Professional Documents
Culture Documents
Analisis Determinan Belanja Daerah
Analisis Determinan Belanja Daerah
Analisis Determinan Belanja Daerah
1
ISSN: 1412-3126
Hadi Sasana
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang
Jalan Erlangga Tengah No. 17 Semarang 50241
(hadisasanasmg@yahoo.com)
ABSTRAK
Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal diharapkan dapat meningkatkan
pemerataan pembangunan daerah, sesuai dengan motivasi daerah untuk mengembangkan
wilayahnya berdasarkan potensi unggulan daerah. Namun, beberapa penelitian menunjukkan
bahwa meskipun desentralisasi telah diterapkan di Indonesia selama hampir satu dekade, daerah
masih sangat tergantung pada pemerintah pusat. Penelitian ini mengkaji pengaruh pendapatan
asli daerah, produk domestik regional bruto, dana perimbangan, dan jumlah penduduk, terhadap
belanja pemerintah daerah di kabupaten / kota di Provinsi Jawa Barat. Temuan penting dari
penelitian ini menunjukkan bahwa produk domestik regional bruto, transfer dana, dan pengaruh
populasi berpengaruh positif terhadap belanja pemerintah daerah di kabupaten / kota di Provinsi
Jawa Barat.
Kata Kunci: Pendapatan asli daerah, produk domestik regional bruto, dana perimbangan,
penduduk, dan belanja pemerintah daerah
ABSTRACT
Key Words: regionally original income, gross regional domestic product, transfer fund,
population, and local government spending
Vol. 18 No. 1, Maret 2011 Jurnal Bisnis dan Ekonomi 47
Tingginya tingkat ketergantungan belanja terutama dari aspek pemberian dana transfer
daerah terhadap pendanaan yang bersumber dana dan kemandirian daerah.
perimbangan, menunjukkan tingginya 2. Diharapkan dapat memberikan gambaran
ketergantungan keuangan daerah terhadap
bagaimana perilaku pemerintah daerah
pendanaan pemerintah pusat. Dari sisi terhadap kebijakan dana transfer pemerintah
pengeluaran dalam struktur keuangan daerah,
pusat kepada pemerintah daerah sehingga
perkembangan belanja daerah kabupaten/kota dapat dijadikan wacana dalam pengembangan
Provinsi Jawa Barat tahun 2004-2008 terlihat
ilmu pengetahuan.
dalam Tabel2 (dalam lampiran).
KAJIAN TEORITIS DAN
Berdasarkan data Tabel 2, dapat dilihat
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
bahwa nilai total belanja daerah di kabupaten/kota
di Provinsi Jawa Barat cenderungan meningkat Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal
dari tahun ke tahun. Rasio dana perimbangan Otonomi daerah menurut UU No.32 Tahun
terhadap belanja daerah kabupaten/kota 2004, diartikan sebagai hak wewenang dan
mengalami kecenderungan yang meningkat. kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
Sebaliknya rasio PAD terhadap total belanja mengurus sendiri urusan pemerintah dan
cenderung menurun. Tingginya ketergantungan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
keuangan daerah terhadap pusat, sekaligus peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah
menjadi tekanan dalam pengumpulan PAD di membawa dua implikasi khusus bagi pemerintah
daerah. daerah yaitu semakin meningkatnya biaya
Meningkatnya transfer pemerintah (dalam ekonomi (high cost economy), dan yang kedua
bentuk dana perimbangan) kepada daerah untuk adalah efisiensi dan efektifitas. Oleh karena itu
meningkatkan belanja daerah, menimbulkan daesentralisasi membutuhkan dana yang memadai
spekulasi bahwa pengeluaran pemerintah daerah bagi pelaksanaan pembangunan di daerah
merespon perubahan transfer itu secara asimetris. (Handayani 2009).
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti akan Menurut Khusaini (2006), desentralisasi
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi merupakan bentuk pemindahan tanggung jawab,
belanja daerah dengan studi kasus di wewenang, dan sumber-sumber daya (dana,
kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat. Tujuan personil, dan lain-lain) dari pemerintah pusat ke
penelitian ini adalah: tingkat pemerintah daerah. Desentralisasi dapat
1. Menganalisis pengaruh dana perimbangan pula diartikan sebagai pelimpahan kewenangan di
terhadap belanja daerah di kabupaten/kota bidang penerimaan anggaran atau keuangan, baik
Provinsi Jawa Barat. secara administrasi maupun pemanfaatannya
diatur atau dilakukan oleh pemerintah pusat. Oleh
2. Menganalisis pengaruh PAD terhadap belanja karena itu, salah satu makna desentralisasi fiskal
daerah di kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat.
