You are on page 1of 312
BUKU AJAR ILMU KESEHATAN MATA (— >) Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta: (1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (3) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (4) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (©) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 29 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). (6) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). (7) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). (8) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). (9) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling Jama 5 (Jima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). QT Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata EDITOR ¢ Prof. Sjamsu Budiono, dr. Sp.M(K) ¢ Trisnowati Taib Saleh, dr. Sp.M(K) e Moestidjab, dr. Sp.M(K) e Eddyanto, dr. Sp.M(K) 50 Airlangga University Press wo © 2013 Airlangga University Press AUP 600/28.492/02.14 - C2E(0.3) Dilarang mengutip dan atau memperbanyak tanpa izin tertulis dari Penerbit sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotoprint, mikrofilm dan sebagainya. Cetakan pertama — 2013 Penerbit: Airlangga University Press (AUP) Kampus C Unair, Mulyorejo Surabaya 60115 Telp. (031) 5992246, 5992247 Fax. (031) 5992248 E-mail: aupsby@rad.net.id.; aup.unair@gmail.com Dicetak oleh: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair (AUP) (PNB 005/12.12/AUP-8E) Pe tak: ional RI Dat: 1 am Terbit KD’ Buku ajar ilmu kesehatan mata/editor: Sjamsu Budiono...[et al.].— Surabaya: Airlangga University Press (AUP), 2013 xii, 303 him: ilus.; 15,8 x 23 cm ISBN 978-602-7924-18-5 1. Mata-Penyakit ‘I. Sjamsu Budiono 617.7 13 1415 1617/987654321 ANGGOTA IKAPI: 001 /JTI/95, TIM PENYUSUN: STAF DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNAIR REFRAKSI ¢ Prillia Tri Suryani, dr. Sp.M(K) ¢ Trisnowati Taib Saleh, dr. Sp.M(K) ¢ Christina Aritonang, dr. Sp.M ¢ Ria Sandi Daneska, dr. Sp.M REKONSTRUKSI OKULOPLASTIK & ORBITA ¢ Prof. Rowena G. Hoesin, dr. Sp.M(K), MARS © Harijo Wahjudi BS, dr. Sp.M(K) ¢ Ratna Doemilah, dr. Sp.M(K) ¢ Soetjipto, dr. Sp.M GLAUKOMA ¢ Nurwasis, dr. Sp.M(K) ¢ Evelyn Komaratih, dr. Sp.M(K) ¢ Yulia Primitasari, dr. Sp.M LENSA DAN KATARAK ¢ Prof. Sjamsu Budiono, dr. Sp.M(K) ¢ — Djiwatmo, dr. Sp.M(K) ¢ Dicky Hermawan, dr. Sp.M ¢ Indri Wahyuni, dr. Sp.M PENYAKIT MATA LUAR DAN KORNEA Eddyanto, dr. Sp.M(K) Prof. Wisnujono Soewono, dr. Sp.M(K) Prof. Sjamsu Budiono, dr. Sp.M(K) Ismi Zuhria, dr. Sp.M Randi Montana, dr. Sp.M NEURO OFTALMOLOGI ¢ Gatot Suhartono, dr. Sp.M(K) ¢ Prof. Musbadiany Yogiantoro, dr. Sp.M(K) ¢ Lukisiari Agustini, dr. Sp.M ORBITA ONKOLOGI MATA ¢ Hendrian Dwikoloso Soebagjo, dr. Sp.M ¢ Delfitri Lutfi, dr. Sp.M PEDIATRIK OFTALMOLOGI DAN STRABISMUS ¢ Luki Indriaswati, dr. Sp.M(K) ¢ Reni Prastyani, dr. Sp.M ¢ Rozalina Loebis, dr. Sp.M vi 9. RETINA ¢ Moestidjab, dr. Sp.M(KVR) ¢ Wimbo Sasono, dr. Sp.M(KVR) eM. Firmansjah, dr. Sp.M ¢ Sauli Ari Widjaja, dr. Sp.M 10. OFTALMOLOGI KOMUNITAS ¢ Moegiono M. Oetomo, dr. Sp.M(K) Buku Ajar IImu Kesehatan Mata PRAKATA