You are on page 1of 24

S1 KEPERAWATAN

PENUGASAN KELOMPOK
PERTEMUAN KE IV
“HERNIA NUCLEUS PULPOSUS”

DOSEN FASILITATOR :

Ns. Rani Lisa Indra, M.Kep., Sp.Kep.M. B

KELOMPOK

1. M.Riski ferdiansyah 21031088


2. Carmenita sinaga 21031090
3. Nessa Sesti liandry 21031091
4. Azni nirma saputri 21031092
5. Abel Paulina Manik 21031093
6. Mitha Amalia Rahman 21031099
7. Resy Fahira Elvid 21031100
8. Herna oktavidewi 21031101

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HANG TUAH PEKANBARU
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillahirabbalalamin, puji syukur kami ucapkan kepada Allah yang telah member
ikan begitu banyak nikmat hingga memudahkan jalan bagi kami dalam menyelesaikan tugas
makalah “KEPERAWATAN DEWASA” Selesai nya makalah ini, tidak terlepas dari bantua
n dan dukungan berbagai pihak yang sangat membantu kami baik berupa moril maupun mate
ril. Untuk itu, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah ikut serta memb
antu kelancaran penulisan sehingga akhirnya tugas ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kas
ih kami ucapkan kepada: Ns. Rani Lisa Indra, M.Kep., Sp.Kep.M.B selaku Dosen Fasilitator
mata kuliah keperawatan dewasa di Universitas Hang Tuah Pekanbaru.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh ka
rena itu, kami mengharapkan kritikan dan saran yang membangun agar makalah ini dapat me
njadi makalah yang baik dan bermanfaat nantinya. Akhir kata kami mengucapkan terima kasi
h kepada semua pihak, semoga mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, Amin.

Pekanbaru, 15 september 2023

Penulis

DAFTAR ISI

PAGE \* MERGEFORMAT ii
KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ....................................................................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah.................................................................................................. 1
1.3. Tujuan..................................................................................................................... 1
1.4. Manfaat………………………………………………………………………... 2

BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................................. 3

1.1. Definisi Hernia nukleus pulposus.......................................................................... 3


1.2. Etiologi Hernia nukleus pulposus.......................................................................... 4
1.3. Manifestasi Klinis Hernia nukleus pulposus ........................................................ 4
1.4. Patofisiologi Hernia nukleus pulposus ................................................................. 5
1.5. Penatalaksaan medis.............................................................................................. 6
1.6. Pemeriksaan diagnostik......................................................................................... 9
1.7. Pencegahan Hernia nukleus pulposus................................................................... 11
1.8. Terapi Diet............................................................................................................. 13
1.9. Keakrifan Lokal Melayu........................................................................................14
2.10...............................................................................................................................WO
C ...........................................................................................................................14

BAB III TINJAUAN KASUS........................................................................................... 15

1.1. Gambaran kasus.................................................................................................... 15


1.2. Pengkajian dan pemeriksaan fisik......................................................................... 15
1.3. Analisa data........................................................................................................... 17
1.4. Diagnosa keperawatan........................................................................................... 17
1.5. Intervensi .............................................................................................................. 18

BAB IV PENUTUP............................................................................................................ 20

1.1. Kesimpulan............................................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 21

PAGE \* MERGEFORMAT ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hernia nukleus pulposus merupakan suatu keadaan patologis dimana terjadi protusi
dari anulus fibrosus beserta nukleus pulposus ke dalam lumen kanalis vertebralis
(Nasikhatussoraya, 2016). Keadaan ini menyebabkan radikulopati segmental dengan
parestesia dan kelemahan di tempat distribusi akar saraf yang terkena (Rubin, 2016).
Insiden HNP adalah sekitar 5 hingga 20 kasus per 1000 orang dewasa per tahun dan
paling sering terjadi pada orang-orang di dekade ketiga hingga kelima kehidupan, dengan
rasio pria dan wanita 2: 1 (Dulebohn, dkk. 2019). HNP dapat terjadi pada semua segmen
vertebra, tetapi paling sering terjadi pada segmen lumbal L4-L5 dan L5-S1.
(Nasikhatussoraya, 2016).
Dalam salah satu penelitian yang terdapat dalam jurnal Herniated Lumbar
Intervertebral Disk, Deyo & Mirza (2016), 81% pasien dengan paresis herniasi diskus
dapat pulih tanpa operasi setelah 1 tahun. Defisit sensorik, tingkat pemulihan adalah 50%
pada 1 tahun. MRI menunjukkan penyusutan sebagian besar disk yang mengalami hernia
dari waktu ke waktu, dan hingga 76% teratasi sebagian atau seluruhnya pada 1 tahun.
Namun, kekambuhan nyeri sering terjadi. Dalam satu penelitian yang melibatkan kohort
orang yang menderita low back pain, 25% memiliki kekambuhan gejala dalam 1 tahun.
HNP didiagnosis berdasarkan riwayat pasien, gejala klinis, dan pemeriksaan fisik.
Laporan kasus ini mendukung penggunaan terapi fisik untuk perawatan konservatif dalam
mengurangi tanda dan gejala hernia nucleus pulposus.
1.2 Rumusan masalah
Bagaimana konsep penyakit hernia nucleus pulposus dan bagaiman cara memberikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan hernia nucleus
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami konsep dan asuhan keperawatan
dari penyakit hernia nucleus pulposus,sehingga bisa di aplikasikan ketika mahasiswa
praktik klinik maupun kepada orang terdekat

