You are on page 1of 22

PROGRAM STUDI ILMU GIZI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
Praktikum Kimia Dasar
“Penetapan Kadar Karbonat dan Bikarbonat ”
Angelina Qomara Putri Purnomo, 22030121140081
1 PENDAHULUAN
1.1. Dasar Teori
1.1.1 Teori Asam Basa
Secara kimia, asam adalah zat yang dalam air dapat
menghasilkan ion hidrogen (H+). Asam akan teriosnisasi menjadi ion
hidrogen dan ion sisa asam yang bermuatan negatif. Kata asam atau
acid berasal dari kata acetum dari bahasa Latin yang artinya cuka. Oleh
karena itu, cuka berasa asam karena mengandung asam asetat. Asam
juga berkaitan dengan penyakit serta masalah pencemaran lingkungan
contohnya kelebihan asam lambung dan hujan asam. Asam secara
umum merupakan senyawa kimia yang bila dilarutkan dalam air akan
menghasilkan larutan dengan pH lebih kecil dari 7.1,2
Larutan basa memiliki rasa pahit dan bersifat kaustik. Contoh
basa dalam kehidupan sehari-hari yaitu air kapur, air soda, air sabun,
dan lain-lain. Pada laboratorium kimia larutan basa yang sering
ditemukan antara lain natrium hidroksida, kalium hidroksida, dan
kalisum hidroksida. Basa adalah zat yang dalam air dapat
menghasilkan ion hidroksida (OH-). Ion hidroksida terbentuk karena
senyawa hidroksida dapat mengikat satu elektron pada saat
dimasukkan ke dalam air. Basa dapat menetralisasi asam (H +) sehingga
menghasilkan air (H2O).2
Ada beberapa teori asam basa, tiga diantaranya adalah konsep
asam dan basa menurut Arrhenius, menurut Bronsted-Lowry, dan
menurut Lewis.3
1) Teori asam basa menurut Arrhenius
Penetapan Kadar Karbonat dan Bikarbonat

Pada tahun 1884, ilmuwan Swedia bernama Svante Arrhenius


mengemukakan pengertian asam basa berdasarkan reaksi ionisasi.
Menurut Arrhenius, asam adalah suatu zat yang jika dilarutkan
dalam air, akan melepaskan ion H+ (ion hidrogen) sedangkan basa
adalah suatu zat yang jika dilarutkan dalam air, akan melepaskan
ion OH- (ion hidroksida). Keadaan sebenarnya dalam larutan air,
ion hidrogen tidak dapat berdiri bebas. Dalam air, ion hidrogen
(H+) akan berikatan secara koordinasi dengan molekul air (H2O)
menjadi ion hidronium (H3O+).3
H+ (aq) + H2O (aq)  H3O+ (aq)
Dengan demikian reaksi ionisasi untuk larutan asam dalam air
dapat dituliskan sebagai berikut:3
HA (aq) + H2O (aq)  H3O+ (aq) + A- (aq)
Kelemahan dari teori asam basa Arrhenius adalah hanya
terbatas untuk senyawa asam basa dalam pelarut air karena reaksi
yang menghasilkan ion H+ dan OH- hanya terjadi dalam pelarut air.
Bagaimana jika senyawa tersebut tidak larut dalam air? Hal inilah
yang Arrhenius tidak dapat menjelaskannya.3
2) Teori asam dan basa menurut Bronsted Lowry
Pada tahun 1923, Johanes Bronsted (ahli kimia Denmark) dan
Thomas Martin Lowry (ahli kimia Inggris) secara terpisah
mendefinisikan asam dan basa sebagai berikut:3
a. Asam adalah zat yang dapat memberikan proton (H+) pada
zat lain (donor proton).
Asam  Basa konjugasi + H+
b. Basa didefinisikan sebagai zat yang dapat menerima proton
(H+) dari zat lain (akseptor proton).
Basa + H+  Asam konjugasi
Dalam suatu persamaaan reaksi, asam basa berdasarkan teori
Bronsted-Lowry masing-masing mempunyai pasangan. Pasangan
Penetapan Kadar Karbonat dan Bikarbonat