Pertama-tama, atas nama seluruh staf di Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Unair Surabaya dan atas nama para editor mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat anugerah-Nya, kami masih diberi kesempatan dapat memberikan sumbangsih melalui penulisan Buku Ajar Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran (FK) Unair. Buku ini merupakan hasil pemikiran dan rangkuman para Staf Pengajar Departemen IImu Kesehatan Mata FK Unair berdasar sumber bacaan yang ada, diperkaya pengalaman-pengalaman pribadi praktis dalam membimbing mahasiswa dan dalam penanganan para penderita kelainan mata. Bahwa pada masyarakat cukup banyak ditemukan kelainan-kelainan mata dan sebagian besar mengancam timbulnya kebutaan di mana kebutaan ini akan menimbulkan dampak yang merugikan baik pada pribadi penderita- penderita tersebut maupun terhadap lingkungan sekitar dan keluarga, di samping secara nasional akan memberi dampak sosio-ekonomi yang merugikan bangsa dan negara Indonesia. Maka buku ini perlu dibuat sebagai pegangan dan pembelajaran, terutama pada para sejawat dokter. Berdasarkan latar belakang di atas, maka buku ini diperuntukkan bagi para mahasiswa SI Program Studi Kedokteran sebagai pegangan dalam mendalami/mempelajari IImu Kesehatan Mata. Buku ini tersusun bab dari demi bab atas dasar kelainan/penyakit mata yang ditemui di masyarakat, sehingga susunannya terdiri atas Bab 1: Refraksi Bab 2: Rekonstruksi Okuloplastik dan Orbita Bab 3: Glaukoma Bab 4: Lensa dan Katarak Bab 5: Penyakit Mata Luar dan Kornea Bab 6: Neuro Oftalmologi Bab 7: Orbita Onkologi Mata Bab 8: Pediatrik Oftalmologi dan Strabismus Bab9: Retina Bab 10: Oftalmologi Komunitas vii Pada kesempatan ini ingin kami sampaikan terima kasih serta penghargaan setinggi-tingginya kepada para staf Departemen IImu Kesehatan Mata FK Unair yang telah bersusah payah membuat penulisan dalam buku ini bab per bab. Juga penghargaan dan terima kasih kepada: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FKUA); Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan Universitas Airlangga (LP3UA), serta Airlangga University Press (AUP) yang telah mendorong, memberi kesempatan, membantu dan memifasilitasi dalam penulisan dan pencetakan buku ini. Demikian apa yang kami harapkan adalah kritik-kritik serta tegur sapa yang membangun karena apa pun yang kami sampaikan, tentunya masih kurang sempurna. Surabaya, 30 Agustus 2012 Editor. viii Buku Ajar IImu Kesehatan Mata EDITOR DAN TIM PENYUSUN.... PRAKATA.... BAB1 BAB 2 DAFTAR ISI REFRAKSI.... Pendahuluan. Astigmatisme Presbiopia.. Anisometropia Daftar Pustak SOAL-SOAL LATIHAN REKONSTRUKSI OKULOPLASTIK & ORBITA Pendahuluan. Kelopak Mata Anatomi dan Topografi Kelopak Mata Inflamasi dan Infeksi . Trauma Kelopak Mata Kelainan Degeneratif Kelopak Mata SISTEM LAKRIMAL ... Pendahuluan Anatomi Fisiologi Abnormalitas Sekresi Lakrimal dan Sistem Drainase......... ORBITA Pendahuluan. Anatom: Retraksi Kelopak Mat Daftar Pustaka SOAL-SOAL LATIHAN vii BAB 3 BAB 4 BAB5 BAB 6 GLAUKOMA....... Glaukoma Sudut Tertutup Primer Aku Glaukoma Kongenital .... Glaukoma Sudut