Professional Documents
Culture Documents
Ekstraksi Bijih Nikel Limonit Dengan Pro
Ekstraksi Bijih Nikel Limonit Dengan Pro
TUGAS AKHIR
Oleh:
Tanggal : ..........................................
i
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
Bandung,
Disetujui untuk Program Studi Sarjana
Teknik Metalurgi ITB
Oleh :
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat,
dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Dengan
terselesaikannya Tugas Akhir ini, penulis ingin mengucapkan terimakasihsebesar-
besarnya kepada:
1. Dr. –Ing. Zulfiadi Zulhan S.T., M.T. selaku dosen pembimbing telah
memberikan dukungan, saran, dan kritik yang sangat membangun selama
proses pembuatan tugas akhir ini.
2. Dr. Eng. Akhmad Ardian Korda, S.T., M.T. selaku Ketua Program Studi
Teknik Metalurgi yang telah memberikan arahan.
3. Dr. Ir. Edy Sanwani, M.T. selaku kepala Laboratorium Pengolahan Bahan
Galian yang telah memberi izin penggunaan fasilitas Laboratorium
Pengolahan Bahan Galian.
4. Dr. mont. M. Zaki Mubarok, ST., M.T. selaku Kepala Laboratorium
Hidrometalurgi dan Elektrometalurgi yang telah memberikan izin
penggunaan fasilitas AAS.
5. Dr. Ir. Ismi Handayani, M.T. selaku dosen wali yang telah mendukung dan
membantu penulis selama melakukan studi di Teknik Metalurgi ITB.
6. Seluruh dosen dan staf pengajar Program Studi Teknik Metalurgi ITB atas
ilmu yang telah diberikan baik di dalam maupun di luar kelas.
7. PT ANTAM (Persero) Tbk. yang telah memberikan bijih nikel limonit untuk
percobaan yang dilakukan selama menyelesaikan tugas akhir di Program Studi
Teknik Metalurgi ITB.
8. Seluruh staf Tata Usaha TA/MG yang memberikan bantuan administrasi
selama mengikuti pembelajaran di Program Studi Teknik Metalurgi ITB.
9. Ibu Nurpradesi Ambartiwi yang telah membantu penulis untuk melakukan
analisis sampel menggunakan AAS.
10. Bapak Rezky Iriansyah Anugrah, S.T., M.T. yang telah mempermudah
perizinan penulis untuk menggunakan alat ring mill.
iii
11. Bapak Ashari dan Ibu Tatik Sutikah yang selalu mendoakan, mendukung, dan
membantu penulis baik secara moril maupun materiil selama berkuliah dan
menyelesaikan tugas akhir di Program Studi Teknik Metalurgi ITB.
12. Kakak Citra Astuti S.IP dan dr. Novia Hartanti yang selalu menyemangati
penulis selama proses percobaan dan penulisan tugas akhir ini.
13. Dzikri, Ponky, Much, seluruh Badan Pengurus IMMG ITB 16/17, dan seluruh
Staff & Maganger Bidang Keilmuan dan Keprofesian IMMG ITB 16/17.
14. Rio sebagai ketua angkatan dan seluruh Keluarga Teknik Metalurgi 2013
(Metcup) atas pengalaman dan motivasi yang diberikan selama menjalani
pendidikan bersama di ITB.
15. Vania, Cucu, Elsa, Mahdy, Cheryl, Akmal, Safira, Zai, dan Eka selaku teman
berdiskusi dalam proses pembuatan tugas akhir ini.
16. Arga, Irul, Alim, dan Salman sebagai teman kontrakan selama penulis
menjalani pendidikan di ITB.
17. Agus dan Sofyan sebagai teman penulis dari SMA yang telah menghibur dan
memotivasi selama menjalani pendidikan di ITB.
18. Pihak terkait lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang selalu
memberikan bantuan, dukungan, kritik, dan saran kepada penulis selama
percobaan dan penyusunan tugas akhir.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih belum sempurna. Oleh karena itu,
penulis akan selalu menerima kritik dan saran yang membangun agar kedepannya
dapat dihasilkan karya yang lebih baik dan berkualitas.
Penulis,
Wahyu Dwi Sulakso
iv
PENGARUH PENAMBAHAN CaSO4 DAN CaO TERHADAP
PEROLEHAN NIKEL DAN BESI DARI BRIKET KOMPOSIT BIJIH
NIKEL LIMONIT DENGAN METODE ISOTERMAL-GRADIEN
TEMPERATUR
ABSTRAK
Nikel merupakan unsur yang penting bagi kehidupan manusia dalam bidang
industri paduan logam, khususnya paduan logam baja tahan karat. Nikel
ditambahkan pada baja tahan karat untuk membuat baja tetap pada fasa austenit,
baja ini disebut baja tahan karat austenitik. Baja tahan karat austenitik memiliki
kandungan nikel paling sedikit yaitu 8%. Pengolahan bijih nikel laterit telah
banyak dilakukan penelitian untuk memperoleh kandungan nikel yang tinggi.
Namun, penelitian pengolahan nikel laterit menggunakan bahan imbuh CaSO 4
masih minim dilakukan. Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat
menemukan metode pengolahan bijih nikel kadar rendah yang lebih efisien
dengan penambahan suatu bahan imbuh.
Pada penelitian ini, bijih nikel limonit dari Sulawesi Tenggara direduksi dengan
penambahan batubara dan bahan imbuh berupa CaSO4 dan CaO. Bijih nikel
limonit dilakukan karakterisasi awal dengan XRD, XRF, dan AAS. Batubara
dilakukan pengujian ultimat dan proksimat. Adapun variasi penambahan CaSO4
yaitu 2,5% ; 5% ; 7,5% ; 10%, sedangkan variasi penambahan CaO yaitu 2,5%
dan 5%. Proses reduksi berlangsung dengan metode isotermal-gradien temperatur
yang terdiri dari 3 tahap. Tahap pertama adalah penahanan pada 1000°C selama
30 menit, kemudian dilanjutkan dengan gradien menuju 1400°C dengan laju
6,67°C/menit, dan diakhiri dengan penahanan pada 1400°C selama 60 menit.
Produk akhir berupa logam feronikel yang dianilisis dengan AAS untuk
selanjutnya diolah menjadi data berupa persen perolehan dari nikel dan besi.
Kemudian analisis menggunakan SEM-EDS dilakukan untuk mengetahui kadar
dari nikel dan besi, serta untuk mempelajari perubahan hasil reduksi yang terjadi.
v
EFFECT OF CaSO4 AND CaO ADDITION TO RECOVERY OF NICKEL
AND IRON FROM NICKEL LIMONITE COMPOSITE BRIQUETTE
WITH ISOTHERMAL-GRADIENT TEMPERATURE METHOD
ABSTRACT
Nickel is an essential element for human life in the field of metal alloy industry,
especially for stainless steel alloys. Nickel is added to the stainless steel to make
steels fixed in the austenite phase, this steel is called austenitic stainless steel.
Austenitic stainless steel has 8% nickel content. A lot of researches have been
conducted in order to process nickel limonite ore to obtain high nickel content in
the ferronickel product. However, lateritic nickel processing research using
CaSO4 is still minimal. This research is conducted an efficient low grade nickel
ore processing method with the addition of additives.
In this study, limonite nickel ore from Southeast Sulawesi was reduced by the
addition of coal and additives in the form of CaSO4 and CaO. The limonite nickel
ore was initialized by XRD, XRF, and AAS. Proximate and ultimate analysis
were conducted on coal. The variation of CaSO4 addition was 2.5%; 5%; 7.5%;
and 10%, while the variation of CaO addition was 2.5% and 5%. The reduction
process took place with an isothermal-gradient method consisting of 3 stages. The
first stage was holding at 1000 °C for 30 minutes, then continued with a gradient
to 1400 °C at heating rate of 6.67 °C/min, and terminated by holding at 1400 °C
for 60 minutes. The final product in the form of ferronickel metal was annalyzed
by AAS for determination of recovery of nickel and iron. Then SEM-EDS
analysis was carried out to determine the content of nickel and iron, and to
observe the influence of additives on the final condition at ferronickel nugget.
