You are on page 1of 10

TUGAS TERSTRUKTUR S2

MATA KULIAH:
HUKUM AGRARIA DAN PENGELOLAAN SDA

JAWABLAH PERTANYAAN-PERTANYAAN DI BAWAH INI DENGAN


MENGGUNAKAN BUKU LITERATUR:

1. Sumber alam dikuasai oleh Negara dan kepada subyek hak tertentu dapat diberikan hak-hak
tanah sebagaimana yang telah ditentukan dalam UUPA. Adakah pemilik sumber alam diatur
dalam UUPA? Jelaskan!
2. Salah satu ciri hukum agraria (pertanahan) nasional yang diharapkan dapat menfungsikan
sumber alam bagi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia yaitu didasarkan pada hukum adat
yang memberikan kepastian hukum dan hal ini ditegaskan pula di dalam Pasal 5 UUPA yang
menyebutkan bahwa hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah
hukum adat, yang…….. dst.
Jelaskan makna/arti perkataan “ialah hukum adat” tersebut di atas bagi penyusunan hukum
agraria (pertanahan) nasional!
3. Dari konsiderans UUPA dapat diketahui bahwa hukum agraria lama jelas bertentangan
dengan jiwa Pancasila maupun Undang-undang Dasar 1945. Tunjukkan ciri-ciri hukum
agraria lama yang bertentangan dengan jiwa Pancasila maupun UUD 1945.
4. Adanya tanah-tanah terlantar (lahan tidur) akhir-akhir ini oleh subjek haknya apakah hal ini
dapat dibenarkan atau tidak ada sanksinya menurut UUPA? Jelaskan dan atau tunjukkan
pasal-pasalnya jika ada!
5. Jika kita telaah yang mendalam, apakah UUPA yang diundangkan 24 September 1960
(produk orde lama), dalam era reformasi pembangunan sekarang ini sudah perlu direformasi
atau diganti lagi? Jelaskan pertimbangan saudara!
SOAL DAN JAWABAN DIKETIK, DIKUMPULKAN PADA TANGGAL 25 MARET 2023,
MELALUI KETUA KELAS (SADAM).

PEKANBARU, 21 MARET 2023


DOSEN PENGAMPU,

DR. MARYATI BACHTIAR, SH., M.Kn


Jawaban:

1. Tujuan Undang-undang Pokok Agraria.

Didalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk

perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun

masyarakat yang adil dan makmur sebagai yang kita cita-citakan. Dalam pada itu hukum

Agraria yang berlaku sekarang ini, yang seharusnya merupakan salah satu alat yang penting

untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur tersebut, ternyata bahkan sebaliknya,

dalam banyak hal justru merupakan penghambat dari pada tercapainya cita-cita diatas. Hal itu

disebabkan terutama:

a. karena hukum agraria yang berlaku sekarang ini sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan

sendi-sendi dari pemerintah jajahan, dan sebagian lainnya lagi dipengaruhi olehnya, hingga

bertentangan dengan kepentingan rakyat dan Negara didalam melaksanakan pembangunan

semesta dalam rangka menyelesaikan revolusi nasional sekarang ini;

b. karena sebagai akibat dari politik-hukum pemerintah jajahan itu hukum agraria tersebut

mempunyai sifat dualisme, yaitu dengan berlakunya peraturan-peraturan dari hukum-adat

disamping peraturan-peraturan dari dan yang didasarkan atas hukum barat, hal mana selain

menimbulkan pelbagai masa'alah antar golongan yang serba sulit, juga tidak sesuai dengan

cita-cita persatuan Bangsa;

c. karena bagi rakyat asli hukum agraria penjajahan itu tidak menjamin kepastian hukum.

Berhubung dengan itu maka perlu adanya hukum agraria baru yang nasional, yang akan

mengganti hukum yang berlaku sekarang ini, yang tidak lagi bersifat dualisme, yang sederhana
dan yang menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia.

Hukum agraria yang baru itu harus memberi kemungkinan akan tercapainya fungsi bumi, air dan

ruang angkasa sebagai yang dimaksudkan diatas dan harus sesuai pula dengan kepentingan

rakyat dan Negara serta memenuhi keperluannya, menurut permintaan zaman dalam segala soal

agraria. Lain dari itu hukum agraria nasional harus mewujudkan penjelmaan dari pada azas

kerokhanian, Negara dan cita-cita Bangsa, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan,

Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial serta khususnya harus merupakan pelaksanaan dari

pada ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Garis-garis besar dari pada haluan

Negara yang tercantum didalam Manifesto Politik Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1959

dan ditegaskan didalam Pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960.

