You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan Pasien adalah hal penting yang terdapat di rumah sakit, pasien
dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak mendapat
kualitas asuhan yang sama. Untuk melaksanakan prinsip kualitas asuhan yang
setingkat, Rumah Sakit adalah organisasi dalam bidang jasa pelayanan kesehatan
perorangan. Dalam penyelenggaraan upaya pelayanan pada pasien rumah sakit
didukung oleh banyak jenis keterampilan SDM baik yang berbentuk profesi maupun non
profesi. Dalam menjalankan kegiatannya rumah sakit menyadari bahwa pelayanan
yang diberikan kepada pasien dalam bentuk bermacam macam asuhan yang
merupakan bagian dari suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan para
profesional dibidang pelayanan kesehatan.
Dengan adanya pedoman ini diharapkan rumah sakit dapat menerapkan model
pelayanan yang akan membangun suatu kontinuitas pelayanan, menyelaraskan
kebutuhan asuhan pasien dengan pelayanan yang tersedia di rumah sakit,
mengkoordinasikan pelayanan, kemudian merencanakan pemulangan dan tindakan
selanjutnya. Hasilnya adalah meningkatnya mutu asuhan pasien dan efisiensi
penggunaan sumber daya yang tersedia di rumah sakit. Setiap pasien yang datang
kerumah sakit harus dijamin aksesnya untuk mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan,
terjamin pula kontinuitas pelayanan yang didapat, serta mendapatkan pelayanan yang
terkoordinasi dan terintegrasi dari berbagai asuhan dari para profesional pemberi
asuhan pasien. Sehingga dapatlah diharapkan hasil pelayanan yang efektif, efisien dan
menjamin keselamatan pasien, yang akhirnya bermuara pada kepuasan pasien dan
pemenuhan hak pasien.Beberapa hal penting yang harus dikelola oleh rumah sakit
adalah mengenali dengan baik kebutuhan pasien yang mana yang dapat dilayani oleh
rumah sakit, mengatur pemberian pelayanan yang efisien kepada pasien, dan
melakukan rujukanke pelayanan yang tepat baik di dalam maupun keluar rumah sakit
serta mengatur pemulangan pasien yang tepat ke rumah.
Rumah Sakit bermutu, adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan melalui
penyelenggaraan pelayanan secara paripurna pada Unit Gawat Darurat, rawat jalan,
rawat inap, ruang tindakan dan ruang perawatan khusus. Penyelenggaraan pelayanan
dilaksanakan oleh berbagai kelompok profesi. Para profesional utama yang
memberikan asuhan kepada pasien di rumah sakit adalah staf medis baik dokter
maupun dokter spesialis, staf klinis keperawatan (perawat dan bidan), nutrisionis,
farmasis, asuhan penunjang berupa analis laboratorium dan penata rontgen. Secara

1
garis besar ada empat kelompok SDM yang mendukung jalannya rumah sakit yaitu,
kelompok medis memberikan pelayanan asuhan medis, kelompok keperawatan
memberikan pelayanan asuhan keperawatan, serta kelompok keteknisian medis yang
memberikan pelayanan penunjang medis, dan akhirnya adalah kelompok administrasi
yang memberikan pelayanan administrasi manajemen.

B. Tujuan
Maksud dari Sasaran.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan pasien yang seragam yaitu seluruh pelayanan yang
berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan pasien.Pelayanan
tersebut terdiri dari:
1. Pelayanan Medis
a. Instalasi Gawat Darurat
b. Pelayanan Rawat Inap
c. Pelayanan Rawat Jalan
d. Poliklinik THT
e. Poliklinik Penyakit Dalam
f. Poliklinik Anak
g. Poliklinik Bedah Umum
h. Poliklinik Obsgyn
i. Poliklinik Gigi
j. Pelayanan Kamar Bedah
k. Instalasi Farmasi
l. Instalasi Rekam Medis
2. Pelayanan non Medis
a. Bagian kebersihan
b. Bagain laundry
c. Bagian dapur
d. Bagian maintenance

2
D. Landasan Hukum
1. Surat Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia No.129/Menkes/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1438 tahun 2010 Tentang
Standar Pelayanan Kedokteran
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1691 tahun 2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit
6. SK Direktur Nomer 200/1.10/009/XI/2016 tentang Kebijakan Pedoman Pelayanan
Pasien di RS Bunda Purwokerto

