You are on page 1of 24

LAPORAN PENDAHULUAN & ASKEP GAWAT DARURAT

APENDISITIS AKUT

RADDA LUTHFIA NUR SAFITRI

1911102411018

DOSEN PENGAMPU

Ns. ZULMAH ASTUTI., S.Kep., M.Kep

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PRODI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

2022

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.Alhamdulillah,

Segala puji bagi Allah SWT. Karena berkat rahmat dan petunjuk-Nyalah, saya
dapat menyelesaikan laporan pendahuluan yang berjudul:“Apendisitis Akut”.
Tidak lupa juga saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Ns. Zulmah Astuti., M.Kep
selaku dosen pengampu mata kuliah keperawatan gawat darurat.

Saya telah berusaha dengan segenap kemampuan dan pengetahuan yang


saya miliki sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Akan tetapi, saya
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi
materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca, agar di lain kesempatan saya dapat
memperbaiki kekurangan- kekurangan yang ada.

Akhirnya, semoga dengan membaca laporan pendahuluan ini, sedikit banyaknya


akan menambah pengetahuan kita.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Samarinda, 15 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………….ii
DAFTAR ISI……...…………………………………………………iii
DAFTAR TABEL………………………..……………………...…..iv
1. Konsep Teori……..………………………………………………1
a. Pengertian…...……………………………………………...1
b. Etiologi……………………………………………………..1
c. Klasifikasi…………………………………………………..3
d. Tanda dan Gejala…………………………………………...4
e. Patofisiologi………………………………………………...4
f. Pathway Keperawatan…………………….………………...5
g. Pemeriksaan Penunjang……………………….…………….6
h. Penatalaksanaan Medis……………………………….……..6
i. Penatalaksanaan Non Medis………………………………...9
2. Konsep Asuhan Keperawatan……………………………...10
a. Survey Primer……………………………………………...10
b. Survey Sekunder……………………………………….…..13
c. Analisa Data………………………………………….…….16
d. Intervensi dan Luarannya…………………………………..18
e. Implementasi…………………………………….…………23
f. Evaluasi……………………………….……………………25
g. Discharge Planning…………………….…………………..27
DAFTAR PUSTAKA……………..…………….………………….30

iii
DAFTAR TABEL

1. Tabel 1.1 Pathway Keperawatan………………………………6

iv
1. Konsep Teori
a. Pengertian
Appendisitis akut adalah salah satu penyebab nyeri abdomen akut yang
paling sering ditemukan. Hipotesis penyebab paling umum adalah adanya
obstruksi lumen yang berlanjut kerusakan dinding appendiks dan
pembentukan abses (Fauziah Botutihe, Dwi Esti Handayani, 2022).
Apendisitis merupakan proses peradangan akut maupun kronis yang
terjadi pada apendiks vemiformis oleh karena adanya sumbatan yang terjadi
pada lumen apendiks. Apendisitis adalah penyakit yang menjadi perhatian
oleh karena angka kejadian apendisitis tinggi di setiap negara. Resiko
perkembangan apendiksitis bisa seumur hidup sehingga memerlukan tindakan
pembedahan (Sabrilina Diyah Aprilliani, 2022).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Wicaksana, 2016).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila
infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan
saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar
atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan
terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya.
Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa
mengeluarkan lendir (Jeklin, 2016).
b. Etiologi

Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada faktor
prediposisi menurut (Kosanke, 2019) yaitu:
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.

5
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid
pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendik yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks

c. Klasifikasi
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis
akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti
oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi
tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan
intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin
tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding
apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus /
nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian
menyebar secara hematogen ke apendiks.
b. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema
6
pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam
dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi
suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat
eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan
nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi
pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi
semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu,
radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan
menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik.
Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
d. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan
nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi
dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila
serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis
tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan
parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens
apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara
patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena
sering penderita datang dalam serangan akut.
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi
musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya
berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa
infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu
kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
7
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak
di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka
kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut.
Pengobatannya adalah apendiktomi.
f. Tumor Apendiks/Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu
apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke
limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi
harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
g. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang
didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis
akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada
muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya
ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor
memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa
memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai
radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan
pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau
hemikolektomi kanan.

d. Tanda dan gejala menurut (Yolanda & Candra, 2019).


