Professional Documents
Culture Documents
Radda Luthfia Non Trauma Apendisitis Akut
Radda Luthfia Non Trauma Apendisitis Akut
APENDISITIS AKUT
1911102411018
DOSEN PENGAMPU
PRODI S1 KEPERAWATAN
2022
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.Alhamdulillah,
Segala puji bagi Allah SWT. Karena berkat rahmat dan petunjuk-Nyalah, saya
dapat menyelesaikan laporan pendahuluan yang berjudul:“Apendisitis Akut”.
Tidak lupa juga saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Ns. Zulmah Astuti., M.Kep
selaku dosen pengampu mata kuliah keperawatan gawat darurat.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………….ii
DAFTAR ISI……...…………………………………………………iii
DAFTAR TABEL………………………..……………………...…..iv
1. Konsep Teori……..………………………………………………1
a. Pengertian…...……………………………………………...1
b. Etiologi……………………………………………………..1
c. Klasifikasi…………………………………………………..3
d. Tanda dan Gejala…………………………………………...4
e. Patofisiologi………………………………………………...4
f. Pathway Keperawatan…………………….………………...5
g. Pemeriksaan Penunjang……………………….…………….6
h. Penatalaksanaan Medis……………………………….……..6
i. Penatalaksanaan Non Medis………………………………...9
2. Konsep Asuhan Keperawatan……………………………...10
a. Survey Primer……………………………………………...10
b. Survey Sekunder……………………………………….…..13
c. Analisa Data………………………………………….…….16
d. Intervensi dan Luarannya…………………………………..18
e. Implementasi…………………………………….…………23
f. Evaluasi……………………………….……………………25
g. Discharge Planning…………………….…………………..27
DAFTAR PUSTAKA……………..…………….………………….30
iii
DAFTAR TABEL
iv
1. Konsep Teori
a. Pengertian
Appendisitis akut adalah salah satu penyebab nyeri abdomen akut yang
paling sering ditemukan. Hipotesis penyebab paling umum adalah adanya
obstruksi lumen yang berlanjut kerusakan dinding appendiks dan
pembentukan abses (Fauziah Botutihe, Dwi Esti Handayani, 2022).
Apendisitis merupakan proses peradangan akut maupun kronis yang
terjadi pada apendiks vemiformis oleh karena adanya sumbatan yang terjadi
pada lumen apendiks. Apendisitis adalah penyakit yang menjadi perhatian
oleh karena angka kejadian apendisitis tinggi di setiap negara. Resiko
perkembangan apendiksitis bisa seumur hidup sehingga memerlukan tindakan
pembedahan (Sabrilina Diyah Aprilliani, 2022).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Wicaksana, 2016).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila
infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan
saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar
atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan
terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya.
Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa
mengeluarkan lendir (Jeklin, 2016).
b. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada faktor
prediposisi menurut (Kosanke, 2019) yaitu:
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
5
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid
pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendik yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks
c. Klasifikasi
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis
akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti
oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi
tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan
intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin
tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding
apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus /
nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian
menyebar secara hematogen ke apendiks.
b. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema
6
pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam
dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi
suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat
eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan
nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi
pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi
semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu,
radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan
menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik.
Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
d. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan
nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi
dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila
serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis
tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan
parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens
apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara
patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena
sering penderita datang dalam serangan akut.
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi
musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya
berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa
infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu
kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
7
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak
di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka
kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut.
Pengobatannya adalah apendiktomi.
f. Tumor Apendiks/Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu
apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke
limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi
harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
g. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang
didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis
akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada
muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya
ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor
memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa
memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai
radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan
pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau
hemikolektomi kanan.
e. Patofisiologi
9
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Wicaksana,
2016).
10
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
2. Identitas Penanggung Jawab
3. Primer Survey
4. Secondary Survey
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang bisa muncul pada apendisitis akut menurut (Yolanda &
Candra, 2019) yaitu :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis (distensi jaringan
intestinal oleh inflamasi)
2. Ansietas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
3. Nausea berhubungan dengan peningkatan tekanan intraabominal
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (luka insisi post operasi
appenditomi).