3
BAB II
ISI

A. Pemberian Asuhan Pelayanan Seragam Untuk Semua Pasien


Bagi Rumah Sakit Bunda Purwokerto, Pelayanan berfokus pasien
merupakanasuhan yang menghormati dan responsif terhadap pilihan, kebutuhan dan
nilai-nilai pribadi pasien, serta memastikan bahwa nilai-nilai pasien menjadi panduan
bagi semua keputusan klinis. Penyediaan pelayanan yang paling sesuai untuk
mendukung dan merespon setiap kebutuhan pasien yang unik, memerlukan
perencanaan dan koordinasi tingkat tinggi. Ada beberapa aktivitas tertentu yang bersifat
dasar bagi pelayanan pasien. Untuk semua disiplin yang memberikan pelayanan
pasien, aktivitas ini termasuk:
1. Perencanaan dan pemberian asuhan kepada setiap/masing-masing pasien;
2. Pemantauan pasien untuk mengetahui hasil asuhan pasien;
3. Modifikasi asuhan pasien bila perlu;
4. Respon terhadap komplikasi;
5. Penuntasan asuhan pasien;
6. Perencanaan tindak lanjut dan
7. Sekurang kurangnya bantuan hidup dasar
Seluruh profesional pemberi asuhan seperti dokter, perawat, apoteker,
nutrisionis, terapis dan praktisi pelayanan kesehatan lain di RSU Bunda melaksanakan
aktivitas tersebut. Masing-masing praktisi pelayanan kesehatan mempunyai peran yang
jelas dalam asuhan pasien. Peran tersebut ditentukan oleh lisensi, kredensial,
sertifikat, undang-undang dan peraturan, ketrampilan (skill) khususindividu,
pengetahuan, pengalaman, juga kebijakan rumah sakit atau uraian tugas. Sebagian
pelayanan bisa dilaksanakan oleh pasien, keluarganya, atau pembantu pelaksana
asuhan lainnya yang terlatih.
Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama
berhak mendapat kualitas asuhan yang sama di rumah sakit. Secara khusus,
pelayanan yang diberikan kepada populasi pasien yang sama pada berbagai unit kerja,
dipandu oleh kebijakan dan prosedur yang menghasilkan pelayanan yang seragam
dengan tingkat kualitas asuhan yang sama setiap hari dalam seminggu dan pada setiap
shift. Kebijakan dan prosedur tersebut harus sesuai dengan undang-undang dan
peraturan yang berlaku yang membentuk proses pelayanan pasien dan dikembangkan
secara kolaboratif. Asuhan pasien yang seragam terefleksi sebagai berikut dalam:
1. Akses untuk asuhan dan pengobatan, yang memadai, tidak tergantung atas
kemampuan pasien untuk membayar atau sumber pembiayaan.

4
2. Akses untuk asuhan dan pengobatan, serta yang memadai, yang diberikan oleh
praktisi yang kompeten tidak tergantung atas hari-hari tertentu atau waktu tertentu.
3. Ketepatan (acuity) mengenali kondisi pasien menentukan alokasi sumber daya
untuk memenuhi kebutuhan pasien.
4. Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien (contoh: pelayanan anestesia) sama
di seluruh rumah sakit.
5. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima asuhan
keperawatan yang setingkat diseluruh rumah sakit.
6. Asuhan pasien yang seragam menghasilkan penggunaan sumber daya yang efisien
dan sehingga mendapatkan evaluasi hasil (outcome) yang sama untuk asuhan di
seluruh rumah sakit.
Semua proses asuhan pasien oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA) harus
dicatat dalam berkas rekam medis pasien secara runtut sesuai dengan perjalanan
asuhan yang dialami pasien di RS, mulai dari Assesmen Awal sampai pada Resume
Pulang.Pencatatan dalam berkas rekam medis mengikuti kaidah Problem Oriented
Medical record (POMR) yaitu dengan pola S (subyektif, keterangan/keluhan pasien), O
(objektif, fakta yang ditemukan pada pasien melalui pemeriksaan fisik dan penunjang),
A (analisis, merupakan kesimpulan/diagnosa yang dibuat berdasarkan S dan O) dan P
(plan, rencana asuhan yang akan diterapkan pada pasien).

B. Pelayanan Dan Penyediaan Pelayanan Pasien Risiko Tinggi


1. Pengertian
Pelayanan pasien dengan risiko tinggi merupakan pelayanan pasien dengan
peralatan Bantuan Hidup Dasar, penyakit menular atau imunosuppressed,
peralatan pengikat atau restraint dan ketergantungan bantuan.

2. Kebijakan
Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien dengan berbagai
variasi kebutuhan pelayanan kesehatan. Beberapa pasien yang digolongkan
risiko-tinggi karena umur, kondisi, atau kebutuhan yang bersifat kritis. Anak dan
lanjut usia umumnya dimasukkan dalam kelompok ini karena mereka sering tidak
dapat menyampaikan pendapatnya, tidak mengerti proses asuhan dan tidak dapat
ikut memberi keputusan tentang asuhannya. Demikian pula, pasienyang
ketakutan, bingung atau koma tidak mampu memahami proses asuhan bila
asuhan harus diberikan secara cepat dan efisien. Rumah sakit juga menyediakan
berbagai variasi pelayanan, sebagian termasuk yang berisiko tinggi karena
memerlukan peralatan yang kompleks, yang diperlukan untuk pengobatan

5
penyakit yang mengancam jiwa, sifat pengobatan (penggunaan darah atau produk
darah) atau potensi yang membahayakan pasien.
Kebijakan dan prosedur merupakan alat yang sangat penting bagi staf
untuk memahami pasien tersebut dan pelayanannya dan memberi respon yang
cermat, kompeten dan dengan cara yang seragam. Pimpinan bertanggung jawab
untuk:
1. Mengidentifikasi pasien dan pelayanan yang dianggap berisiko tinggi
2. Menggunakan proses kerjasama (kolaborasi) untuk mengembangkan
kebijakan dan prosedur yang sesuai,
3. Melaksanakan pelatihan staf dalam mengimplementasikan kebijakan dan
prosedur.

