You are on page 1of 16

Rekayasa Ide

“ UPAYA MENINGKATKAN MORALITAS SISWA MELALUI


PEMBINAAN MORAL DI SEKOLAH ”

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4


Nama Mahasiswa : Febry Selviana Boangmanalu (1193311138)
Lisna Juniani Situmorang (1193311136)
Mustiranda Ginting (1193311140)
Rahmadani Hasibuan (1193311150)
Wahyu Sihombing (1193311134)
Kelas : Ekstensi J 2019
Dosen Pengampu : Dr. Nurmayani,M.Ag
Mata Kuliah : Pendidikan Budi Pekerti

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kita rahmat kesehatan dan kesempatan, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas Rekayasa Ide pada mata kuliah Pendidikan Budi Pekerti.
Pembuatan tugas ini bertujuan sebagai tugas wajib mata kuliah Pendidikan Budi
Pekerti. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih atas keberhasilan dalam menyelesaikan
laporan rekayasa ide ini kepada dosen pengampu yaitu ibu Dr. Nurmayani,M.Ag yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunannya, serta keluarga, teman-teman, dan
bantuan dari berbagai pihak.
Kami menyadari, dalam penulisan tugas Rekayasa Ide ini masih jauh dari kata
sempurna, karena keterbatasan kemampuan kami, untuk itu dengan kerendahan hati kami
sangat mengaharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun akan sangat membantu
kami untuk membenahi kekurangannya. Semoga Rekayasa Ide ini bermanfaat.

Medan, 19 April 2022

Tim Penulis
Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii

RINGKASAN ........................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...........................................................................................................1


1.2 Tujuan.........................................................................................................................2
1.3 Manfaat .......................................................................................................................2

BAB II KERANGKA PEMIKIRAN / GAMBARAN UMUM .............................................. 3


2.1 Hakikat Pembinaan Moral ..........................................................................................3
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Moralitas ......................................................... 4
2.3 Upaya Pembinaan Moral ............................................................................................6

BAB III METODE PELAKSANAAN ......................................................................................7

BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Upaya Di Sekolah.......................................................................................................8
4.2 Pola-Pola Pembinaan Moral .......................................................................................9

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .................................................................................................................11
5.2 Saran ...........................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................12


RINGKASAN

Moral merupakan suatu peraturan yang sangat penting ditegakkan pada suatu
masyarakat karena dapat menjadi suatu rambu-rambu dalam kehidupan serta pelindung
bagi lingkungan tersebut. Moral dihasilkan dari perilaku intelektual, emosi, atau hasil
berfikir setiap manusia yang pada hakekatnya merupakan aturan dalam kehidupan
untuk menghargai dan dapat membedakan tentang benar dan yang salah berlaku dalam
suatu masyarakat. Bila orang membicarakan moral seseorang maka yang dibicarakan
ialah kebiasaan, tingkah laku atau perbuatan orang atau kelompok masyarakat.
Moralisasi dimaksudkan usaha menyampaikan ajaran ajaran moral tersebut, sehingga
aturan-aturan, tingkah laku dan perbuatan yang telah disepakati oleh seluruh
masyarakat untuk dihayati dan dilestarikan oleh anggota masyarakat maupun
penerusnya, maka hal-hal yang dianut dan dijadikan aturan tingkah laku tersebut
dinamakan nilai-nilai moral.

Selain orang tua lembaga yang berperan dalam pembentukan moral remaja
adalah lembaga pendidikan yaitu sekolah. Dalam lingkungan sekolah guru sangat
berpengaruh dalam pembentukan moral anak. Apabila guru mampu mendidik atau
memberikan arahan kepada si anak dalam aspek afektif, kognitif dan psikomotorik
maka guru dikatakan telah memberikan pencerahan kepada siswa tentang tujuan
pendidikan. Dalam mewujudkan siswa menjadi anak yang memiliki moral yang baik
maka guru harus memantau dan memberi motivasi kepada peserta didik. Seperti halnya
guru memberi penjelasan sepintas mengenai bahaya merokok, narkoba, dan lain-lain.
Di sini juga pihak sekolah dapat membuat kesibukan kepada siswa seperti membuat
ekstrakulikuler. Dengan adanya kegiatan ekstrakulikuler dapat menumbuhkan karakter
dan menambah karakter siswa selain mata pelajaran. Dalam kegiatan ekstrakulikuler ini
siswa diwajibkan memilih salah satu kegiatan yang cocok sesuai dengan minat dan
bakat masing-masing siswa.