dalam bentuk pemberian otonomi di bidang
3. Menganalisis pengaruh PDRB terhadap keuangan (sebagian sumber penerimaan) kepada
belanja daerah di kabupaten/kota Provinsi daerah-daerah merupakan suatu proses peng-
Jawa Barat. intensifikasian peranan dan sekaligus pem-
4. Menganalisis pengaruh jumlah penduduk berdayaan daerah dalam pembangunan. Desen-
tralisasi fiskal memerlukan adanya pergeseran
terhadap belanja daerah di kabupaten/kota
Provinsi Jawa Barat. beberapa tanggung jawab terhadap pendapatan
(revenue) dan atau pembelanjaan (expenditure) ke
Penelitian ini nantinya diharapkan dapat tingkat pemerintahan yang lebih rendah
memberikan manfaat: (Handayani 2009). Faktor yang sangat penting
1. Menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan desentralisasi fiskal adalah
daerah untuk lebih menyikapi hubungan sejauh mana pemerintah daerah diberi wewenang
keuangan pemerintah pusat dan daerah (otonomi) untuk menentukan alokasi atas
Vol. 18 No. 1, Maret 2011 Jurnal Bisnis dan Ekonomi 49
pengeluarannya sendiri. Faktor lain juga penting bersih dalam periode tahun anggaran yang
adalah kemampuan daerah untuk meningkatkan bersangkutan. Berdasarkan struktur anggaran
pendapatan asli daerahnya (PAD). daerah, elemen-elemen yang termasuk dalam
belanja daerah terdiri dari :
Teori Pengeluaran Pemerintah
1. Belanja aparatur daerah
Pada tahap awal perkembangan ekonomi,
prosentase investasi pemerintah terhadap total 2. Belanja pelayanan publik
3. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan
investasi besar, karena pada tahap ini pemerintah
harus menyediakan prasarana seperti pendidikan, 4. Belanja tidak tersangka.
kesehatan, prasarana transportasi. Pada tahap Belanja daerah dipergunakan dalam
menengah pembangunan ekonomi, investasi rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang
pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan menjadi kewenangan provinsi ataukabupaten/kota
pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, yang terdiri dari urusan wajib dan pilihan yang
namun pada tahap ini peranan investasi swasta ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-
sudah semakin besar. Peranan pemerintah tetap undangan. Belanja daerah berdasarkan pada
besar pada tahap menengah, oleh karena peranan Permendagri No.13 Tahun 2006 Tentang Penge-
swasta semakin besar akan menimbulkan banyak lolaan Keuangan daerah dikelompokkan ke dalam
kegagalan pasar dan juga menyebabkan belanja langsung dan belanja tidak langsung.
pemerintah harus menyediakan barang dan jasa 1. Belanja Langsung
publik dalam jumlah yang lebih banyak. Selain itu
pada tahap ini perkembangan ekonomi Kelompok belanja langsung merupakan belanja
menyebabkan terjadinya hubungan antarsektor yang dianggarkan terkait secara langsung
yang makin komplek. Misalnya pertumbuhan dengan pelaksanaan program dan kegiatan yaitu
ekonomi yang ditimbulkan oleh perkembangan belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan
sektor industri akan menimbulkan semakin belanja modal.
tingginya pencemaran atau polusi. Pemerintah 2. Belanja Tidak Langsung
harus turun tangan mengatur dan mengurangi
dampak negatif dari polusi (Rostow dan Musgrave Kelompok belanja tidak langsung, merupakan
dalam Mangkoesoebroto,1993). belanja yang dianggarkan tidak terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan
Musgrave(1980) berpendapat bahwa kegiatan, yaitu belanja pegawai, belanja bunga,
dalam suatu proses pembangunan, investasi belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan
swasta dalam prosentase terhadap PDB semakin sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan
besar dan prosentase investasi pemerintah keuangan, dan belanja tidak terduga.
terhadap PDB akan semakin kecil. Pada tingkat
ekonomi lebih lanjut, Rostow mengatakan bahwa Fenomena yang muncul dalam era
aktivitas pemerintah dalam pembangunan otonomi, bahwa transfer pemerintah khususnya
ekonomi beralih dari penyediaan prasarana ke DAU begitu dominan dalam membiayai belanja
pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial daerah, dan kurang berdampak pada PAD daerah
seperti program kesejahteraan hari tua dan diindikasikan sebagai ilusi fiskal (fiscal illusion).
pelayanan kesehatan masyarakat. Menurut Priyo (2009), belanja daerah pada
Belanja Daerah dasarnya merupakan fungsi dari penerimaan
daerah. Belanja merupakan variabel terikat yang
Pendapatan daerah yang diperoleh baik besarannya akan sangat bergantung pada sumber-
dari pendapatan asli daerah maupun dana sumber pembiayaan daerah, baik yang berasal dari
perimbangan tentunya digunakan oleh pemerintah penerimaan sendiri maupun dari transfer
daerah untuk membiayai belanja daerah. Menurut pemerintah pusat. Sehingga dalam pengukurannya
UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, jika terdapat hubungan negatif antara variabel-
belanja daerah adalah semua kewajiban daerah variabel pendapatan dengan variabel belanja,
yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan maka terdapat ilusi fiskal.
50 Hadi Sasana Jurnal Bisnis dan Ekonomi
LAMPIRAN
26,386,257
25,000,000
22,957,904
20,000,000
18,548,220
10,000,000
5,000,000
0
2004 2005 2006 2007 2008
259,820
250,000 245,786
232,040
225,734
213,835
200,000
150,000 PDRB
100,000
50,000
0
2004 2005 2006 2007 2008
2,631,247
2,500,000 2,497,129
2,372,270
2,000,000
1,669,398
1,500,000 1,576,364 PAD
1,000,000
500,000
0
2004 2005 2006 2007 2008
26,617,665
25,000,000
20,000,000 20,368,922
17,564,959
11,750,209
11,048,226
10,000,000
5,000,000
0
2004 2005 2006 2007 2008
Gambar 5
Jumlah Penduduk Kab/Kota Provinsi Jawa Barat Tahun 2004-2008
(dalam Orang)
43,000,000
42,194,869
42,000,000
41,483,729
41,000,000
40,737,594
39,000,000 38,942,229
38,000,000
37,000,000
2004 2005 2006 2007 2008