asam disebut basa konjugasi, sedangkan pasangan basa disebut


asam konjugasi.3
Gambar 1. Pasangan Reaksi Asam Basa

3) Teori asam dan basa menurut Lewis


Teori asam dan basa yang lebih bersifat umum dikemukakan
oleh Gilbert Newton Lewis seorang Ilmuwan Amerika Serikat pada
tahun 1923. Teori ini timbul dari kenyataan bahwa teori Bronsted
Lowry kurang luas jangkauannya. Meskipun teori asam basa
Bronsted Lowry sudah cukup luas, dan dapat berlaku pada semua
pelarut, namun dalam kenyatannya ada beberapa yang tidak
melibatkan proton. Jadi Lewis mengusulkan pengertian asam basa
berdasarkan reaksi serah terima elektron.3
a. Asam adalah jika dapat menerima pasangan elektron.
b. Basa adalah jika dapat memberi pasangan elektron
Reaksi asam basa Lewis menghasilkan ikatan kovalen
koordinasi. Contohnya pada reaksi antara BF dan NH3.3
Gambar 2. Reaksi antara BF dan NH3
Penetapan Kadar Karbonat dan Bikarbonat

1.1.2 Identifikasi Asam Basa


Senyawa asam dan senyawa basa dapat dibedakan berdasarkan
sifat-sifat yang dimilikinya, diantaranya:3
Gambar 3. Perbedaan Sifat Asam Basa

1.1.3 Indikator pH Asam Basa


Senyawa asam basa dapat didentifikasi secara aman dengan
menggunakan indikator. Indikator yang biasa digunakan adalah kertas
lakmus, larutan indikator asam-basa dan indikator alami.3
1) Kertas Lakmus
Senyawa asam dan basa dapat diidentifikasi menggunakan
kertas lakmus, dengan cara mengamati perubahan warna kertas
lakmus ketika bereaksi dengan larutan. Ada dua jenis kertas
lakmus, yaitu lakmus merah dan lakmus biru.3
Apabila lakmus dicelupkan ke dalam suatu larutan, maka
warna lakmus akan berubah sesuai dengan sifat larutan tersebut.
Bila senyawa tersebut bersifat asam, maka akan mengubah warna
lakmus biru menjadi merah. Dan sebaliknya apabila suatu larutan
bersifat basa, maka larutan tersebut akan mengubah warna lakmus
merah menjadi biru.3
Penetapan Kadar Karbonat dan Bikarbonat

Gambar 4. Indikator Kertas Lakmus

Penggunaan lakmus sebagai indikator asam basa telah bertahan


selama lebih dari 300 tahun. Hal ini karena lakmus, memiliki
beberapa kelebihan yaitu:3
a. Lakmus dapat berubah warna dengan cepat saat bereaksi
dengan asam ataupun basa.
b. Lakmus sukar bereaksi dengan oksigen dalam udara bebas,
sehingga dapat bertahan lama.
c. Lakmus mudah diserap oleh kertas, sehingga banyak
digunakan dalam bentuk lakmus kertas.
2) Larutan Indikator Asam Basa
Indikator asam-basa sebagai zat penunjuk derajat keasaman
larutan adalah senyawa organik dengan struktur rumit yang
berubah warnanya bila pH larutan berubah. Ada beberapa jenis
indikator asam-basa. Diantaranya adalah sebagai berikut:3
Gambar 5. Larutan Indikator Asam Basa
Penetapan Kadar Karbonat dan Bikarbonat

3) Indikator Alami
Selain menggunakan indikator dari buatan yang harganya
relatif mahal, ternyata kita dapat memanfaatkan bahan-bahan di
sekitar kita seperti sayuran, buah-buahan bahkan bumbu dapur.
Namun agar dapat dimanfaatkan, bahan-bahan tersebut harus
terlebih dahulu diekstrak dalam bentuk larutan. Kemudian untuk
penggunaannya, cukup dilakukan pencampuran indikator alami
tersebut dengan larutan asam-basa. Perubahan warna pada setiap
indikator akan berbeda, hal ini dipengaruhi oleh jenis larutan dan
nilai pH larutan yang diuji.3
Gambar 6. Kol Merah sebagai Indikator pH Alami