The results showed that the use of isothermal-temperature gradient method with
the addition of CaSO4 and CaO to limonite nickel composite briquettes produced
ferronickel metal both inside and on the surface of the briquette. Then the addition
of CaSO4 and CaO can affect iron and nickel content and recovery. The highest
nickel recovery of 46.26% was obtained by the addition of 7.5% CaSO4 and 2.5%
CaO with nickel content of 2,02%. The iron highest recovery of 73.34% was
obtained by the addition of 10% CaSO4 and 0% CaO.
vi
DAFTAR ISI
vii
3.1.5 Analisa Logam Hasil Reduksi Bijih Nikel Limonit ................ 17
3.2. Hasil Percobaan ............................................................................. 18
3.2.1 Karakterisasi Bijih Nikel Limonit ........................................... 18
3.2.2 Karakterisasi Batubara ............................................................. 20
3.2.3 Foto Hasil Reduksi dengan Variasi Bahan Imbuh CaSO4 ....... 20
3.2.4 Foto Hasil Reduksi dengan Variasi Bahan Imbuh CaO .......... 22
3.2.5 Data Hasil Feronikel ............................................................... 22
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................. 25
4.1. Penggunaan Metode Isotermal-Gradien Temperatur Pada
Reduksi Briket Komposit Nikel Limonit dengan Penambahan
Bahan Imbuh......................................................................................... 25
4.2. Pengaruh Penambahan Bahan Imbuh Terhadap Persen
Perolehan serta Kadar Nikel dan Besi .................................................. 27
4.2.1 Pengaruh Penambahan CaSO4 ................................................ 27
4.2.2 Pengaruh Penambahan CaO .................................................... 33
4.3. Pengaruh Penambahan Bahan Imbuh Terhadap Diameter
Nugget................................................................................................... 38
4.3.1 Pengaruh Penambahan CaSO4 ................................................ 38
4.3.2 Pengaruh Penambahan CaO .................................................... 39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 41
5.1. Kesimpulan .................................................................................... 41
5.2. Saran .............................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 42
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
Gambar 3.9 Hasil reduksi dengan penambahan 2,5% CaO. (a) Penampakan
briket (b) Penampakan nugget ....................................................... 22
Gambar 3.10 Hasil reduksi dengan penambahan 5% CaO. (a) Penampakan
briket (b) Penampakan nugget ....................................................... 22
Gambar 4.1 Penampakan briket. (a) Briket komposit penelitian
Gibranata[10]. (b) Briket komposit dengan penambahan CaSO4.
(c) Briket komposit dengan penambahan CaSO4 dan CaO ........... 26
Gambar 4.2 Penampakan briket saat penambahan 12% CaSO4 ........................ 28
Gambar 4.3 Persen perolehan nikel pada variasi CaO dan penambahan
CaSO4 ............................................................................................ 30
Gambar 4.4 Persen perolehan besi pada variasi CaO dan penambahan
CaSO4 ............................................................................................ 31
Gambar 4.5 Hasil SEM back scattered electron pada nugget dengan
penambahan 0% CaSO4 dan 0% CaO ........................................... 32
Gambar 4.6 Hasil SEM back scattered electron pada nugget dengan
penambahan 10% CaSO4 ............................................................... 32
Gambar 4.7 Penampakan briket saat penambahan lebih dari 5% CaO ............. 33
Gambar 4.8 Persen perolehan nikel pada variasi CaSO4 dan penambahan
CaO ................................................................................................ 34
Gambar 4.9 Persen perolehan besi pada variasi CaSO4 dan penambahan
CaO ................................................................................................ 35
Gambar 4.10 Hasil SEM back scattered electron pada nugget dengan
penambahan 5% CaO .................................................................... 36
Gambar 4.11 Hasil SEM back scattered electron pada nugget dengan
penambahan 7,5% CaSO4 dan 2,5% CaO ..................................... 37
Gambar 4.12 Pengaruh penambahan CaO pada sistem terner CaO-Al2O3-
SiO2................................................................................................ 37
Gambar 4.13 Perubahan diameter nugget pada variasi CaO dan penambahan
CaSO4 ............................................................................................ 38
Gambar 4.14 Hasil SEM pada nugget. (a) Penambahan 10% CaSO4. (b)
Penambahan 7,5% CaSO4 dan 2,5% CaO ..................................... 39
xi
Gambar 4.15 Perubahan diameter nugget pada variasi CaSO4 dan
penambahan CaO........................................................................... 40
Gambar 4.16 Hasil SEM pada nugget dengan penambahan 5% CaO................. 40
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Nikel didefinisikan sebagai sebuah unsur pada tahun 1751 oleh Alex Cronstedt.
Nikel pertama kali diaplikasikan pada tahun 1820 dalam suatu paduan nikel,
tembaga, dan seng, dimana paduan tersebut sebagai pengganti dari perak [1].
Produksi nikel berkembang pesat dari abad 19 hingga abad 20 yang dapat dilihat
pada Gambar 1.1. Nikel merupakan unsur yang penting bagi kehidupan manusia
dalam bidang industri paduan logam, khususnya paduan logam baja tahan karat.
Nikel ditambahkan pada baja tahan karat untuk membuat baja tetap pada fasa
austenit, baja ini disebut baja tahan karat austenitik. Baja tahan karat austenitik
memiliki kandungan nikel paling sedikit yaitu 8% [2]. Baja tahan karat austenitik
memiliki kekuatan yang sangat baik dan tahan korosi pada temperatur yang
tinggi[3].
1
Pengolahan bijih nikel laterit lebih sulit dibandingkan dengan pengolahan bijih
nikel sulfida, hal tersebut dikarenakan bijih nikel laterit sulit dilakukan proses
konsentrasi karena akan mengalami pembentukan senyawa kompleks antara nikel
dengan senyawa lain. Kadar nikel dalam tipe sulfida secara komersial bervariasi
antara 0,5-8% Ni, sedangkan dari tipe laterit sekitar 1-2% Ni. Bijih nikel sulfida
sering mengandung logam lainnya, seperti kobalt, tembaga, atau platinum. Bijih
nikel laterit terbentuk di lingkungan yang hangat, lembab, tropis atau subtropis
ketika batuan beku dengan jumlah rendah silika dan jumlah tinggi magnesium
dihancurkan oleh pelapukan kimia[5].
Indonesia memiliki sumber daya nikel sebesar 5.756 juta ton bijih dengan
cadangan nikel sebesar 3.197 juta ton bijih yang tersebar di Sulawesi, Kalimantan,
Nusa Tenggara, Jawa, Maluku, dan Papua[6]. Sumber daya nikel tersebut telah
ditambang dan diekspor sebagian dalam bentuk bijih nikel, nickel matte, ataupun
feronikel. Di Indonesia saat ini telah diberlakukan Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009 tentang pengolahan dan pemurnian mineral. Pada Peraturan Menteri
ESDM Nomor 5 Tahun 2017 Pasal 9 Ayat 1 dan 2 menyebutkan bahwa bijih nikel
dengan kadar di bawah 1,7% harus dimanfaatkan di dalam negeri sebanyak 30%
dari berat bijih nikel yang ditambang. Produksi nikel mengalami peningkatan
berdasarkan konsumsi yang terus meningkat setiap tahunnya. Secara data
konsumsi, konsumsi terhadap nikel mengalami peningkatan, hal tersebut dapat
terlihat dari Gambar 1.2.
2
Nikel laterit diolah untuk menghasilkan feronikel yang merupakan bahan baku
dari pembuatan baja tahan karat, dan juga sebagian dari nikel laterit tersebut
diolah untuk membuat nickel matte. Nikel sulfida diolah dan dimurnikan untuk
menghasilkan nikel dengan kadar tinggi. Kedua tipe bijih nikel tersebut tersebar di
berbagai negara di dunia yang telah diolah untuk memenuhi kebutuhan nikel
secara global. Data produksi yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Mineral
dan Batubara menunjukkan bahwa produksi feronikel dan bijih nikel yang
fluktuatif selama beberapa tahun. Gambar 1.3 menunjukkan negara-negara
produsen nikel terbesar di dunia.
