Pada dagu, tepat pada garis pertengahan depan terdapat luka terbuka tepi tidak
rata, dasar jaringan bawah kulit,dinding kotor, sudut tumpul, berukuran dua senti
meter kali setengah sentimeter dasar
otot.---------------------------------------------------------------------------------------

34
Lengan atas kiri terdapat gangguan fungsi, teraba patah pada pertengahan serta
nyeri pada penekanan.
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Korban dirujuk ke dokter syaraf dan pada pemeriksaan didapatkan adanya cedera
kepala ringan.
---------------------------------------------------------------------------------------------------
----
Pemeriksaan foto Rontgen kepala posisi depan dan samping tidak menunjukkan
adanya patah tulang. Pemeriksaan foto rontgen lengan atas kiri menunjukkan
adanya patah tulang lengan atas pada pertengahan.
------------------------------------------------------------------------------------
Terhadap korban dilakukan penjahitan dan perawatan luka, dan pengobatan.
--------------------
Korban dipulangkan dengan anjuran control seminggu sekali lagi
---------------------------------
KESIMPULAN :
-------------------------------------------------------------------------------------------
Pada pemeriksaan korban laki-laki berusia tiga puluh empat tahun ini ditemukan
cedera kepala ringan, luka terbuka pada belakang kepala kiri dan dagu serta patah
tulang tertutup pada lengan atas kiri akibat kekerasan tumpul. Cedera tersebut
telah mengakibatkan penyakit / halangan dalam menjalankan pekerjaan /
pencarian untuk sementara waktu.
Demikianlah visum et repetum ini dibuat dengan sebenarnya dengan
menggunakan keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Dokter pemeriksa

35
BAB III
PENUTUP

Pembuatan Visum et Repertum merupakan salah satu bagian dari bentuk


pelayanan medikolegal di rumah sakit, namun demikian terkait dengan kedokteran
forensik, pembuatan Visum et Repertum juga merupakan bagian dari pembuktian,
bahan penuntutan serta pertimbangan bagi seorang hakim untuk memutus perkara
dalam sebuah persidangan.
Untuk mempermudah bagi dokter dalam memberikan pelayanan Visum et
Repertum sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Maka dengan adanya buku
pedoman Visum et Repertum ini kami harapkan dapat menjadi panduan dalam
mekanisme pembuatan Visum et Repertum di Rumah Sakit Ibu dan Anak
Khalishah Palimanan.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Amir, Prof. Dr. Amri. 2005. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi
Kedua. Percetakan Ramadhan: Medan.
2. Idries, Dr. Abdul Mun’im. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi
Pertama. Binapura Aksara: Jakarta Barat.
3. Budiyanto A, Widiatmaka W, sudiono S, dkk. 1997. Ilmu Kedokteran
Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia: Jakarta.
4. Afandi. 2010. Visum et Repertum pada Korban Hidup. Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal: FK UNRI

37

You might also like