You are on page 1of 50

STRUKTUR HADIST SANAD, MATAN DAN MUKHARRIJ

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist
pada Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan
Hukum Islam Institut Agama Islam Negeri Bone

OLEH :

ANDI AHMAD FADHIL


NIM. 742302023052

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BONE
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah

SWT. yang telah memberikan Rahmat-Nya, sehingga kami mampu

menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurahkan

kepada Nabi Muhammad SAW. yang senantiasa membawa kita kepada jalan

keridhaan dan maghfirah Allah SWT.

Tentunya dalam penyusunan ini, tak luput adanya kekurangan dan

kelemahan dari segala sisinya. Oleh karena itu, dengan hati terbuka, kami

menerima saran dan kritik dari pembaca sekalian, yang tentunya bisa

menyempurnakan penyusunan makalah ini.

Rasa terima kasih yang terdalam kami hanturkan kepada semua pihak yang

telah ikut serta membantu penyusunan makalah ini. Terlebih ucapan terima kasih

itu kami sampaikan kepada dosen pengampu.

Akhirnya, dapatlah kami menadahkan tangan kehadirat Allah SWT. seraya

berdoa dan bermunajat, semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya pada

bidang pelajaran.

Watampone, 14 September 2023

ANDI AHMAD FADHIL

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1

A. Latar Belakang .............................................................................................

B. Rumusan Masalah .......................................................................................

C. Tujuan Masalah.............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................3

A. Struktur Sanad Hadits .................................................................................

B. Struktur Matan Hadits .................................................................................

C. Struktur Mukharrij Hadits ............................................................................

BAB III PENUTUP ...............................................................................................9

A. Kesimpulan ...................................................................................................

B. Saran .............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Umat Islam pada hakikatnya di dunia sama dengan umat agama lain yaitu

sama-sama memiliki kitab sebagai pedoman. Jika umat Kristen memiliki kitab

Injil, umat Budha memiiki kitab Weda, dan umat Hindu memiliki kitab

Trimurti sebagai pedoman hidup maka umat Islam memiliki Al-Quran sebagai

pedoman hidupnya. Al-Qur’an adalah mukjizat yang diberikan kepada Nabi

Muhammad SAW yang di dalamnya terkandung nilai-nilai kebenaran,

ketetapan yang mutlak mengenai agama Islam. Namun ada pembahasan dalam

Al-Quran yang masih bersifat global. Oleh karena itu, muncullah Al-Hadits

yang berfungsi menyempurnakan dan menjelaskan kitab-kitab terdahulu.

Al-Qur’an sebagai
petunjuk hidup manusia
bagi orang-orang yang
bertaqwa sifatnya
mujmal (global) atau
masih ‘am(umum), maka
untuk menerapkannya
secara praktis
1
2

sangatlah membutuhkan
penjelasan-penjelasan yang
lebih jelas terutama dari
nabi
Muhammad SAW yang
menerima wahyu.
penjelasan-penjelasan dari
nabi tersebut bisa
berupa ucapan atau
perbuatan maupun
pernyataan atau
pengakuan, yang dalam
tradisi
keilmuan islam disebut
hadits. Dengan demikian,
3

hadits nabi merupakan


sumber ajaran
islam setelah AL-Qur’an.
Dari sisi periwayatannya
hadits memang berbeda
dengan Al-Qur’an. Semua
periwayatan
ayat-ayat Al-Qur’an
dipastikan berlangsung
secara mutawatir, sedang
hadits ada yang
mutawatir dan ada juga
yang ahad. Oleh karena itu,
Al-Quran bila dilihat dari
segi
4

periwayatannya
mempunyai kedudukan
sebagai qot’i al-wurud,
sedang hadits nabi dalam
hal ini yang berkategori
ahad, berkedudukan
sebagai dzoni al-wurud.
Untuk mengetahui
otentisitas dan orisinalitas
hadits semacam ini
diperlukan penelitian
matan maupun sanad. Dari
sini dapat dilihat bahwa
selain rowi , matan dan
sanad
5

merupakan tiga unsur


terpenting dalam hadits
nabi.
Al-Qur’an sebagai
petunjuk hidup manusia
bagi orang-orang yang
bertaqwa sifatnya
mujmal (global) atau
masih ‘am(umum), maka
untuk menerapkannya
secara praktis
sangatlah membutuhkan
penjelasan-penjelasan yang
lebih jelas terutama dari
nabi
6