1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan,
mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
2. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
3. Nyeri tekan lepas dijumpai.
4. Terdapat konstipasi atau diare.
5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau
ureter.
8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
8
9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai
abdomen terjadi akibat ileus paralitik.
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.

e. Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh


hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila
semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis.
Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada
anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang
masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua

9
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Wicaksana,
2016).

10
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
2. Identitas Penanggung Jawab
3. Primer Survey
4. Secondary Survey

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang bisa muncul pada apendisitis akut menurut (Yolanda &
Candra, 2019) yaitu :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis (distensi jaringan
intestinal oleh inflamasi)
2. Ansietas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
3. Nausea berhubungan dengan peningkatan tekanan intraabominal
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (luka insisi post operasi
appenditomi).
5. Resiko infeksi dengan faktor resiko tindakan invasif (insisi post
pembedahan).
6. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanis
(operasi)

11
C. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen
protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses
inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka
sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang
pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada
pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan
perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran
sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan
spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat
akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-
100% dan 96-97%.
3. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa
peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa
adanya kemungkinan kehamilan.
6. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan
Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk
kemungkinan karsinoma colon.

12
7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis,
tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan
obstruksi usus halus atau batu ureter kanan (Afiani, 2016).

2. Konsep Asuhan Keperawatan

Hal yang pertama kali harus dilakukan dalam kegawatdaruratan dalam


apendisitis akut adalah melakukan survey primer dan sekunder (Tariani, 2021)
, yaitu meliputi :
a. Survey Primer
Survey Primer dilakukan pengkajian dengan melihat keadaan-keadaan yang
mengancam nyawa pasien, terdiri pengkajian airway, breathing, circulation,
disability, dan exposure.

1) Airway (Jalan nafas)


Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya sumbatan atau obstruksi.Jaw
thrust atau chin lift dapat dilakukan atau dapat juga dipakai nasopharingeal
airway pada pasien yang masih sadar.
2) Breathing (Pernafasan)
Mengecek pernapasan dengan tujuan memastikan ventilasi agar oksigenasi
adekuat.
3) Circulation
Mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan, Kaji sirkulasi dengan
TTV, bila terjadi mual muntah yang berlebihan sehingga intake cairan kurang,
maka penuhi cairan dengan pemasangan infus. Nadi lemah/ tidak teraba, cepat
>100x/mt, tekanan darah dibawah normal bila terjadi syok, pucat oleh karena
perdarahan, sianosis, kaji jumlah perdarahan dan lokasi, capillary refill >2 detik
apabila ada perdarahan.
4) Disability
Pemeriksaan neurologis dengan mengkaji tingkat kesadaran sesuai GCS, salah
satu cara sederhana untuk menilai tingkat kesadaran adalah dengan metode
AVPU:
A : alert (sadar)
V : respon terhadap rangsang vokal(suara)
P : respon terhadap rangsang nyeri(pain)
U : unresponsive ( tidak ada respon)
5) Exposure

13
Pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya untuk memeriksa dan evaluasi
pasien. Hal ini akan sangat membantu pemeriksaan lebih lanjut. Harus diingat
disini pasien dijaga agar mengalami hipotermia dengan jalan diberikan selimut.

b. Secondary Survey
Secondary survey merupakan pemeriksaan secara lengkap dan teleiti yang
dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki dan dari depan sampai belakang.
Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, tidak
mengalami syok, atau tanda-tanda syok mulai membaik, tahapan dari secondary
survey terdiri dari :

1) Anamnesis
Anamnesis merupakan pengkajian menyeluruh terkait riwayat kesehatan pasien
yang dilakukan melalui wawancara dan observasi. Data yang diperoleh selama
proses anamnesis meliputi keluhan utama, riwayat kesehatan saat ini, dan riwayat
kesehatan keluarga, Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa
didapatkan dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007) terdiri
dari :
Allergy : Ada alergi/tidak
Medication : Ada medikasi sebelumnya/tidak Past
Medical History : Ada riwayat penyakit/tidak
Last Meal : Ada makan terakhir/tidak
Event : Lingkungan atau hal lain yang berhubungan dengan penyebab cedera