Pasien dan pelayanan yang diidentifikasikan sebagai kelompok pasien


risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi, apabila ada di dalam rumah sakit maka
dimasukkan dalam daftar prosedur. Rumah sakit dapat pula melakukan
identifikasi risiko sampingan sebagai akibat dari suatu prosedur atau rencana
asuhan (contoh: perlunya pencegahan trombosis vena dalam, ulkus dekubitus
dan jatuh). Bila ada risiko tersebut, maka dapat dicegah dengan cara melakukan
pelatihan staf dan mengembangkan kebijakan dan prosedur yang sesuai.Yang
termasuk pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi:
1. Pasien gawat darurat
2. Pelayanan resusitasi di seluruh unit rumah sakit
3. Pemberian darah dan produk darah.
4. Pasien koma.
5. Pasien dengan penyakit menular dan mereka yang daya tahannya
menurun .
6. Penggunaan alat pengekang (restraint) dan pasien yang diberi pengekang/
penghalang.
7. Pasien lanjut usia, mereka yang cacat, anak-anak dan populasi yang
berisiko diperlakukan kasar/kejam.

6
C. Makanan Dan Terapi Nutrisi
1. Pengertian
Nutrisi adalah makanan yang dikonsumsi untuk bertahan hidup, tumbuh,
berkembang dan sebagai sumber energi untuk beraktivitas. Seluruh nutrisi yang
dibutuhkan tubuh terdapat dalam makanan. Terapi nutrisi itu sendiri diperlukan
untuk mengembalikan keseimbangan fungsi tubuh yang terganggu akibat
kekurangan nutrisi.
2. Kebijakan
Makanan dan nutrisi yang memadai penting bagi kondisi kesehatan dan proses
pemulihan pasien. Makanan yang sesuai dengan umur pasien, budaya pasien dan
preferensi diet, rencana pelayanan, harus tersedia secara rutin. Pasien
berpartisipasi dalam perencanaan dan seleksi makanan, dan keluarga pasien
dapat, bila sesuai, berpartisipasi dalam menyediakan makanan, konsisten dengan
budaya, agama, dan tradisi dan praktik lain. Berdasarkan asesmen kebutuhan
pasien dan rencana asuhan, DPJP atau pemberi pelayanan lainnya yang kompeten
memesan makanan atau nutrien lain yang sesuai bagi pasien. Bila keluarga pasien
atau pihak lain menyediakan makanan pasien, mereka diberikan edukasi tentang
makanan yang dilarang atau kontra indikasi dengan kebutuhan dan rencana
pelayanan, termasuk informasi tentang interaksi obat dengan makanan. Bila
mungkin, pasien ditawarkan berbagai macam makanan yang konsisten dengan
status gizinya.
Pada asesmen awal, pasien diperiksa untuk mengidentifikasi adanya risiko
nutrisional. Pasien ini akan dikonsulkan ke nutrisionis untuk asesmen lebih lanjut.
Bila ternyata ada risiko nutrisional, dibuat rencana terapi gizi. Tingkat kemajuan
pasien dimonitor dan dicatat dalam rekam medisnya. Dokter, perawat dan ahli diet
dan kalau perlu keluarga pasien, bekerjasama merencanakan dan memberikan
terapi gizi. Hal yang harus dipenuhi oleh rumah sakit terkait nutrisi pasien adalah:
1. Makanan atau nutrisi yang sesuai untuk pasien, tersedia secara reguler
2. Sebelum memberi makan pasien, semua pasien rawat inap telah memesan
makanan dan dicatat.
3. Pesanan didasarkan atas status gizi, latar belakang agama dan budaya serta
kebutuhan pasien
4. Ada bermacam variasi pilihan makanan bagi pasien konsisten dengan kondisi
dan pelayanannya
5. Bila keluarga menyediakan makanan, mereka diberikan edukasi tentang
pembatasan diet pasien

7
6. Makanan disiapkan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi dan
pembusukan
7. Makanan disimpan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi dan
pembusukan
8. Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik
9. Distribusi makanan dilakukan tepat waktu, dan memenuhi sesuai permintaan
khusus pasien terkait waktu.
10. Praktik penanganan memenuhi peraturan dan perundangan yang berlaku
11. Pasien, termasuk pasien anak dan balita yang pada asesmen berada pada
risiko nutrisional, mendapat terapi gizi.
12. Suatu proses kerjasama dipakai untuk merencanakan, memberikan dan
memonitor terapi gizi.
13. Respon pasien terhadap terapi gizi dimonitor.
14. Respon pasien terhadap terapi gizi dicatat dalam rekam medisnya.

D. Pengelolaan Pelayanan Rasa Nyeri


1. Pengertian
Menurut International Association for the Study of Pain (IASP),nyeri adalah suatu
pengalaman sensori, emosional serta kognitif yang tidak menyenangkan akibat
dari kerusakan jaringan aktual maupun potensial yang dapat timbul tanpa adanya
injuri (Ardinata, 2007). Nyeri post operasi adalah nyeri yang dirasakan akibat dari
hasil pembedahan. Kejadian, intensitas, dan durasi nyeri post operasi berbeda
beda.Lokasi pembedahan mempunyai efek yang sangat penting yang hanya
dapat dirasakan oleh pasien. Nyeri pasca operasi tidak hanya terjadi setelah
operasi besar, tetapi juga setelah operasi kecil. Selain faktor fisiologis, nyeri juga
dipengaruhi oleh rasa takut atau kecemasan mengenai operasi (dimensi afektif),
yang dapat meningkatkan persepsi individu terhadap intensitas nyeri (dimensi
sensorik). Meskipun semua pasien post operasi mengalami sensasi rasa nyeri,
ada perbedaan dalam ekspresi atau reaksi nyeri (dimensi perilaku), latar belakang
budaya (dimensi sosiokultural) (Suza, 2007).Individu yang merasakan nyeri
merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya untuk menghilangkan nyeri.
Perawat menggunakan berbagai intervensi untuk menghilangkan nyeri atau
mengembalikan kenyamanan. Perawat tidak dapat melihat atau merasakan nyeri
yang klien rasakan. Nyeri bersifat subjektif, tidak ada dua individu yang
mengalami nyeri yang sama menghasilkan respons atau perasaan yang identik
pada seorang individu (Potter & Perry, 2006).

