You are on page 1of 44

LAPORAN KASUS

VESICOLITHIASIS

Disusun Oleh :

dr. Zia Faradila

Pembimbing:

dr. M. Arief Hidayat Sp.B

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA KEMENTERIAN


KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

RSUD KOTA SUBULUSSALAM

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan
kasus dengan judul “VESIKOLITIASIS”.
Selama penyelesaian laporan kasus ini penulis mendapat bantuan,
bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. M. Arief Hidayat Sp.B. yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis
dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada keluarga, sahabat, dan rekan-rekan yang telah memberikan motivasi dan
doa dalam menyelesaikan refarat ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus
ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca sekalian demi kesempurnaan laporan kasus ini nantinya. Harapan
penulis semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga Tuhan yang
Maha Esa selalu memberikan Berkat dan Kasih-Nya kepada kita semua.

Kota Subulusalam, 16 May 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMA JUDUL.............................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

BAB II LAPORAN KASUS..............................................................................3


2.1 Identitas Pasien .................................................................................3
2.2 Anamnesis ........................................................................................3
2.3 Pemeriksaan Fisik .............................................................................5
2.4 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................6
2.5 Diagnosis Banding.............................................................................8
2.6 Diagnosis Sementara.........................................................................8
2.7 Tatalaksana........................................................................................9
2.8 Prognosis ..........................................................................................9
2.Laporan Operasi...................................................................................9
2.10 Follow Up Ruangan.......................................................................10

BAB III TINJAUAN PUSTAKA...................................................................15


3.1 Anatomi Vesika Urinaria.................................................................15
3.2 Defenisi Vesikolitiasis ....................................................................17
3.3 Prevalensi Vesikolitiasis..................................................................18
3.4 Faktor Resiko...................................................................................19
3.5 Jenis Batu.........................................................................................22
3.6 Patofisiologi Vesikolitiasis..............................................................24
3.7 Diagnosis Vesikolitiasis..................................................................28
3.8 Diagnosis Banding Vesikolitiasis....................................................30
3.9 Tatalaksana Vesikolitiasis...............................................................33
3.10 Komplikasi dan Prognosis Vesikolitiasis......................................39

BAB IV KESIMPULAN.................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................41

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Batu saluran kemih (BSK) merupakan penyakit yang sering di Indonesia. BSK
adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang
terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang
mempengaruhi daya larut substansi. BSK dapat menyebabkan gejala nyeri,
perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di
dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung
kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis, dan dapat terbentuk pada
ginjal (nefrolithiasis), ureter (ureterolithiasis), vesica urinaria (vesicolithiasis), dan
uretra (urethrolithiasis). 1,2

Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya


batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh
yang berasal dari lingkungan di sekitarnya. 2

Vesikolhitiasis atau batu kandung kemih adalah batu yang terbentuk di buli-
buli atau kandung kemih, secara eksklusif terbentuk dari stasis urin atau obstruksi
kandung kemih. Selain itu batu buli dapat berasal dari batu ginjal atau batu ureter
yang turun ke buli-buli. Di negara-negara berkembang masih sering dijumpai batu
endemik pada buli-buli. Seringkali komposisi batu buli-buli terdiri atas asam urat
ataustruvit (jika penyebabnya adalah infeksi), sehingga tidak jarang pada
pemeriksaan foto polos abdomen tidak tampak sebagai bayangan opak pada
kavum pelvis. Ultrasonografi merupakan pemeriksaan yang dapat mendeteksi batu
radiolusen pada buli-buli. 1,2

Gejala khas batu buli-buli adalah berupa gejala iritasi antara lain;
disuria hingga stranguria, perasaan tidak enak waktu kencing, dan kencing tiba-
tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan perubahan posisi tubuh.
Nyeri pada saat miksi seringkali dirasakan pada ujung penis, skrotum, perineum,
pinggang, sampai kaki. 1,2

1
Di Amerika Serikat sendiri keberadaan BSK telah disejajarkan dengan
persoalan utama kesehatan lainnya seperti osteoporosis, paru kronik, dan stroke.
Di Indonesia, masalah batu saluran kemih masih menduduki kasus tersering di
anatara seluruh kasus urologi. Belum terdapat data angka prevalensi batu saluran
kemih nasional di Indonesia. Di beberapa negara di dunia berkisar antara 1-20%.
Laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan perempuan yaitu 3:1 dengan puncak
inside terjadi pada usia 40-50 tahun. 1,2

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

 Nama : Tn. Lemioner


 No. Rekam Medik : 102799
 Usia : 61
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Pekerjaan : Pensiunan, Bekebun
 Agama : Islam
 Alamat : Tuntuhan Sp Kanan
 Tanggak Masuk : 13/03/2023
 Tanggal Pemeriksaan : 16/03/2021

2.2 Anamnesis

1. Keluhan Utama
Nyeri saat berkemih
2. Keluhan Tambahan

Bak Berdarah, sebentar-bentar BAK, dan BAK menetes

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke rumah sakit RS Kota Subulusalam dengan keluhan nyeri
saat berkemih. Nyeri dirasakan sejak sudah sejal lama, namun memberat dalam
+/- 1 minggu ini SMRS. Nyeri terutama dirasakan pada saat mulai berkemih dan
setelah berkemih. Saat berkemih pancaran BAK terkadang terhenti dan dilanjut
kembali saat pasien bergerak dan mengganti posisi berkemih. Dalam sehari pasien
dapat berkemih berkali-kali dengan jumlan air seni yang sedikit sedikit, dan
kadang menetes.
Pasien mengaku juga mengalami bak berdarah sejak +/- 3 hari SMRS. Riwayat
kencing berpasir (-), riwayat demam (-) mual (-) muntah (-). Pasien mengaku
sekitar 1 tahun yg lalu sempat berobat di RS murni teguh dengan keluhan yg sama

3
dan dilakukan USG, dokter mendapatkan adanya batu di kandung kemih, dan
pada saat itu dokter menyarankan pasien untuk dilakukan operasi namun pasien
menolak.

4. Riwayat Penyakit Terdahulu


- Batu Kandung kemih (+) tahun 2022

- Diabetes Melitus (-)

- Hipertensi (+)

- Hiperuresemia (-)

- Dispepsia (+)

5. Riwayat Pengunaan Obat

- Obat anti nyeri dan antibiotik, dan obat supaya lancar BAK

- Omeprazol 3 x 20mg

6. Riwayat Penyakit Keluarga


Disangkal

2.3 Pemeriksaan Fisik


- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

- Kesadaran : Kompos mentis

- Berat badan : 50 Kg

- Tinggi Badan : 165 cm


Tanda Vital
- Tekanan Darah : 140/95 mmHg

- Nadi : 85 X/Menit

- Pernafasan : 20 X/Menit

- Suhu Tubuh : 36,5 C

Pemeriksaan Head to toe


- Kepal a

4
o Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), Jejas (-/-)
o Telingan : Normotia (+/+), Serkret (-/-), Tanda Inflamasi (-/-)
o Hidung : Septum nasi simetris (+), Sekret dan tanda Inflamasi (-/-)
o Mulut : Simetris (+), Jejas (-), tanda Inflamasi (-), Perdarahan (-)

- Leher
o Trachea : Deviasi (-)
o TVJ : R + 1,5 cmH2O
o Perbebesaran Kelenjar Getah Bening (-)

- Thoraks
o Inspeksi : Gerakan Simetris (+/+), Jejas (-/-), Tanda Inflamasi (-/-)
o Palpasi : Nyeri Tekan (-/-), Fremitus taktil (+/+)
o Perkusi : Sonor (+/+)
o Auskultasi : Vesikuler (+/+)