PAGE \* MERGEFORMAT ii
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Apa definisi Hernia nukleus pulposus
2. Apa etiologi Hernia nukleus pulposus
3. Apa manifestasi Hernia nukleus pulposus
4. Apa patofisiologi Hernia nukleus pulposus
5. Apa klasifikasi Hernia nukleus pulposus
6. Apa penatalaksanaan Hernia nukleus pulposus
7. Apa pemeriksaan penunjang Hernia nukleus pulposus
8. Apa komplikasi Hernia nukleus pulposus
9. Bagaimana pencegahan Hernia nukleus pulposus
10. Apa saja terapi diet yang digunakan
11. Apa Saja Keakrifan Lokal pada budaya Melayu
1.4 Manfaat
Sebagai bahan untuk kelompok agar dapat memahami dan dapat menjawab bagaimana
konsep asuhan keperawatan dengan pasien hernia nucleus pulposus

PAGE \* MERGEFORMAT ii
BAB II
TINJAUAN TEORI
1.1 Definisi
Hernia nukleus pulposus (HNP), yang juga disebut ruptura diskus intervertebralis
(ruptured disc, slipped disc) terjadi ketika seluruh tubuh atau sebagian nukleus
pulposus(bagian tengah diskus intervertebralis yang lunak dan mirip gelatin) terdorong
melalui cincinluar (anulus fibrosus) yang melemah atau robek sehingga disus menjadi
disfungsional danmenciptakan tekanan pada satu sara spinal atau lebih.
Diskus intervertebralis adalah lempengan kartilago yang berbentuk sebuah bantalan
diantara dua tulang belakang. Material yang keras dari fibrosa digabungkan dalam satu
kapsul.Bantalan seperti bola di bagian tengah diskus dinamakan nukleus pulposus. Pada
herniasidiskus intervertebralis (ruptur diskus), nukleus pada diskus menonjol ke dalam
anulus (cincinfibrosa) sekitar discus dengan akibat kompresi saraf. (Arif Muttaqin, 2008)
Herniasi nukleus pulposus (HNP) terjadi kebanyakan oleh karena adanya suatu
trauma derajat sedang yang berulang mengenai diskus intervertebralis sehingga
menimbulkan sobeknya anulus fibrosus. (Arif Muttaqin, 2008)
Hernia Nukleus Pulposus terbagi dalam 4 grade berdasarkan keadaan herniasinya,
dimana ekstrusi dan sequestrasi merupakan hernia yang sesungguhnya, yaitu:
1. Protrusi diskus intervertebralis : nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa
kerusakanannulus fibrosus.
2. Prolaps diskus intervertebral : nukleus berpindah, tetapi masih dalam lingkaran
anulusfibrosus.
3. Extrusi diskus intervertebral : nukleus keluar dan anulus fibrosus dan berada di
bawahligamentum, longitudinalis posterior.
4. Sequestrasi diskus intervertebral : nukleus telah menembus ligamentum longitudinalis
posterio

PAGE \* MERGEFORMAT ii
1.2 Etiologi
Herniasi nukleus pulposus biasanya disebabkan oleh kerusakan akibat penggunaan
selama bertahun-tahun dengan sedikit retakan di annulus yang melemahkan cincin
kartilago suportif. Kemudian pada suatu hari ketika individu tersebut bersin, tiba-tiba
terjadi herniasi. Trauma akut akibat jatuh atau pukulan ke punggung atau leher juga
dapat menyebabkan herniasi mendadak.
Penyebab Herniasi nukleus pulposus antaralain karena trauma atau regangan (strain)
yang berat dan degenerasi sendi intervertebralis. Pada kebanyakan klien gejala trauma
bersifat singkat. Gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama
beberapa bulan atautahun. Kemudian pada generasi diskus, kapsulnya terdorong ke arah
medula spinalis, atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong
terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari columna spinal. (Arif
Muttaqin, 2008). Faktor resiko yang meningkatkan seseorang mengalami Herniasi
nukleus pulposus:
1. Usia
Usia merupakan faktor utama terjadinya Herniasi nukleus pulposus karena annulus
fibrosus lama kelamaanakan hilang elastisitasnya sehingga menjadi kering dan keras,
menyebabkan annulusfibrosus mudah berubah bentuk dan ruptur.
2. Trauma
Terutama trauma yang memberikan stress terhadap columna vertebralis, seperti jatuh.
3. Pekerjaan
Pekerjaan terutama yang sering mengangkat barang berat dan cara mengangkat barang
yang salah, meningkatkan risiko terjadinya Herniasi nukleus pulposus
4. Gender
Pria lebih sering terkena Herniasi nukleus pulposus dibandingkan wanita hal ini terkait
pekerjaan danaktivitas yang dilakukan pada pria cenderung ke aktifitas fisik yang
melibatkan columnavertebralis
1.3 Patofisiologi
Pada tahap pertama sobeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial,
karenaadanya gaya traumatik yang berulang, sobekan itu menjadi lebih besar dan timbul
sobekan Radial apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP hanya menunggu waktu
dan trauma berikutnya saja. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya
traumatik ketika hendak menegakkan badan waktu terpeleset, mengangkat benda berat,
dan sebagainya.

