You are on page 1of 28

LAPORAN PENDAHULUAN & ASKEP GAWAT DARURAT

INTOKSIKASI ALKOHOL DAN KERACUNAN MAKANAN

RADDA LUTHFIA NUR SAFITRI

1911102411018

DOSEN PENGAMPU

Ns. ZULMAH ASTUTI., S.Kep., M.Kep

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PRODI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

2022

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.Alhamdulillah,

Segala puji bagi Allah SWT. Karena berkat rahmat dan petunjuk-Nyalah, saya
dapat menyelesaikan laporan pendahuluan yang berjudul:“ Intoksikasi Alkohol
dan Keracunan Makanan”. Tidak lupa juga saya ucapkan terima kasih kepada
Ibu Ns. Zulmah Astuti., M.Kep selaku dosen pengampu mata kuliah keperawatan
gawat darurat.

Saya telah berusaha dengan segenap kemampuan dan pengetahuan yang


saya miliki sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Akan tetapi, saya
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi
materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca, agar di lain kesempatan saya dapat
memperbaiki kekurangan- kekurangan yang ada.

Akhirnya, semoga dengan membaca laporan pendahuluan ini, sedikit banyaknya


akan menambah pengetahuan kita.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Samarinda, 15 November 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………….ii
DAFTAR ISI……...…………………………………………………iii
DAFTAR TABEL………………………..……………………...…..iv
1. Konsep Teori……..………………………………………………1
a. Pengertian…...……………………………………………...1
b. Etiologi……………………………………………………..1
c. Klasifikasi…………………………………………………..3
d. Tanda dan Gejala…………………………………………...4
e. Patofisiologi………………………………………………...4
f. Pathway Keperawatan…………………….………………...5
g. Pemeriksaan Penunjang……………………….…………….6
h. Penatalaksanaan Medis……………………………….……..6
i. Penatalaksanaan Non Medis………………………………...9
2. Konsep Asuhan Keperawatan……………………………...10
a. Survey Primer……………………………………………...10
b. Survey Sekunder……………………………………….…..13
c. Analisa Data………………………………………….…….16
d. Intervensi dan Luarannya…………………………………..18
e. Implementasi…………………………………….…………23
f. Evaluasi……………………………….……………………25
g. Discharge Planning…………………….…………………..27
DAFTAR PUSTAKA……………..…………….………………….30

3
DAFTAR TABEL

1. Tabel 1.1 Pathway Keperawatan………………………………6

4
1. Konsep Teori
a. Pengertian
Keracunan atau intoksikasi adalah suatu kejadian apabila substansi
yang berasal dari alam ataupun buatan yang pada dosis tertentu dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan hidup yang bisa menyebabkan cedera
atau kematian. Racun dapat memasuki jaringan hidup melalui beberapa cara
yaitu termakan, terhirup, disuntikkan (Ginanjar Sasmito Adi, 2017).
Keracunan atau intoksikasi menurut WHO adalah kondisi yang
mengikuti masuknya suatu zat psikoaktif yang menyebabkan gangguan
kesadaran, kognisi, persepsi, afek, perlaku, fungsi, dan respon psikofisiologis.
Sumber lain menyebutkan bahwa keracunan dapat diartikan sebagai masuknya
suatu zat kedalam tubuh yang dapat menyebabkan ketidak normalan
mekanisme dalam tubuh bahkan sampai dapat menyebabkan kematian (Galih
Arya Gunawan, 2013).
Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang disebabkan
oleh obat, serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-lain.
Keracunan dapat diakibatkan oleh kecelakaan atau tindakan tidak disengaja,
tindakan yang disengaja seperti usaha bunuh diri atau dengan maksud tertentu
yang merupakan tindakan kriminal. Keracunan yang tidak disengaja dapat
disebabkan oleh faktor lingkungan, baik lingkungan rumah tangga maupun
lingkungan kerja (Brunner and Suddarth, 2010).
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit bahkan kematian. Keracunan
sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia (Ade Ria Carisna, 2017).

b. Etiologi

Penyebab keracunan menurut Nurarif dan Kusuma (2015) ada beberapa


macam dan akibatnya bisa mulai yang ringan sampai yang berat. Secara
umum yang banyak terjadi di sebabkan oleh (Putri Sintiya Rahayu, 2018) :
1. Mikroba
Mikroba yang menyebabkan keracunan di antaranya :
a.Escherichia coli patogen