Di dunia saat ini proses pemurnian bijih nikel laterit yang banyak digunakan oleh
industri peleburan nikel adalah teknologi Rotary Kiln-Electric Furnace (RK-
EF)[5]. Teknologi tersebut menggunakan energi yang cukup besar yaitu sekitar
600 kWh/t kalsin, sehingga hanya cocok untuk industri yang dapat menghasilkan
listrik sendiri sehingga teknologi tersebut tetap ekonomis. Hal tersebut seperti
yang dilakukan oleh PT. Vale Indonesia Tbk. yang memanfaatkan air sebagai
sumber energi listrik sehingga perusahaan tersebut tetap mendapatkan
keuntungan[9]. Apabila suatu perusahaan tidak dapat menghasilkan listrik sendiri,
maka dibutuhkan suatu metode yang dapat menghasilkan produk nikel dengan
kadar nikel yang cukup tinggi secara efisien.
3
Pada penelitian ini dilakukan studi pengaruh variasi penambahan bahan imbuh
CaSO4 dan CaO terhadap reduksi briket komposit bijih nikel limonit dengan
metode isotermal-gradien temperatur. Pada penelitian sebelumnya telah
didapatkan gradien temperatur optimum, temperatur penahanan akhir optimum,
serta waktu penahanan akhir optimum untuk reduksi bijih nikel limonit. Penelitian
ini dilakukan dengan harapan untuk mendapatkan metode pengolahan bijih nikel
kadar rendah yang lebih efisien dengan penambahan suatu bahan imbuh.
4
penelitian tersebut didapatkan bahwa temperatur penahanan awal tidak
berpengaruh pada hasil yang didapatkan.
Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan studi reduksi bijih nikel
limonit dengan metode isotermal-gradien temperatur dengan temperatur
penahanan awal 1000°C selama 30 menit, gradien temperatur sebesar
6,67°C/menit, dan dilakukan penahanan akhir pada temperatur 1400°C selama 60
menit
Bijih nikel limonit pada percobaan ini berasal dari Sulawesi Tenggara. Percobaan
ini dilakukan dengan diawali preparasi bijih. Bijih tersebut dilakukan pengeringan
terlebih dahulu di dalam tanur pengering pada temperatur 130°C sebelum
dilakukan proses penggerusan, dikarenakan bijih tersebut memiliki karakteristik
sangat basah sehingga sulit dilakukan penggerusan. Setelah dilakukan
pengeringan, maka dilakukan penggerusan dan pengayakan sampai didapatkan
bijih dengan fraksi -65#. Setelah mendapatkan bijih dengan fraksi tersebut, maka
dilakukan pengeringan lebih lanjut di dalam oven pada temperatur 130°C selama
24 jam. Setelah itu pengambilan sampel dilakukan dengan metode coning and
quartering untuk selanjutnya dianalisis dengan XRF dan XRD. Data komposisi
senyawa dan mineral yang terkandung dalam bijih tersebut sebagai hasil
karakterisasi awal.
Batubara juga dilakukan preparasi awal untuk bahan reduktor pada percobaan ini.
Batubara dilakukan penggerusan dan pengayakan hingga didapatkan batubara
dengan fraksi -35#. Setelah mendapatkan batubara dengan fraksi tersebut, maka
batubara dilakukan pengeringan di dalam oven pada temperatur 130°C selama 16
jam. Hal tersebut mengacu pada penelitian yang sudah dilakukan oleh Fess[12]
bahwa batubara jenis sub-bituminus harus dilakukan pengeringan minimal selama
16 jam pada temperatur 130°C untuk menghilangkan kandungan air
permukaannya. Data komposisi senyawa kimia pada bijih nikel limonit dan fixed
carbon kemudian diolah menggunakan perangkat lunak Factsage untuk
mengetahui pengaruh penambahan CaSO4 dan CaO terhadap reduksi bijih nikel
limonit tersebut.
5
Penelitian ini dilakukan dengan memvariasikan penambahan bahan imbuh CaSO4
dan CaO. Bahan imbuh CaSO4 diteliti pada penambahan 0% ; 2,5% ; 5% ; 7,5% ;
10%. Kemudian CaO juga sebagai bahan imbuh diteliti pada penambahan 0% ;
2,5% ; 5%. Proses redukai berlangsung dengan metode isotermal-gradien yang
terdiri dari 3 tahapan. Tahap pertama adalah tahap isotermal 1000°C selama 30
menit. Tahap selanjutnya yaitu dengan gradien menuju 1400°C dengan laju
6,67°C/menit. Tahap terakhir dilakukan dengan isotermal 1400°C selama 60
menit. Percobaan reduksi bijih nikel limonit ini dilakukan secara triplo agar hasil
yang didapatkan menjadi akurat. Skema metode penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1.4.
6
Gambar 1.4 Skema metode penelitian.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Identifikasi lapisan laterit sangat penting dilakukan karena setiap lapisan mineral tersebut
memiliki metode pengolahan yang berbeda. Proses pengolahan laterit memiliki 2 rute proses
utama, yaitu peleburan untuk memproduksi feronikel dan pelindian untuk memproduksi logam
nikel. Kandungan nikel di dalam bijih nikel limonit sangat rendah sehingga lebih ekonomis
menggunakan metode pelindian, sedangkan kandungan nikel di dalam bijih nikel saprolit cukup
tinggi sehingga lebih ekonomis menggunakan metode peleburan. Bijih nikel limonit dan saprolit
mengandung sekitar 1,3%-2,5% Ni dan 0,05-0,15% Co yang perlu dikonsentrasi sebelum
dilakukan proses pemurnian, seperti crushing, grinding, dan screening[13].
Diagram Ellingham adalah sebuah diagram yang memplot energi bebas Gibbs standar dengan
temperatur. Energi bebas pembentukan memiliki nilai negatif untuk logam oksida, dan nilai ∆G
ditunjukkan dengan nilai yang negatif. Temperatur dimana logam atau oksida meleleh atau
teruapkan ditandai pada diagram Ellingham. Diagram Ellingham ditampilkan dengan garis-garis
yang menyatakan reaksi logam membentuk oksidanya dengan rasio H2/H2O, CO/CO2, dan
tekanan parsial oksigen seperti pada Gambar 2.2. Ketika menggunakan karbon sebagai agen
pereduksinya, maka dibutuhkan rasio minimum dari CO terhadap CO2 yang akan mereduksi
logam oksida.
Proses reduksi bijih nikel laterit dapat menggunakan reduktor batubara yang mengandung karbon
untuk mendapatkan produk feronikel. Feronikel mengandung nikel dan besi dengan kandungan
masing-masing sekitar 20-40% Ni dan 80-60% Fe[15]. Perbandingan CO/CO2 harus tetap dijaga
9
selama proses reduksi berlangsung agar didapatkan feronikel yang optimum. Dari diagram
Ellingham tersebut, karbon dapat mereduksi nikel oksida membentuk logam nikel diatas
temperatur 450°C. Di dalam bijih nikel laterit juga terdapat besi oksida yang harus direduksi
untuk membentuk logam besi agar produk akhirnya berupa ferronikel. Menurut diagram
Ellingham, besi oksida dapat direduksi membentuk logam besi diatas temperatur 720°C.
10
2.3.1 Pengaruh Penambahan CaSO4
Simulasi program Factsage pada temperatur 1400°C menunjukkan persen perolehan nikel
mencapai 99% selama penambahan CaSO4. Namun, persen perolehan besi semakin menurun
seiring bertambahnya CaSO4 hingga perolehannya mencapai dibawah 25% pada 10%
penambahan CaSO4. Persen perolehan nikel dan besi dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Hasil Factsage penambahan CaSO4 terhadap persen perolehan nikel dan besi.
2.3.2 Pengaruh Penambahan CaO
Simulasi program Factsage pada temperatur 1400°C menunjukkan persen perolehan nikel
mencapai 99% selama penambahan CaO. Namun, persen perolehan besi hanya mencapai 55%
selama penambahan CaO. Dari simulasi Factsage tersebut tampak bahwa penambahan CaO
membuat persen perolehan nikel dan besi menjadi stabil seperti pada Gambar 2.3.
Gambar 2.4 Hasil Factsage penambahan CaO terhadap persen perolehan nikel dan besi.
11
masih minim dilakukan. Salah satu penelitian yang dilakukan menggunakan CaSO4 sebagai
bahan imbuh yaitu terhadap konsentrat pentlandit oleh Animesh di Australia[16]. Penelitian
tersebut menghitung energi bebas gibbs untuk mengindikasi reaksi reduksi yang akan terjadi.
Nikel laterit akan tereduksi menjadi nikel sulfida apabila bereaksi dengan CaSO4 dan batubara.