PAGE \* MERGEFORMAT ii
Menjebolnya (herniasi) nukleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang belakang
diatas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertebralis.
Menjebolnya sebagian nukleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat pada foto
rontgen polos dandikenal sebagai nodus schmorl. Sobekan sirkumferensial dan Radial
pada anulus fibrosusdiskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schmorl
merupakan kelainan yangmendasari low back pain subkronis atau kronis yang kemudian
disusul oleh nyeri sepanjangtungkai yang dikenal sebagai iskhialgia atau siatika.
Menjebolnya nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus
pulposusmenekan radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis yang berada
dalam lapisandura. Hal itu terjadi jika penjebolan berada di sisi lateral. Tidak akan ada
radiks yang terkena jika tempat herniasinya berada di tengah. Pada tingkat L2 dan terus
ke bawah tidak terdapatmedula spinalis lagi, maka herniasi yang berada di garis tengah
tidak akan menimbulkankompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi HNP, sisa
diskus intervertebralis mengalamilisis, sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih
tanpa ganjalan. (Arif Muttaqin, 2008)
1.4 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung bawah disertai
otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. Herniasi nukleus pulposus terbagi atas Herniasi
nukleus pulposus sentral dan Herniasi nukleus pulposus lateral. Herniasi nukleus
pulposus sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia, dan retensi urine.
Sedangkan Herniasi nukleus pulposus lateral bermanifestasi pada rasa nyeri dan nyeri
tekan yang terletak pada punggung bawah, ditengah-tengah area bokong dan betis,
belakang tumit, dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari kelima kaki berkurang dan
refleks achiler negatif. Pada Herniasi nukleus pulposus lateral rasa nyeri dan nyeri tekan
didapatkan di punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai bawah bagian lateral, dan
didorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang dan refleks patellanegatif.
Sensibilitas dermatom yang sesuai dengan radiks yang terkena menurun.
Gejala yang sering muncul adalah :
1. Nyeri pinggang bawah (lumbal atau servikal) yang intermiten (dalam beberapa
minggusampai beberapa tahun). Nyeri menjalar sesuai dengan distribusi saraf skiatik
2. Sifat nyeri khas dari posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari pantat dan
terusmenjalar ke bagian belakang lutut kemudian ke tungkai bawah
3. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan gerakan pinggang saat
batukatau mengejan, berdiri, atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri

PAGE \* MERGEFORMAT ii
berkurangklien beristirahat berbaring
4. Penderita sering mengeluh kesemutan (parostesia) atau baal, kebas, atau
sensasiterbakar pada lengan dan tangan. Bahkan kekuatan otot menurun sesuai
dengandistribusi persarafan yang terlibat
5. Nyeri bertambah bila daerah (garis antara dua Krista iliaka) ditekan (ArifMuttaqin,
2008)
1.5 Penatalaksanaan Medis
1.5.1 Non farmakologi
1. Tirah baring
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari dengan
sikapyang baik adalah sikap dalam posisi setengah duduk, tungkai dalam sikap
fleksi padasendi panggul dan lutut tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai
pegas/per, dengandemikian tempat tidur harus dari papan yang lurus dan ditutup
dengan lembar busa tipis.Tirah baring bermanfaat untuk nyeri punggung bawah
mekanik akut. Lama tirah baring bergantung pada berat ringannya gangguan
yang dirasakan penderita. Pada HNP, klienmemerlukan tirah baring dalam
waktu yang lebih lama. Setelah tirah baring, klienmelakukan latihan atau
dipasang korset untuk mencegah terjadinya kontraktur danmengembalikan lagi
fungsi-fungsi otot
2. Kompres hangat/dingin
Kompres hangat/dingin ini merupakan modalitas yang mudah dilakukan.
Untukmengurangi spasme otot dan inflamasi. Beberapa pasien merasakan nyeri
hilang pada pengkompresan hangat, sedangkan yang lain pada pengkompresan
dingin.

1.5.2 Farmakologi
1. Simptomatik

PAGE \* MERGEFORMAT ii
a. Analgesik dan NSAID ( Non Steroid Anti Inflamation Drug)Obat ini
diberikan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dan inflamasisehingga
mempercepat kesembuhan. Contoh analgetik : paracetamol,
AspirinTramadol. NSAID : Ibuprofen, Natrium diklofenak, Etodolak,
Selekoksib.
b. Obat pelemas otot (muscle relaxant) bermanfaat bila penyebab HNP adalah
spasme otot. Efek terapinya tidak sekuat NSAID, seringkali di kombinasi
dengan NSAID. Sekitar 30% memberikan efeksamping mengantuk. Contoh
Tinazidin, Esperidone dan Carisoprodol.
c. OpioidObat ini terbukti tidak lebih efektif daripada analgetik biasa yang
jauh lebihaman. Pemakaian jangka panjang bisa menimbulkan toleransi
danketergantungan obat.
d. Kortikosteroid oralPemakaian kortikosteroid oral masih kontroversi.
Dipakai pada kasus HNP yang berat dan mengurangi inflamasi jaringan.
e. Anelgetik ajuvan
Terutama dipakai pada HNP kronis karena ada anggapan mekanisme nyeri
padaHNP sesuai dengan neuropatik. Contohnya : amitriptilin,
Karbamasepin,Gabapentin.
f. Suntikan pada titik picuCara pengobatan ini dengan memberikan suntikan
campuran anastesi lokal dankortikosteroid ke dalam jaringan lunak/otot
pada titik picu disekitar tulang punggung. Cara ini masih kontroversi. Obat
yang dipakai antara lain lidokain,lignokain, deksametason, metilprednisolon
dan triamsinolon.
g. Kortikosteroid (prednison, prednisolon)
h. Anti-inflamasi non-steroid (AINS) seperti piroksikan
i. Antidepresan trisiklik (amitriptilin)
j. Obat penenang minor (diazepam, klordiasepoksid)
1.5.3 Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermi ( pemanasan dengan jangkauan permukaan
yang lebih dalam ) untuk relaksasi otot dan mengurangi lordosis

