You are on page 1of 30

Laporan Kasus

Peritonitis et causa Ileus Obstruktif

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas internship di RSUD BLAMBANGAN

Disusun oleh:
Revini Nabilla

Pembimbing:
dr. Rio Fauzi
Dokter Penanggung Jawab:
dr. Agus Wahyudi, Sp.B

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
BLAMBANGAN BANYUWANGI
2022
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS

PERITONITIS ET CAUSA ILEUS OBSTRUKTIF

Diajukan Dalam Rangka Tugas Program Internsip Dokter Indonesia


Di RSUD Blambangan

Disusun oleh:
dr. Revini Nabilla

Komisi Pembimbing

Pembimbing I DPJP

dr. Rio Fauji dr. Agus Wahyudi, SpB

NIP: 197911052014121001
KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT sehingga
dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Peritonitis et causa ileus
obstruktif” dengan lancar dan baik.
Berkat bimbingan maupun pengawasan baik dalam perencanaan proses
pembuatan serta berbagai pihak yang telah membantu baik secara langsung
maupun tidak langsung, maka penulis menyampaikan ucapan terima kasih banyak
Kepada dr. Agus Wahyudi, Sp.B selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dalam pembuatan referat ini sehingga selesai dengan tepat waktu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam referat ini, oleh karena
itu penulis mengharapkan berbagai kritik dan saran yang bersifat membangun
dalam materi yang diangkat dalam referat ini. Semoga referat ini bermanfaat bagi
penulis sendiri dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi mengenai
materi ini.

Banyuwangi, Juli 2022

Penulis
BAB I
Laporan Kasus

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. Moch. Nur Hidayat
Umur : 23 tahun
Alamat : Lingkungan Payaman RT/RW 001/002 Giri
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh Harian Lepas
Status : Menikah
No.RM : 253967
Tanggal masuk : 24/06/2022
Tanggal Pemeriksaan : 24/06/2022

B. Anamnesis
Keluhan utama: Nyeri seluruh lapang perut
Riwayat Penyakit Sekarang:
Seorang laki-laki 23 tahun datang dengan keluhan tiba-tiba nyeri
pada seluruh lapang perut sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan dirasa
mendadak dan memberat 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri perut
dirasakan hebat terutama saat pasien merubah posisi badan. Pasien merasa
perut mengeras dan tidak dapat buang angin sejak 2 hari sebelum masuk
Rumah Sakit. Keluhan disertai mual dan muntah sejak 1 minggu yang lalu.
Muntah 3-4x perhari, muntah diawali keluarnya cairan berwarna bening
lama kelamaan berisi cairan berwarna kehijauan. BAB terakhir pasien 2
hari sebelum masuk Rumah Sakit, sebelumnya frekuensi BAB pasien 2-3x
perhari dan konsistensi lembek. BAK tidak ada kelainan. Sebelumnya
keluhan nyeri ulu hati yang berpindah ke perut sebelah kanan disangkal.
Riwayat batuk lama dalam waktu 1 bulan terakhir disangkal. Riwayat
penurunan berat badan secara drastis dalam waktu 3 bulan disangkal.
Riwayat BAB kecil-kecil seperti BAB kambing disangkal. Riwayat

1
2

meminum obat anti nyeri, obat-obatan seperti NSID dalam jangka panjang
disangkal. Riwayat dipijat perut dalam 1 minggu terakhir disangkal.
Keluhan saat ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien. Dalam 1 minggu
terakhir pasien membeli obat sendiri berupa antibiotic tiga kali sehari,
paracetamol tiga kali sehari, dan obat anti diare tiga kali sehari secara rutin
dalam 1 minggu, namun keluhan semakin memburuk.

⮚ Riwayat dirawat di RS : Tidak ada

⮚ Riwayat DM : Tidak ada

⮚ Riwayat hipertensi : Tidak ada

⮚ Riwayat batuk lama atau pengobatan 6 bulan : Ada 2 tahun lalu,

dinyatakan sembuh oleh dokter spesialis


paru.

⮚ Riwayat Sakit jantung : Tidak ada

⮚ Riwayat Alergi obat : Tidak ada

⮚ Riwayat Asma : Tidak ada

⮚ Riwayat trauma : Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga

⮚ Riwayat sakit serupa : Tidak ada

⮚ Riwayat DM : Tidak ada

⮚ Riwayat hipertensi : Tidak ada


3

⮚ Riwayat Sakit jantung : Tidak ada

Riwayat Pribadi:

⮚ Kebiasaan olahraga : Jarang

⮚ Riwayat minum obat-obatan : Tidak ada

⮚ Kebiasaan merokok : Ada

⮚ Riwayat minum alkohol : Tidak ada

Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien tinggal bersama dengan istri, 2 orang anak, dan orang tua. Dalam 1
rumah terdapat 6 orang anggota keluarga. Pasien bekerja sebagai buruh
harian lepas. Pasien berobat dengan menggunakan BPJS.