5
b. Staphilococus aureus
c. Salmonella
d. Bacillus Parahemolyticus
e. Clostridium Botulisme
f. Streptokkkus
2. Bahan Kimia
a. Peptisida golongan organofosfat
b.Organo Sulfat dan karbonat
3. Toksin
a. Jamur
b. Keracunan Singkong
c. Tempe Bongkrek
d. Bayam beracun
e. Kerang

c. Klasifikasi
Racun diklasifikasikan menurut (Fathoni, 2016) sebagai berikut:
a. Racun Korosif: racun ini adalah agen pengiritasi yang sangat aktif yang
menghasilkan peradangan dan ulserasi jaringan. Kelompok ini terdiri dari
asam kuat dan basa.
b. Racun Iritan : racun ini menghasilkan gejala sakit di perut, muntah
1) Racun Anorganik
Logam : arsen, merkuri, timbal, tembaga dan antimon Non logam : fosfor,
klorin, bromin, dan iodin
2) Racun organik
Tumbuh-tumbuhan : minyak jarak Hewan : ular, kalajengking,laba-laba
3) Racun mekanik : bubuk kaca, debu berlian
c. Racun Saraf
Racun ini beraksi di sistem saraf pusat. Gejala yang dirimbulkan biasanya
sakit kepala, ngantuk, pusing, delirium, stupor, koma, dan kejang.
1) Racun serebral: opium, alkohol, agen sedatif, agen hipnotik, anastetik.
2) Racun spinal: Strychinine.
3) Periferal: Curare.
d. Racun jantung : Digitalis, rokok.
6
e. Asphyxiants: Gas batubara, CO, CO2, war gasses.
f. Lain-lain: Analgesik, antipiretik, penenang, antidepresan.

d. Tanda dan gejala menurut (Ade Ria Carisna, 2017)


1. Rasa terbakar di tenggorokan dan lambung.
2. Pernafasan yang cepat dan dalam, hilang selera makan, anak terlihat
lemah.
3. Mual, muntah, haus, buang air besar cair.
4. Sakit kepala, telinga berdenging, sukar mendengar, dan pandangan kabur.
5. Bingung.
6. Koma yang dalam dan kematian karena kegagalan pernafasan
7. Reaksi lain yang kadang bisa terjadi : demam tinggi, haus, banyak
berkeringat, bintik merah kecil di kulit dan membran mukosa
Keracunan ringan:

a. Anoreksia
b. Nyeri kepala
c. Rasa lemah
d. Rasa takut
e. Tremor pada lidah dan kelopak mata
f. Pupil miosis

Keracunan sedang:

a. Nausea
b. Muntah – muntah
c. Kejang dan kram perut
d. Hipersalifa
e. Hiperhidrosis
f. Fasikulasi otot
g. Bradikardi

Keracunan berat

a. Diare
b. Reaksi cahaya negatif

7
c. Sesak nafas
d. Sianosis
e. Edema paru
f. Inkontinensia urine dan feses
g. Kovulsi
h. Koma
i. Blokade jantung akhirnya meninggal

e. Patofisiologi
Keracunan dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya yaitu faktor

bahan kimia, mikroba, toksin dll. Dari penyebab tersebut dapat mempengaruhi

vaskuler sistemik shingga terjadi penurunan fungsi organ – organ dalam tubuh.

Biasanya akibat dari keracunan menimbulkan mual, muntah, diare, perut

kembung,gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi darah dan kerusakan hati

( sebagai akibat keracunan obat da bahan kimia ). Terjadi mual, muntah di

karenakan iritasi pada lambung sehingga HCL dalam lambung meningkat .

Makanan yang mengandung bahan kimia beracun (IFO) dapat menghambat

( inktivasi ) enzim asrtikolinesterase tubuh (KhE). Dalam keadaan normal enzim

KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (AKH) dengan jalan mengikat Akh –

KhE yang bersifat inakttif. Bila konsentrasi racun lebih tingggi dengan ikatan IFO-

KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh di tempat –

tempat tertentu, sehingga timbul gejala – gejala rangsangan Akh yang berlebihan,

yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik, dan ssp ( menimbulkan

stimulasi kemudian depresi SSP ) (Febri Yudo, 2018).

