You are on page 1of 54

PROLOG

Bercerita tentang 4 orang sahabat dengan karakter yang sangat berbeda. Berawal dari pertemuan di
SMA Pandawa mereka menjadi sahabat. Mereka saling peduli antara satu sama lain, jika satu dari
mereka bersedih semua ikut sedih. Jika mereka senang semua akan senang.

Kimberly Caroline, gadis cantik yang memiliki sifat kepemimpinan dia sering dijadikan leader oleh
teman-temannya dia punya cita-cita jika ia dewasa ia ingin sekali menjadi arsitek dia juga anggota
OSIS di SMA Pandawa tapi akhir-akhir ini ia merasa sedih di satu sisi ia senang karena berhasil naik
kelas dengan nilai yang sangat baik tapi di satu sisi ia sangat sedih karena harus berpisah dengan
kekasihnya yang melanjutkan pendidikannya ke universitas.

Raline Shah gadis tomboy yang sangat hobi sekali bermain bola basket dulu ia sempat punya cita-cita
ingin menjadi polwan tapi saat SMP hingga sekarang SMA dia malah berubah pikiran ia ingin menjadi
seorang atlet karate menurutnya karate itu adalah hal yang menyenangkan ia paling anti sama yang
namanya berpacaran maka dari itu ia masih jomblo dia paling tidak suka jika melihat teman-
temannya sedih apalagi gara-gara cinta.

Lavina Hanin mazaya gadis yang sangat terkenal dengan prestasinya sebagai atlet voli dia punya cita-
cita yang sangat jauh berbeda dengan hobinya dia ingin sekali menjadi dosen jika Kim dijadikan
leader Hanin lebih sering dijadikan penasehat karena dia adalah yang paling dewasa bukan usia tapi
pemikirannya dia juga sangat peduli jika ada teman-temannya yang disakiti oleh lelaki.

Zahira Zahra gadis paling religius di antara mereka dia punya cita-cita ingin menjadi seorang dokter
padahal menurut Raline menjadi seorang dokter itu sangatlah menakutkan dan Zahira itu tidak takut
dengan jarum suntik berbeda dengan Kim Raline Shah dan Hanin dia sama seperti Hanin yang
mempunyai pemikiran yang dewasa.
KISAH KLASIK

“jika ada orang yang bilang kita itu sama mereka salah besar , karena kita itu berbeda jika perlu
berbeda jauh.

tapi perbedaan itu yang membuat kami semakin peduli dan saling menghargai”

∆∆∆∆∆

“dan kau hadir..... Merubah segalanya segalanya... menjadi lebih indah.....

Kau bahwa cintaku setinggi angkasa...

Membuat ku merasa sempurna....”

“kak !” seseorang yang dipanggil kakak oleh Kim itu menoleh dan melepaskan earphone yang
terpasang di telinganya.

“eh,Kim ....nyari banyu?.” Tanya nya.

“Iya, Kak banyunya ada ?.” lelaki itu mengangguk.

Armando kapten basket SMU Pandawa bukan hanya terkenal dengan kegantengannya tapi juga
karena prestasinya. 2 tahun berturut-turut dia menjadi juara umum di sekolah dan menjadi idola
banyak orang terutama para siswi.

“Abimanyu.... ada yang nyari!!.” Teriaknya .

“iya bentar kak.” banyu keluar menemui siapa yang mencari dirinya.

“Kimberly?ada apa?

“Saya disuruh Bu Yani buat manggil kakak.”

“ciaialaj....kaku amat ngomongnya...Kim tau nggak banyu itu udah lama suka sama kam__” Banyu
membekap mulut putra.

“Jangan didengerin Kim, Kak Putra itu emang gini orangnya suka bercanda.” Ucap Banyu.

“Nggak papa kok kak.”

“Ya udah kamu duluan nanti saya nyusul aja.” Kim hanya mengangguk dan pergi.
“cie ....malu nih ya....” goda Putra.

“ Apaan sih kak?. Gua pergi dulu aja aku...”

“ciee....Dan kau hadir ....merubah segalanya....”Putra melanjutkan nyanyiannya yang sempat


tertunda.

‘Suatu saat saya kan ada di sisi kamu’

∆∆∆∆∆

“Lihat nih gue juga bisa.” Hanin memperagakan joget loyo loyo milik BTS.

“apaan lu salah gerakannya itu.... harusnya gini .” Raline mengulang gerakan yang sama.

“udah jangan sampai kita ribut hanya gara-gara gerakan ini.” ucap Zahra

“ Baik Bu ustadzah...” ucap Hanin dan Raline bersamaan.

“Hai guys..” sapa Kim.

“Darri mana aja lo?Sumringah banget mukanya.”

“coba tebak gua dari mana?.” Kim menaik turunkan alisnya.

“Palingan juga abis nemuin kakak Banyu..”ucap Raline Shah lebay.

“that's right... gue abis nemuin dia tapi di sana gue juga ketemu sama Kak Putra.” teman-teman Kim
keheranan.

“Terus?.” Tanya Zahra.

” ya gua ngerasa kalau gua tuh ada dalam situasi yang nggak bener gitu.” Ucap Kim

“Gua nggak ngerti maksud Lo.” Hanin menggaruk-garuk kepalanya.

“emang kalau ngomong sama lu mah nggak pernah nyambung nin...Hanin” Ledek Raline.

“gua suka sama Kak banyu tapi setiap gua lihat Kak Putra pasti deg-degan.” Tutur Kim.

“gini nih kalau urusan percintaan anak muda nggak bakal pernah beres sampai 7 turunan.” Hanin
beranjak.

“apaan sih Lo nin,gaje huuu.” Mereka bertiga menyoraki Hanin.


∆∆∆∆∆

Brum....brum....

tin.....tin....tin.....

Seseorang berhasil membuat Kim and Friends terlonjak kaget bahkan Hanin hampir jantungan jika
tidak segera minggir. Dan Raline dia malah memperagakan jurus karatenya,

Sedangkan Zahra dia hanya terkekeh kecil melihat Kim yang menggerutui empunya motor.

“Aduhh...kalo bawa motor hati-hati dong jangan bikin kaget. Gerutu Kim.

“Hai, sorry udah bikin kaget ya?.” Si empunya Motor membuka helmnya.

“Kak banyu?.” Bukan Kim yang kaget, tapi Zahra.

“Za harusnya yang kaget itu Kim bukan Lo.” Raline menepuk jidatnya.

“Hehehe sorry ya kak.” Zahra meminta maaf pada mereka.

“Mau pulang bareng nggak?.” Tawar Banyu.

“Mau mau,pake banget.” Jawab Hanin.

“Sorry, yang gue tawarin Kim, bukan Lo” Banyu tersenyum kikuk.

Wajah Hanin yang semula ceria seketika berubah menjadi murung.

“Udah kalau lo yang mau pulang bareng sama Kak Banyu silakan biar gue nebeng Raline aja.”

Ucap Kimberly.

“serius?.” Hanin antusias.”

“Tapi kan aku ngajak kamu Kim bukan Hanin.” Tutur Banyu.

“Ya udah terima aja kak, lagian mau Kim atau Hanin juga sama sama-sama cewek kan?.” tutur Raline.

“Ya tapi...”

“Ayo kak “ Hanin sudah naik diatas motor milik Banyu, dengan sangat terpaksa Banyu harus
mengantar nya pulang.

Setelah motor milik Banyu tak terlihat mereka memutuskan untuk pulang Zahra sudah pulang
terlebih dahulu karena kakaknya sudah menjemput.

Berarti Kini hanya tinggal Kim dan Raline.

Beberapa kali Ralin mencoba menghidupkan motornya tapi sama sekali belum berhasil tapi bukan
Ralin kalau putus asa. Dia mencoba mengutak-atik mesin motornya dan mencoba menstarternya
lagi tapi tetap saja mati.

“kenapa Ra?.” Raline masih mencoba menghidupkan motornya.

“ nggak tahu,mogok kali ya ?.”

“hahaha serius? tau gini mah gua nebeng Kak Banyu.” Kim duduk di atas trotoar jalan
“ yaelah emang gua bakal tahu gitu kalau di motor bakalan mogok?.” ucap Raline Ketus.

“Terus kita pulangnya gimana?.” Rengek Kim.

“Mana gua tau?.”

Brumm....Brumm....

Dua buah motor berhenti tepat di depan mereka berdua, betapa kagetnya Kim dan Ralin saat
mendapati siapa pemilik motor itu.

“kalian ngapain di sini ? nggak pulang?.” Tanya Putra.

“motor Raline mogok.” tutur Kim.

“ tolongin kita dong Kak.” Raline meminta bantuan pada Putra.

“ aduh saya nggak ngerti kalau urusan mesin Ra, coba nih sama Rama.”

Raline mengeringkan dahi.

“Gua Rama.” laki-laki itu memperkenalkan dirinya.

“ gua Raline ini Kimberly.” ucap Raline.

“kalau Kim gua udah kenal, dia gebetannya__.” Putra membungkam mulut Rama.

“Ram mending lu cek motornya.” tutur Putra,Rama mengangguk.

20 menit Rama memeriksa motor milik Raline,mereka sangat jenuh sekali.

“Kapan benernya sih? masih lama ya?.” tanya Raline.

“kayaknya ini mesin dalamnya rusak ,soalnya gua nggak bawa alat.” Tutur Rama.

“Kenapa nggak bilang dari tadi sih? kan kalau emang nggak bisa kita pulang naik angkot. kalau udah
sore gini kita pulang naik apa coba?.” Gerutu Raline.

“ kalian pulang bareng kita berdua aja gimana?.” Putra menawarkan diri.

“Boleh tuh, gimana Ra?.” Raline memendengus.

“Apa boleh buat.”

“Yaudah bentar.”

“ Pak sini!.”

Putra memanggil Pak Juki satpam sekolah.

“Saya minta bapak bawa motor ini ke dalam, nanti bakal ada montir yang ambil.”

“Baik Mas.”

“Yaudah kamu pulang sama saya.” tunjuk Putra pada Kim.

“Terus gua sama siapa?.”

“Sama gua.” jawab Rama

“Serius? kan gua nggak kenal loh!. nanti kalau lo apa-apain gua gimana?.” tolak Raline.
“ nggak bakal kok Ra, Kak Rama ini orangnya baik. Lagian buat apa sih lo belajar karate,kalau Kak
Rama macam-macam tinggal hajar aja kali apa susahnya.” tutur Kim.

“Bener juga, yaudah ayo.”

akhirnya mereka semua pulang awalnya jalan yang mereka lewati sama tapi saat di persimpangan
mereka berpisah karena jalan pulang mereka berbeda

“Rumah lu di mana?.” Tanya Rama.

“Hah?apa? gua gak denger.” Teriak Raline.

“Rumah lo di mana budeg!!.” teriak Rama.

“Jl merpati, kompleks D nomor 13 RT RW 11.” Teriak Raline.

“Oke.”

∆∆∆∆∆∆∆∆
CERITA KEMARIN SORE

Pagi-pagi sekali Zahra sudah berada di sekolah karena dia yang bertugas dalam mengurus kegiatan
piket. ke mana sih nih orang pada belum pada datang, dikira gua babu apa? kudu talangin mereka
nyapu terus.

Sekolah masih sangat sepi sekali, mungkin hanya ada beberapa murid rajin yang datang lebih pagi.
Mereka harus mengerjakan PR yang tak tuntas dikerjakan di rumahnya. Tapi nggak semua murid
seperti itu kok, masih ada Kimberly,Raline,Hanin, dan Zahra yang rajin menuntaskan di rumah.
walaupun begitu bukan berarti mereka tidak pernah mengerjakan tugas di sekolah, beberapa kali
mereka pernah melakukan hal itu jika tugas yang diberikan tidak terjangkau oleh otak manusia
biasanya. Prestasi mereka juga tidak terlalu buruk kok, apalagi Kimberly dia menjadi juara kelas di
kelas 10 IPA 1, diikuti Hanin yang mendapatkan peringkat 4,Raline kelima, dan Zahra keenam.

“nanti ketahuan.”

“satu....dua....Tiga....dor!!!.”

“ astaghfirullah hal adzim, coy lu pada bikin kaget aja.” Hanin dan Raline hanya tertawa terpingkal-
pingkal melihat Zahra ternista.

“Ah lo mah kagetnya nggak seru, nggak kayak mamah gua.” ucap Hanin.

“emang nyokap lo kagetnya gimana nin?.” Tanya Raline masih sambil tertawa.

“Nih ya, kalau dia kaget semua bisa diucap. kayak gini nih, astagfirullah mang Udin Sanusi nikah
bareng kambing kambingnya mati kebawa arus sungai and blablabla.” Raline dan Zahra tertawa
melihat tingkah Hanin yang memperagakan seperti mamanya.

“Ini kualat loh baru tahu rasa lo, nanti kisah lu diangkat jadi judul sinetron nanti gini azab anak
durhaka yang bikin nyokapnya mati kepentok kambing.” Raline tertawa semakin keras

“kok kepentok kambing sih? kan gua cuma kagetin.” ucap HaHanin.

“Ya kan lu kagetin,karena dia kaget nggak sengaja tuh kepentok kambing.” balas Zahra.

“emang bisa?.” Tanya Hanin.

“Bisa kali,udah ah kantin yuk.” Zahra mengangguk setuju.

“gua?.” Teriak Hanin.

“Gantiin gua nyapu!.” balas Zahra.