Muhammad SAW yang


menerima wahyu.
penjelasan-penjelasan dari
nabi tersebut bisa
berupa ucapan atau
perbuatan maupun
pernyataan atau
pengakuan, yang dalam
tradisi
keilmuan islam disebut
hadits. Dengan demikian,
hadits nabi merupakan
sumber ajaran
islam setelah AL-Qur’an.
7

Dari sisi periwayatannya


hadits memang berbeda
dengan Al-Qur’an. Semua
periwayatan
ayat-ayat Al-Qur’an
dipastikan berlangsung
secara mutawatir, sedang
hadits ada yang
mutawatir dan ada juga
yang ahad. Oleh karena itu,
Al-Quran bila dilihat dari
segi
periwayatannya
mempunyai kedudukan
8

sebagai qot’i al-wurud,


sedang hadits nabi dalam
hal ini yang berkategori
ahad, berkedudukan
sebagai dzoni al-wurud.
Untuk mengetahui
otentisitas dan orisinalitas
hadits semacam ini
diperlukan penelitian
matan maupun sanad. Dari
sini dapat dilihat bahwa
selain rowi , matan dan
sanad
9

merupakan tiga unsur


terpenting dalam hadits
nabi.
Al-Qur’an sebagai
petunjuk hidup manusia
bagi orang-orang yang
bertaqwa sifatnya
mujmal (global) atau
masih ‘am(umum), maka
untuk menerapkannya
secara praktis
sangatlah membutuhkan
penjelasan-penjelasan yang
lebih jelas terutama dari
nabi
10

Muhammad SAW yang


menerima wahyu.
penjelasan-penjelasan dari
nabi tersebut bisa
berupa ucapan atau
perbuatan maupun
pernyataan atau
pengakuan, yang dalam
tradisi
keilmuan islam disebut
hadits. Dengan demikian,
hadits nabi merupakan
sumber ajaran
islam setelah AL-Qur’an.
11

Dari sisi periwayatannya


hadits memang berbeda
dengan Al-Qur’an. Semua
periwayatan
ayat-ayat Al-Qur’an
dipastikan berlangsung
secara mutawatir, sedang
hadits ada yang
mutawatir dan ada juga
yang ahad. Oleh karena itu,
Al-Quran bila dilihat dari
segi
periwayatannya
mempunyai kedudukan
12

sebagai qot’i al-wurud,


sedang hadits nabi dalam
hal ini yang berkategori
ahad, berkedudukan
sebagai dzoni al-wurud.
Untuk mengetahui
otentisitas dan orisinalitas
hadits semacam ini
diperlukan penelitian
matan maupun sanad. Dari
sini dapat dilihat bahwa
selain rowi , matan dan
sanad
13

merupakan tiga unsur


terpenting dalam hadits
nabi.
Al-Qur’an sebagai
petunjuk hidup manusia
bagi orang-orang yang
bertaqwa sifatnya
mujmal (global) atau
masih ‘am(umum), maka
untuk menerapkannya
secara praktis
sangatlah membutuhkan
penjelasan-penjelasan yang
lebih jelas terutama dari
nabi
14

Muhammad SAW yang


menerima wahyu.
penjelasan-penjelasan dari
nabi tersebut bisa
berupa ucapan atau
perbuatan maupun
pernyataan atau
pengakuan, yang dalam
tradisi
keilmuan islam disebut
hadits. Dengan demikian,
hadits nabi merupakan
sumber ajaran
islam setelah AL-Qur’an.
15

Dari sisi periwayatannya


hadits memang berbeda
dengan Al-Qur’an. Semua
periwayatan
ayat-ayat Al-Qur’an
dipastikan berlangsung
secara mutawatir, sedang
hadits ada yang
mutawatir dan ada juga
yang ahad. Oleh karena itu,
Al-Quran bila dilihat dari
segi
periwayatannya
mempunyai kedudukan
16

sebagai qot’i al-wurud,


sedang hadits nabi dalam
hal ini yang berkategori
ahad, berkedudukan
sebagai dzoni al-wurud.
Untuk mengetahui
otentisitas dan orisinalitas
hadits semacam ini
diperlukan penelitian
matan maupun sanad. Dari
sini dapat dilihat bahwa
selain rowi , matan dan
sanad
17

merupakan tiga unsur


terpenting dalam hadits
nabi.
Al-Qur’an sebagai
petunjuk hidup manusia
bagi orang-orang yang
bertaqwa sifatnya
mujmal (global) atau
masih ‘am(umum), maka
untuk menerapkannya
secara praktis
sangatlah membutuhkan
penjelasan-penjelasan yang
lebih jelas terutama dari
nabi
18