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E : 4 M : 6 V: 5
Status gizi :
BB : 70 kg TB : 170 cm 🡪 BMI : 24,2 (Normoweight)
Vital sign
TD : 110/60 mmHg
Nadi : 118x/menit (regular, isi dan tegangan cukup)
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,70 C
Status Generalis
4

Kepala : kesan mesocephal, kaku kuduk (-), meningeal sign (-)


Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
3mm reflek pupil (+/+)
Hidung : napas cuping hidung (-/-)
Mulut : sianosis (-)
Leher : Pembesaran tiroid (-/-), Peningkatan JVP (-)
Thoraks :
Pulmo
Inspeksi : simetris, pergerakan dinding tidak ada yang
tertinggal
Palpasi : Vokal fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, batas paru hepar di
midclavicularis ICS VIII dextra
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat di ICS VII 2 jari media
linea midclavicula sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS VII 2 jari media linea
midclavicula sinistra
Perkusi :
Batas atas = ICS III linea parasternal dextra
Batas kanan = ICS VII linea parasternal dextra
Batas kiri = ICS VII 2 jari media linea midclavicula
sinistra
Auskultasi : BJ I dan BJ II Murni Reguler, galllop (-), murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Tegang(+) dinding perut sejajar dinding dada, spider
nevi(-), sikatriks (-), striae (-)
5

Auskultasi : Bising usus (+) tersengar samar dan menurun


2-3x/menit
Perkusi : Hipertimpani (+)
Palpasi : Defans muscular (+), rebound tenderness (+)

a. Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Reflek fisiologis N N
Reflek patologis - -

D. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium

● Darah rutin pada tanggal 22/06/2022 (22.30)

Hasil Satuan Nilai


Rujukan
1.1. LEUKOSIT 10.0 x 10^3 /µL 3.8 - 10.6
1.1.1. LYM 17.2 * % 20 - 40
1.1.2. MIX 14.1 * % 0.8 - 10.8
1.1.3. NEU 68.7 * % 73.7 - 89.7
1.1.4. ALC 1.7 x 10^3 /µL 0.8 - 4
1.2. ERITROSIT 4.94 x 10^6 /µL 4.4 - 5.9
1.2.1. MCV 80.4 fL 80 - 100
1.2.2. MCH 25.5 * Pg 26 - 34
1.2.3. MCHC 31.7 * g/dL 32 - 36
1.3. HEMOGLOBIN 12.6 * g/dL 13.2 - 18
1.4. HEMATOKRIT/PCV 39.7 * % 40 - 52
1.5. TROMBOSIT 504 * x 10³ /µL 150 - 440
GOLONGAN DARAH B
RHESUS Positive *
KIMIA KLINIK
GDA 105 mg/dL 70 - 125
BUN 9.61 mg/dL 8 - 25
CREATININ 0.89 mg/dL 0.6 - 1.4
SGOT 15.5 U/L < 50
SGPT 10.00 U/L < 50
6

IMUNOLOGI-SEROLOGI
HBsAg (Rapid Test) Negatif Negatif
COVID19
Rapid Antigen SARS CoV-2 Negatif Negatif

Darah rutin pada tanggal 24/06/2022 (10.50)

KIMIA KLINIK
SGOT 30.3 U/L < 50
SGPT 29.2 U/L < 50

b. Foto Thorax AP / PA (1/2 duduk)


cor : ukuran membesar
pulmo: tak tampak infiltrat
sinus costae fremitus kanan tajam, kiri kesan tumpul
trachea ditengah
tulang tulang tampak baik
soft tissue baik
hemidiafragma kanan kiri tampak baik

kesan
- curiga efusi pleura kiri
- Cor prominent

c. Foto Abdomen BOF+LLD :


- Bayangan gas usus normal bercampur fecal material dengan distribusi
hingga cavum pelvis
- Bayangan hepar lien tak tampak membesar
- Contour ginjal kanan kiri normal
- Tak tampak bayangan radiopaque di sepanjang traktus urinarius
- Psoas shadow kanan kiri simetris
- Corpus, pedicle dan spatium intervertebralis tampak baik
LLD
7

Tampak gambaran step ledder patologis >5, tak tampak udara bebas di
cavum abdomen

Kesimpulan :
mengarah pada gambaran ileus obstruktif letak tinggi

d. USG Abdomen Upper Lower :


Hepar : ukuran +/- 14.4 cm, intensitas echoparenkim tampak normal, tak
tampak pelebaran IHBD/EHBD, V.porta/V.hepatica tampak normal, tak
tampak mass/nodul/kista
Lien : ukuran normal, intensitas echoparenkim tampak normal homogen,
tak tampak massa/nodul/kista
Pancreas : ukuran normal, intensitas echo parenkim tampak normal
homogen, tak tampak massa/nodul/kista
GB : ukuran normal, tak tampak penebalan dinding, tak tampak
batu/kista/massa
Ginjal kanan : ukuran normal, intensitas echo parenkim tampak normal,
batas echo cortex tampak jelas, tak tampak ectasis system pelviocalyceal,
tak tampak batu/massa/kista
Ginjal kiri : ukuran normal, intensitas echo parenkim tampak normal, batas
echo cortex tampak jelas, tak tampak ectasis system pelviocalyceal, tak
tampak batu/massa/kista
Buli : terisi cukup cairan, tampak penebalan dinding, tak tampak
massa/batu
Tampak dilatasi usus dominan di abdomen kiri disertai penebalan omentum
dan peritonium serta fluid collection minimal disekitarnya, Tak tampak
tanda invaginasi
Mc Burney Area : appendiks tak tervisualisasi, nyeri tekan transduser (-)