- Abdoment
o Inspeksi : Kulit sawu matang (+), Datar (+), Jejas (-/-), Tanda
Inflamasi (-/-)
o Palpasi : Soepel (+), Nyeri Tekan Regio Suprapubik(+)
o Perkusi : Timpani (+)
o Auskultasi : Peristaltik (+) Normal

- Urologi
Flank Area
o Inspeksi : Sawu matang (+), Datar (+), Jejas danTanda Inflamasi (-)
o Palpasi : Nyeri tekan (-), Ballotemen (-)
o Perkusi : Nyeri ketok kosto vertebrae (-/-)

Supra Pubik

5
o Inspeksi : jejas (-/-), sikatrik (-) memar (-/-). Distensi (-)
o Palpasi : Nyeri tekan (+)
o Perkusi : Tympani (+)

Genital
o Inspeksi : OUE (+) Normal, Batu (-), Tanda Inflamasi (-), kateter (+)
o Palpasi : Nyeri tekan (-)

- Orthopedi
o Look : Edeme (-), Jejas (-), Vulnus (-)
o Feel : Nyeri tekan (-), Nadi (+) Normal, CRT < 2detik
o Perkusi : Room Of Motion Aktif dan Pasif Normal

2.4 Pemeriksaan Penunjang


- Pemeriksaan Laboratorium (14/03/2023)

DARAH HASIL NILAI


RUTIN RUJUKAN
Hemoglobin 16.1 g/dl 12.0 – 16.0
Eritrosit 5.20 10^6/uL 4.00 – 10.00
Hematokrit 48.6 % 40.0 – 50.0
MCV 93.5 FL 82.0 – 95.0
MCH 31.0 PG 27.0 – 31.0
MCHC 32.6 g/dl (L) 33.0 – 36.0
Leukosit 7.54 10^3/ul 4.0 – 10.0
Trombosit 116 10^3/ul 100 – 300

- Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah (13/03/2023)

DARAH RUTIN HASIL NILAI

6
RUJUKAN
Glucosa Ad 92 g/dl (L) 60-200
Random

- Pemeriksaan Urin Rutin (14/03/23)

Urine rutine HASIL NILAI


RUJUKAN
Warna Kesan keruh -
PH 6,0 -
BJ 1,025 -
Nitrit Neg Neg
Keton Neg Neg
Darah - Neg
Protein +3 Neg
Glucosa Neg Neg
Bilirubin Neg Neg
Urobilin Post Positif

- Pemeriksaan Radiologi

 USG Abdomen ( Tgl : 14/03/2023 )


Hasil : terdapat adanya gambaran radiopak dan akustik shadow di
vesika urinaria.

7
Gambar 1. USG Vesica Urinaria

 Foto Polos Abdomen


Hasil : terdapat adanya gambaran radiopak multiple di vesika
urinaria

Gambar 2. Foto Polos Abdomen

2.5 Diagnosis Banding

1) Vesikulolithiasi
2) Uretrolitiasis
3) Benigna Prostat Hipertropi

2.6 Diagnosis Sementara


- Vesicolithiasis

2.7 Penatalaksanaan

8
- Bed Rest

- IVFD Asering 20 TPM

- Inj. Vcilin 1gr/ 8 jam

- Inj. Norages 1Amp/8 jam

- Inj Asam Tranexamat 1 amp/8 jam

- Rencana Operasi Vesicolitotomy

2.8 Prognosis
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Qua ad Sanationam : Dubia ad bonam
2.9 Hasil Laporan Tindakan Operasi

 Hari/tanggal : Selasa, 14/03/23


 Tempat : Kamar Operasi, RSUD Kota Subulussalam
 Diagnosa : Batu Buli-buli
 Tindakan : Vesicolitotomy

1. Posisi Supine dengan GA ( General Anestesi, Intubasi )


2. Desinfeksi lapangan operasi kemudan pasang duk steril
3. Insisi midline suprasimfisis diperdalam sampai membuka fasia
4. Identifikasi buli dengan otot detrusor yg tebal, aspirasi urin (+)
5. Insisi dinding buli s/d tampak cavum buli, keluar urin jernih, dan
didapatkan batu buli-buli mutiple
6. Dilakukan ekstraski batu buli
7. Buli dijahit dan dipasangkan drain
8. Luka operasi dijahit lapis demi lapis.

9
Gambar 3. Batu yg dikeluarkan dari buli-buli

2.10 Follow Up Ruangan

14/10/21 S: Nyeri suprapubik (+), Th/


Nyeri saat BAK (+), Lemas  Bed Rest
(+), Bak berdarah (-)  IVFD Asering 20 TPM
 Inj. Vcilin 1gr/ 8 jam
O:
 Inj. Norages 1Amp/8 jam
 Kesadaran = compos
 Inj Asam Tranexamat 1
mentis (CM)
amp/8 jam
 TD = 140/95 mmHg
 HR = 81x/menit
 RR = 20 x/menit
 Suhu = 37˚C

A: Vesikulolitiasis +

P:

10
 Bed Rest
 Diet Makan Biasa
 Rencana Usg
 Rencana operasi jam 14:
00 siang
 Lapor Anastesi (Puasakan
Pasien)
14/03/23 S: Nyeri Perut bawah (-), Th/
Nyeri saat BAK (-), mual (-)  Bed Rest
Post muntah (-), nyeri luka operasi  Diet Makan Biasa
operasi (+)  IVFD B-fluid 20 gtt/i
 Inj. Vicilin 1gr /8 jam
O:
 Inj. Ibuprofem 1amp/8 jam
 Kesadaran = compos
 Inj. Lansoprazole 1Amp/12jam
mentis (CM)
 Inj kalnex 500 mg/8 jam
 TD = 113/69 mmHg
 HR = 83x/menit
 RR = 20x/menit
 Suhu = 36,8˚C

A: Post Vesicolitotomy H-0

P:
 Bed Rest
 Diet TKTP
 Pertahankan drain s/d hari ke
4 post op
 Aff dc 3 hari post op

15/03/23 S: Nyeri Perut bawah (-), Th/


Nyeri saat BAK (-), mual (-)  IVFD B-fluid 20 gtt/i
muntah (-), nyeri luka operasi

11
(+)  Inj. Vicilin 1gr /8 jam

 Inj. Ibuprofem 1amp/8 jam

 Inj lansoprazole 1 amp/12


O : jam
 Kesadaran = compos  Inj kalnex 500 mg/8 jam
mentis (CM)
 TD = 118/70 mmHg
 HR = 80x/menit
 RR = 20x/menit
 Suhu = 36,5˚C

A: Post Vesicolitotomy H-1

P:
 Bed Rest
 Diet TKTP
 Pertahankan drain s/d hari ke
4 post op
 Aff dc 3 hari post op

16/03/23 S: Nyeri Perut bawah (-), Th/


Nyeri saat BAK (-), mual (-)  IVFD B-fluid 20 gtt/i
muntah (-), nyeri luka operasi  Inj. Vicilin 1gr /8 jam
(+)  Inj. Ibuprofem 1amp/8 jam

 Inj lansoprazole 1 amp/12


jam
O :
 Inj kalnex 500 mg/8 jam
 Kesadaran = compos
mentis (CM)

12
 TD = 120/70 mmHg
 HR = 80x/menit
 RR = 20x/menit
 Suhu = 36,5˚C

A: post Vesicolitotomy H-2

P:
 Bed Rest
 Diet TKTP
 Pertahankan drain s/d hari ke
4 post op
 Aff dc

17/03/23 S: Nyeri Perut bawah (-), Th/


Nyeri saat BAK (-), mual (-)  IVFD B-fluid 20 gtt/i
muntah (-), nyeri luka operasi  Inj. Vicilin 1gr /8 jam
(+)  Inj. Ibuprofem 1amp/8 jam

 Inj lansoprazole 1 amp/12


O : jam
 Kesadaran = compos  Inj kalnex 500 mg/8 jam
mentis (CM)
 TD = 116/70 mmHg
 HR = 80x/menit
 RR = 20x/menit
 Suhu = 36,5˚C