Muhammad SAW yang


menerima wahyu.
penjelasan-penjelasan dari
nabi tersebut bisa
berupa ucapan atau
perbuatan maupun
pernyataan atau
pengakuan, yang dalam
tradisi
keilmuan islam disebut
hadits. Dengan demikian,
hadits nabi merupakan
sumber ajaran
islam setelah AL-Qur’an.
19

Dari sisi periwayatannya


hadits memang berbeda
dengan Al-Qur’an. Semua
periwayatan
ayat-ayat Al-Qur’an
dipastikan berlangsung
secara mutawatir, sedang
hadits ada yang
mutawatir dan ada juga
yang ahad. Oleh karena itu,
Al-Quran bila dilihat dari
segi
periwayatannya
mempunyai kedudukan
20

sebagai qot’i al-wurud,


sedang hadits nabi dalam
hal ini yang berkategori
ahad, berkedudukan
sebagai dzoni al-wurud.
Untuk mengetahui
otentisitas dan orisinalitas
hadits semacam ini
diperlukan penelitian
matan maupun sanad. Dari
sini dapat dilihat bahwa
selain rowi , matan dan
sanad
21

merupakan tiga unsur


terpenting dalam hadits
nabi.
Al-Qur’an sebagai
petunjuk hidup manusia
bagi orang-orang yang
bertaqwa sifatnya
mujmal (global) atau
masih ‘am(umum), maka
untuk menerapkannya
secara praktis
sangatlah membutuhkan
penjelasan-penjelasan yang
lebih jelas terutama dari
nabi
22

Muhammad SAW yang


menerima wahyu.
penjelasan-penjelasan dari
nabi tersebut bisa
berupa ucapan atau
perbuatan maupun
pernyataan atau
pengakuan, yang dalam
tradisi
keilmuan islam disebut
hadits. Dengan demikian,
hadits nabi merupakan
sumber ajaran
islam setelah AL-Qur’an.
23

Dari sisi periwayatannya


hadits memang berbeda
dengan Al-Qur’an. Semua
periwayatan
ayat-ayat Al-Qur’an
dipastikan berlangsung
secara mutawatir, sedang
hadits ada yang
mutawatir dan ada juga
yang ahad. Oleh karena itu,
Al-Quran bila dilihat dari
segi
periwayatannya
mempunyai kedudukan
24

sebagai qot’i al-wurud,


sedang hadits nabi dalam
hal ini yang berkategori
ahad, berkedudukan
sebagai dzoni al-wurud.
Untuk mengetahui
otentisitas dan orisinalitas
hadits semacam ini
diperlukan penelitian
matan maupun sanad. Dari
sini dapat dilihat bahwa
selain rowi , matan dan
sanad
25

merupakan tiga unsur


terpenting dalam hadits
nabi.
Al-Qur’an sebagai
petunjuk hidup manusia
bagi orang-orang yang
bertaqwa sifatnya
mujmal (global) atau
masih ‘am(umum), maka
untuk menerapkannya
secara praktis
sangatlah membutuhkan
penjelasan-penjelasan yang
lebih jelas terutama dari
nabi
26

Muhammad SAW yang


menerima wahyu.
penjelasan-penjelasan dari
nabi tersebut bisa
berupa ucapan atau
perbuatan maupun
pernyataan atau
pengakuan, yang dalam
tradisi
keilmuan islam disebut
hadits. Dengan demikian,
hadits nabi merupakan
sumber ajaran
islam setelah AL-Qur’an.
27

