You are on page 1of 7

Nama : Fitriatul Azizah

Kelas : TIPS 4C

NIM : 126209213122

PERUBAHAN WILAYAH NKRI BERDASARKAN BATAS WILAYAH


LAUT

1. Tahun 1945
Wilayah laut Indonesia pada tahun 1945 masih mengacu pada Ordonansi
Hindia Belanda 1939, yaitu Territoriale Zeeën en Maritieme Kringen
Ordonantie (TZMKO). Dalam peraturan tersebut, ditetapkan wilayah laut
Indonesia sejauh tiga mil dari garis pantai yang mengelilingi pulau. Dengan
aturan ini, kapal-kapal asing bebas berlayar di Laut Jawa, Laut Banda, dan
Laut Makassar yang berada di dalam wilayah Republik Indonesia (RI). Tak
berlebihan jika bangsa ini patut bersyukur atas jasa Perdana Menteri Djuanda
Kartawidjaja yang dengan keberaniannya menyatakan kepada dunia bahwa
laut Indonesia tidaklah sebatas zona yang diatur dalam TZMKO 1939.
2. Tahun 1957
Deklarasi Djuanda yang dilaksanakan pada 13 Desember 1957 menjadi
momen penting bagi kejayaan dan kedaulatan laut Indonesia. Oleh karena itu,
pada masa Presiden Megawati, melalui Keppres No 126/2001 ditetapkan
tanggal 13 Desember sebagai Hari Nusantara yang diperingati setiap tahun.
Dengan diresmikannya Deklarasi Djuanda dalam UU No.4/PRP/1960 tentang
Perairan Indonesia, wilayah RI menjadi 2,5 kali lipat menjadi 5.193.250 km²
dengan pengecualian Irian Jaya yang saat itu belum diakui secara Internasional.
Didasarkan perhitungan 196 garis batas lurus atau straight baselines dari titik
pulau terluar, terciptalah garis batas maya yang mengelilingi RI sepanjang
8.069,8 mil laut. Dengan demikian luas wilayah laut Indonesia bertambah lebih
luas dengan sangat signifikan hingga menjadi sekitar 3,1 juta km persegi.
3. Tahun 1960
Batas wilayah laut NKRI pada tahun 1960 yang terdapat pada UU No. 4 / Prp
Tahun 1960 ini termasuk kedalam prinsip-prinsip Deklarasi Djuanda. Dalam
UU ini terdapat pokok konsepsi Wawasan Nusantara antara lain sebagai
berikut :
a. Untuk kesatuan integritas wilayah dan kesatuan ekonomi ditarik garis-
garis lurus menghubungkan, titik terluar dari pulau luar.
b. Negara berdaulat atas segala perairan yang terletak dalam garis pangkal
lurus termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya, dengan segala kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya.
c. Jalur laut (Laut Teritorial) selebar 12 mil diukur terhitung dari garis
pangkal
Dan menurut Teori Bartolus yang membagi laut menjadi 2 (dua) bagian, yaitu
:
• Laut Wilayah, yaitu laut yang berada pada kekuasaan kedaulatan negara
pantai.
• Laut Lepas, yaitu laut bebas dari kekuasaan negara manapun.

4. Tahun1973
Indonesia pada tahun 1973 mengundangkan UU Nomor 1 Tahun 1973 tentang
Landas Kontinen. Landas kontinen adalah wilayah dasar laut sebagai
kelanjutan alamiah dari daratan yang diukur dari garis pangkal kepulauan
sampai dengan batas terluar yang ditandai oleh continental rise atau continental
slope.
5. Tahun 1983
Pada tahun 1983, batas wilayah laut Indonesia diatur oleh Hukum Laut
Indonesia (Undang-Undang No. 4 Tahun 1960) dan Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut tahun 1982 (UNCLOS 1982). Berikut
adalah batas wilayah laut Indonesia pada tahun 1983, yang mencakup zona-
zona berikut:
1) Laut Teritorial: Batas laut teritorial Indonesia pada tahun 1983 adalah 12
mil laut dari garis pangkal, yaitu garis dasar yang digunakan untuk
mengukur lebar laut teritorial. Garis pangkal dapat berupa garis pantai
tetap atau garis pangkal yang digunakan di pulau-pulau terluar.
2) Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE): Indonesia memiliki hak kedaulatan atas
sumber daya alam dan aktivitas ekonomi di ZEE yang berada di luar laut
teritorial. Pada tahun 1983, batas ZEE Indonesia adalah 200 mil laut dari
garis pangkal.
3) Benua SHEL (Superiority of High-exploitation Level): Benua SHEL
adalah area di luar ZEE yang masih merupakan bagian dari landasan benua
yang berada di bawah yurisdiksi negara pantai. Pada tahun 1983, batas
benua SHEL Indonesia belum dijelaskan secara resmi.