Selain itu siswa juga dapat mengikuti berbagai kegiatan organisasi yang sudah
dirancang oleh sekolah, seperti organisasi pramuka, OSIS, paduan suara, Marching
band, PKS (Patroli Keamanan Sekolah), dan sebagainya. Dengan mengikuti organisasi
ini maka moral dan jiwa kepemimpinan siswa dapat terbentuk dengan baik.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Masuknya arus globalisasi tidak dapat dibendung dan diseleksi pada hal-hal
yang positif saja, terutama pada generasi muda.Realitas menunjukkan adanya pengaruh
negative yang terlihat dan semakin kuat, sehingga banyak generasi muda kita
kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal tersebut dapat ditunjukkan
dengan fenomena-fenomena yang muncul dalam kehidupan sehari-hari generasi muda
sekarang, diantaranya yaitu semakin banyak generasi muda yang berperilaku tidak
sopan dan tidak menghormati orang yang lebih tua serta tidak perduli terhadap
lingkungan sosial,semakin banyaknya tawuran pelajar antar sekolah bahkan mahasiswa
antar fakultas dan antar universitas, semakin maraknya kelompok anak muda yang
tergabung dalam “gang motor” yang berperilaku kekerasan dan meresahkan masyarakat
karena melakukan pemalakan, penganiayaan bahkan pembunuhan, serta dikalangan
pelajar terjadi perilaku mencontek pada saat ulangan atau ujian banyak dilakukan.
Berdasarkan pengamatan banyak terjadi masalah dalam pembelajaran pada
pendidikan formal (sekolah) saat ini yaitu rendahnya moral siswa.Banyaknya
tindakan amoral yang dilakukan peserta didik seperti siswa yang tidak ikut belajar pada
saat KBM berlangsung, siswa yang kurang sopan terhadap guru, melawan guru,
melontarkan kata-kata kurang sopan sesama teman, tidak mengerjakan pekerjaan
rumah, emosional, merokok, siswa yang melanggar tata tertib, kurangnya semangat
belajar, membolos dan tindakan lainnya mengindikasikan bahwa pendidikan formal
belum sepenuhnya membentuk karakter peserta didik. Perilaku dan tindakan amoral
tersebut disebabkan moralitas yang rendah dan pendidikan budi pekerti di sekolah
yang masih belum baik.
Oleh karena itu perlunya dilakukan pembinaan moral kepada peserta didik
guna untuk menunjang kreativitas siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan
menumbuhkan karakter siswa yang diharapkan bangsa dan negara. Pada hakekatnya
pembinaan moral siswa merupakan sebuah aspek yang sangat sentral dalam
pendidikan. Keberadaan pembinaan moral dimulai sejak dini, sehingga dalam hal ini
sudah menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan untuk perbaikan sikap maupun
moral siswa. Dalam pembinaan moral lebih ditekankan dalam watak, kepribadian,
budi pekerti, sikap dan perilaku siswa. Pembinaan moral tidak bisa hanya dengan
kegiatan proses belajar mengajar saja, melainkan pembinaan moral disertai oleh
pengaruh lingkungan bermain, keluarga, dalam upaya mengembangkan karakter
sosialisasi siswa. Pembinaan watak tidak sekedar pembelajaran mengetahui tentang
yang baik dan buruk, tentang sikap benar dan salah, tetapi merupakan proses pelatihan
pembiasaan terus menerus tentang sikap benar dan baik, sehingga akhirnya menjadi
suatu kebiasaan.

1.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui pelaksanaan pembinaan moral dalam rangka
meningkatkan moralitas peserta didik di sekolah menegah .
2. Untuk mengetahuifaktor pendukung dan penghambat dalam
pelaksanaan pembinaan moral di sekolah menengah.