Dari sisi periwayatannya


hadits memang berbeda
dengan Al-Qur’an. Semua
periwayatan
ayat-ayat Al-Qur’an
dipastikan berlangsung
secara mutawatir, sedang
hadits ada yang
mutawatir dan ada juga
yang ahad. Oleh karena itu,
Al-Quran bila dilihat dari
segi
periwayatannya
mempunyai kedudukan
28

sebagai qot’i al-wurud,


sedang hadits nabi dalam
hal ini yang berkategori
ahad, berkedudukan
sebagai dzoni al-wurud.
Untuk mengetahui
otentisitas dan orisinalitas
hadits semacam ini
diperlukan penelitian
matan maupun sanad. Dari
sini dapat dilihat bahwa
selain rowi , matan dan
sanad
29

merupakan tiga unsur


terpenting dalam hadits
nabi.
Al-Qur’an sebagai
petunjuk hidup manusia
bagi orang-orang yang
bertaqwa sifatnya
mujmal (global) atau
masih ‘am(umum), maka
untuk menerapkannya
secara praktis
sangatlah membutuhkan
penjelasan-penjelasan yang
lebih jelas terutama dari
nabi
30

Muhammad SAW yang


menerima wahyu.
penjelasan-penjelasan dari
nabi tersebut bisa
berupa ucapan atau
perbuatan maupun
pernyataan atau
pengakuan, yang dalam
tradisi
keilmuan islam disebut
hadits. Dengan demikian,
hadits nabi merupakan
sumber ajaran
islam setelah AL-Qur’an.
31

Dari sisi periwayatannya


hadits memang berbeda
dengan Al-Qur’an. Semua
periwayatan
ayat-ayat Al-Qur’an
dipastikan berlangsung
secara mutawatir, sedang
hadits ada yang
mutawatir dan ada juga
yang ahad. Oleh karena itu,
Al-Quran bila dilihat dari
segi
periwayatannya
mempunyai kedudukan
32

sebagai qot’i al-wurud,


sedang hadits nabi dalam
hal ini yang berkategori
ahad, berkedudukan
sebagai dzoni al-wurud.
Untuk mengetahui
otentisitas dan orisinalitas
hadits semacam ini
diperlukan penelitian
matan maupun sanad. Dari
sini dapat dilihat bahwa
selain rowi , matan dan
sanad
33

merupakan tiga unsur


terpenting dalam hadits
nabi.
Al-Qur’an sebagai
petunjuk hidup manusia
bagi orang-orang yang
bertaqwa sifatnya
mujmal (global) atau
masih ‘am(umum), maka
untuk menerapkannya
secara praktis
sangatlah membutuhkan
penjelasan-penjelasan yang
lebih jelas terutama dari
nabi
34

Muhammad SAW yang


menerima wahyu.
penjelasan-penjelasan dari
nabi tersebut bisa
berupa ucapan atau
perbuatan maupun
pernyataan atau
pengakuan, yang dalam
tradisi
keilmuan islam disebut
hadits. Dengan demikian,
hadits nabi merupakan
sumber ajaran
islam setelah AL-Qur’an.
35

Dari sisi periwayatannya


hadits memang berbeda
dengan Al-Qur’an. Semua
periwayatan
ayat-ayat Al-Qur’an
dipastikan berlangsung
secara mutawatir, sedang
hadits ada yang
mutawatir dan ada juga
yang ahad. Oleh karena itu,
Al-Quran bila dilihat dari
segi
periwayatannya
mempunyai kedudukan
36

sebagai qot’i al-wurud,


sedang hadits nabi dalam
hal ini yang berkategori
ahad, berkedudukan
sebagai dzoni al-wurud.
Untuk mengetahui
otentisitas dan orisinalitas
hadits semacam ini
diperlukan penelitian
matan maupun sanad. Dari
sini dapat dilihat bahwa
selain rowi , matan dan
sanad
37

merupakan tiga unsur


terpenting dalam hadits
nabi.
Hadits merupakan sumber ajaran islam setelah AL-Qur’an. Dari sisi

periwayatannya hadits memang berbeda dengan Al-Qur’an. Semua

periwayatan ayat-ayat Al-Qur’an dipastikan berlangsung secara mutawatir,

sedang hadits ada yang mutawatir dan ada juga yang ahad. Oleh karena itu, Al-

Quran bila dilihat dari segi periwayatannya mempunyai kedudukan sebagai

qot’i al-wurud, sedang hadits nabi dalam hal ini yang berkategori ahad,

berkedudukan sebagai dzoni al-wurud.