8
Makanan terkontaminasi yang mengandung
Masuk ke saluran cerna
Botolinum, jamur, jengkol, ikan laut, tempe,
singkong dll

Masuk ke pembuluh darah Masuk ke usus halus Masuk ke lambung

Iritasi pada lambung


Sel saraf terganggu
Diekskresikan oleh ginjal

Asam lambung meningkat


Tidak terjadi pelepasan
Kristal asam kolat asetilkolin
menumpuk di dalam tubulus
Mual
ginjal, ureter dan uretra

Otot tidak dapat


berkontraksi Muntah

Obstruksi saluran kemih


Defisit volume cairan
Kelumpuhan otot

Gagal Ginjal Akut Infeksi usus

Hambatan mobilitas
fisik Diare
Gangguan fungsi saraf

Disfungsi saraf Pandangan kabur Fotopobia Kerusakan otak

Kematian
Kaku sendi Gangguan bicara Sulit menelan

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Gangguan saraf otonom

Kelemahan otot, Nyeri kepala dan Pusat pernafasan


kram, opistototnus otot

Nafas cepat dan


Gangguan Nyeri akut dangkal
pergerakan
9
Pola nafas tidak
Intoleransi aktivitas efektif
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
2. Identitas Penanggung Jawab
3. Primer Survey
Airway (A) : Kaji apakah terdapat sumbatan karena edema (inflamasi)
saluran pernapasan akibat dari keracunan gas (inhalasi) atau reaksi alergi
berat.
Breathing (B) : Nafas cepat atau lambat, keracunan asetaminofen dapat
menyebabkan depresi pusat nafas.
Circulation (C) : Kaji jika ada reaksi perdarahan lambung karena
keracunan zat korosif atau zat racun lain yang teringesti, kaji jika ada
mual-muntah, tanda dehidrasi, diare/GE.
Disability (D) : Kaji GCS, penurunan kesadaran akibat racun, reaksi pupil
terhadap cahaya, dan dilatasi pupil.
4. Secondary Survey
Exposure (E) : Kaji apakah terdapat luka atau lesi luar akibat terpapar
racun (tersiram zat kimia).
Fluid, Farenheit (F) : Observasi output urine jika terdapat dehidrasi atau
tanda-tanda syok (urine output : 1-2cc/kgBB/jam).
Get Vital Sign (G) : Kaji tanda-tanda vital, dan perubahanya secara
teratur. Lakukan bilas lambung segera untuk mengeliminasi racun.
Head To toe, History (H) : Monitoring kerja jantung jika keracunan
asetominopen.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d agen cedera biologis.
2. Pola nafas tidak efektif b/d distress pernafasan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat
(anoreksia, mual dan muntah), kesulitan menelan.
4. Defisit volume cairan b/d muntah, diare.
5. Hambatan mobilitas fisik b/d paralisis, ketidakmampuan otot berkontraksi.
6. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.

10
C. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bermanfaat dalam diagnosis toksikologi
adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Laboratorium: Pada pemeriksaan laboratorium biasanya
dilakukan tes darah, tes urin, tes kondisi tinja, dan pemeriksaan parasit.
Tes-tes ini bertujuan untuk mengetahui jenis organisme penyebab
terjadinya keracunan. Pemeriksaan laboratorium sederhana dapat
dilakukan di layanan kesehatan primer yang memiliki fasilitas, misalnya:
pemeriksaan mikroskopis feses untuk keberadaan telur cacing dan parasit;
pewarnaan Gram, KOH dan metilenblue Loeffler untuk membantu
membedakan antara penyakit invasif dan non-invasif (PMK No. 5 Tahun
2014).
2. Gas Darah Arteri: Hipoventilasi akan menyebabkan peningkatan PCO2
(hiperkapnia). PO2 dapat rendah dengan aspirasi pneumonia atau obat-
obat yang menginduksi edema paru. Oksigenisasi jaringan . yang kurang
akibat hipoksia, hipotensi. Atau keracunan sianida akan menghasilkan
asidosis metabolik. PO2 hanya mengukur oksigen yang larut dalam plasma
dan bukan merupakan total oksigen dalam darah. karena itu pada
keracunan
3. karbon monoksida mungkin PO2 tampak normal meskipun ada defisiensi
oksihemoelobin yang nyata dalam darah.
4. Uji Fungsi Ginjal: Beberapa toksin mempunyai efek nefrotoksik; dalam
kasus lain, gagal ginjal merupakan akibat syok, koagulasi intravaskular
yang menyebar (disseminated irrtravascular coagulation, DTC), atau
mioglohinuria. Tingkat kadar nitrogen urea darah dan kreatinin harus
diukur dan dilakukan urinalisis.
5. Osmolalitas Serum: Perhitungan osmolalitas serum terutama bergantung
pada natrium serum, glukosa serum serta nitrogen urea darah.
6. Elektrokardiogram: Pelebaran lama kompleks QRS yang lebih besar dari
0,1 detik adalah khas untuk takar lajak antidepresan trisiktik dan kuinidin.

