You are on page 1of 19

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS HIPERTENSI

DI RUANG ABIMANYU 1 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JOMBANG

OLEH :

NAMIRA MITAWAHYU CAHYATI

213210128

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN

INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA

JOMBANG

2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Konsep Asuhan Keperawatan pada pasien dengan diagnosis hipertensi di


Ruang Abimanyu III RSUD Jombang yang disusun oleh :

Nama : Namira Mitawahyu Cahyati

NIM : 213210128

Telah disetujui dan disahkan pada tanggal ......................

Jombang, ................................ 2023

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan/CI/Perseptor

(.........................................) (.........................................)

Mengetahui,

Kepala Ruang
(.........................................)
LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


DIAGNOSIS HIPERTENSI

A. Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal atau peningkatan abnormal secara
terus menerus lebih dari suatu periode, dengan tekanan sistolik diatas 140
mmHg dan tekanan diastolik diatas 90mmHg (Aspiani, 2014).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg
pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan
cukup istirahat/tenang (Kemenkes.RI, 2014).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan
angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian/mortalitas (Trianto, 2014).

B. Klasifikasi
Menurut (WHO, 2018) batas normal tekanan darah adalah tekanan darah
sistolik kurang dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolik kurang dari 80
mmHg. Seseorang yang dikatakan hipertensi bila tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.

Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa Sebagai


Patokan dan Diagnosis Hipertensi (mmHg)

Tekanan Darah
Kategori Tekanan Darah Sistolik
Diastolik
Normal < 120 mmHg < 80 mmHg
Prehipertensi 120 – 129 mmHg < 80 mmHg
Hipertensi Stage 1 130 – 139 mmHg 80 – 89 mmHg
Hipertensi Stage 2 ≥ 140 mmHg ≥ 90 mmHg
(Sumber : American Heart Association, Hypertension Highlights 2018 :
Guideline For The Prevention, Detection, Evaluation And Management Of
High Blood Pressure In Adults 2013)

Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya yaitu hipertensi primer


dan hipertensi sekunder (Aspiani, 2014). Hipertensi primer adalah
peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya. Dari 90%
kasus hipertensi merupakan hipertensi primer. Beberapa faktor yang diduga
berkaitan dengan berkembangnya hipertensi primer adalah genetik, jenis
kelamin, usia, diet, berat badan, gaya hidup. Hipertensi sekunder adalah
peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya
seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Dari 10% kasus hipertensi
merupakan hipertensi sekunder. Faktor pencetus munculnya hipertensi
sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral, kehamilan, peningkatan
volume intravaskular, luka bakar dan stres (Aspiani, 2014).

C. Etiologi
Menurut Smeltzer (2013), berdasarkan penyebab terjadinya, hipertensi
terbagi menjadi dua bagian:
1. Hipertensi Primer
Hipertensi primer ini sangat sering terjadi pada populasi orang
dewasa di antaranya sekitar 90%-95%. Hipertensi primer ini tidak
memiliki penyabab dan belum bisa di identifikasi (Smeltzer, 2013;
Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher, 2014). Hipertensi primer ini
tidak bisa disembuhkan tetapi bisa dikontrol dengan cara terapi yang
tepat. Faktor genetik ini mungkin sangat berperan dalam untuk
mengembangkan Hipertensi primer (Bell, Twiggs, & Olin, 2015).
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder ini memiliki ciri-ciri dengan adanya
peningkatan tekanan darah yang disertai penyebab yang spesifik yaitu
seperti adanya penyempitan arteri renalis, kehamilan, medikasi dan
penyebab lainnya. Hipertensi sekunder ini bersifat akut karena adanya
perubahan pada curah jantung (Ignatavicius, Workman, & Rebar,
2017).