KESAN
8

- Dilatasi usus dominan di abdomen kiri disertai penebalan omentum dan


peritonium serta fluid collection minimal disekitarnya mengarah pada
gambaran peritonitis
- Saat ini Tak tampak tanda invaginasi
- Cystitis
- Hepar/Lien/GB/Pancreas/Ginjal kanan kiri/Buli tak tampak kelainan

DIAGNOSIS KERJA
Peritonitis et causa ileus obstruktif letak tinggi

DIAGNOSIS BANDING
Peritonitis et causa ileus obstruktif letak rendah
Peritonitis et causa ileus paralitik
Peritonitis et causa appendisitis

TATALAKSANAAN
1. Operasi laparatomi
2. IVFD PZ 20 tpm
3. Inj ketorolac 3% 3x1 gr iv
4. Inj ondansentron 3x1 gr iv
5. Inj ceftriaxone 2x1 gr iv
6. Inj ranitidine 2x1 gr iv

MONITORING DAN EVALUASI


Tanggal S O A P

24/06/ Pasien datang ke IGD TD : 110/60 Colic abdomen - IVFD PZ 20 tpm


dengan keluhan nyeri mmHg - Inj ketorolac 3x1
2022
seluruh lapang perut
ec peritonitis - Inj ondansentron 3x1
HR : 118
21.00 yang tidak tertahankan - Inj ceftriaxone 2x1
x/mnt
- Inj ranitidine 2x1
RR : 24 x/mnt - Pasang DC
- Pasang NGT dilalirkan,
9

S : 36,7ºC didapatkan cairan berwarna


hijau ±250cc
Abdomen:
- Puasa
defans
- Rencana USG Abdomen pagi
muscular(+)
BU + menurun

25/06/ Pasien masuk ke RBK TD : 110/70 Colic abdomen - IVFD PZ 20 tpm


mmHg - Inj ketorolac 3x1
2022 Pasien sudah puasa ec peritonitis - Inj ondansentron 3x1
untuk operasi HR : 115
05.00 - Inj ceftriaxone 2x1
x/mnt
- Inj ranitidine 2x1
RR : 22 x/mnt - NGT: cairan berwarna hijau,
sebanyak ±150cc
S : 36,7ºC - USG Abdomen
Abdomen:
defans
muscular(+)
BU + menurun

25/06/ Pasien operasi cito TD : 115/75 Peritonitis et - IVFD PZ 20 tpm


mmHg - Inj ketorolac 3x1
2022 causa ileus - Inj ondansentron 3x1
HR : 100
07.00 obstruktif letak - Inj ceftriaxone 2x1
x/mnt
- Inj ranitidine 2x1
tinggi
RR : 20 x/mnt - NGT: cairan berwarna hijau,
sebanyak ±150cc
S : 36,5ºC
Abdomen:
defans
muscular(+)
BU + menurun

25/06/ Pasien mengeluh post TD : 110/80 Post laparatomi - IVFD PZ 20 tpm


op, belum bisa flatus, mmHg dan Eksplorasi - Inj ketorolac 3x1
2022
terasa nyeri luka bekas abdomen - Inj ondansentron 3x1
HR : 112
11.00 operasi. - Inj ceftriaxone 2x1
x/mnt
- Inj ranitidine 2x1
RR : 22 x/mnt - NGT: cairan berwarna hijau,
sebanyak ±150cc
S : 36,5ºC
Luka bekas
10

oprasi tertutup
verban
rembesan
darah (-)

26/06/ Pasien mengeluh TD : 100/60 Post laparatomi - IVFD PZ 20 tpm


terasa nyeri luka bekas mmHg dan Eksplorasi - Inj ketorolac 3x1
2022
oprasi. Mobilisasi abdomen - Inj ondansentron 3x1
HR : 80 x/mnt
07.00 miring kiri dan kanan, - Inj ceftriaxone 2x1
POD 2
flatus(+) RR : 20 x/mnt - Inj ranitidine 2x1
- NGT: cairan berwarna hijau,
S : 36,5ºC sebanyak ±50cc
Luka bekas
oprasi tertutup
verban
rembesan
darah (-)

27/06/ Pasien mengeluh TD : 100/70 Post laparatomi - IVFD PZ 20 tpm


terasa nyeri luka bekas mmHg dan Eksplorasi - Inj santagesic 3x1
2022
oprasi. Mobilisasi abdomen - Inj furamin 1x1
HR : 88 x/mnt
07.00 miring kiri dan kanan - Inj ceftriaxone 2x1
POD 3
RR : 20 x/mnt - Inj ranitidine 2x1
- NGT: cairan berwarna hijau,
S : 36,5ºC sebanyak ±10cc (hanya berada
Luka bekas diselang)
oprasi tertutup
verban
rembesan
darah -