6. Tahun 1985
Batas wilayah laut NKRI pada tahun 1985 berdasarkan pada UU No. 17
Tahun 1982. Konvensi 1982 mengartikan Landas kontinen suatu Negara pantai
yang meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah di bawah
permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan
alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga
suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur,
dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut.
Konvensi 1982 mendasarkan pengukuran landas kontinen pada beberapa
kriteria :
a. Jarak sampai 200 mil laut jika tepian luar kontinen tidak mencapai jarak
200 mil laut;
b. Kelanjutan alamiah wilayah daratan di bawah laut hingga tepian luar
kontinen yang lebarnya tidak boleh melebihi 350 mil laut yang diukur dari
garis dasar Laut Teritorial jika di luar 200 mil laut masih terdapat daerah
dasar laut yang merupakan kelanjutan alamiah dari wilayah daratan dan
jika memenuhi kriteria kedalaman sedimentasi yang ditetapkan dalam
konvensi; atau
c. Tidak boleh melebihi l00 mil laut dari garis kedalaman (isobath) 2500
meter.
Kriteria kelanjutan alamiah wilayah daratan di bawah laut hingga tepian luar
kontinen yang ditentukan dalam Konvensi ini pada akhirnya dapat diterima
negara-negara bukan negara pantai, khususnya negaranegara tidak berpantai
(landlocked countries) atau negara-negara yang geografis tidak beruntung
(geographical disadvantage countries) setelah Konvensi juga menentukan
bahwa negara pantai mempunyai kewajiban untuk memberikan pembayaran
atau kontribusi dalam bentuk natura yang berkenaan dengan eksploitasi
sumber kekayaan non-hayati Landas Kontinen di luar 200 mil laut.
Pembayaran atau kontribusi tersebut harus dilakukan melaui Otorita Dasar
Laut Internasional yang akan membagikannya kepada negara peserta Konvensi
didasarkan pada kriteria pembagian yang adil dengan memperhatikan
kepentingan serta kebutuhan negara-negara berkembang, khususnya negara-
negara yang perkembangannya masih paling rendah dan negara-negara tanpa
pantai.

7. Tahun 1998
Batas Wilayah Laut di Indonesia Tahun 1998 Sebagai tindak lanjut dari
Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1982, di dalam Pasal
6 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
menentukan bahwa garis-garis pangkal kepulauan Indonesia harus
dicantumkan dalam peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk
menegaskan posisinya, atau dapat pula dibuat daftar koordinat geografis titik-
titik yang dapat disertai dengan referensi datum geodetik yang dipergunakan.
Dalam rangka melaksanakan ketentuan Undang-undang tersebut diatas
Pemerintah Indonesia saat ini sedang menyelesaikan penetapan Peraturan
Pemerintah tentang daftar koordinat geografis titik-titik garis pangkal perairan
kepulauan yang sejalan dengan ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1982.
Peta ilustratif yang dilampirkan dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996
tentang Perairan Indonesia, khususnya di Laut Natuna yang meliputi perairan
pulau Bintan, perairan pulau-pulau Anambas, perairan pulau-pulau Natuna
Utara, dan perairan pulau-pulau Natuna Selatan, telah memberikan gambaran
secara umum garis-garis pangkal yang ditarik sesuai dengan ketentuan
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut.
Mengingat bahwa sesuai dengan ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1982, alur-alur laut kepulauan ditetapkan
di perairan kepulauan, sedangkan status perairan di Laut Natuna sebagai
perairan kepulauan baru digambarkan secara ilustratif pada peta yang
dilampirkan pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996, maka dalam rangka
penyelesaian alur laut di Laut Natuna tersebut dengan Organisasi Maritim
Internasional perlu segera ditetapkan koordinat geografis titik-titik garis
pangkal pada perairan di Laut Natuna tersebut. Berhubung dengan itu sambil
menunggu penyelesaian penetapan daftar koordinat geografis titik-titik garis
pangkal kepulauan secara keseluruhan perlu ditetapkan terlebih dahulu
Perairan Pemerintah tentang daftar koordinat geografis titik-titik pangkal
kepulauan tertentu di Laut Natuna.

