Professional Documents
Culture Documents
Askep Pendarahan Uterus Dis
Askep Pendarahan Uterus Dis
DISFUNGSIONAL
3. Epidemiologi
Keadaan ini terjadi pada 5 – 10 % pada wanita dengan usia reproduksi wanita yaitu
pada menarche dan menopause karena pada usia ini sering terjadi gangguan fungsi
ovarium. Dilaporkan lebih dari 50% terjadi paa masa premenopause ( usia 40 – 50
tahun ), sekitar 20 % terjadi pada masa remaja, 30 % terjadi pada pada usia reproduktif
serta cenderung terjadi pada wanita dengan gangguan instabilitas emosional.
5. Patofisiologi
Schröder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus dan
ovarium pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan
yang dinamakan metropatia hemoragika terjadi karena persistensi folikel yang tidak
pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum.
Akibatnya,terjadilah hiperplasia endometrium karena stimulasi estrogen yang
berlebihan dan terus - menerus. Penjelasan ini masih dapat diterima untuk sebagian
besar kasus-kasus perdarahan disfungsional. Akan tetapi, penelitian menunjukkan pula
bahwa perdarahan disfungsional dapat ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis
endometrium, yakni endometriumatrofik, hiperplastik, proliferatif, dan sekretoris,
dengan endometrium jenis nonsekresi merupakan bagian terbesar. Pembagian
endometrium dalam endometrium jenis nonsekresi dan endometrium jenis sekresi
penting artinya karena dengan demikian dapat dibedakan perdarahan yang anovulatoar
dan yang ovulatoar. Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena kedua
jenis perdarahan disfungsional ini mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan
memerlukan penanganan yang berbeda. Pada perdarahan disfungsional yang ovulatoar
gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor neuromuskular,vasomotorik, atau
hematologik, yang mekanismenya belum seberapa dimengerti,sedangkan perdarahan
anovulatoar biasanya dianggap bersumber pada gangguan endokrin
Patofisiologi perdarahan uterus disfungsional terjadi mulai dari perdarahan
banyak tapi jarang, hingga spotting atau perdarahan yang terus menerus. Perdarahan
ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek
(polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakan diagnosis perlu
dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan
2
tidak teratur sehingga siklus haid tidal lagi dikenali maka kadang-kadang bentuk kurve
suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal
dari endometrium tipe sekresi tanpa ada sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai
etiologi :
1) korpus luteum persistens : dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang kadang
bersamaan dengan ovarium membesar. Dapat juga menyebabkan pelepasan
endometrium tidak teratur.
2) Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting,
menoragia atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron
disebabkan oleh gangguan LH releasing faktor. Diagnosis dibuat, apabila hasil
biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran
endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.
3) Apopleksia uteri: pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya
pembuluh darah dalam uterus
4) Kelainan darah seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam
mekanisme pembekuan darah.
3
Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan
bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulatoar.
Sedangkan pada wanita dewasa dan terutama dalam masa pramenopause dengan
perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada
tidaknya tumor ganas
6. Gejala Klinis
1. Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah
perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang.
2. Kejadian tersering pada menarche (atau menarke: masa awal seorang wanita
mengalami menstruasi) atau masa pre-menopause.
3. Karakteristik DUB bervariasi, mulai dari perdarahan banyak tapi jarang, hingga
spotting atau perdarahan yang terus menerus.
4. Perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu bagian baru
sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah perdarahan rahim
berkepanjangan.
7. PemeriksaanFisik
Pemeriksaan ini ditunjukan untuk menilai kemungkinan adanya sebab lain yang dapat
menimbulkan perdarahan uterus abnormal. Dinilai keadaan umum dan tanda vital. Serta
diperiksa apakah ditemukan obesitas. Perlu dinilai adanya hipo/hiperteroid dan gangguan
hemostasis seperti petikie, purpura, dan perdarahan mukosa yang menyertai perdarahan
pervaginam.
8. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
a. Pemeriksaan Ginekologi
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menyingkirkan adanya kelainan organic seperti
perlukaan genetalia,erosi/radang atau polip serviks, mioma uteri, kista ovarii serta
menyingkirkan kemungkinan adanya kehamilan.
b. Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG, FSH, LH,
Prolaktin dan androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan perdarahan
jika ada tampilan yang mengarah ke sana.
4
c. Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b) histeroskopi.
Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan perdarahan tidak teratur
atau wanita muda ( < 40 tahun ) yang gagal berespon terhadap pengobatan harus
menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium. Penyakit organik traktus genitalia
mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka penting untuk melakukan kuretase
ulang dan investigasi lain yang sesuai pada seluruh kasus perdarahan uterus abnormal
berulang atau berat. Pada wanita yang memerlukan investigasi, histeroskopi lebih
sensitif dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi abnormalitas
endometrium.
d. Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam uji coba
terapeutik.
9. Prognosis
Hasil pengobatan bergantung kepada proses perjalanan penyakit (patofisiologi)
a. Penegakan diagnosa yang tepat dan regulasi hormonal secara dini dapat memberikan
angka kesembuhan hingga 90 %.
b. Pada wanita muda, yang sebagian besar terjadi dalam siklus anovulasi, dapat diobati
dengan hasil baik.
10. Penatalaksanaan
Setelah menegakkan diagnosa dan setelah menyingkirkan berbagai kemungkinan kelainan
organ, teryata tidak ditemukan penyakit lainnya, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan prinsip-prinsip pengobatan sebagai berikut:
a. Menghentikan perdarahan
Langkah-langkah upaya menghentikan perdarahan adalah sebagai berikut:
Kuret (curettage), hanya untuk wanita yang sudah menikah dan tidak bagi gadis dan
tidak bagi wanita menikah tetapi “belum sempat berhubungan intim”. Pendarahan
juga dapat dihentikan dengan obat-obatan, seperti:
1) Golongan estrogen.
Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat (nama
generik) yang relatif menguntungkan karena tidak membebani kinerja liver dan
tidak menimbulkan gangguan pembekuan darah. Jenis lain, misalnya: etinil
estradiol, tapi obat ini dapat menimbulkan gangguan fungsi liver.
5
Dosis dan cara pemberian:
a) Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5 mg diminum selama 7-10 hari.
b) Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui bokong)
c) Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS (opname), dan
diberikan Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 25 mg secara intravenus
(suntikan lewat selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang
tiap 3-4 jam. Tidak boleh lebih 4 kali sehari. Estrogen intravena dosis tinggi (
estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti ) akan
mengontrol secara akut melalui perbaikan proliferatif endometrium dan
melalui efek langsung terhadap koagulasi, termasuk peningkatan fibrinogen
dan agregasi trombosit. Terapi estrogen bermanfaat menghentikan
perdarahan khususnya pada kasus endometerium atrofik atau inadekuat.
Estrogen juga diindikasikan pada kasus DUB sekunder akibat depot
progestogen ( Depo Provera ). Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah
suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.
2) Obat Kombinasi
Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak digunakan dan paling
efektif. Pengobatan medis ditujukan pada pasien dengan perdarahan yang
banyak atau perdarahan yang terjadi setelah beberapa bulan amenore. Cara
terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral ; obat ini dapat dihentikan
setelah 3 – 6 bulan dan dilakukan observasi untuk melihat apakah telah
timbul pola menstruasi yang normal. Banyak pasien yang mengalami
anovulasi kronik dan pengobatan berkelanjutan diperlukan. Paparan estrogen
kronik dapat menimbulkan endometrium yang berdarah banyak selama
penarikan progestin . Speroff menganjurkan pengobatan dengan
menggunakan kombinasi kontrasepsi oral dengan regimen menurun secara
bertahap.
Dua hingga empat pil diberikan setiap hari setiap enam hingga duabelas jam ,
selama 5 sampai 7 hari untuk mengontrol perdarahan akut. Formula ini
biasanya mengontrol perdarahan akut dalam 24 hingga 48 jam ; penghentian
obat akan menimbulkan perdarahan berat. Pada hari ke 5 perdarahan ini,
mulai diberikan kontrasepsi oral siklik dosis rendah dan diulangi selama 3
siklus agar terjadi regresi teratur endometrium yang berproliferasi
6
berlebihan. Cara lain, dosis pil kombinasi dapat diturunkan bertahap ( 4 kali
sehari, kemudian 3 kali sehari, kemudian 2 kali sehari ) selama 3 hingga 6
hari, dan kemudian dilanjutkan sekali setiap hari. Kombinasi kontrasepsi oral
menginduksi atrofi endometrium, karena paparan estrogen progestin kronik
akan menekan gonadotropin pituitari dan menghambat steroidogenesis
endogen. Kombinasi ini berguna untuk tatalaksana DUB jangka panjang
pada pasien tanpa kontraindikasi dengan manfaat tambahan yaitu mencegah
kehamilan. Khususnya untuk pasien perimenarche, perdarahan berat yang
lama dapat mengelupaskan endometrium basal, sehingga tidak responsif
terhadap progestin. Kuretase untuk mengontrol perdarahan
dikontraindikasikan karena tingginya resiko terjadinya sinekia intrauterin
( sindroma Asherman ) jika endometrium basal dikuret. OC aman pada
wanita hingga usia 40 dan diatasnya yang tidak obes, tidak merokok, dan
tidak hipertensi.
