You are on page 1of 9

LAPORAN PRAKTIKUM I

PENGAMBILAN ORGAN BINATANG UJI DAN FIKSASI

SITOHISTOTEKNOLOGI

Disusun oleh :
Nama : Dea Amaliya
NIM : P07134221016
Prodi : STr Teknologi Laboratorium Medis

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
2022/2023
A. Hari, tanggal
Senin, 6 Februari 2023
B. Judul
Pengambilan Organ Binatang Uji dan Fiksasi
C. Tujuan
Mengambil organ tubuh mencit untuk difiksasi dengan formalin
D. Dasar Teori
Mencit merupakan salah satu hewan yang sering dipakai untuk percobaan.
Penggunaan mencit sebagai model laboratorium berkisar 40%. Mencit banyak
digunakan sebagai hewan laboratorium karena memiliki kelebihan seperti siklus hidup
relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi, mudah
ditangani, serta sifat produksi dan karakteristik reproduksinya mirip hewan mamalia
lain, seperti sapi, kambing, domba, dan babi (Nugroho, 2018).
Mencit seringkali digunakan dalam penelitian di laboratorium yang berkaitan
dengan bidang fisiologi, farmakologi, toksikologi, patologi, histopatologi (Bähr dan
Wolf, 2012; Franco, 2013; Huet et al., 2013; Seok et al., 2013; Perrin, 2014; Pound
dan Bracken, 2014; Andersen dan Winter, 2019; Herrmann et al., 2019) hingga
psikiatri (Fonio et al., 2009). Mencit banyak digunakan sebagai hewan laboratorium
karena memiliki kelebihan seperti siklus hidup relatif pendek, banyaknya jumlah anak
per kelahiran, mudah ditangani, memiliki karakteristik reproduksinya mirip dengan
hewan mamalia lain, struktur anatomi, fisiologi serta genetik yang mirip dengan
manusia (Fianti, 2017; Herrmann et al., 2019).
Mencit dapat hidup mencapai umur 1-3 tahun. Hewan ini paling kecil diantara
jenisnya dan memiliki galur mencit yang berwarna putih. Mencit termasuk hewan
pengerat (rodentia) yang dapat dengan cepat berkembang biak. Mencit liar atau
mencit rumah adalah hewan semarga dengan mencit laboratorium. Pemeliharan
hewan ini relative muda, walaupun dalam jumlah yang banyak. Pemeliharaannya
ekonomis dan efisien dalam hal tempat dan biaya. Mencit laboratorium mempunyai
berat badan yang hampir sama dengan mencit liar, yaitu 18-20 gram pada umur 4
minggu dan 30-40 gram pada umur 6 minggu atau lebih. Mencit memiliki variasi
genetic cukup besar serta sifat anatomis dan 27 fisiologinya terkarakterisasi dengan
baik (Malole & Pramono, 1989).
Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia yang mempunyai ciri
fisiologi dan biokomia yang hampir menyerupai manusia. Mencit memiliki
kemampuan fisik yang khas/unik, kemampuan tersebut yaitu meloncat, mencit dapat
meloncat vertikal hingga 25 cm. Mencit banyak digunakan sebagai hewan uji karena
hewan ini memiliki sistem reproduksi, pernapasan, dan peredaran darah yang
menyerupai manusia. Salah satu keuntungan penggunaan mencit sebagai hewan uji
karena mencit memiliki sistem reproduksi yang singkat dan keturunan yang dihasilkan
banyak (Ngatidjan & Hakim, 2006).
Mencit jantan lebih banyak digunakan dalam penelitian karena aktif dalam
beraktivitas (Oktiansyah, 2015). selain itu, mencit jantan juga tidak dipengaruhi oleh
hormonal sebagaimana mencit betina (Legorreta-Herrera dkk., 2018). Pemilihan jenis
kelamin jantan lebih didasarkan pada pertimbangan bahwa mencit jantan tidak
mempunyai hormon estrogen, jikalaupun ada hanya dalam jumlah yang relatif sedikit
serta kondisi hormonal pada jantan lebih stabil jika dibandingkan dengan mencit
betina, karena pada mencit betina mengalami perubahan kondisi hormonal pada masa-
masa tertentu seperti pada masa siklus estrus, masa kehamilan dan menyusui yang
dapat mempengaruhi kondisi psikologis hewan uji tersebut. Selain itu tingkat stress
pada mencit betina lebih tinggi dibandingkan dengan mencit jantan yang mungkin
dapat mengganggu pada saat pengujian (Ariyanti dkk., 2007).
Mus musculus betina dapat dikenali karena jarak yang berdekatan antar lubang
anus dan lubang genitalnya. Testis pada Mus musculus jantan pada saat matang
seksual terlihat sangat jelas, berukuran relatif besar dan biasanya tidak tertutup oleh
rambut. Testis dapat ditarik masuk ke dalam tubuh. Mus musculus betina memiliki
lima pasang kelenjar susu dan puting susu sedang pada Mus musculus jantan tidak
dijumpai (Suckow dkk., 2006).
Fiksasi dapat dianggap sebagai "serangkaian kejadian kimiawi yang
kompleks". Meskipun sekarang kita dapat mendefinisikan beberapa mekanisme
fiksasi ini, pemahaman kita tentang banyak hal yang terjadi selama fiksasi masih
banyak yang harus dicari. Pada sel atau jaringan yang akan difiksasi tersusun atas sel
dan komponen ekstraselular. Sel dan komponen ekstraselular terdiri dari elemen
peptida dan protein, lipid dan fosfolipid (membran), karbohidrat dan kompleks
karbohidrat, berbagai jenis RNA dan DNA dan sebagainya. Elemen-elemen ini akan
bereaksi selama proses fiksasi dan akan tergantung pada jenis fiksasi yang digunakan,
baik itu akan dihilangkan atau dipertahankan. Beberapa elemen tersebut akan bereaksi
secara kimia dengan fiksatif, distabilisasi oleh mekanisme “cross-linking” sehingga