Berhubung dengan segala sesuatu itu maka hukum yang baru tersebut sendi-sendi dan ketentuan-

ketentuan pokoknya perlu disusun didalam bentuk undang-undang, yang akan merupakan dasar

bagi penyusunan peraturan-peraturan lainnya.

Sungguhpun undang-undang itu formil tiada bedanya dengan undang-undang lainnya - yaitu

suatu peraturan yang dibuat oleh Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat -

tetapi mengingat akan sifatnya sebagai peraturan dasar bagi hukum agraria yang baru, maka yang

dimuat didalamnya hanyalah azas-azas serta soal-soal dalam garis besarnya saja dan oleh

karenanya disebut Undang-Undang Pokok Agraria. Adapun pelaksanaannya akan diatur didalam

berbagai undang-undang, peraturan-peraturan Pemerintah dan peraturan-perundangan lainnya.

Demikianlah maka pada pokoknya tujuan Undang-undang Pokok Agraria ialah :

a. meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang akan merupakan alat

untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat,
terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.

b. meletakan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum

pertanahan.

c. meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah

bagi rakyat seluruhnya.

2. Pasal 5 UUPA menegaskan mengenai dasar hukum dari adanya UUPA

yaitu hukum adat. Pasal 5 UUPA mengatakan bahwa hukum agraria yang berlaku

atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak

bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas

persatuan bangsa, dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-

undang ini dan dengan peraturan perundangan-undangan lainnya, segala sesuailr

dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agraria. Berarti UUPA

sebagai hukum tanah nasional yang mengatur mengenai

pertanahan yang ada di Indonesia mengakui adanya hukum adat.

3. ciri-ciri hukum agraria lama yang bertentangan dengan jiwa Pancasila maupun UUD
1945.
Hukum dan kebijakan pertanahan yang ditetapkan oleh penjajah senatiasa

diorentasikan pada kepentingan dan keuntungan mereka penjajah, yang pada

awalnya melalui politik dagang. Mereka sebagai penguasa sekaligus

merangkap sebagai pengusaha menciptakan kepentingan-kepentingan atas

segala sumber-sumber kehidupan di bumi Indonesia yang menguntungkan

mereka sendiri sesuai dengan tujuan mereka dengan mengorbankan banyak


kepentingan rakyat Indonesia.

Hukum agraria kolonial memiki sifat dualisme hukum, yaitu dengan

berlakunya Hukum Agraria yang berdasarkan atas hukum adat, disamping

peraturan-peraturan dari dan berdasarkan atas hukum barat.

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia ( RI ) dinyatakan pada

tanggal 17 Agustus 1945 oleh soekarno dan Mohamad Hatta atas nama bangsa

indonesia sebagai tanda terbentuknya negara kesatuan RI sebagai suatu bangsa yang

merdek. Dari segi yuridis, proklamasi kemerdekaan merupakan saat tidak berlakunya

hukum kolonial dan saat mulai berlakunya hukum nasional, sedangkan dari segi

politis, peroklamasi kemerdekaan mengandung arti bahwa bangsa indonesia terbatas

dari penjajahan bangsa asing dan memiliki kedaulatan untuk menentukan nasibnya

sendiri.

Proklamasi kemerdekaan RI mempunyai 2 arti penting bagi penyusunan

hukum agraria nasional, yaitu pertama, bangsa indonesia memutuskan hubungannya

dengan hukum agraria kolonial, dan kedua, bangsa indonesia sekaligus menyusun

hukum agraria nasional.

Pada tanggal 18 Agustus 1945 panitia persiapan kemerdekaan indonesia

(PPKI) yang dipimpin oleh soekarno mengadakan sidang, menghasilkan keputusan

antara lain ditetapkannya Undang-undang Dasar (UUD) 1945 sebagai hukum dasar (

konstitisi) negara RI.