28/06/ Pasien mengeluh TD : 100/80 Post laparatomi - IVFD PZ 20 tpm


terasa nyeri luka bekas mmHg dan Eksplorasi - Inj santagesic 3x1
2022
oprasi. Mobilisasi abdomen - Inj furamin 1x1
HR : 84 x/mnt
07.00 duduk. - Inj ciprofloxacin 2x1
POD 4
RR : 20 x/mnt - Inj ranitidine 2x1
- Aff NGT
S : 36,5ºC - Aff DC
Luka bekas - Diet bubur halus
oprasi tertutup
verban
rembesan
darah (-)

29/06/ Pasien mengeluh TD : 100/70 Post laparatomi - IVFD PZ 20 tpm


terasa nyeri luka bekas mmHg dan Eksplorasi - Inj santagesic 3x1
11

2022 oprasi mulai membaik. HR : 88 x/mnt abdomen - Inj furamin 1x1


Mobilisasi duduk dan - Inj ciprofloxacin 2x1
07.00 RR : 20 x/mnt POD 5
jalan. - Inj ranitidine 2x1
S : 36,5ºC - Inj dexamethasone 2x1
- Diet bubur halus
Luka bekas
oprasi tertutup
verban
rembesan
darah (-)

30/06/ Pasien nyeri luka TD : 100/70 Post laparatomi - Aff IVFD RL 20 tpm
bekas operasi mmHg dan Eksplorasi - Stop Inj santagesic 3x1
2022
membaik. Pasien dapat abdomen - Stop Inj furamin 1x1
HR : 80 x/mnt
07.00 duduk. - StopInj ciprofloxacin 2x1
POD 6
RR : 20 x/mnt - Stop Inj ranitidine 2x1
Pasien hari ini pulang.
- Stop Inj dexamethasone 2x1
S : 36,5ºC - Diet nasi
Luka bekas
oprasi tertutup Obat pulang
verban
rembesan - Cefixime 2x1
darah (-) - As. Mefenamat 3x1
- Tanalbumin 2x1
- Sucralfat syr 3xc1
- Metronidazole supp 3x1

Prognosis

Ad vitam : Ad bonam
Ad functionam : Ad bonam
Ad sanationam : Ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN 1,2,3

Akut abdomen menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di


rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan
utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera berupa tindakan bedah,
misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di rongga perut maupun
saluran cerna. Infeksi, obstruksi atau strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan
perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna
sehingga terjadilah peritonitis.
Perforasi intestinal antara lain perforasi ileum merupakan salah satu
penyebab peritonitis yang sulit untuk didiagnosis sebelum operasi. Dalam
perkembangannya, penyebab perforasi ileum terdiri dari perforasi ileum trauma
dan non trauma. Penyebab non trauma umumnya terjadi akibat enteritis pada
demam tifoid, obstruksi dan tuberculosis. Presentasi klinis pada perforasi ileum
non-traumatik tidak spesifik.
Umumnya Pasien mengeluh sakit perut bersama dengan gejala lain seperti
demam, muntah dan distensi abdomen. Diagnosis dibuat berdasarkan temuan
klinis, dan didukung oleh temuan radiologis adanya udara bebas di bawah
diafragma dan USG adanya cairan bebas dalam rongga peritoneum. Pemeriksaan
laboratorium tidak membantu dalam kasus ini. Peforasi ileum membuat dilema
ahli bedah dalam penegakan diagnosis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera dilakukan
karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyulit yang berakibat
meningkatnya morbiditas dan mortalitas.

12
13

ANATOMI PERITONEUM 4

Peritoneum adalah lapisan serosa yang paling besar dan paling kompleks
yang terdapat dalam tubuh. Membran serosa tersebut membentuk suatu
kantung tertutup dengan batas-batas:

* anterior dan lateral : permukaan bagian dalam dinding abdomen


* posterior : retroperitoneum
* inferior : struktur ekstraperitoneal di pelvis
* superior : bagian bawah dari diafragma

Peritoneum dibagi atas:

- peritoneum parietal
- peritoneum visceral
- peritoneum penghubung yaitu mesenterium (mesenterium ialah
bangunan peritoneal yang berlapis ganda, bentuknya seperti kipas,
pangkalnya melekat pada dinding belakang perut dan ujungnya yang
mengembang melekat pada usus halus), mesocolon (bagian mesenterium
di sekitar usus besar dinamakan mesokolon).
- peritoneum bebas yaitu omentum

Organ-organ yang terdapat di cavum peritoneum yaitu: intraperitoneum;


gaster, hepar, vesica fellea, lien, ileus, jejenum, kolon transversum, kolon
sigmoid, sekum, dan appendix. Retroperitoneum: pankreas, duodenum, kolon
ascenden & descenden, ginjal dan ureter.