Mereka berdua berjalan beriringan, sementara Hanin masih berlari mengejar memereka. Saat di
pinggir lapangan, mereka melihat Kimberly yang sedang mengobrol dengan banyu. “itu Banyu kan?.”
Raline dan Zahra berhenti sejenak.

Bugh...

Ralin tersungkur, lututnya menabrak tembok lapangan dan sedikit luka. “Aduh... Hanin!!!!”

“Sorry sorry Ra!!! Habisnya kalian berhenti mendadak kan gua lagi lari.”

Hanin dan Zahra membantu Raline berdiri. Tanpa sadar Kimberly sudah ada saja di depan mereka.
“Nih, ulah teman sebangku lo. Masa gua ditabrak dari belakang.” Gerutu Raline, sambil
membersihkan roknya yang agak kotor karena debu lapangan.

“Kan nggak sengaja lah, gua kan udah minta maaf juga.” Hanin tak mau kalah.

“Nggak cukup, lo traktir kita bertiga makan.” Ucap Raline.

“Setuju.” Ucap Kim dan Zahra bersamaan.

“Gua nggak bawa uang lebih sumpah.” Hanin mengacung jari telunjuk dan tengahnya.

“Huhuhu.. gua nggak denger lagi pakai kacamata huhuhu....” Raline berjalan mundur, dan tanpa
sadar...

Bugh....

Kim dan Zahra tertawa, yang lebih parah tertawa adalah Hanin.

“Rasain tuh makanya jangan ngerjain gua.” Teriak Hanin.

“Kamu nggak papa?.” Tanya orang yang ditabrak lebih tepatnya tertabrak Raline.

“nggak pap__. Kak Putra?.” Kim menoleh pada Ralin.

“Sini saya bantu.” Putra menjulurkan tangannya.

“Makasih...”

“sama-sama titik lain kali kalau jalan lihat ke depan, Untung saya yang kamu tabrak. Kalau yang lain
gimana?. Mobil misalnya.” Tutur Putra.

“Itu mah bukan saya yang nabrak tapi mobil yang nabrak saya.” Raline mendengus sebal.

“Kim?.” Kimberly, menghampiri Putra tentunya Hanin dan Zahra juga mengikuti.

“Iya Kak?.”

“Kemarin kamu gimana? Orang tua kamu pulang jam berapa?.” teman-temannya Hanin saling
pandang,kecuali Raline karena ia sudah tahu.

“nggak gimana-gimana kok, nggak lama habis kakak pulang Ibu juga pulang.” Jawab Kimberly.

“Kim!!!.” Kimberly menengok ke arah suara yang memanggil namanya.

“iya?. “

Banyu masih mengatur nafasnya, karena tadi ia berlari titik padahal nggak ada kerjaan sekali lari-lari
di koridor sekolah.

“H...H....H... Kemarinh kamuh.... Pulang naik apa? Kata temanku motor Raline mogok.” Tanya Banyu
dengan nafas yang belum teratur.

“oh itu, iya motor alin emang mogok Untung ada Kak Putra jadi aku nih bang deh.” Banyu kaget, lalu
melirik pada Putra.

“Gua Cuma __” belum selesai Putra melanjutkan ucapannya Banyu sudah pergi berlalu.

“banyu! Banyu! bannnyyy__”


“Kak Banyu kenapa sih Kak?.” Tanya Hanin.

“Mungkin dia salah paham sama saya.” Putra menghembuskan nafasnya kasar.

“Emang kenapa?.” tambah Zahra “Karena saya nganterin kim.” Putra menunduk.

“Apa hubungannya?.” Kali ini Kimberly yang bertanya.

"Sebenarnya dia itu udah suka sama kamu sejak kamu belum masuk ke sini juga. Dan dia tuh sering
cemburu sama saya karena saya lebih dekat sama kamu. Padahal kita dekat saat ada kegiatan osis
aja kan.” Kimberly kaget dengan penuturan Putra.

Berarti perasaannya tidak sia-sia. Ia tidak bertepuk sebelah tangan titik harusnya ia senang, tapi
kenapa ia justru sedih melihat Putra. Sebenarnya yang ia sukai Putra atau Bayu entahlah hanya
Tuhan yang tahu.

∆∆∆∆∆

10 IPA 1...

“Kim? Emangnya kemarin ada apa sih? Kok lu nggak cerita sama kita. Ya nggak Ra?.” Kalian tertawa
melihat Hanin.

“Gua mah udah tahu, orang gua ada di sana.” Kimberly ikut terkekeh.

“ kok lo nggak ngajak!” teriak Hanin pada telinga Kim.

“setan, pegang tahu.” Kim mengusap-usap telinganya. “Lagian kan lo udah antusias banget mau
pulang sama Kak Bayu.”

“Iya juga.” Ucap Hanin.

“Tapi gua belum tahu cerita di rumah lo.” Ralin duduk tepat di samping Kimberly.

“jadi gini...”

Flashback on....

“Rumah kamu di mana?.” tanya Putra sedikit berteriak.

“Jalan Garuda, kompleks c nomor 9.”

“Oke.”

Putra memberhentikan motornya tepat di depan alamat yang dituturkan oleh Kimberly. Saat
Kimberly menggedor rumahnya ia tidak mendapati jawaban, dia kembali menghampiri Putra.

“Kenapa?.” tanya Putra, membuka helmnya. Tampak wajah ganteng dari Putra terlihat sangat
indah bila dipandang mata.

“kayaknya mereka belum pulang deh, kayaknya adik aku juga sama.” Ucap Kim.

“emang mereka ke mana?.” Tanya Putra.


“kayaknya sih bunda masih ngajar, kalau Ayah pasti lagi di kantor dinas.” Ibu Kimberly adalah
seorang dosen di salah satu universitas terkemuka di Semarang Dan ayahnya adalah seorang
jenderal tentara angkatan udara.

“mau saya temenin?.” Putra menawarkan diri.

“Emang nggak papa tanda tanya nanti pulangnya pasti bakalan malam.” Tutur Kim.

"Apa sih yang nggak akan saya lakuin buat kamu?.” Kimberly tersipu malu.

“ya udah ayo masuk aja, kita nunggu di teras aja.” Setelah memarkirkan motornya, Putra duduk
di kursi teras rumah Kimberly.

“Rumah kamu besar ya tapi kayaknya sepi.” Putra melirik Kim.

“Iya, besar tapi nggak ada isinya hehehe. Semua sibuk sama kerjaan, nggak ayah nggak ibu gitu
juga sama anatasya.” Kimberly tertunduk.

30 menit telah berlalu tapi orang tua Kimberly belum juga pulang. Putra sudah menggaruk-garuk
badannya karena gatal bekas keringat. Rasanya jika ada kolam air dia akan menceburkan
dirinya. Kimberly yang melihat kelakuan Putra pun terkekeh geli.

“gatel ya Kak?.”

“Iya nih mana udah bau banget badan saya jadi malu deket-deket sama kamu.” Putra menggaruk
tengkuknya

“Ya udah kalau kakak mau pulang, pulang aja titik tadi bunda wa katanya bentar lagi pulang.”
Putra mengangguk.

“yakin berani?.”

“Iya..”

“ya udah saya pulang dulu, jaga diri baik-baik titik kalau ada apa-apa jangan segan buat nelpon
saya.”

Kimberly mengganggu titik setelah itu Putra benar-benar berlalu pergi meninggalkan Kim.

Flashback off....

“Jadi gitu ceritanya.” ucap Kimberly.

“Pantesan Banyu salah paham. Kata Kak Putra aja dia suka sama lo.” Raline memainkan pulpen.

“tapi kenapa nggak coba lu tanya aja sih sama Banyu, bener dia suka sama lo atau Putra cuma
ngibulin lu doang?.” saran Hanin.

“Bener juga tuh, tumben lu encer.” ejek Zahra.

“nggak encer, kalau encer nanti congean gua keluar puas loh.” Hanin menatap Zahra tajam.

“Gua setuju sama Hanin.” Tambah Raline.

“Nanti gua coba deh.” Mereka semua kembali pada meja masing-masing dan mengikuti pelajaran
dengan seksama. Walaupun terkadang Raline terkantuk-kantuk, matanya berat. Rasanya ingin
tertidur saja dan mimpi indah.
∆∆∆∆∆
KESEMPATAN DALAM KESEMPITAN

“sembilu titik. Yang dulu..... biarlah.... Berlalu.... Bekerja bersama hati... Kita ini insan bukan seekor
sapi.....”🎶

“iyalah orang Cuma lu yang sapi, kan badan lu paling gede.” Teriak Raline pada Levin.

Memang seperti ini, keadaan kelas jika jam kosong, berisik dan berantakan titik semua sibuk dengan
urusan masing-masing, ada yang diam di pojokan untuk bergosip, lari-larian, bahkan bisa ada konser
dadakan di kelas, seperti yang dilakukan Levin dan kawan-kawannya.

“Bodo amat.... Yang penting kita bahagia...” balas Levin.

“Dasar dugong.” Ucap Raline Ketus.

Raline menghampiri meja Kimberly dan Hanin. Hanin sedang seru sekali menyalin catatan dari buku
cetak ke buku tulisannya. Sedangkan Kimberly sedang asyik sekali membaca buku.

“Kim?.”

“hmmm?.”

“kok hm sih?.” tanya Raline.

“Harusnya?.” Game mengernyitkan dahi.

“maksud alin panjangan dikit.” Hanin ikut menimpali.

“alin? Siapa?.” Tanya Raline.

“aduh... Alin ya lu lah Ra...” Hanin menepuk jidatnya.

“Iya loh kalau manggil gua tuh satu nama aja, kalau Ra ya ra, kalau alin ya alin.... Jangan bikin awak
pusing.” Raline tersenyum.

“Terserah lu aja dah.”

“ada apa Ra?.” Tanya Kim.

“Lu udah nanya sama Kak Banyu? Soal yang kemarin?.” Raline menaik turunkan alisnya.

“soal yang mana?.” Tanya Kim.

“soal dia suka sama lu atau enggak.” Tutur Raline.

“Oh... Belum.”

“kenapa?.”

“Kimberly..... Ada yang nyari....” teriak Gilang.

“Siapa?.” Tanya Kim.

“ kakak Banyu.” Jawabnya.

Hanin dan Raline menoleh bersamaan titik Kimberly sangat mengerti maksud dari tatapan
sahabatnya itu.
“iya...”

Kimberly berjalan keluar untuk menemui Banyu, entah kenapa dia deg-degan sekali titik dia terus
memegangi dadanya, semoga saja detak jantungnya tak terdengar oleh telinga banyu.

“Kak?.” Banyu menoleh. “ada apa ya?.”

“saya Cuma mau ngajak kamu pulang bareng.”

“Hah? Tapi ...”

“Kamu dijemput sama Ayah kamu ya?.” tanya banyu.

“enggak kok Ayah lagi dinas di luar kota.” Jawab Kim.

“kalau gitu nanti pulang sekolah saya tunggu di parkiran.” Kim mengangguk tanda mengiyakan
ajakan banyu.

∆∆∆∆∆

“Lu serius gak mau nebeng sama gua Kim?.” tanya Raline yang sudah bertengger di atas motornya.

“enggak deh gue udah terlanjur janji sama Kak Banyu.” Jawab Kim.

“Ya udah gua duluan, Abang gua udah jemput.”ucap Zahra.

“gua juga.” Hanin juga ikut pergi.

“Mau gua tungguin sampai Banyu datang?.” Kimberly menggeleng.

“Yakin?.”

“Iya udah sana lu pulang.” Kim mendorong motor Raline.

“Lo ngusir gua?.”

“Iya, udah sono.”

“jangan lupa nanti tanyain.”

“Iya bawel.” Raline pergi memacu motornya secepat mungkin karena ia sudah sangat lapar sekali.

Hampir setengah jam berlalu, tapi Banyu belum juga datang. Kim sudah merasa pegal sekali dari tadi
ia berdiri di parkiran.dari kejauhan, motor Putra mendekat dan berhenti di depan Kim.

“Kamu belum pulang Kimberly?.” tanya Putra.

“Belum nih Kak.” jawab Kim.

“Mau bareng atau nunggu seseorang?.”

“lagi nunggu Kak Banyu, tapi belum juga datang.” Tutur Kim.

Tak lama motor Banyu mendekat dan berhenti Di samping motor Putra.
“Kim maaf ya, saya telat, tadi disuruh Pak Rudi buat beresin perpustakaan dulu” Kim hanya
mengangguk.

“ya udah ayo, nanti keburu sore pulangnya.” Banyu memberikan helm kepada Kim.

Kim naik dengan hati-hati ke atas motor Bayu titik Putra yang melihat itu membantu memegang
tangan Kim.

“makasih Kak.”

“Sama-sama. Eh tunggu.” Putra melepaskan jaket yang dikenakannya dan memberikannya pada Kim.
Kim menatap Putra. “buat nutupin rok kamu.”

Kim mengangguk mengerti titik tanpa pamit Banyu memacu motornya menjauh dari Putra. Putra
hanya tersenyum melihat kepergian Kim. Lalu ia pun kembali ke motornya dan meninggalkan
sekolah.

Di perjalanan pulang motor melaju sangat kencang,hingga tak lama kemudian laju motor mulai
tersendat-sendat dan motor pun berhenti. Kim turun dari atas motor.

“kenapa kak?.”

“Mogok deh kayaknya.”

“Hah?.” Penuturan Banyu sukses membuat Kim ternganga.

“Maaf ya.”

“iya nggak papa.” Ucap Kim lemah.

Tin....tin...tin....