1.2 Manfaat

1. Secara akademik untuk menambah dan mengembangkan pengetahuan


dalam hal pentingnya pembinaan moral dalam mewujudkan siswa
berkarakter
2. Secara teoritis dapat menambah wawasan dan Informasi bagi guru- guru
dan calon guru. dalam Pembinaan moral untuk mewujudkan siswa yang
berkarakter.
3. Bagi masyarakat secara praktis hasil penelitian ini sebagai informasi
bahwapenting nya pembinaan moral dalam mewujudkan siswa berkarakter.
4. Bagi sekolah bermanfaat untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Hakikat Pembinaan Moral

Berbicara masalah pembentukan atau pembinaan moral pada diri remaja


adalah identik dengan masalah tujuan pembinaan yang diinginkan dalam Islam.
Karena ada beberapa para ahli pembinaan yang mengatakan bahwa tujuan pembinaan
adalah pembentukan moral, yang dilakukan melalui berbagai proses pembinaan secara
bertahap. Dalam hal ini pembinaan budi pekerti dan moral adalah jiwa dan tujuan
pembinaan Islam (Al-Abrosyi, 1974 : 15). Atau tujuan utama pembinaan Islam adalah
identik dengan tujuan hidup setiap muslim, yaitu untuk menjadi hamba Allah yang
percaya dan menyerahkan diri kepada-Nya (Marimba, 1980 : 48-49). Meskipun
pembentukan dan pembinaan moral adalah sama dengan tujuan pembinaan dan tujuan
hidup setiap muslim, ada sebagian ahli yang berpendapat bahwa moral tidak perlu
dibentuk atau dibina, karena merupakan “gharizah” yang dibawa oleh manusia sejak
lahir. Sementara pandangan yang lain mengatakan bahwa moral adalah hasil dari
pembinaan, latihan, pembinaan dan perjuangan yang sungguh- sungguh, sehingga
harus dibentuk.
Moral adalah realitas dari kepribadian pada umumnya bukan hasil dari
perkembangan pribadi semata, namun moral merupakan tindakan atau tingkah laku
seseorang. Moral tidaklah bisa dipisahkan dari kehidupan beragama. Di dalam agama
Islam perkataan moral sangat identik dengan moral. Di mana kata „moral‟ berasal
dari bahasa Arab jama‟ dari
„khulqun‟ yang berarti budi pekerti.
Pembinaan moral merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan
remaja dewasa ini. Sebelum remaja dapat berfikir secara logis dan memahami hal-hal
yang abstrak serta belum sanggup menentukan mana yang baik dan buruk, mana yang
benar dan salah, contoh-contoh latihan dan pmbiasaan dalam pribadi remaja.
Al.Ghazali mengatakan remaja yang dibiasakan untuk mengamalkan segala sesuatu
yang baik di berikan pembinaan kearah itu pasti ia akan tumbuh diatas kebaikan dan
akibat positif ia akan selamat dunia dan akhirat. (Hamdani Ihsan, Fuad
Ihsan,2001:240).
Pembinaan moral yang merupakan bagian dari pembinaan umum dilembaga
manapun harus bersifat mendasar dan menyeluruh, sehingga mencapai sasaran yang
diharapkan yakni terbentuknya pribadi manusia yang insan kamil. Dengan kata lain
memiliki karakteristik yang seimbang antara aspek dunia dengan aspek ukhrawy
(tawazun).(Ahmad Tafsir, 2004:

311) Dan yang menjadi dasar pembinaan dan penyusian moral adalah kebaikan moral
itu sendiri. Sebagaimana telah menjadi sifat para Nabi dan menjadi perbuatan para ahli
siddiq, karena merupakan separuhnya Agama. (Imam Yahya Ibn Hamzah, 2000:49)

2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Moralitas Remaja

Secara fenomenalogis, seorang anak tiba-tiba menjadi nakal atau tidak bermoral
dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang datang dari dalam diri remaja itu sendiri
(faktor internal), maupun dari luar (faktor eksternal) :

Faktor Internal Remaja


Menurut Kartono (1992: 111) mengemukakan bahwa faktor internal
berlangsung lewat proses internalisasi diri yang keliru oleh remaja dalam menanggapai
lingkungan disekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Tingkah laku mereka itu
merupakan reaksi yang salah atau irrasional dari proses belajar, dalam bentuk
ketidakmampuan mereka melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar.