Lapisan parietal dari peritoneum membungkus organ-organ viscera


membentuk peritoneum viscera, dengan demikian menciptakan suatu potensi
ruang diantara kedua lapisan yang disebut rongga peritoneal. Normalnya jumlah
cairan peritoneal kurang dari 50 ml. Cairan peritoneal terdiri atas plasma
ultrafiltrasi dengan elektrolit serta mempunyai kadar protein kurang dari 30
g/L, juga mempunyai sejumlah kecil sel mesotelial deskuamasi dan
bermacam sel imun.
14

Gambar 1. Lapisan Peritoneum

Fungsi utama peritoneum adalah menjaga keutuhan atau integritas organ


intraperitoneum. Normal terdapat 50 mL cairan bebas dalam rongga peritoneum,
yang memelihara permukaan peritoneum tetap licin, mengandung komplemen
mediator sebagai antibakterial dan aktivitas fibrinolisis. Peritoneum parietal
disarafi oleh saraf aferen somatik dan visceral yang cukup sensitif terutama pada
peritoneum parietal bagian anterior, sedangkan pada bagian pelvis agak kurang
sensitif. Peritoneum visceral disarafi oleh cabang aferen sistem otonom yang
kurang sensitif. Saraf ini terutama memberikan respon terhadap tarikan dan
distensi, tetapi kurang respon terhadap tekanan dan tidak dapat menyalurkan rasa
nyeri dan temperatur.

ANATOMI USUS HALUS 4

Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang membentang


dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar
12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah
dan bawah rongga abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm,
tetapi semakin ke bawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi
sekitar 2,5 cm.
15

Struktur usus halus terdiri dari bagian-bagian berikut ini:

a. Duodenum: bentuknya melengkung seperti kuku kuda. Pada lengkungan


ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum merupakan tempat
bermuaranya saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas
(duktus pankreatikus), tempat ini dinamakan papilla vateri. Dinding
duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar
brunner untuk memproduksi getah intestinum. Panjang duodenum sekitar
25 cm, mulai dari pilorus sampai jejunum.
b. Jejunum: Panjangnya 2-3 meter dan berkelok-kelok, terletak di sebelah
kiri atas intestinum minor. Dengan perantaraan lipatan peritoneum yang
berbentuk kipas (mesentrium) memungkinkan keluar masuknya arteri dan
vena mesentrika superior, pembuluh limfe, dan saraf ke ruang antara
lapisan peritoneum. Penampang jejunum lebih lebar, dindingnya lebih
tebal, dan banyak mengandung pembuluh darah.
c. Ileum: ujung batas antara ileum dan jejunum tidak jelas, panjangnya ±4-5
m. Ileum merupakan usus halus yang terletak di sebelah kanan bawah
berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang orifisium
ileosekalis yang diperkuat sfingter dan katup valvula ceicalis (valvula
bauchini) yang berfungsi mencegah cairan dalam kolon agar tidak masuk
lagi ke dalam ileum.

FISIOLOGI USUS HALUS 9

Usus halus merupakan tempat berlangsungnya sebagian besar pencernaan


dan penyerapan di tubuh. Terdapat beberapa proses yang terjadi di usus halus;

a. Motilitas

Motilitas merupakan kontraksi otot dinding saluran cerna yang


mencampur dan mendorong. Pada usus halus, motilitas yang utama adalah
proses segmentasi dan kompleks motilitasi bermigrasi. Segmentasi
berfungsi mencampur kimus dan getah pencernaan yang akan
16

disekresikan ke dalam lumen dan memajankan semua kimus ke


permukaan mukosa usus halus. Saat kontraksi segmentasi usus berhenti
akan diganti oleh kompleks motilitas bermigrasi (migrating motility
complex, MMC) yang terdiri 3 fase yang berulang dalam pola setiap 1,5
jam saat sesorang berpuasa. Tujuan dari proses ini untuk membersihkan
sisa-sisa makanan serta bakteri dan debris mukosa yang menuju kolon.

b. Sekresi

Setiap hari sekitar 1,5 liter sukus enterikus disekresikan ke lumen usus
halus oleh sel-sel kelenjar eksokrin di mukosa usus halus. Sukus enterikus
merupakan campuran mukus dan larutan garam, serta H2O yang berperan
dalam pencernaan enzimatik makanan. Mukus berfungsi sebagai
pelindung dan pelumas. Enzim-enzim yang disintesis usus halus tidak
diskresikan langsung ke dalam lumen melainkan berfungsi di dalam
membran brush border sel epitel yang melapisi bagian dalam lumen.

c. Digesti

Merupakan proses penguraian struktur kompleks makanan secara


kimiawi menjadi lebih sederhana yang kemudian akan diabsorpsi. Proses
ini terjadi di lumen dan dipengaruhi enzim pankreas dan empedu.

d. Absorpsi

Merupakan proses penyerapan zat-zat makanan seperti monosakarida,


asam amino dan asam lemak bersama dengan air, elektrolit dan vitamin
yang akan disalurkan ke aliran darah atau saluran limfatik.
17

Gambar 2. Small intestine

Beberapa bakteri mengisi bagian proksimal dari usus kecil, sedangkan


bagian distal dari usus kecil (jejunum dan ileum) mengandung organisme aerobik
(misalnya Escherichia coli) dan persentase yang lebih tinggi dari organisme
anaerob (misalnya Bacteroides fragilis). Dengan demikian, kemungkinan infeksi
intra-abdominal atau luka meningkat dengan perforasi usus distal.