Terbuka Primer. Daftar Pustaka SOAL-SOAL LATIHAN LENSA DAN KATARAK Pendahuluan. Dislokasi Lensa Ringkasan.. Daftar Pustak. SOAL-SOAL LATIHAN PENYAKIT MATA LUAR DAN KORNEA Pendahuluan Sejarah, Pengertian dan Tujuan Pembelajaran Ilmu Penyakit-penyakit Kornea Konjungtiva Kornea...... Patologi Penyakit Kornea..... Gejala Gejala Penyakit Kornea Pemeriksaat Ulkus Kornea Sentrali Ulkus Kornea Perifer .. Keratitis Numularis Ringkasan....... Anatomi dan Fisiologi Traktus Uvea Daftar Pustaka . SOAL-SOAL LATIHAN.... NEURO-OFTALMOLOGI Pendahuluan. Papil Edema Papil Atrofi Buku Ajar IImu Kesehatan Mata BAB7 BAB 8 BAB9 Daftar Isi Neuritis Optik ........ Traumatik Optik Neuropati..... Neuropati Optik Toksik/metabolik Neuropati Optik Iskemik Anterior Daftar Pustaka SOAL-SOAL LATIHAN ORBITA-ONKOLOGI MATA... Orbita Mata... Thyroid ‘Assosiated Orbitopathy (TAO) Graves Ophthalmopathy ..... a Pseudotumor Orbita elie Orbital Inflamation). Selulitis Orbita.... a ease a ONKOLOGI MAT: Karsinoma Sel Skuamous Melanoma Maligna Ringkasan...... Daftar Pustaka SOAL-SOAL LATIHAN ...... PEDIATRIK OFTALMOLOGIDAN STRABISMUS. Anatomi dan Fisiologi Gerakan Otot Ekstraokule: Ambliopia..... Pemeriksaan Strabismu: Daftar Pustaka SOAL-SOAL LATIHAN RETINA.... Pendahuluan..... Anatomi dan Fisiologi Retin Retinopati Hipertensi .... Degenerasi Makula Usia Lanjut (Age Related Macular reel AMD) Retinopati Diabetik... Co Ablatio Retina (Retinal Detachment)... 179 181 184 185 188 189 191 191 194 200 201 205 205 205 206 210 212 214 217 218 220 221 221 229 236 246 247 249 249 250 252 255 257 260 xi Bab 10 KUNCI JAWABAN LATIHAN SOAL-SOAL xii Sumbatan Vena Retina......... Sumbatan Arteri Retina SentraL (Central Retinal Artery Obstructio /CRAO) Retinopathy of Prematurity (ROP)........ Central Serous Chorioretinopathy (CSC/CSCR) .. Ringkasan....... Daftar Pustaka SOAL- SOAL LATIHAN ..... OFTALMOLOGI KOMUNITAS Oftalmologi Komunitas........ P.E.C, S.E.C dan T.E.C.... Dasar-dasar Epidemiologi Dasar-dasar Metodologi Riset Ilmu Kedokteran. Kebutaan dan Penglihatan Terbatas, Kedaruratan Mata............ Bank Mata = Perkumpulan Penyantun Tunanetra Indonesia (PPMTI) Huruf Braille ... Yayasan Pendidikan Anak-anak Buta (YPAB) Pencegahan Kebutaan ... Vision 2020 Right to Sight Penutup ..... Ringkasan. Daftar Pustaka SOAL-SOAL LATIHAN....... 262 265 268 271 274 275 276 277 278 278 280 282 285 286 287 288 289 289 293 296 297 299 300 301 Buku Ajar IImu Kesehatan Mata oi REFRAKSI Prillia Tri Suryani, Trisnowati Taib Saleh, Christina Aritonang, Ria Sandy Deneska Tujuan Instruksional Umum (TIU) Setelah mengikuti mata ajaran ini, mahasiswa mampu merencanakan penatalaksanaan Refraksi. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) 1. Mahasiswa dapat menjelaskan penatalaksanaan ametropia dan presbiopia. 2. Mahasiswa dapat menjelaskan penatalaksanaan anisometropia. 