Pada awalnya nikel laterit akan bertransformasi menjadi Ni 3S2 karena memiliki energi bebas
lebih rendah dibandingkan jika bertransformasi menjadi NiS. Produk samping dari reaksi antara
nikel laterit dan CaSO4 akan menghasilkan CaO yang akan mentransformasikan nikel sulfida
lebih lanjut untuk membentuk logam nikel.
Di dalam bijih nikel laterit terdapat mineral hematit yang memiliki kandungan cukup tinggi.
CaSO4 akan membuat hematit bertransformasi menjadi FeS. Reaksi tersebut akan membentuk
produk samping berupa CaO. CaO ini akan membuat FeS bertransformasi membentuk logam
besi. Di dalam bijih nikel laterit juga terdapat senyawa dengan kandungan yang rendah seperti
CoO dan Cr2O3, dimana jika terdapat karbon dan CaSO4 berlebih akan mereduksi CoO dan
Cr2O3 membentuk logamnya. Mekanisme reaksi CaSO4 terhadap mineral sulfida digambarkan
pada diagram Ellingham yang terdapat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Diagram Ellingham reaksi reduksi CaSO4 terhadap mineral sulfida[16]
12
2.4.2 Penelitian Bahan Imbuh CaO
Sifat fisik seperti viskositas, basisitas dan temperatur leleh merupakan faktor yang
mempengaruhi reduksi dari bijih laterit. Terdapat sebuah penelitian yang mempelajari CaO untuk
meningkatkan sifat fisik tersebut pada bijih nikel laterit[17]. Berdasarkan diagram fasa CaO-
Al2O3-SiO2, CaO sebagai bahan imbuh untuk menurunkan nilai viskositas dari bijih. Efek
penambahan CaO pada viskositas dan temperatur leleh terak bijih laterit dapat dilihat pada
Gambar 2.6.
(a) (b)
Gambar 2.6 Efek penambaan CaO. (a) Temperatur leleh terak. (b) Viskositas terak [17]
Terdapat pula penelitian lain yang mempelajari efek CaO terhadap besar dimensi nugget
feronikel yang dihasilkan. Seiring dengan penambahan CaO pada rentang 3%-15% terhadap bijih
nikel laterit, maka besar nugget feronikel yang dihasilkan semakin besar[18]. Logam feronikel
yang dihasilkan dipisahkan dari teraknya dan diukur dimensinya. Dimensi nugget feronikel
terkecil dihasilkan pada penambahan 3% CaO. Nugget feronikel yang dihasilkan memiliki
diameter berukuran 3-15 mm seperti pada Gambar 2.7.
13
BAB III
PERCOBAAN DAN DATA HASIL PERCOBAAN
Pada penelitian mengenai reduksi briket komposit nikel limonit ini dilakukan di laboratorium
dengan serangkaian percobaan. Hal yang ditinjau pada penelitian ini adalah pengaruh persen
penambahan bahan imbuh dan proses reduksi dengan metode isothermal-gradien. Percobaan
diawali dengan preparasi dan karakterisasi bijih nikel limonit dan batubara. Sebelum dilakukan
percobaan inti pada penelitian ini, dilakukan terlebih dahulu percobaan pendahuluan untuk
menentukan maksimum kebutuhan CaSO4 dan CaO untuk menghasilkan logam dalam bentuk
nugget feronikel. Bijih, batubara dan bahan imbuh diaduk merata dalam krusibel alumina yang
kemudian dibentuk briket. Setelah itu krusibel yang berisikan briket nikel limonit dan bed
batubara dan alumina direduksi di dalam muffle furnace. Setelah proses reduksi selesai
dilakukan, logam dalam bentuk nugget dipisahkan dari terak. Logam tersebut dianalisis
menggunakan Atomic Absorption Spectrophometer (AAS) untuk mengetahui kadar dan
perolehan Fe dan Ni. Logam tersebut juga dianalisis menggunakan (Scanning Electron
Microscope / Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (SEM-EDS) untuk mengetahui kadar nikel
dan besi. Sedangkan terak yang dihasilkan dianalisis menggunakan X-Ray Powder Diffraction
(XRD) untuk mengetahui senyawa yang terkandung dalam terak tersebut.
Bijih nikel limonit yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Sulawesi Tenggara. Bijih
tersebut dikeringkan terlebih dahulu menggunakan tanur pengering (seperti pada Gambar 3.1)
selama 24 jam pada temperatur 130°C. Tujuan pengeringan tersebut untuk mengurangi kadar air
yang terkandung dalam bijih. Kemudian bijih nikel limonit dilakukan penggerusan dan
pengayakan hingga didapatkan bijih dengan fraksi ukuran -65 mesh. Kemudian bijih dilakukan
sampling dengan menggunakan metode coning and quartering untuk mendapatkan sampel
sebanyak 15 gram. Sampel tersebut dianalisis menggunakan XRD dan XRF untuk menentukan
senyawa yang dominan dan komposisi unsur yang terkandung dalam bijih nikel limonit yang
digunakan pada penelitian ini.
14
Gambar 3.1 Tanur pengering.
Penelitian ini menggunakan batubara sebagai reduktor dengan fixed carbon 42,28%. Batubara
tersebut dipreparasi terlebih dahulu dengan dilakukan penggerusan dan pengayakan hingga
didapatkan batubara dengan fraksi ukuran -35 mesh. Setelah itu batubara dilakukan pengeringan
di dalam tanur pengering pada temperatur 130°C selama 16 jam. Batubara jenis sub-bituminus
membutuhkan pengeringan selama 16 jam untuk menghilangkan surface moisture[12]. Setelah itu
dilakukan analisis proksimat untuk menentukan jumlah fixed carbon, abu, volatile matter, dan
moisture di dalam batubara. Bahan imbuh berupa CaO digerus dan diayak hingga -80 mesh dan
kemudian dikeringkan di dalam tanur pengering pada temperatur 130°C selama 24 jam.
Pada penelitian ini digunakan beberapa alat dan bahan untuk percobaan. Peralatan yang
digunakan antara lain:
15
Hot plate dan magnetic stirrer Kertas saring
Labu ukur Corong
Penelitian ini dilakukan dengan serangkaian percobaan. Basis pada percobaan yang dilakukan
yaitu sebanyak 3 gram bijih nikel limonit setiap percobaannya. Batubara ditambahkan dengan
jumlah yang tetap pada setiap percobaannya, yaitu 10% dari bijih nikel limonit. Bahan imbuh
yang ditambahkan berupa CaSO4 dan CaO dalam jumlah yang bervariasi. Bijih nikel limonit,
batubara, dan bahan imbuh dicampur dan dibuat menjadi briket komposit yang kemudian
dimasukkan ke dalam krusibel 20 ml. Krusibel tersebut ditambahkan bed alumina dan batubara
di bagian bawah dan atas krusibel seperti pada Gambar 3.2 (b). Kemudian krusibel dimasukkan
ke dalam muffle furnace seperti pada Gambar 3.2 (a).
(a) (b)
Gambar 3.2 Proses reduksi. (a) Muffle furnace. (b) Skema briket dalam krusibel 20 ml.
16
Proses reduksi dilakukan pada temperatur awal 1000°C selama 30 menit, kemudian temperatur
dinaikkan hingga 1400°C dengan laju kenaikan temperatur 6,67°C/menit. Temperatur akhir
ditahan pada 1400°C selama 60 menit. Secara skematik profil temperatur reduksi dapat dilihat
pada Gambar 3.3.
Setelah proses reduksi selesai dilakukan, maka briket komposit dikeluarkan dari krusibel. Briket
komposit tersebut ditimbang dan didokumentasikan. Kemudian logam hasil reduksi dipisahkan
dari terak, serta ditimbang dan diukur dimensinya. Logam yang telah dipisahkan dari terak
didokumentasikan, serta dilakukan analisis menggunakan AAS dan SEM-EDS.