Faktor Eksternal Remaja


Faktor eksternal remaja juga dapat mempengaruhi moral remaja, faktor
eksternal yang dimaksud adalah faktor lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat),
termasuk kesempatan yang di luar kontrol, menurut Gunawan (2010: 93). Pengaruh
ketiga lingkungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut
1. Faktor lingkungan keluarga
Pada hakekatnya, kondisi keluarga yang menyebabakan timbulnya kanakalan
remaja bersifat kompleks. Keluarga yang bebas tanpa aturan-aturan dan norma-norma
agama dalam keluarganya mengakibatkan timbulnya perbuatan-perbuatan yang
menyimpang dari norma- norma agama, moral dan adat istiadat.
2. Faktor lingkungan sekolah
Pada hakekatnya Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan cukup
berperan dalam membina anak remaja untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung
jawab dan berkepribadian yang baik. Namun dalam rangka membina remaja ke arah
kedewasaan kadang-kadang menyebabkan timbulkan kenakalan remaja. Hal ini terjadi
mungkin bersumber dari guru, fasilitas sekolah, norma-norma tingkah laku,
kekompakan guru dan suasana interaksi antara guru dan siswa. Hal ini juga berdampak
buruk pada pertumbuhan dan perkembangan anak didik.

3. Faktor lingkungan masyarakat,


Keadaan masyarakat dan kondisi lingkungan dalam berbagai corak dan
bentuknya akan berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap remaja
dimana mereka hidup berkelompok. Perubahan-perubahan masyarakat yang
berlangsung secara cepat dan ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang menegangkan,
seperti persaingan ekonomi, pengangguran, keanekaragaman mass-media, fasilitas
rekreasi yang bervariasi pada garis besarnya memiliki korelasi relevansi dengan adanya
kejahatan pada umumnya, termasuk kenakalan remaja. Moral seseorang tidak muncul,
tumbuh dan berkembang dengan begitu saja, tetapi berlangsung secara bertahap.

Ada tiga jenis perkembangan moral menurut kohlberg, yaitu :


1) Prakonvensional (Moralitas Pra-Konvensional) yaitu perilaku anak tunduk
pada kendali eksternal. Pada taraf ini anak telah memiliki sifat responsif terhadap
peraturan dan cap baik dan buruk, hanya cap tersebut ditafsirkan secara fisis dan
hedonistis (berdasarkan dengan enak dan tidak enak, suka dan tidak suka)
kalau jahat dihukum kalau baik diberi hadiah. Anak pada usia ini juga
menafsirkan baik buruk dari segi kekuasaan dari asal peraturan itu diberi (orang
tua, guru, dan orang dewasa lainnya).
2) Konvensional (Moralitas Konvensional) yaitu fokusnya terletak pada kebutuhan
social (konformitas). Pada taraf ini mengusahakan terwujudnya harapan-harapan
keluarga ataubangsa bernilai pada dirinya sendiri. Anak tidak hanya mau
berkompromi , tapi setia kepadanya, berusaha mewujudkan secara aktif,
menunjukkan ketertiban dan berusaha mewujudkan secara aktif, menunjang
ketertiban dan berusaha mengidentifikasi diri mereka yang mengusahakan
ketertiban social
3) Pasca-konvensional (Moralitas Post-konvensional) yaitu individu mendasarkan
penilaian moral pada prinsip yang benar secara inheren. Pada taraf ini seorang
individu berusaha mendapatkan perumusan nilai-nilai moral dan berusaha
merumuskan prinsip- prinsip yang sah (valid) dan yang dapat diterapkan entah
prinsip itu berasal dari otoritas orang atau kelompok yang lain.

Masing-masing tingkatan moral tersebut terdiri dari dua tahap, sehingga


keseluruhan ada enam tahapan yang berkembang secara bertingkat dengan urutan yang
tetap. Tidak setiap orang dapat mencapai tahap terakhir perkembangan moral.