5. Resiko infeksi dengan faktor resiko tindakan invasif (insisi post
pembedahan).
6. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanis
(operasi)
11
C. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen
protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses
inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka
sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang
pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada
pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan
perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran
sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan
spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat
akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-
100% dan 96-97%.
3. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa
peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa
adanya kemungkinan kehamilan.
6. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan
Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk
kemungkinan karsinoma colon.
12
7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis,
tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan
obstruksi usus halus atau batu ureter kanan (Afiani, 2016).
13
Pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya untuk memeriksa dan evaluasi
pasien. Hal ini akan sangat membantu pemeriksaan lebih lanjut. Harus diingat
disini pasien dijaga agar mengalami hipotermia dengan jalan diberikan selimut.
b. Secondary Survey
Secondary survey merupakan pemeriksaan secara lengkap dan teleiti yang
dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki dan dari depan sampai belakang.
Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, tidak
mengalami syok, atau tanda-tanda syok mulai membaik, tahapan dari secondary
survey terdiri dari :
1) Anamnesis
Anamnesis merupakan pengkajian menyeluruh terkait riwayat kesehatan pasien
yang dilakukan melalui wawancara dan observasi. Data yang diperoleh selama
proses anamnesis meliputi keluhan utama, riwayat kesehatan saat ini, dan riwayat
kesehatan keluarga, Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa
didapatkan dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007) terdiri
dari :
Allergy : Ada alergi/tidak
Medication : Ada medikasi sebelumnya/tidak Past
Medical History : Ada riwayat penyakit/tidak
Last Meal : Ada makan terakhir/tidak
Event : Lingkungan atau hal lain yang berhubungan dengan penyebab cedera
2) Kaji Nyeri
Nyeri pada apendisitis termasuk nyeri primer atau nyeri viseral yang berasal dari
organ itu sendiri artinya nyeri yang dirasakan dapat terlokalisir. Aprizal (2019),
menyebutkan pengakjian nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan PQRST yaitu :
• P (Provoing incident) : Pengkajian untuk mengidentifikasi faktor yang menjadi
predisposisi nyeri.
• Q (Quality of pain) : Pengkajian untuk mengetahui bagaimana rasanyeri dirasakan
secara subjektif.
• R (Region): Pengkajian untuk mengidentifikasi letak nyeri secara tepat.
• S (Severity/Scale) of pain : Pengkajian untuk mementukan skala darirasa nyeri
yang dirasakan.
• T (Time) :
Pengkajian untuk mendeteksi waktu berapa lama nyeri berlangsung.
3) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi Pasien dengan apendisitis kadang terlihat berjalan sambil
membungkuk dan memegang perut akibat nyeri yang dirasakan. Inspeksi yang
14
dilakukan pada perut tidak ditemukan gambaran spesifik, sementara perut
kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi.
b) Palpasi Tanda-tanda khas yang didapatkan pada palpasi apendisitis yaitu:
(1). Nyeri tekan (+) Mc.Burney
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc
Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
15
a. Analisa Data
Analisa data apendisitis akut menurut (Afiani, 2016) sebagai berikut:
16
mengatakan
waktu nyeri
hilang timbul
Do:
1. Px meringis
kesakitan
2. Px memegangi
area nyeri
3. Px pucat
4. TD: 100/60
S : 36 derajat
N : 82x/menit
2. Ds: Dilakukan Ansietas
1. Px operasi
mengatakan
cemas dan
takut akan
dilakukannya
operasi.