8
2. Kebijakan
a. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkantempat, sifat, berat ringannya nyeri,
dan waktu lamanya serangan (Asmadi, 2008).
1) Nyeri berdasarkan tempatnya:
a) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh
misalnya pada kulit, mukosa.
b) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang
lebih dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.
c) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh
didaerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
d) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada
sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus.
2) Nyeri berdasarkan sifatnya:
a) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu
menghilang.
b) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan
dalam waktu yang lama.
c) Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan
kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ± 10-15 menit, lalu
menghilang, kemudian timbul lagi.
3) Nyeri berdasarkan berat ringannya
a) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas yang rendah
b) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi
c) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.
4) Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan
a) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat
dan berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri
diketahui dengan jelas.
b) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Pola
nyeri ada yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi interval
bebas dari nyeri lalu nyeri timbul kembali. Adapula pola nyeri kronis
yang terus-menerus terasa makin lama semakin meningkat
intensitasnya walaupun telah diberikan pengobatan. Misalnya, pada
nyeri karena neoplasma.

9
Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronis
Nyeri Akut Nyeri Kronis
1. Waktu kurang dari enam bulan 1. Waktu lebih dari enam bulan
2. Daerah nyeri terlokalisasi 2. Daerah nyeri menyebar
3. Nyeri terasa tajam seperti 3. Nyeri terasa tumpul seperti
ditusuk, disayat, dicubit. ngilu, linu.
4. Respon sistem saraf simpatis: 4. Respon sistem saraf
takikardi, peningkatan parasimpatis: penurunan
respirasi, peningkatan tekanan tekanan darah, bradikardia,
darah, pucat, lembab, kulit kering, panas, dan pupil
berkeringat, dan dilatasi pupil. konstriksi.
5. Penampilan klien tampak 5. Penampilan klien tampak
cemas, gelisah, dan terjadi depresi dan menarik diri.
ketegangan otot.

b. Penyebab Rasa Nyeri


Penyebab rasa nyeri menurut Asmadi (2008) antara lain:
1) Fisik: Trauma (trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik),
neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah. Trauma mekanik
menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas mengalami
kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka. Trauma termis
menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan
akibat panas, dingin. Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena
pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri. Nyeri
pada peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor
akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan.
2) Psikis: Trauma psikologis
Nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri yang
dirasakan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik.

c. Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri


Faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Potter & Perry (2006) adalah:
1) Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya
pada anak-anak dan lansia. Anak yang masih kecil mempunyai
kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang

10
menyebabkan nyeri. Kemampuan klien lansia untuk
menginterpretasikan nyeri dapat mengalami komplikasi dengan
keberadaan berbagai penyakit disertai gejala samar-samar yang
mungkin mengenai bagian tubuh yang sama.
2) Jenis kelamin secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam berespons terhadap nyeri. Beberapa kebudayaan
yang mempengaruhi jenis kelamin. Misalnya, menganggap bahwa
seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis,
sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama.
3) Kebudayaan, keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara
individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan
apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana
bereaksi terhadap nyeri.
4) Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak
mendapat perhatian maka rasa cemas dapat menimbulkan suatu
masalah penatalaksanaan nyeri yang serius. Nyeri yang tidak cepat
hilang akan menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian.
5) Pengalaman sebelumnya, pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu
berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih
mudah pada masa yang akan datang.
6) Keletihan dapat meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan
menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping. Nyeri seringkali lebih berkurang setelah individu
mengalami suatu periode tidur yang lelap dibandingkan pada akhir hari
yang melelahkan.

d. Strategi Penatalaksanaan Nyeri


Strategi penatalaksanaan nyeri mencakup baik secara farmakologis
maupun secara nonfarmakologis.
1) Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis.
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis yaitu kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian analgesik dan anestesi. Analgesik merupakan
metode yang umum untuk mengatasi nyeri. Anestesi lokal dan regional,
anestesi lokal adalah suatu keadaan hilangnya sensasi pada lokalisasi
bagian tubuh. Analgesia Epidural adalah suatu anestesia lokal dan
terapi yang efektif untuk menangani nyeri pascaoperasi akut, nyeri