2.2 Upaya Pembinaan Moral Remaja


Upaya pembinaan moral anak/remaja dapat dilakukan baik dengan usaha
preventif maupun kuratif, yaitu;
a. Usaha preventif
Menurut S. Willis (1981: 73) usaha preventif adalah usaha yang dilakukan secara
sistematis berencana dan terarah kepada tujuan untuk menjaga agar kenakalan itu
tidak timbul. Misalnya dalam hal narkotika, mencegah agar bahaya penyalahgunaan
narkotika tidak melanda atau merajalela.
Usaha preventif dapat dilakukan sebagai berikut:
a) Upaya orang tua (keluarga), Membimbing dan membina moral remaja demi
terciptanya masa depan remaja yang bermoral.

b) Upaya di sekolah, Usaha-usaha yang perlu dilaksanakan sekolah dalam


kaitannya dengan pembentukan moral remaja

c) Upaya masyarakat

b. Usaha kuratif
Usaha kuratif dalam menanggulangi kenakalan remaja menurut S. Willis (1981:
74) adalah usaha pencegahan terhadap gejala-gejala kenakalan tersebut supaya
kenakalan itu tidak meluas dan merugikan masyarakat. Pemerintah berkewajiban
mencegah terjadinya gejala-gejala kenakalan remaja. Terhadap mereka yang telah
melakukan kenakalan memang perlu diadakan pengusutan, penahanan, penuntutan dan
hukuman, guna menjamin rasa aman pada masyarakat dan remaja yang nakal itu
sendiri.
BAB III

METODE PELAKSANAAN

Pelaksanaan dari pembinaan moral ini dapat diterapkan di sekolah-sekolah dengan cara
:

1. Peran guru Bk dengan melakukan konsultasi dengan para siswa sebanyak sekali
dalam sebulan dengan cara memberikan arahan atau nasehat mengenai
perkembangan moral peserta didik. Dan juga mendatangan orang tua siswa untuk
berkonsultasi sebanyak dua kali dalam satu semester sehingga orang tua
mengetahui bagaimana perkembangan moral si anak.
2. Melakukan sholat dzuhur secara bersama-sama pada saat memasuki waktu sholat

3. Peran guru dengan cara menyisipkan pesan moral pada saat selesai KMB
sehingga dapat meningkatkan moralitas peserta didik
4. Setiap memulai dan menyudahi pelajaran dibiasakan untuk berdoa dengan
dipimpin oleh seorang guru/ wali kelas
BAB IV

PEMBAHASAN

Selain orang tua lembaga yang berperan dalam pembentukan moral remaja
adalah lembaga pendidikan yaitu sekolah. Dalam lingkungan sekolah guru sangat
berpengaruh dalam pembentukan moral anak. Apabila guru mampu mendidik atau
memberikan arahan kepada si anak dalam aspek afektif, kognitif dan psikomotorik
maka guru dikatakan telah memberikan pencerahan kepada siswa tentang tujuan
pendidikan. Dalam mewujudkan siswa menjadi anak yang memiliki moral yang baik
maka guru harus memantau dan memberi motivasi kepada peserta didik. Seperti halnya
guru memberi penjelasan sepintas mengenai bahaya merokok, narkoba, dan lain-lain.
Di sini juga pihak sekolah dapat membuat kesibukan kepada siswa seperti membuat
ekstrakulikuler. Dengan adanya kegiatan ekstrakulikuler dapat menumbuhkan karakter
dan menambah karakter siswa selain mata pelajaran. Dalam kegiatan ekstrakulikuler ini
siswa diwajibkan memilih salah satu kegiatan yang cocok sesuai dengan minat dan
bakat masing- masing siswa.

Selain itu siswa juga dapat mengikuti berbagai kegiatan organisasi yang sudah
dirancang oleh sekolah, seperti organisasi pramuka, OSIS, paduan suara, Marching
band, PKS (Patroli Keamanan Sekolah), dan sebagainya. Dengan mengikuti organisasi
ini maka moral dan jiwa kepemimpinan siswa dapat terbentuk dengan baik.