DEFINISI 2,4

Perforasi adalah pecahnya organ tubuh yang memiliki dinding atau


membran. Dalam hal ini peforasi yang dimaksud adalah perforasi saluran cerna.
Perforasi ileus merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari dinding usus
halus akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga perut. Perforasi dari usus
mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya kontaminasi bakteri dalam
rongga perut (keadaan ini dikenal dengan istilah peritonitis).

ETIOLOGI 2,5

Perforasi organ saluran pencernaan dapat disebabkan oleh 2 penyebab:

a. Trauma : trauma tajam, trauma tumpul, cedera saat prosedur


(Endoscopic retrograde cholangiopancreatography/ ERCP), kolonoskopi,
laparaskopi.
18

b. Non trauma : demam tifoid, ulkus ventrikuli, apendisitis,ulkus


peptikum, konsumsi obat berlebihan (obat anti inflamasi non steroid,
aspirin, steroid, obat anti diare), inflammatory bowel disease, necrotizing
vasculitis atau tertelan agen kaustik (tusuk gigi, tulang ikan).

- Penyebab perforasi ileum non trauma: demam tifoid, non spesifik,


obstruksi, tuberculosis dan enteritis.

EPIDEMIOLOGI 6

Laporan dari beberapa penelitian yang dilakukan penyebab perforasi ileum


non traumatik paling sering adalah enteric fever, non specific inflammatory,
obstruksi, tuberculosis. Distribusi berdasarkan usia terbanyak pada kelompok usia
21-30 tahun diikuti usia 31- 40 tahun.

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi ileus obstruktif umumnya disebabkan oleh gangguan dari


fisiologi normal usus yang berupa pencernaan makanan dan penyerapan nutrisi,
sehingga terjadi dilatasi pada bagian proximal usus. Dilatasi ini akan
meningkatkan aktivitas sekretorik dari usus yang menyebabkan meningkatnya
akumulasi cairan pada lumen yang nantinya meningkatkan gerakan peristaltik
pada bagian proximal dan distal dari sumbatan.10,11,12
Menurut lokasi nya ileus obstruktif dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
obstruksi usus halus dan usus besar. Apabila obstruksi dibiarkan berlarut-larut
maka akan menyebabkan edema dari dinding usus, third spacing, dan iskemik
jaringan yang berakhir dengan peritonitis hingga kematian. 10,11,12
Akibat obstruksi usus halus aliran isi usus yang terperangkap akan
meningkatkan tekanan intralumen yang dapat menekan saluran limfatik pada
mukosa usus sehingga menyebabkan dilatasi akibat edema limfatik pada dinding
usus. Apabila hal ini berlanjut, akan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik
intralumen yang dapat menarik cairan elektrolit dan protein ke dalam lumen usus
19

dan menyebabkan dehidrasi.12 Dilatasi yang terjadi akibat obstruksi dapat


menyebabkan edema mukosa dan gangguan aliran darah vena dan arteri sehingga
terjadi iskemia. Hal ini meningkatkan permeabilitas dari mukosa yang nantinya
akan berakhir dengan toksisitas sistemik, perpindahan bakteri, nekrosis, dan
peritonitis.11 Normalnya, lambung relatif bebas dari bakteri karena tingkat
keasaman yang tinggi. Apabila terjadi perforasi. Asam lambung dapat mencapai
rongga peritoneum dan terjadilah peritonitis kimia. Apabila perforasi dibiarkkan
terus sehingga partikel makanan dapat mencapai peritoneum, peritonitis bakteri
dapat terjadi. 2,4
Pada usus, persebaran bakteri berbeda tergantung lokasi. Pada usus
proksimal bakteri lebih sedikit sedangkan pada bagian distal (jejunum dan ileum).
Banyak bakteri anaerobik maupun aerobik. Oleh karena itu, infeksi abdomen lebih
sering terjadi pada perforasi usus bagian distal. Adanya bakteri pada rongga
peritoneum merangsang influks sel radang akut. Kemudian terjadi inflamasi difus
pada omentum dan organ dalam. Hipoksia yang terjadi pada daerah ini dapat
memanifestasi pertumbuhan bakteri anaerob serta mengganggu kemampuan
granulosit untuk membunuh bakteri. Lebih lanjut lagi dapat terjadi peningkatan
degradasi sel, hipertonisitas cairan pembentuk abses dan perluasan abses tersebut.
Jika dibiarkan, komplikasi yang dapat terjadi sepsis, kegagalan multi organ. 2,4
20

Gambar 3. Patofisiologi Obstruksi Usus

Pada perforasi ileus, maka feses cair dan kuman-kuman segera


mengkontaminir peritoneum dan setelah melewati masa inkubasi (rata-rata 6-8
jam) baru menimbulkan gejala peritonitis. Tetapi ileus sebenarnya memiliki sifat
”protective mechanism” yaitu sifat bila suatu segemen ileus mengalami perforasi
maka akan segera segemen tadi akan berkontraksi sedemikian rupa sehingga
menutup lubang perforasi. 2,4