2) Kaji Nyeri
Nyeri pada apendisitis termasuk nyeri primer atau nyeri viseral yang berasal dari
organ itu sendiri artinya nyeri yang dirasakan dapat terlokalisir. Aprizal (2019),
menyebutkan pengakjian nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan PQRST yaitu :
• P (Provoing incident) : Pengkajian untuk mengidentifikasi faktor yang menjadi
predisposisi nyeri.
• Q (Quality of pain) : Pengkajian untuk mengetahui bagaimana rasanyeri dirasakan
secara subjektif.
• R (Region): Pengkajian untuk mengidentifikasi letak nyeri secara tepat.
• S (Severity/Scale) of pain : Pengkajian untuk mementukan skala darirasa nyeri
yang dirasakan.
• T (Time) :
Pengkajian untuk mendeteksi waktu berapa lama nyeri berlangsung.

3) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi Pasien dengan apendisitis kadang terlihat berjalan sambil
membungkuk dan memegang perut akibat nyeri yang dirasakan. Inspeksi yang

14
dilakukan pada perut tidak ditemukan gambaran spesifik, sementara perut
kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi.
b) Palpasi Tanda-tanda khas yang didapatkan pada palpasi apendisitis yaitu:
(1). Nyeri tekan (+) Mc.Burney
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc
Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.

(2). Nyeri lepas (+)


Rebound tenderness (nyeri lepas tekan ) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat
dengan melihat mimik wajah) di abdomen kananbawah saat tekanan secara
tibatiba dilepaskan setelah sebelumnyadilakukan penekanan yang perlahan
dan dalam di titik Mc Burney.

(3). Defens musculer (+)


Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.

(4). Rovsing sign (+)


Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah, apabila kita
melakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan
oleh adanya tekanan yang merangsang peristaltik dan udara usus, sehingga
menggerakan peritoneum sekitar appendix yang meradang sehingga nyeri
dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan (somatik pain).
(5). Psoas sign (+)
Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan
yang terjadi pada apendiks, ada 2 cara memeriksa yaitu :
- Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, pasien
memfleksikan articulatio coxae kanan maka akan terjadi nyeri perut kanan
bawah.
- Pasif : Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan pemeriksa, nyeri
perut kanan bawah.
(6). Obturator Sign (+)
Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan
kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar (endorotasi articulatio coxae)
secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada
daerah hypogastrium.
c) Perkusi
Perkusi pada pasien apendisitis biasanya ditemukan tympani.
d) Auskultasi Peristaltik usus sering normal.
Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat
apendisitis perforate.

15
a. Analisa Data
Analisa data apendisitis akut menurut (Afiani, 2016) sebagai berikut:

NO DATA ETIOLOGI PROBLEM


1. Ds: Agen cedera Nyeri akut
1. P: px biologis
mengatakan
nyeri pada
perut kanan
bawah
2. Q: px
mengatakan
nyeri terus-
menerus dan
semakin
bertambah
Ketika batuk
3. R: px
mengatakan
nyeri dibagian
perut kanan
terasa di ulu
hati
4. S: px
mengatakan
skala nyeri 7
5. T: px

16
mengatakan
waktu nyeri
hilang timbul

Do:
1. Px meringis
kesakitan
2. Px memegangi
area nyeri
3. Px pucat
4. TD: 100/60
S : 36 derajat
N : 82x/menit
2. Ds: Dilakukan Ansietas
1. Px operasi
mengatakan
cemas dan
takut akan
dilakukannya
operasi.
Do:
1. Px gelisah
2. Px melamun
3. Ds: Peningkatan Nausea
1. Ibu px Tekanan
mengatakan Intraabdominal
px merasakan
mual
2. Ibu px
mengatakan

17
px dirumah
sudah muntah
4x

Do:
1. Penurunan
berat badan
2. TD : 100/60
3. RR : 28x/mnt,
cepat dan
dangkal

Dalam mempriotaskan masalah ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan


apakah masalah tersebut mengancam kehidupan, mengancam
kesehatan, dan mengancam tumbuh dan kembang pasien. Langkah
selanjutnya dalam menentukan tujuan apakah tujuan baik itu tujuan
umum/goal atau tujuan khusus atau objektif ataupun harapan pasien
agar dapat dievaluasi dengan baik oleh perawat. Selanjutnya
menentukan intervensi atau rencana tindakan serta rasional dari setiap
tindakan untuk mengatasi masalah yang dialami:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis (distensi
jaringan intestinal oleh inflamasi)
2. Ansietas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
3. Nausea berhubungan dengan peningkatan tekanan intraabominal

b. Intervensi dan Luarannya


Berdasarkan PPNI, (2016); T. P. S. D. P. P. PPNI, (2018); Indonesia,
(2019) maka diagnosa keperawatan, luaran keperawatan serta
intervensi keperawatan disusun sesuai dengan tanda gejala penyakit
pada pasien ialah sebagai berikut:

18
a. Pre Operasi

No SDKI SLKI SIKI


1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan dengan tindakan keperawatan (1.08238) :
agen cidera fisiologis selama 2x24 jam a. Identifikasi lokasi,
(distensi jaringan didapatkan Tingkat Nyeri karakteristik, durasi,
intestinal oleh (L.08066) adekuat dengan frekuensi, kualitas dan
inflamasi) kriteria hasil : intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri (4) b. Identifikasi respon non
2. Gelisah (4) verbal
 4 = cukup menurun c. Berikan teknik non
3. Frekuensi nadi (4) farmakologi untuk
4. Pola nafas (4) mengurangi rasa nyeri
5. Tekanan darah (4) (teknik relaksasi nafas
 4 = cukup dalam, membaca
membaik istighfar)
d. Fasilitasi istirahat dan
tidur
e. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri
f. Kolaborasi pemberian
analgesik
2. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan Reduksi Ansietas (1.09314) :
dengan akan tindakan keperawatan 1. Monitor tanda-tanda
dilaksanakan operasi. selama 1x24 jam ansietas (verbal dan non
didapatkan Tingkat verbal)
Ansietas (L.09093) 2. Ciptakan suasana
adekuat dengan kriteria terapeutik untuk

19
hasil : menumbuhkan
1. Perilaku gelisah (4) kepercayaan
2. Perilaku tegang (4) 3. Jelaskan prosedur,
3. Frekuensi pernafasan termasuk sensasi yang
(4) akan dialami
4. Frekuensi nadi (4) 4. Informasikan secara
5. Tekanan darah (4) factual mengenai
 4 = cukup menurun diagnosis, pengobatan
dan prognosis
5. Latih teknik relaksasi
6. Kolaorasi pemberian obat
antiansietas
3. Nausea berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Mual
dengan peningkatan tindakan keperawatan (1.031107) :
tekanan intraabominal selama 2x24 jam 1. Identifikasi pengalaman
didapatkan Tingkat mual
Nausea (L.08065) 2. Identifikasi faktor
adekuat dengan kriteria penyebab mual
hasil : 3. Monitor mual
1. Nafsu makan (4) 4. Monitor asupan nutrisi
 4 = cukup dan kalori
meningkat 5. Anjurkan istirahat yang
2. Keluhan mual (4) cukup
3. Perasaan ingin muntah 6. Kolaborasi pemberian
(4) antiemetik
 4 = cukup menurun
4. Pucat (4)
 4 = cukup
membaik

20
b. Post operasi
No SDKI SLKI SIKI
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (1.08238) :
berhubungan keperawatan selama 2x24 jam 5. Identifikasi lokasi,
dengan agen didapatkan Tingkat Nyeri karakteristik, durasi,
cidera fisik (L.08066) adekuat dengan frekuensi, kualitas dan
(luka insisi kriteria hasil : intensitas nyeri
post operasi 1. Keluhan nyeri (4) 6. Identifikasi respon non
appenditomi). 2. Gelisah (4) verbal
 4 = cukup menurun 7. Berikan teknik non
3. Frekuensi nadi (4) farmakologi untuk
4. Pola nafas (4) mengurangi rasa nyeri
5. Tekanan darah (4) (teknik relaksasi nafas dalam,
 4 = cukup membaik membaca istighfar)
8. Fasilitasi istirahat dan tidur
9. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
10.Kolaborasi pemberian
analgesik
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka (1.14564) :
dengan faktor keperawatan selama 2x24 jam 1. Monitor tanda dan gejala
resiko tindakan didapatkan Tingkat Infeksi infeksi local dan sistemik
invasif (insisi (L.14137) adekuat dengan 2. Monitor karakteristik luka
post kriteria hasil : 3. Lepaskan balutan dan plester
pembedahan). 1. Demam (4) secara perlahan
2. Kemerahan (4) 4. Bersihkan dengan cairan
3. Nyeri (4) NaCl
4. Bengkak (4) 5. Berikan salep yang sesuai
5. Drainase purulen (4) 6. Pasang balutan sesuai dengan