1
7. CT-Scan: fotopolos abdomen mungkin berguna, karena beberapa tablet,
khususnya besi dan kalium, dapat berbentuk radiopaque. Foto toraks dapat
menunjukkan pneumonia aspirasi, pneumonia hidrokarbon, atau edema
paru. Bila dicurigai adanya trauma kapitis, dianjurkan untuk pemeriksaan
CT-scan.

2. Konsep Asuhan Keperawatan

Hal yang pertama kali harus dilakukan dalam kegawatdaruratan dalam


keracunan adalah melakukan survey primer dan sekunder, yaitu meliputi :
1. Survey Primer
a. Resusitasi (ABCD).
1) Airway
Periksa klancaran jalan napas, gangguan jalan napas sering terjadi pada
klien dengan keracunan , botulisme karena klien sering mengalami
depresi pernapasan seperti pada klien keracunan baygon, botulinun.
Usaha untuk kelancaran jalan napas dapat dilakukan dengan head tilt
chin lift/jaw trust/nasopharyngeal airway/ pemasangan guedal.
Cegah aspirasi isi lambung dengan posisi kepala pasien diturunkan,
menggunakan jalan napas orofaring dan pengisap. Jika ada gangguan
jalan napas maka dilakukan penanganan sesuai BHD (bantuan hidup
dasar). Bebaskan jalan napas dari sumbatan bahan muntahan, lender,
gigi palsu, pangkal lidah dan lain-lain. Kalau perlu dengan
“Oropharyngealairway”, alat penghisap lendir. Posisi kepala
ditengadahkan (ekstensi), bila perlu lakukan pemasangan pipa ETT.
2) Breathing
Kaji keadekuatan ventilasi dengan observasi usaha ventilasi melalui
analisa gas darah atau spirometri. Siapkan untuk ventilasi mekanik jika
terjadi depresi pernpasan. Tekanan ekspirasi positif diberikan pada
jalan napas, masker kantong dapat membantu menjaga alveoli tetap
mengembang. Berikan oksigen pada klien yang mengalami depresi
pernapasan, tidak sadar dan syock. Jaga agar pernapasan tetap dapat
berlangsung dengan baik.

2
3) Circulation
Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan syok yang
tepat, dengan memasang IV line, mungkin ini berhubungan dengan
kerja kardio depresan dari obat yang ditelan, pengumpulan aliran vena
di ekstremitas bawah, atau penurunan sirkulasi volume darah, sampai
dengan meningkatnya permeabilitas kapiler. Kaji TTV, kardiovaskuler
dengan mengukur nadi, tekanan darah, tekanan vena sentral dan suhu.
Stabilkan fungsi kardioaskuler dan pantau EKG.
4) Disability
Pantau status neurologis secara cepat meliputi tingkat kesadaran dan
GCS, ukuran dan reaksi pupil serta tanda-tanda vital. Penurunan
kesadaran dapat terjadi pada klien keracunan alcohol dan obat-obatan.
Penurunan kesadaran dapat juga disebabkan karena penurunan
oksigenasi, akibat depresi pernapasan seperti pada klien keracunan
baygon, botulinum
2. Survey Sekunder
Kaji adanya bau baygon dari mulut dan muntahan, sakit kepala,
sukar bicara, sesak nafas, tekanan darah menurun, kejang-kejang,
gangguan penglihatan, hipersekresi hidung, spasme laring, brongko
kontriksi, aritmia jantung dan shock.
Langkah selanjutnya setelah survey primer (resusitasi) dan survey
sekunder adalah sebagai berikut :
a. Dekontaminasi gastrointestinal
Dekontaminasi sistem pencernaan dapat dilakukan dengan beberapa
cara, termasuk emesis yang di induksi, pemberian arang aktif atau
arang dengan beberapa dosis yang diaktifkan, lavase lambung,
cathartics, dan irigasi usus menyeluruh (whole-bowel irrigation/WBI.
Hemodialisis dan hemoprfusion rang (charcoal) juga digunakan pada
kasus keracunan yang parah (Amelia Kurniati, Yanny Trisyani, 2018).
1) Induksi Emesis
Meskipun induksi emesis ini merupakan penanganan yang
diandalkan, namun peran sirup ipecac dalam pengelolaan