3) Golongan progesterone
Pertimbangan di sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional
bersifat anovulatoar, sehingga pemberian obat progesterone mengimbangi
pengaruh estrogen terhadap endometrium. Obat untuk jenis ini, antara lain:
a) Medroksi progesteron asetat (MPA): 10-20 mg per hari, diminum selama
7 10 hari.
b) Norethisteron: 3×1 tablet, diminum selama 7-10 hari.
c) Kaproas hidroksi-progesteron 125 mg secara intramuscular
4) OAINS
Menorragia dapat dikurangi dengan obat anti inflamasi non steroid. Fraser dan
Shearman membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika diberikan selama 7
hingga 10 hari sebelum onset menstruasi yang diharapkan pada pasien DUB
ovulatori, tetapi umumnya dimulai pada onset menstruasi dan dilanjutkan
selama espisode perdarahan dan berhasil baik. Obat ini mengurangi
kehilangan darah selama menstruasi ( mensturual blood loss / MBL ) dan
manfaatnya paling besar pada DUB ovulatori dimana jumlah pelepasan
prostanoid paling tinggi.
7
Mengatur menstruasi agar kembali normal
Setelah perdarahan berhenti, langkah selanjutnya adalah pengobatan untuk
mengatur siklus menstruasi, misalnya dengan pemberian:
a) Golongan progesteron: 2×1 tablet diminum selama 10 hari. Minum obat
dimulai pada hari ke 14-15 menstruasi.
b) Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%.
Terapi yang ini diharuskan pasiennya untuk menginap di Rumah Sakit
atau klinik. Sekantong darah (250 cc) diperkirakan dapat menaikkan kadar
hemoglobin (Hb) 0,75 gr%. Ini berarti, jika kadar Hb ingin dinaikkan
menjadi 10 gr% maka kira-kira perlu sekitar 4 kantong darah.
8
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien dengan lengkap
b. Keluhan utama
- Pasien mengatakan perdarahan yang disertai nyeri
- Perdarahan yang berulang-ulang.
c. Riwayat penyakit sekarang
Darah terlihat merah kehitaman karena membentuk gumpalan darah, darah yang
keluar sedikit banyak, terus menerus. Akibat dari perdarahan pasien lemas dan
pucat. Jumlah perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan
berulang. Kejadian tersering pada menarche (atau menarke: masa awal seorang
wanita mengalami menstruasi) atau masa pre-menopause.
d. Riwayat penyakit masa lalu
Kemungkinan pasien pernah menderita penyakit trombositopenia dan
menggunakan alat kontrasepsi hormonal maupun dalam rahim
e. Riwayat psikologis
Pasien cemas tentang kondisinya karena tidak mengetahui penyebab dari
penyakitnya
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran : composmetis s/d apatis
b) Raut wajah : biasanya pucat
c) Tanda-tanda vital
(1) Tensi : normal sampai turun (syok)
(2) Nadi : normal sampai meningkat (> 90x/menit)
(3) Suhu : normal / meningkat (> 37o c)
(4) RR : normal / meningkat (> 24x/menit)
d) Pemeriksaan cepalo caudal
(1) Kepala : kulit kepala biasanya normal / tidak mudah mengelupas
rambut biasanya rontok / tidak rontok.
(2) Muka : biasanya pucat, tidak oedema
(3) Mata : conjunctiva anemis
e) Dada : bentuk dada normal, RR meningkat, nafas cepat dan dangkal
9
f) Abdomen : bentuk normal, tidak ada distensi, tidak ada spidernevi,
tidak ada nyeri tekan
g) Genetalia
Vagina berdarah / keluar darah yang merah kehitaman
h) Ekstimitas
Akral dingin, tonus otot menurun.
i) Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Ginekologi
2) Pemeriksaan darah
3) Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil
dalam uji coba terapeutik.