A: Post Vesicolitotomy H-3

P:
 Bed Rest

13
 Diet TKTP
 aff drain

 GV

18/03/2023 S: Nyeri Perut bawah (-), Th/


Nyeri saat BAK (-), mual (-)  IVFD B-fluid 20 gtt/i
muntah (-), nyeri luka operasi  Inj. Vicilin 1gr /8 jam
(+)  Inj. Ibuprofem 1amp/8 jam
O :  Inj lansoprazole 1 amp/12
 Kesadaran = compos jam
mentis (CM)  Inj kalnex 500 mg/8 jam
 TD = 115/70 mmHg
 HR = 69x/menit
 RR = 20x/menit Terapi pulang

 Suhu = 36,5˚C  Cefixim 2 x 200 mg

  Asam mefenamat 3 x 1

A: Post Vesicolitotomy H-4  Neurohax 2 x 1


 Omeprazole 2 x 1
P:  Gv
 Ganti Perban
 Terapi Pulang

Tabel 1. Follow Up Pasien

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Vesika Urinaria


Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor
yang saling beranyaman. Di sebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah
merupakan tot sirkuler, dan paling luar merupakan tot longitudinal. Mukosa buli-
buli terdiri atas sel-sel transisional yang sama seperti pada mukosa-mukosa pada
pelvis renalis, ureter, dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter
dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-
buli. 1, 2, 3
Secara anatomik bentuk buli-buli terdiri atas 3 permukaan, yaitu (1)
permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum, (2) dua
permukaan inferiolateral, dan (3) permukaan posterior. Permukaan superior
merupakan lokus minoris (daerah terlemah) dinding buli-buli. 4, 5

Buli-buli berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian


mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam
menampung urine, buli-buli mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya
untuk orang dewasa kurang lebih adalah 300 - 450 ml; sedangkan kapasitas buli-

15
buli pada anak menurut formula dari Koff adalah: Kapasitas buli-buli = {UmUr
(tahun) + 2} × 30 ml. 4, 5

Pada saat kosong, buli-buli terletak di belakang simfisis pubis dan pada sat
penuh berada di atas simfisis sehingga dapat dipalpasi dan diperkusi. Buli-buli
yang terisi penuh memberi- kan rangsangan pada saraf aferen dan menyebabkan
aktivasi pusat miksi di medula spinalis segmen sakral S2-4. Hal ini akan
menyebakan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli- buli, dan relaksasi
sfingter uretra sehingga terjadilah proses miksi. 4, 5

Ketika kosong, bentuknya agak tetrahedral dan memiliki basis (fundus),


leher, Punggung dan dua permukaan inferolateral. Dasar (fundus) dari kandung
kemih berbentuk segitiga dan terletak posteroinferior. Pada wanita berkaitan erat
dengan dinding vagina anterior, pada laki-laki berhubungan dengan rektum
meskipun dipisahkan dari rektum oleh kantong rectovesical dan batas bawah
dibatasi oleh vesikel seminalis dan vas deferens di setiap sisi. 4, 5

Gambar 4. Tractus Urinarius dan Vesica Urinaria

3.2 Definisi Urolithiasis

16
Batu saluran kemih (BSK) didefinisikan sebagai pembentukan batu di saluran
kemih yang meliputi batu ginjal, ureter, buli, dan uretra. Pembentukan batu dapat
diklasifikasikan berdasarkan etiologi, yaitu infeksi, non-infeksi, kelainan genetik,
dan obat-obatan (3). Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa
keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa
menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. 1, 2

Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam
kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut
urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis). Batu, terutama yang kecil, bisa tidak
menimbulkan gejala. Batu di saluran kemih sebelah atas menimbulkan kolik,
sedangkan yang di bawah menghambat buang air kecil. 1, 2

3.3 Defenisi Vesikolitiasis


Batu kandung kemih merupakan jenis batu yang keberadaanya di saluran
kemih bagian bawah. Seperti yang diketahui bahwa saluran kemih terbagi atas dua
yaitu saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) dan saluran kemih bagian
bawah (kandung kemih dan uretra). Penyebab yang paling berpengaruh terhadap
terbentuknya batu kandung kemih berhubungan dengan terjadinya stasis kemih di
kandung kemih itu sendiri. Penyebab lain adalah adanya kelainan anatomi
kandung kemih, striktur, infeksi, atau adanya benda asing pada kandung kemih.
Permasalahan yang terjadi pada perempuan dan laki-laki sangat berbeda. Pada
laki-laki permasalahan pembesaran prostat sangat era kaitannya dengan obstruksi
kandung kemih yang bisa berujung pada retensi dan stasis urin yang mampu
membuat terbentuknya batu. Sedangkan pada perempuan, disfungsi dan obstruksi
kandung kemih dapat terjadi, tetapi jarang kaitannya dengan pembentukan batu
Kemungkinan terkait dengan progresiftivitas obstruksinya. 1, 2
Vesikolitiasis adalah batu yang ada di vesika urinaria ketika terdapat
defisiensi substansi tertentu, seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat
meningkat atau ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang
secara normal mencegah terjadinya kristalisasi dalam urin. 3, 4
Selain itu batu buli-buli dapat berasal dari batu ginjal atau batu ureter
yang turun ke buli-buli. Gejala khas batu buli-buli adalah berupa gejala iritasi
antara lain: nyeri kencing/disuria hingga stranguri, perasaan tidak enak sewaktu

17
kencing, dan kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan
perubahan posisi tubuh. Nyeri pada saat miksi seringkali dirasakan (refered pain)
pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki. 3, 4
Pada anak seringkali mengeluh adanya enuresis nokturna, di samping
sering menarik- narik penisnya (pada anak laki-laki) atau menggosok-gosok vulva
(pada anak perempuan). Seringkali komposisi batu buli-buli terdiri atas asam urat
atau struvit (jika jika penyebabnya adalah infeksi), sehingga tidak jarang pada
pemeriksaan foto polos abdomen tidak tampak sebagai bayangan opak pada
kavum pelvis. 3, 4

Gambar 5. Batu Vesika Urinaria

3.4 Prevalensi Vesikolitiasis


Batu saluran kemih banyak terjadi pada laki-laki dari pada wanita dengan
perbandingan 3:1. Batu saluran kencing mempunyai kecenderungan untuk
kambuh lebih besar, oleh karena itu penting memeriksa secermat mungkin agar
diketahui penyebab dan jenis batunya untuk menentukan pencegahan selanjutnya.
Kasus batu kandung kemih pada orang dewasa di Negara barat sekitar 5%-10%
dan terutama diderita oleh pria, sedangkan pada anak-anak insidensinya sekitar 2-
3%.4
Beberapa faktor risiko terjadinya batu kandung kemih: obstruksi infravesika,
neurogenic bladder, infeksi saluran kemih (urea-splitting bacteria), adanya benda
asing, divertikel kandung kemih. Di Indonesia diperkirakan insidensinya lebih
tinggi dikarenakan adanya beberapa daerah yang termasuk daerah stone belt dan

18
masih banyaknya kasus batu endemik yang disebabkan diet rendah protein, tinggi
karbohidrat dan dehidrasi kronik. 4
Pada data yang telah dilaporkan, menurut European Association of Urology
(EAU) sepanjang hidup manusia memilki tingkat resiko tebentuk batu saluran
kemih sekitar 5 -10% dengan laki-laki yang lebih sering dibandingkan perempuan
3:1 serta puncak insidensi di dekade keempat dan kelima. Diduga karena kadar
kalsium sebagai bahan pembentuk utama batu saluran kemih pada perempuan
lebih rendah daripada laki-laki dan juga kadar sitrat pada air kemih sebagai
inhibitor terjadinya pembentukan batu lebih tinggi pada perempuan dibandingkan
dengan laki-laki. Batu saluran kemih merupakan penyakit ketiga terbanyak di
bidang urologi setelah infeksi saluran kemih dan BPH. Batu bisa terdapat di
ginjal, ureter, buli-buli maupun uretra. 4