Mereka menoleh pada motor yang memberikan klakson. Ternyata itu motor milik Putra. Entah
mengapa Kim sangat senang sekali dengan kedatangan Putra.

“kenapa motornya ban?.” Ucap putra

“mogok kak” tutur Kim menanggapi pertanyaan yang dilayangkan oleh Putra.

“mau sama kakak aja ga Kim?” ucapan Putra sukses membuat Banyu kaget,tapi mau gimana lagi
daripada Kim pulang kemaleman lebih baik ia membiarkan Kim pulang dengan Putra.

“yaudah deh Put,Kim gua titipin ke lo yah!”. Tutur Banyu.

Kim mengangguk mengiyakan ucapan Bayu,seentra itu Putra tersenyum penuh memenangan.

“yaudah ayo!.” Ucap Putra.

Kim naik ke motor milik Putra dengan berhati-hati,diiringi tatapan fari Banyu. Motor melaju dengan
sangat pelan,membuat Kim sangat bosan.

Akhirnya Setelah lama di perjalanan akibat Putra melajukan motornya dengan lambat Kim sampai di
depan rumahnya

“. Makasih ya Kak!."

“Iya.”
“mau masuk dulu atau ...."

“Duduk aja deh Saya mau cerita.” Kim hanya mengangguk, mereka duduk di kursi teras depan
rumah kim.

"Mau cerita apa Kak?"

"kamu tahu kenapa motornya Banyu bisa mogok?.” Kimberly menggeleng.

“ Emang kakak tahu?.” tanya kim balik

“Tadi sebelum dia pulang bareng kamu ke rumah, saya udah rencanain buat bikin motornya mogok.”
Tutur Putra

“serius?.” Kim tertawa kecil.

“ Iya, abisnya Saya kasihan lihat kamu nunggu dari lama Tapi dia nggak datang-datang.” dia semakin
tertawa Kakak sadis banget loh"Kim menahan tawanya. Biarin aja, biar dia ngedorong tuh motor. Ini
Putra juga ikut tertawa

“Saat saya bilang kalau di depan ada bengkel, tapi itu bohong hahaha. Hah? Lagi?. iya. Sumpah udah
kelewat banget itu sih,parah banget.... Nggak kebayang saya gimana muka dia titik keringatan lah
pasti.

Seorang gadis sedang duduk sendirian di sebuah Cafe Dia sedang terbagus pada laptop di depannya
kau masih sekali Iya meminum minuman yang telah dipesannya.

Sementara itu seorang lelaki sedang kebingungan mencari kursi kosong untuk diduduki nya. Tapi
tetap saja nihil koma saat itu kamu sedang ramai sekali hingga tak ada satupun meja kosong titik
hanya ada satu kursi kosong ya itu di depan seorang gadis yang sedang fokus pada laptop di
depannya titik laki-laki itu menghampiri meja gadis itu.

“boleh gua duduk disini?." Raline mengadakan kepalanya, matanya terbelalak saat melihat siapa
laki-laki yang ada di hadapannya saat ini.

“lo temennya kim kan?.”ucap laki-laki itu.

“kak Rama lagi apa disini?.” tanya raline balik pada rama.

“ gua lagi bosan aja di rumah, kalau lu?”

“ini lagi nebeng WIFI” Raline cengengesan.

“ boleh gue duduk?”

“oh iya silahkan”

“mbak!” Rama memanggil pelayan cafe,ia memesan beberapa makanan.

“ cappuccino satu terus kentang goreng tiga tapi bungkus aja” baik silahkan ditunggu ya.

“ banyak amat kak, buat siapa aja?” tanya raline.

“ buat orang rumah” Raline ber O

“ gak pesan makan?” Raline menggeleng.

“ enggak, lagian ini juga pesan minum terpaksa biar bisa dapet wifi gratis aja hehe.” rama terkekeh
MAKSUD TERSELUBUNG

∆∆∆∆∆

“Gua balik dulu ya kak.” Mereka berjalan menuju ke luar Cafe.

“ Iya hati-hati jangan ngebut-ngebut jalanan licin.” Raline mengangguk.

“Eh tapi sebelumnya gua mau nanya nih” Raline berbalik

“Soal apa?”Rama mengeringinkan dahi.

"Soal kak putra. Rahma tersenyum heran.

"Putra?" Raline mengangguk.

“ emang putra kenapa?”

"Nggak sih cuma gua lihat akhir-akhir ini gue deket sama Kimberly, ya gua cuma mau mastiin aja."
Raline bersandar pada motornya.

"Gua nggak tahu pasti sih, tapi dia pernah bilang kalau dia emang suka sama Kim titik tapi dia juga
pernah bilang kalau dia cuma mau jauhin Kim dari Playboy."tutur rama.

"Playboy?."Rama mengangguk.

"Ya udah deh, thanks ya buat infonya. Gua balik dulu. "Raline pergi memacu motornya secepat kilat.

"Cewek aneh. " Rama tersenyum.

Hanin berjalan santai menuju kelas, pagi ini dia sangatlah bersemangat titik mungkin karena hari ini
tim voli SMU Pandawa akan bertanding. Atau Ada hal lain yang membuatnya bahagia.

"Hai!!!" Sapa seorang lelaki.

Hanin menghentikan langkahnya. "Hai, tumben lu pagi-pagi udah ke sekolah titik biasanya juga
siang."

"Kan biar bisa ketemu loh, dan lihat wajah cantik lo kalau masih pagi-pagi." Ucapnya terkekeh.

"Masuknya kalau siang gua nggak cantik?." Hanin berkacak pinggang.

"Nggak.." laki-laki itu berlari titik dengan susah payah hanya mengejarnya.

"Woi..... bara....... awas aja lo ... Gua bikin ayam penyet baru tahu rasa loh. "Teriak Hanin masih
mengejar bara sekuat tenaga.

"Kejar aja kalau bisa..!!!" Teriak Hanin.

Tiba-tiba....

B u g h....

Baru tak sengaja menabrak seorang hingga jatuh, dia pun tersungkur ke lantai.
"Hahaha.... Rasain lo. "Hanin tersenyum penuh kemenangan.

"Lo bukannya bantuin malah ketawa titik laknat lo." Baru berdiri dan memegangi

"Maaf ya mas." Ucap laki-laki yang ditabrak bara.

"Lo lagi, datang nggak bilang-bilang.. udah sono minggat". Bentak bara

Hanin masih saja tertawa, sambil memegangi perutnya. Darah yang melihatnya menetap tahan yang
tajam seakan Hanin adalah hewan buruannya. Baru berjalan mendekat.

"Lu mau apa?". Tanya Hanin

Mau gua? Tanya bara balik.

Bara melototi Hanin layaknya zombie yang akan memangsa.

"Hahaha.." barat tertawa terbahak-bahak melihat wajah konyol Hanin.

"Lu ngerjain gue ya?. Dasar"

"Udah ah gua mau pergi ". Ucap Hanin

"Ngapain sih lo ikutin gua?".

"Siapa yang ngikutin lo kok? Orang kelas gua di sana." Hanin semakin kesal dengan bara."

"Bye..."

"Iya deh maaf gua cuma mau ngasih coklat ini buat lo, jangan lupa dimakan titik gua duluan ke kelas
ya. Hati-hati." Bara mengajak rambut Hanin. Sementara Hanin hanya diam berpaku dengan
perlakuan bara padanya.

Kimberly berdiri dan hendak dengan membawa sebuah paper bag di tangannya.

"Mau ke mana Kim?." Tanya Zahra.

"Balikin jaketnya kak putra. Eh rah temenin gue yuk". "Raline ikut beranjak.

Mereka berjalan beriringan menuju lantai 3, menuju kelas putra titik setelah sampai di depan
kelasnya, Kim berbalik menatap Raline.

"Apa?”. Ucap raine.

Kim tersenyum. Kali ini ia mengerti maksud dari senyuman kim. Ia pun mengetuk pintu.

Tok...tok...tok...

Kelas yang tadinya riuh berubah jadi hening karena kemunculan Ralin di pintu.

"Sorry, kak putra ada?." Tanya Raline. Wajah tegang penghuni kelas berubah jadi ceria kembali.

"Adik ngagetin aja kirain siapa."

Tutur salah satu teman sekelas putra.

"Ada apa Ra?." Tanya putra.


"Tuh..." Raline menunjukkin dengan dagunya.

"Hai kak!"

"hai, ada apa Kim?."

"Gua cuma mau balikin jaket punya lu titik sorry Belum gua cuci." Putra mengambil paper bag dari
tangan Kim.

"Nggak papa lagi, kalau mau juga boleh kamu simpan jaketnya." Putra mengembalikan paper bag itu.

"Hah? Enggak, jangan dong kak."

"Udah simpen aja"

"Oke aku simpan deh."

"Oh iya, nanti pulang bareng banyu lagi?." Kim menggeleng.

"Nggak tahu."

Putra mengacungkan jempol tangannya. "Bagus, kamu pulang bareng saya aja jangan sama banyu
nanti mogok lagi motornya."

"Nggak akan mogok kali, kalau nggak lo otak-atik mesinnya kak." Timpal Ralin.

"Hehehe kok kamu bisa tahu sih Ra?." Putra menggaruk tengkuknya.

"Ya tahulah orang gua dikasih tahu sama Kim." Kim terkekeh kecil.

"Jadi malu saya." Putra terkekeh.

"Bisa malu juga ternyata." Kim tersenyum.


KENCAN KELABU

∆∆∆∆∆

Hal yang indah untuk hari yang berbunga, kira-kira itu bisa jadi penggambaran perasaan Kimberly
saat ini. Kenapa tidak, pasalnya hari ini sesuai yang dijanjikan putra mereka pulang bareng dengan
tepat waktu.

Ada yang lebih meledak lagi dari itu kamu bahkan ledakannya mampu membuat orang yang
mendengarnya mati penasaran titik sebelum pulang putra mengajak Kimberly makan malam titik
betapa senangnya hati Kimberly, baru kali ini ia diajak makan malam oleh laki-laki yang sama sekali
bukan siapa-siapanya bahkan pacaran pun belum.

Jam menunjukkan pukul 19.45 sekitar pukul 20.00 Kimberly harus sudah siap, karena putra akan
menjemputnya pukul 08.00 titik sedangkan Kimberly masih saja kebingungan mencari baju yang pas
untuk dikenakannya.

"Aduh titik. Pake yang mana sih? Kok bingung gua! Padahal kan cuma makan malam biasa, tapi
kenapa gue ngerasa luar biasa." Kimberly masih mencocokkan baju satu dengan lainnya.

Wanita paruh baya masuk ke dalam kamarnya. Dia duduk di atas kasur di samping anaknya yang
sedang kebingungan.

"Kamu kenapa sih sayang?."

"Ini bun Kimi bingung banget mau pakai baju yang mana." Ucap kimcemberut.

"Pakai yang mana aja lah, temen kamu udah nunggu di bawah tuh kasihan." Kim terlonjak.

"Serius Bun?" Ibunya mengangguk.

"Aduh . Ya udah yang ini aja deh." Akhirnya pilihan Kim jatuh pada kaos polos dan celana jeans putih
yang akan dipadukan dengan hoodie berwarna kuning dan sepatu yang selaras.

Setelah selesai bersiap Kim turun bersama ibunya titik putra yang melihat sangat terpesona dengan
kecantikan Kim. Dengan dandanan sederhana saja.

udah nunggu dibawah tuh kasian." Kim terlonjak.

"Serius Bun?." Ibunya mengangguk.

"Aduh... Yaudah yang ini aja deh." Akhirnya pilihan Kim jatuh pada Kaus polos dan celana Jeans putih
yang akan dipadukan dengan Hoodie berwarna Kuning dan sepatu yang selaras.
Setelah selesai bersiap Kim turun bersama ibunya. Putra yang melihatnya sangat terpesona dengan
kecantikan Kim. Dengan dandanan sederhana saja telah membuat gadis itu cantik, lebih tepatnya
cantik sekali.

"Kak?." Putra tersadar dari lamunannya.

"Hah? Iya?."

"Sorry ya, udah nunggu lama ya?." Tanya Kim.

"Nggak kok, nggak terlalu lama." Jawab Putra.

Ibunya Kim tersenyum, "jangan bohong loh Mas, orang nunggunya

udah dari setengah jam yamemandang

"Serius kak?." Putra mengangguk. "Sorry ya kak, jadi nggak enak."

"Yaudah mending sekarang kalian berangkat, biar pulangnya nggak kemaleman." Mereka
mengangguk.

Setelah menyalami ibunya Kim, mereka berdua berangkat menuju tempat yang akan jadi saksi bisu
kencan malam ini.

Motor Putra berhenti didepan sebuah restoran yang cukup megah, dan kelihatan nya makanannya
pun mahal-mahal. Terlebih lagi saat Kim masuk, dekorasi yang indah tersuguhkan dengan baik.
Bahkan mata Kim tak hentinya memandangi.

setiap penjuru restoran.

"Saya mau ke toilet sebentar ya Kim." Kim hanya mengangguk.

Dia duduk di kursi yang sudah disiapkan. Hingga seseorang dengan pakaian seperti seorang chef
mendekat. Kim tak bisa melihat wajahnya karena dia menggunakan Masker. Dia meletakkan sepiring
kue diatas meja.

"Silahkan dinikmati." Ucapnya.

"Terimakasih."