1.1.4 Jenis Senyawa Asam


Berdasarkan jumlah ion H+ yang dapat dilepas, senyawa asam dapat
dikelompokan dalam beberapa jenis, yaitu:
1) Asam Monoprotik
Asam monoprotik meruapakan asam yang menghasilkan
sebuah ion hidrogen ketika dilarutkan dalam air tiap molekulnya.
Sebagai contoh, asam asetat (CH3COOH) dan asam flourida (HF)
merupakan asam monoprotik. Secara umum, ionisasi asam
monoprotik dapat dinyatakan sebagai berikut:4
HA (aq)  H+ (aq) + A- (aq)
2) Asam Poliprotik
Penetapan Kadar Karbonat dan Bikarbonat

Sementara itu, asam poliprotik merupakan asam yang


menghasilkan lebih dari satu ion hidrogen ketika dilarutkan dalam
air tiap molekulnya.4 Asam ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu
asam diprotik dan triprotik. Asam diprotik adalah senyawa asam
yang dapat melepaskan dua ion H+. Contoh H2SO4, H2CO3 dan
H2S. Asam triprotik adalah senyawa asam yang dapat melepaskan
tiga ion H+, contohnya adalah H3PO4.5
Berdasarkan kemampuan senyawa asam untuk bereaksi dengan air
membentuk ion H+, senyawa asam dibedakan menjadi 3 yaitu:5
1) Asam biner, yaitu asam yang tersusun dari unsur hidrogen dan
unsur lain, berbentuk HnXm. Contoh HI, H2S, dan HF.
2) Asam oksi, yaitu asam yang tersusun dari unsur hidrogen, oksigen
dan atom pusat, berbentuk HnXmOz. Contoh HNO 3, H2SO4,
HClO3.
3) Asam organik, yaitu asam yang tergolong senyawa organik.
Contoh CH3COOH dan HCOOH.
1.1.5 Jenis Senyawa Basa
Senyawa basa dapat dikelompokan berdasarkan jumlah gugus OH -
yang dapat dilepas, yaitu basa monohidroksi dan polihidroksi.5
1) Basa monohidroksi adalah senyawa basa yang dapat melepaskan
satu ion OH–. Contoh NaOH, KOH, dan NH4OH.5
2) Basa polihidroksi adalah senyawa basa yang dapat melepaskan
lebih dari satu ion OH–. Basa ini dapat dibagi menjadi basa
dihidroksi dan basa trihidroksi. Basa dihidroksi, yaitu senyawa
basa yang dapat melepaskan dua ion OH–. Contoh Mg(OH)2 dan
Ba(OH)2. Sedangkan, basa trihidroksi adalah senyawa basa yang
melepaskan tiga ion OH–. Contoh Fe(OH)3 dan Al(OH)3.5
1.1.6 Reaksi Asam Basa
1) Reaksi Penetralan
Penetapan Kadar Karbonat dan Bikarbonat