Kedudukan hadits sangat urgen bagi sarana informasi mengenai syariat

yang diajarkan nabi kepada umatnya. Masyarakat islam mutlak mengetahui dan

memahami sumber ajarannya, yakni Al-Qur’an dan Hadits. Akan tetapi banyak

muslim yang belum memahami tentang Hadits. Sebagian dari mereka yang

sudah memahami akan tetapi dalam mengaplikasikan di dalam kehidupan

sehari-hari mereka abaikan. Untuk memahami diperlukan pemikiran yang kritis

sehingga dapat meneladani seluruh aspek kehidupan yang dilakukan oleh

Rasulullah SAW. Hadits berisi tentang riwayat kehidupan Rasulullah SAW

yang berisi dasar hukum baik tentang qoulun nabi, fi’lun nabi, takhrirun nabi,

maupun sifatun nabi. Di dalam suatu Hadits terdapat struktur Hadits, yang

terdiri dari seorang perawi, Mukharrij dan sanad, begitupula

terdapat matan hadits.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana struktur sanad hadits?


38

2. Bagaimana struktur matan hadist?

3. Bagaimana struktur mukharrij hadist?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui struktur sanad hadits.

2. Untuk mengetahui matan hadits.

3. Untuk mengetahui mukharrij hadits.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Struktur Sanad Hadits

“Sanad” adalah bahasa arab yang berasal dari kata dasar “sanada, yasnudu

(‫ )سند يسند‬, artinya “sandaran” atau “tempat bersandar” atau “tempat berpegang”

atau berarti “yang dipercaya”, sebab hadits itu selalu bersandar padanya dan

dipegangi atas kebenarannya.1

Sedangkan menurut istilah ialah:

‫هو طريق المتن اي سلسلة الرواة الذين نقلواالمتن من مصدره االول‬

“Sanad adalah jalannya matan, yaitu silsilah para perawi yang

memindahkan (meriwayatkan) hadits dari sumbernya”.

Yang dimaksud istilah “silsilah orang” ialah susunan atau rangkaian

matarantai orang-orang yang menyampaikan materi hadits tersebut, mulai dari

yang disebut pertama sampai kepada Rasulullh saw., dimana semua perbuatan,

ucapan, pengakuan, dan lainnya merupakan suatu materi atau matan hadits.2

Dalam bidang ilmu hadits sanad itu merupakan salah satu neraca yang

menimbang shahih atau dhaifnya suatu hadits. Jika para pembawa hadits jika

orang-orang yang cakap dan cukup persyaratan, yakni adil, taqwa, tidak fasik,

menjaga kehormatan diri, dan mempinyai daya ingat kuat, sanadnya

bersambung dari satu periwayat ke periwayat yang lainnya sampai kepada

sumber berita pertama.

Contoh sanad : mengatakan Abdullah bin Yusuf berkata : memberitahukan

kepada kami Malik dari ibnu Syihab dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im

1
Muhammad Ma’sum zein, Ulumul Hadits & Mustholah Hadits, (Jombang, Darul
Hikmah, 2008), h. 29.
2
Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, (Bogor, Ghalia Indonesia, 2010), h. 130.

39
40

dari ayahnya berkata :”aku mendengar Rasulullah SAW. Membaca surat at-tur

pada sholat maghrib.” (HR Al-Bukhori).3

Selain istilah sanad, terdapat istilah lainnya, seperti al-isnad, al-musnad,

dan al-musnid. Istilah tersebut kaitannya sangat erat dengan istilah sanad. Istlah

al-isnad berarti menyandarkan, mengasalkan (mengembalikan ke asal), dan

mengangkat. Maksudnya ialah:

‫رفع الحديث الى قائله او فاعله‬

“Menyandarkan hadits kepada orang yang mengatakannya (Hasbi Ash-

Shiddiqi,1985,43)

Menurut Ath-Thibi, sebagaimana dikutip al-Qasimi, kata al-isnad dengan

as-sanad mempunyai arti yang hampir sama atau berdekatan. Ibn Jama’ah

mempertegas lagi menurutnya, bahwa ulama muhaditsin memandang kedua

istilah tersebut mempunyai pengertan yang sama, yang keduanya dapat dipakai

secara bergantian.4

Dengan demikian, para ahli hadits bersepakat untuk mengatakan bahwa

isnad merupakan cara pemindahan (pengaksesan) berita dari orang yang

terpercaya kepada orang yang terpercaya lainnya, sampai kepada nabi

Muhammad Saw sebagai pemilik awalnya.5

Sedangkan musnid ialah:

‫ سواء كان عنده علم به او ليس له اال مجرد روايته‬.‫المسند هو من يروي الحديث باسناده‬

“Orang yang meriwayatkan hadits dengan sanadnya, baik mengetahui atau

tidak mengetahui terhadap matan itu, tetapi ia sendiri menjadi sumber berita

itu”.