Tanpa ragu Kim memotong kue itu hingga tak disangka dari dalam kue tersebut keluar sepucuk
surat. Membukanya perlahan. Kim sangat kaget sekali dengan tulisan yang tertulis didalamnya.
Untuk wanita yang selalu sukses membuat saya penasaran

Kimberly Kane Caroline

Saya Abimanyu Prasetya ingin meminta anda untuk menjadi pacar saya.

Kim menatap pada Chef disampingnya, dan saat chef itu membuka maskernya. Tampak wajah
tampan dari Banyu, bukan Putra. Entah mengapa Kim sangat merasa sedih. Putra keluar dari balik
tembok dibelakang Banyu. Dengan tersenyum tipis.

Kim menatap Putra penuh tanya. Putra hanya menunduk. Tak ada jawaban sedikitpun keluar dari
mulut Putra. Kim beralih menatap Banyu yang sudah berlutut dihadapannya.

"Apakah kamu berkenan untuk menjadi seorang yang akan mengisi hari-hari saya? Kamu mau jadi
pacar saya?." Kim menatap Putra.

Putra hanya tersenyum, Kim berdiri dan menghampiri Putra. Tanpa aba-aba dia menampar pipi
mulus Milik Putra.

"Gua nggak abis pikir sama jalan pikiran Lo." Kim keluar cafe dengan derai air mata.

Banyu menatap Putra penuh tanda tanya, lalu banyu mengejar kemana Kim berlari. Tapi Banyu
terlambat Kim sudah duluan naik Taksi.

"Sayang kamu kok udah pulang? Loh kamu kenapa nangis?." Kim tak menghiraukan pertanyaan dari
ibunya.

"Kak Kim kenapa Bun?." Tanya Tasya adik Kim. Ibu hanya menggeleng.

"Coba kamu telpon Raline, minta dia buat nanyain kenapa dengan Kim." Tasya menelpon Raline
sesuai permintaan ibunya.

Tut.... Tut.... Tut.....

"Halo kak Ra?."

'iya ada apa Nath?.'

"Gua cuma mau nanya, tadi Kak Kim abis jalan sama Kak Putra, terus pas pulang dia nangis. Kira-kira
Lo tau nggak kenapa?."

'aduh... Gua nggak tau deh... Tapi nanti coba gua tanya Putra. Lo tenang aja ya.'

"Iya kalo gitu makasih ya kak, sorry juga udah ganggu."

'santai aja kali.'

Tut... Tut... Tut...

Panggilan terputus...

"Gimana?." Tasya menggeleng.

Setelah panggilan dari Tasya terputus, Raline langsung mencoba menghubungi Putra.

Tut... Tut... Tut...


Tidak diangkat

"Aduh... Ni orang kemana sih?." Ralien terus mencoba. Hingga panggilan yang ke 4 akhirnya
diangkat.

"Halo?."

'ada apa Ra?.'

"Gua mau kita ketemuan di cafe Deket rumah gua."

Raline mematikan sambungan telepon, dan langsung mengambil jaket yang tergantung di dinding
kamar. Lalu mengambil kunci motor dan berjalan menuju garasi. Dia memacu motornya secepat
mungkin.

Tampak Putra sudah menunggu. Malam ini cafe sangat sepi pengunjung. Raline duduk dikursi depan
Putra. Dan langsung menatap tajam kearah Putra dengan seribu tanda tanya diatas kepalanya.

"Tadi Anathasya bilang Lo abis jalan sama Kimy, bener?." Putra mengagguk. "Terus apa yang Lo
lakuin sampe pas pulang dia nangis dan membuat bundanya khawatir?."

Hening tak ada jawaban sedikitpun...

"Saya cuma mau bantuin Banyu nyiapin ini semua." Jawabnya.

"Banyu?." Putra mengangguk dan dia pun mulai bercerita.

"Banyu minta bantuan sama saya, buat nyiapin suprise. Dia mau nembak Kim malam ini."

"Saya cuma mau bantuin dia, itu doang. Tapi saya nggak tau apa yang ada dipikiran Kim saat itu."

"Dia nampar saya dan pergi. Hanya itu yang saya tau."

Raline menggeleng tak menyangka. Dia tersenyum kecut melihat Putra. "Pengecut Lo, kenapa nggak
Lo kejar?."

"Waktu itu saya..."

"Cukup, gua mau balik." Raline beranjak pergi meninggalkan Putra.

Sebelum pulang menuju rumah Raline menelpon Tasya terlebih dahulu.

"Halo, Nath?."

'iya kak? Gimana?.'

"gua udah tau penyebabnya, tapi nggak Sekarang gua ceritain. Yang pasti Lo temenin Kim aja."

"Besok pulang sekolah gua kerumah."

'ok makasih ya kak.’

Setelah sambungan terputus, Raline kembali memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Itulah
Raline Sangat hobi sekali kebut-kebutan di jalan.

Raline mendorong motornya masuk garasi, agar tak ketahuan oleh orang tuannya.

Ting...
Sebuah pesan masuk kedalam ponsel Raline.

Kak Rama Alvredo Online

Lo abis dari mana? Malem-malem keluyuran

21.45

Kok Lo bisa tau?

21.45

Liat ke balkon

21.46

Ralien baru menyadari jika rumah Rama berada tak jauh dari rumahnya.

Jangan kasih tau mamah ya, please

21.47

Tergantung

21.47

Apa? 21.48

Read...

Woy... 21.48

Woy... 21.48

Read...

Raline hanya pasrah dan mendorong motornya kembali.


SEMBILU

∆∆∆∆∆

Pagi ini, angin berhembus kencang. Seorang gadis cantik berjalan gontai memasuki kawasan sekolah.
Pagi ini sekolah belum terlalu ramai, hanya ada beberapa siswa yang berlalu-lalang.

Malas, satu kata yang bisa menjabarkan kondisi hari Kim saat ini. Bukan ia malas belajar atau malas
pergi ke sekolah. Tapi ia malas Saja jika harus bertemu dengan Banyu atau Putra.

Dan benar saja tampak dari kejauhan Putra sedang berjalan mendekat kearah Kimberly. Kimberly
terus berusaha berjalan dengan sangat cepat, tapi usahanya gagal ketika tangan Putra berhasil
mencekal lengannya. Kim menghentikan langkahnya.

"Kamu marah sama saya?" Kim masih tak berbalik.

"Saya minta maaf sama kamu, saya ngelakuin hal kemarin Karena..." Kim menghempaskan tangan
Putra dari tangannya hingga terlepas. Dia membalikkan tubuhnya.

Kini mereka saling berhadapan, mata Kim menatap Putra tajam. Seperti harimau yang siap
menerkam mangsanya. Kimberly tersenyum kecut.

"Atas dasar apa Lo lakuin hal itu? Lo tau? Gua sakit hati! Gua kecewa! Dan gua benci sama Lo! Sorry
gua nggak bisa maafin cowok brengsek kek Lo yang cuma bisa mainin hati cewek." Kim beranjak
pergi meninggalkan Putra. Tapi, langkahnya terhenti saat mendengar teriakkan dari Putra.

"Kamu tidak tau saja betapa terdesaknya saya hari itu, saya sangat terdesak. Dan Mungkin kamu
Juga tidak tau, disini posisinya bukan hanya kamu yang terluka. Tapi saya jauh lebih terluka dari
kamu. Luka saya jauh lebih besar dari kamu."

"Dan kamu tidak tau betapa saya jauh lebih kecewa dengan sikap kamu yang hanya bisa melihat tapi
tidak bisa merasakan." Putra berjalan mendahului Kim yang masih tertegun.

Kim mencoba mencerna setiap perkataan yang dikatakan oleh Putra. Tapi, seakan mulutnya terkunci
ia tak bisa berkata apa-apa. Badannya pun terasa kaku untuk bergerak.

Kimberly masih saja sibuk memikirkan kata-kata Putra tadi pagi, yang bagaikan katana tajam yang
berhasil merobek hatinya. Sampai-sampai ia tak bisa melawan perkataan Putra.

"Kim Napa sih Lo?" Tanya Hanin. Raline dan Zahra menoleh.

"Nggak papa kok, gua cuma lagi nggak enak badan aja." Jawabnya tertunduk.

"Lo sakit Kim? Mau gua anterin pulang


aja?" Teriak Raline membuat seisi

kantin melihat kearahnya.

Putra yang sedang duduk bersama teman-temannya juga menoleh pada Raline. Untuk sesaat mata
Putra menatap kearah Kim, hingga pandangan mereka bertemu. Putra langsung memalingkan
wajahnya.

"Anter gua pulang." Kim beranjak.

"Napa sih tuh anak?" Tanya Zahra.

"Yaudah gua anterin dia pulang dulu. Ni duit buat bayar makanan gua sama Kim." Raline
menyodorkan selembar uang lima puluh ribu. Lalu berlari menyusul Kimberly.

"Lah makanan kita nggak Ra?" Teriak Hanin.

"Bayar sendiri kampret!"

Kim sudah menunggu Raline diparkiran, dengan tas yang sudah dibawanya.

"Udah izin piket?" Raline menghidupkan motornya. "Nggak usah." Kim naik keatas motor.

"Kalo nanti dikira bolos gimana?"

"Kan sama lo! Udah cepet."

"Lah ni bocah, bolos kok bawa-bawa gua."

Motor melaju meninggalkan pekarangan sekolah. Sepanjang perjalanan Kim hanya menatap kosong
pada jalanan.

Malam hari, dingin, gelap dan menakutkan. Seorang gadis duduk di balkon dengan segelas coklat
panas ditangannya. Matanya terus menatap lurus keatas. Menatap bintang yang berkelip.

"Maksud ucapan Kak Putra tadi apa ya?" Kim meminum coklat panas ditangannya.

"Kok jadi gua yang ngerasa bersalah? Mana gua udah nampar dia lagi." Kim terduduk.

"Gua telpon aja kali ya?" Kim meraih ponselnya dan mengklik nomor Putra.

Tut... Tut... Tut..

Panggilan tersambung tapi dengan segera Kim memutuskan sambungan telepon.

"Nggak... Nggak boleh, kalo gua nelpon dia, mau ngomong apa coba?"

"Tapi..."

Ting...

Sebuah pesan masuk membuyarkan lamunan Kim.

Ar Putra Danyland Online

Ada apa? 20.8 WIB

Emangnya ada apa? 20.8 WIB

Malah balik nanya 20.9 WIB


Kepencet mungkin

20. 10 WIB

Ohw

20. 10 WIB

Oh doang nih? 20.11 WIB

Harusnya?

20. 12 WIB

Lo nggak marah sama gua kak? 20.13 WIB

Nggak! Lagian gua juga tau Lo pasti cuma lagi sensi aja 20.14 WIB

Read...

Kimberly tersenyum-senyum sendiri. Kali ini dia sangat beruntung karena Putra sama sekali tak
marah padanya. Malahan Putra sangat mengerti

dirinya.

Kimberly merasa bahwa perkataan Raline dan Hanin mungkin ada benarnya. Jika dia memang
menyukai Putra bukan Banyu. Tapi entah mengapa Kimberly juga sangat merasa bersalah dengan
Banyu. Dia sama sekali nggak memberikan kepastian pada Banyu.

"Banyu marah nggak ya?"

"Aduh... Tadi gua takut Putra yang marah sekarang Banyu?"

"Gua chat aja deh"

Abimanyu Online

Gua mau minta maaf sama Lo!

20.25 WIB

Read...

Lo marah sama gua? 20.26 WIB

Read...

Lo bener marah? 20.26 WIB

Read...

Kimberly melemparkan ponselnya asal. Dia mulai kesal dengan sikap Banyu yang sama sekali tak
menanggapi dirinya.

Kimberly memilih masuk dan tidur dari pada terus-menerus merasa bersalah pada Banyu.

Untuk menemani Tidurnya Kim memutar lagu Tentang Rindu milik Virzha. Alunan lagu yang
mengalun indah membuat Kim memejamkan matanya.

Ku hanya diam...
Menggenggam menahan segala kerinduan...

Memanggil namamu...

Disetiap malam...

Ingin engkau datang dan hadir... Dimimpiku...

Rindu... d

"Kenapa gua nggak pernah bisa mengerti tentang diri gua sendiri."

Kimberly tertidur lelap. Ditemani lagu yang masih mengalun. Berharap memimpikan hal indah.

"Kimberly... Bangun sayang... Udah siang... Nanti telat!!" Suara teriakan

ibunya Kim terdengar hingga ke setiap penjuru rumah.

"Aduh... Bun ngapain teriak sih? Masih pagi juga!" Anath menutup kedua telinganya.

"Kamu bangunkan kakak mu cepat!" Titah ibu.

"Yah... Bun... Kan Anath mau sarapan." Rengek Anath.

"Sarapannya nanti saja, bareng ayah sama kakak." Dengan malas Anath menaiki tangga menuju
kamar Kimberly.

Tanpa mengetuk pintu Anath langsung membuka pintu kamar. Terlihat seorang gadis yang masih
tertidur pulas ditutupi selimut putih tebal.

Tanpa aba-aba Anath langsung meloncat ke atas kasur dan menggoyangkan badan Kim agar
terbangun.

"Kakak... Ayo bangun... Udah siang..." Teriak Anath ditelinga Kim.

"Aduh... Apaan sih Lo dek? Pengang tau." Kim menutupi telinganya Dengan bantal.

"Ih... Malah ditutup bukannya bangun juga." Anath menarik selimut Kim. "Iya gua bangun. Bawel
amat sih Lo.

Udah sana minggat." Kim bangun dan mendorong tubuh Anath agar keluar dari kamarnya.