Sedangkan, menurut Aspiani (2014) berdasarkan penyebabnya hipertensi


terbagi menjadi dua golongan :

1. Hipertensi Primer Atau Hipertensi Esensial


Hipertensi primer atau hipertensi esensial disebut juga hipertensi
idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor yang
memengaruhi yaitu :
1) Genetik
Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan
hipertensi, beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini.
Faktor genetik ini tidak dapat dikendalikan, jika memiliki riwayat
keluarga yang memliki tekanan darah tinggi.
2) Jenis kelamin dan usia
Laki - laki berusia 35- 50 tahun dan wanita menopause
beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia bertambah
maka tekanan darah meningkat faktor ini tidak dapat dikendalikan
serta jenis kelamin laki–laki lebih tinggi dari pada perempuan.
3) Diet
Konsumsi diet tinggi garam secara langsung berhubungan
dengan berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa dikendalikan
oleh penderita dengan mengurangi konsumsinya, jika garam yang
dikonsumsi berlebihan, ginjal yang bertugas untuk mengolah
garam akan menahan cairan lebih banyak dari pada yang
seharusnya didalam tubuh. Banyaknya cairan yang tertahan
menyebabkan peningkatan pada volume darah. Beban ekstra yang
dibawa oleh pembuluh darah inilah yang menyebabkan pembuluh
darah bekerja ekstra yakni adanya peningkatan tekanan darah
didalam dinding pembuluh darah dan menyebabkan tekanan
darah meningkat.
4) Berat badan
Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat
badan dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas
BB ideal) dikaitkan dengan berkembangnya peningkatan tekanan
darah atau hipertensi.
5) Gaya hidup
Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan
pola hidup sehat dengan menghindari faktor pemicu hipertensi
yaitu merokok, dengan merokok berkaitan dengan jumlah rokok
yang dihisap dalam waktu sehari dan dapat menghabiskan berapa
putung rokok dan lama merokok berpengaruh dengan tekanan
darah pasien. Konsumsi alkohol yang sering, atau berlebihan dan
terus menerus dapat meningkatkan tekanan darah pasien
sebaiknya jika memiliki tekanan darah tinggi pasien diminta
untuk menghindari alkohol agar tekanan darah pasien dalam batas
stabil dan pelihara gaya hidup sehat penting agar terhindar dari
komplikasi yang bisa terjadi.
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder terjadiakibat penyebab yang jelas.salah satu
contoh hipertensi sekunder adalah hipertensi vaskular rena, yang
terjadiakibat stenosi arteri renalis. Kelainan ini dapat bersifat kongenital
atau akibat aterosklerosis.stenosis arteri renalis menurunkan aliran
darah ke ginjalsehingga terjadi pengaktifan baroreseptor ginjal,
perangsangan pelepasn renin, dan pembentukan angiostenin II.
Angiostenin II secara langsung meningkatkan tekanan darahdan secara
tidak langsung meningkatkan sintesis andosteron danreabsorbsi
natrium. Apabiladapat dilakukan perbaikan pada stenosis,atau apabila
ginjal yang terkena diangkat,tekanan darah akan kembalike normal
(Aspiani, 2014).

D. Patofisiologi
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah
jantung) dengan total tahanan prifer. Cardiac output (curah jantung) diperoleh
dari perkalian antara stroke volume dengan heart rate (denyut jantug).
Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan
sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol yang berperan dalam
mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor arteri,
pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan autoregulasi
vaskular (Udjianti, 2010).
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di vasomotor, pada medula diotak. Pusat vasomotor ini bermula pada
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak
kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Titik neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf
paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (Padila, 2013).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Padila, 2013). Meski etiologi
hipertensi masih belum jelas, banyak faktor diduga memegang peranan dalam
genesis hiepertensi seperti yang sudah dijelaskan dan faktor psikis, sistem
saraf, ginjal, jantung pembuluh darah, kortikosteroid, katekolamin,
angiotensin, sodium, dan air (Syamsudin, 2011).
Sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah
(Padila, 2013).
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran keginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron
oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua
faktor ini cendrung mencetuskan keadaan hipertensi (Padila, 2013).