3.4 Faktor Resiko Vesikolitiasis


Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-
keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). 1, 2, 4

a. Faktor internal
1. Usia
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun. Untuk
pria, insiden mulai meningkat setelah usia 20, puncak antara 40 dan 60
tahun. Untuk wanita, tingkat insiden tampaknya lebih tinggi pada akhir 20-
an pada usia 50, sisa yang relatif konstan selama beberapa dekade
berikutnya.
2. Jenis kelamin
Batu saluran kemih lebih rentan sering terjadi pada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan yang dikarenakan struktur anatomi
saluran kemih (uretra) pada laki-laki lebih panjang daripada uretra
perempuan, sehingga lebih banyak kemungkinan substansi pembentuk
batu mengendap dan menjadi batu. Selain itu, peranan hormon seks juga
berpengaruh terhadap pembentukan batu kalsium oksalat, yaitu hormon
estrogen pada perempuan mampu mencegah agregasi garam kalsium,

19
menurunkan eksresi oksalat, konsentrasi oksalat plasma, dan menurunkan
endapan kristal kalsium plasma sedangkan hormon testosteron yang tinggi
pada laki-laki menyebabkan peningkatan oksalat endogen oleh hati yang
selanjutnya memudahkan terjadinya kristalisasi. Kadar kalsium air kemih
pada perempuan sebagai bahan utama pembentuk batu lebih rendah
dibandingkan dengan laki-laki dan kadar sitrat air kemih sebagai bahan
penghambat terjadinya batu pada perempuan lebih tinggi dari pada laki-
laki sehingga lebih cenderung tinggi pada laki-laki dibanding perempuan
untuk terjadinya pembentukan batu.
3. Herediter
Studi menunjukkan bahwa penyakit batu diwariskan. Untuk jenis batu
umum penyakit, individu dengan riwayat keluarga penyakit batu memiliki
risiko dua kali lipat lebih tinggi menjadi batu bekas. Ini risiko yang lebih
tinggi mungkin karena kombinasi dari predisposisi genetik dan eksposur
lingkungan yang sama (misalnya, diet). Meskipun beberapa faktor genetik
telah jelas berhubungan dengan bentuk yang jarang dari nefrolitiasis,
(misalnya, cystinuria), informasi masih terbatas pada gen yang
berkontribusi terhadap risiko bentuk umum dari penyakit batu.

b) Faktor eksternal
1. Asupan cairan dan makanan
Sebagian besar kasus penyakit batu ginjal disebabkan oleh faktor
makanan dan minuman. Diet yang kaya protein hewani dan karbohidrat
serta meningkatnya konsumsi makanan yang mengandung kalsium, produk
susu, oksalat (misalnya teh, kopi, coklat, kacang-kacang, bayam) yang
dapat mengakibatkan peningkatan dalam pembentukan batu saluran kemih.
Selain itu, asupan cairan (khususnya air putih) yang sedikit menurunkan
jumlah urin sehingga mengakibatkan peningkatan reaktan (kalsium dan
oksalat) dan pengurangan aliran urin (khususnya air putih) yang sangat
beresiko membentuk batu ginjal.
Air sangat penting dalam proses supersaturasi elektrolit/kristal dalam
air pembentukan BSK, bila seseorang kekurangan air minum maka dapat

20
terjadi supersaturasi bahan pembentuk batu. Hal in akan menyebabkan
terjadinya BSK. Pada penderita dengan dehidrasi kronik pH air kemih
cenderung turun, berat jenis air kemih naik, saturasi asam urat naik dan
teriadinya penempelan kristal kalsium oksalat pada kristal asam urat (teori
epitaksi). Penderita dianjurkan minum 2500 ml per hari dan atau
dianjurkan minum 250 ml tap 4 jam ditambah 250 ml tap kali makan,
sehingga diharapkan menghasilkan sekitar 2000 ml air kemih, yang cukup
untuk mengurangi kemungkinan terjadinya BSK.

2. Aktivitas Fisik
Aktifitas fisik yang sedikit dapat menyebabkan peredaran darah
maupun aliran urin menjadi kurang lancar dan dapat merangsang
pembentukan tulang sehingga meningkatkan kadar kalsium dalam tubuh.
Laki-laki yang terlalu banyak duduk atau hanya ditempat tidur saja, maka
kalsium tulang akan dilepas ke darah, selanjutnya hiperkalsemia akan
memacu timbulnva batu saluran kemih karena adanva supersaturasi
elektrolit/kristal dalam air kemih. Kenaikan konsentrasi bahan pembentuk
batu di dalam tabulus renalis akan merubah zona stabil saturasi rendah
meniadi zona supersaturasi metastabil dan bila konsentrasinva makin
tinggi menjadi zona saturasi tinggi
3. Kebiasaaan menahan buang air kecil
Kebiasaan sering menahan BAK menimbulkan statis air kemih.
Stasis air menimbulkan hipersaturasi dan menjadi ammonium yang
mengakibatkan kenaikan pH air kemih menjadi basa. Keadaan ini
memudahkan terbentuknya ammonium magnesiumm fostat atau batu
Struvit
4. Geografis, Iklim, dan Temperatur
Negara yang beriklim tropis dengan ciri utamanya adalah memiliki
suhu dan kelembaban yang tinggi. Individu yang menetap di daerah
beriklim panas dengan paparan ultraviolet tinggi akan cenderung
mengalami dehidrasi, peningkatan produksi vitamin D yang bisa memicu
peningkatan ekskresi kalsium dan oksalat serta menyebabkan pengeluaran

21
keringat yang banyak sehingga menurunkan produksi urin. Jika produksi
urin menurun kepekatan urin akan meningkat dan zat-zat yang terkandung
dalam urin akan meningkat konsentrasinya. 2, 3

3.5 Jenis Batu

Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat


dan kalsium fosfat (75%), magnesium-amonium-fosfat (MAP) (15%), asam urat
(7%), sistin (2%) dan lainnya (silikat, xanthin) (1%). Batu asam urat umumnya
diderita oleh pasien penyakit gout, obesitas, peminum alkohol, dan diet tinggi
protein. Batu struvit merupakan jenis batu saluran kemih yang disebabkan oleh
infcksi. Kuman penycbab infeksi ini adalah kuman pemocah urca (Urea splitter)
seperti Proteus sp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter; Pseudomonas dan
stafilokokkus. Pembentukan batu dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi,
yaitu infeksi, non-infeksi dan kelainan genetik.

a) Batu akibat non-infeksi : kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat


b) Batu akibat infeksi : magnesium amonium fosfat, karbonat,
amonium urat
c) Batu akibat kelainan genetik : sistin, xantin

Batu saluran kemih diklasifikasikan berdasarkan komposisinya:

1. Batu kalsium
Kalsium adalah ion utama dalam kristal urin. Hanya 50% ion kalsium
plasma terionisasi dan filtrasi di glomerulus. Lebih dari 95%. kalsium
disaring glomerulus direabsorbsi di proksimal dan distal tubulus dan
jumlah terbatas di tubulus collectivus. Sekitar 75 sampai 85% dari batu
ginjal adalah batu kalsium. Batu in biasanya kombinasi dari kalsium dan
oksalat, timbul jika kandungan zat itu terlalu banyak di dalam urin, selain
itu jumlah berlebihan vitamin D, menyebabkan terlalu banyak menverap
kalsium. Peningkatan monosodium urat dan penurunan pH urin
menyebabkan peningkatan agregasi kristal. Faktor terjadinya batu kalsium:

22
a. Hiperkalsiuri (kalsium dalam urin >250-300 mg/24 jam)
Penyebab terjadinya hiperkalsiuri antara lain:
 Hiperkalsiuri absorbtif (absorbsi kalsium melalui usus )
 Hiperkalsiuri renal (Ggn reabsorbsi kalsium melalui tubulus
ginjal)
 Hiperkalsiuri resorptif (peningkatan resorpsi tulang)
b. Hiperoksaluri (Ekskresi oksalat urin >45 gram/hari)
 Banyak pada pasien yang mengalami gangguan pada usus
setelah menjalani pembedahan usus.
 Pasien yang banyak mengkonsumsi makanan yang kaya
akan oksalat, seperti: teh, kopi, soft drink, Kokoa, arbel,
sayuran berwarna hijau terutama bayam.
c. Hinositraturia
 Sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium
 Menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat.
d. Hipomagnesuria
 Magnesium bereaksi dengan oksalat tau fosfat
 Menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fostat

2. Batu struvite
Mayoritas ditemukan pada wanita, batu ini biasanya disebabkan
infeksi saluran kemih kronis. disebabkan bakteri. Lalu batu ini akan
membesar. Fragmen batu lembut dan mudah keluar melalui urin. Batu
sering terletak pada saluran kemih bagian atas, biasanya pelvis ginjal, dan
disebut 'staghorn' sebagai akibat dari bentuknya. Batu yang terbentuk
biasanya disebabkan infeksi saluran kemih oleh Proteus spp. Klebsiella
spp. Escherichia coli, Pseudomonas spp dan lain-lain yang mengakibatkan
alkalinisasi uri dan produksi ammonia secara berlebihan. Kuman
menghasilkan enzim urease dan merubah urin meniadi suasana basa
melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, sehingga memudahkan
membentuk batu MAP. Keadaan ini akan akan menyebabkan presipitasi
magnesium ammonium phosphate (struvit).

23
3. Batu asam urat
Asam urat meruvakan produksi metabolisme purin. Kegagalan
dalam metabolisme purin menyebabkan defek terhadap hasil xanthine
oksidasi vaitu peningkatan nillai kadar xanthine. kemudian xanthine
mengendap dalam urin dan membentuk batu. Kristal dan batu asam urat
biasanya berbentuk radiolusen dan biasanya tidak terlihat pada foto polos
abdomen. Pada umumnya terlihat pada CT-Scan non kontras. Beberapa
asam urat terlihat radiopak. hal ini disebabkan deposit dari kalsium.
Sumber asam urat berasal dari diet yang mengandung purin. Selain itu
banyak diderita oleh pasien-pasien penyakit gout, mieloproliferatif, terapi
antikanker, dil. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat
adalah urin yang terlalu asam, dehidrasi dan hiperurikosuri.

4. Batu cystine
Sistiuria adalah defek pada transportasi sistin, lisin, ornitin, dan
arginin ke intestinal dan membrane sel renal tubular yang diturunkan. Batu
sistin terjadi pada anak dari semua golongan usia. 25% pasien mendapat
batu pertama mereka selama masa kanak-kanak. Pada anak-anak yang
sangat muda, batu kandung kemih mungkin terbentuk, manakala pada
yang lebih dewasa, batu ginjal lebih sering terbentuk. Semua batu sistin
bersifat radio-opak, and kadang-kadang tidak kelihatan pada plain
abdominal film.

3.6 Patifisiologi Vesikolitiasis


Batu buli dapat diklasifikasikan menjadi penyebab primer dan sekunder
berdasarkan ada tidaknya penyakit yang menyertai. Pengertian primer yang
dimaksud adalah pembentukan batu tapa adanya faktor anatomis, fungsional, dan
infeksi yang dapat menyebabkan pembentukan batu. Sedangkan pengertian
sekunder adalah adanya etiologi penyakit yang mendasarinya. Batu buli-buli
sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan miksi atau terdapat benda
asing di buli-buli. Gangguan miksi terjadi pada pasien-pasien:

24
 Hiperplasia prostat
 striktura uretra
 Divertikel bul-buli
 Buli-buli neurogenik
 Kateter yang terpasang pada buli-buli dalam waktu yang lama
 Adanya benda asing lain yang secara tidak sengaja dimasukkan ke dalam
buli-buli
 batu buli-buli dapat berasal dari batu ginial atau batu ureter yang turun ke
buli-buli.

Batu buli primer paling sering terjadi pada anak-anak. Etiologinya mash
belum jelas, namun sering terjadi pada daerah sosioekonomi rendah serta makan
makanan yang dapat menyebabkan gangguan metabolik seperti peningkatan kadar
asam urat. venurunan produksi urine. hipofosfaturia. dan hineramonuria.

Batu buli sekunder sering berkaitan dengan gangguan pengosongan buli yang
dapat menjadi faktor predisposisi pembentukan batu dan retensi. Pada laki-laki,
kondisi seperti ini berhubungan dengan BPH, sedangkan pada perempuan adanya
sistokel atau pelvic organ prolapse (POP) dapat dipertimbangkan sebagai
penzebab batu buli.

Batu terbentuk karena kombinasi dari bermacam-macam teori diatas.


Kebanyakan terjadinya batu buli pada laki-laki usia tua didahului oleh Benigh
Prostat Hipertropi (BPH). BPH menyebabkan penyempitan lumen uretra pars
prostatika dan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan
tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi
lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan
perubahan anatomi buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula dan divertikel buli-buli. Pada saat buli-buli
berkontraksi untuk miksi, divertikel tidak ikut berkontraksi, sehingga akan ada
stasis urin di dalam divertikel yang lama kelamaan mengalami supersaturasi
dan dapat membentuk batu. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut
dirasakan pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau

25
lower urinary tract symptom (LUTS) yang terdiri atas gejala obstruksi dan
gejala iritasi. 2, 3

Gambar 6. Gejala Lower Urinari Track Sindrom

Kelainan bawaan atau cidera, keadan patologis yang disebabkan


karena infeksi, pembentukan batu di saluran kemih dan tumor, keadan
tersebut sering menyebabkan bendungan. Hambatan yang menyebabkan
sumbatan aliran kemih baik itu yang disebabkan karena infeksi, trauma dan tumor
serta kelainan metabolisme dapat menyebabkan penyempitan atau striktur uretra
sehingga terjadi bendungan dan statis urin. Jika sudah terjadi bendungan dan statis
urin lama kelamaan kalsium akan mengendap menjadi besar sehingga membentuk
batu. Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
kemudian dijadikan beberapa teori. Ada 5 teori patogenesis pembentukan batu
saluran kemih pada umumnya :

1. Teori supersaturasi
Urin mempunyai kemampuan melarutkan lebih banyak zat yang terlarut bila
dibandingkan dengan air biasa. Campuran beberapa ion aktif dalam urin
menimbulkan interaksi sehingga mempengaruhi kelarutan elemen- elemen
urin. Bila konsentrasi zat-zat yang relatif tidak larut dalam urin seperti
kalsium, oksalat, fosfat, dan sebagainya makin meningkat dalam urin, maka
akan terbentuk kristalisasi zat-zat tersebut.

2. Teori nukleasi/ adanya nidus


Nidus atau nukleus yang terbentuk, akan menjadi inti presipitasi yang
kemudian terjadi. Zat/keadaan yang dapat bersifat sebagai nidus adalah

26
ulserasi mukosa, gumpalan darah, tumpukan sel epitel atau pus, bahkan juga
bakteri, jaringan nekrotik iskemi yang berasal dari neoplasma atau infeksi,
dan benda asing.
3. Teori tidak adanya inhibitor
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara
lain: magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika
kadar salah satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan
terbentuknya batu di dalam saluran kemih. Ion magnesium (Mg2+) dikenal
dapat menghambat pembentukan batu karena jika berikatan dengan oksalat,
membentuk garam magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan
berikatan dengan kalsium (Ca2+) untuk membentuk kalsium oksalat
menurun.