3
pasien keracunan telah menurun secara signifikan dalam
beberapa tahun terakhir.
2) Arang Aktif (Charcoal Activated)
Penggunaan arang aktif saja setara atau bahkan lebih unggul
mengobati keracunan daripada pengobatan modalitas dan
kombinasi lainnya. Namun, belum ada penelitian yang
menunjukkan hasil yang baik secara signifikan terhadap
peningkatan outcome pasien
3) Bilas/ lavage lambung
Bilas lambung dapat dipertimbangkan untuk keracunan yang
berpotensi mengancam jiwa.
4) Cathartics (Obat Pencahar)
Obat pencahar telah lama ditambahkan ke arang aktif untuk
meningkatkan eleminasi racun dari saluran pencernaan.
Namun, jangan trlalu sering menggunakan obat pencahar
menyebabkan diare, mual dan muntah, nyeri perut, peningkatan
kadar magnesium, ketidakseimbangan elektrolit dan
hypovolemia katartik.
5) Irigasi Usus Menyeluruh (Whol Bowel Irrigation/WBI)
Irigasi usus menyeluruh melibatkan penggunaan larutan
elektrolit yang diberikan secara oral atau melalui NGT.
6) Hemodialisis dan Hemoperfusi Arang (Charcoal
Hemoperfusion)
Hemodialisis diindikasikan untuk keracunan serius yang
menyebabkan asidosis metabolik berat, kelainan elektrolit atau
gagal ginjal.

a. Analisa Data
Analisa data intoksikasi dan keracunan makanan menurut (Atik
Nurhayati, 2017) sebagai berikut:

4
NO DATA ETIOLOGI PROBLEM

1. Ds: Agen cedera Nyeri akut


1. P: px biologis
mengatakan
nyeri pada saat
banyak gerak
2. Q: px
mengatakan
nyeri seperti di
tusuk-tusuk
3. R: px
mengatakan
nyeri dibagian
perut kanan
terasa di ulu
hati
4. S: px
mengatakan
skala nyeri 5
5. T: px
mengatakan
waktu nyeri
hilang timbul

Do:
1. Px meringis
kesakitan
2. Px memegangi
area nyeri
3. Px pucat
4. TD: 100/60
S : 36 derajat

5
N : 82x/menit

2. Ds: Distress Pola nafas tidak


1. Px pernafasan efektif
mengatakan
sesak nafas
Do:
1. Px bernafas
menggunakan
otot bantu
pernafasan
2. Px memegang
dadanya

3. Ds: Intake tidak Defisit nutrisi


1. Ibu px adekuat
mengatakan (anoreksia,
makan tempe mual dan
bongkrek saat muntah,
dirumah, kesulitan
sudah lebih menelan)
dari 4 jam
sejak terakhir
makan.
2. Ibu px
mengatakan
dirumah sudah
muntah 1x
3. Ibu px
mengatakan
px sebelumnya
merasa mual

6
Do:
1. Penurunan
berat badan
2. TD : 100/60
3. RR : 28x/mnt,
cepat dan
dangkal

Dalam mempriotaskan masalah ada 3 hal yang perlu


dipertimbangkan apakah masalah tersebut mengancam kehidupan,
mengancam kesehatan, dan mengancam tumbuh dan kembang
pasien. Langkah selanjutnya dalam menentukan tujuan apakah
tujuan baik itu tujuan umum/goal atau tujuan khusus atau objektif
ataupun harapan pasien agar dapat dievaluasi dengan baik oleh
perawat. Selanjutnya menentukan intervensi atau rencana tindakan
serta rasional dari setiap tindakan untuk mengatasi masalah yang
dialami:
1. Nyeri akut b/d agen cedera biologis.
2. Pola nafas tidak efektif b/d distress pernafasan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake
tidak adekuat (anoreksia, mual dan muntah), kesulitan menelan.

b. Intervensi dan Luarannya


Berdasarkan PPNI, (2016); T. P. S. D. P. P. PPNI, (2018);
Indonesia, (2019) maka diagnosa keperawatan, luaran keperawatan
serta intervensi keperawatan disusun sesuai dengan tanda gejala
penyakit pada pasien ialah sebagai berikut:

N SDKI SLKI SIKI


O

1. Nyeri akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri (I. 08238)


berhubungan (L.08066)