3. Mahasiswa dapat menjelaskan dasar-dasar dari lensa kontak. PENDAHULUAN Penurunan tajam penglihatan karena kelainan refraksi yang tidak dikoreksi dapat menjadi masalah kesehatan yang serius. Menurut Kemenkes RI (2005), prevalensi gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi di Indonesia adalah sebesar 22,1%. Sementara 10% dari 66 juta anak usia sekolah adalah penderita kelainan refraksi. Sampai saat ini angka pemakaian kacamata koreksi masih rendah, yaitu 12,5% dari prevalensi. Apabila keadaan ini tidak ditangani dengan sungguh-sungguh akan berdampak negatif pada perkembangan kecerdasan anak dan proses pembelajaran, yang selanjutnya juga mempengaruhi produktivitas angkatan kerja (15-55 tahun). Pada gilirannya nanti akan mengganggu laju pembangunan ekonomi nasional. MIOPIA Batasan Miopia adalah suatu kelainan refraksi, yaitu berkas sinar sejajar yang masuk ke dalam mata, pada keadaan tanpa akomodasi, dibiaskan di suatu titik fokus di depan retina. Miopia disebut juga dengan rabun jauh, nearsightedness atau shortsightedness. Etiologi dan Patofisiologi Prevalensi miopia dipengaruhi beberapa faktor, yaitu usia, etnis, sosio ekonomi keluarga, lama pendidikan, serta lama bekerja dalam jarak dekat (near work). Terdapat beberapa hal yang mendasari terjadinya miopia: 1. Sumbu aksial atau diameter antero posterior bola mata yang lebih panjang dari normal, disebut miopia aksial. Pada keadaan ini, kekuatan refraksi mata normal, kurvatura kornea dan lensa normal dan posisi lensa juga berada pada lokasi yang normal. Karena panjang bola mata lebih panjang dari mata normal, maka sinar yang masuk akan jatuh di titik fokus di depan retina. 2. Radius kurvatura kornea dan lensa yang lebih besar dari normal, disebut miopia kurvatur. Pada keadaan ini, ukuran bola mata normal. 3. Perubahan posisi lensa. Jika lensa berubah posisi lebih ke depan maka sinar yang masuk akan jatuh di satu titik di depan retina. Hal ini seringkali terjadi pada keadaan pascaoperasi khususnya glaukoma. 4. Perubahan indeks bias refraksi. Keadaan ini biasanya didapatkan pada penderita diabetes atau katarak. Klasifikasi Menurut derajatnya miopia terbagi atas miopia ringan, yaitu besar miopia S- 0.25 sampai dengan S-3.00 dioptri; miopia sedang, yaitu besar miopia S-3.25 sampai dengan S-6.00 dioptri; dan miopia tinggi, yaitu besar miopia S-6.25 atau lebih. Menurut usia timbulnya miopia terbagi atas miopia kongenital, youth onset, early adult onset dan late adult onset. Miopia kongenital adalah miopia yang timbul sejak lahir dan menetap hingga masa anak-anak. Prevalensinya tidak tinggi, tetapi derajat miopianya tinggi. Bentuk yang lebih umum adalah youth onset, terjadi pada usia 5 tahun hingga usia remaja. Sekali didapatkan bentuk youth onset myopia ini, biasanya akan terjadi progresivitas dari miopia yaitu besarnya bertambah. Prevalensinya meningkat dari 2% pada usia 6 tahun menjadi 20% pada usia 20 tahun. Early adult onse myopia, adalah miopia yang mulai dijumpai pada usia dewasa hingga 40 tahun. Prevalensi miopia 25-30% pada usia 40 tahun. Sedangkan late adult onset myopia dijumpai pada usia lebih dari 40 tahun, lebih jarang daripada youth onset atau early adult onset. Progresivitas Miopia Sekali miopia terjadi pada masa anak-anak, akan terjadi progresivitas yang akan melambat atau berhenti pada usia pertengahan atau akhir remaja. 