PATHWAY
E. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala utama hipertensi adalah (Aspiani, 2014) menyebutkan
gejala umum yang ditimbulkan akibat hipertensi atau tekanan darah tinggi
tidak sama pada setiap orang, bahkan terkadang timbul tanpa tanda gejala.
Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi sebagai
berikut:
1. Sakit kepala
2. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk
3. Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh
4. Berdebar atau detak jantung terasa cepat
5. Telinga berdenging yang memerlukan penanganan segera
Menurut teori (Brunner dan Suddarth, 2014) klien hipertensi mengalami
nyeri kepala sampai tengkuk karena terjadi penyempitan pembuluh darah
akibat dari vasokonstriksi pembuluh darah akan menyebabkan peningkatan
tekanan vasculer cerebral, keadaan tersebut akan menyebabkan nyeri kepala
sampe tengkuk pada klien hipertensi.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang disini berupa pemriksaan laboratorium, yaitu :
1. HB/Ht (Hemoglobin/Hematokrit)
Untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan dan
dapat mengidentifikasi faktor resiko yaitu seperti (Hipokoagulabilitas
dan anemia).
2. BUN/kreatinin
Memberikan informasi tentang fungsi ginjal.
3. Glucosa
DM adalah salah satu pencentus hipertensi yang dapat diakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketolamin.
4. Urinalisa
Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal.
5. CT-scan
Yaitu mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
6. EKG
Dapat menunjukkan pola regangan yang dimana luas peninggian
gelombang P merupakan salah satu dari tanda dini penyakit jantung
yaitu Hipertensi.
7. IUP
Cara mengidentifikasi penyebab Hipertensi seperti batu ginjal dan
perbaikan ginjal.
8. Rontgen
Menunjukkan destruksi klasifikasi area katub dan pembesaran
jantung.

G. Penatalaksanaan
Menurut Rudianto (2013) penatalaksanaan Hipertensi dibagi menjadi 2
jenis yaitu:
1. Penatalaksanaan farmakologi
Banyaknya jenis obat anti Hipertensi yang beredar saat ini. Untuk
pemilihan obat yang sangat tepat maka diharapkan menghubungi
dokter terlebih dahulu, diantaranya:
1) Diuretik
Obat yang bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh
lewat air kencing sehingga volume di dalam tubuh sangat
berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung yang
lebih ringan dan berefek menurunkan tekanan darah.
2) Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan cara menghambat
aktifitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita
sedang beraktifitas).
3) Betabloker
Proses kerja obat anti Hipertensi ini yaitu dengan cara
penurunan daya pompa jantung dan tidak dianjurkan pada
penderita gangguan pernafasan. Contoh golongan obatnya:
atenolol, metoprolol dll.
4) Vasodilatator
Bekerja pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos.
Contoh obatnya yaitu: prazosin dan hidralazim.
5) Penghambat enzim Konvesi Angiotensi
Kerja obat ini yaitu dengan cara menghambat adanya
pembentukan zat angiotensin II (zat yang dapat menimbulkan
peningkatan tekanan darah).
2. Penatalaksanaan non farmakologi
1) Diet rendah garam, kolestrol, dan lemak jenuh.
2) Mengurangi asupan garam kedalam tubuh.
3) Ciptakan keadaan rileks.
Ada beberapa cara relaksasi seperti medikasi, yoga dapat
mengontrol sistem saraf yang pada akhirnya dapat menurunkan
tekanan darah.