7
dengan agen Setelah dilakukan Observasi
cedera tindakan keperawatan
1. lokasi, karakteristik, durasi,
biologis 3x24 Jam diharapkan frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
(D.0077) tingkat nyeri menurun
2. Identifikasi skala nyeri
dengan kriteria hasil: 3. Identifikasi respon nyeri non
verbal
1. Keluhan nyeri
4. Identifikasi faktor yang
dari skala 2 memperberat dan
memperingan nyeri
menjadi skala
5. Identifikasi pengetahuan dan
5 keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya
2. Meringis dari
terhadap respon nyeri
skala 2 7. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
menjadi skala
8. Monitor keberhasilan terapi
5 komplementer yang sudah
diberikan
3. Gelisah dari
9. Monitor efek samping
skala 2 penggunaan analgetik
menjadi skala
Terapeutik
5
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
Keterangan
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
1. Meningkat terapi pijat, aroma terapi,
2. Cukup teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi
Meningkat bermain)
3. Sedang 2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
4. Cukup Suhu ruangan, pencahayaan,
Menurun kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
5. Menurun 4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri

Edukasi

1. Jelaskan penyebab, periode,


dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan

8
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (Tarik
nafas dalam)

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2. Pola Nafas Pola Nafas (L.01005) Pemantauan Respirasi (I.01014)


Tidak
Setelah dilakukan Observasi
Efektif b/d
tindakan keperawatan
Distress 1. Monitor frekuensi, irama,
3x24 jam maka
Pernafasan kedalaman, dan upaya napas
diharapkan pola nafas 2. Monitor pola napas (seperti
(D.) bradipnea, takipnea,
membaik dengan
hiperventilasi, Kussmaul, Che
kriteria hasil : yne-Stokes, Biot, ataksik0
3. Monitor kemampuan batuk
1. Dispnea
efektif
2. Penggunaan 4. Monitor adanya produksi
otot bantu nafas sputum
5. Monitor adanya sumbatan
3. Frekuensi nafas jalan napas
4. Kedalaman 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
nafas
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
Ket :
9. Monitor nilai AGD
1. Menurun 10. Monitor hasil x-ray toraks

2. Cukup
menurun
Terapiutik
3. Sedang
4. Cukup 1. Atur interval waktu

9
membaik
pemantauan respirasi sesuai
5. Membaik
kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

Manajemen Jalan Napas (I. 01011)

Observasi

1. Monitor pola napas (frekuensi,


kedalaman, usaha napas)
2. Monitor bunyi napas
tambahan (mis. Gurgling,
mengi, weezing, ronkhi
kering)
3. Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)

Terapeutik

1. Pertahankan kepatenan jalan


napas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust jika curiga
trauma cervical)
2. Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
5. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum
7. Penghisapan endotrakeal
8. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsepMcGill

10
9. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

1. Anjurkan asupan cairan 2000


ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
2. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,


ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
3. Defisit Status Nutrisi Manajemen Nutrisi (I.03119)
nutrisi (L.03030)
Observasi
kurang b/d
Setelah dilakukan
intake tidak 1. Identifikasi status nutrisi
tindakan keperawatan 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
adekuat makanan
3x24 jam maka
(anoreksia, 3. Identifikasi makanan yang disukai
diharapkan status 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
mual dan
nutrisi membaik nutrient
muntah), 5. Identifikasi perlunya penggunaan
dengan kriteria hasil:
kesulitan selang nasogastrik
1. Porsi makan 6. Monitor asupan makanan
menelan 7. Monitor berat badan
yang dihabiskan 8. Monitor hasil pemeriksaan
(D.0019)
2. Berat badan laboratorium
atau IMT
3. Frekuensi
Terapeutik
makan
4. Nafsu makan 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan,
jika perlu
5. Perasaan cepat 2. Fasilitasi menentukan pedoman
kenyang diet (mis. Piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik dan
Ket : suhu yang sesuai
4. Berikan makan tinggi serat untuk
1. Menurun mencegah konstipasi
2. Cukup 5. Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
menurun 6. Berikan suplemen makanan, jika perlu

11
3. Sedang 7. Hentikan pemberian makan melalui
4. Cukup selang nasogastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
membaik
5. Membaik
Edukasi

1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu


2. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu Kolaborasi
2. dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

c. Implementasi
Menurut (Arifin, 2016) implementasi keperawatan yang baik
dalam penanganan intoksikasi dan keracunan makanan yakni
sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai
kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan
interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan,
strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi.
Tindakan keperawatan dilakukan setelah perencanaan
kegiatan dirancang dengan baik. Tindakan keperawatan mulai
dilakukan selama 3 hari. Tidak semua diagnosa keperawatan
dilakukan implementasi setiap hari.