1.6 Pemeriksaan Diagnostik


1. Rontgen foto lumbosakral

PAGE \* MERGEFORMAT ii
a. Tidak banyak ditemukan kelainan
b. Kadang-kadang didapatkan artrosis, menunjang tanda-tanda deformitas vertebra
c. Penyempitan diskus intervertebralis
d. Untuk menentukan kemungkinan nyari karena spondilitis, norplasma atau infeksi
progen
2. Cairan serebrospinal
a. Biasanya normal
b. Jika didapatkan blok akan terjadi prot, indikasi operasi
3. EMG
a. Terlihat potensial kecil (fibrolasi) di daerah radiks yang terganggu
b. Kecepatan konduksi menurun
4. Iskografi
Pemeriksaan diskus dilakukan menggunakan kontras untuk melihat seberapa
besardaerah diskus yang keluar pada kanalis vertebralis
5. Elektroneuromiografi (ENMG)
Untuk mengetahui radiks yang terkena atau melihat adanya polineuropati
6. Temografi scan
Melihat gambaran vertebra dan jaringan disekitarnya termasuk diskus intervertebralis.
7. MRI
Pemeriksaan MRI dapat melokalisasi protrusi diskus kecil. Apabila secara klinis
tidakdidapatkan pada MRI maka pemeriksaan CT Scan dan mielogram dengan
kontras dapatdilakukan untuk melihat derajat gangguan pada diskus vertebralis
8. Mielografi
Mielografi adalah pemeriksaan dengan bahan kontras melalui tindakan lumbal
pungsidan pemotretan dengan sinar tembus. Dilakukan apabila diketahui adanya
penyumbatanhambatan kanalis spinalis yang mungkin disebabkan HNP
9. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan rutin dilakukan dengan laboratorium klinik untuk menilai
komplikasicedera tulang belakang terhadap orang lain. (Arif Muttaqin, 2008)

1.7 Pencegahan
1.7.1 Pencegahan primer

PAGE \* MERGEFORMAT ii
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang
yangsehat (tetap memiliki faktor resiko) agar tetap sehat atau mencegah orang yang
sehat menjadi sakit. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan:
1. Lakukan aktivitas yang cukup yang tidak terlalu berat.
2. Selalu duduk dalam posisi yang tepat. ”Duduk harus tegap, sandaran tempat duduk
harustegak lurus, tidak boleh melengkung. Posisi duduk berarti membebani tulang
belakang 3-4kali berat badan, apalagi duduk dalam posisi yang tidak tepat.
Sementara pada posisi berdiri, punggung hanya dibebani satu setengah kali berat
badan normal.
3. Jangan terlalu lama duduk. Untuk orang normal, cukup satu setengah jam hingga
dua jam.Setelah itu, sebaiknya berdiri dan lakukan peregangan dan duduk lagi lima
menit kemudian.
4. Jangan membungkuk ketika berdiri atau duduk. Ketika berdiri, jaga titik berat
badan agarseimbang pada kaki. Saat bekerja di rumah atau di kantor, pastikan
permukaan pekerjaan berada pada ketinggian yang nyaman untuk bekerja.
5. Jika tidur, pilih tempat tidur yang baik, misalnya yang memiliki matras (kasur)
yang kuat (firm), sehingga posisi tidur tidak melengkung. Yang paling baik adalah
tidur miring dengan satu bantal di bawah kepala dan dengan lutut yang
dibengkokkan. Bila tidur terlentang sebaiknya diletakkan bantal kecil di bawah
lutut.
6. Lakukan olah raga teratur. Pilih olah raga yang berfungsi menguatkan otot-otot
perut dantulang belakang, misalnya sit up. Postur tubuh yang baik akan melindungi
dari cedera sewaktu melakukan gerakan, karena beban disebarkan merata
keseluruh bagian tulang belakang.
7. Berjalan rileks dengan sikap tubuh tegak.
8. Bila mengendarai mobil, jok mobil jangan terlalu digeser ke belakang hingga
posisi tungkai hampir lurus.
9. Kenakan sepatu yang nyaman dan bertumit rendah.

10. Jangan mengangkat dengan membungkuk. Angkat objek dengan menekuk lutut
dan berjongkok untuk mengambil objek. Jaga punggung lurus dan terus dekatkan