21
 4 = cukup menurun jenis luka
6. Kadar sel darah putih (4) 7. Pertahankan teknik steril
 4 = cukup membaik ketika melakukan perawatan
luka
8. Ajarkan mengonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
9. Kolaborasi pemberian
antibiotik
3. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan luka (1.14564) :
integritas keperawatan selama 2x24 jam 1. Monitor karakteristik luka
jaringan didapatkan Penyembuhan 2. Monitor tanda-tanda infeksi
berhubungan Luka (L.14130) adekuat 3. Lepaskan balutan dan plester
dengan faktor dengan kriteria hasil : secara perlahan
mekanis 1. Penyatuan kulit (4) 4. Bersihkan dengan cairan
(operasi) 2. Penyatuan tepi luka (4) NaCl
3. Jaringan granulasi (4) 5. Berikan salep yang sesuai
 4 = cukup meningkat 6. Pertahankan teknik steril saat
4. Edema pada sisi luka (4) melakukan perawatan luka
5. Peradangan luka (4) 7. Jelaskan tanda dan gejala
6. Nyeri (4) infeksi
 4 = cukup menurun 8. Kolaborasi pemberian
antibiotik
(PPNI, 2017), (PPNI, 2019), (PPNI, 2018)

22
c. Implementasi
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara
nyata berupa serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan
perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Pada tahap ini
perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki dalam
melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara
umum maupun secara khusus pada klien post apendektomi.
Pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara
independen, interdependen dan dependen. Pada fungsi independen
adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai oleh
perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan
yang dimilikinya. Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi
yang dilakukan dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu
yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan kesehatan,
sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh
perawat berdasarkan atas pesan orang lain (Afiani, 2016).

d. Discharge Planning

Menurut (Sabrilina Diyah Aprilliani, 2022) discharge planning


apendisitis akut sebagai berikut:
1. Angkat jahitan. Perawat menginstruksikan pasien untuk
membuat janji dengan ahli bedah untuk mengangkat jahitan
antara hari ke 5 dan 7 setelah operasi.

2. Kegiatan pengangkatan berat harus dihindari pasca operasi;


Namun, aktivitas normal dapat dilanjutkan dalam 2 sampai 4
minggu.

3. Perawatan rumah. Perawat perawatan di rumah mungkin


diperlukan untuk membantu perawatan irisan dan memantau
pasien untuk komplikasi dan penyembuhan luka.

1
DAFTAR PUSTAKA

Afiani. (2016). Askep Apendiksitis. 2016, 1–20.


Fauziah Botutihe, Dwi Esti Handayani, A. (2022). Efektifitas Penerapan Tehnik
Relaksasi Napas Dalam Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Op
Appendisitis. 4(2).
Indonesia, P. P. N. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jeklin, A. (2016). Laporan Pendahuluan Apendisitis. July, 1–23.
Kosanke, R. M. (2019). Laporan Pendahulua Apendisitis.
PPNI. (2017). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik Edisi 1. DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Edisi 1. DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standart Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan Edisi 1. DPP PPNI.
PPNI, T. P. D. P. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)
Edisi 1. DPP PPNI. Jakarta.
PPNI, T. P. S. D. P. P. (2018). Standar intervensi keperawatan indonesia.
Sabrilina Diyah Aprilliani, D. S. (2022). Asuhan Keperawatan Pasien Post OP
Apendisitis Dalam Pmenuhan Kebutuan Aman dan Nyaman. Universitas
Kusuma Husada Surakarta, 6.
Tariani, N. M. (2021). Asuhan Keperawatan Nyeri Akut Pada Pasien Anak Yang
Mengalami Apendisitis Akut Di Igd Rsud Sanjiwani Gianyar Tahun 2021.
Diploma Thesis, Poltekkes Kemenkes Denpasar Jurusan Keperawatan 2021,
6–26.
Wicaksana, A. (2016). Laporan Pendahuluan Apendisitis.
https://medium.com/@arifwicaksanaa/pengertian-use-case-a7e576e1b6bf
Yolanda, N., & Candra, J. (2019). Laporan Pendahuluan Pasien Dengan
Appendicitis Acute Dengan Laparatomi.

You might also like