2 Buku Ajar IImu Kesehatan Mata Progresivitas ini umumnya 0,35-0,55 dioptri per tahun. Semakin muda onset miopia, semakin cepat pula progresivitasnya dan semakin besar derajat miopianya. Kadang progresivitas miopia dapat berlanjut hingga dewasa dengan kecepatan 0,02-0,10 dioptri per tahun dan dapat lebih tinggi pada kalangan akademisi hingga 0,20 dioptri/tahun. Pada keadaan tertentu perkembangan miopia dapat sangat progresif (disebut progressive myopia atau miopia patologis) dengan kecepatan hingga 4 dioptri per tahun. Umumnya keadaan ini disertai kondisi patologis lain pada bola mata seperti kekeruhan pada badan vitreus atau perubahan pada korioretina. Gejala Klinis 1. Keluhan utama penderita miopia adalah penglihatan jauh yang kabur. Perlu di ingat bahwa pada anak kadang hal ini diabaikan dan mereka baru menyadari setelah membandingkan apa yang dapat dilihatnya dengan apa yang dapat dilihat temannya. 2. Nyeri kepala lebih jarang dikeluhkan daripada pada hipermetropia 3. Terdapat kecenderungan penderita untuk memicingkan mata saat melihat jauh. Hal ini ditujukan untuk mendapat efek pinhole dengan makin kecilnya fissura interpalpebralis 4. Umumnya penderita miopia suka membaca. Hal ini diduga karena untuk membaca mereka tidak mengalami gangguan penglihatan. Pemeriksaan Pemeriksaan untuk miopia dapat dilakukan secara subyektif dan obyektif. Secara subyektif dengan metode trial and error dengan menggunakan kartu Snellen. Pada prosedur ini, pasien duduk pada jarak 5 m, 6 m atau 20 feet dari kartu Snellen dengan pencahayaan yang cukup. Pemeriksaan dilakukan bergantian dengan menutup salah satu mata. Umumnya mata kanan diperiksa terlebih dahulu dan mata kiri ditutup. Pasien diminta untuk membaca huruf pada kartu Snellen. Jika pasien tidak dapat membaca hingga 6/6 maka dicoba dilakukan koreksi secara trial and error dengan lensa sferis negatif atau minus hingga mencapai tajam penglihatan yang terbaik. Sebagai pedoman untuk mengetahui bahwa koreksi telah melampaui koreksi seharusnya. Pasien umumnya akan mengatakan bahwa lensa sebelumnya lebih jelas, perubahan Jensa tidak membuat tulisan lebih jelas atau tulisan tampak lebih kecil dan gelap. Pemeriksaan kemudian dilanjutkan untuk mata kiri. Pemeriksaan secara obyektif dapat dilakukan dengan alat retinoskopi atau autorefraktometer. Bab 1 - Refraksi 3 Penatalaksanaan Koreksi miopia dapat dilakukan dengan pemberian kacamata, lensa kontak atau dengan bedah refraktif. Prinsip pemberian kacamata pada miopia adalah diberikan lensa sferis negatif atau minus terkecil yang memberikan tajam penglihatan terbaik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemberian koreksi pada miopia: 1. Miopia kurang dari 2-3 dioptri pada bayi dan balita umumnya tidak perlu dikoreksi, karena umumnya akan hilang dengan sendirinya pada usia 2 tahun. Selain itu bayi biasanya hanya berinteraksi dengan obyek yang dekat. 2. Miopia 1-1,5 dioptri pada anak usia pra sekolah sebaiknya dikoreksi karena anak pada usia ini mulai berinteraksi dengan benda-benda atau orang dengan jarak yang lebih jauh dibanding bayi. Namun, jika diputuskan untuk tidak memberikan koreksi, pasien harus diobservasi dalam 6 bulan. 