Reaksi asam basa disebut juga reaksi penetralan, dimana reaksi


tersebut kebanyakan melibatkan asam dan basa menghasilkan air.
Reaksi penetralan ini dapat berupa:3
a. Reaksi Molekular, sebagaimana reaksi antara HCl dan
NaOH.
HCl (aq) + NaOH (aq)  NaCl (aq) + H2O (l)
b. Reaksi Ionik, seperti dicontohkan pada reaksi berikut:
H+ (aq) + Cl- (aq) + Na+ (aq) + OH- (aq)  Na+ (aq) + Cl-
(aq) + H2O (l)
Sehingga dirumuskan, Asam + Basa  Garam + Air
Reaksi ini digunakan untuk menentukan kadar larutan asam dan
basa, dimana 1 mol asam akan tepat bereaksi dengan 1 mol basa.3
Salah satu aplikasi reaksi penetralan ini adalah titrasi asam
basa (titrasi asidi-alkalimetri). Titrasi asam basa adalah suatu
prosedur untuk menentukan kadar (pH) suatu larutan asam atau
basa berdasarkan reaksi asam basa. Untuk menentukan kadar asam
atau basa suatu larutan kita harus terlebih dahulu mengetahui kadar
salah satu dari asam atau basa tersebut. Titrasi dengan
menyandarkan pada jumlah volume larutan dikenal dengan istilah
volumetrik. Pengukuran volume diusahakan setepat mungkin
dengan menggunakan alat-alat standar misalnya buret dan pipet
volumetrik.3
Gambar 7. Susunan Alat Titrasi Sederhana
Penetapan Kadar Karbonat dan Bikarbonat

Titrasi asam basa juga digunakan dalam percobaan penetapan


kadar karbonat dan bikarbonat. Setelah titrasi selesai, kita
memperoleh data tambahan berupa volume larutan penitrasi.
Sebelumnya, kita telah mengetahui konsentrasi penitrasi dan
volume larutan yang dititrasi. Dengan demikian, kita dapat
menghitung konsentrasi larutan yang dititrasi. Data percobaan hasil
titrasi dalam penentuan kadar karbonat dan bikarbonat dapat kita
hitung berdasarkan reaksi yang dinyatakan dengan rumus sebagi
berikut:3
a. Jika volume HCl 1 sama dengan volume HCl 2, maka pada
sampel hanya mengandung karbonat (CO32‾).
Gambar 8. Rumus Karbonat

b. Jika volume HCl 1 lebih kecil daripada volume HCl 2,


maka sampel mengandung campuran karbonat (CO32‾) dan
bikarbonat (HCO3‾). Kadar karbonat dihitung dengan
perhitungan poin 1, sedangkan kadar bikarbonat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
Gambar 9. Rumus Bikarbonat

c. Jika volume HCl 1 lebih besar daripada volume HCl 2,


maka dalam sampel mengandung campuran karbonat dan
hidroksida. Kadar karbonat dihitung dengan rumus poin 1,
sedangkan kadar hidroksida dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Gambar 10. Rumus Hidroksida
Penetapan Kadar Karbonat dan Bikarbonat

2) Reaksi Pengendapan
Reaksi pengendapan (menghasilkan endapan) dimungkinkan
terjadi apabila dua ion yang menghasilkan senyawa sukar larut
bertemu, dan senyawa tersebut akan mengendap. Sebagaimana
dicontohkan pada persamaan reaksi berikut:3
BaCl2 (aq) + Na2SO4 (aq)  BaSO4 (s) + 2NaCl (aq)
3) Reaksi Pembentukan Gas
Reaksi pembentukan gas dapat disebabkan oleh reaksi yang
memang menghasilkan gas atau dapat pula terbentuknya gas
tersebut karena terurainya suatu zat lain menjadi gas. Misalnya:3
H2CO3 (aq)  H2O (l) + CO2 (g)
NH4OH (aq)  H2O (l) + NH3 (g)
1.2. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat melakukan
penetapan kadar karbonat dan bikarbonat dalam air secara asidimetri dengan
indikator ganda fenolftalein dan metil jingga.
Penetapan Kadar Karbonat dan Bikarbonat

