You are on page 1of 3

Adab Murid terhadap Guru

Adab merupakan segala bentuk sikap, perilaku atau tata cara hidup yang mencerminkan nilai sopan
santun, kehalusan, kebaikan, budi pekerti atau akhlak. Islam lebih meninggikan dan memuliakan orang-
orang yang memiliki adab ataupun akhlak daripada mereka yang berilmu.
Banyaknya ilmu yang dimiliki oleh seseorang akan menjadi sia-sia jika tidak memiliki adab
maupun akhlak yang baik. Ia akan kesulitan menemukan jalan yang semestinya, karena adab dan akhlak
lah yang menjadi pembatas serta memberikan arahan bagaimana menyikapi ilmu tersebut.
Jika seorang murid berperilaku buruk atau tidak menghormati gurunya maka akan menimbulkan
dampak yang buruk pula, seperti hilangnya berkah dari ilmu yang didapat, tidak dapat mengamalkan
ilmunya, atau tidak dapat menyebarkan ilmunya.
Adab murid ketika bertemu guru antara lain :
a. Mendahului mengucapkan salam dan mencium tangan
Dalam sebuah hadis yang berbunyi “kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Kalian
tidkak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan suatu amalan yang jika
kalian lakukan akan saling mencintai? Sebarkanlah salam diantara kalian” HR. Muslim. Dalam
hadis ini kita sebagai seorang muslim dianjurkan untuk memperbanyak menyebarkan salam kepada
sesama muslim. Di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah hendaknya murid memulai terlebih
dahulu sapaan dengan sapaan (yang agung) dan salam (kepada sang guru). Contoh : “Bu Salma..
Assalamualaikum..” kemudian mencium tangannya. Dengan mendahului salam kepada guru
menunjukkan kecintaan kita kepada guru, agar ilmu kita berkah maka kita harus bersikap tawadhu’
atau rendah hati kepada guru. Jadilah seorang pelajar yang senantiasa memelihara salam baik
dilingkungan sekolah maupun di luar sekolah.
b. Bermuka manis atau murah senyum
Ketika bertemu guru hendaknya murid bermuka manis atau tersenyum hal ini dilakukan agar guru
merasa senang saat bertemu murid.
c. Membungkukkan badan dan mengucapkan permisi
Sebagai bentuk sopan santun murid ketika melewati guru sebaiknya murid membungkukkan badan
dan mengucapkan permisi.
d. Tidak mendahului guru saat berjalan
Tidak mendahului guru saat berjalan kecuali jika kondisi mendesak atau terburu-buru maka murid
dapat mendahului dengan membungkuk dan mengucapkan permisi.
Adapun adab kepada guru ketika di ruang kelas antara lain :
a. Patuh kepada guru
Seorang murid hendaknya mematuhi perintah dan nasehat guru dengan ikhlas.
Apabila ia hendak menghilangkan penyakit bodoh dan akhlak buruk yang ada pada dirinya maka
hendaknya ia mengikuti arahan dari guru.
b. Fokus mendengarkan saat guru menjelaskan
Banyak berbicara bisa berarti merasa lebih tahu dari pada orang-orang di sekitarnya. Apabila hal
ini dilakukan di depan guru, maka bisa menimbulkan kesan seolah-seolah murid lebih tahu dari pada
gurunya. Dalam sebuah hadis “Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala
kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara”. (HR. Bukhori)
Ketika ada orang yang berbicara hendaklah kita mendengarkannya dan tidak memotong
pembicaraan. Seperti ketika guru sedang menjelaskan, maka hendaknya murid mendengarkan dengan
baik dan tidak berbicara sendiri dengan temannya karena akan mengganggu konsentrasi teman yang
sedang menyimak dan membuat suasana tidak kondusif. Simaklah dengan seksama agar materi yang
disampaikan muda dipahami.
c. Adab duduk
Seorang penuntut ilmu harus duduk rapi, tenang, tawadhu’, mata tertuju kepada guru, tidak
membetangkan kaki, tidak bersandar, tidak pula bersandar dengan tangannya, tidak duduk di tempat
yang lebih tinggi juga tidak membelakangi gurunya.
d. Adab berbicara
Murid dapat berbicara dengan baik dan sopan yaitu dengan perkataan yang lembut, tidak
membentak, dan jelas. Selain itu tidak membicarakan kekurangan atau bahkan mengejek guru hal
tersebut dapat menyakiti hati guru sehingga dapat menyebabkan terhalangnya ridho guru kepada
murid.
e. Berfikir positif
Tidak pernah mempunyai rasa su’udzon kepada guru. Selalu berfikir positif kepada guru, setiap
kekurangan guru bukan menjadi alasan untuk tidak hormat kepadanya.
f. Mendoakan guru
Sebagai bentuk kasih sayang dan rasa terimakasih kepada guru adalah dengan cara
mendoakannya. Mendoakan guru adalah sebab berkahnya ilmu. ‘’Wahai Allah ampunilah guru-guru
kamu dan orang yang telah mengajar kami. Sayangilah mereka, muliakanlah mereka dengan
keridhaan-Mu yang apgung, di tempat yang disenangi di sisi-Mu. Wahai maha penyayang di antara
penyayang”. (Risalah Al-Mustarsyidin)

Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir


Alkisah, nabi Musa bertemu dengan nabi Khidir di antara pertamuan dua laut. Lalu Khidir berkata, apa
yang engkau inginkan wahai Musa?” Musa berkata dengan penuh kelembutan dan kesopanan, “Apakah aku
dapat mengikutimu agar engkau dapat mengajariku sesuatu yang engkau telah memperoleh karunia dari-Nya.”
Khidir berkata, “Tidakkah cukup di tanganmu Taurat dan bukankah engkau telah mendapatkan wahyu.
Sungguh wahai Musa, jika engkau ingin mengikutiku, engkau tidak akan mampu bersabar bersamaku.” Musa
menjawab, “In sya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan
menentangmu dalam satu urusan pun.”
Pada waktu itu, agar dapat pergi dengan nabi Khidir, nabi Musa diberi syarat untuk tidak mengomentari
apapun. Setelah persyaratan disepakati, akhirnya Musa pergi bersama Khidir. Ketika Mereka berjalan di tepi
laut, ada sebuah perahu yang berlayar, lalu mereka berbicara dengan orang-orang yang ada di sana agar mau
mengangkut mereka.
Para pemilik perahu mengenal Khidir, lantas mereka pun membawanya beserta Musa tanpa meminta
upah sedikit pun. Namun, nabi Musa dibuat terkejut, karena nabi Khidir melubangi perahu itu. Ia mencabut
papan demi papan dari perahu, lalu ia melemparkannya ke laut sehingga papan-papan itu dibawa ombak ke
tempat yang jauh.
Musa berkata, “Apakah engkau melubanginya agar para penumpangnya tenggelam? Sungguh, engkau
telah melakukan sesuatu yang tercela,” Mendengar pertanyaan lugas Musa, Khidir menoleh kepadanya dan
menunjukkan bahwa usaha Musa untuk belajar tidak mungkin dilakukan. Nabi Musa meminta maaf kepada
Khidir karena ia lupa dan mengharap pembelajaran dilanjutkan.
Perjalanan lalu dilanjutkan dan mereka menemui sebuah kebun yang dijadikan tempat bermain oleh
anak-anak kecil. Ketika anak-anak kecil itu sudah letih bermain, salah seorang mereka tampak bersandar di
suatu pohon dan tertidur. Tiba-tiba, Musa dibuat terkejut ketika melihat Khidir membunuh anak kecil yang
sedang tidur itu. Musa kembali berkomentar, namun segera berhenti setelah Khidir mengingatkan bahwa ia
tidak akan mampu bersabar bersamanya.
Perjalanan mereka berakhir di suatu desa, di mana warganya sangat pelit karena tidak ada satu pun
warga yang mau memberikan tempat penginapan atau makanan. Namun, lagi-lagi Musa dibuat terkejut
melihat gurunya Khidir, karena pada malam hari ia memperbaiki sebuah rumah di desa itu. Padahal mereka
sama sekali tidak menerima kebaikan dari warga desa (Qashash al-Anbiya: 579).
Musa kemudian berkata, “Seandainya engkau mau, engkau bisa mendapat upah atas pembangunan
bangunan itu.” Mendengar perkataan ini, Khidir berkata kepadanya, “Ini adalah batas perpisahan antara dirimu
dan diriku.” Khidir mengingatkan Musa tentang pertanyaan yang seharusnya tidak dilontarkan dan ia
mengingatkan bahwa pertanyaan yang ketiga adalah akhir dari pertemuan.
Kisah nabi Musa dan nabi Khidir Al-Qur’an ini ditutup dengan penjelasan berbagai hikmah dari
tindakan-tindakan nabi Khidir. Beliau berkata, “Perahu itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja
di laut dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas
tiap-tiap bahtera.”
“Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin dan aku khawatir bahwa
dia akan mendorong orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Aku berdoa supaya Tuhan mereka
mengganti dengan anak yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam dari kasih sayangnya
(kepada ibu dan bapaknya).”
“Adapun penjelasan tentang rumah yang aku renovasi di suatu desa, karena rumah itu adalah
kepunyaan anak yatim yang di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedangkan ayahnya
seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki supaya ketika mereka dewasa barulah simpanan tersebut
dikeluarkan sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sungguh, aku melakukan ini semua atas petunjuk Allah swt.”
Dari kisah nabi Musa dan nabi Khidir di atas, ada beberapa hal yang dapat dipelajari, yaitu:
1. Seorang guru memiliki otoritas tertentu terkait pembelajaran dan murid sepantasnya tidak
berkomentar atas hal-hal yang dia tidak pahami.
2. Murid sebaiknya memiliki kepatuhan terhadap guru terkait dengan aturan-aturan yang ditetapkan
guru.
3. Adapun jika ada sesuatu yang ditanyakan atau dikritik, maka hendaknya disampaikan dengan baik.
Jangan sampai pertanyaan atau kritik jatuh ke arah ketidakhormatan dan ketidaksukaan.

“Seharusnya murid berpegangan kepada petunjuk gurunya, tunduk patuh atas segala perintah, larangan,
dan garis-garisnya, sehingga seperti mayit dihadapan orang yang memandikan, ia berhak dibolak-balik
sesuka hati” Syeikh Ibnu Hajar Al-Haitami.

Sumber :
1. Abu Hamid Muhammad al-Ghazali. 2022. Bidayatul Hidayah. Ma’had Ali PP. Alfalah Ploso : Lembaga Penelitian
dan Kajian Ilmiah Mazaya
2. Penting! Inilah 6 Adab Seorang Murid Terhadap Guru (muslim.or.id)
3. 10 Adab Murid terhadap Guru Menurut Imam al-Ghazali | NU Online
4. Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir dalam Al-Quran: Interaksi Murid-Guru (tafsiralquran.id)
5. Ceramah Tentang Adab Kepada Guru - Nasehat Quran
6. Doa yang Dibaca Murid untuk Gurunya | NU Online Jatim

You might also like