11
persalian dan melahirkan, dan nyeri kronik, khususnya yang
berhubungan dengan kanker (Potter & Perry, 2006).
2) Penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologis
Metode pereda nyeri nonfarmakologi biasanya mempunyai resiko yang
sangat rendah. Metode ini diperlukan untuk mempersingkat episode
nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit (Smeltzer &
Bare, 2002). Penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri terdiri dari beberapa teknik diantaranya adalah:
a) Distraksi
Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain dan
dengan demikian menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan
meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Potter & Perry, 2006).
b) Relaksasi
Teknik relaksasi adalah tindakan relaksasi otot rangka yang
dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merelaksasikan
ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri (Tamsuri, 2007).
Teknik relaksasi dapat dilakukan dengan cara melakukan teknik
relaksasi napas.
Teknik relaksasi adalah suatu bentuk tindakan keperawatan
yang mana perawat mengajarkan kepada pasien bagaimana cara
melakukan napas dalam untuk mengurangi nyeri. Pasien dapat
memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman.
Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam
hati dan lambat bersama setiap inhalasi (hirup, dua, tiga) dan
ekshalasi (hembuskan, dua, tiga). Pada saat perawat mengajarkan
teknik ini, akan sangat membantu bila menghitung dengan keras
bersama pasien pada awalnya.
Ada tiga hal yang utama yang diperlukan dalam relaksasi yaitu
posisi yang tepat, pikiran beristirahat, lingkungan yang tenang.
Posisi pasien diatur senyaman mungkin dengan semua bagian
tubuh disokong (misal bantal menyokong leher), persendian fleksi,
dan otot-otot tidak tertarik (misal tangan dan kaki tidak disilangkan).
Untuk menenangkan pikiran pasien dianjurkan pelan-pelan
memandang sekeliling ruangan.Untuk melestarikan muka, pasien
dianjurkan sedikit tersenyum atau membiarkan geraham bawah
kendor (Priharjo, 2002).

12
Menurut Potter & Perry (2006) efek relaksasi antara lain:
Penurunan nadi, tekanan darah, dan pernapasan, penurunan
konsumsi oksigen, penurunan ketegangan otot, peningkatan
kesadaran global, kurang perhatian terhadap stimulus lingkungan,
tidak ada perubahan posisi yang volunteer, perasaan damai dan
sejahtera, periode kewaspadaan yang santai, terjaga, dan dalam
c) Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang
dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai
efek positif tertentu (Smeltzer & Bare, 2002)
d) Hipnosis
Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah
analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis (Smeltzer &
Bare, 2002).

E. Pelayanan Pada Tahap Terminal (Akhir Hidup)


1. Pengertian
Pasien yang menuju akhir hidupnya, dan keluarganya, memerlukan asuhan
yang terfokus akan kebutuhan mereka yang unik. Pasien dalam tahap terminal
dapat mengalami gejala yang berhubungan dengan proses penyakit atau terapi
kuratif atau memerlukan bantuan yang berhubungan dengan masalah-masalah
psikososial, spiritual dan budaya yang berkaitan dengan kematian dan proses
kematian. Keluarga dan pemberi pelayanan dapat diberikan kelonggaran dalam
melayani anggota keluarga pasien yang sakit terminal atau membantu
meringankan rasa sedih dan kehilangan.
a. Kondisi Terminal adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau
penyakit dimana terjadi kerusakan organ multiple yang dengan pengetahuan
dan teknologi kesehatan terkini tak mungkin lagi dapat dilakukan perbaikan
sehingga akan menyebabkan kematian dalam rentang waktu yang singkat.
Pengaplikasian terapi untuk memperpanjang/mempertahankan hidup hanya
akan berefek dan memperlama proses penderitaan/sekarat pasien.
b. Pasien Tahap Terminal adalah pasien dengan kondisi terminal yang makin
lama makin memburuk
c. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik
dalam keadaan sehat maupun sakit.

13
d. Mati Klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah
henti sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi
tidak ireversibel.
e. Mati Biologis adalah proses mati/rusaknya semua jaringan, dimulai dengan
neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi,
diikuti oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik selama
beberapa jam atau hari.
f. Mati Batang Otak adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh
isisaraf/neuronal intrakranial yang tidak dapat pulih termasuk batang otak
dan serebelum.
g. Alat Bantu Napas (Ventilator)adalah alat yang digunakan untuk membantu
sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
h. Witholding life support adalah penundaan bantuan hidup
i. Withdrowing life support adalah penghentian bantuan hidup
j. Mengelola Akhir Kehidupan (End of Life) adalah pelayanan tindakan
penghentian bantuan hidup(Withdrowinglife support) atau penundaan
bantuan hidup (Witholding life support).
k. Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan
setuju(consent) atau ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan secara
bebas,rasional, tanpa paksaan (voluntary) terhadap tindakan kedokteran
yang akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi yang
cukup(informed) tentang kedokteran yang dimaksud.
l. Donasi Organ adalah tindakan memberikan organ tubuh dari donor kepada
resipien.
m. Perawatan Paliatif adalah upaya medik untuk meningkatkan atau
mepertahankan kualitas hidup pasien dalam kondisi terminal.

2. Tujuan
Pasien yang dalam proses kematian mempunyai kebutuhan khusus untuk
dilayani dengan penuh hormat dan kasih. Untuk mencapai ini semua staf harus
sadar akan uniknya kebutuhan pasien dalam keadaan akhir kehidupannya.
Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan semua
aspek asuhan slama stadium akhir hidup. Asuhan akhir kehidupan yang
diberikan rumah sakit termasuk:
a. Pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan keinginan pasien
dan keluarga
b. Menyampaikan isu yang sensitive seperti autopsy dan donasi organ

14
c. Menghormati nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi budaya
d. Mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek
pelayanan
e. Memberikan respon pada masalah – masalah psikologis, emosional,
spiritual dan budaya dari asien dan keluarganya.
Untuk mencapai tujuan ini semua staf harus menyadari akan kebutuhan
pasien yang unik pada akhir hidupnya (lihat juga HPK 2.5, Maksud dan
Tujuan). Rumah Sakit mengevaluasi mutu asuhan akhir – kehidupan,
berdasarkan evaluasi (serta persepsi) keluarga dan staf, terhadap asuhan
yang diberikan.

