You are on page 1of 8

MENGULAS BUKU MANAJEMEN LINGKUNGAN

Judul Buku : Manajemen Lingkungan dalam Pengendalian Banjir

Penulis : M. Ali Musri S.

Penerbit : Budapest International Research and Critics University (Bircu-Publishing)


Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) No. 037

ISBN : 978-623-94554-0-8

Tahun Terbit : 2020

Nama : Cecilia Zahratunisa Ginting

NIM : 14020221140052
Dosen Pengampu : Dr. Dra. Kismartini, M. Si

REVIEW

Banjir adalah suatu bencana yang dimana aliran air dipermukaan tanah yang meluap yang tidak
bisa ditampung oleh batang sungai maupun saluran. Dimana air tersebut meluap kekanan dan
kekiri yang membuat genangan air yang cukup dalam yang melebihi kapasitas normal. Jenis
banjir pun bisa dibedakan dari asal airnya, yaitu banjir local dan kiriman. Rata-rata di Indonesia
penyebab banjir dikarenakan curah hujan yang tinggi. curah hujan yang termasuk dalam kategori
heavy rain yaitu melebihi 50 mm/hari menurut definisi World Meteorogical Organization,
kecepatan angin yang termasuk kategori strong breeze dan near gale, yaitu melebihi 25 knot
dalam skala Beaufort, serta temperatur ≥ 340 C, dan gelombang laut tinggi > 2 M. banjir yang
menjadi bencana musiman di Indonesia oleh karena itu pembangunan berkelanjutan sangat perlu
untuk diterapkan di Indonesia. Beberapa negara maju terus mengembangkan konsep
pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) yang dipandang sebagai bagian dari
upaya pelestarian lingkungan untuk dipersembahkan kepada generasi selanjutnya (Rafsanjani,
2008). Pembangunan berkelanjutan tidaklah sebatas pada pembangunan ekonomi saja, namun
telah menjadi alat dalam usaha mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual.
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) memandang penting pembangunan
terhadap aspek sosial-budaya, ekonomi, serta lingkungan. Pengembangan berkelajutan juga
harus fokus pada aspek sosial, dimana dalam pembangunan sumber daya manusia didasarkan
pada interaksi, interrelasi dan interdependesi yang erat kaitannya juga dengan aspek budaya. Ini
berarti bahwa dalam konsep pengembangan berkelanjutan, keberlangsungan suatu budaya di
tengah-tengah masyarakat bisa tetap eksis demi melayani kehidupan hingga pada generasi
mendatang. Pembangunan berkelanjutan merupakan proses pembangunan yang meliputi
pengelolaan lahan, kota, bisnis, maupun masyarakat dengan memegang prinsip bahwa
pemenuhan kebutuhan sekarang harus dilakukan tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan
untuk generasi mendatang (Borowy, 2014). Pada sebagian negara, pembangunan berkelanjutan
dipandang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara dan upayanya untuk
memajukan ekonomi dalam jangka waktu yang panjang, tanpa menghabiskan sumber daya alam
yang tersedia. Pembangunan berkelanjutan bukan sekedar fokus pada isu-isu lingkungan saja,
tetapi telah mencakup tiga konsep kebijakan, antara lain: pembangunan ekonomi, pembangunan
sosial dan perlindungan terhadap lingkungan hidup. Keberlanjutan ekologis, merupakan program
pengembangan yang menjamin keberlangsungan sumber daya alam dan bumi pada umumnya.
Dikarenakan masih banyaknya kelemahan dalam pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH), oleh
karena itu Pendekatan Co-Management menjadi sebuah solusi untuk menangani hal tersebut. Co-
management dapat dilakukan melalui pemanfaatan ruang terbuka hijau yang pada dasarnya
merupakan lahan konservasi. Co-Management merupakan sistem manajemen berbasis kemitraan
antara pemerintah, masyarakat dan stakeholder. Co-Management juga disebut sistem
pengelolaan kolaboratif, pengelolaan partisipatif ataupun pengelolaan berbasis masyarakat. Co-
Management bertujuan untuk membangun perekonomian dan sosial budaya, untuk alih Kelola
dan kewenangan, Mengurangi atau bahkan menghindari terjadinya perselisihan diantara
pemangku kepentingan. Dalam bentuknya sendiri Co-Management terbagi menjadi 5 model
yaitu, instructive, consultive, cooperative, advocative, informative. Dalam konsepnya sendiri Co-
Management membutuhkan partisipasi dari beberapa pihak yang harus memahami setiap aspek
antara lain: 1. Kemitraan (Mitra yang diakui pemerintah harus sejalan dan saling bekerja sama
dengan semua pemangku kepentingan) 2. Analisis bedasarkan komitas (Masyarakat yang
terlibat dalam komunitas pengelolaan sumber daya mempunyai hak untuk memberikan saran
dalam upaya menjamin efektivitas program) 3. Rencana tindak (hasil dari identifikasi
dirumuskan dalam rencana tindak pada penetapan target capaian, strategi atau cara pelaksanaan,
dan sistem evaluasi) 4. Pelaksanaan dan kontrol (Peran serta masyarakat dan organisasi dalam
hal ini bertindak sebagai pelaksana program memiliki wewenang yang cukup besar, sedangkan
pemerintah lebih banyak bertugas sebagai kontrol yang bertidak dalam pengawasan dan evaluasi
program) 5. Evaluasi timbal balik (Hasil evaluasi ini sangat mementukan tindakan lanjut yang
merupakan timbal balik yang diberikan pemerintah terhadap program pengelolaan sumber daya
menjadi lebih baik dan lebih efektif). Kemitraan pada pengelolaan lingkungan Co-Management
terdiri dari 4 jenis yaitu, Contributori Partnership, Operational Partnership, Consultatif
Partnership, dan yang terakhir Collaborative Partnership.