2 BAHAN DAN METODE


2.1. Alat dan Bahan
2.1.1 ALAT:
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah yang
pertama ada pipet paseur terbuat dari gelas dilengkapi karet yang
digunakan untuk mengambil larutan dalam jumlah kecil (tetes).
Selanjutnya yaitu pipet ukur yang terbuat dari bahan gelas biasa,
namun kadang-kadang terbuat dari bahan borosilikat. Digunakan
untuk mengukur cairan atau larutan. Jumlah volumenya berdasarkan
volume yang dikeluarkan.6
Kemudian ada alat praktikum yang digunakan untuk
membantu proses pengambilan cairan yaitu ball pipet. Terbuat dari
karet yang disertai dengan tanda untuk menyedot cairan (suction),
mengambil udara (aspirate) dan mengosongkan (empty). Alat
berikutnya adalah gelas beker yang terbuat dari gelas, namun
umumnya terbuat dari bahan borosilikat dengan skala pada
dindingnya, digunakan untuk menuang, membuat, dan mendidihkan
larutan. Dapat digunakan juga untuk mengukur volume larutan yang
tidak memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi.6
Erlenmeyer terbuat dari gelas borosilikat. Digunakan ditempat
larutan yang dititrasi dalam analisa volumetri. Bentuk mirip beaker
glass memiliki leher yang sempit, dengan keuntungan mengurangi
penguapan zat cair dalam pemanasan dan menghindari tumpah ketika
dalam proses pengadukan. Pada sisi luar terdapat skala yang
menunjukan perkiraan. Setelah itu ada pengaduk yang terbuat dari
gelas, digunakan untuk mengaduk larutan atau untuk membantu
memindahkan larutan dari satu wadah ke dalam wadah lain.6
Kemudian buret adalah alat laboratorium dari bahan gelas
berbentuk silinder yang memiliki garis ukur dan sumbat keran pada
bagian bawahnya. Buret digunakan dalam percobaan yang
Penetapan Kadar Karbonat dan Bikarbonat

memerlukan presisi seperti pada eksperimen titrasi dengan cara


meneteskan sejumlah reagen cairan ke dalam obyek dalam wadah
gelas di bawahnya. Pembacaan skala harus dilakukan secara seksama
pada permukaan meniskus zat cair. Ukuran skala buret : buret makro
(50 ml), buret semi makro (25 ml) dan buret bikro (10 ml).6
Selanjutnya ada alat praktikum yang berpasangan dengan buret
yaitu klem buret, terbuat dari besi atau baja untuk memegang buret
yang digunakan untuk titrasi. Alat yang terakhir adalah tiang statif
yang juga merupakan pasangan dari buret. Tiang statif ini terbuat dari
besi atau baja yang berfungsi untuk menegakkan buret, corong, corong
pisah dan peralatan gelas lainnya pada saat digunakan.6
2.1.2 BAHAN:
Sedangkan untuk bahan yang diperlukan dalam praktikum ini
adalah natrium karbonat anhidrat yang merupakan salah satu bahan
baku industri gelas kaca, industri sabun dan detergen, industri kertas,
industri tekstil, industri metalurgi, industri keramik, dan lain-lain. 7
Lalu ada indikator metil orange bermanfaat sebagai larutan indikator
asam bagi kepentingan analitik diberbagai laboratorium, HCl 0,1 N,
sampel karbonat-bikarbonat, indikator PP, dan aquades.
2.2. Cara Kerja
2.2.1 Pembakuan HCl 0,1 N
1) Memanaskan natrium karbonat anhidrat dengan menggunakan
temperatur 260-270C.
2) Menimbang natrium karbonat anhidrat yang sudah dipanaskan
sebanyak 0,2 gram.
3) Memasukkan natrium karbonat anhidrat 0,2 gram ke dalam
erlenmeyer dan larutkan dengan 75 mL akuades.
4) Kocok hingga larutan tercampur rata.
5) Menambahkan 2 tetes indikator metil jingga, lalu kocok hingga
terjadi perubahan.
Penetapan Kadar Karbonat dan Bikarbonat

6) Kemudian menitrasi menggunakan larutan HCl 0,1 N tadi hingga


terjadi perubahan.
7) Mengamati dan mencatat perubahan yang terjadi.
2.2.2 Penentuan Kadar Karbonat Bikarbonat
1) Mengambil larutan sampel karbonat bikarbonat sebanyak 25 mL
dengan pipet ukur.
2) Memasukkan larutan sampel karbonat bikarbonat ke dalam
erlenmeyer.
3) Menambahkan 2 tetes indikator PP ke dalam erlenmeyer, lalu
kocok dan mengamati perubahan yang terjadi.
4) Menitrasi menggunakan larutan baku HCl 0,1 N tadi hingga terjadi
perubahan.
5) Mencatat perubahan yang terjadi.
6) Kemudian menambahkan 2 tetes indikator metil jingga, lalu kocok
hingga terjadi perubahan.
7) Menitrasi menggunakan larutan baku HCl 0,1 N tadi hingga
terjadi perubahan.
8) Mengamati dan mencatat perubahan yang terjadi.
Penetapan Kadar Karbonat dan Bikarbonat