4.1 Upaya di Sekolah


Sekolah merupakan sarana pendidika kedua bagi anak, sehingga dalam
menjalankan peranannya sekolah tidak hanya memberikan pendidikan secara
akademis, tetapi sekolah juga harus memberikan pendidikan moral dan agama.
Sehingga terbentuk generasi yang cerdas secara akademis, bermoral dan beretika.
a. Guru Memahami Aspek-Aspek Psikis Siswa
Guru harus benar-benar berkompeten, sebaiknya guru memiliki ilmu-ilmu
diantarany adalah: psikologi perkembangan, bimbingan dan konseling, dan ilmu
mengajar (didaktik-metodik)

Mengintensifkan Pelajaran Agama dan Mengadakan Tenaga Guru Agama yang


Adil dan Berwibawa Serta Mampu Bergaul Secara Harmonis Dengan Guru-
Guru Umum Lainnya. Dalam menyeleksi guru agama, sekolah yang
bersangkutan harus benar-benar memilih guru agama yang bermutu dan
memiliki keterampilan. Sehingga dalam pembelajaran akan tercipta,
pembelajaran agama yang efektif dan efisien serta tercapainya tujuan
pendidikan.

b. Mengintensifkan Bagian Bimbingan dan Konseling Di Sekolah dengan Cara


Mengadakan Tenaga Ahli atau Menatar Guru-Guru Untuk Mengelola Bagian Ini
Guru bimbingan konseling di sekolah adalah guru yang benar-benar
berkompeten dibidangnya. Sehingga dapat menyelesaikan permasalah
dengan baik, tanpa membuat siswa merasa takut. Tugas utama guru
bimbingan konseling adalah:
1) Konsultasi dengan Orang Tua Siswa
Bentuk konsultasi yang dilakukan adalah konsultasi secara individu dan
kelompok. Konsultasi secara individu yaitu guru mengundang siswa untuk
datang ke sekolah dan membicarakan permaslahan siswa yang terkait.
Konsultasi secara kelompok yaitu guru memanggil beberapa orang tua siswa
utuk datang ke sekolah.
2) Konsultasi atau Bimbingan Para Siswa Kelas
Guru memberikan pengarahan dan bimbingan kepeda seluruh anggota
sekolah mengenai tindakan-tindakan yang dapat membahayakan siswa.

4.2 Pola-pola pembinaan moral


Adapun pola-pola pembinaan moral tersebut juga dapat dilakukan oleh pihak
lembagasekolah, Kepala sekolah dan guru bidang studi maupun wali kelas.

1) Pola Pembinaan Moral Siswa yang dilakukan oleh Pihak Lembaga Sekolah

Pola pembinaan moral dalam membentuk karakter siswa yang dilakukan oleh
pihak sekolah dapat dilakukan secara terpadu yaitu keterpaduan sistem pembalajaran
di dalam kelas (intrakurikuler) dan kegiatan di luar kelas (ekstrakurikuler). Dalam
kurikulum berbasis kompetensi, prinsip pembelajaran terpadu (integrated learning)
dimaksudkan sebagai pengelolaan pembelajaran/KBM dilakukan secara terpadu, di
mana semua tujuan pembelajaran yang berupa kemampuan dasar yang ingin dicapai
bermuara pada satu tujuan akhir, yaitu mencapai kemampuan standard lulusan. Boleh
jadi terjadi integrasi meteri pembelajaran dalam KBM tertentu. Implikasi dari pola
pembinaan moral secara terpadu ini adalah mengharuskan guru untuk merencanakan
penanaman nilai-nilai moral dan karakter dalam satuan pelajaran yang dibuatnya atau
dengan kata lain guru harus mampu memasukkan nilai-nilai moral di dalam setiap
penyampaian materi pelajaran baik secara implisit maupun eksplisit ke dalam sub
pokok bahasan. Demikian halnya dengan pembinaan moral dan kareakter siswa melalui
kegiatan ekstrakurikuler di mana guru dituntut untuk mampu membuat suatu
perencanaan pembelajaran yang dapat mengintegrasikan antara materi pelajaran di
dalam kelas dengan materi pelajaran pada kegiatan praktis melalui

kegiatan ekstrakurikuler di luar kelas.