UUD 1945 meletakkan dasar politik agraria nasional yang dimuat dalam

pemerintah kepada negara agar bumi,air,dan kekayaan alam alam yang terkandung

didalamnya, yang diletakkan dalam penguasaan negara itu dipergunakan untuk

mewujudkan kemakmuran bagi seluruh rakyat indonesia. Dengan demikian, tujuan

dari penguasaan oleh negara atas bumi,air, dan kekayaan alam yang terkandung

didalamnya adalah untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

indonesia.

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah indonesia untuk menyesuaikan

hukum agraria kolonial dengan keadaan dan kebutuhan setelah indonesia merdeka,

yaitu: :

a. Mengunakan kebijaksanaan dan tafsir baru.

b. Penghapusan hak-hak kovensi.

c. Penghapusan tanah pertikelir.

d. Perubahan peraturan persewaan tanah rakyat.

e. Peraturan tambahan untuk mengawasi pemindahan hak atas tanah.

f. Peraturan dan tindakan mengenai tanah-tanah perkebunan.

g. Kenaikan canon dan ciji.

h. Larangan dan penyelesayan soal pemakaian tanah tanpa izin.

i. Peraturan perjanjian bagi hasil (tanah pertanian).

j. Peralihan tugas dan wewenang.

4. Tindakan Terhadap Tanah Terlantar (Lahan Mati)

Terdapat pada Pasal 15 UUPA yaitu:


Pasal 15

(1) Tanah yang sudah dinyatakan sebagai tanah terlantar menjadi tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara.

(2) Kepada bekas pemegang hak atau pihak yang sudah memperoleh dasar
penguasaan atas tanah yang kemudian dinyatakan sebagai tanah terlantar diberikan ganti
rugi sebesar harga perolehan yang berdasarkan bukti-bukti tertulis yang ada telah dibayar
oleh yang bersangkutan untuk memperoleh hak atau dasar penguasaan atas tanah tersebut
yang jumlahnya ditetapkan oleh Menteri.

(3) Dalam hal pemegang hak atau pihak yang telah memperoleh dasar penguasaan
atas tanah tersebut telah mengeluarkan biaya untuk membuat prasarana fisik atau
bangunan di atas tanah yang dinyatakan terlantar, maka jumlah yang telah dikeluarkan
tersebut diperhatikan dalam penetapan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan pada pihak yang oleh
Menteri ditetapkan sebagai pemegang hak yang baru atas tanah tersebut.

5. Pertimbangan saya dalam era reformasi pembangunan sekarang ini sudah perlu

direformasi atau diganti lagi

Kini setidaknya terdapat tiga titik api paling berbahaya yang mengancam masa

depan UUPA dan reforma agraria. Pertama, wacana untuk mengundangkan berbagai

pengaturan pertanahan dalam rancangan UU (RUU) Cipta Kerja. Banyak sekali

ketentuan dalam RUU tersebut yang berseberangan dengan prinsip-prinsip keadilan

agraria. Selama ini investor dan sebagian birokrat menganggap bahwa kesulitan

memperoleh tanah merupakan salah satu hambatan untuk berinvestasi.

Lewat UU sapu jagat itu, ketentuan yang menyangkut pertanahan dan sumber

daya alam diutak-atik dan diterobos tanpa mempertimbangkan dampak sosial, ekonomi,

politik, budaya, dan lingkungan. Misalnya, ada ketentuan tentang penghapusan


kewajiban perkebunan mengusahakan lahan perkebunan dan sanksi bagi perusahaan yang

tak menjalankan kewajiban.

Begitu juga ada ketentuan tentang pembentukan bank tanah sebagai upaya

akselerasi proses pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur yang berdalih untuk

kepentingan reforma agraria. Kemudahan-kemudahan perizinan pertanahan atas nama

pengadaan tanah untuk proyek infrastruktur akan menyuburkan praktik-praktik makelar

dan spekulan tanah.

Kedua, semakin menjamurnya aturan sektoral atau peraturan perundang-undangan

di bidang agraria pasca UUPA, yang berseberangan dengan nilai-nilai konstitusional dan

HAM. Akhir-akhir ini rakyat terus dihadapkan dengan kejutan-kejutan produk hukum

serba instan yang tidak memihak pada kepentingan publik, tak terkecuali produk hukum

di bidang agraria dan SDA. Misalnya, UU Minerba yang baru memberikan kemudahan-

kemudahan perizinan yang diberikan kepada taipan tambang sehingga memudarkan

prinsip-prinsip kepastian hukum dan keadilan agraria.

You might also like