Manajemen Pengelolaan Daerah Aliran Sungai atau biasa dikenal DAM Sabo. DAM Sabo
sendiri bertujuan untuk mengelola kelebihan sedimen agar tidak membahayan hilirnya. DAM
Sabo memiliki fungsi yang cukup krusial dalam penanganan banjir hal tersebut untuk
menampung, menahan dan mengontrol volume sedimen. Salah satu pengelolaan Daerah aliran
sungai adalah system drainase, yaitu system pembuangan massa air baik secara alami maupun
buatan dari permukaan atau bawah permukaan dari suatu tempat. Di bidang teknik sipil, drainase
dibatasi sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang
kelebihan air dari suatu kawasan agar tidak tergenang. Seperti, gorong-gorong, jembatan,
pertemuan saluran, pompa dan sebagainya. Namun system ini kerap bermasalah dikarenakan
beberapa faktor seperti, sampah yang membludak, penyempitan dan pendangkalan saluran,
pasang surut dan sebagainya. Dikarenakan banyaknya masalah yang menjadikan bencana banjir,
pengelolaan daerah aliran sungai membuat solusi dengan normalisasi dan naturalisasi.
Normalisasi merupakan upaya memperbaiki aliran sungai melalui pelebaran batang sungai
sehingga memiliki daya tampung yang lebih besar antara 35 – 50 m dan debit air lebih dari 570
m3 /detik. Naturalisasi adalah pengelolaan DAS dengan memanfaatkan karakteristik aliran
sungai. Naturalisasi adalah pengelolaan DAS dengan mempertahankan belokan aliran sungai
secara alami sehingga resapan tahan dapat secara maksimal berfungsi sebagai drainase air natural
sehingga debit air menuju hilir mengalami pengurangan. Seperti yang sudah dijelaskan dalam
buku bahwa banjir menjadi bencana rutinan, namun kerugian yang ditimbulkan juga tidak
sedikit. Oleh sebab itu untuk meminimalisir kerugian diperlukan adannya Tindakan untuk
memperbaiki kondisi lingkungan dan DAS, Salah satunya dengan melibatkan peran masyarakat
dalam mitigasi bencana. Pada pembagian tugas atau kewenangan sendiri harus disesuaikan
dalam tingkat masyarakat bedasarkan keikutsertaan, agar implementasi pada migitasi dapat
berjalan efektif dan efisien. Faktor selanjutnya adannya koordinasi antara pemerintah, organisasi
dan juga masyarakat. Namun aspek yang paling pertama adalah partisipan masyarakat dalam
kesiapan menghadapi bencana maupun kesiapan pemulihan. Adannya Undang Undang No. 7
tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, menjadi bukti bahwa pemerintah sendiri setuju mengenai
peran masyarakat dalam pengendalian bencana banjir. Programnya sendiri tertera pada buku
disebutkan yaitu perbaikan tanggul sungai, pembersihan sampah dan sedimen, pembuatan tempat
kompos dari sampah rumah tangga, Pencatatan jumlah korban dan kerugian akibat banjir,
penguburan korban, pemberian trauma healing kepada komunitas adalah bagian dari partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan banjir. Sedangkan perbaikan infrastruktur, pengobatan korban
banjir di area pengungsian, pelaporan penanganan banjir adalah merupakan bagian kewenangan
lembaga pemerintah yang ditugaskan dalam pengendalian banjir.