3. Kebijakan
a. Aspek Keperawatan
Masalah yang melingkupi kondisi terminal pasien, yaitu mulai dari titik yang
aktual dimana pasien dinyatakan kritis sampai diputuskankan meninggal
dunia atau mati. Seseorang dinyatakan meninggal/mati apabila fungsi
jantung dan paru berhenti, kematian sistemik atau kematian sistem tubuh
lainnya terjadi dalam beberapa menit, dan otak merupakan organ besar
pertama yang menderita kehilangan fungsi yang ireversibel, selanjutnya
organ-organ lain akan mati. Respon pasien dalam kondisi terminal sangat
individual tergantung kondisi fisik, psikologis, sosial yang dialami, sehingga
dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda.Hal ini
mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien
terminal. Menurut Elisabeth Kübler-Ross, M.D., ada 5 fase menjelang
kematian, yaitu :
1) Denial (fase penyangkala /pengingkaran diri)
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa dia menderita penyakit yang
parah dan dia tidak dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran
dan bahkan mungkin mengingkarinya. Penyangkalan ini merupakan
Mekanis pertahanan yang acap kali ditemukan pada hampir setiap
pasien pada saat pertama mendengar berita mengejutkan tentang
keadaan dirinya.
2) Anger (fase kemarahan)
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia
akan meninggal. Masanya tiba dimana ia mengakui, bahwa kematian
memang sudah dekat. Tetapi kesadaran ini seringkali disertai dengan
munculnya ketakutan dan kemarahan. Kemarahan ini seringkali

15
diekspresikan dalam sikap rewel dan mencari-cari kesalahan pada
pelayanan di rumah sakit atau di rumah. Umumnya pemberi pelayanan
tidak menyadari, bahwa tingkah laku pasien sebagai ekspresi dari
frustasi yang dialaminya.Sebenarnya yang dibutuhkan pasien adalah
pengertian,bukan argumentasi-argumentasi dari orang-orang yang
tersinggung oleh karena kemarahannya.
3) Bargaining ( fase tawar menawar ).
Ini adalah fase di mana pasien akan mulai menawar untuk dapat hidup
sedikit lebih lama lagi atau dikurangi penderitaannya. Mereka bisa
menjanjikan macam-macam hal kepada Tuhan, "Tuhan, kalau Engkau
menyatakan kasih-Mu, dan keajaiban kesembuhan-Mu, maka aku akan
mempersembahkan seluruh hidupku untuk melayaniMu."
4) Depresion (fase depresi)
Setelah ternyata penyakitnya makin parah, tibalah fase depresi.
Penderita merasa putus asa melihat masa depannya yang tanpa
harapan.
5) Acceptance (fase menerima / pasrah)
Tidak semua pasien dapat terus menerus bertahan menolak
kenyataanyang ia alami. Pada umumnya, setelah jangka waktu tertentu
mereka akan dapat menerima kenyataan, bahwa kematian sudah dekat.
Mereka mulai kehilangan kegairahan untuk berkomunikasi dan tidak
tertarik lagi dengan berita dan persoalan-persoalan di sekitarnya.
Pasien dalam kondisi terminal akan mengalami berbagai masalah
baikfisik, psikologis, maupun sosio-spiritual, antara lain:
a) Problem oksigenisasi;
Nafas tidak teratur, cepat atau lambat,pernafasan cheyne stokes,
sirkulasi perifer menurun, perubahan mental;agitasi-gelisah, tekanan
darah menurun, hypoksia, akumulasi sekret,nadiireguler.
b) Problem eliminasi;
Konstipasi,medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltik,
kurang diet serat dan asupan makanan juga mempengaruhi
konstipasi,inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan
atau kondisi penyakit (missal Ca Colon), retensiurin, inkontinensia
urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit misal
trauma medulla spinalis, oliguria terjadi seiring penurunan intake
cairan atau kondisi penyakit misal gagal ginjal.
c) Problem nutrisi dan cairan

16
Asupan makanan dan cairan menurun,peristaltic menurun, distensi
abdomen, kehilangan BB,bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering
dan membengkak, mual, muntah,cegukan, dehidrasi terjadi karena
asupan cairan menurun.
d) Problem suhu
Ekstremitas dingin,kedinginan sehingga harus memakai selimut

e) Problem sensori
Penglihatan menjadi kabur, reflex berkedip hilang saat mendekati
kematian,menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran
menurun,kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun.Penglihatan
kabur,pendengaran berkurang, sensasi menurun.
f) Problem nyeri
Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra
vena, pasien harus selalu didampingi untuk menurunkann
kecemasan dan meningkatkan kenyamanan
g) Problem kulit dan mobilitas
Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit
sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang
sering.
h) Masalahpsikologis
Pasien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak
respon emosi, perasaan marah dan putus asa.

b. Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif bertujuan mencapai quality of life dan quality of
death. Perawatan paliatif menyangkut psikologis, spiritualis, fisik, keadaan
sosial.Terkait hal ini, memberikan pemahaman bagi keluarga dan pasien
sangat penting agar keluarga mengerti betul bahwa pasien tidak akan
sembuh,sehingga mereka akan memberikan perhatian dan kasih sayang
diakhir kehidupan pasien tersebut.
c. Aspek Medis
Kebanyakan kalangan dalam dunia kedokteran dan hukum sekarang
ini mendefinisikan kematian dalam pengertian mati otak (MO) walaupun
jantung mungkin masih berdenyut dan ventilasi buatan (ventilator)
dipertahankan.Akan tetapi banyak pula yang memakai konsep mati batang
otak (MBO)sebagai pengganti MO dalam penentuan mati.Dengan

17
meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kedokteran maka
banyak pilihan pengobatan yang berguna memberi bantuan hidup
terhadap pasien tahap terminal. Pilihan ini seringkali menimbulkan dilema
terutama bagi keluarga pasien karena mereka menyadari bahwa tindakan
tersebut bukan upaya penyembuhan dan hanya akan menambah
penderitaan pasien. Keluarga menginginkan sebuah proses di mana
berbagai intervensi medis (misalnya pemakaian ventilator) tidak lagi
diberikan kepada pasien dengan harapan bahwa pasien akan meninggal
akibat penyakit yangmendasarinya. Ketika keluarga/wali meminta dokter
menghentikan bantuan hidup (withdrowing life support)atau menunda
bantuan hidup (withholding life support)terhadap pasien tersebut, maka
dokter harus menghormati pilihan tersebut. Pada situasi tersebut, dokter
memiliki legalitas dimata hukum dengan syarat sebelum keputusan
penghentian atau penundaan bantuan hidup dilaksanakan, tim dokter telah
memberikan informasi kepada keluarga pasien tentang kondisi terminal
pasien dan pertimbangan keputusan keluarga/wali tertulis dalam informed
consent.

d. Tata Laksana
1) Aspek keperawatan
a) Assesmen Keperawatan
Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal dan
mengintervensi dengan melakukan assesmen yang tepat sebagai
berikut :
 Assemen tingkat pemahaman pasien dan keluarga
 Closed awareness: pasien dan atau keluarga percaya bahwa
pasien akan segera sembuh.
 Mutual pretense: keluarga mengetahui kondisi terminal
pasien dan tidak membicarakannya lagi, kadang – kadang
keluarga menghindari percakapan tentang kematian demi
menghindarkan dari tekanan.
 Open awareness: keluarga telah mengetahui tentang proses
kematian dan tidak merasa keberatan untuk
mempebincangkannya walaupun terasa sulit dan sakit.
Kesadaran ini membuat keluarga mendapatkan kesempatan
untuk menyelesaikan masalah – masalah, bahkan dapat
berpartisipasi dalam merencanakan pemakaman. Pada

18
tahapan ini, perawat atau dokter dapat menyampaikan isu
yang sensitive bagi keluarga seperti autopsi atau donasi
organ.
b) Assesmen faktor fisik pasien
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal pasien dihadapkan pada
berbagai masalah menurunya fisik, perawat harus mampu
mengenali perubahan fisik yang terjadi pada pasien terminal
meliputi :
 Pernafasan (breath)
 Apakah teratur atau tidak teratur.
 Apakah ada suara napas tambahan seperti ronki, wheezing,
stridor, crackles, dan lain-lain.
 Apakah terjadi sesak nafas.
 Apakah ada batuk, bila ada apakah produktif atau tidak.
 Apakah ada sputum, bila ada bagaimana jumlah warna, bau,
dan jenisnya.
 Apakah memakai ventilasi mekanik (ventilator) atau tidak
 Kardiovaskuler (blood)
 Bagaimana irama jantung, apakah regular atau ireguler.
 Bagaimana akral, apakah hangat, kering, merah, dingin,
basah dan pucat.
 Bagaimana pulsasi, apakah sangat kuat, kuat teraba, lemah
teraba, hilang timbul atau tidak teraba.
 Apakah ada perdarahan atau tidak, bila ada dimana
lokasinya.
 Berapa tensi dalam ukuran mmHg, dan lain-lain.
 Persyarafan (brain)
 Bagaimana ukuran GCS dan total untuk mata, verbal,
motoric dan kesadaran pasien.
 Berapa ukuran ICP dalam Cm H2O.
 Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala atau muntah
proyektil.
 Bagaimana konjungtiva, apakah anemia atau kemerahan.
 Perkemihan (blader)
 Bagaimana area genital, apakah bersih atau kotor.
 Berapa jumlah cairan masuk dalam hitungan cc/hari.