Do:
1. Px gelisah
2. Px melamun
3. Ds: Peningkatan Nausea
1. Ibu px Tekanan
mengatakan Intraabdominal
px merasakan
mual
2. Ibu px
mengatakan
17
px dirumah
sudah muntah
4x
Do:
1. Penurunan
berat badan
2. TD : 100/60
3. RR : 28x/mnt,
cepat dan
dangkal
18
a. Pre Operasi
19
hasil : menumbuhkan
1. Perilaku gelisah (4) kepercayaan
2. Perilaku tegang (4) 3. Jelaskan prosedur,
3. Frekuensi pernafasan termasuk sensasi yang
(4) akan dialami
4. Frekuensi nadi (4) 4. Informasikan secara
5. Tekanan darah (4) factual mengenai
4 = cukup menurun diagnosis, pengobatan
dan prognosis
5. Latih teknik relaksasi
6. Kolaorasi pemberian obat
antiansietas
3. Nausea berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Mual
dengan peningkatan tindakan keperawatan (1.031107) :
tekanan intraabominal selama 2x24 jam 1. Identifikasi pengalaman
didapatkan Tingkat mual
Nausea (L.08065) 2. Identifikasi faktor
adekuat dengan kriteria penyebab mual
hasil : 3. Monitor mual
1. Nafsu makan (4) 4. Monitor asupan nutrisi
4 = cukup dan kalori
meningkat 5. Anjurkan istirahat yang
2. Keluhan mual (4) cukup
3. Perasaan ingin muntah 6. Kolaborasi pemberian
(4) antiemetik
4 = cukup menurun
4. Pucat (4)
4 = cukup
membaik
20
b. Post operasi
No SDKI SLKI SIKI
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (1.08238) :
berhubungan keperawatan selama 2x24 jam 5. Identifikasi lokasi,
dengan agen didapatkan Tingkat Nyeri karakteristik, durasi,
cidera fisik (L.08066) adekuat dengan frekuensi, kualitas dan
(luka insisi kriteria hasil : intensitas nyeri
post operasi 1. Keluhan nyeri (4) 6. Identifikasi respon non
appenditomi). 2. Gelisah (4) verbal
4 = cukup menurun 7. Berikan teknik non
3. Frekuensi nadi (4) farmakologi untuk
4. Pola nafas (4) mengurangi rasa nyeri
5. Tekanan darah (4) (teknik relaksasi nafas dalam,
4 = cukup membaik membaca istighfar)
8. Fasilitasi istirahat dan tidur
9. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
10.Kolaborasi pemberian
analgesik
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka (1.14564) :
dengan faktor keperawatan selama 2x24 jam 1. Monitor tanda dan gejala
resiko tindakan didapatkan Tingkat Infeksi infeksi local dan sistemik
invasif (insisi (L.14137) adekuat dengan 2. Monitor karakteristik luka
post kriteria hasil : 3. Lepaskan balutan dan plester
pembedahan). 1. Demam (4) secara perlahan
2. Kemerahan (4) 4. Bersihkan dengan cairan
3. Nyeri (4) NaCl
4. Bengkak (4) 5. Berikan salep yang sesuai
5. Drainase purulen (4) 6. Pasang balutan sesuai dengan
21
4 = cukup menurun jenis luka
6. Kadar sel darah putih (4) 7. Pertahankan teknik steril
4 = cukup membaik ketika melakukan perawatan
luka
8. Ajarkan mengonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
9. Kolaborasi pemberian
antibiotik
3. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan luka (1.14564) :
integritas keperawatan selama 2x24 jam 1. Monitor karakteristik luka
jaringan didapatkan Penyembuhan 2. Monitor tanda-tanda infeksi
berhubungan Luka (L.14130) adekuat 3. Lepaskan balutan dan plester
dengan faktor dengan kriteria hasil : secara perlahan
mekanis 1. Penyatuan kulit (4) 4. Bersihkan dengan cairan
(operasi) 2. Penyatuan tepi luka (4) NaCl
3. Jaringan granulasi (4) 5. Berikan salep yang sesuai
4 = cukup meningkat 6. Pertahankan teknik steril saat
4. Edema pada sisi luka (4) melakukan perawatan luka
5. Peradangan luka (4) 7. Jelaskan tanda dan gejala
6. Nyeri (4) infeksi
4 = cukup menurun 8. Kolaborasi pemberian
antibiotik
(PPNI, 2017), (PPNI, 2019), (PPNI, 2018)
22
c. Implementasi
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara
nyata berupa serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan
perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Pada tahap ini
perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki dalam
melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara
umum maupun secara khusus pada klien post apendektomi.
Pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara
independen, interdependen dan dependen. Pada fungsi independen
adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai oleh
perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan
yang dimilikinya. Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi
yang dilakukan dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu
yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan kesehatan,
sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh
perawat berdasarkan atas pesan orang lain (Afiani, 2016).
d. Discharge Planning
1
DAFTAR PUSTAKA