4. Teri epitaksi
Epitaksi adalah peristiwa pengendapan suatu kristal di atas di atas
permukaan kristal lain. Misalnya, bila supersaturasi urn oleh asam urat telah
terjadi oleh suatu sebab, misalnya masukan purin yang meningkat, maka
konsentrasi asam urat meninggi sehingga terjadi pembentukan Kristal asam
urat. Bila pada penderita in1 kemudian terjadi peningkatan masukan
kalsium dan oksalat, maka akan terbentuk kristal kalsium oksalat. Kristal
kalsium oksalat in kemudian akan menempel di permukaan kristal asam urat
yang telah terbentuk sebelumnya, sehingga ditemukan batu saluran kemih
yang intinya terjadi atas asam urat yang dilapisi oleh kalsium oksalat di
bagian luarnya.

5. Teori kombinasi
 Pertama, fungsi ginjal harus cukup baik untuk dapat mengekskresi zat
vang dapat membentuk kristal secara berlebihan.
 Kedua, ginjal harus dapat menghasilkan urin dengan pH yang sesuai
untuk kristalisasi. Dari kedua hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa
ginjal harus mampu melakukan ekskresi suatu zat secara berlebihan
dengan pH urin yang sesuai sehingga terjadi presipitasi zat-zat tersebut.

27
 Ketiga, urin harus tidak mengandung sebagian atau seluruh inhibitor
Kristalisasi
 Keempat, kristal yang telah terbentuk harus berada cukup lama dalam
urin, untuk dapat saling beragregasi membentuk nukleus, yang
selanjutnya akan menganggu aliran urin. Stasis urin yang terjadi
memegang peranan penting dalam pembentukan batu saluran kemih,
sehingga nukleus yang telah terbentuk dapat tumbuh.

3.7 Diagnosis
 Anamnesis
Pasien yang mempunyai batu buli sering asimtomatik, tetapi pada
anamnesis biasanya dilaporkan bahwa penderita mengeluh nyeri
suprapubik, disuria, gross hematuri terminal, perasaan ingin kencing,
sering kencing di malam hari, perasaan tidak enak saat kencing, dan
kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan
perubahan posisi tubuh. Pada anak-anak mereka akan berguling-guling
dan menarik-narik penisnya. Gejala lain yang umumnya terjadi dalam
menyertai nyeri yaitu nyeri menjalar dari ujung penis, scrotum, perineum,
punggung dan panggul, perasaan tidak nyaman tersebut biasa bersifat
tumpul atau tajam. Rasa sakit diperberat saat pasien sedang beraktivitas,
karena akan timbul nyeri yang tersensitisasi akibat batu memasuki leher
vesika. Sering disertai dengan ISK yang ditandai disuria dan demam.1, 3 , 6
Gejala paling sering pada batu buli adalah nyeri saat berkemih,
terputus putus, dan hematuria. Khususnya, nyeri saat mendekati akhir
berkemih merupakan dampak dari batu buli. Batu yang terjebak di
kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan berhubungan dengan
infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi pada leher
kandung kemih menyebabkan retensi urin atau bisa menyebabkan sepsis,
kondisi ini lebih serius yang dapat mengancam kehidupan pasien,
dapat pula kita lihat tanda seperti mual, muntah, gelisah, nyeri dan
perut kembung. 3, 6

28
Jika sudah terjadi komplikasi seperti hidronefrosis maka gejalanya
tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi, dan lamanya
penyumbatan. Jika penyumbatan timbul dengan cepat (Hidronefrosis akut)
biasanya akan menyebabkan koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di daerah
antara rusuk dan tulang punggung) pada sisi ginjal yang terkena. Jika
penyumbatan berkembang secara perlahan (Hidronefrosis kronis),
biasanya tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara
tulang rusuk dan tulang punggung. 2, 3

 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien dengan batu saluran kemih sangat bervariasi
mulai tanpa kelainan fisik sampai adanya tanda-tanda sakit berat,
tergantung pada letak batu dan penyulit yang ditimbulkan (komplikasi).
Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan antara lain: 6, 7
Inspeksi: Supra
pubik distensi, menandakan Vesica urinaria penuh dan Palpasi: Nyeri
tekan supra pubik, Pada keadaan Komplikasi (Hidronefrosis) dapat
ditemukan ballotemen (+).

 Pemeriksaan Penunjang
a) Urinalisa
Urin dipstik dapat digunakan untuk menegakkan suatu diagnosa batu
saluran kemih (BSK) dan untuk mengeksklusi infeksi. Biasanya
ditemukan hematuria yaitu terdapatnya eritrosit pada urinalisa yang
mendukung suatu diagnosa BSK. Jika tidak ditemukan hematuria bukan
berarti diagnosa ini dapat dieksklusi. Sedangkan adanya nitrit dan leukosit
esterase pada urin menandakan adanya suatu infeksi.7

b) Laboratorium
Salah satu komplikasi batu saluran kemih yaitu terjadinya gangguan
fungsi ginjal yang ditandai kenaikan kadar ureum dan kreatinin darah,
gangguan tersebut bervariasi dari stadium ringan sampai timbulnya

29
sindroma uremia dan gagal ginjal, bila keadaan sudah stadium lanjut
bahkan bisa mengakibatkan kematian.7, 10

c) Foto Polos Abdomen


Foto polos abdomen meliputi Kidney Ureter Blader (KUB) memiliki
sensitifitas 45-60%. 90 batu saluran kemih bersifat radioopaq dan
dengan mudah dapat diidentifikasi dengan KUB. KUB tidak dapat
memvisualisasi batu radiolusen (10-20%). Foto polos abdomen memiliki
kelemahan yaitu akan sulit mendeteksi batu urat radiolusen, batu dengan
ukuran kecil yang terletak sejajar tulang, interprestasi sulit dan sedikit
sensitif untuk obstruksi. Foto Kidney, Ureter, Bladder ini dapat menilai
ukuran, bentuk dan lokasi dari BSK pada pasien. 7, 10

Gambar 7. Foto polos Abdomen

d) Ultrasonografi Traktur Urinarius


Ultrasonografi traktur urinarius dapat menilai BSK pada daerah
PUJ, VUJ dan pelvik renal serta kaliks. Ultrasonografi merupakan pilihan
yang aman pada wanita hamil. Sensitif dalam menilai obstruksi, namun
bergantung kepada operator dan sulit dalam menilai batu berukuran kecil
pada ureter. 10, 11

30
Gambar 8 Ultrasonografi Vesika Urinaria

Gambar 9. Karakteristik Pencitraan X-ray

e) Intravena pielography (IVP)/ Intravenous Urography (IVU)


Pielografi Intra Vena (PIV) atau Intravenous Pyelography (IVP) atau
dikenal dengan Intra Venous Urography atau urografi adalah foto yang
dapat menggambarkan keadaan sistem urinaria melalui bahan kontras
radio-opak. Pencitraan ini dapat menunjukkan adanya kelainan anatomi
dan kelainan fungsi ginjal.
Intravenous Pielography (IVP) telah dianggap sebagai modalitas
pencitraan standar untuk urolitiasis. IVP memberikan informasi yang
berguna tentang batu (ukuran, lokasi, radiodensitas) dan lingkungannya
(anatomi calyx, tingkat obstruksi), serta unit ginjal kontralateral (fungsi,
anomali).
Bahan kontras yang dipakai biasanya adalah jodium dengan dosis 300
mg/kg berat badan atau 1 ml/kg berat badan (sediaan komersial). Teknik
pelaksanaannya adalah seperti pada yaitu pertama kali dibuat foto polos
perut (sebagai kontrol). Setelah itu bahan kontras disuntikkan secara intra
vena, dan dibuat foto serial beberapa menit hingga satu jam, dan foto