2) Strategi yang dilakukan oleh Guru dalam Pembinaan Moral Siswa.


Strategi pembinaan moral siswa yang dilakukan oleh kepala sekolah dan
guru adabeberapa macam, yaitu antara lain:
(a) strategi pemberian sangsi pelanggaran berupa denda uang dan dikelola
secaraefektif,
(b) strategi penjadwalan shalat dhuhur berjama’ah,
(c) strategi penghitungan point pelanggaran, dan
(d) strategi pengintegrasian nilai-nilai moral dalam kegiatan proses pembelajaran.
Strategi-strategi yang dilakukan tersebut pada hakekatnya merupakan bentuk
pendekatan yang dilakukan dengan cara indoktrinasi atau intervensi pihak sekolah
melalui penerapan peraturan hukum atau peraturan tata tertib sekolah agar siswa
mentaatinya. Implikasi dari penerapan peraturan hukum ini adalah bagi siswa yang
tidak mematuhi peraturan hukum/tata tertib yang diberlakukan maka akan dikenakan
sangsi pelenggaran berdasarkan tolok ukur standar yang ada setelah melalui proses
persidangan oleh pengelola BP. Dalam hal tolak ukur standar ini pihak sekolah telah
merumuskan peraturan yang secara operasional mudah dipahami dan diterapkan,
termasuk di dalamnya tentang ketentuan parameter pelanggaran dan besarnya denda
uang dalam penerapan sangsi pelanggaran. Sangsi pelanggaran dapat berupa denda
uang sampai pada sangsi dikeluarkannya siswa dari sekolah yaitu apabila telah
mencapai bobot pelanggaran 100 point.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Perlunya pembinaan moral yang dilakukan di sekolah dengan cara memasukkan


nilai- nilai moral di dalam setiap penyampaian materi pelajaran baik secara implisit
maupun eksplisit ke dalam sub pokok bahasan. Demikian halnya dengan pembinaan
moral dan kareakter siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler di mana guru dituntut
untuk mampu membuat suatu perencanaan pembelajaran yang dapat mengintegrasikan
antara materi pelajaran di dalam kelas dengan materi pelajaran pada kegiatan praktis
melalui kegiatan ekstrakurikuler di luar kelas. Selain itu juga bentuk pendekatan yang
dilakukan dengan cara indoktrinasi atau intervensi pihak sekolah melalui penerapan
peraturan hukum atau peraturan tata tertib sekolah agar siswa mentaatinya. Implikasi
dari penerapan peraturan hukum ini adalah bagi siswa yang tidak mematuhi peraturan
hukum/tata tertib yang diberlakukan maka akan dikenakan sangsi pelenggaran
berdasarkan tolok ukur standar yang ada setelah melalui proses persidangan oleh
pengelola BP. Dalam hal tolak ukur standar ini pihak sekolah telah merumuskan
peraturan yang secara operasional mudah dipahami dan diterapkan, termasuk di
dalamnya tentang ketentuan parameter pelanggaran dan besarnya denda uang dalam
penerapan sangsi pelanggaran. Sangsi pelanggaran dapat berupa denda uang sampai
pada sangsi dikeluarkannya siswa dari sekolah yaitu apabila telah mencapai bobot
pelanggaran 100 point.

5.2 Saran
Penulis mengharapkan agar sekolah- sekolah lain di Indonesia perlu menerapkan
kegiatan pembinaan moral agar dapat meningkatkan moralitas peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA

Waty,Anna.2017. Hubungan Interaksi Sosial Dengan Perkembangan Moral Pada Remaja.


Jurnal Psikologi Konseling.Vol 10(1): 11-24

Maharani,Laila.2014.Perkembangan Moral Pada Anak.Jurnal Bimbingan dan Konseling.Vol


1(2):104-109

Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia. Rukiyati.2017.

Pendidikan moral disekolah.Jurnal Humanika.Vol 17 (1): 70-74

Subianto, Jito. 2013. Peran Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat dalam Pembentukan Karakter
Berkualitas. Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam. Vol. 8 (2): 342-343

You might also like