12
Implementasi dan evaluasi proses luka bakar menurut sebagai
berikut:

NO IMPLEMENTASI DAN EVALUASI PROSES


1. Pada hari ke 1 juga dilakukan implementasi pada
diagnosa I yaitu (09.00) identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, identifikasi
skala nyeri, identifikasi respon nyeri non verbal,
identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri.

Sedangkan pada diagnosa II yaitu(10.00) memonitor pola


napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas), memonitor
bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, weezing,
ronkhi kering), memonitor sputum (jumlah, warna,
aroma).

Sedangkan pada diagnosa III yaitu (13.00)


mengidentifikasi status nutrisi, mengidentifikasi alergi
dan intoleransi makanan, mengidentifikasi makanan yang
disukai, memonitor asupan makanan.
2. Pada hari ke 2 juga dilakukan implementasi pada
diagnosa I yaitu(10.00) anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri, anjurkan menggunakan analgetik secara tepat,
ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (Tarik nafas dalam).

Sedangkan pada diagnosa II yaitu (12.00) menganjurkan


asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi,
mengajarkan teknik batuk efektif

Sedangkan pada diagnosa III yaitu (13.00) menganjurkan


posisi duduk, jika mampu, mengajarkan diet yang
diprogramkan.
3. Pada hari ke 3 dilakukan implementasi pada diagnosa III
yaitu (09.00) mempertahankan untuk menganjurkan
posisi duduk, jika mampu, mengajarkan diet yang
diprogramkan.

d. Evaluasi

13
Evaluasi keperawatan luka bakar menurut sebagai berikut:
NO EVALUASI KEPERAWATAN
1. a) Evaluasi yang dilakukan antara lain pada hari ke 1
dengan diagnosa I nyeri akut yaitu: pasien
mengatakan bahwa ia masih merasa nyeri yang
ditandai dengan pasien tampak lemah, gelisah,
meringis, skala nyeri 5 (1-10).Untuk itu dapat
disimpulkan masalah nyeri akut belum teratasi
sehingga intervensi dilanjutkan di hari kedua.

b) Pada hari ke 1 juga dilakukan evaluasi pada


diagnosa II yaitu masih sesak dan menggunakan
oto bantu pernafasan untuk itu disimpulkan bahwa
masalah belum teratasi sehingga intervensi
dilanjutkan pada hari kedua.

c) Sedangkan untuk diagnosa III hari ke 1 pasien


mengeluh muntah 1x dan mual untuk itu
disimpulkan bahwa masalah belum teratasi
sehingga intervensi dilanjutkan pada hari kedua.

2. a) Pada hari ke 2 dilakukan evaluasi pada diagnosa I


nyeri akut .yaitu pasien mengatakan nyeri yang
dirasakan sudah berkurang, pasien tampak
gelisah, tidak meringis,skala nyeri 3 (1-10) .maka
dari itu disimpulkan bahwa masalah teratasi
sebagian sehingga intervensi dilanjutkan pada hari
ketiga.

b) Pada hari ke 2 juga dilakukan evaluasi pada


diagnosa II yaitu sesak berkurang tetapi masih
menggunakan otot bantu nafas maka dari itu
simpulkan bahwa masalah belum teratasi sehingga

14
intervensi dilanjutkan hari ketiga.

c) Sedangkan pada diagnosa III hari ke 2 dilakukan


evaluasi yaitu pasien tidak muntah tetapi rasa
mual masih ada, maka dari itu disimpulkan bahwa
masalah belum teratasi sehingga intervensi
dilanjutkan hari ketiga.

3. a) Pada hari ke 3 dilakukan evaluasi pada diagnosa I


yaitu pasien mengatakan nyeri yang dirasakan
berkurang, tidak meringis skala nyeri 1 (1-
10) .maka dari itu disimpulkan bahwa masalah
teratasi dan intervensi dihentikan oleh perawat
ruangan.

b) Pada hari ke 3 dilakukan evaluasi pada diagnosa II


yaitu pasien sudah bisa bernafas sendiri maka dari
itu di simpulkan bahwa masalah teratasi sehingga
intervensi dihentikan oleh perawat ruangan.
c) Sedangkan pada diagnosa III hari ke 3 dilakukan
evaluasi yaitu pasien sudah bisa makan meskipun
sedikit maka dari itu disimpulkan bahwa masalah
teratasi sebagian sehingga intervensi dilanjutkan
oleh perawat ruangan.

e. Discharge Planning

Menurut (Dwi Retno Setiani, 2016) discharge planning intoksikasi


dan keracunan makanan sebagai berikut:
1. Jika keracunan melalui mulut :
- Jika racun tertelan, encerkan racun tersebut, plus halangi
penyerapan menggunakan air biasa, susu atau telur mentah,
norit 2sdt dalam 1 gelas air, teh pekat, antasida (promaag).