dapat. Ada pula elemen yang tidak terpengaruh oleh larutan fiksasi namun “terjebak”
dalam sel atau jaringan akibat terbentuknya elemen baru.
Struktur sel dan jaringan ditentukan oleh bentuk dan ukuran makromolekul di
dalam dan sekitar sel. Makromolekul utama di dalam sel adalah protein dan asam
nukleat. Pada hewan vertebrata, makromolekul di permukaan luar sel dan di ruang
ekstraselular adalah glikoprotein dan proteoglikan, di mana banyak bahan karbohidrat
secara kovalen bergabung dengan molekul protein. Karbohidrat pda sel bersifat
hidrofilik, dimana karbohidrat ini akan menyimpan banyak air di ruang ekstraselular
yang dikatan dengan ikatan hidrogen. Selain kandungan tersebut, tentu saja tubuh kita
ini terbentuk dari komponen besar air. Air setidaknya menyumbang sekitar 60% dari
berat tubuh manusia. Dengan adanya kandungan protein, air dan karbohidrat tersebut,
dapat menyebabkan kerusakan/kematian dari sel baik yang disebabkan dari factor
internal maupun factor eksternal.
Sedangkan untuk membuat suatu sediaan yang baik, sel dan jaringan yang
akan diamati diharapkan sangat mirip dengan kondisi ketika masih hidup. Oleh karena
itu bagian penting dari pada teknik pembuatan sediaan histologik dan sitologik adalah
bagaimana caranya agar sel dan jaringan dapat tetap terjaga secara alami. Untuk
mencapai hal ini, maka jaringan yang diambil dari tubuh atau sel yang dibuat dengan
teknik apusan harus segera diawetkan pada suatu cairan yang disebut dengan teknik
fiksasi. Walaupun pada kasus-kasus apusan, teknik fiksasi dapat dilakukan dengan
mengeringkan di suhu ruang atau dengan pemanasan. Menurut definisi, fiksatif
mengubah komposisi kimia dan fisik asli dari jaringan. Selain mengubah sifat kimia
sel dan jaringan yang digunakan, fiksasi dapat juga menyebabkan perubahan fisik
pada komponen seluler dan ekstraselular. Mekanisme kerja dari fiksasi pada dasarnya
adalah mengawetkan bentuk sel dan organel sehingga mendekati bentuk ketika masih
di tubuh. Dengan pemberian cairan fiksasi, maka akan mengubah komposisi jaringan
secara kimiawi ataupun secara fisik.
Tujuan umum dari fiksasi jaringan adalah menjaga komponen sel dan jaringan
seperti ketika sel itu masih dalam kondisi hidup. Dalam proses fiksasi dan langkah-
langkah selanjutnya dalam pembuatan sediaan jaringan tentu ada perubahan
substansial pada komposisi dan tampilan komponen sel dan jaringan. Dan ini
kadangkala proses ini menghasilkan sediaan yang cukup jauh dari keadaan yang ideal.
Namun jika dilakukan dengan hati-hati, kita diharapkan dapat menghasilkan sediaan
yang secara karakteristik kimia maupun struktur yang baik sehingga memungkinkan
pengamatan menghasilkan nilai yang maksimal.
Secara teknis fiksasi bertujuan untuk mencegah atau menahan proses
degeneratif yang dimulai segera setelah jaringan lepas dari kontrol tubuh dan
kehilangan pasokan darahnya. Proses degeneratif ini kadangkala disebut dengan
proses penurunan metabolisme atau penghentian metabolisme yang berujung terhadap
kematian sel dan penghancuran sel. Selain dari proses degeneratif, kehilangan dan
difusi zat terlarut di dalam sel harus dihindari semaksimal mungkin dengan
mekanisme pengendapan atau koagulasi komponen ini dengan mekanisme “cross
linked” dengan komponen struktural lain yang tidak dapat larut. Jaringan harus
dilindungi dari kerusakan akibat proses pematangan jaringan termasuk infiltrasi pada
suhu tinggi di dalam parafin cair. Selain dari kerusakan struktural, hal yang paling
penting lainnya adalah mempertahankan jaringan dari kerusakan yang dapat
menghilangkan (negatif palsu) atau memunculkan reaktivitas (positif palsu) terhadap
pewarnaan dan reagen lainnya termasuk antibodi dan probe asam nukleat.
Penting untuk disadari bahwa pada awal fiksatif akan menghasilkan sejumlah
perubahan pada jaringan. Perubahan ini termasuk penyusutan, pembengkakan dan
pengerasan berbagai komponen. Namun perubahan akan terjadi kembali ketika
jaringan dilakukan proses selanjutnya. Misalnya ketika jaringan dimasukkan ke dalam
larutan fiksasi formalin 10%, maka jaringan akan mengalami sedikit namun ketika
jaringan masuk ke dalam pematangan jaringan, maka spesimen kemungkinan akan
menyusut kembali hingga 20% - 30% dari volumenya.Proses fiksatif yang dilakukan
pada jaringan tertentu dapat juga mempengaruhi elemen yang akan diwarnai dengan
berbagai reagen histokimia dan immuno-histokimia. Dari berbagai peran dan efek
fiksasi, maka perlu diperhatikan tujuan akhir dari jaringan yang akan diproses,
dipotong dan diwarnai apakah struktur atau komponen kimiawi.
E. Alat dan Bahan
Alat : 1. Gunting bedah Bahan: 1. Tikus
2. Pinset bedah 2. Kertas
3. Box Mencit 3. Dietil Eter
4. Tisu 4. NaCl
5. Gelas Kimia 5. Formalin
6. Alas bedah
7. Jarum Pentul
F. Cara Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Membius tikus putih dengan menggunakan tisu yang dibasahi Dietil eter, caranya
tisu yang sudah dibasahi eter dimasukkan ke dalam box yang berisi mencit,
ditunggu hingga mencit tidak bergerak