PAGE \* MERGEFORMAT ii
objek ke tubuh.Hindari memutar tubuh saat mengangkat. Lebih baik mendorong
daripada menarik ketikaharus memindahkan benda berat. Minta bantuan orang
lain bila mengangkat benda yang berat.
11. Jaga nutrisi dan diet yang tepat untuk mengurangi dan mencegah berat badan
berlebihan, terutama lemak di sekitar pinggang. Diet harian yang cukup kalsium,
fosfor, dan vitamin Dmembantu menjaga pertumbuhan tulang baru.
12. Berhenti merokok. Merokok mengurangi aliran darah ke tulang punggung bagian
bawahdan menyebabkan cakram tulang belakang mengalami degenerasi.
1.7.2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk menghindarkan komplikasi dan
mengurangi ketidakmampuan pada orang yang telah sakit. Pencegahan sekunder ini
dapatdilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara dini dan pengadaan
pengobatan yang cepat dan tepat
1.7.3 Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dimaksudkan untuk mengurangi komplikasi dan mengadakan
rehabilitasi. Rehabilitasi bertujuan untuk mengembalikan fungsi fisik dan menolong
penderita NPB agar lebih memperhatikan cara mengatasi masalah dan dapat menjalani
kehidupan yanglebih normal.
1. Selama masa penyembuhan sebaiknya penderita NPB menghindari pekerjaan atau
aktivitas berat.
2. Menghindari masalah psikis misalnya depresi, kecemasan, atau stress yang dapat
memicuatau memperberat kembali terjadinya NPB.
3. Bagi penderita NPB yang mengalami obesitas sebaiknya melakukan diet
untukmenurunkan berat badan
4. Untuk mengurangi dissabilitas dan perbaikan fungsional direkomendasikan
dengan program back exercise.
5. Membiasakan diri dengan postur tubuh dan sikap tubuh yang benar.
6. Menggunakan perabotan yang dibuat berdasarkan prinsip ergonomik

1.8 Terapi Diet


Tujuan dari modifikasi diet pasca operasi adalah untuk meminimalkan kembung,

PAGE \* MERGEFORMAT ii
mual, muntah, disfagia, dan muntah-muntah. Meminimalkan, atau bahkan menghindari,
efek samping ini memiliki dua tujuan. Pertama, menghindari efek samping ini akan
menghindari ketidaknyamanan pasien. Ketika ketidaknyamanan pasien dapat dihindari,
kepuasan pasien akan meningkat, namun mereka juga cenderung tidak membutuhkan
layanan kesehatan tambahan seperti kunjungan ke klinik atau unit gawat darurat
tambahan. Kedua, efek samping ini dapat memberikan tekanan pada perbaikan hernia
hiatus dan fundoplikasi. Peningkatan tekanan intraabdomen secara tiba-tiba dapat
disebabkan oleh muntah-muntah dan/atau muntah. Peningkatan tekanan intraabdomen ini
dapat mengakibatkan kegagalan segera pasca operasi perbaikan hernia hiatus atau
fundoplikasi, atau dapat menjadi dasar kegagalan di masa depan.
Disfagia sering terjadi setelah perbaikan hernia hiatus dengan fundoplikasi. Gejala
ini umumnya bersifat sementara dan memiliki beberapa penyebab. Pembentukan kembali
penghalang antirefluks dapat menciptakan resistensi saluran keluar esofagus pada tingkat
tertentu. Pembedahan pada persimpangan gastroesophageal dapat menyebabkan edema
yang selanjutnya menambah resistensi saluran keluar esofagus. Selain itu, refluks kronis
dapat menyebabkan motilitas esofagus distal tidak efektif. Penurunan motilitas ini
umumnya bersifat reversibel namun membutuhkan waktu untuk pulih sepenuhnya.
Terakhir, perilaku makan yang maladaptif seperti makan terlalu cepat, tidak mengunyah
makanan dengan baik, dan tidak menjaga posisi tegak saat makan dapat meningkatkan
sedikit peningkatan resistensi aliran keluar esofagus.
Selama perbaikan hernia hiatus dan fundoplikasi, kami tidak rutin menggunakan
selang dekompresi nasogastrik. Segera setelah operasi, jika rasa mual muncul, obat ini
diobati secara agresif dengan obat antimual intravena. Setelah pasien benar-benar sadar
dan bebas dari mual dan/atau muntah pasca operasi, kami memulai diet cairan bening.
Hal ini umumnya terjadi dalam beberapa jam setelah operasi selesai. Studi kontras pasca
operasi tidak direkomendasikan secara rutin sebelum diet ditingkatkan, dan faktanya,
studi kontras pasca operasi tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien tanpa gejala
(2). Dalam kasus perbaikan yang sangat rumit atau sulit, kebijaksanaan ahli bedah dapat
mengarahkan mereka untuk mendapatkan pencitraan sebelum memulai diet.
Contoh dari kasus ini adalah kasus yang memerlukan prosedur pemanjangan
esofagus, kasus yang menyebabkan perforasi yang tidak disengaja, atau kasus yang
memerlukan revisi setelah operasi usus depan sebelumnya. Jika cairan bening dapat
ditoleransi dengan baik, kami melanjutkan ke diet “pasca operasi esofagus”. Diet ini bisa
dianggap sebagai diet lunak atau bubur. Tujuan dari diet pasca operasi esofagus adalah