3 HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


3.1. Hasil Pengamatan
3.1.1 Pembakuan HCl 0,1 N
Tabel 1. Pembakuan HCl 0,1 N
NO. PERLAKUAN HASIL
1. Natrium karbonat anhidrat +
akuades 75 mL + 2 tetes
metil jingga lalu dititrasi
dengan HCl 0,1 N

(Sebelum)
Terbentuk warna orange.

(Sesudah)
Terjadi perubahan warna dari orange menjadi merah.
3.1.2 Penentuan Kadar Karbonat Bikarbonat
Tabel 2. Penentuan Kadar Karbonat Bikarbonat
NO. PERLAKUAN HASIL
1. 25 mL larutan sampel
karbonat bikarbonat + 2 tetes
indikator PP lalu dititrasi
dengan HCl 0,1 N

(Sebelum)
Penetapan Kadar Karbonat dan Bikarbonat

NO. PERLAKUAN HASIL


Terbentuk warna merah.

(Sesudah)
Terjadi perubahan warna dari merah menjadi bening.
2. Larutan pada perlakuan
pertama + 2 tetes indikator
metil jingga lalu dititrasi
dengan HCL 0,1 N

(Sebelum)
Terbentuk warna orange.

(Sesudah)
Terjadi perubahan warna dari orange menjadi orange
kemerahan.
3.2. Perhitungan
3.2.1 Pembakuan HCl 0,1 N
volume HCl N HCl mg Natrium Karbonat Anhidrat
x =
1 0,1 5,299
Penetapan Kadar Karbonat dan Bikarbonat

35 N HCl 200
x =
1 0,1 5,299

200 x 0,1
N HCl =
5,299 x 35

20
N HCl =
185,465

N HCl = 0,108 grek/l

3.2.2 Penentuan Kadar Karbonat Bikarbonat

Volume HCl 1 = 15,06 ml

Volume HCl 2 = 4,05 ml

Volume HCl 1 > Volume HCl 2, karena volume HCl 1 lebih besar
maka dalam sampel mengandung campuran karbonat dan hidroksida.
Jadi penentuan kadar dihitung dengan rumus ketiga, yaitu:

1) Kadar Karbonat Sampel

Volume HCl x Normalitas HCl x 60


Kadar karbonat =
Volume sampel

15,06 x 0,1078 x 60
Kadar karbonat =
25

97,40808
Kadar karbonat =
25

Kadar karbonat = 3,8963 mg/ml

2) Kadar Hidroksida Sampel

( V 1−V 2 ) x Normalitas HCl x 17


Kadar hidroksida =
Volume sampel

( 15,06−4,5 ) x 0 , 1078 x 17
Kadar hidroksida =
25

19,352256
Kadar hidroksida =
25

Kadar hidroksida = 0,77409 mg/ml


Penetapan Kadar Karbonat dan Bikarbonat
Penetapan Kadar Karbonat dan Bikarbonat

4 PEMBAHASAN
Percobaan praktikum penetapan kadar karbonat dan bikarbonat ini
bertujuan untuk menentukan kadar sampel atau konsentrasi sampel karbonat dan
bikarbonat yang belum diketahui dan dilakukan dengan indikator ganda
fenolftalein (indikator PP) dan metil jingga (orange). Natrium karbonat anhidrat
sebagai sampel yang besifat basa dan HCl sebagai sampel bersifat asam.
Percobaaan ini menggunakan metode titrasi asidimetri yakni penentuan
konsentrasi suatu larutan basa dengan menggunakan asam sebagai standarnya.7
Percobaan yang pertama adalah pembakuan larutan HCl yaitu dengan
menyiapkan natrium karbonat anhidrat (Na2CO3) sebanyak 0,2 gram atau setara
dengan 200 mg yang telah dipanasakan dengan di masukkan ke dalam oven
dengan suhu 260-270°C kemudian dilarutkan dalam 75 mL akuades. Selanjutnya,
ditambahkan metil orange atau metil jingga lalu dititrasi menggunakan HCl
hingga terjadi perubahan warna pada larutan yang mula-mula berwarna oranye
lalu berubah menjadi warna merah. Hal ini terjadi karena adanya penurunan pH
disebabkan adanya penambahan [H+] sehingga [OH-] berkurang dan
kesetimbangan bergeser kesebelah kanan, berikut persamaan reaksinya:7
Na2CO3 + 2HCl  2NaCl + H2CO3
Untuk pembakuan ini, dibutuhkan volume HCl sebanyak 35 mL agar
terjadi perubahan warna pada larutan. Pada perhitungan sebelumnya diperoleh
hasil konsentrasi HCl sebesar 0,1078 grek/mL, sedangkan konsentrasi HCl yang
sudah diketahui sebelumnya adalah 0,1000 N. Terjadinya perbedaan konsentrasi
HCl ini akibat adanya kesalahan pada saat proses praktikum berlangsung atau
karena faktor kebersihan alat-alat yang digunakan, serta kelebihan titran yang
digunakan.
Percobaan yang kedua yaitu, penentuan kadar karbonat dan
bikarbonat. Percobaan dilakukan dengan cara menitrasi larutan sampel dengan
larutan baku HCl 0,1000 N. Larutan sampel sebanyak 25 mL ditambahkan
indikator fenolftalein (PP) yang mengubah warna sampel dari yang awalnya
tidak berwarna menjadi warna merah keunguan. Hal ini disebabkan karena
Penetapan Kadar Karbonat dan Bikarbonat

fenolftalein (PP) merupakan asam diprotik dan tidak berwarna. Indikator


fenolftalein (PP) warnanya menjadi terurai lebih dahulu supaya dapat terjadi
perubahan warna pada larutan menjadi merah keunguan. Kemudian langkah
berikutnya proton keduanya hilang sehingga akan menjadi ion dengan sistem
konjugat menghasilkan warna merah, lalu selanjutnya dititrasi dengan larutan
HCl 0,1000 N sehingga menyebabkan warna berubah menjadi bening (tidak
berwarna) atau warna pada larutan menjadi luntur. Hal tersebut terjadi karena
larutan berada pada trayek pH 8,2-10. Dalam tahap ini, ion hidroksida akan
bereaksi menghasilkan air, sedangkan ion karbonat akan bereaksi dengan asam
yang kemudian menghasilkan ion bikarbonat. Berikut reaksi yang terjadi:
1) OH- + H+  H2O
2) CO32- + H+  HCO3-
Pada percobaan penetapan kadar karbonat-bikarbonat, volume HCl
yang digunakan adalah 15,06 ml (volume HCl 1). Kemudian, larutan ditetesi
indikator metil orange sebanyak 2 tetes, perlakuan tersebut menyebabkan
terjadinya perubahan warna pada larutan menjadi warna oranye. Kemudian
larutan dititrasi dengan larutan HCl 0,1000 N sehingga warnanya menjadi oranye
kemerahan. Dalam proses titrasi tersebut, ion bikarbonat dari hasil percobaan 1
menjadi asam bikarbonat. Berikut persamaan reaksi yang terjadi:
HCO3- + H+  H2CO3
Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa pada percobaan kedua, yaitu
penentuan kadar karbonat dan bikarbonat diperoleh hasil volume larutan baku
yang digunakan (HCl 1) sebanyak 15,06 ml dan volume larutan baku (HCl 2)
sebanyak 4,5 ml. Volume HCl 1 > volume HCl 2 yang menunjukkan bahwa
larutan dalam sampel mengandung campuran karbonat dan hidroksida. Ion
hidroksida akan bereaksi dan menghasilkan air, sedangkan ion karbonat akan
bereaksi dengan asam dan menghasilkan ion bikarbonat yang selanjutnya di
titrasi menjadi asam bikarbonat. Percobaan sudah sesuai dengan teori, yaitu
apabila volume HCl 1 > volume HCl 2, maka sampel mengandung kadar
karbonat dan hidroksida, namun jika volume HCl 1 < volume HCl 2 maka
Penetapan Kadar Karbonat dan Bikarbonat