4) Aktivitas/ Istirahat
Kelemahan,lesu, dan nafas pendek
5) Eliminasi
Sering buang air kecil
6) Makanan/cairan
Berat badan menurun,mual
7) Neurosensori
Pusing
8) Nyeri/ ketidaknyaman
.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan b.d. perdarahan ditandai dengan conjungtiva anemis ,
akral dingin , Hb turun , muka pucat, dan lemas .
b. Nyeri akut b.d. peningkatan kontraksi rahim.
c. Cemas b.d. kurang terpapar informasi klien mengenai keadaan patologi yang
dialaminya
d. Risiko terjadinya shock hemoraghik b.d. perdarahan yang berulang
e. Risikio infeksi b.d pendarahan yang berulang
f. PK anemia
3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Rencana Keperawatan Rasional
. Keperawatan Hasil
10
1. Gangguan Setelah diberikan askep, 1. Monitor tanda tanda TD, frekuensi nadi
perfusi jaringan diharapkan perfusi vital yang rendah, frekuensi
b.d. perdarahan jaringan pasien adekuat, RR dan suhu tubuh
ditandai dengan dengan kriteria hasil : yang tinggi
- Conjunctiva tidak
conjungtiva menunjukkan gangguan
anemis
anemis , akral sirkulasi darah
- Akral hangat
dingin , Hb - Hb normal 2. Observasi tingkat Mengantisipasi
turun , muka - Muka tidak pucat,
pendarahan setiap 15- terjadinya shock
pucat, dan lemas dan pasien tidak
20 menit
. lemas. 3. Catat intake dan Produksi urin yang
output kurang dari 30 ml/jam
menunjukkan
penurunan fungsi ginjal
2. Nyeri akut b.d. Setelah diberikan askep, 1. Jelaskan penyebab Memberikan informasi
peningkatan diharapkan klien dapat nyeri pada klien dan mengenai penyebab
kontraksi rahim. beradaptasi dengan nyeri kaji skala nyeri pasien nyeri yang dideritanya
yang dideritanya, dengan akan membuat klien
kriteria hasil : kooperatif dengan
- Klien dapat
tindakan yang akan
melakukan
diberikan.
11
tindakan untuk 2. Ajarkan teknik Teknik relaksasi
mengurangi nyeri. relaksasi distraksi distraksi pernapasan
- Klien kooperatif
pernapasan dapat mendorong klien
dengan tindakan
relaks dan memberikan
yang diberikan
klien cara mengatasi
dan mengontrol tingkat
nyeri
12
perubahan pola
hidup untuk
meningkatkan,
dan atau
mempertahankan
berat badan yang
sesuai
2. Observasi dan catat Mengawasi masukan
masukan makanan kalori / kualitas
pasien kekurangan konsumsi
makanan
13
4. Cemas b.d. Setelah diberikan askep, 1. Anjurkan klilen untuk Mengungkapkan
kurang terpapar diharapkan klien tidak mengemukakan hal- perasaan tentang hal-
informasi klien cemas dan dapat hal yang dicemaskan hal yang dicemaskan
mengenai mengerti tentang dapat mengurangi
keadaan patologi keadaannya, dengan beban pikiran klien
yang dialaminya kriteria hasil : 2. Beri penjelasan Mengurangi kecemasan
- Klien
tentang kondisi klien klien mengenai
melaporkan
kondisinya
cemas berkurang
- Klien tampak 3. Anjurkan keluarga Dukungan keluarga
tenang dan tidak untuk mendampingi dapat memberikan rasa
gelisah dan memberi aman kepada klien dan
dukungan kepada mengurangi kecemasan
klien klien
14
6. Risiko infeksi Setelah diberi asuhan 1. Dorong teknik Mencegah infeksi
b.d.pendarahan keperawatan diharapkan mencuci tangan nosokomial saat
yang berulang tidak terjadi tanda – dengan baik pemasangan
tanda infeksi dengan
kriteria hasil: 2. Jaga lingkungan klien Lingkungan yang
4. Implementasi
Sesuai dengan intervensi yang telah dibuat
5. Evaluasi
No. Dx Evaluasi
1. Conjunctiva tidak anemis
Akral hangat
Hb normal
Muka tidak pucat, dan pasien tidak lemas.
15
2. Klien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri.
Klien kooperatif dengan tindakan yang diberikan
16
DAFTAR PUSTAKA
Bobak dkk. 2005 . Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 2.
Jakarta : EGC
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Dokter Umum. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Manjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Ed. 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Wiknjosastro, Hanifa dkk. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: 2000.Preeklamsia dan
Eklamsia.seri 2.Jakarta:Panitia S.A.k
17
DAFTAR PUSTAKA
19
20