3. Meletakkan mencit diatas alas pembedahan dengan posisi terlentang lalu


ditusukkan jarum pentul pada tangan dan kaki mencit untuk menahan mencit
4. Menguliti mencit hingga terlihat lapisan kulitnya untuk dibedah
5. Membedah tubuh mencit menggunakan gunting bedah yang steril
6. Mengamati organ-organ tubuh mencit yang sudah terlihat, lalu mulai diambil dan
diletakkan pada kertas
7. Mencuci organ dengan menggunakan NaCl sebanyak 3 kali pencucian
8. Melakukan fiksasi menggunakan formalin
9. Melaporkan hasil praktikum

G. Hasil
Gambar Keterangan
Proses pembiusan mencit

Proses pembedahan mencit


Proses pengambilan organ-organ tikus

Contoh organ yang telah dipisahkan

Alat reproduksi tikus betina dan


Organ Otak

Proses Pencucian dengan NaCl


Organ difiksasi dengan formalin

H. Pembahasan
Pada praktikum yang telah dilakukan kali ini, didapatkan organ-organ tubuh
dari mencit jantan dan juga betina. Organ-organ yang didapat ada jantung, hati, paru-
paru, lambung, pankreas, usus, otak, diafragma, testis pada tikus jantan, dan ovarium
pada tikus betina. Organ-organ yang telah diambil kemuadian dicuci dengan larutan
NaCl sebanyak tiga kali pencucian pada tiga gelas yang berbeda. Setalah dicuci
dengan NaCl, organ-organ tersebut difiksasi kedalam formalin pada tabung yang
sudah disiapkan.
I. Kesimpulan
Pembedahan tikus putih berhasil dilakukan, organ-organ tikus jantan dan juga
tikus betina yang didapat sedang mengalami proses fiksasi dengan formalin. Untuk
selanjutnya akan dilanjutkan dengan proses dehidrasi dan dibuat preparat awetan.
J. Referensi
Mu’nisa, A., Jumadi, O., Junda, M., Caronge, M. W., & Hamjaya, H. 2022. Teknik
Manajemen dan Pengelolaan Hewan Coba. Makassar: Penerbit Jurusan
Biologi FMIPA UNM.
Mutiarahmi, C. N., Hartady, T., & Lesmana, R. 2021. Kajian Pustaka: Penggunaan
Mencit Sebagai Hewan Coba di Laboratorium yang Mengacu pada Prinsip
Kesejahteraan Hewan. http://ojs.unud.ac.id/php.index/imv. Diakses pada
tanggal 20 Februari 2023.
Khristisn, E & Inderiati, D. 2017. Bahan Ajar Teknologi Laboratorium Medis
Sitohistoteknologi. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

You might also like