H. Komplikasi
Pada tekanan darah tinggi atau hipertensi jika tidak diobati dan di
tanggulangi maka dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan
kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ yang mendapat suplai darah dari
arteri tersebut (Aspiani, 2015). Komplikasi yang paling sering dipengaruhi
hipertensi antara lain:
1. Stroke
Stroke dapat terjadi karena hemoragi yang di akibatkan oleh
tekanan darah tinggi di otak. Stroke dapat terjadi pada hipertensi
kronis apabila arteri yang memperdarahi otak dan mengalami
hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran darah ke otak yang
diperdarahi berkurang
2. Infark Miokard
Infark miokard terjadi apabila arterikoroner tidak dapat menyuplai
oksigen ke miokardium atau terbentuknya pembekuan darah yang
menghambat aliran darah dan melewati pembuluh darah. Hipertensi
kronis dan hipertrofi ventrikel merupakan kebutuhan oksigen
miokardium yang mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi
iskemia jantung yang menyebabkan infark. Pada hipertrofi ventrikel
dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik yang melintasi
ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan
risiko pembentukan bekuan.
3. Gagal Ginjal
Gagal ginjal terjadi karena kerusakan yang terus menerus akibat
tekanan tinggi pada kapiler glomerulus
4. Ensefalopati
Sangat tinggi ini menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
kapiler dan mendorong cairan keruang interstisial di seluruh susunan
saraf pusat. Neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta
kematian.
5. Kejang
Kejang dapat terjadi pada wanita yang dimana terjadi peningkatan
tekanan darah pada saat kehamilan. Bayi yang lahir mungkin memiliki
berat lahir kecil akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat, kemudian
dapat mengalami hipoksia dan adanya penumpukan asam dalam darah
jika ibu mengalami kejang selama dan sebelum proses persalinan.

I. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) yang harus dikaji pada klien
hipertensi adalah :
1) Data biografi : Nama, alamat, umur, pekerjaan, tanggal masuk
rumah sakit, nama penanggung jawab dan catatan kedatangan.

2) Riwayat kesehatan :
a) Keluhan utama :Alasan utama pasien datang ke rumah
sakit atau pelayanan kesehatan.
b) Riwayat kesehatan sekarang : Keluhan pasien yang
dirasakan saat melakukan pengkajian.
c) Riwayat kesehatan terdahulu : Biasanya penyakit
hipertensi adalah penyakit yang sudah lama dialami oleh
pasien dan biasanya dilakukan pengkajian tentang
riwayat minum obat klien.
d) Riwayat kesehatan keluarga : Mengkaji riwayat keluarga
apakah ada yang menderita riwayat penyakit yang sama.
3) Data fisiologis, respirasi, nutrisi/cairan, eliminasi,
aktifitas/istirahat, neurosensori, reproduksi/seksualitas,
psikologi, perilaku, relasional dan lingkungan. Pada klien
dengan ketidakpatuhan dalam katagori perilaku, sub katagori
penyuluhan dan pembelajaran perawat harus mengkaji data
tanda dan gejala mayor dan minor yang sudah tercantum dalam
buku Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2016), yaitu : Tanda dan gejala mayor
a. Subyektif :
a) Mengungkapkan minat dalam belajar
b) Menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik
c) Menggambarkan pengalaman sebelumnya yang
sesuai dengan topik
b. Obyektif
Perilaku sesuai dengan pengetahuan

2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung actual mapun potensial. Diagnosis
keperawatan merupakan langkah kedua dalam proses keperawatan yaitu
mengklasifikasi masalah kesehatan dalam lingkup keperawatan.
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis tentang respons
seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang actual atau potensial. Diagnosa
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi resons klien individu,
keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan. Tujuan pencatatan diagnosa keperawatan yaitu sebagai alat
komunikasi tentang masalah pasien yang sedang dialami pasien saat ini
dan meruakan tanggung jawab sesorang perawat terhada masalah yang
diidentifikasi berdasarkan data serta mengidentifikasi pengembangan
rencana intervensi keperawatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
3. Intervensi Keperawatan