Dalam buku “Manajemen lingkungan dalam pengendalian banjir” penulis memuat studi kasus
penanggulangan banjir dikota Medan. Kota Medan sendiri memiliki curah hujan rata-rata setiap
tahunnya sekitar 100-200 mm, hal itu menyebabkan kota Medan cukup Berpotensi terjadinya
bencana banjir, ditambah hutan di kota medan hanya sebesar 11,47% yang menjadikan banjir
sangat memungkinkan terjadi. Dikarenakan kota medan mempunyai potensi yang cukup besar,
mitigasi banjir yang dilakukan pemerintah dan masyarakat dampaknya harus jangka Panjang,
terlebih terhadap lingkungan hidup. Pembangunan proyek banjir kanal, pembangunan pipa
pembuangan limbah, maupun pembangunan drainase dilakukan harus mampu menjawab
permasalahan dampak lingkungan yang terjadi. Namum kerusakan lingkungan terjadi juga
dikarenakan peran besar manusia yang tidak memikirkan kelangsungan hidup sesame.
Pencemaran terjadi pada air, tanah hingga udara dalam Kawasan industri dikota medan menjadi
bukti nyata sikap keegoisan manusia. Solusi dalam pengendalian banjir yang paling tepat seperti
pengelolaan banjir yang ada di Surabaya, yaitu merencanakam system drainase yang terpadu dan
sesuai dengan tata kota wilayah. Dalam pengendaliannya dibutuhkan peran masyarakat dan juga
pemerintahah. Solusi lain dengan membuat kolam kolam retensi di beberapah daerah dikota
medan dengan persentase kemungkinan banjir yang tinggi. Pengendalian dan pengelolaan
lingkungan tersebut bukan hanya berdampak pada lingkungan saja, pertumbuhan ekonomi juga
terkena dampak yang signifikan. Seperti yang dilakukan pada pemerintah kota Bandung dalam
pengelolaan lingkungan sungai, dimana pemerintah kota Bandung berhasil memanfaatkan
potensi sungai cikapundung menjadi objek pariwisata yang menghidupkan ekonomi masyarakat
sekitar. Selain berdampak pada ekonomi, migitasi juga berdampak dalam aspek sosial budaya,
hal itu karena dalam pengelolaan lingkungan atau migitasi hasilnya bisa dinikmati masyarakat
luas agar menaikan tingkat kesejahteraan masyarakat. seperti yang sudah disebutkan diatas
bahwa kerugian pada bencana banjir tidak sedikit diperlukannya pemberdayaan menanggulangi
bencana agar kesejahteraan tetap terbangun. Dampak banjir sendiri bisa menimbulkan
permasalahan sosial antara lain: korban jiwa, penyakit, air kumuh, aktivitas dan jaringan yang
terganggu. Oleh sebab itu upaya kongkrit yang dilakukan di Medan adalah gotong royong yang
terbagi dalam sector masing-masing, selain itu strategi pemberdayaan masyarakat dalam
menanggulangi bencana juga diterapkan.