PAGE \* MERGEFORMAT ii
untuk meminimalkan disfagia dan menghindari muntah-muntah akibat disfagia. Kami
juga menghindari minuman berkarbonasi untuk meminimalkan gejala kembung.
Komponen dan konsistensi pola makan penting pada masa pasca operasi, begitu pula
perhatian yang ketat terhadap perilaku makan. Kami menasihati pasien untuk mematuhi
porsi makan kecil, mengunyah makanan dengan baik, makan perlahan, dan duduk tegak
saat makan dan selama 30-60 menit setelah makan. Sekali lagi, rekomendasi ini
dirancang untuk menghindari disfagia, muntah-muntah, dan kembung.
Mengirim pasien pulang dengan diet ini selama 2 minggu. Jika mereka baik-baik
saja pada pertemuan tindak lanjut 2 minggu, kami menginstruksikan mereka untuk
meningkatkan pola makan mereka secara bertahap. Jika mereka masih mengalami
disfagia setelah 2 minggu tindak lanjut, kami menyarankan mereka untuk tetap menjalani
diet bubur hingga 6 minggu. Pasien diberi nasihat bahwa kemungkinan besar berat badan
mereka akan turun 10–15 pon selama 4–6 minggu pertama setelah operasi sebelum
penurunan berat badan mencapai titik nadir ( dan kembung. Kami mengirim pasien
pulang dengan diet ini selama 2 minggu. Jika mereka baik-baik saja pada pertemuan
tindak lanjut 2 minggu, kami menginstruksikan mereka untuk meningkatkan pola makan
mereka secara bertahap. Jika mereka masih mengalami disfagia setelah 2 minggu tindak
lanjut, kami menyarankan mereka untuk tetap menjalani diet bubur hingga 6 minggu.
Pasien diberi nasihat bahwa kemungkinan besar berat badan mereka akan turun 10–15
pon selama 4–6 minggu pertama setelah operasi sebelum penurunan berat badan
mencapai titik nadir ( dan kembung. Mengirim pasien pulang dengan diet ini selama 2
minggu. Jika mereka baik-baik saja pada pertemuan tindak lanjut 2 minggu,
kinstruksikan mereka untuk meningkatkan pola makan mereka secara bertahap. Jika
mereka masih mengalami disfagia setelah 2 minggu tindak lanjut, kami menyarankan
mereka untuk tetap menjalani diet bubur hingga 6 minggu. Pasien diberi nasihat bahwa
kemungkinan besar berat badan mereka akan turun 10–15 pon selama 4–6 minggu
pertama setelah operasi sebelum penurunan berat badan mencapai titik nadir (2 ).
Instruksi diet pasca operasi esophagus juga mencakup metode untuk meningkatkan
asupan protein dan kalori jika diperlukan. Sebagai catatan, jika kepatuhan pasien ingin
dimaksimalkan, kami merekomendasikan untuk memberikan instruksi diet ini sebelum
operasi, pasca operasi selama rawat inap di rumah sakit, dan selama panggilan telepon
tindak lanjut setelah keluar dari rumah sakit.
Selain pedoman diet,rekomendasikan untuk menghancurkan pil berukuran besar
selama 2 minggu pertama setelah operasi. Tujuannya adalah untuk menghindari muntah-

PAGE \* MERGEFORMAT ii
muntah akibat disfagia pil dan untuk menghindari esofagitis pil yang disebabkan oleh
pengosongan esofagus yang lambat dan dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang
signifikan. Kami biasanya menyarankan agar pil yang lebih besar dari ukuran penghapus
pensil dibagi atau dihancurkan. Perhatian besar harus diberikan untuk menentukan pil
mana yang tidak bisa dihancurkan dan kapsul mana yang tidak bisa dibuka. Obat
pelepasan yang diperpanjang mungkin perlu diganti dengan formulasi standar segera
setelah periode pasca operasi agar pil dapat dihancurkan atau dibagi.
1.9 Keakrifan Lokal Budaya Melayu
Berdasarkan locus penelitian vang dilakukan oleh penulis di daerah Sambas
menunjukkan bahwa etnis Melayu Sambas dalam lingkungan keluarga ada sistem nilai
yang dipertahankan dan hal itu dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu,
sistem nilai yang dipertahankan oleh orang melayu Sambas juga dilaksanakan dalam
memberikan pengasuhan kepada anak-anaknya dalam hal ini anak usia dini. Sedanakan
masvarakat merupakan linakungan sosial budava vana juga berperan dalam pendidikan
anak usia dini etnis melayu Sambas. Terlebih, budaya yang dianut merupakan Identitas
kemelayuan seseorang yang dibangun sejak anak usia dinI. Internalisasi nilai budaya
sejak usia dini di Sambas merupakan langkah awal dalam mendidik anakusia dini dalam
keseharian dimana mustahil terlepas dari pengaruh sosial budaya yangmelingkarinya.
Maka dapat dipahami cara berpikir anak sejak usia dini terkondisikan oleh sosial-
kultural. Hal ini pentingnya etnoparenting dalam sistem pendidikan anak usia dini etnis
melayuSambas sebagai sebuah adaptasi terhadap lingkungan fisik, biologis, serta sosial
kebudayaan.
Pada praktiknya, etnis melayu Sambas masih sangat memegang teguh budaya yang
telahlama dianut. Seperti, Pantang Larang, Petuah-Petuah Melayu, tradisi ngamping,
tradisi makan kue pasona. dan menaikut sertakan anak dalam kegiatan tradisi vana
dibalut dengan Islam. Bahkan dalam memberikan pengobatan kepada anak orangtua
terlebih dahulu membawa anak berobat secara tradisional dengan berobat kepada orang
pintar atau dukun. Walaupun di masa sekarang masuknya budaya luar dalam lingkungan
keluarga seperti modernitas yang membuat terjadinya kontestasi antara budaya lokal dan
modernitas. Oleh sebab itu, patut diduga bahwa jika budaya dalam pengasuhan yang ada
pada etnis Melayu Sambas maka bukan tidak mungkin kedepannya akan di akan digerus
oleh arus globalisasi. Apabila digali maka sangat banyak budaya dalam pengasuhan etnis
melayu Sambas yang masi relevan jika diterapkan di masa sekarang sehingga modernitas
dan budaya lokal seiring dan sejalan dalam kehidupan etnis Melayu Sambas. Sambas