Logam hasil reduksi dilakukan analisis menggunakan AAS untuk mengetahui perolehan serta
kadar dari nikel dan besi. Analisis menggunakan AAS memerlukan sampel dalam bentuk larutan,
oleh karena itu logam harus dilarutkan terlebih dahulu. Larutan untuk melarutkan logam disebut
larutan aquaregia, dimana terdiri dari HCl dan HNO3 dengan perbandingan volume 3:1. Logam
digerus terlebih dahulu menggunakan ring mill seperti pada Gambar 3.4 untuk mendapatkan
fraksi -200 mesh untuk mempermudah proses pelarutan. Larutan aquaregia, magnetic stirrer, dan
logam dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Kemudian Erlenmeyer diletakkan di atas hot plate dan
17
diatur pada temperatur 70°C-80°C dengan kecepatan pengadukan 400 rpm seperti pada Gambar
3.4. Logam dilarutkan selama 40-60 menit sampai tidak terdapat gelembung udara di dalam
Erlenmeyer. Kemudian larutan hasil aquaregia disaring menggunakan kertas saring dan
dilakukan pengenceran hingga 500 kali untuk analisis kadar nikel dan 2500 kali untuk analisis
kadar besi dengan menggunakan AAS.
(a) (b)
Gambar 3.4 Proses penggerusan dan pelarutan nugget. (a) ring mill. (b) Erlenmeyer.
Bijih nikel limonit dilakukan analisis XRF untuk mengetahui kadar nikel dan besi di dalam bijih
nikel limonit. Hasil analisis XRF dapat dilihat pada Tabel 3.1, menunjukkan bahwa kadar nikel
dalam bijih nikel limonit sebesar 1,59% dan kadar besi dalam bijih nikel limonit sebesar 48,1%.
Hal tersebut menunjukkan bahwa bijih nikel limonit memiliki kandungan besi lebih besar
dibandingkan dengan kandungan nikelnya. Kemudian bijih nikel limonit dilakukan analisis XRD
untuk mengetahui senyawa di dalam bijih nikel limonit. Hasil analisis XRD dapat dilihat pada
Gambar 3.5, menunjukkan bahwa senyawa yang dominan hadir dalam bijih nikel limonit yaitu
mineral Gibbsite, Goethite, dan Magnetite.
18
Tabel 3.1 Hasil XRF bijih nikel limonit.
Bijih nikel limonit yang digunakan mengandung air di permukaan bijih. Sebelum dilakukan
percobaan, bijih nikel limonit dikeringkan terlebih dahulu di dalam tanur pengering selama 24
19
jam pada temperatur 130°C. Kadar air di permukaan bijih nikel limonit ditentukan melalui
perhitungan dari selisih berat bijih nikel limonit sebelum dan sesudah dimasukkan ke dalam
tanur pengering. Hasil penentuan kadar air permukaan bijih dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Hasil penentuan kadar air permukaan bijih nikel limonit.
Pada penelitian ini dilakukan percobaan dengan penambahan bahan imbuh CaSO 4 dan tanpa
penambahan bahan imbuh CaO. Sampel ditambahkan CaSO 4 sebanyak 2,5%, 5%, dan 10% dari
bijih total. Sampel briket dikeluarkan dari krusibel setelah proses reduksi selesai dilakukan, dan
dilakukan pemisahan antara terak dan nugget. Gambar 3.6 sampai Gambar 3.8 menunjukkan
gambar nugget hasil reduksi bijih nikel limonit dengan variasi penambahan bahan imbuh CaSO4.
20
(a) (b)
Gambar 3.6 Hasil reduksi dengan penambahan 2,5% CaSO4. (a) Penampakan briket (b)
Penampakan nugget.
(a) (b)
Gambar 3.7 Hasil reduksi dengan penambahan 5% CaSO4. (a) Penampakan briket (b)
Penampakan nugget.
(a) (b)
Gambar 3.8 Hasil reduksi dengan penambahan 10% CaSO4. (a) Penampakan briket (b)
Penampakan nugget.
21
3.2.4 Foto Hasil Reduksi dengan Variasi Bahan Imbuh CaO
Pada penelitian ini juga dilakukan percobaan dengan penambahan bahan imbuh CaO dan tanpa
penambahan bahan imbuh CaSO4. Sampel ditambahkan CaO sebanyak 2,5% dan 5% dari bijih
total. Sampel briket dikeluarkan dari krusibel setelah proses reduksi selesai dilakukan, dan
dilakukan pemisahan antara terak dan nugget. Gambar 3.9 dan Gambar 3.10 menunjukkan
gambar nugget hasil reduksi bijih nikel limonit dengan variasi penambahan bahan imbuh CaO.
(a) (b)
Gambar 3.9 Hasil reduksi dengan penambahan 2,5% CaO. (a) Penampakan briket (b)
Penampakan nugget.
(a) (b)
Gambar 3.10 Hasil reduksi dengan penambahan 5% CaO. (a) Penampakan briket (b)
Penampakan nugget.
Nugget yang telah dipisahkan dari briket dilakukan analisis menggunakan AAS. Analisis
menggunakan AAS dilakukan untuk mendapatkan data konsentrasi nikel dan besi dalam satuan
22
part per million (ppm). Perhitungan untuk mendapatkan nilai ppm terdapat dalam Lampiran A.
Data yang didapatkan dari percobaan yang dilakukan secara triplo diolah untuk mendapatkan
nilai rata-rata dan deviasi tertentu. Hasil analisis menggunakan AAS dari nikel dan besi dapat
dilihat pada Tabel 3.4. Nugget yang dihasilkan dilakukan pengukuran diameter seperti pada
Tabel 3.5.
Tabel 3.4 Hasil analisis menggunakan AAS nikel dan besi dalam FeNi.
23
0,720 2,899 43,740 92,678 46,223
0 0,736 1,598 24,637 88,507 45,119
0,802 1,944 32,696 91,131 50,656
0,761 1,907 30,398 101,204 53,337
2,5 0,648 1,587 21,568 99,448 44,686
0,733 1,305 20,034 86,668 43,994
0,795 1,502 25,023 93,786 51,651
5 5 0,743 1,791 27,899 89,475 46,071
0,781 1,763 28,864 83,053 44,945
0,698 1,790 26,180 84,123 40,663
7,5 0,521 1,608 17,543 85,506 30,843
0,795 1,525 25,409 83,633 46,071
0,706 1,897 28,092 80,691 39,495
10 0,715 1,900 28,478 81,966 40,620
0,883 1,414 26,180 74,644 45,681
24
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari serangkaian percobaan yang telah dilakukan diperoleh data percobaan berupa
perubahan berat briket setelah direduksi, diameter nugget yang dihasilkan, serta
perolehan serta kadar dari nikel dan besi. Briket yang dihasilkan juga difoto untuk
pengamatan secara fisik. Pada bab IV ini, data-data tersebut diolah yang
kemudian dibahas mengenai penggunaan metode isotermal-gradien temperatur,
dan pengaruh penambahan bahan imbuh berupa CaSO4 dan CaO terhadap
diameter nugget yang dihasilkan, serta terhadap perolehan serta kadar dari nikel
dan besi.
Pada penelitian ini, briket komposit nikel limonit juga direduksi menggunakan
metode isotermal-gradien temperatur. Namun pada penelitian ini ditambahkan
bahan imbuh berupa CaSO4 dan CaO. Melalui pengamatan fisik, karakteristik
produk yang dihasilkan juga memiliki tekstur yang rapuh dan poros. Kemudian
produk-produk yang dihasilkan juga tidak memperlihatkan lapisan yang jelas,
sehingga dapat disimpulkan bahwa proses reduksi briket komposit nikel limonit
menggunakan bahan imbuh CaSO4 dan CaO berlangsung secara non-
topochemical. Selain itu, melalui pengamatan fisik terdapat fenomena
terbentuknya nugget di permukaan briket ketika ditambahkan bahan imbuh CaSO4
25
dan CaO. Namun jika hanya ditambahkan CaSO4 saja, logam yang dihasilkan
terbentuk di dalam briket. Perbandingan antara hasil penelitian yang dilakukan
oleh Gibranata[10] dengan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.
nugget
(a) (b)
nugget
(c)
Gambar 4.1 Penampakan briket. (a) Briket komposit penelitian Gibranata[10]. (b)
Briket komposit dengan penambahan CaSO4. (c) Briket komposit dengan
penambahan CaSO4 dan CaO.
Terdapat kesamaan pada briket yang dihasilkan oleh penelitian ini dengan
penelitian yang dilakukan oleh Gibranata[10], karena sama-sama menggunakan
briket komposit yang terdiri dari bijih nikel limonit dan batubara. Namun terdapat
perbedaan logam yang dihasilkan ketika hanya ditambahkan bahan imbuh CaSO 4.