Adapun strategi tersebut: 1) Pengetauan masyarakat terkait penanggulangan; 2) Inovasi dan


pengetahuan untuk membangun budaya keselamatan; 3) Pengurangan cakupan resiko bencana
alam; 4) Peningkatan kesadaran dalam siap siaga bencana; 5) Pemberdayaan peran masyarakat
dalam menghadapi bencana yang didapat dari pengalaman; 6) Adannya respon pemerintah
daerah dan apparat yang bertugas; 7) Terlatih dan terorganisir tenaga lokal; 8) Terbangunnya
kesamaan pandangan tentang bencana dilingkungan masyarakat.

ANALISIS

Identitas Buku
Judul : Manajemen Lingkungan dalam Pengendalian Banjir
Penulis : M. Ali Musri S.
Penerbit : Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) No. 037
Tahun Terbit : 2020
ISBN : 978-623-94554-0-8

Buku ini berjudul “manajemen lingkungan dalam pengendalian banjir” M. Ali Musri S
memiliki beberapa keunggulan diantaranya, buku ini dapat menjadi refrensi bagi
pembaca mengenai pengelolaan dan pengendalian lingkungan agar tidak terkena banjir.
Dalam buku ini lengkap termuat aspek-aspek yang harus dibenahi pada pengendalian
banjir, misalnya tata kelola ruang, manajemem pengelolaan daerah aliran sungai/ DAM,
pendekatan Co- Manajemen dan migitasi bencana. Oleh karena itu buku “manajemen
lingkungan dalam pengendalian banjir” juga bisa menjadi pedoman mahasiswa Ketika
ingin menulis atau menganalisis tentang studi manajemen lingkungan khususnya pada
pengendalian banjir.

Selain itu, Bahasa yang disampaikan penulis juga mudah dipahami sehinggan inti dari
pembahasan yang ingin disampaikan oleh penulis tersampaikan dengan jelas yang
membuat pembaca tidak terlalu membingungkan hal-hal yang ingin disampaikan penulis
pada buku ini. Baik dalam definisi, pembahasan hingga permasalahan menggunakan
Bahasa yang tidak terlalu kompleks. Bagian bagian dari pembahasan juga disampaikan
secara step by step sehingga memudahkan pembaca untuk memahami isi dari buku
tersebut. Adannya gambar, peta dan grafik juga menjadi poin plus pada buku ini dimana
sangat memudahkan pembaca/peneliti menganalis studi kasus yang diangkat oleh penulis,
walaupun ada beberapa formulasi-formulasi yang seharusnya bisa dijelaskan lebih rinci
dan detail.
Kelebihan yang selanjutnya dalam mendapakatkan buku “manajemen lingkungan dalam
pengendalian banjir” kita tidak perlu mengeluarkan biaya/fee seperti kebanyakan ebook.
Perlu di apresiasi bahwa penulis secara suka rela memberikan akses buku ini di khalayak
umum. Buku ini sendiri bisa kita dapatkan secara free pada website dan situs ebook di
internet. Meskipun buku “manajemen lingkungan dalam pengendalian banjir” memiliki
banyak keunggulan namun buku ini terdapat bebarapa kekurangan. Dalam buku ini
terdapat banyak formulasi-formulasi mengenai perhitungan debit air, perhitungan curah
hujan, rumus analisis tata kelola tempat rawan banjir yang tidak begitu dijelaskan
bagaimana perhitungannya. Penulis hanya memberikan tabel dan grafik mengenai hal itu
yang mengakibatkan pembaca kurang memahami perhitungan tersebut, terkhusus
pembaca yang memang masih awan mengenai formulasi yang dipeperkan oleh
penulis .Buku ini juga memiliki kekurangan pada pembahasan studi kasus, yang dimana
pada pembahasaan studi kasus sendiri penulis memberikan GAP cukup jauh antara
analisis dan pembahasannya, sehinngga membuat pembaca harus menganalis lebih jika
ingin mengetahui keterkaitan antara pembahasan dan studi kasus yang diangkat oleh
penulis. dan bahkan penulis hanya sedikit membahas mengenai studi kasus yang diambil
yaitu penggendalian banjir dikota Medan. Selain itu ada beberapa inti pembahasan yang
menurut saya cukup crusial yang tidak dibahas lebih pada buku ini. Seperti peran Badan
SAR Nasional (BASARNAS) dalam upaya menanggulangi banjir dan juga Program
Corporate Sosial Responsibility (CSR), yang seharusnya memiliki porsi lebih dalam
pembahasan pada buku tersebut. Lalu pada pembahasan pengendalian banjir, penulis
cenderung lebih menekankan pengendalian banjir pada area hilir sungai. memang strategi
pengendalian banjir yang paling utama adalah pada lingkup dekat sungai , namun
pengendalian banjir pada tata kelola hutan , tata kelola bendungan juga tidak kalah
pentingnya. Namun disini penulis hanya sedikit menyinggung pengendalian banjir pada
tata kelola area hutan maupun bendungan.
KESIMPULAN

