Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH Etika Bisnis
MAKALAH Etika Bisnis
2
manusia (human resources) seperti pengalaman (experiences), kemampuan
(capabilities), pengetahuan (knowledge), keahlian (skill), dan pertimbangan
(judgment) dari seluruh pegawai perusahaan, sumber daya perusahaan
(organizational resources) seperti proses dan sistem perusahaan, termasuk
strategi perusahaan, struktur, budaya, manajemen pembelian material,
produksi/operasi, keuangan, riset dan pengembangan, pemasaran, sistem
informasi, dan sistem pengendalian), dan sumber daya phisik seperti (pabrik
dan peralatan, lokasi geograpis, akses terhadap material, jaringan distribusi
dan teknologi). Pihak internal dunia usaha yaitu seperti, karyawan,
pemegang saham dan dewan direksi.
2. Lingkungan eksternal
Lingkungan eksternal adalah lingkungan yang berada di luar organisasi
dan perlu dianalisis untuk menentukan kesempatan (opportunities) dan
ancaman (threath) yang akan dihadapi perusahaan.1 Lingkungan eksternal
dapat pula dibagi menjadi dua yaitu lingkungan umum dan lingkungan tugas.
Lingkungan umum merupakan lapisan eksternal yang dapat mempengaruhi
organisasi secara tidak langsung atau relevansinya tidak begitu jelas. Seperti
faktor internasional, ekonomi, sosial, demografi, dan politik. Sedangkan
lingkungan tugas lebih dekat dengan organisasi dan dan meliputi sektor-
sektor yang melakukan transaksi harian dengan organisasi dan berpengaruh
secara langsung terhadap operasi dasar dan kinerjanya. 2 Pihak eksternal
dunia usaha seperti, pelanggan/konsumen, pemasok/supplier/vendor,
pemerintah, serikat pekerja, pesaing/rival, Lembaga keuangan, Lembaga
konsumen, kelompok khusus, dan pihak yang berkepentingan lain.3
1
Slamet Riyanto, Analisis Pengaruh lingkungan internal dan eksternal terhadap keunggulan bersaing
dan kinerja Usaha Kecil Menengah (UKM) di Madiun, Jurnal Manajemen Bisnis dan Inovasi, vol. 5 (2).
Hlm. 161-162
2
Syamsuriadi. LINGKUNGAN DAN MANAJEMEN PERUBAHAN DALAM ORGANISASI, Jurnal manajemen
Pendidikan islam. Vol. 8 (1), Februari 2019, hlm. 818-819
3
Agus Arjianto, Etika Bisnis bagi Pelaku Bisnis: Cara Cerdas dalam Memahami Konsep dan Faktor-Faktor
Etika Bisnis dengan Beberapa Contoh Praktis, (Depok: Rajawali Pers, 2019) hlm. 35-36
3
Tujuan akhir pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan adalah
menempatkan entitas bisnis dalam upaya pembangunan berkelanjutan. Oleh
karena itu, tanggung jawab sosial itu seharusnya menginternalisasi pada
semua bagian kerja pada suatu pekerjaan.
B. Tanggung jawab sosial perusahaan
Dewasa ini tidak cukup bagi perusahaan hanya memfokuskan diri pada
pertumbuhan ekonomi semata, akan tetapi dibutuhkan sebuah paradigma baru di
bidang bisnis yaitu, pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development).
"Pembangunan yang berkelanjutan" akan terwujud jika semua pihak yang
memiliki kekuasaan, kepentingan dan mempunyai pengaruh terhadap jalannya
perusahaan baik yang berada pada sisi dalam perusahaan maupun pada sisi luar
perusahaan (stakeholder) bekerja sama dan mendukung program-program
perusahaan. Salah satu cara mengakomodir stakeholder terkait adalah dengan
cara menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan yang merupakan
komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan
berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan
kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komuniti lokal dan masyarakat secara
luas melalui program yang berkesinambungan yang melibatkan semua
stakeholder terkait. 4
Tanggung jawab sosial (social responsibility). Kotler dan Lee (2005)
memberikan rumusan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social
responsibility /CSR) sebagai berikut:
“Corporate social responsibility is a commitment to improve community
well being through discretionary business practices and contribution of
corporate resources”
Dalam definisi tersebut Kotler dan Lee memberikan penekanan pada kata
discretionary dalam arti bahwa kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan
semata-mata merupakan komitmen perusahaan secara sukarela untuk turut
4
Faisal Badroen, ETIKA BISNIS DALAM ISLAM, (Jakarta: Kencana, 2006) hlm.188-189.