Hari ini Kimberly berangkat sekolah dengan membawa kendaraan sendiri. Betapa senangnya hati
Kim. Karena akhirnya ayahnya mengijinkan dirinya untuk membawa mobil sendiri.

Ketika sedang asik membawa mobil, tiba-tiba dari arah belakang ada sebuah motor yang menyalib
mobilnya tiba-tiba dari arah belakang ada sebuah motor yang menyalib mobilnya dengan kencang.

Kimberly berhenti dan memerhatikan motor itu dengan seksama. Itu motor Milik Banyu, tapi
mengapa dia bersama seorang wanita.
SECRET ADMIRER

∆∆∆∆∆

Seorang gadis datang lebih pagi dari biasanya. Zahra duduk di bangku miliknya. Pagi ini murid-murid
belum berdatangan, mungkin masih tertidur pulas dengan selimut dan Guling mereka.

"Oh iya, kemarin gua naro buku Cetak gua dimana ya?" Tangan Zahra mencari buku yang dicarinya.

Saat tangannya masuk kedalam laci meja, tangannya menyentuh sesuatu. Berbentuk kotak kecil. Dia
mengeluarkannya.

"Apa ni? Punya siapa ya? Kok ada dimeja gua?" Zahra membuka kotak kecil itu.

Didalamnya terdapat sebuah bolpoin dan secarik kertas. Zahra mengernyitkan keningnya.

"Lah bolpoin? Ada suratnya pula." Zahra membuka surat itu dan membacanya. "Untuk Azahra Zahira
Gadis manis yang selalu membuat gua nggak bisa lupain Lo. Dih lebay amat. Mungkin gua bukan
yang terbaik buat Lo, tapi percaya! Suatu saat bolpoin ini akan kembali ketangan gua. Bukan gua
yang akan ngambil, tapi Lo yang bakal balikin sendiri. Apa maksud coba? Lagian kalo ngasih itu
jangan bolpoin, duit kek?"

Raline yang baru tiba dan melihat Zahra yang sedang memegangi sebuah kotak dan surat
menghampiri nya.

"Napa Lo Za?kek orang lagi bingung gitu?" Raline duduk dikursi depan.

"Gua Nemu ini Ra." Raline mengambil kotak itu. Dan membaca surat didalamnya.

"Gua rasa sih Lo punya Secret admirer." Ucap Raline. Zahra mengernyitkan dahi.

"Apa tuh Ra?." Raline menepuk jidatnya.

"Aduh... Lo sekolah dimana sih? Biar

gua bakar tuh sekolah, masa Lo nggak tau secret admirer."

"Kan gua sekolah disekolah Lo Ra, SMU Pandawa." Ucap Zahra.

"Eh iya gua lupa, nggak jadi gua bakar deh." Raline cengengesan.

"Wih... Udah pada disini aja Lo berdua?" Ucap Hanin.

"Iya coba nih baca, masa Zahra punya Secret admirer." Tutur Raline.

"Secret admirer? Apaan tuh?." Tanya Hanin.

Zahra tertawa lepas. "Tuh kan, bukan cuma gua Ra yang nggak tau Secret admirer."

"Iya kan gua pinter jadi gua tau."

Kimberly masuk dengan wajah bingung. Raline, Hanin, dan Zahra menatap Kimberly aneh. Kim duduk
tepat di samping Zahra.
"Lo Napa Kim?" Tanya Hanin.

"Iya, baru pagi juga, tuh muka udah ditekuk aja." Tambah Zahra.

"Lo sakit lagi? Mau gua anterin pulang lagi?

“ Gua nggak mau." Ucap Raline ketus.

"Yey, lagian siapa juga yang sakit."

Ucap Kim lebih ketus ditambah dengan tatapan membunuhnya.

"Lah terus?"

"Lo pada tau nggak kalo..." Omongan Kim tertahan saat Jelo masuk kelas dan berteriak keras.

"OMG... OMG... OMG... Girls... Girls.. ada hot news nih.." teriak Jelo.

"Apa Je?" Tanya Kinan.

"Lo tau nggak Ki? Kalo Kak Banyu udah jadian sama Moza." Ucap Jelo pada Kinan.

Raline, Hanin, dan Zahra yang mendengarnya sontak melirik pada Kim meminta pernyataan.

"Lo pada apaan sih? Natap gua kayak gitu." Ucap Kimberly. Beranjak berpindah ke meja belakang.

"Lo tau soal ini Kim?" Tanya Hanin.

"Nggak." Jawab Kimberly.

"Serius?" Tanya Hanin.

"Iya."

"Nggak bohong?" Tambah Zahra.

"Apaan sih? Justru tadi tuh mau ngomong sama kalian. Kalo tadi pagi gau liat Banyu boncengan sama
cewek. Eh pas mau ngomong Jelo Dateng. Yaudah gua kaget." Ucapnya.

"Gila... Dia tuh cowok bukan sih?" Tanya Raline.

"Ya cowok lah, Lo pikir apa? Banci?" Tanya Kimberly.

"Yang kayak gitu pantes disebut banci. Masa kemarin dia nembak Lo sekarang dia jadian sama Moza.
Gila nggak tuh?" Tutur Raline.

"Bener juga sih." Timpal Hanin.

Zahra berjalan sendiri saat jam istirahat. Teman-temannya sedang sibuk dengan urusannya masing-
masing. Kimberly sibuk dengan acara OSSIS, Raline sedang sibuk dengan Tim Basket putrinya dan
Hanin sama seperti Raline sedang sibuk dengan Tim Voli nya.

Zahra berjalan anggun menuju kantin. Beberapa kali dia menjawab sapaan dari beberapa murid yang
menyapanya. Tapi, ada satu hal yang mengganjal Zahra merasakan seperti ada seseorang yang
mengikutinya dari belakang.

Otomatis dia menoleh dan...

"Dorrr...." Zahra tersentak kaget.


"Ish... Lo ya, bikin gua kaget aja Gas." Gerutu Zahra.

"Dih, siapa yang ngagetin lo? Lo nya aja yang Kagetan." Ucap Cowok itu, Bagas.

Bagas Davian Maher. Teman masa kecil Zahra, lebih tepatnya teman semasa SD. Mereka memang
sudah kenal sangat akrab. Mungkin ada beberapa hal yang belum Zahra kenal betul tentang Bagas.

"Eh, temenin gua yuk makan dikantin!" Ajak Zahra.

"Tapi traktir gua ya!" Bagas Menaik turunkan alisnya.

"Iya, tapi ceban aja ya." Bagas mengangguk.

Kantin hari ini cukup ramai. Banyak siswa yang mengisi perutnya karena lapar. Termasuk Zahra yang
perutnya sudah kosong akibat belajar tadi, apalagi pelajaran hari ini adalah fisika dengan seribu
rumus-rumus yang sangat rumit.

"Bi saya mau bakso satu sama es teh nya satu." Ucap Zahra. "Lo mau pesen apa Gas?"

"Serius ni? Beneran jadi di traktir?" Zahra mengagguk. "Oke bi saya mau es teh satu, bakso satu,
sama Siomay satu."

Zahra tersentak saat mendengar pesanan Bagas. "Gas? Kan perjanjian nya kan cuma ceban."

"Hehehe tenang gua yang bayar kok."

Pesanan datang, mereka makan. Tak ada percakapan yang tercipta, hanya hening. Hingga mereka
selesai makan pun masih belum ada percakapan.

"Bi!" Zahra memanggil Bisa Yati pegawai kantin. "Berapa?"

"Lima puluh lima ribu neng." Zahra merogoh saku roknya.

Saat akan menyerahkan uang itu, Bagas menahan tangannya.

"Biar gua yang bayar aja." Bagas menyerahkan uang enam puluh ribu.

"Nggak ada kembaliannya den." Ucap Bi Yati.

"Buat Bibi aja."

"Gas! Kan gua yang janji mau bayarin." Ucap Zahra.

"Masa cowok makan dibayarin sama Cewek? Gengsi dong gua! Mau ditaro dimana ni muka ganteng
gua?" Ucap Bagas berbangga.

"Dih... Ganteng dari mananya coba?"

"Lo nggak liat nih! Muka gua udah mirip banget sama Brad Pitt gini?"

"Bukan Brad Pitt, tapi roti kejepit Lo mah." Zahra tertawa puas.

"Tau akh... Bye..." Bagas beranjak pergi meninggalkan Zahra.

"Gas kemana? Gas? Gas?


PENYESALAN

∆∆∆∆∆

Malam hari yang melelahkan. Matanya menatap lurus ke atas langit-langit kamarnya. Dia terus
memikirkan kejadian tadi siang. Terus saja memikirkan hal itu, mengapa Banyu malah pacaran
dengan Moza.

Hanya satu hal itu yang kini terus menghantui pikiran dan persaan Kimberly. Ada sedikit penyesalan
yang tercipta dihatinya. Bukan penyesalan yang besar tapi cukup menyesakkan hati.

"Euh... Kenapa gua malah kepikiran Banyu terus sih? Kan gua sendiri yang udah nolak dia." Ucap Kim
pada dirinya sendiri.

"Kenapa ada rasa penasaran dihati gua ya?"

"Apa gua emang suka sama Banyu?"

"Tapi kenapa gua juga bisa suka sama Putra?"

"Ya masa iya, gua bisa suka sama dua orang sekaligus?"

Kimberly beranjak dari tempat tidur, dan berjalan menuju balkon kamarnya. Menatap bintang-
bintang yang berkelip-kelip indah di tengah kegelapan langit malam.

Ponselnya berdering...

Tertera nama Putra dilayar...

Tangan Kim menekan tombol hijau dan mengangkat telpon itu.

'Halo!'

"Ada apa ya kak?"

'kamu coba lihat kebawah deh!'

"Hah bawah mana?"

'bawah balkon rumah kamu!'

Kimberly menuruti perintah Putra. Dia melihat kearah bawah balkon tapi tidak ada apa-apa.

"Nggak ada apa-apa"

'masa sih? Ada kok, coba liat lagi' Kimberly melihat sekali lagi...

"Nggak ada kak!"

'oke sekarang lihat lagi ke bawah!'


Kimberly melihat untuk ketiga kalinya. Dan benar saja disana ada Putra yang sedang melambaikan
tangannya.

"Kakak ngapain disini?"

'nungguin bintang jatuh'

"Ngaco, ada ayah tau didalam."

'ya terus?'

"Kalo ketauan ayah gimana?"

'nggak bakalan, orang ayah kamu lagi keluar sama adik kamu. Kamu turun dong, sini temenin saya
nungguin bintang jatuh.'

"Oke tunggu."

Kimberly mematikan sambungan telponnya. Dan segera turun kelantai dasar untuk menemui Putra
yang menunggunya dihalaman depan rumah.

"Ditekuk Mulu tuh muka."

"Ngapain sih Lo kesini?" Kim duduk disamping Putra.

"Nggak boleh nih? Yaudah akh balik aja." Putra berdiri dari duduknya.

"Eh... Mau kemana?" Kim menahan Putra.

"Kan tadi kamu nggak suka ada saya." Putra kembali duduk.

"Kenapa sih?" Tanya Putra.

"Nggak papa, cuma lagi nggak enak badan aja." Ucap Kim.

"Nggak enak badan apa nggak enak hati karena Banyu jadian sama Moza?" Cibir Putra.

"Kok Lo bisa tau sih?" Tanya Kim.

"Keliatan." Putra menatap langit.

Wajah yang awalnya senang berubah sedikit agak Sedih. Kim heran dengan Putra.

"Jangan terlalu banyak mikirin Banyu. Belum tentu juga dia mikirin kamu. Sekali-kali mikirin saya
gitu, yang setiap hari mikirin kamu." Ucap Putra.

Kim mengernyitkan dahi. "Maksud?"

"Saya tau kok kamu itu lagi sibuk mikirin Banyu. Saya rasa nggak perlu deh kamu mikirin dia. Orang
dia aja udah ada yang mikirin, kan dia udah punya pacar."

"Apasih? Gua nggak paham." Kim mencoba memahami setiap ucapan Putra. Tapi tetap saja ia tak
mengerti.

"Rasa suka itu bukan hanya sebatas omongan. Hari ini kamu bilang suka besok udah nggak."

"Tau akh. Nggak paham gua."

"Nggak usah dipikirin."


"Bisa nggak sih Lo itu kalo ngomong nggak usah banyak teka-teki, bingung kan gua."

"Jangan bingung. Jelek muka kamu kalo bingung."

"Receh." Putra tertawa melihat tingkah Kim.

"Tapi suka kan?"

"Nggak! Eh gua mau nanya deh, kenapa nyesel selalu datang diakhir?" Putra tersenyum.

"Kalo nyesel datang diawal Lo nggak bakalan nolak Banyu." Kimberly malah cengengesan.

"Jangan terlalu larut dalam penyesalan. Nanti kamu sendiri yang nggak bisa keluar dari penyesalan
itu." Kim mengagguk paham.

"Eh... Liat Yang gua tunggu akhirnya ada juga." Ucap Putra antusias.

Menatap langit.

"Apa?" Kim mengikuti arah pandang Putra.

"Cepet make a wish, ada bintang jatuh." Putra memejamkan matanya.

Kim mengikuti Putra. Dia memejamkan matanya dan membuat sebuah harapan.

'Tolong tunjukan kebenaran padaku, tentang rasaku.' harap Kim.

Kim membuka matanya. Tapi mata Putra masih terpejam. Kim membangunkan Putra.

"Kak?"

"Apa?"