Sifat ini berlangsung selama 1-4 jam tergantung keadaan umum dan juga
keadaan usus itu sendiri. Misalkan penderita dengan keadaan umum jelek (KP,
kakeksia) maka sifat ini berlangsung 1 jam atau kurang bahkan tak ada sama
sekali. Juga pada usus yang sakit misalkan pada tifus abdominalis maka
mekanisme ini juga akan berkurang. 2,4
21

Secara ringkas disimpulkan bila ileus mengalami perforasi maka gejala


peritonitis timbul sesudah 8-12 jam kemudian. Penderita harus diobservasi ketat
selama minimal 24 jam pertama pada kasus trauma tumpul abdomen. 2,4

MANIFESTASI KLINIK 2

Gejala perforasi saluran cerna adalah nyeri tiba-tiba, mual muntah, defans
muskular, ileus paralitik dan syok. Tanda peritonitis biasanya cukup jelas untuk
kasus perforasi. Gejala pada pneomoperitoneum adalah mengecil atau
menghilangnya pekak hati serta terdapatnya udara bebas antara diafragma dan
hepar pada pemeriksaan radiologi.

DIAGNOSIS 2

Anamnesis

Keluhan khas (nyeri perut, tiba-tiba dan tajam, mual-muntah), konsumsi


obat, riwayat penyakit ulkus peptikum, atau kolitis ulseratif, riwayat menjalani
prosedur bedah.

Pemeriksaan fisik

Tanda peritonitis, nyeri tekan abdomen, demam, takikardia,


menurun/menghilangnya bising usus, dan pekak hati menghilang.

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium (leukositosis, anemia). Roentgen abdomen: udara bebas


subdiafragma, terlihatnya ligamen falsiformis, batas cairan-udara), Ultrasonogfari,
CT-scan.

DIAGNOSIS BANDING 7,8

- Appendicitis Perforata
- Strangulasi usus pada hernia inkarserta
- Cholesistitis Akut & colic bilier
22

- Gastritis akut
- Pankreatitis akut
- Ovarian torsion
- Pelvic inflamatory Disease

KOMPLIKASI 7

- Malnutrisi
- Sepsis
- Syok sepsis
- Abses

- Pneumonia aspirasi dari proses muntah

- Gangguan elektrolit

- Meninggal

PENANGANAN 3,7

1. Konservatif

● Penderita dirawat di rumah sakit.

● Penderita dipuasakan

● Kontrol status airway, breathing and circulation.

● Dekompresi dengan nasogastric tube.

● Intravenous fluids and electrolyte


23

● Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.

● Lavement jika ileus obstruksi

2. Farmakologis

● Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.

● Analgesik apabila nyeri.

3. Operatif

● Untuk mengetahui penyebab peritonitis

● Untuk memperbaiki masalah anatomi yang mendasarinya

● Untuk menyingkirkan benda asing dalam rongga peritoneum yang

menghambat fungsi utama WBC dan memicu pertumbuhan bakteri

(feses, makanan, batu, cairan lambung atau intestinal, darah).

PROGNOSIS 7

Prognosis baik jika diagnosis diketahui lebih awal dan segera diterapi. Faktor-
faktor berikut meningkatkan resiko kematian: usia lanjut, adanya penyakit lain
yang sudah ada sebelumnya, malnutrisi, penyebab utama perforasi usus dan
adanya komplikasi.
BAB III
DISKUSI KASUS

Pasien didiagnosis peritonitis ec ileus obstruktif berdasarkan hasil


anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, foto abdomen, dan USG
abdomen. Dari anamnesis didapatkan seorang laki-laki 23 tahun (sesuai
dengan etiologi berdasarkan usia terbanyak pada kelompok usia 21-30
tahun.) Datang dengan keluhan tiba-tiba nyeri pada seluruh lapang perut
sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan dirasa mendadak dan memberat 1 jam
sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri perut dirasakan hebat terutama saat
pasien merubah posisi badan. Pasien juga merasa perut mengeras
(menandakan telah terjadinya peritonitis) dan tidak dapat buang angin
sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Keluhan disertai mual dan
muntah sejak 1 minggu yang lalu. Muntah 3-4x perhari muntah, diawali
keluarnya cairan berwarna bening lama kelamaan berisi cairan berwarna
kehijauan. BAB terakhir pasien 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit,
sebelumnya frekuensi BAB pasien 2-3x perhari dan konsistensi lembek.
(hal ini dapat mengindikasikan bahwa pasien telah terjadi ileus obstruktif.)
BAK tidak ada kelainan. Sebelumnya keluhan nyeri ulu hati yang
berpindah ke perut sebelah kanan disangkal. (tidak adanya riwayat
apendisitis sebelumnya) Riwayat batuk lama dalam waktu 1 bulan terakhir
disangkal.(menyingkirkan etiologi dari tuberculosis) Riwayat penurunan
berat badan secara drastis dalam waktu 3 bulan disangkal. (menyingkirkan
etiologi dari tuberculosis dan CA recti) Riwayat BAB kecil-kecil seperti
BAB kambing disangkal.( menyingkirkan etiologi dari CA recti) Riwayat
meminum obat anti nyeri, obat-obatan seperti NSID dalam jangka panjang
disangkal.(tidak adanya riwayat ulkus gaster, dyspepsia, perforasi gaster)
Riwayat dipijat perut dalam 1 minggu terakhir disangkal. Keluhan saat ini
baru pertama kali dirasakan oleh pasien. Dalam 1 minggu terakhir pasien
membeli obat sendiri berupa antibiotic tiga kali sehari, paracetamol tiga
kali sehari, dan obat anti diare tiga kali sehari secara rutin dalam 1 minggu,