31
setelah miksi. Jika terdapat keterlambatan fungsi ginjal, pengambilan
foto diulangi setelah jam ke-2, jam ke-6, atau jam ke 12.
IVP ini dapat memberikan informasi struktral dan fungsional dari
renal yang terdiri dari ukuran dan derajat obstruksi. IVP dapat
mendeteksi sekitar kasus sekitar 70-90%. Namun IVP hanya dapat
mendeteksi batu radioopak (80-90%). Beberapa efek negatif IVP yaitu
paparan radiasi, resiko nefrotoksik dan alergi kontras. 10, 11

Gambar 10. Intravena pielography (IVP)

f) CT scan Non-kontras
CT- Scan non-kontras merupakan Gold Standart diagnosis BSK
karena pemeriksaan CT Scan Non-kontras memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi untuk mendeteksi batu, tidak menggunakan
kontras intravena dan tidak membutuhkan waktu yang lama serta
memungkinkan untuk diagnosa alternatif. Akurasi CT scan non-kontras
dalam mendeteksi batu yaitu dengan sensitifitas, spesifisitas dan positive
predictive value 96%, 100%, 100%. CT scan non-kontras dapat
mendeteksi baik batu radioopak ataupun radiolusen. Ketika CT
mendeteksi batu, foto polos abdomen harus dilakukan untuk menilai
apakah batu tersebut radioopak. Selanjutnya CT scan non-kontras dapat

32
digunakan untuk menilai apakah batu telah bergeser atau telah keluar. 10,

11

Selain itu, CT scan non-kontras dapat menyingkirkan diagnosa


banding dan mendeteksi kelainan di luar saluran kemih sekitar 6-12%
diantaranya Pelvic Inflammatory Disease (PID), massa adneksa, abses
tubaovaria, apendisitis, divertikulitis, kolesistitis, pankreatitis atau
malignansi lain. Keterbatasan CT scan non-kontras adalah tidak dapat
mengevaluasi fungsi renal serta tidak dapat menilai derajat obstruksi.
Kelemahan lain dari CT adalah sinar radiasi yang tinggi dibandingkan
dengan foto polos abdomen atau IVP. Sinar radiasi ini sebanding dengan
3 kali IVP dan 10 kali foto polos abdomen. Kelemahan lain yaitu tidak
tersedia 24 jam dan memerlukan ahli radiologi dalam interprestasinya
serta biaya yang tinggi.

g) Sitoskopi

Pada pemeriksaan ini dokter akan memasukkan semacam alat


endoskopi melalui uretra yang ada pada penis, kemudian masuk kedalam
blader. 10, 11

Gambar 11. Tindakan Sitoskopi

33
3.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding pada batu vesika urinaria dapat berupa ISK (Sistitis),
Benigna prostat hipertropi, Striktur uretra, Neuropati Buli-buli, Pasca Bedah dan
Penggunaan Obat-obatan (Penghambat Alfa/ Obat penenang). Dapat dibedakan
berdasarkan gejala klinis pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang. 7, 10, 11

3.9 Tatalaksana
Batu buli-buli dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, litotripsi
maupun pembedahan terbuka.9, 10, 11
 Medikamentosa
Ditujukan untuk batu yang berukuran < 5 mm, karena diharapkan batu
dapat keluar spontan. Memberikan minum yang berlebihan disertai
diuretik sepeti golongan thiazid. Dengan produksi air kemih yang lebih
banyak diharapkan dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih.
Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar
aliran urin dengan pemberian diuretikum dan minum banyak supaya dapat
mendorong batu keluar dari saluran kemih.
Adanya batu struvit menunjukkan terjadinya infeksi saluran kemih,
karena itu diberikan antibiotik. Batu struvit tidak dapat dilarutkan tetapi
dapat dicegah pembesarannya bila diberikan pengobatan dengan
pengasaman urin dan pemberian antiurease, seperti Acetohidroxamic acid.
Ini untuk menghambat bakteri urease dan menurunkan kadar ammonium
urin.
Pengobatan yang efektif untuk pasien yang mempunyai batu asam urat
pada saluran kemih adalah dengan alkalinisasi supaya batu asam yang
terbentuk akan dilarutkan. Pelarutan batu akan terjadi apabila pH urin
menjadi lebih tinggi atau berjumlah 6,2. Sehingga dengan pemberian
bikarbonas natrikus disertai dengan makanan alkalis, batu asam urat
diharapkan larut. Potasium Sitrat (polycitra K, Urocit K) pada dosis 60
mEQ dalam 3-4 dosis perhari pemberian digunakan untuk terapi pilihan.
Tetapi terapi yang berlebihan menggunakan sediaan ini akan memicu

34
terbentuknya deposit calsium pospat pada permukaan batu sehingga
membuat terapi tidak efektif lagi. Atau dengan usaha menurunkan
produksi kadar asam urat air kemih dan darah dengan bantuan alopurinol,
usaha ini cukup memberi hasil yang baik. Dengan dosis awal 300 mg
perhari, baik diberikan setelah makan.

 Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)


ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) merupakan prosedur
tindakan untuk memecahkan batu di saluran kemih yang dilakukan dari
luar tubuh. Jadi tanpa melukai tubuh dan tanpa memasukan alat apapun ke
dalam tubuh. ESWL sebagai pilihan yang lebih minimal invasif,
meminimalkan paparan terhadap resiko anestesi, dan memberikan hasil
akhir yang juga memuaskan. Prinsip kerja mesin ESWL adalah
mengeluarkan gelombang energi yang diteruskan melalui tubuh dan
difokuskan pada lokasi target batu, hal ini dilakukan dengan berulang
sampai pada akhirnya batu dapat pecah menjadi ukuran yang lebih kecil
(idealnya kurang dari 1 mm) supaya dapat dikeluarkan secara spontan
melalui urin. Kontra indikasi absolut dari ESWL antara lain adalah
urosepsis atau infeksi berat pada saluran kemih, gangguan pembekuan.
The American Urological Association Stone Guidelines Panel telah
menganjurkan ESWL sebagai terapi lini pertama untuk batu ginjal dengan
ukuran lebih kecil dari 2 cm.
ESWL adalah tindakan pemecahan batu dengan menggunakan
gelombang kejut yang ditembakkan dari luar tubuh yang dapat
memecahkan batu menjadi pecahan yang kecil, sehingga pecahan tersebut
dapat keluar bersama dengan air seni.4, 10 ,12

Indikasi ESWL:
o Ukuran diameter batu < 2 cm
o Lokasi batu di kaliks atas dan tengah
o Batu yang tidak terlalu keras, biasanya diketahui dengan hasil
pemeriksaan CT scan dengan mengukur hounsfield unit batu. Batu

35
yang cocok di ESWL adalah batu yang hounsfield unit nya <
1.000, artinya batu tersebut tidak terlalu kerasa untuk dipecahkan.

Kontraindikasi ESWL:
o Ibu hamil
o Obesitas (IMT >30 kg/m2)
o Sedang mengkonsumsi obat pengencer darah (aspirin/warfarin)
o Hipertensi tidak terkontrol
o ISK
o Ukuran diameter batu > 2cm
o Batu terlalu keras (batu sistin)
Angka bebas batu: elektromagnetik; 66% pada kasus dengan
obstruksi dan 96% pada kasus non obstruksi. Bila menggunakan
piezoelektrik didapatkan hanya 50% yang berhasil.