"Ngarepin apa sih? Lama bat dah."

"Nggak ngarepin apa-apa kok."

"Lah terus? Ngapain Lo nyuruh Gua make a wish? Lo nya sendiri nggak."

"Saya cuma mau liatin muka kamu kalo lagi Merem." Ucap Putra.

"Kan Lo juga merem."

"Melihat yang indah itu tak harus selalu dengan mata, tapi pake hati. Karena kalo pake hati bakal
susah buat lupa."

"Receh."

"Tapi yang receh itu lebih lucu."

"Iya juga sih."

"Yaudah akh saya mau balik. Mau solat abis itu doain kamu biar jatuh." Putra beranjak pergi.

"Kok Lo doain gua yang nggak-nggak sih? Jahat!" Teriak Kim.

"Maksud saya jatuh cinta sama saya." Teriak Putra.

'Semoga itu bisa terjadi.' ucap Putra dalam hati.


Kim tersenyum lebar. Dia kembali masuk kedalam rumah dengan senyum yang tak lepas dari
wajahnya. Berkat Putra dia sudah tidak lagi memikirkan Banyu. Dia sudah melupakan semuanya. Dia
menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Dan memejamkan matanya. Berharap bisa memimpikan
hal indah malam ini.

Satu Minggu sudah berlalu. Kim semakin dekat saja dengan Putra. Dia juga sudah berhasil
melupakan rasa penyesalan pada Banyu. Walaupun terkadang ia masih agak risih melihat tingkah
Banyu yang pamer kemesraan dengan Moza.

Dia sangat senang karena dia sekarang mempunyai Putra. Teman sekaligus sahabat yang selalu
membantu saat Kim kesusahan. Apalagi kalo dengan urusan pelajaran. Kalo ada pelajaran yang tidak
dimengerti olehnya. Ia langsung menanyakan pada Putra dan memintanya untuk mengajarinya.

"Eh Kim Lo udah belum tugas Fisika dari Bu Reni?" Tanya Raline.

Suasana kelas sanagt riuh, semua

murid sedang sibuk mengerjakan tugas

yang belum tertuntaskan dirumah.

"Udahlah. Gua!" Kim berbangga.

"Lah, Lo bisa? Bukannya kemarin Lo bilang Lo nggak ngerti sama Bab ini?" Tanya Hanin.

"Iya sih, tapi kan ada Putra yang bantuin gua." Ucap Kim.

"Pantes Lo bisa. Dibantu Putra." Cibir Zahra.

"Eh copas ya!" Tanya Zahra.

"Nggak." Jawab Kim.

"Please..." Hanin memelas.

"Tapi izin dulu sama Putra." Ucap Kim.

"Yaelah lama kalo gitu mah." Ucap Hanin.

"Yaudah Copas aja. Gau mah baik orangnya."

Semua masih sangat sibuk salin-menyalin tugas. Apalagi Raline yang bolak-balik sana-sini nggak ada
kerjaan.

"Kim Lo deketin Putra bukan buat bantuin Lo ngerjain PR doang kan?" Tanya Hanin.

"Ya nggak lah gila." Ucap Kim.

"Bohong dia." Teriak Raline.

"Kim?" Hanin menatap tajam.

"Et dah... Masa Pulpen baru gua udah ilang lagi aja." Teriak Raline.

Seketika kelas hening. "Huuuuu...."


"Apaan sih Lo pada?"

"Iya dikit. Lagian nggak sering kok." Ucap Kim.

"Tapi nggak papa kalo sering juga."

Mereka berdua tertawa.

"Heh kampret, ketawa nggak ngajak Lo." Ucap Zahra.

"Yaudah ayo." Ajak Kim.

"Satu.. dua... Tiga..."

"Hahahahahahahahahahahaha." Merasa tertawa lepas.

"Dasar orang gila." Ucap Raline.

"Eh apa Lo?" Tatapan tajam Kim membuat Ralien berdigik.

"Nggak." Ucap Raline.

"Awas ya lo." Tambah Kim.

"Lo pada gila, masa manfaatin Putra buat ngerjain Pr?" Tutur Raline.

"Yaudah Lo nggak usah copas aja." Ucap Kim ketus.

"Yaelah ambekan bat sih Lo."


DESTINY

∆∆∆∆∆

Disini, keberadaan Kimberly sekarang. Ditempat ini. Di tepi danau, dengan teratai yang menutupi
permukaan air. Menambah keindahannya. Kimberly terduduk di atas sebuah kursi panjang berwarna
putih. Tengah menantikan kedatangan seseorang.

Sudah hampir setengah jam lebih gadis itu berada disana, menunggu dan terus menunggu. Hingga
akhirnya yang ditunggu menampakkan dirinya.

"Sorry aku telat, jalanan macet." Ujarnya.

"Alasan yang bagus." Kimberly menyunggingkan senyum nanar.

"Loh kok alasan? Ini beneran, jalanan macet banget." Kimberly mengangguk.

Gadis itu tak lagi mau terlalu berlama-lama menanggapi.

"Apa kabar?" Tanya Kimberly.

"Kamu ngajak aku ketemu cuma mau nanyain kabar doang?" Jawabnya dengan pertanyaan.

"Itu hanya sebatas basa-basi." Tutur Kimberly. "Aku cuma lagi kangen aja sama kakak, udah lama
juga kan kita nggak ngobrol kek gini."

Putra terdiam.

Laki-laki masih berusaha mencari tahu apa yang akan menjadi topik pembicaraan Kimberly.

"Gimana sama Kak Zefanya?"

Putra melongo ketika sebuah nama yang disebut Kimberly itu terdengar ditelinganya.

"Baik."

"Syukurlah..."

"Kenapa kamu nanya kek gitu?"

"Nggak, cuma lagi kecewa aja." Jawab Kimberly. Gadis itu masih tersenyum.

Membuat Putra semakin

bertanya-tanya dengan tingkah gadis

itu.
"Apa hubungannya kecewa sama Fanya?"

"Nggak ada sih tapi...

Oh iya aku mau minta penjelasan kakak. Boleh?"

"Apa?"

Kimberly mengeluarkan ponselnya. Gadis itu akan menunjukkan foto yang didapatnya dari Raline.
Gadis itu benar-benar akan meminta penjelasan Putra terlebih dahulu sebelum dia akan mengambil
keputusan besarnya.

"Ini." Tunjuknya.

Raut wajah kaget Putra tergambar jelas dimata Kimberly. Mungkin sekarang otak Putra sedang
bertanya-tanya dari mana gadis itu mendapatkan semua ini.

Putra menatap Kimberly nanar, penyesalan yang amat dalam terpancar disana. Tapi, Kimberly
mencoba untuk tidak menatap mata itu. Dia takut, dia akan menjadi lemah dihadapan Putra.

"Kakak nggak perlu tahu aku dapet dari mana." Ucap Kimberly.

Putra mengangguk. "Maaf, aku nggak ngabarin kamu dulu."

"Bukan salah kakak kok, ini salah aku."

"Kamu nggak marah?"

"Aku nggak akan pernah bisa marah sama kakak, tapi aku boleh kecewa?!"

Putra terdiam. Laki-laki bingung harus menanggapi Kimberly bagaimana.

"Kecewa itu levelnya diatas marah. Orang Marah mungkin bisa gampang buat maafin, kalo orang
kecewa? Dimaafin sih... Tapi nggak tahu bakal dilupain atau nggak." Kimberly tersenyum kecut.

"Aku lagi dapet tugas kelompok sama Fanya, makanya kemarin aku abisin banyak waktu sama dia."

"Tugas kelompok, pegangan tangan ya?" Kimberly terkekeh.

Entah bagaimana dia bisa Tertawa seperti itu.

Bukan, gadis itu bukan tertawa karena hal lucu. Tapi, hadis itu sedang mentertawakan dirinya
sendiri. Menertawakan kebodohannya.

"Itu... Fanya jatoh, makanya aku bantu."

"Oke, aku percaya."

Putra bernafas lega untuk sesaat.

Tapi...

"Terus kemarin kakak makan di resto itu juga tugas kelompok?" Putra cengo lagi.

Kimberly benar-benar sedang mempermainkan laju jantung Putra. Baru saja laki-laki itu bisa
bernafas tenang, lagi-lagi Kim membuatnya kaget.
"Itu.. iya." Hanya itu yang berhasil dilontarkan Putra.

Kini giliran Kimberly yang menarik nafas dalam-dalam. Mencoba menenangkan dirinya. Menahan
amarahnya agar tidak meluap dihadapan Putra.

Keheningan panjang tercipta diantara mereka. Putra juga tidak memiliki keberanian untuk
memecahkannya. Apalagi setelah Kimberly membuat setiap kartu yang dimilikinya, walau faktanya
tidak seperti itu. Putra memang sedang mendapat tugas akhir bersama Fanya. Tapi hanya akan
percuma jika Putra menjelaskannya.

"Kayaknya kita Samapi disini aja deh kak." Tiba-tiba kata-kata yang sudah sedari tadi ditahan
Kimberly keluar.

Entah mendapatkan keberanian dari mana Kimberly mengatakan semua ini.

"Loh kenapa?"

"Percuma juga kalo kakak nggak bisa bikin kepercayaan aku balik." Jawab Kimberly.

"Maksud kamu?"

"Kakak kayaknya udah bahagia juga."

"Bahagia apa sih Kim?"

"Sama Kak Fanya."

"Kim tolong!" Putra meraih tangan Kimberly. "Ini semua nggak bener, aku sayang sama kamu, aku
nggak mungkin lakuin hal yang kamu pikirkan."

"Tapi fakta berbicara lain."

"Apa yang kamu lihat belum tentu itu ya g terjadi kan?;" Tutur Putra.

"Tapi..."

"Ayolah Kim, udah banyak waktu yang kita lewati sama-sama, 6 bulan itu bukan waktu yang singkat
Kim." Jelas Putra.

Memang benar, 6 bulan bukan waktu yang singkat. Tapi, Kimberly tak bisa lagi bertahan dengan
semua ini. Dia sudah cukup lelah.

"Aku tahu, tapi aku udah nggak bisa." Kimberly berdiri dari duduknya.

Gadis itu berlari sekuat tenaga untuk menjauh dari Putra. Gadis itu tak mau Putra melihat nya dalam
keadaan seperti ini.

"KIM!!!"

mau bantu gw buat ngungkap secret admirer itu." Ujar Zahra. Ketika Kimberly baru saja datang.

Belum juga gadis itu duduk, Zahra sudah memborbardirnya seperti itu.

"Gw ada urusan lain Za." Jawab Kimberly.

"Iya, Za, Lo mah... Menyusahi temen." Ucap Hanin.

"Apaan sih Lo? Orang Kimmy sendiri


yang mau bantu."

Raline dan Hanin tertawa setelah berhasil membuat Zahra marah. Sedangkan Kimberly? Gadis itu
malah melamun.

"Kim? Lo kenapa? Sakit?"

Hanin menempelkan telapak tangannya di dahi gadis itu.

"Ah, nggak."

"Bener? Lo banyak pikiran ya?" Tambah Raline.

"Mungkin." Jawab Kimberly.

Merasa jawab Kimberly tak begitu memuaskan, Teman-temannya hanya mendengus. Gadis itu selalu
saja membuat teka-teki dalam hidupnya.

Tapi, teman-temannya tak mau terlalu banyak bertanya pada Kimberly, bisa saja Kimberly benar-
benar sedang banyak pikiran.

"Gw putus sama Putra." Kalimat pertama yang keluar dari mulut Kimberly yang sangat mengagetkan
siapa saja yang mendengarnya.

"Serius? Lo nggak lagi bercanda kan?" Tanya Hanin.

"Emang gw kelihatan lagi bercanda ya?" Tanya Balik Kimberly.

"Nggak sih, tapi gw nggak yakin aja." Jawab Hanin.

Raline dan Zahra menatap nanar sahabatnya. Mereka bahagia jika Kimberly sudah menyadari semua
ini. Tapi, satu sisi mereka sangat sedih melihat Kimberly yang sekarang ini. Tak ada senyuman.

"Jadi Lo udah minta penjelasan Putra?" Kimberly mengangguk.

"Lo tahu kenapa gw batal kerumah Lo kemarin Za?" Zahra terdiam. "Gw lihat Putra sama Kak Fanya
di Resto."

Kimberly terkekeh. Lagi-lagi tawanya terlihat sangat dipaksakan. Senyuman palsu.

"Aduh... Apa-apaan sih? C'mon Lo harus tetep bahagia Kim... Bangkit! Nggak boleh kek gini." Ucap
Kimberly pada dirinya sendiri.

Yang lain tersenyum. Bahkan Hanin ikut tersenyum, walau gadis itu tak tahu apa yang sebenarnya
terjadi.

"Ini baru temen kita."

"Baiklah... Saya rasa dicukupkan sekian pertemuan kita hari ini. Jangan lupa kerjakan tugas yang saya
berikan, selamat berjumpa Minggu depan." Ujar Bu Susan sebelum keluar kelas.

Semua murid langsung membereskan buku-buku mereka kedalam tas. Begitu juga Kimberly. Ketika
semua murid satu per satu meninggalkan kelas, Levin menghampiri gadis itu.

"Gw seneng bisa satu kelompok sama Lo. Semoga bisa jadi rekan yang saling melengkapi." Levin
mengulurkan tangannya.
Kimberly membalas uluran tangan tangan itu dengan senyuman hangat.

"Gw harap."

"Oh iya, berarti besok kerkom dirumah Lo ya? Kan Lo Bu ketu?!" Ujar Levin penuh semangat.