Logam yang dihasilkan berada di tengah briket ketika hanya dilakukan
penambahan bahan imbuh CaSO4. Hal tersebut dapat disebabkan oleh terdapatnya
sulfur pada bahan imbuh CaSO4. Sulfur tersebut dapat sebagai inisiasi
terbentuknya logam yang dihasilkan sehingga logam yang dihasilkan menyatu
membentuk logam yang besar.
26
Penelitian ini menggunakan briket komposit, dimana batubara teraduk merata
secara homogen sehingga volatile matter dalam batubara akan hilang. Mineral
matter akan menjadi abu selama proses reduksi berlangsung[19]. Hal tersebut dapat
membuat produk-produk yang dihasilkan memiliki tekstur yang rapuh dan poros.
Poros yang dihasilkan dapat juga sebagai tempat pengintian logam membentuk
nugget di permukaan briket maupun di dalam briket. Bahan imbuh yang
ditambahkan dapat menyebabkan penurunan temperatur leleh dari terak yang
dihasilkan, sehingga dapat membuat pemisahan antara logam dan terak menjadi
lebih baik.
Pada penelitian ini dilakukan proses reduksi dengan temperatur 1000°C sebagai
temperatur awal dengan penahan waktu selama 30 menit. Kemudian dilakukan
proses isotermal-gradien dengan laju kenaikan temperatur sebesar 6,67°C/menit
hingga temperatur 1400°C. Proses reduksi berakhir pada temperatur 1400°C
dengan dilakukan penahanan selama 60 menit. Hal tersebut dilakukan sesuai
dengan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Gibranata[10]. Pada penelitian
tersebut didapatkan besar nugget optimum.
27
dengan menambahkan CaSO4 lebih dari 10% menyebabkan briket komposit nikel
limonit meleleh di dalam krusibel saat proses reduksi berlangsung sehingga tidak
membentuk nugget feronikel di permukaan briket seperti pada Gambar 4.2. Maka
dari itu pada penelitian ini hanya memvariasikan hingga 10% CaSO 4.
Reduksi langsung bijih nikel limonit dengan kehadiran karbon dan bahan imbuh
CaSO4 membentuk nikel sulfida dan besi sulfida. Kehadiran bahan imbuh CaSO 4
akan membuat nikel oksida dan besi oksida bertransformasi menjadi nikel sulfida
dan besi sulfida seiring meningkatnya temperatur. Nikel monoksida tidak lebih
stabil pada kondisi reduksi yang dilakukan karena secara alami nikel oksida akan
bertransformasi menjadi Ni3S2 pada temperatur di atas 790°C. Pembentukan Ni3S2
tersebut memiliki persamaan energi bebas Gibbs untuk setiap mol nikel sulfida
yaitu 992.701 – 1.488T Joule. Sedangkan pembentukan FeS memiliki persamaan
energi bebas Gibbs untuk setiap mol besi sulfida yaitu 474.675 – 661,1T Joule.
Dari persamaan energi bebas Gibbs tersebut, apabila proses reduksi dilakukan di
atas temperatur 394°C, maka reaksi akan cenderung berlangsung ke kanan. Reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut[16]:
28
Di dalam bijih nikel limonit juga dominan terdapat senyawa Cr 2O3. Senyawa
Cr2O3 akan tereduksi pula oleh karbon dan bertransformasi membentuk CrS
ketika ditambahkan CaSO4. Produk-produk yang dihasilkan dari reduksi bijih
nikel limonit oleh karbon dan bahan imbuh CaSO4 akan terdapat unsur krom.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut[16]:
Nikel sulfida, besi sulfida, dan krom sulfida akan tereduksi kembali menjadi
logamnya ketika masih terdapat karbon dan bahan imbuh CaSO 4 berlebih.
Apabila tidak terdapat bahan imbuh CaSO4 berlebih, maka produk samping CaO
dari proses reduksi bijih nikel limonit dengan bahan imbuh CaSO 4 akan
mereduksi mineral sulfida yang telah dihasilkan menjadi logam-logamnya.
Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut [16]:
Produk-produk dari hasil reduksi briket komposit nikel limonit dilakukan analisis
menggunakan AAS untuk memperoleh data persen perolehan nikel dan besi.
Secara kuantitatif, hubungan antara variasi penambahan bahan imbuh CaSO 4
dengan persen perolehan nikel dapat dilihat pada Gambar 4.3. Dari gambar
tersebut, perolehan nikel memiliki kecenderungan naik tiap penambahan bahan
imbuh CaSO4 saat penambahan bahan imbuh 0% CaO dan 2,5% CaO. Sedangkan
perolehan nikel cenderung mengalami penurunan saat dilakukan penambahan
CaSO4 saat penambahan 5% CaO.
29
Pada penambahan 0% CaO, perolehan nikel mengalami penurunan pada selang
penambahan CaSO4 0% - 5%, sedangkan mengalami peningkatan pada selang
penambahan CaSO4 7,5% - 10%. Pada penambahan 2,5% CaO, perolehan nikel
mengalami peningkatan pada selang penambahan CaSO 4 0% - 7,5%, sedangkan
mengalami penurunan pada penambahan 10% CaSO4. Pada penambahan 5%
CaO, perolehan nikel mengalami kenaikan dan penurunan yang fluktuatif, namun
secara umum perolehan nikel mengalami penurunan. Dapat disimpulkan dari
Gambar 4.3 tersebut, tanpa penambahan CaO didapatkan kondisi optimum pada
penambahan 10% CaSO4 untuk mendapatkan persen perolehan nikel tertinggi.
Gambar 4.3 Persen perolehan nikel pada variasi CaO dan penambahan CaSO4.
Perolehan besi pada berbagai variasi penambahan CaSO4 dapat dilihat pada
Gambar 4.4. Perolehan besi menunjukkan memiliki kecenderungan yang sama
seperti perolehan nikel. Perolehan besi memiliki kecenderungan naik tiap
penambahan CaSO4 saat penambahan 0% CaO dan 2,5% CaO. Sedangkan
perolehan besi cenderung mengalami penurunan saat penambahan 5% CaO
seiring dengan bertambahnya CaSO4.
30
mengalami kecenderungan penurunan pada selang penambahan CaSO4 0% - 10%.
Dapat disimpulkan dari Gambar 4.4 tersebut, tanpa penambahan CaO didapatkan
kondisi optimum pada penambahan 10% CaSO4 untuk mendapatkan persen
perolehan besi tertinggi.
Gambar 4.4 Persen perolehan besi pada variasi CaO dan penambahan CaSO4.
Selain perolehan nikel dan besi, pada penelitian ini didapatkan pula hasil kadar
nikel dan besi di dalam feronikel dari hasil analisis menggunakan SEM-EDS.
Analisis SEM-EDS dilakukan pada logam hasil dari proses reduksi menggunakan
karbon, CaSO4, dan CaO. Pada briket komposit nikel limonit tanpa penambahan
bahan imbuh CaSO4 dan CaO secara umum memiliki kadar nikel dan besi sebesar
2,7% dan 85,7% seperti pada Gambar 4.5. Dari Gambar 4.5 tersebut terlihat
banyak fasa berwarna abu-abu yang tersebar secara homogen, dimana fasa
berwarna abu-abu tersebut didominasi oleh unsur besi, krom dan sulfur, yaitu
sebesar 49,3%, 18,8% dan 23,9%.
31
Gambar 4.5 Hasil SEM back scattered electron pada nugget dengan penambahan
0% CaSO4 dan 0% CaO.
Gambar 4.6 Hasil SEM back scattered electron pada nugget dengan penambahan
10% CaSO4.
32
4.2.2 Pengaruh Penambahan CaO
Pada penelitian ini ditambahkan CaO sebagai bahan imbuh. Variasi penambahan
CaO adalah 2,5% dan 5% yang dikombinasikan dengan bahan imbuh CaSO 4
yang bervariasi pula. Percobaan pendahuluan yang dilakukan dengan
menambahkan CaO lebih dari 5% menyebabkan tidak munculnya nugget
feronikel seperti pada Gambar 4.7. Maka dari itu pada penelitian ini hanya
memvariasikan hingga 5% CaO.