4
meningkatkan kesejahteraan komunitas dan bukan merupakan aktivitas bisnis
yang diwajibkan oleh hukum dan perundang-undangan seperti kewajiban untuk
membayar pajak atau kepatuhan perusahaan terhadap undang-undang
ketenagakerjaan. Kata dicretionary juga memberikan nuansa bahwa perusahaan
yang melakukan aktivitas CSR adalah perusahaan yang telah menaati hukum
dalam pelaksanaan bisnisnya-artinya sangat tidak tepat bila kegiatan CSR yang
dilakukan pensahaan hanya menjadi semacam kosmetik untuk menyembunyikan
praktek pensahaan yang tidak baik dalam memperlakukan karyawan atau
melakukan berbagai kecurangan baik dalam pembuatan laporan keuangan
maupun kecurangan terhadap lingkungan hidup (Solihin, 2006)5
Secara umum, CSR mencakup berbagai tanggung jawab yang dimiliki
perusahaan kepada masyarakat di mana perusahaan itu beroperasi. European
Commission mendefinisikan CSR sebagai "suatu konsep dimana perusahaan
memutuskan dengan sukarela untuk berkontribusi demi masyarakat yang lebih
baik dan lingkungan yang lebih bersih." Secara khusus, CSR menyarankan
bahwa perusahaan mengidentifikasi kelompok pemegang kepentingan
perusahaan dan memasukkan kebutuhan dan nilai-nilai mereka ke dalam proses
pengambilan keputusan strategis dan operasional perusahaan.
Para pendukung CSR memiliki beberapa dasar atas pendirian mereka
bahwa sebuah perusahaan seharusnya berada di atas atau melebihi maksimalisasi
keuntungan atau paling tidak aktivitas CSR berkontribusi pada tujuan tersebut.
Pertama, beberapa perusahaan terlibat dalam upaya tanggung jawab
sosial perusahaan semata-mata bagi kepentingan umum dan tidak mengharapkan
balasan yang komersil atas kontribusinya. Kedua, beberapa pendukung
pandangan tanggung jawab sosial perusahaan berargumen bahwa perusahaan
memetik keuntungan dari kegiatan melayani sebagai anggota komunitas dan
karena itu memiliki kewajiban yang bersifat timbal-balik kepada komunitas
tersebut. Ketiga, model kepentingan pribadi yang tercerahkan dari CSR
(enlightened self-interest model of CSR) menyatakan bahwa memasukkan
5
Ismail Solihin, Pengantar Bisnis, (Jakarta: Erlangga, 2014) hlm. 90
5
tanggung jawab sosial perusahaan ke dalam budaya perusahaan dapat
menghasilkan keunggulan pasar yang kompetitif bagi perusahaan yang
bersangkutan, sesuatu yang dapat berkontribusi bagi merek perusahaan pada saat
ini dan di masa depan.6
Kepada siapa perusahaan bertanggung jawab?
Tanggung jawab sosial bisnis dalam hal ini akan bergantung pada pemegang
kepentingan mana yang diprioritaskan. Penetapan prioritas terhadap para
pemegang kepentingan sering kali ditentukan misi, praktik. dewan, atau
kebiasaan perusahaan.
Etika dan tanggung jawab sosial
Berbicara mengenai tanggung jawab sosial bisnis adalah berbicara
mengenai kepentingan masyarakat yang membatasi atau mengikat perilaku
bisnis. Tanggung jawab sosial adalah apa yang seharusnya atau semestinya suatu
perusahaan lakukan demi kepentingan masyarakat. Setelah memahami hal ini,
kita dapat melihat bahwa perusahaan-perusahaan memiliki beberapa tipe
tanggung jawab sosial yang berbeda-beda. Perusahaan memiliki tanggung jawab
sosial untuk mematuhi aturan hukum. Tanggung jawab hukum, baik yang
ditetapkan menurut undang-undang, maupun yang ditetapkan berdasarkan kasus-
kasus yang dijadikan contoh bagi hukum perdata, membentuk batasan-batasan
legal terhadap perilaku perusahaan demi kepentingan masyarakat. Hukum
adalah salah satu bidang tanggung jawab sosial perusahaan yang tidak dapat
diperdebatkan.
Jika sebuah bisnis/perusahaan menimbulkan kerugian terhadap seseorang
dan jika kerugian itu sebenarnya dapat dihindari dengan melakukan perawatan
yang seharusnya dan perencanaan yang baik, maka baik aturan hukum dan etika
akan mengatakan bahwa perusahaan itu harus bertanggung jawab karena
melanggar tanggung jawabnya. Di luar tanggung jawab untuk mematuhi aturan
6
Laura Hartman dan Joe Desjardins, Etika Biasnis Pengambilan Keputusan Untuk Integritas Pribadi dan
Tanggung Jawab Sosial, (Jakarta: Penerbit Erlangga,2011), hlm. 156.