8. Tahun 2011
Pada tanggal 28 Maret 2011, CLCS menerbitkan dokumen resmi terkait
submisi tersebut dan wilayah landas kontinen Indonesia resmi bertambahseluas
4209 km atau hampir seluas Pulau Madura. penambahan dasar perairan di luar
200 mil laut baru terjadi dalam masa kontemporer, tepatnya sejak komisi
tentang batas landas kontinen PBB atau United Nations Commission on the
Limits of Continental Shelf (UN-CLCS) mengesahkan submisi perluasan
landas kontinen di Barat Daya Aceh pada tahun 2011.
9. Tahun 2015
Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat berlimpah, hal ini karena
wilayah lautan luasnya hampir menyaingi daratan. Batas wilayah laut NKRI
pada tahun 2015 jika dilihat dari luas wilayahnya Indonesia terdiri dari
5.445.675 km daratan dengan luas laut 3.544.744 km2. Lebar zona tersebut
dapat diperpanjang hingga maksimal 12 mil laut atau sepanjang 22,224 km dari
garis dasar laut. Indonesia termasuk negara kepulauan yang memiliki wilayah
teritorial sebesar 8 juta km dan panjang garis pantainya sampai 81.000 km.
Penduduk yang tinggal di kawasan pesisir pun mencapai 40 juta lebih. Batas
laut teritorial Indonesia adalah batas yang ditarik dari garis dasar pantai
terendah pada saat laut sedang surut. Panjang garis yang ditarik ke arah laut
lepas adalah 12 mil. Pada area laut yang termasuk dalam garis dalam ini
kedaulatan penuh dimiliki Indonesia. Luas laut teritorial adalah 282.583 km di
mana selain memiliki, negara Indonesia juga memiliki kewajiban untuk
menjamin pelaksanaan hak lintas damai. Khususnya untuk pelayaran
internasional yang akan melalui jalur-jalur kepulauan dan tradisional. Batas
laut tidak hanya teritorial saja tetapi juga continental shelf atau landasan
kontinen. Landasan kontinen ini memiliki kedalaman kurang dari 200 meter
dan disebut juga dengan wilayah laut dangkal.10 Apabila kelanjutan alamiah
dari pulau sifatnya landai maka batas terluasnya adalah continental slope atau
continental rise. Indonesia sendiri memiliki luas landasan kontinen 2.749.001
km. Selanjutnya, ZEE adalah yang merupakan wilayah laut paling luar pada
saat air laut surut dan ditarik sejauh 200 mil. Indonesia memiliki luas ZEE
2.936.345 km. Luas ZEE sendiri telah diumumkan pemerintah Indonesia pada
21 Maret 1980. Semua jenis kegiatan kelautan dalam ZEE sudah diatur dalam
UU no. 5 Tahun 1983 pasal 5 mengenai ZEE. Dalam UU tersebut ada beberapa
hak yang dimiliki. Pertama, negara bisa melakukan eksplorasi, eksploitasi,
pengolahan, serta konservasi sumber daya alam. Kedua, negara juga memiliki
hak untuk melakukan penelitian, perlindungan, serta melestarikan laut. Ketiga
memberikan izin untuk pelayaran internasional melalui wilayah tersebut serta
memasang berbagai jenis sarana untuk perhubungan laut.
DAFTAR PUSTAKA

Shinta Ulwiya, Deklarasi Djuanda dalam Sejarah Nusantara,


https://www.its.ac.id/news/2019/12/15/deklarasi-djuanda-dalam-sejarah
nusantara/ , 15 Desember 2019.

Tommy Hendra Purwaka, Tinjauan Hukum Laut Terhadap Wilayah Negara


Kesatuan Republik Indonesia, Volume 26, Nomor 3, Oktober 2014.

Arie Afriansyah, 2015, Otoritas Negara Pesisir dalam Pengelolaan Kelautan, Jurnal
Hukum dan Pembangunan Vol.45 No. 4,

Tommy Hendra Purwaka, Tinjauan Hukum Laut Terhadap Wilayah Negara


Kesatuan Republik Indonesia, Volume 26, Nomor 3, Oktober 2014.

Monica Theresia Massie, Implementasi Hak-Hak Berdaulat Negara Di Zona


Ekonomi Ekslusif, Lex et Societatis, Vol.5 No. 1, januari-februari 2017

Kusumaatmadja, Mochtar, 1995, Masalah Lebar Laut Teritorial Pada Konperensi-


Konperensi Hukum Laut Jenewa (1958 dan 1960), Pusat Studi Wawasan
Nusantara, Hukum dan Pembangunan, Bandung.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1998 Tentang Daftar


Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia Di Laut Natuna

Tommy Hendra Purwaka, Tinjauan Hukum Laut Terhadap Wilayah Negara


Kesatuan Republik Indonesia, Mimbar Hukum, Volume 26, Nomor 3,
Oktober 2014, Halaman 355-365, hal. 358.

You might also like