19
 Bagaimana cara buang air kecil, apakah spontan atau
dengan bantuan dower kateter.
 Bagaimana produksi urine, berapa jumlah cc/jam,
bagaimana warnannya, bagaimana baunya.
 Pencernaan (bowel)
 Bagaimana nafsu makan, apakah baik atau menurun.
 Bagaimana porsi makan, habis atau tidak.
 Minum berapa cc/hari, dengan jenis cairan apa.
 Apakah mulut bersih, kotor dan berbau.
 Buang air besar berapa kali sehari, apakah teratur atau
tidak, bagaimana konsistensi, warna dan bau feses.
 Musculoskeletal/Intergumen
 Bagaimana kemampuan pergerakan sendi, bebas, atau
terbatas.
 Bagaimana warna kulit, apakah ikterus, sianotik, kemerahan
pucat atau hiperpigmentasi .
 Apakah ada odema atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
 Apakah ada dekubitus atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
 Apakah ada luka atau tidak bila ada dimana lokasinya dan
apajenis lukanya.
 Apakah ada kontraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
 Apakah ada fraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya dan
apajenis frakturnya.
 Apakah ada jalur infus atau tidak bila ada dimana lokasinya.
c) Assesmen tingkat nyeri pasien
Lakukan asesmenrasa nyeri pasien.Bila nyeri sangat mengganggu,
makasegera lakukan menajemen nyeri yang memadai.
d) Assesmen faktor kulturpsikososial
 Tahap Denial: Asesmen pengetahuan pasien, kecemasan
pasien danpenerimaan pasien terhadap penyakit, pengobatan
dan hasilnya.
 Tahap Anger: pasien menyalahkan semua orang, emosi
tidakterkendali, komunikasi ada dan tiada, orientasi pada diri
sendiri.
 Tahapan Bargaining: pasien mulai menerima keadaan dan
berusahauntuk mengulur waktu, rasa marah sudah berkurang.

20
 Tahapan Depresi: Asesmen potensial bunuh diri, gunakan
kalimatterbuka untuk mendapatkan data dari pasien.
 Tahapan Acceptance:Asesmen keinginan pasien
untukistirahat/menyendiri.
e) Assessment faktor spiritual
Asesmen kebutuhan pasien akan bimbingan rohani atau seseorang
yangdapat membantu kebutuhan spiritualnya, biasanya pada saat
pasien sedang berada di tahapan bargaining.
2) Aspek medis
a) Intervensi Medis
Ketika pasien mengalami cedera berat atau sakit serius,maka
beberapa intervensi medis dapat memperpanjang hidup pasien,
sebagai berikut:
 Tindakan Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO)
Pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien
yang mengalami henti napas atau henti jantung. RJPO
diindikasikan untuk pasien yang tidak bernapas dan tidak
menunjukan tanda –tanda sirkulasi, dan tanpa instruksi DNR di
rekam medisnya.
 Pemakaian Alat Ventilasi Mekanik (Ventilator)
Pemakaian ventilator,ditujukan untuk keadaan tertentu karena
penyakityang berpotensi atau menyebabkan gagal napas.
 Pemberian Nutrisi
 Feeding Tube, seringkali pasien sakit terminal tidak bisa
mendapatkan makanan lewat mulut langsung, sehingga
perlu dilakuan pemasangan feeding tube untuk
memenuhi nutrisi pasien tersebut.
 Parenteral Nutrition, adalah sebuah upaya untuk
mengirim nutrisi secara langsung ke dalam pembuluh
darah, yang berguna untuk menjaga kebutuhan nutrisi.
 Pemberian Antibiotik
Pasien terminal, memiliki risiko infeksi berat 5-10 kali lebih
tinggi dibandingkan pasien lainnya. Infeksi berat ini paling
sering ditemukan pada saluran pernapasan,
salurankemih,peredaran darah, atau daerah trauma/operasi.
Infeksi tersebut menyebabkan peningkatan morbiditas dan

21
mortalitas, pemanjangan masa perawatan, dan
pembengkakan biaya perawatan.
Pasien menderita penyakit terminal dengan prognose
yang buruk hendaknya diinformasikan lebih dini untuk menolak
atau menerima bila dilakukan resusitasi.

b) Withdrawing life support dan with holding life support


Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan hidup
(withdrawing life support) dan penundaan bantuan hidup
(withholdinglife support) yang dilakukan pada pasien yang dirawat di
ruang rawat intensif care). Keputusan withdrawing/withholding
adalahkeputusan medis dan etis yang dilakukan oleh 3 (tiga) dokter
yaitu dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi dan 2 (dua)orang dokter lain yang ditunjuk oleh komite
medis rumah sakit.Adapun persyaratan withdrawing life support
&withholding life support sebagai berikut :
 Informed Consent Pada keadaan khusus, dimana perlu adanya
tindakanpenghentian/penundaan bantuan hidup
(withdrawing/withholding lifesupport) pada seorang pasien,
maka harus mendapat persetujuan keluarga terdekat
pasien.Persetujuan penghentian/penundaan bantuan hidup
oleh keluarga terdekat pasien harus diberikan secara tertulis
(written consent) dalam bentuk pernyataan yang tertuang
dalam Formulir Pernyataan Pemberian Informasi Kondisi
Terminal yang disimpan dalam rekam medis pasien, dimana
pernyataan tersebut diberikan setelah keluarga mendapat
penjelasan dari tim DPJP yang bersangkutanmengenai hal
yang berkaitan dengan penghentian bantuan hidup tersebut.
 Diagnosis:Temuan klinis dan hasil pemeriksaan medis sampai
saat tersebut.

22
BAB III

PENUTUP

Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan di


rumah sakit maka pelaksanaan kegiatan keselamatan pasien rumah sakit sangatlah
penting. Melalui kegiatan akreditas ini diharapkan terjadi penurunan insiden sehingga
dapat lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap rumahsakit. Program
Keselamatan Pasien merupakan never ending proses, karena itu diperlukan
budayatermasuk motivasi yang cukup tinggi untuk bersedia melaksanakan program
keselamatan pasien secara berkesinambungan dan berkelanjutan.

23

You might also like