Banjir adalah suatu bencana yang rutin terjadi di Indonesia terlebih pada daerah yang curah
hujan tinggi dan tidak memiliki tempat resapan air. Selain hal tersebut tidak matangnya
perencanaan tata ruang daerah juag menjadi penyebab terjadinya banjir. Penataan wilayah
seharusnya menjadi hal crusial untuk dilakukan terutama pada daerah aliran sungai, apalagi pada
aliran sungainya kurang adannya daerah vegetasi yang mampu menyerap air. Maka dari itu
diperlukannya tata kelola ruang dalam suatu system manajemen.

Sistem manajemen lingkungan menjadi solusi alternatif untuk pengendalian banjir. Penerapan
manajemen lingkungan migitasi memungkinkan partisipan dari masyarakat dalam pengendalian
banjir semakin meningkat. semakin meningkatnya kesadaran masyarakat dalam keikutsertaannya
pada sistem pengelolaan lingkungan akan mampu menjadikan program yang baik dalam
pembangunan berkelanjutan yang diterapkan pada suatu wilayah.

Selain itu, manajemen lingkungan juga berdampak pada aspek ekonomi dan sosial budaya.
Misalnya pada beberapa daerah yang menerapkan migitasi atau manajemen lingkungan
melakukan inovasi terhadap sungai yang bisa di ahlikan dalam sector eco- wisata. Hal tersebut
menumbuhkan pembangunan dan kenaikan ekonomi pada masyarakat sekitar sungai. Dalam
aspek sosial budaya pun adannya manajemen lingkungan bisa menumbuhkan suatu kebudayaan
baru dengan peningkatan rasa peduli terhadap sesama dan lingkungan hidup dalam suatu lingkup
tertentu.

Dalam analisis Buku “Manajemen Lingkungan dalam Pengendalian Banjir” memiliki kelebihan
dan kekurangan. Diantaranya buku ini memiliki tata kelola Bahasa yang mudah dipahami,
penjelasan yang step by step, adannya gambar dan grafik yang memudahkan pembaca
menganalisis kasus, juga menjadi refrensi bagi pembaca terutama mahasiswa dalam melakukan
penelitian terkhusus manajemen lingkungan. Namun ada beberapa kekurangan yang terdapat
pada buku ini, yaitu tidak terlalu dalamnya penulis dalam membahas studi kasus yang diangkat,
dan juga ada beberapa pembahasan penting yang kurang mendapatkan porsi pembahasan lebih.

You might also like