"Boleh. Jam 10 pagi."

"Akhirnya... Main kerumah mertua lagi..." Ujar Levin sambil melenggang meninggalkan kelas.

Kimberly hanya tersenyum melihat tingkah anak itu. Sepertinya Kimberly harus mulai melupakan
Putra walau itu tak mudah.
TENGIL

∆∆∆∆∆

Kebanyakan orang berpikir bahwa melupakan seseorang adalah hal yang tak mudah, mungkin itu
bagi orang yang terlalu mengukir banyak kenangan atau bahkan terlalu banyak hal buruk yang
membuat mereka harus terus mengingat nya.

Ibarat angin yang kau genggam, semakin kau tutup rapat genggaman tangan mu, maka semakin
besar kemungkinan dia menghilang. Itulah dia, orang yang hanya numpang sesaat dalam hidupmu.
Jika kau menuntutnya untuk ada disamping mu, maka dia akan berlalu cepat dalam dari hidupmu.

Seperti tangan yang saling menggenggam, setiap pasangan diciptakan dengan segala perbedaan
mereka. Tentunya untuk saling melengkapi diri lainnya. Tapi, terkadang karena perbedaan itu juga
perpisahan tercipta. Bahkan kecewa ikut andil didalamnya.

"Bapak akhiri pertemuan hari ini, jangan lupa belajar dan kerjakan tugas kalian dengan baik, sekian
dan terimakasih, See You later!" Ucap pak Bambang, guru Bahasa Inggris paling nyebelin. //H3h3
nggak deng canda

"Kim dirumah Lo kan?" Tanya Satria.

"Iya, dirumah Kim, nyok kita berangkat!" Levin semangat.

Setelah memutuskan untuk mengerjakan tugas kelompok dirumah Kimberly, mereka pergi bersama
setelah pulang sekolah.

"Kim Lo sama gw!" Ujar Levin. Lalu memberikan helmnya.

"Biar sama gw aja." Goda Satria.

"Gosah, sama gw aja." Levin meraik tangan Kimberly.

Kimberly, gadis itu hanya pasrah, membiarkan tangan kekar Levin menarik paksa tangannya. Seperti
seorang kekasih posesif yang tidak mau kehilangan pasangannya saja.

Skip...

"Mereka pada kemana sih? Yang punya rumah malah belom nyampe." Ujar Vania.

Ya, sesuai perjanjian mereka berkumpul dirumahnya Kimberly untuk mengerjakan tugas yang
diberikan Bu Susan kemarin lusa. Tapi, apa yang terjadi? Yang punya rumah bahkan belum
menampakkan batang hidungnya.

Ketiga anggota lainnya sudah berkumpul, tapi Levin malah meminta Kimberly untuk menemaninya
membeli paket internet disebuah konter. Buang-buang waktu. Kan bisa pas pulang Vin... Batin Kim
"Aduh dari mana aja sih Lo berdua? Panas tau nunggu lama..." Protes Hanin, yang kebetulan satu
kelompok dengan Kimberly.

"Kenapa nggak masuk sih? Ada Adek gw juga didalam." Kimberly membuka gerbang.

Tak banyak bicara, semua langsung menghambur masuk kedalam rumah Kimberly. Rumah dengan
gaya arsitektur klasik, cat putih bersih menampilkan kesan elegan, lampu gantung berwarna emas,
serta sofa besar berwarna hitam, benar-benar keren.

"Lo pada mau minum apa? Teh, orange, lemon, ato anggur?" Tanya Kimberly.

"Lo punya anggur?" Tanya Satria.

Kimberly mengangguk.

"Nggak nyangka gw Kim..." Sahut Vania.

"Yelah... Palingan Marjan rasa anggur."

Ujar Hanin.

Kimberly hanya tertawa kecil, yang benar saja jika dirumahnya dia menyimpan anggur, bisa-bisa
digrebek nanti. Lagian keluarga Kimberly bukan tipikal orang yang suka dengan alkohol atau
sebangsanya. Minum minuman soda saja sudah pusing.

"Yaudah deh, gw pengen Lemon." Satria.

“orange” ucap vania santai.

"Minuman rasa cinta ada nggak?" Satria langsung melayangkan bantal kecil yang berada diatasnya
sofa kepada laki-laki itu.

"Lo, Nin?" Tanya Kimberly.

"Teh aja."

"Okeh."

Kimberly berlalu menuju dapur, gadis itu membuka kulkas, tapi tak nampak apa-apa disana. Lalu
mata gadis itu melirik pada satu dus air mineral yang bertengger disamping meja makan.

Gadis itu kembali dengan nampan berisikan macam-macam makanan ringan. Yang langsung
disambut baik oleh Teman-temannya, serta satu nampan lainnya berisikan minuman pesanan
mereka.

"I like it!" Seru Levin. "Ini minumannya pake cinta kan?"

"Pake air kobokan." Jawab Kimberly sambil terkekeh.

"Nggak apa-apa lah, asal yang kobok tangan Lo." Sahut Levin.

Kerja kelompok berjalan cukup baik, tugas-tugas berhasil diselesaikan dengan baik pula. Setelah
berjam-jam berkutat dengan kertas, tinta, serta komputer dihadapan mereka, akhirnya mereka
mampu menyelesaikan pekerjaannya.

Rasanya otot-otot tubuh mereka membutuhkan waktu untuk beristirahat saat ini. Seperti Hanin
yang sudah larut dalam dunianya sedari tadi, gadis itu bahkan tidak mengikuti diskusi selama
setengah jam terakhir dan terlelap di alam bawah sadarnya. Vania yang menidurkansetengah
tubuhnya di sofa, serta Satria yang sedang sibuk melanjutkan kegemarannya bermain game mobile.

Levin? Jangan ditanya lagi, sedari tadi dia hanya memperhatikan gerak-gerik Kimberly yang sedang
membereskan barang-barang, yang tadi digunakan.

"Eh pulang kuy, udah sore." Seru Vania.

"Yaudah, gw juga harus jemput nyokap." Sahur Satria.

"Pulang sekarang? Yaudah, bangunin tuh kebo satu dulu." Titah Kimberly.

"Nin... Hanin... Jangan kek kebo deh, bangun! Balik nggak Lo? Gw tinggal loh. Lo nggak mo nebeng?"
Vania sibuk mengguncang tubuh Hanin.

Gadis itu perlahan membuka matanya. "Apaan sih Lo pada? Ngantuk tau." Protesnya.

"Yaudah gw tinggal." Ancam Vania.

"Eh... Gw bangun."

Ketika semua sudah berdiri, bertumpu pada kaki masing-masing, lain hal nya dengan Levin. Matanya
sama sekali tak pernah lepas dari Kimberly, astaga... Nggak ada kerjaan banget Vin...

"Eh Lo nggak pulang?" Tanya Kimberly.

"Ah, Huh? Bentar lagi deh, Say."

Kimberly melongo.

"Say? Pala lu peang?" Teriak Satria.

Kimberly hanya geleng-geleng.

"Emang kenapa? Ya nggak say? Sayang!!!" Ucap Levin.

Seketika tawa pecah, saat Satria secara tiba-tiba menghujani Levin dengan tatapan tajam, serta
beberapa cubitan di pinggangnya.

"Inget Lo itu punya pacar, cari mati Lo?"

"Gw inget, tapi entah kenapa kalo aku deket sama Kimberly suka lupa diri. Sayang tolong jangan
alihkan duniaku!!!" Ujar Levin dramatis.

"Gembel Lo, udah buruan pulang, kita tunggu didepan." Vania menggiring kedua teman lainnya
menuju depan rumah.

Sementara itu? Kimberly masih sibuk membersihkan sisa-sisa makanan, serta menyimpan gelas-
gelas kotor ke tempatnya.

"Udah, Lo nggak pulang?"

"Nunggu kamu." Jawab Levin.

"Kamu? Hahaha aneh tau dengernya." Kimberly terkekeh kecil.

"Kok aneh? Kamu itu harus mulai terbiasa dengan ini, jadi kalo nanti kita taken nggak canggung lagi."
Ujarnya enteng.
Kimberly terdiam, apa coba maksud laki-laki itu? Taken? Bagaimana bisa, Levin kan sudah
mempunyai kekasih. Gila saja laki-laki itu jika menjadikan Kimberly wanita simpanan, lagian Kimberly
juga tak mau menjadi PELAKOR.

"Apaan sih Lo? Ngarep, dasar Tengil." Kimberly meninggalkan Levin.

Depan rumah

"Kim gw duluan ya." Pamit Satria.

"Gw juga." Sahut Vania, tentu juga Hanin.

"Lo nggak pulang?" Tanya Satria pada Levin. Dan ha ya dibalas gelengan oleh Levin.

"Nunggu Mertua pulang, baru gw pulang." Laki-laki itu terkekeh.

"Jaga diri Kim! Ni anak udah nggak waras." Satria berdigik ngeri, lalu setelahnya pergi membawa
motornya menjauh. Dianjurkan Vania dan Hanin.

Kini hanya tinggal Levin dan Kimberly yang tersisa. Jujur saja ini terasa sangat risih bagi Kimberly.
Bagaimana tidak risih, laki-laki itu terus memandangi dirinya. Bahkan mungkin sekarang Kimberly
mulai merasakan takut.

"Lo pulang aja gih, gw capek, mau tidur." Titah Kimberly.

"Ngusir?"

"Bukan gitu..."

"Oke gw pulang."

Laki-laki itu bangkit, lalu mengeluarkan motornya yangterparkir di garasi rumah Kimberly. Kimberly
menatapnya heran, saat laki-laki itu turun kembali dari motornya dan menekuk sebelah kakinya
dihadapan Kimberly.

Tau kan di ftv-ftv itu yang kalo mau nembak orang?

Gitulah posisi Levin. Rasanya Kimberly akan mati, darahnya membeku. Melihat apa yang akan terjadi
selanjutnya, dia belum siap dengan semua ini.

Tapi, dia bisa bernafas lega setelahnya, rupanya Levin hanya membenarkan tali sepatunya yang
terlepas.

"Lo lagi ngapain disini?"

Levin mendongak, begitu juga Kimberly yang langsung mengalihkan pandangannya pada sumber
suara.
BUKAN AKHIR

∆∆∆∆∆

"Lo lagi ngapain disini?"

Levin mendongak, begitu juga Kimberly yang langsung mengalihkan pandangannya pada sumber
suara.

"Vin!"

Levin berbalik ketika dirasa ada seseorang yang memanggil namanya.

Rupanya Kimberly tengah berlari menuju ke arahnya.

"Vin, gw minta maaf ya soal kejadian Minggu lalu." Ujar Kimberly dengan nafas yang tersengal-
sengal.

Levin hanya tersenyum tipis.

Siapapun pasti tidak akan pernah menyangka, ketika sebuah perpisahan terjadi tanpa kehendak kita.
Terjadi begitu saja, tanpa kita harapkan. Tapi itulah konsekuensi dari sebuah pertemuan bukan?

"Santai aja kali, Kim, bukan salah Lo juga." Levin duduk dikursi tak jauh dari sana, diikuti Kimberly.

"Lagian gw juga udah muak sama hubungan Gw." Lanjutnya.

"Maksud Lo?"

"Gw nggak akan nyatain perasaangw sama Lo waktu itu, kalo gw masih sayang sama dia."

Kimberly terdiam, tubuhnya tiba-tiba membeku. Walaupun Laki-laki didampinginya telah berkata
bahwa ini bukanlah kesalahannya, tapi hati dan pikirannya terus mengatakan ini semua salahnya.

"Lo lagi ngapain disini?"

Levin mendongak, begitu juga Kimberly yang langsung mengalihkan pandangannya pada sumber
suara.

"Lo ngapain disini?" Tanya Levin balik.


"Harusnya gw dong yang nanya." Sahut gadis yang baru saja datang itu.

"Tadi Lo udah nanya, kan? Giliran gw lah." Gadis itu memutar bolamatanya malas.

Sudah bersama sejak satu tahun terakhir rupanya tak membuat gadis itu mengenal Levin jauh.
Tapi gadis itu tahu jika Levin memang lebih senang bersikap seperti ini.

"Gw cuma lewat, terus nggak sengaja liat Lo disini sama cewek ini." Tunjuknya pada Kim.

"Jauhin jari Lo, dia Kim."

"Lo pikir gw nggak tahu?"

"Baguslah kalo Lo udah tahu."

Sumpah saat ini Kimberly tak mengetahui apapun yang sedang terjadi dihadapannya. Tapi dia
kesal dengan sikap Levin pada kekasihnya sendiri.

"Lo tuh nyebelin banget sih, udah nggak ada kabar, kalo gw ajakketemu ngehindar, terus
sekarang gw liat Lo sama dia." Gadis itu kesal.

"Gw abis ngerjain tugas."

"Tugas apa?"

"Jagain dia." Kimberly melongo dengan jawaban yang terlontar dari mulut Levin.

Seringan itukah dia berkata? Astaga... Anak ini.

"Eh, sorry, bukan itu maksud Levin, maksudny---" ucapan Kim terpotong.

"Udah deh, nggak usah Lo jelasin, gw mau Lo sama gw sampe sini aja." Gadis itu pergi bersama
temannya.

Sementara Levin malah diam tak menahan, atau mencoba mempertahankan hubungannya. "Lo
pikir gw juga mau sama Lo?" Teriak Levin.

"Kim?" Kimberly tersentak. "Lo kenapa? Udah jangan dipikirin kali." Levin terkekeh.