15
- Kosongkan lambung untuk memuntahkan jika kurang dari 4
jam dengan merangsang tenggorokan dengan jari
2. Jika racun mengenai kulit/mata :
- Lepas pakaian yang terkena
- Cuci dan bilas dengan air mengalir
3. Jika racun melalui pernapasan
- Pindahkan korban ke tempat aman
- Beri oksigen murni
- Hati-hati untuk first aider
4. Jangan memberikan susu pada keracunan yang mengandung
fosfat, karena dapat bereaksi. Dimuntahkan, hanya efektif bila
dlakukan dalam 2 jam pertama setelah keracunan
5. Tidak boleh dimuntahkan pada :
- Menelan asam basa kuat
- Menelan minyak
- Korban kejang ataupun ada bakat kejang
Korban tidak sadar/ada gangguan kesadaran

DAFTAR PUSTAKA

Ade Ria Carisna. (2017). Asuhan Keperawatan Intoksikasi.


Amelia Kurniati, Yanny Trisyani, S. I. M. T. (2018). Keperawatan Gawat
Darurat Dan Bencana Sheehy (Elsevier (ed.); 1st ed.).
Arifin, R. (2016). Penatalaksanaan Keracunan. Fakultas Farmasi, 1969, 9–26.
http://repository.ump.ac.id/266/3/Laila Safitrih_BAB II.pdf
Atik Nurhayati. (2017). Analisa Data Keracunan Makanan.
Brunner and Suddarth. (2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing (LLW
(ed.); 12th ed.).
Dwi Retno Setiani. (2016). Asuhan Keperawatan Anak Dengan Keracunan.
0520014712.

16
Fathoni, M. (2016). Keperawatan Gawat Darurat Intoksikasi Alkohol. Universitas
Brawijaya.
Febri Yudo. (2018). Keracunan.
Galih Arya Gunawan. (2013). Intoksikasi Makanan.
Ginanjar Sasmito Adi. (2017). Asuhan Keperawatan Ny. S Dengan Intoksikasi
pembersih lanta di Ruang Melati RSD Balung Kabupaten Jember.
Universitas Muhammadiyah Jember, 0331, 1–13.
Indonesia, P. P. N. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
PPNI, T. P. D. P. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)
Edisi 1. DPP PPNI. Jakarta.
PPNI, T. P. S. D. P. P. (2018). Standar intervensi keperawatan indonesia.
Putri Sintiya Rahayu. (2018). Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Intoksikasi.
Ade Ria Carisna. (2017). Asuhan Keperawatan Intoksikasi.
Amelia Kurniati, Yanny Trisyani, S. I. M. T. (2018). Keperawatan Gawat
Darurat Dan Bencana Sheehy (Elsevier (ed.); 1st ed.).
Arifin, R. (2016). Penatalaksanaan Keracunan. Fakultas Farmasi, 1969, 9–26.
http://repository.ump.ac.id/266/3/Laila Safitrih_BAB II.pdf
Atik Nurhayati. (2017). Analisa Data Keracunan Makanan.
Brunner and Suddarth. (2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing (LLW
(ed.); 12th ed.).
Dwi Retno Setiani. (2016). Asuhan Keperawatan Anak Dengan Keracunan.
0520014712.
Fathoni, M. (2016). Keperawatan Gawat Darurat Intoksikasi Alkohol. Universitas
Brawijaya.
Febri Yudo. (2018). Keracunan.
Galih Arya Gunawan. (2013). Intoksikasi Makanan.
Ginanjar Sasmito Adi. (2017). Asuhan Keperawatan Ny. S Dengan Intoksikasi
pembersih lanta di Ruang Melati RSD Balung Kabupaten Jember.
Universitas Muhammadiyah Jember, 0331, 1–13.
Indonesia, P. P. N. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
PPNI, T. P. D. P. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)
Edisi 1. DPP PPNI. Jakarta.
PPNI, T. P. S. D. P. P. (2018). Standar intervensi keperawatan indonesia.

17
Putri Sintiya Rahayu. (2018). Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Intoksikasi.

18

You might also like