6
hukum, tingkat tanggung jawab kedua memandang bahwa perusahaan memiliki
tanggung jawab sosial untuk tidak melanggar hak orang lain. Filantropi
perusahaan menjadi kasus paling jelas di mana perusahaan bertanggung jawab
untuk berbuat baik. Program donasi perusahaan untuk mendukung proyek
masyarakat dalam bidang seni, pendidikan. dan budaya adalah contoh yang
jelas. Sebagian besar perusahaan memiliki yayasan atau kantor amal yang
menangani program filantropi semacam ini.
Sasaran dari tanggung jawab sosial perusahaan
1) Menempatkan pelanggan di atas investor (John Mackey)
Bahwa satu-satunya tanggung jawab sosial yang dimiliki perusahaan
yang diikat oleh aturan hukum adalah memaksimalkan keuntungan bagi para
pemegang saham. Perusahaan yang paling sukses adalah yang menempatkan
pelanggan pada urutan pertama, di atas investor. Dalam perusahaan yang
berorientasi pada keuntungan, kebahagiaan pelanggan semata-mata hanyalah
cara untuk mencapai tujuan: memaksimalkan keuntungan.
2) Membuat filantropi dari kondisi yang carut-marut (Milton Friedman)
Pemegang saham dapat memberikan sebuah hadiah yang lebih besar
dengan sejumlah biaya setelah pajak tertentu jika perusahaan yang
memberikan hadiah itu atas nama sang pemegang saham dibandingkan jika
ia memberikan hadiah itu secara langsung. Itu adalah alasan bagus untuk
menghilangkan pajak perusahaan atau untuk menghilangkan sifat dari
sumbangan perusahaan yang dapat dikurangi dari pajak, namun itu bukanlah
pembenaran atas sumbangan perusahaan. Hal ini merujuk kepada tanggung
jawab sosial, bukan finansial, atau akuntansi, maupun legal. Sebuah sistem
yang didasarkan atas kepemilikan pribadi dan pasar bebas adalah cara yang
kompleks yang memungkinkan orang-orang untuk bekerja sama dalam
aktivitas ekonomi mereka tanpa paksaan
3) Menempatkan keuntungan pada prioritas pertama (T.J. Rodgers)
Bagi perusahaan, melayani para pelanggannya, melatih dan
mempertahankan karyawan membangun hubungan jangka panjang dengan
7
para pemasoknya, dan menjadi warga yang baik dalam komunitasnya,
termasuk melakukan sejumlah aktivitas filantropis merupakan bisnis yang
baik. Hal ini memaksudkan bahwa suatu perusahaan seharusnya menaruh
semua laba kuartalnya pada aktivitas filantropi tanpa melihat konsekuensi
jangka panjangnya.
4) Keuntungan adalah sarana bukan tujuan (John Mackey)
Menciptakan keuntungan yang besar adalah sarana untuk mencapai
tujuan yaitu memenuhi misi bisnis. Menurut John mackey kita tidak dapat
mencapai misi ini kecuali kalau kami mendapat keuntungan yang besar.
Keuntungan yang besar diperlukan untuk memacu pertumbuhan perusahaan.
Seperti layaknya manusia yang tidak dapat hidup tanpa makan, begitu pula
perusahaan tidak dapat berjalan tanpa keuntungan Tetapi kebanyakan orang
tidak hidup untuk makan, dan begitu pula juga perusahaan tidak berjalan
hanya untuk membuat keuntungan.7
C. Etika Islam dalam tanggung jawab sosial organisasi bisnis
Bagi seorang Muslim ia harus menyadari bahwa kekayaan yang ia
peroleh itu hanya merupakan titipan sementara yang diberikan oleh Allah SWT
kepada hambanya. Harta itu dijadikan sebagai sarana guna menunjang
terwujudnya tujuannya. Dalam Islam ada bisnis-bisnis yang dilarang dikerjakan
karena lebih besar kerugiannya dari pada manfaatnya ini seperti bisnis rumah
bordil atau pelacuran, minuman keras, judi, dan lainnya.