Sedang musnad mempunyai beberapa arti:


3
H. Zainuddin, MZ., Studi Hadits, (Surabaya, IAIN SA, 2011)
4
Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, (Bogor, Ghalia Indonesia, 2010), h. 130-131.
5
H. Zainuddin, MZ., Studi Hadits, (Surabaya, IAIN SA, 2011)
41

1. Hadits yang diriwayatkan dan disandarkan atau disanadkan kepada

seseorang yang membawanya, seperti Ibn Syihab az-Zuhri, Malik bin Anas,

dan Amarah binti Abd ar-Rahman.

2. Sebagai sebutan nama suatu kitab yang didalamnya menghimpun hadits-

hadits dengan sistem penyusunannya berdasarkan nama-nama para sahabat

perawi hadits, seperti kitab musnad Ahmad.

Contoh Musnad : Abdullah bin yusuf menceritakan kepada kami dari

malik dari abu Az-zinad dari Al-A’raj dari Abu Hurairah Radhiallahuanhu dia

berkata : sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda : “ Jika anjing menjilat

bejana salah seorang dari kalian hendaklah dia mencucinya sebanyak tujuh

kali”

B. Struktur Matan Hadits

Matan menurut bahasa berarti ‫ع من االرض‬vvv‫لب وارتف‬vvv‫ا ص‬vvv‫( م‬tanah yang

meninggi). Sedangkan menurut istilah adalah:

‫الفاظ الحديث التي تتقوم بها المعاني‬

“Lafal-lafal hadits yang mengandung makna-makna tertentu”.

‫ما ينتهي اليه السند من الكالم‬

“Suatu kalimat yang menjadi tempat berakhirnya sanad”.

Dari definisi di atas, maka matan ialah materi atau lafal hadits itu sendiri,

yang penulisannya ditempatkan setelah menyebutkan sanad sebelum perawi

atau mudawwin. Dengan demikian, matan ialah pembicaraan (kalam) atau

materi berita yang diterima oleh sanad terakhir, baik isi pembicaraan itu berupa

sabda Nabi SAW., sahabat ataupun tabi’in, baik isi pembicaraan itu berupa

perbuatan Nabi saw maupun perbuatan sahabat yang tidak disanggah oleh Nabi

SAW.6

6
Muhammad Ma’sum zein, Ulumul Hadits & Mustholah Hadits, (Jombang, Darul
Hikmah, 2008), h. 31.
42

C. Struktur Mukharrij Hadits

Mukharrij ialah perawi hadits yang telah menghimpun hadits-hadits yang

diriwayatkannya ke dalam kitab-kitab yang telah disusunnya, misalnya Imam

Bukhori, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Turmudzy dan lain

sebagainya. Di dalam kitab-kitab mereka semua komponen yang menjadi

persyaratan, harus ada di dalam periwayatan hadits mereka, mulai dari matan

dan sanad sampa pada metode penerimaan dan penyampaian hadits kepada

orang lain (al-Tahamul wa al-Ada’).

Oleh sebab itu, diantara komponen satu dengan yang lain dalam

periwayatan hadits, harus benar-benar ada, sebab hadits tidak cukup hanya

dilihat dari matan dan matarantai sanadnya saja, melainkan diketahui pula

siapa nama mukharrijnya-nya dan nama perawi pertama (yaitu sahabat) yang

telah meriwayatkannya.7

Contoh Mukhorrij al-Bukhori :