 Terapi Pembedahan
Terapi bedah digunakan jika tidak tersedia alat litotriptor, alat
gelombang kejut atau bila cara non bedah tidak berhasil. Walaupun
demikian kita harus memerlukan suatu indikasi. Misalnya apabila batu
kandung kemih selalu menyebabkan gangguan miksi yang hebat sehingga
perlu diadakan tindakan pengeluarannya. Litotriptor hanya mampu
memecahkan batu dalam batas ukuran 3 cm kebawah. Batu diatas ukuran
ini dapat ditangani dengan batu kejut atau sistolitotomi. 7, 10, 11

o Vesikolitotripsi transuretra
Pendekatan transuretra merupakan prosedur yang paling
sering dikerjakan pada usia dewasa. Biasanya, dapat menggunakan
nefroskop rigid yang dapat memudahkan visualisasi dengan jelas.
Namun, kekurangannya adalah mema-nipulasi uretra dengan
instrumen besar sehingga dapat menyebabkan cedera uretra.
Prosedur non invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu
tanpa perlukaan. batu kandung kemih, batu dipecahkan memakai

36
litotriptor secara mekanis melalui sistokop atau dengan memakai
gelombang elektrohidrolik atau ultrasonic litotriptor adalah alat
yang digunakan untuk memecahkan batu tersebut, tetapi alat ini
hanya dapat memecahkan batu dalam batas ukuran 3 cm ke bawah.
gelombang kejut dialirkan melalui air ke tubuh dan dipusatkan di
batu yang akan dipecahkan.Setelah batu itu pecah menjadi bagian
yang terkecil seperti pasir, sisa batu tersebut dikeluarkan secara
spontan

Gambar 12 Vessicolitotripsi transuretra

o Vesikolitotomi Perkutan
Merupakan alternatif terapi pada kasus batu pada anak-anak
atau pada penderita dengan kesulitan akses melalui uretra, batu
besar atau batu múltipel. Tindakan ini indikasi kontra pada adanya
riwayat keganasan kandung kemih, riwayat operasi daerah pelvis,
radioterapi, infeksi aktif pada saluran kemih atau dinding abdomen.
Angka bebas batu: 85-100%, Penyulit: tidak ada, dan Waktu yang
dibutuhkan : 40-100 menit.

o Vesikolitotomi Terbuka

37
Tehnik ini digunakan untuk memindah batu dengan ukuran
besar, juga di indikasikan untuk membuang prostate, dan
diverculotomy. Pengambilkan prostate secara terbuka
diindikasikan jika beratnya kira- kira 80-100gr. Keuntungan tehnik
ini adalah cepat, lebih mudah untuk memindahkan batu dalam
jumlah banyak, memindah batu yang melekat pada mukosa buli
dan kemampuannya untuk memindah batu yang besar dengan sisi
kasar. Tetapi kerugian penggunaan tehnik ini adalah pasien merasa
nyeri post operasi, lebih lama dirawat di rumah sakit, lebih lama
menggunakan kateter.

Gambar 13. Tindakan Open sitostomi

3.10 Komplikasi dan Prognosis


Batu vesika urinaria dapat menyebabkan kerusakan pada buli-buli (erosi
pada mukosa) yang mengakibatkan: Perdarahan, Divertikel Vesika urinaria,
Radang kronis, Obstruksi: Hidronefrosis, Hidroureter, Infeksi: sistitis, pionefrosis,
urosepsis, Vesiculo cutaneous Fistula, Gagal ginjal akut dan kronis
Sebagian besar kasus urolithiasis memiliki prognosis yang baik karena
sebagian besar batu ukuran 5-6 mm dapat keluar secara spontan dengan
penatalaksanaan konservatif atau medikamentosa. Pada batu berukuran lebih besar
atau terinfeksi, intervensi akut dini dan modalitas intervensi invasif dan minimal
invasif juga dilaporkan memberi luaran yang baik.Tingkat rekurensi urolithiasis

38
sebesar 50% dalam 5 tahun dan ≥ 70% dalam 10 tahun. Meningkatkan asupan
cairan, perbaikan pola diet, dan pemantauan rutin dapat mengurangi tingkat
rekurensi hingga 60%. 11, 12

BAB IV

39
KESIMPULAN

Vesikolitiasis merupakan penyakit batu tractus urinarius yang ditemukan


pada kandung empedu. Batu kandung kemih lebih banyak terjadi pada laki-laki
dari pada perempuan dengan perbandingan 3:1. Penyakit batu kandung empedu di
negara bagian bara ditemukan sekita 5%-10% penduduk sedangkan di Indonesia
Prevalensi yang belum diketahui karena tingkat penelitian yang masih kurang.
Namun, Diprediksikan prevalensi di negera Indonesia lebih banyak.

Faktor resiko vesikolitiasis berkaitan dengan factor interinsik seperti (Gender,


Usia, dan Genetik) dan factor eksterinsik (Asupan makanan, Aktifitas, Geografi,
dan Iklim). Batu kandung kemih terdiri dari beberapa jenis batu seperti batu
kalsium, Struvit, batu asam urat, dan batu sistin. Namun, jenis batu kandung
kemih yang sering ditemukan adalah batu asam urat, batu kalsium dan batu
struvite. Pembentukan batu pada kandung kemih belum diketahui pasti oleh para
peneliti. Terdapat beberapa teori yang dijelaskan dalam pembentukan batu
kandung empedu seperti teori nuclease, teuri matriks, teori kristalisasi, teori
epitakxy, dan teori kombinasi.

Gejala klinis yang dapat ditemukan pada keadaan vesikolitiasis seperti


Asimptomatis, Nyeri saat berkemih, BAK tertahan, Urine berwarna merah, dan
nokturia, dan nyeri pinggang saat terjadi komplikasi. Untuk mendiagnosis
vesikolitiasi dapat dilakukan dengan Anamnesis yang berkaitan dengan gejala,
Pemeriksaan fisik seperti Inspeksi, palpasi, dan perkusi pada region suprapubic,
dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan urinalisis. Laboratorium (fungsi
ginjal dan darah rutin), USG Tractus urinarius, fotopolos abdomen, IVP, dan CT-
Scan Non- kontras yang menjadi pemeriksaan Gold Standart. Penatalaksanaan
yang dapat dilakukan berkatian dengan medikamentosa dan pembedahan. Dimana
setelah dilakukan tindakan terapi secara umum pasien dengan vesikolitiasis
memiliki prognosis yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

40
1. Purnomo, B.B. 2011. Dasar-dasar Urologi; Edisi Ketiga, Jakarta: Sagung
Seto. R Sjamsu Hidajat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi revisi 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2. Sjamsu Hidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi revisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Reksoprodjo, Soelarto, dkk. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta:
Binarupa Aksara, 1995.
4. Margaret S, Yair L. Urinary Lithiasis: Etiology, Epidemiology, and
Pathogenesis in Campbell-Walsh Urology 10th ed. Philadelphia: Elsevier.
2012.p.1257-96.
5. Standring, S. 2004. Gray’s Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical
Practice. London: Elsevier.
6. Charles, F, et al. Schwart’z Manual of Surgery. Eight Edition. USA.
Medical Publishing Division. Mc Graw-Hill, 2006.
7. Sabiston, David C, dr. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC. 1995.h.212-8.
8. Al-Ansari A, Shamsodini A, Younis N, et al: Extracorporeal shock
wave lithotripsy monotherapy for treatment of patients with urethral and
bladder stone presenting with acute urinary retention. Urology 2005.
9. McLatchie, Greg; Borley, Neil; Chikwe, Joanna. Oxford Hand book of
Clinical Surgery, 3rd edition. Oxford University Press. 2007
10. Richter S, Ringer A, Sluzker D: Combined cystolithotomy and
transurethral resection of prostate: best management of infravesical
obstruction and massive or multiple bladder stone. Urology 2002; 59
(5):688-691.
11. Schwartz BF, Stoller ML.: The vesical calculus. Urol Clin North Am
2000;27(2):333-346
12. Staf pengajar ilmu bedah UI. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta : Bina
Rupa Aksara.2010.h.178-80.

41

You might also like