sampel mengandung kadar karbonat dan bikarbonat, dan apabila volume HCl 1 =
volume HCl 2, maka sampel hanya mengandung kadar karbonat.
Penetapan Kadar Karbonat dan Bikarbonat

5 KESIMPULAN
Penentuan kadar karbonat dan bikarbonat dapat dilakukan dengan metode
asidimetri dengan menggunakan indikator ganda fenolftalein dan metil jingga
(orange). Kemudian percobaanya menggunakan 3 tahapan yaitu pembuatan
larutan baku HCl 0,1 N, pembakuan HCl 0,1 N, dan penetapan kadar karbonat
bikarbonat. Pada pembakuan HCl 0,1 N diperlukan volume HCl sebesar 35 mL
untuk menitrasi natrium karbonat anhidrat. Lalu pada penetapan kadar karbonat
dan bikarbonat dengan menggunakan 2 indikator yaitu indikator PP dan metil
jingga (orange) yang menghasilkan volume HCl pertama sebesar 15,06 mL dan
volume HCl kedua sebesar 4,5 mL. Selanjutnya melalui perhitungan yang sesuai
dengan rumus yang sudah disediakan, yaitu menggunakan rumus yang ketiga
karena volume HCl 1 lebih besar daripada volume HCl 2 maka dalam sampel
tersebut mengandung campuran karbonat dan hidroksida, sehingga diperoleh
hasil kadar karbonat sebesar 3,8963 mg/mL dan kadar hidaroksida sebesar
0,77049 mg/mL.
Penetapan Kadar Karbonat dan Bikarbonat

DAFTAR PUSTAKA
1. Yusnita M. Asam, Basa, dan Garam di Lingkungan Kita. Semarang. ALPRIN.
2019;1-8p.
2. Dienna, A. N., Rudibyani, R. B., dan Efkar, T. Penerapan Problem Solving Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Lancar Pada Materi Asam Basa. Jurnal
Pendidikan dan Pembelajaran Kimia. 2015;4(3):1111-1124.
3. Rainah. Pengembangan Modul Kimia Berbasis Inkuiri Terbimbing Melalui Model
Desain Sistem Pembelajaran Addie (Analysis, Design, Development,
Implementation, and Evaluation) Materi Pokok Asam Dan Basa Siswa Kelas XI
IPA SMA NU 01 Al- Hidayah Kendal. Skripsi Jurusan Tadris Kimia Fakultas
Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang. 2011;22-36p.
4. Prof. Drs. Manihar Situmorang, M.Sc., Ph. D. Yoga Kristina Ginting. Innovative
Chemistry Learning Material ACID-BASE EQUILIBRIUM For Senior High
School Grade XI. Universitas Negeri Medan. April (2017);17-20p.
5. Lidya Nur Rahim. Desain Buku Saku Pada Pokok Bahasan Asam Basa Dengan
Pendekatan Kontekstual Di Sekolah Menengah Kejuruan Farmasi Ikasari
Pekanbaru Dan Sekolah Menengah Kejuruan Telkom Pekanbaru. Fakultas
Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
Pekanbaru. 2017;30-32p.
6. Wardiyah. Praktikum Kimia Dasar. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
2016:2-15p.
7. Nyamiati RD, Ramadhani A, Nurkhamidah S, Rahmawati Y. Pra-Desain Pabrik
Pembuatan Natrium Karbonat (Soda Abu) Dengan Menggunakan Proses Solvay.
Jurnal Teknik. 2019;8(1).

You might also like