Dalam hidup ini khususnya dalam berbisnis sangat menghargai dan
menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan, sehingga dalam masyarakat Islam
berbisnis bukan hanya bertujuan untuk mencari keuntungan tapi lebih jauh dari
itu untuk menambah persaudaraan yang lebih jauh dengan berbagai golongan,
suku, ras dari berbagai bangsa di dunia ini khususnya sesama Muslim. Sehingga
nantinya dengan berdagang akan menambah dan mempererat ikatan ukhuwah
islamiyah yang semakin lebih baik.
7
Ibid. hlm 177-184
8
Maka dari itu Allah SWT melarang umatnya untuk melakukan kezaliman
di atas muka bumi ini. Khususnya kezaliman bagi sesama manusia apalagi
dengan memanfaatkan ketidaktahuan manusia tersebut terhadap sesuatu hal
seperti suatu barang. Islam berusaha keras untuk mencegah terjadinya bai'ul
gharar atau suatu tindakan yang dilakukan dalam penjualan barang yang tidak
jelas dan rupa dan sifatnya, sehingga ini menimbulkan efek yang merugikan
orang lain. Sehingga dalam Islam sangat ditentang permainan spekulasi dengan
melihat celah-celah dimana keuntungan bisa diambil seperti pada saat-saat
inflasi akan terjadi. Maka dari itu konsep investasi dalam Islam dikenal dengan
istilah interest less society, sharing risk through, dan sharing profit and loss.
maka dengan mekanisme manajemen seperti ini diharapkan tindakan-tindakan
seperti earning management dan sejenis itu tidak akan terjadi.
D. Etika bisnis dan konsep good corporate governance (GCG)
1) Definisi GCG
9
perusahaan rendah atau bermasalah. Dan salah satu faktor penyebab
rendahnya kinerja tersebut disebabkan tidak diterapkannya prinsip-prinsip
GCG secara tegas. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia
untuk selanjutnya disebut Pedoman GCG merupakan acuan bagi perusahaan
untuk melaksanakan GCG dalam rangka:8
a) Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan
yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi serta kewajaran, dan kesetaraan.
b) Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ
perusahaan, yaitu Dewan Komisaris, Direksi dan Rapat Umum
Pemegang Saham.
c) Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota
Direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya
dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan.
d) Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar
perusahaan.
e) Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap
memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.
f) Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun
internasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat
mendorong arus investasi pertumbuhan ekonomi nasional yang
berkesinambungan.
3) Permasalahan yang Timbul dalam Penerapan Good Corporate
Ada beberapa permasalahan umum yang dihadapi dalam penerapan
Good Corporate Governance (GCG), yaitu:9
8
Irham Fahmi, Etika Bisnis Teori, Kasus, dan Solusi, (Bandung: Alfabeta, 2015), hlm. 71-72.
9
Ibid, hlm 73-74.
10
a) Pemahaman tentang konsep Good Corporate Governance (GCG) pada
beberapa manajer di Indonesia masih kurang. Sering mereka memahami
konsep Good Corporate Governance (GCG) secara general dan tidak
spesifik, terutama berdasarkan bentuk organisasi bisnis yang dijalankan.
b) Sebagian pihak menganggap konsep Good Corporate Governance (GCG)
dianggap sebagai penghambat berbagai keputusan perusahaan, karena
perusahaan tidak lagi bisa leluasa dalam mengambil keputusan
khususnya harus patuh pada aturan GCG.
c) Aparat penegak hukum harus dibekali konsep pemahaman Good
Corporate Governance (GCG) secara luas termasuk adanya jurnal dan
buku teks yang menjelaskan secara khusus tentang GCG dalam konteks
perspektif Indonesia.
d) Menurut Herwidayatmo (2000), praktik-praktik di Indonesia yang
bertentangan dengan konsep GCG dapat dikelompokkan menjadi; (1)
adanya konsentrasi kepemilikan oleh pihak tertentu yang memungkinkan
terjadinya hubungan afiliasi antara pemilik, pengawas, dan direktur
perusahaan, (2) tidak efektifnya dewan komisaris, dan (3) lemahnya law
enforcement.
11
KESIMPULAN
12
DAFTAR PUSTAKA
Arjianto, Agus. 2019. Etika Bisnis bagi Pelaku Bisnis: Cara Cerdas dalam Memahami
Badroen, Faisal, dkk. 2006. ETIKA BISNIS DALAM ISLAM. Jakarta: KENCANA.
Hatman, Laura dan Joe Desjardins. 2011. ETIKA BISNIS Pengambilan keputusan untuk
Fahmi, Irham. 2015. ETIKA BISNIS Teori, Kasus, dan Solusi. Bandung: ALFABETA.
Riyanto, Slamet. 2018 Analisis Pengaruh lingkungan internal dan eksternal terhadap
13