24
25

(merupakan salah satu etiologi akibat meminum obat antidiare dalam


jangka panjang) namun keluhan semakin memburuk.
Pemeriksaan fisik didapatkan pasien terlihat sakit berat, kesadaran
compos mentis, tekanan darah 110/60 mmHg, Denyut Nadi 118x/menit,
Respirasi rate 24x/menit, dan suhu 36,70 C sehingga pasien dapat dinilai
masih stabil dan belum ada tanda-tanda sepsis atau syok. Hasil dari
pemeriksaan inspeksi abdomen terlihat tegang, hasil auskultasi bising usus
masih terdengar tetapi samar dan jumlah frekuensinya menurun
2-3x/menit, penilaian perkusi abdomen terdengar Hipertimpani, dan
palpasi abdomen didapatkan hasil adanya Defans muscular, rebound
tenderness, batas hepar sulit dinilai. Hasil pemeriksaan fisik ini dapat
menunjukan dengan kuat mengarah terjadinya peritonitis pada pasien ini.
Diagnosis selanjutnya didukung dengan pemeriksaan laboratorium
didapatkan neutropenia, anemia hipokrom mikrositer. Pada pemeriksaan
rongent abdomen 3 posisi dan USG abdomen didapatkan kesan peritonitis
karena obstruksi letak tinggi.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
disarankan oleh dokter spesialis untuk dilakukan Tindakan oprasi segera,
hal ini sesuai dengan teori yang mana bila diagnosis positif peritonitis
terapi paling utama adalah tindakan oprasi laparatomi dan eksplorasi
dengan segera sebelum terjadi komplikasi seperti syok sepsis. Pasien
dilakukan tindakan oprasi di RSUD Blambangan dengan teknik laparatomi
dan eksplorasi. Setelah dioprasi pasien dirawat selama 6 hari untuk
menilai perbaikan setelah operasi dan diberikan antibiotic, anti nyeri, dan
obat-obatan penyerta lainnya untuk mencegah terjadinya infeksi, rasa
nyeri, dan membantu mempercepat pemulihan kondisi pasien setelah
operasi. Pada pasien ini memiliki prognosis yang baik karena dilakukan
tindakan operatif dan terapi yang cepat dan tepat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gawat abdomen. Dalam: Sjamsuhidajat R, Jong WD, penyunting. Buku Ajar

Ilmu Bedah. Edisi-2. Jakarta: EGC; 2005.h.182, 189, 191.

2. Wibisona E, Jeo WS. Perforasi. Dalam: Tanto C, Liwang F, Hanifati S,

Pradipta EA, penyunting. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-IV, Jilid I.

Jakarta; Penerbit Media Aesculapius; 2014. H.226-7

3. Khalid S, Burhanulhuq, Bhatti AA. Non-Traumatic Spontaneous Ileal

Perforation: Experience With 125 Cases. Department of General Surgery,

Lahore General Hospital, Lahore, Pakistan. J Ayub Med Coll Abbottabad

2014;26(4).

4. Bahan Ajar DR.dr. Warsinggih, Sp.B-KBD. Peritonitis dan ileus.

5. Wani RA, Parray FQ, Bhat NA, Wani MA, Bhat TH, Farzana F.

Nontraumatic terminal ileal perforation. World Journal of Emergency.

Department of General Surgery, Sher-i-Kashmir Institute of Medical

Sciences, Srinagar, Kashmir, India. 2006. Page 1-4.

6. M Ambikavathy, A Bhaskaran, Kumar S, Kumar U, Sathiadev. Nontraumatic

ileal perforation : Surgical experience in rural population in indian scenario.

Sri Devaraj Urs Medical College, Kolar, Karnataka, India. Ijbar (2013) 04

(01).

7. Azer SA, Talavoera F, Geibel J, Grosso MA. Interstinal Peforation:

Medscape. [serial online] 2016 Desember 22 [Diunduh 28 Februari 2017].

Tersedia dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/195537-

treatment#d8.

26
27

8. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Dalam: Sjamsuhidajat R, Jong

WD, penyunting. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi-2. Jakarta: EGC; 2005.h.631,

632.

9. Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistemadisi 6,

Penertbit Buku Kedokteran . Jakarta: EGC

10. Smith D, Nehring S. Bowel Obstruction. StatPearls; 2018. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28846346

11. Hopkins C. Large Bowel Obstruction. Medscape. 2017. Available from:

https://emedicine.medscape.com/article/774045-overview#a5

12. Ramnarine M. Small Bowel Obstruction. Medscape. 2017. p. Patophysiology.

https://emedicine.medscape.com/article/774140-overview

You might also like