PAGE \* MERGEFORMAT ii
Desa Sepinggan". Penelitian yang dilakukan Agnes Indar Etikawati, dkk (2019) yang
berjudul "Pengembangan Instrumen Pengasuhan Berbasis Nilai Budaya Jawa".
1.10 WOC

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

PAGE \* MERGEFORMAT ii
1.5 Gambaran Kasus
Tn.M dengan Post Operation Debridement Hari Ke-5, Laminectomy Dengan Indikasi
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) Di Ruang H1 RSPAL Dr.Ramelan Surabaya, maka
penulis menyajikan suatu kasus yang diamati mulai tanggal 27 Januari 2020 sampai
tanggal 29 Januari 2020 dengan data pengkajian pada tanggal 27 Januari 2020 jam 07.00
WIB. Anamnesa diperoleh dari pasien, keluarga dan file No. Register 00.XXX sebagai
berikut:
1.6 Pengkajian
1.6.1 Identitas
Seorang pasien laki-laki yang bernama Tn.M umur 68 tahun beragama Islam,
pendidikan terakhir pasien SD, pekerjaan pasien sebagai seorang petani tinggal di
Gresik. Status pasien menikah, memiliki 3 orang anak, bahasa yang digunakan adalah
bahasa Jawa,Indonesia.
1.6.2 Riwayat Sakit dan Kesehatan
1. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri pada bagian punggung bekas operasi
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri dan mengeluarkan cairan pada bagian punggung bekas
operasi laminectomy pada tanggal 18 November 2019 di RSPAL Dr.Ramelan
Surabaya, setelah itu pasien datang ke poli syaraf RSPAL Dr.Ramelan Surabaya
pada tanggal 15 januari 2020 pukul 15.00 untuk kontrol, dilakukan pemeriksaan
EKG dan pemeriksaan dokter. Dokter mengatakan Tn.M mengalami infeksi pada
bekas operasi laminectomy, setelah itu Tn.M disarankan untuk rawat inap. Pada
pukul 16.30 pasien di pindah ke ruang H1 untuk dilakukan perawatan lanjutan.
Pada tanggal 22 januari 2020 pasien dilakukan tindakan operasi debridement
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) pada ahun 2018 dan operasi Laminectomy pada
tanggal 18 November 2019 di RSPAL dr Ramelan Surabaya
4. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat keluarga
Tn.M tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes, asthma, dan penyakit Jantung
Koroner.

5. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi obat dan alergi makanan.

PAGE \* MERGEFORMAT ii
6. Keadaan umum
Tn.M keadaan umumnya lemah, kesadaran Tn.M compos Mentis dengan
GCS: E: 4 V:5 M: 6.
7. Tanda-Tanda Vital :
Tekanan Darah: 130/80 MmHg,
Suhu: 36,0 0C,
Nadi: 84x/Mnt,
Rr: 20x/Menit.
8. Status Nyeri
Pasien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi, terasa cenut-cenut pada bagian
punggung dengan skala nyeri 4 dengan frekuensi hilang timbul. Pasien tampak
meringis dan bersikap protektif januari 2020 pasien dilakukan tindakan operasi
debridement.

1.1. Analisa data

PAGE \* MERGEFORMAT ii
No Data Etiologi Masalah keperawatan

1. DS : - Pasien mengatakan nyeri punggung Agen pencedera Nyeri akut


Fisik SDKI Hal 172
karena luka operasi seperti disayat dan terasa
↓ D.0070
panas di bagian punggung dengan skala 4 Nyeri punggung
bekas operasi
hilang timbul

DO : - Pasien tampak meringis, gelisah dan Skala 4

bersikap protektif
Meringis dan
gelisah

2. DS : - Pasien mengeluh sulit bergerak karena Gangguan Gangguan Mobilitas


menahan nyeri pada punggung (bekas operasi), Muskuloskeletal Fisik
badan terasa lemas dan tidak nyaman. DO : - ↓
Keadaan umum tampak lemah - Pasien tampak Sulit
lemas dan sulit menggerakkan anggota tubuhnya. menggerakkan
3333 3333 3333 3333 - Observasi TTV : TD = anggota tubuh
120/80 mmHg Suhu = 36,4C Nadi = 88 x/menit ↓
RR= 20x/menit SPO2 = 99% Porsi Makan : 3 Lemas dan Nyeri
sendok

3. DS : - Pasien mengatakan terdapat lukabekas Penurunan Gangguan Integritas


Kulit
operasi debridement Mobilitas
DO : - Terdapat luka pada punggung bekas operasi ↓
ldebridement, dengan panjang ±5cm, kondisi luka Luka operasi -+
tampak kemerahan, bekas luka belum kering, 5cm
terdapat 6 jahitan. ↓
Kemerahan,belum
kering,6 jahitan

1.2. Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Gangguan Muskuloskeletal
3. Gangguan integritas kulit Berhubungan dengan Penurunan mobilitas