Urutan sebagai
No. Nama Perawi Hadits Urutan sebagai sanad
perawi

1. Anas bin Malik Perawi I Sanad V

2. Abu Qilabah Perawi II Sanad IV

3. Ayyub Perawi III Sanad III

Abdul Wahhab al
4. Perawi IV Sanad II
Tsaqofiy

Muhammad bin
5. Perawi V Sanad I
Mutsanna

6. Al-Bukhori Perawi VI Mukhorrij Hadits

7
Muhammad Ma’sum zein, Ulumul Hadits & Mustholah Hadits, (Jombang, Darul
Hikmah, 2008), h. 38.
43

Istilah periwayatan sama artinya dengan istilah Arab al-riwayat (‫)الرواية‬,

yaitu bentuk masdar dari kata rawa (‫)روى‬, yang berarti sama dengan kata: al-

naql (‫)النقل‬, artinya “penukilan” atau al-dzikr (‫)الذكر‬, artinya “penyebutan”. Arti

tersebut dalam bahasa Indonesia diartikan sama dengan arti kata “sejarah” atau

“cerita”, sehingga arti kata “periwayatan” adalah “sesuatu yang diriwayatkan

“atau riwayat” (dalam istlah Arab).

Sedang menurut istilah ahli hadits, kata “periwayatan” diartikan dengan

kata “al-riwayat, yaitu suatu kegiatan penerimaan dan penyampaian hadits serta

penyandaran hadits kepada rangkaian matarantai para perawinya melalui

bentuk-bentuk penerimaan dan penyampaian yang bersifat tertentu”.

Dari definisi tersebut, jika di lapangan ternyata ditemukan seorang perawi

yang telah menerima hadits dari perawi lain, tetapi ia tidak menyampaikannya

kepada orang lain, maka ia tidak dapat disebut sebagai “orang yang telah

melakukan periwayatan hadits”. Dan jika orang tersebut telah menyampaikan

hadits kepada orang lain, tetapi ketika menyampaikannya tidak menyebutkan

rangkaian matarantai para perawinya, maka ia tidak dapat disebut sebagai

orang yang telah melakukan periwayatan hadits.

Dengan demikian, unsur-unsur yang harus ada di dalam periwayatan hadits

adalah:

a. Adanya kegiatan menerima hadits dari perawinya. Hal ini dikenal dengan

istilah “rawi” atau “perawi”.

b. Adanya kegiatan menyampaikan hadits kepada orang lain. Hal ini dikenal

dengan istilah “penyampaian” atau “marwy”

c. Adanya susunan matarantai para perawi ketika hadits disampaikan kepada

orang lain. Hal ini dikenal dengan istilah “sanad/isnad”.


44

d. Adanya kalimat yang menjadi pokok pembicaraan. Hal ini dikenal dengan

sebutan “matan”.

e. Adanya kegiatan yang berkenaan dengan seluk beluk penerimaan dan

penyampaian hadits. Hal ini dikenal dengan istilah “tahammul wa ada’ al-

hadits”.8

8
Muhammad Ma’sum zein, Ulumul Hadits & Mustholah Hadits, (Jombang, Darul
Hikmah, 2008), h. 39 - 40.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Sanad adalah rantai penutur atau perowi (periwayat) hadits. Sanad terdiri

atas seluruh penutur mulai orang yang mencatat hadits tersebut dalam

bukunya (kitab hadits) hingga Rosululloh. Sanad menggambarkan keaslian

suatu ayat.

2. Matan merupakan akhir sanad yakni sabda Nabi Muhammad SAW. ada

juga redaksi lain yang menyebutkan bahwa matan adalah ujung sanad

( gayah assanad) jadi bisa dikatakan bahwa matan itu adalah materi atau

lafadz hadits itu sendiri.

3. Rawi (perowi) adalah orang yang menyampaikan atau menuliskan dalam

suatu kitab apa-apa yang pernah di dengar dan diterimanya dari seorang

gurunya.

B. Saran

Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan

makalah ini tetapi kenyataannya masih banyak yang perlu penulis perbaiki. Hal

ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena

itu, kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar penulis harapkan

untuk perbaikan ke depannya.

45
46
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Ma’sum zein, Ulumul Hadits & Mustholah Hadits, Jombang, Darul Hikmah,
2008.

Sahrani, Sohari, Ulumul Hadits, Bogor, Ghalia Indonesia, 2010.

H. Zainuddin, MZ., Studi Hadits, Surabaya, IAIN SA, 2011.

47

You might also like