Reduksi terjadi apabila terdapat reduktor. Reduktor utama pada percobaan ini
adalah karbon yang berasal dari batubara. Bahan imbuh CaSO4 akan membuat
nikel oksida bertransformasi membentuk nikel sulfida. Apabila tidak terdapat
bahan imbuh CaSO4 dan produk samping CaO berlebih dari reduksi bijih nikel
limonit dengan bahan imbuh CaSO4, maka bahan imbuh CaO dari proses reduksi
bijih nikel limonit dengan bahan imbuh CaSO4 akan membuat mineral sulfida
yang telah dihasilkan bertransformasi menjadi logamnya. Reaksi-reaksi yang
terjadi mengikuti persamaan 4.9 hingga 4.11.
33
Penambahan bahan imbuh CaO memiliki salah satu tujuan untuk melepas ikatan
antara NiO dan SiO2 mengikuti reaksi sebagai berikut[20]:
Secara kuantitatif, hubungan antara variasi penambahan bahan imbuh CaO dengan
persen perolehan nikel dapat dilihat pada Gambar 4.8. Dari gambar tersebut,
perolehan nikel memiliki kecenderungan naik pada penambahan 2,5% CaO,
sedangkan mengalami kecenderungan turun pada penambahan 5% CaO. Pada
penambahan 0% CaSO4, perolehan nikel mengalami kecenderungan peningkatan
dengan bertambahnya CaO. Pada rentang penambahan CaSO4 2,5% - 7,5%,
perolehan nikel mengalami kenaikan pada 2,5% CaO dan mengalami penurunan
pada 5% CaO. Pada penambahan 10% CaSO4, perolehan nikel mengalami
penurunan tiap penambahan CaO. Dapat disimpulkan dari Gambar 4.8 tersebut,
tanpa penambahan CaSO4 didapatkan kondisi optimum pada penambahan 5%
CaO untuk mendapatkan persen perolehan nikel tertinggi.
Gambar 4.8 Persen perolehan nikel pada variasi CaSO4 dan penambahan CaO.
Perolehan besi pada berbagai variasi penambahan CaO dapat dilihat pada Gambar
4.9. Perolehan besi menunjukkan kecenderungan naik pada rentang penambahan
CaSO4 0% - 2,5% tiap penambahan CaO, sedangkan memiliki kecenderungan
turun pada penambahan 10% CaSO4 tiap penambahan CaO. Kemudian
mengalami perolehan besi yang fluktuatif pada rentang penambahan CaSO 4 5% -
7,5% tiap penambahan CaO. Pada penambahan 0% CaSO4, perolehan besi
34
mengalami kecenderungan naik tiap penambahan CaO. Pada rentang penambahan
CaSO4 2,5% - 7,5%, perolehan besi mengalami kenaikan tiap penambahan 2,5%
CaO dan mengalami penurunan tiap penambahan 5% CaO. Dapat disimpulkan
dari Gambar 4.9 tersebut, tanpa penambahan CaSO4 didapatkan kondisi optimum
pada penambahan 5% CaO untuk mendapatkan persen perolehan besi tertinggi.
Gambar 4.9 Persen perolehan besi pada variasi CaSO4 dan penambahan CaO.
Apabila dilihat dari data perolehan nikel dan besi tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa perolehan nikel tertinggi berada pada penambahan 7,5%
CaSO4 dan 2,5% CaO. Sedangkan perolehan besi tertinggi berada pada
penambahan 10% CaSO4.
Pada penelitian ini didapatkan pula hasil kadar nikel dan besi di dalam feronikel
dari hasil analisis menggunakan SEM-EDS. Nugget yang dihasilkan dengan
penambahan 5% CaO dilakukan analisis menggunakan SEM-EDS. Secara umum
kadar nikel dan besi yang didapatkan yaitu sebesar 3,9% dan 85,3% seperti pada
Gambar 4.10. Dari Gambar 4.10 tersebut terlihat sedikit terdapat fasa berwarna
abu-abu, dimana fasa berwarna abu-abu tersebut didominasi oleh unsur besi, krom
dan sulfur, yaitu sebesar 62,1%, 12% dan 17%.
35
Gambar 4.10 Hasil SEM back scattered electron pada nugget dengan penambahan
5% CaO.
Pada penambahan CaSO4 dan CaO, persen perolehan nikel tertinggi berada pada
penambahan 7,5% CaSO4 dan 2,5% CaO yaitu 46,26% dengan kadar nikel
sebesar 2,02%. Nugget tersebut kemudian dianalisis menggunakan SEM-EDS
untuk mengetahui kadar nikel dan besi. Secara umum kadar nikel dan besi yang
didapatkan yaitu sebesar 1,7% dan 82,6% seperti pada Gambar 4.11. Dari Gambar
4.11 tersebut banyak terdapat fasa berwarna abu-abu, dimana fasa berwarna abu-
abu tersebut didominasi oleh unsur besi, krom dan sulfur, yaitu sebesar 55,85%,
14,7% dan 21,7%. Kemudian terdapat beberapa fasa berwarna hitam, dimana fasa
berwarna hitam tersebut didominasi oleh unsur karbon sebesar 24,7%.
Bahan imbuh CaSO4 dapat bertransformasi menjadi CaO jika bereaksi dengan
karbon dan mineral oksida. Penambahan CaSO4 dan CaO dapat menyebabkan
perubahan temperatur leleh terak. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.12
yang menggambarkan sistem terner dari terak CaO-Al2O3-SiO2. Penambahan
CaSO4 dan CaO yang sesuai dibutuhkan untuk mendapatkan temperatur terak
yang rendah. Apabila CaSO4 dan CaO yang ditambahkan tersebut kurang atau
berlebih, maka temperatur leleh terak masih tinggi. Dari Gambar 4.12
36
penambahan CaO yang tepat yaitu pada penambahan 5% CaSO4 dan 5% CaO
berada pada area yang memiliki temperatur leleh terak di bawah 1400°C.
Gambar 4.11 Hasil SEM back scattered electron pada nugget dengan penambahan
7,5% CaSO4 dan 2,5% CaO.
37
4.3 Pengaruh Penambahan Bahan Imbuh Terhadap Diameter Nugget
Bahan imbuh CaSO4 dapat berperan untuk meningkatkan ukuran nugget yang
dihasilkan dari reduksi bijih nikel limonit. Gambar 4.13 menunjukkan kurva
diameter ukuran maksimum dari nugget yang dihasilkan. Ukuran nugget memiliki
kecenderungan naik pada rentang penambahan CaO 0% - 2,5% tiap penambahan
CaSO4 seperti pada Gambar 4.13. Namun ukuran nugget cenderung mengalami
penurunan pada penambahan 5% CaO tiap penambahan CaSO4. Pada
penambahan 0% CaO, ukuran nugget mengalami penurunan pada rentang
penambahan CaSO4 0% - 5% dan mengalami peningkatan pada rentang
penambahan CaSO4 7,5%-10%. Kemudian pada penambahan 5% CaO juga
mengalami peningkatan dan penurunan ukuran nugget yang fluktuatif, yaitu
mengalami penurunan pada rentang penambahan CaSO4 0% - 7,5% dan
mengalami peningkatan pada penambahan 10% CaSO4. Namun pada penambahan
2,5% CaO, ukuran nugget selalu mengalami peningkatan tiap penambahan
CaSO4.
Gambar 4.13 Perubahan diameter nugget pada variasi CaO dan penambahan
CaSO4.
Bahan imbuh CaSO4 sangat berpengaruh terhadap ukuran nugget yang dihasilkan
dari reduksi briket komposit nikel limonit. Bahan imbuh CaSO 4 memiliki
kandungan sulfur yang tinggi yaitu sekitar 24% dari berat atomnya. Unsur sulfur
tersebut dapat menjadi inisiasi terbentuknya logam. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Gibranata[10], logam cenderung melakukan pengintian dimana
38
unsur sulfur berada. Dari percobaan yang telah dilakukan ini juga terlihat bahwa
semakin ditambahkan CaSO4 yang mengandung sulfur maka ukuran feronikel
yang dihasilkan semakin besar.