Bahkan dia masih sempat-sempatnya tertawa disaat seperti ini? C'mon hubungannya baru aja
berakhir.

"Eh, udah dulu ya, gw ditunggu Satria dia lapangan. Gw duluan!"

"Lo pada bisa kesini nggak?"

"Rooftop"

...........

"Gw tunggu."

...........

Zahra tengah memperhatikan tingkah laku seseorang dari balik tumpukan kardus-kardus di rooftop
sekolah. Tadi dia sedang berada di lapangan setelah makan siang di kantin, tapi dia baru saja melihat
seseorang keluar dari loket wanita, Zahra juga melihat laki-laki itu menutup loker miliknya. Dan yang
lebih mengejutkan lagi, laki-laki itu memakai jaket yang sangat dia kenali.
"Lo ngapain nyuruh kita kesin---" Zahra membekap mulut Raline.

"Kecilin suara kalian. Sini!" Gadis itu menarik ketiga temannya untuk ikut bersembunyi.

Ketiga temannya masih tidak memahami apa ya gan sedang terjadi, ketika mereka mengikuti arah
pandang Zahra, akhirnya mereka mengerti bahwa Zahra sedang memata-matai seseorang.

"Sejak kapan Lo jadi penguntit gini Za?" Tanya Raline berbisik.

"Sejak gw lihat dia di loker gw."

Jawabnya berbisik juga. "Jangan bilang dia..." Ucapan Kimberly tertahan.

"Gw juga berpikir yang sama."

"Lo pada ngapain bisik-bisik sih? Dia siapa? Ngapain kita disini? Nggak ada kerjaan, ngumpet-
ngumpet lagi." Cerocos Hanin.

Tidak ada tanggapan dari Zahra ataupun kedua temannya. Karena menanggapi apa yang dikatakan
Hanin hanya membuang waktu.

Orang yang sedari tadi memakai jaket hitam serta masker hitam, pokonya serba hitam itu kini telah
berganti menjadi seragam yang samaseperti yang dikenakan Zahra dan teman-temannya.

Tapi, tunggu, sepertinya Zahra mengenal potongan rambut itu. Ah... Mana mungkin juga. Buang
semua pikiran kotor itu, hempaskan jauh-jauh jangan sampai menuduh yang tidak-tidak.

Baru saja Zahra membuang pikirannya, belum jauh juga dibuang, pikiran itu balik lagi, dan... Dan
berubah jadi nyata. Betapa terkejutnya Zahra melihat pemandangan yang berada didepannya ini.
Ketiga temannya juga nggak kalah terkejutnya.

"Apa dari tadi kita lagi liatin upil Dugong ini?" Tanya Hanin.

Zahra dan ketiga temannya keluar dari persembunyiannya. Tak kalah terkejutnya dengan Zahra
genk, laki-laki itu juga sangat amat terkejut.

"L-lo pada lagi ngapain?" Tanyanya gugup.

"Harusnya kita yang nanya, ngapain Lo disini? Setelah Lo ninggalin barang di loker Zahra, dan lari
kesini buat ganti baju?" Sarkas Kimberly.

"Jangan bilang Lo yang selama ini... Ngirimin Zahra barang?" Tanya Raline.

"Ini ada apa sih? Nggak ngerti gw."

Hanin menatap heran semuanya.

"Jawab! Tolong jawab pertanyaan kita, Gas!"

Yup, Bagas, really? True... Ini sangat nyata, bukan mimpi apa lagi tipu"

Bagas menundukkan kepalanya sebentar lalu perlahan mendongak menatap Zahra.

"Hush... Kek nya gw udah harus jujursama Lo."

"Iyalah Lo kudu jujur, Jan bohong, dosa kalo kata emak gw mah." Sahur Hanin.

"Nin..."
Hanin terdiam Kembali kepada Bagas.

"Gw... Gw udah lama suka sama Lo, tapi Lo nggak pernah peka sama perasaan gw, dan gw pikir cuma
dengan cara ini gw bis---"

"Cara Lo salah." Potong Zahra.

Zahra melenggang pergi, Bagas hanya bisa pasrah dengan keadaan untuk saat ini.

Ketiga temannya juga mengikuti arah langkah Zahra. Tak mau sesuatu yang diluar dugaan terjadi
pada gadis itu. Mengingat Zahra adalah tipikal orang yang nekat.

Kak Rama Online

Gw tunggu di taman belakang

(Read)

"Guys gw tinggal ya." Raline beranjak dari duduknya.

"Mau kemana? Bentar lagi si botak

datang loh." Cegah Hanin.

"Keluar bentar, tolong mintain izin nanti kalo gw belom balik."

Tak mau membuang waktu terlalu banyak, Raline segera meninggalkan teman-temannya.

Disinilah dia sekarang, taman belakang sekolah, dikelilingi rimbunnya pepohonan, dan... Bersama
seseorangyang sudah lama berusaha dia hindari. Hubungan mereka tiba-tiba merenggang.

"Apa kabar?" Tanya Rama.

"Gw nggak suka basa-basi, Basi tau nggak."

"Mungkin gw udah kehabisan cara la, buat bikin Lo suka sama gw, tapi gw tahu kok kalo Lo itu udah
suka sama gw dari dulu. Maafin gw yang udah nggak ngertiin Lo selama ini...

...Maafin gw yang malah minta pendapat Lo waktu gw mau nembak cewek lain, maafin gw... Karena
selalu buat Lo kesel, maafin gw kalo gw suka ngelarang Lo deket sama Arsen padahal gw bukan
siapa-siapa Lo."

Raline bisa melihat raut penyesalan yang sangat mendalam dari sorot mata Rama. Tapi, stop, dia
tidak mau jatuh dan sakit kembali.

"Lupain aja... Udah lalu juga."

"Oke."

Hening...
Hening....

Kek kuburan sumpah...

"Gw denger Lo jadian sama Arsen?"

Raline mendongak menatap Rama terkejut. Tuhan... Dari mana datangnya gosip laknat ini?

"Kata siapa? Gw nggak jadian... Lagian masa iya gw sama Arsen, gila, dia terlalu baik buat gw. Masa
gw pacaran sama dia gila Lo..." Raline terkekeh.

Entah kebahagiaan data g dari mana yang berhasil membuat raut muka Rama berubah seratus
delapan puluh derajat sangat berbeda dari sebelumnya.

"Serius?"

"Bercanda..."

"Yah..."

"Serius lagi... gw."

"Berarti gw masih punya kesempatan dong?"

"Kesempatan?”

"Iya buat deketin Lo."

"Temenan lebih baik deh kek nya."

Raline beranjak pergi, meninggalkan Rama dengan segala perasaan tak karuan nya.

"Nin..."

Teriak Raline berhasil memecahkangendang telinga Hanin. Eh, ralat, keheningan.

"Apaan sih Lo?"

Hanin melirik temannya yang satu ini dengan tajam, seakan siap membunuh siapa saja yang
mengganggu ketenangannya, mungkin ini yang dinamakan jangan membangunkan macan yang
sedang tertidur. Macan sebangsa Hanin.

"Kok gw udah jarang liat Lo sama Damar sih?!" Ujarnya.

"Itu pertanyaan atau pernyataan?" "Malah nanya balik."

"Gw udah nggak kerja sama dia."

Damar sih?!" Ujarnya.

"Itu pertanyaan atau pernyataan?" "Malah nanya balik."

"Gw udah nggak kerja sama dia."


END

∆∆∆∆∆

Hari ini perayaan Graduasi kelas 12, semua siswa-siswi SMU Pandawa ikut berpartisipasi didalamnya.
Tak terkecuali Kimberly dan teman-temannya. Mereka kini tengah membantu panitia
mempersiapkan kursi untuk para undangan. 2 jam lagi acara akan dimulai.

"Lo pasti haus!" Levin memberikan sebotol air mineral dingin kepada Kimberly.

Setelah Kimberly berpisah dengan Putra dan begitu juga dengan Levin, kedekatan mereka menjadi
lebih sulit untuk diartikan. Semakin hari semakin dekat, kemana-mana selalu bersamatapi tanpa
sebuah ikatan. Kim merasa perhatian yang diberikan Levin juga lebih dari sekedar teman.

"Thanks..." Levin mengangguk.

"Guys... Tamu undangan udah pada Dateng! Tolong siapkan semuanya dengan baik." Ujar seorang
panitia menggunakan pengeras suara.

"Kesana yuk! Jangan kerja Mulu nanti Lo nya cape terus sakit deh, kan nanti Mphin sedih."

Rasanya ribuan kupu-kupu tengah berterbangan didalam perut gadis bernama Kimberly itu. Entah
mengapa setiap kata sederhana yang dikeluarkan Levin untuknya selalu membuat jantung Kim
berdebar kencang.

"Lo dari mana aja?" Tanya Hanin.

"Lo pada udah lama disini?" Tanya Kim balik.

"Dari tadi juga kita disini." Jawab Raline.

"Kerjaan kita juga udah dari tadi beres." Tambah Zahra.

"Tau gitu mah bantuin gw tadi."

"Yey... Lo nggak bilang."

Sekarang ini mereka tengah berkumpul didepan meja penerimaan tamu undangan. Ya... Tugas mereka
itu fleksibel banget, ikut sana sini, jadi ini itu juga bisa. Sekarang mereka jadi tour guide untuk para
tamu undangan yang mau berkeliling sebelum acara dimulai.

"Eh gw tugas dulu, ada emak-emak yang butuh bantuan tuh." Ujar Raline.
"Gw ikut Ra."

Tinggallah Levin, Kim, dan Hanin yang tengah sibuk melayani tamu undangan. Mengingat Kimberly
juga anggota OSIS yang otomatis adalah panitia acara.

"Loh, kamu Kimberly kan?" Tanya seorang wanita cantik.

"Ibu tau saya?" Tanya Kimberly balik.

"Tahu lah, Kamu pacarnya Putra kan?" anak saya,

"Ibu... Ibunya kak Putra." Bukan Kimberly gengs, tapi Hanin yang nanya.

"Iya, ternyata Kimberly lebih cantik kalau dilihat langsung ya." Kimberly tersenyum kikuk. "Putra itu
sering cerita tentang kamu, katanya kamu itu cantikkk banget, baik juga pinter." Wanita itu terkekeh.

"Ibu bisa aja, oh iya mau ditemani untuk berkeliling? Teman saya akan membantu." Kimberly malah
mendorong tubuh Hanin dan Levin bersamaan.

"Ah bol---"

"Mah!"

Dari kejauhan lelaki dengan pakaian rapi tengah berlari mendekat ketempat Kimberly berada. Seketika
jantung Kimberly berdetak tidak beraturan. Ini pertama kalinya mereka bertemu lagi setelah putus.
Kan amazing guys...

Senyuman manis mengembang menghiasi wajah tampannya. Senyum yang membuat para gadis
meleleh jika melihatnya. Juga senyum yang sangat dirindukan Kimberly.

"Mamah ngapain disini?" Tanya Putra.

"Ini loh... Mama lagi ngobrol sama pacar kamu." Ucapnya antusias.

Putra melirik Kimberly yang tengah tersenyum kikuk pada mamahnya. Dia yakin jika Kim merasa risih
dengan sikap mamanya itu.

"Mah... Kim sama Putra itu udah nggak ada hubungan apa-apa lagi..." Jelas Putra lembut.

Degh...

"Maksud kamu? Kalian Putus? Loh kok bisa? Katanya kamu sayang sama Kim? Kim juga sayang kan
sama Putra? Kalo sama-sama sayang ngapain putus toh? Kalian cocok banget tahu! Mama tuh ya udah
bayangin punya cucu dari kalian, kok malah Putus? Mama nggak suka ih, kenapa kalian nggak balikan
aja sih? Balikan ya!!! Demi mama!"

Kimberly melongo mendengar semua perkataan Mamanya Putra. Astaga... Ibu-ibu ya... Wkwkwk,
sorry Tante!

"Mama ini ih, udah ah ayok, kasihan Kim malu tuh dilihat orang." Bujuk Putra.

"Yaudah, tapi balikan ya!"

"Nggak!..." Ujar Putra.


"Ih... Balikan! Pokonya balikan, nggak ada penolakan titik." Wanita itu pergi mendahului putranya.

Sebelum pergi Putra meminta maaf atas tindakan ibunya pada gadis itu. Dan Kim hanya membalasnya
dengan senyuman hangat.

"Gila yah, tuh ibu-ibu, segitunya sayang sama Lo Kim." Ujar Hanin.

"Apaan sih Lo Nin."

"Sebelumnya Lo udah ketemu mamanya Kak Putra?" Tanya Levin.

"Belum, gw juga kaget pas dia tahu gw."

"Lo mau nggak kalo ada cowok yang bawa Lo ketemu sama nyokapnya?"

"Pasti mau lah, itung-itung silaturahmi."

"Kalo gitu gw bakal bawa Lo ketemu ibu gw." Ujar Levin.

"Buat!"

"Biar Lo Deket sama nyokap."

"Ada-ada aja deh Lo."

"Nggak ada-ada aja kali, gw cuma mau ngenalin calon menantu sama nyokap doang kok."

"Maksudnya?" Kim mengernyitkan dahi.

Levin tidak menjawab sama sekali, hanya tersenyum sebagai jawaban yang tidak pasti.

"Kapan ya, gw juga dibawa cowok ketemu nyokap ya." Ucap Hanin sedih.

"Ngarep Lo." Levin dan Kimberly tertawa.

END

You might also like