PAGE \* MERGEFORMAT ii
1.3. Intervensi

No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi

1. Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan intervensi 1. Mengidentifikasi lokasi,


pencedera fisik keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri karakteristik, durasi,
diharapkan skala nyeri dari 1 meningkat frekuensi, intensitas nyeri.
menjadi 5 menurun. Kriteria Hasil : 2. Observasi ttv
1. Nyeri terkontrol dari 1 menjadi 5 3. Pengaturan posisi
2. Keluhan nyeri menurun dari 1 4. Ajarkan teknik relaksasi
menjadi 5.
3. Tingkat nyeri menurun dari 1 menjadi
5.
4. Pasien tidak menunjukkan lokasi
nyeri dari 1 menjadi 5.
5. TTV dalam rentang normal :
Tekanan Darah: Systole : 110-140Mmhg
Diatole : 60-90Mmhg
Nadi : 60-100x/mnt
Suhu 36,0-37,50C
Pernapasan : 20x/Menit.
2. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan intervensi 1. Observasi TTV
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam 2. Pengaturan posisi
gangguan diharapkan pasien dapat mobilisasi 3.Menejement nyeri
musculoskeletal. mandiri dan penuh. Kriteria Hasil : 4. dukungan perawatan diri
1. Pergerakan ekstremitas meningkat 5. edukasi latihan fisik
dari 1 menjadi 5. 6.dukungan mobilisasi
2. Nyeri menurun dari 1 menjadi 5
3. Kaku sendi menurun dari 1 menjadi
5.
4. Pergerakan sendi leher
meningkat dari 1 menjadi 5.

3. Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan intervensi 1. Anjurkan untuk


berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam, maka melakukan latihan ROM

PAGE \* MERGEFORMAT ii
kurang terpapar informasi integritas kulit meningkat kriteria hasil: (range of motion) dan
1.Kerusakan integritas kulit membaik mobilisasi jika mungkin
dari 1 menjadi 5. 2. Rubah posisi tiap 2 jam
2.Nyeri berkurang dengan skala nyeri 2 3. Gunakan bantal air atau
(dari 0-10) dari 1 menjadi 5. pengganjal yang lunak di
bawah daerah yang menonjol
3.Perdarahan berkurang dari 1 menjadi 4. Lakukan massage pada
5. daerah yang menonjol yang
4.Kemerahan berkurang dari 1 menjadi baru mengalami tekanan
5. pada waktu berubah posisi
5.Hematoma berkurang dari 1 menjadi 5. Observasi terhadap
5. eritema dan kepucatan dan
palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan
jaringan tiap merubah posisi
6. Jaga kebersihan kulit dan
seminimal mungkin hindari
trauma, panas terhadap kulit

PAGE \* MERGEFORMAT ii
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hernia nukleus pulposus (HNP), yang juga disebut ruptura diskus intervertebralis
(ruptured disc, slipped disc) terjadi ketika seluruh tubuh atau sebagian nukleus
pulposus(bagian tengah diskus intervertebralis yang lunak dan mirip gelatin) terdorong
melalui cincinluar (anulus fibrosus) yang melemah atau robek sehingga disus menjadi
disfungsional danmenciptakan tekanan pada satu sara spinal atau lebih,Herniasi nukleus
pulposus (HNP) terjadi kebanyakan oleh karena adanya suatu traumaderajat sedang yang
berulang mengenai diskus intervertebralis sehingga menimbulkansobeknya anulus
fibrosus, Penyebab Herniasi nukleus pulposus antaralain karena trauma atau regangan
(strain) yang berat dandegenerasi sendi intervertebralis. Pada kebanyakan klien gejala
trauma bersifat singkat.Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri di
punggung bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan.

PAGE \* MERGEFORMAT ii
DAFTAR PUSTAKA

Aslan, Nilai-Nilai Kearifan Lokal Dalam Budaya Pantang Larang Suku Melayu Sambas,
jurnal Ilmu
Bayu Suratman & Syamsul Kurniawan, "Tudang Sipulung In Muslim Community Of Peniti
Luar (Identity, Islamic Value, And Character Building)," Jurnal Khalustiwa 9, no. 1
(2019): 82
Deyo, R, A., Mirza, S. K., 2016. Herniated Lumbar Intervertebral Disk. The New England
Journal of Medicine. 374:18 pp. 1763-72
Dulebohn, S. C., Massa, R. N., Mesfin, F. B., 2019. Disc Herniation. NCBI,
Hurst, Marlene. 2016.Belajar Mudah Keperawatan Medikal-Bedah Vol 1. Jakrta: EGC
Kohn GP, Price RR, Komite Pedoman DeMeester SRSAGES, dkk. Pedoman
penatalaksanaan hernia hiatus. Bedah Endosc 2013;27:4409-28. [ Referensi Silang ]
[ PubMed ]
Kowalak, Jennifer P., dkk. 2016. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC
Laliberte AS, Louie BE. Hasil Jangka Pendek dan Jangka Panjang dari Perbaikan Hernia
Paraesophageal. Klinik Bedah Thorac 2019;29:405-14. [ Referensi Silang ] [ PubMed
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
pernafasan. jakarta : salemba medika
Nasikhatussoraya, N. Octaviani, R. V., Julianti, H. P., 2016. Hubungan Intensitas Nyeri dan
Disabilitas Aktivitas Sehari-Hari dengan Kualitas Hidup : Studi pada Pasien Hernia
Nukleus Pulposus (Hnp) Lumbal. Jurnal Kedokteran Diponegoro.
Price, Sylvia A., dan Lorraine, M Wilson. 2012 patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit edisi 6, jakarta:ECG
Rubin, M. 2016, Overview of peripheral nervous system disorders. MSD Manual:
professional version,
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik. In 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Ushuluddin, Volume 16, Nomor 1, 2017.

PAGE \* MERGEFORMAT ii

You might also like