Hal tersebut didukung juga oleh hasil SEM pada nugget feronikel hasil reduksi
briket komposit nikel limonit dengan penambahan 10% CaSO 4 seperti pada
Gambar 4.14 (a). Dari Gambar 4.14 terdapat fasa berwarna abu-abu yang tersebar
secara homogen, dimana pada sub-bab sebelumnya dinyatakan bahwa fasa
tersebut didominasi oleh unsur sulfur. Kemudian pada nugget hasil reduksi briket
komposit nikel limonit dengan penambahan 7,5% CaSO4 dan 2,5% CaO
dilakukan analisis menggunakan SEM pula seperti pada Gambar 4.14 (b). Dari
Gambar 4.14 juga banyak terdapa fasa berwarna abu-abu yang tersebar secara
homogen, dimana fasa berwarna abu-abu tersebut didominasi oleh unsur besi,
krom, dan sulfur.
(a) (b)
Gambar 4.14 Hasil SEM pada nugget. (a) Penambahan 10% CaSO4. (b)
Penambahan 7,5% CaSO4 dan 2,5% CaO.
Penambahan CaO selain berpengaruh pada perolehan nikel dan besi juga
berpengaruh terhadap ukuran nugget yang dihasilkan. Namun CaO tidak memiliki
peran yang signifikan terhadap peningkatan ukuran nugget yang dihasilkan.
Gambar 4.15 menunjukkan kurva diameter ukuran maksimum dari nugget yang
dihasilkan. Dari Gambar 4.15 ukuran nugget memiliki kecenderungan naik yang
tidak terlalu signifikan. Pada rentang penambahan CaSO 4 0% - 2,5% secara
umum mengalami peningkatan ukuran nugget tiap penambahan CaO. Pada
39
rentang penambahan CaSO4 5% - 10% mengalami peningkatan ukuran nugget
pada penambahan 2,5% CaO dan penurunan ukuran nugget pada penambahan 5%
CaO.
Gambar 4.15 Perubahan diameter nugget pada variasi CaSO4 dan penambahan
CaO.
Pada bahan imbuh CaO tidak terdapat unsur sulfur seperti pada bahan imbuh
CaSO4, sehingga tidak memiliki peran yang signifikan terhadap ukuran feronikel
yang dihasilkan. Sulfur di dalam logam akan diikat oleh CaO sehingga sulfur akan
berada di dalam terak sebagai CaS. Hal tersebut juga didukung oleh hasil SEM
pada nugget feronikel hasil reduksi briket komposit nikel limonit dengan
penambahan 5% CaO seperti pada Gambar 4.16. Dari Gambar 4.16 sangat sedikit
terlihat fasa berwarna abu-abu yang mana artinya feronikel tersebut sangat sedikit
mengandung sulfur. Namun dengan penambahan CaO dapat membuat titik leleh
terak menurun, sehingga fasa logam dan fasa terak dapat terpisahkan dengan baik
dan logam feronikel dapat dihasilkan.
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan serangkaian percobaan dan pembahasan yang telah dilakukan, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
5.2 Saran
Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang masih perlu dipelajari lebih
lanjut. Berikut saran untuk kelanjutan penelitian ini:
41
DAFTAR PUSTAKA
[1] Stimola, A., Understanding the Elements of the Periodic Table. Rosen
Publishing Group. 2007. 1(1): 5-13.
[5] Warner, A., Diaz, C., JOM World Nonferrous Smelter Survey Part III
Nickel Laterite. JOM World Smelter Survey. 2006.
[10] Gibranata, I., Studi Reduksi Komposit Bijih Nikel Limonit dengan Metode
Isotermal-Gradien Temperatur Menggunakan Bed Batubara. Tugas Akhir,
Program Studi Sarjana Teknik Metalurgi, Fakultas Teknik Pertambangan
dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung, Bandung. 2016.
[11] Lo, F., Reduksi Pelet Komposit Konsentrat Pasir Besi Menggunakan
Reduktor Bed Batubara dengan Metode Isotermal-Gradien Temperatur.
Tugas Akhir, Program Studi Sarjana Teknik Metalurgi, Fakultas Teknik
42
Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
2015.
[13] Frank, K., Michael, S., Extractive Metallurgy of Nickel, Cobalt and
Platinum-Group Metals. University of Cambridge. 2011. 1(1): 3-5.
[14] Geon, H., Chemical Thermodynamics for Metals and Materials. Pohang
University of Science and Technology. 3(1): 127-130.
[15] Bergman, R.A., Nickel Production from Low-Iron Laterite Ores. CIM
Bulletin. 96: 127-138.
[17] Wei, J.Y., Cheng-yan W., Bao, Z.M., Yong, Q.C., Study on The Influence
of CaO on Reduction Smelting for The Laterite Ore. McMaster University.
2013.
[20] Amirah, I., Pengaruh Penambahan CaO dan NaCl Serta Waktu Reduksi
Terhadap Perolehan (Recovery) Nikel dan Besi dari Bijih Nikel Saprolit
dengan metode Isotermal-Gradien Temperatur. Tugas Akhir, Program
Studi Sarjana Teknik Metalurgi, Fakultas Teknik Pertambangan dan
Perminyakan, Institut Teknologi Bandung, Bandung. 2016.
43
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN-PERHITUNGAN
Dari reaksi di atas, dapat diketahui bahwa 1 mol NiO setara dengan 1 mol Ni dan
1 mol Fe2O3 setara dengan 2 mol Fe. Kandungan senyawa NiO dan Fe 2O3 yang
terdapat dalam 3 gram bijih nikel limonit dapat ditentukan dengan perhitungan
berikut:
� ,
%NiO = x %berat Ni = x 1,59% = 1,99%
� � ,
� ,
%Fe2O3 = x %berat Fe = x 48,1% = 68,77%
� � � ,
L-1
, + ,
Mol O total = = = 0,0395 mol
�
�
Dengan perbandingan = 1, maka diperoleh massa C.
Berdasarkan hasil uji proksimat batubara, jumlah fixed carbon yang terkandung
adalah 42,28%.
Maka, berat batubara yang dibutuhkan untuk 1 stoikiometri adalah:
%
Berat batubara = x 0,474 = 1,1211 gram
, %
L-2
Pengenceran untuk besi dilakukan sebanyak 2500 kali
1. Larutan hasil aquaregia diambil 1 mL.
2. Diencerkan hingga 50 mL.
3. Larutan hasil pengenceran diambil 1 mL.
4. Diencerkan hingga 50 mL.
� � �
Ppm logam dalam 80 ml = × × �
Contohnya pada logam hasil reduksi dengan penambahan 7,5% CaSO4 dan 2,5%
CaO:
, �
Ppm logam dalam 80 ml = × × = 13649,167 ppm
�
Nilai konsentrasi yang terbaca adalah 0,552 ppm untuk nikel dan 4,650 ppm untuk
besi. Maka kandungan logam yang ada pada feronikel tersebut adalah:
, × × ,
Kandungan Ni = = 0,022 gram
,
, × × ,
Kandungan Fe = ,
= 0,93 gram
L-3
� ℎ � � �
Perolehan logam (%) = × %
� �
, �
Perolehan Ni (%) = , �
× % = 46,259%
, �
Perolehan Fe (%) = × % = 64,455%
, �
,
Kadar Ni (%) = × % = 2,02%
,
,
Kadar Fe (%) = × % = 85,16%
,
L-4
LAMPIRAN B
HASIL UJI XRF BIJIH NIKEL LIMONIT
L-5
LAMPIRAN C
HASIL ANALISIS PROKSIMAT DAN ULTIMAT BATUBARA
L-6
LAMPIRAN D
DOKUMENTASI PERCOBAAN
L-7
LAMPIRAN E
FOTO-FOTO HASIL PERCOBAAN
Penambahan 0% CaO
Sampel A Sampel B Sampel C
Penambahan 0% CaSO4
Penambahan 5% CaSO4
L-8
Penambahan 0% CaO
Sampel A Sampel B Sampel C
Penambahan 7,5% CaSO4
L-9
Penambahan 2,5% CaO
Sampel A Sampel B Sampel C
Penambahan 0% CaSO4
Penambahan 5% CaSO4
L-10
Penambahan 2,5% CaO
Sampel A Sampel B Sampel C
Penambahan 7,5% CaSO4
L-11
Penambahan 5% CaO
Sampel A Sampel B Sampel C
Penambahan 0% CaSO4
Penambahan 5% CaSO4
L-12
Penambahan 5% CaO
Sampel A Sampel B Sampel C
Penambahan 7,5% CaSO4
L-13