Diagnose
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan
Hasil (SLKI) Keperawatan (SIKI)
(SDKI)
Kode: D.0111 Kode: L. 12111 Kode: I. 12383:
Ketiadaan atau Setelah dilakukan Edukasi kesehatan
kurangnya tindakan tindakan observasi:
informasi kognitif keperawatan selama 1. Identifikasi
yang berkaitan 1x24 jam tingkat kesiapan dan
dengan topik pengetahuan kemampuan
tertentu, penyebab: meningkat, dengan menerima
1. Keterbatasan Kriteria Hasil : informasi
kognitif 1. Perilaku sesuai 2. Identifikasi
2. Gangguan anjuran factor-faktor
fungsi kognitif verbalisasi yang dapat
3. Kekeliruan minat dalam meningkatkan
mengkuti belajar dan menurunkan
anjuran meningkat
motivasi perilaku
4. Kurang 2. Kemampuan
hidup bersih dan
terpapar menjelaskan
sehat
informasi pengetahuan
Terapeutik
5. Kurang minat tentang suatu
1. Sediakan materi
dan belajar topik meningkat
dan media
6. Kurang mampu 3. Kemampuan
pendidikan
mengingat menggambarkan
kesehatan
7. Ketidaktahuan pengalaman
2. Jadwalkan
menemukan sebelumnya
pendidikan
sumber yang sesuai
kesehatan
informasi dengan topik
sesuai
Gejala dan tanda meningkat
kesepakatan
mayor 4. Perilaku sesuai
3. Berikan
Subjektif : dengan
kesempatan
Menanyakan pengetahuan
untuk
masalah yang meningkat
dihadapi 5. Petanyaan bertanya
Objektif : tentang masalah Edukasi
1. Menunjukkan yang dihadapi 1. Jelaskan faktor
perilaku tidak menurun risiko yang
sesuai anjuran 6. Persepsi yang dapat
2. Menunjukkan keliru terhadap mempengaruhi
persepsi masalah kesehatan
masalah yang menurun 2. Ajarkan perilaku
keliru 7. Menjalani hidup bersih dan
sehat
terhadap pemeriksaan 3. Ajarkan strategi
masalah yang tidak tepat yang dapat
menurun digunakan untuk
8. Perilaku meningkatkan
membaik perilaku hidup
bersih dan sehat.

9. Implementasi
Tindakan keperawatan merupakan suatu aktivitas yang dimana
dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan menurut (SIKI DPP PPNI, 2018). Peran perawat dalam
melaksanakan dan mendelegasikan suatu tindakan keperawatan untuk
menentukan intervensi yang tepat yang nantinya disusun pada tahap
perencanaan dan selanjutnya mengakhiri tahap implementasi yaitu
dengan cara mencatat tindakan keperawatan dan pada respon klien
terhadap suatu tindakan keperawatan (Kozier dkk, 2011). Cara
mengatasi masalah keperawatan defisit pengetahuan ini dengan cara
edukasi kesehatan dan edukasi diet. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan tingkat pengetahuan klien meningkat.

10. Evaluasi
Evaluasi keperawatan menurut (Kozier, 2010) adalah fase kelima
atau terakhir dalam proses keperawatan. Evaluasi dapat berupa evaluasi
struktur, proses dan hasil evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu
menghasilkan umpan balik selama program berlangsung. Sedangkan
evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan
informasi efektifitas pengambilan keputusan. Evaluasi asuhan
keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif,
objektif, assesment, planing) (Achjar, 2007). Evaluasi yang diharapkan
sesuai dengan masalah yang klien hadapi yang telah di buat pada
perencanaan tujuan dan kriteria hasil. Evaluasi yang diharapkan dapat
dicapai pada klien hipertensi dengan kesiapan peningkatan pengetahuan
adalah :
a) Pasien memiliki ketertarikan dalam belajar
b) Pasien dapat mengidentifikasi sumber informasi yang akurat
c) Pasien secara aktif mengungkapkan secara verbal informasi
yang dapat digunakannya
d) Pasien dapat menggunakan informasi yang diperoleh dalam
meningkatkan kesehatan atau mencapai tujuan
J. Daftar Pustaka
Aziza, Lucky. 2007. Hipertensi The Silent Killer. Jakarta: Yayasan Penerbitan
Ikatan Dokter Indonesia.
Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih
Bahasa
Yasmin Asih. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosa Keperawatan. Aplikasi pada Praktek
Klinis. Edisi IX. Alih Bahasa: Kusrini Semarwati Kadar. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta; Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperaatan. Jakarta; Dewan
Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
: Definis dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta; Dewan Pengurus
Pusat PPNI

You might also like