3. Untuk anak usia sekolah, miopia kurang dari 1 dioptri tidak perlu dikoreksi. Namun demikian, perlu dijelaskan kepada guru pasien tersebut di sekolah bahwa pasien menderita miopia dan evaluasi kembali perlu dilakukan dalam waktu 6 bulan. 4. Untuk dewasa, koreksi diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien. Selain itu, dikenal istilah “visual hygiene”, pedoman dalam upaya mengendalikan laju miopia yang antara lain terdiri atas beberapa langkah berikut: 1. Beristirahat dari membaca atau bekerja dengan jarak dekat setiap 30 menit. Selama istirahat ini usahakan untuk dapat berdiri, berkeliling ruangan dan melihat jauh keluar jendela 2. Ambillah posisi duduk tegak namun nyaman selama membaca, dan duduklah pada kursi dengan sandaran tegak Gambar 1.1 (A,B) suatu lensa sferis minus (concave) digunakan untuk koreksi miopia (sinar sejajar dibiaskan didepan retina) (Wilson FM, 1996) 4 Buku Ajar IImu Kesehatan Mata Gunakan penerangan yang cukup saat membaca Jarak baca yang baik adalah sepanjang lengan hingga siku Duduk setidaknya berjarak 6 kaki saat menonton televisi Batasi waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi atau bermain game Olahraga teratur. NOE w HIPERMETROPIA Batasan Hipermetropia adalah suatu kelainan refraksi, yaitu berkas sinar sejajar, yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat tanpa akomodasi, dibiaskan membentuk bayangan di belakang retina. Hipermetropia disebut juga dengan rabun dekat, hiperopia, farsightedness atau longsightedness. Etiologi dan Patofisiologi Epidemiologi tentang hipermetropia tidak banyak diketahui sebagaimana miopia. Namun diketahui prevalensi hipermetropia lebih tinggi pada usia dewasa dan meningkat dengan pertambahan usia. Berkebalikan dengan miopia, hipermetropia lebih banyak didapatkan pada mereka dengan tingkat pendidikan lebih rendah. Terdapat beberapa hal yang mendasari terjadinya hipermetropia: 1. Sumbu aksial bola mata yang lebih pendek dari normal, disebut hipermetropia aksial. Pada keadaan ini, karena panjang bola mata lebih pendek dari mata normal, maka sinar yang masuk akan jatuh di titik fokus di belakang retina. Perbedaan panjang bola mata sebesar 1 mm akan menyebabkan perbedaan sekitar 3 dioptri pada kekuatan refraksi. Umumnya perbedaan panjang sumbu bola mata tidak lebih dari 2 mm, sehingga hipermetropia yang umum terjadi juga kurang dari 6 dioptri. Jika lebih dari itu kemungkinan terdapat keadaan patologis lain. 2. Radius kurvatura kornea dan lensa yang lebih kecil dari normal, disebut hipermetropia kurvatur. Keadaan ini menyebabkan kemampuan mata untuk memfokuskan sinar yang masuk menjadi kurang sehingga sinar yang masuk akan jatuh di titik fokus di belakang retina. Setiap peningkatan radius kurvatura sebesar 1 mm menyebabkan hipermetropia sebesar 6 dioptri. 3. Perubahan posisi lensa. Jika lensa berubah posisi lebih ke belakang maka sinar yang masuk akan jatuh di satu titik di belakang retina. Hal ini seringkali terjadi pada keadaan luksasi lensa ke posterior pada kasus trauma atau afakia pasca operasi katarak. Bab 1 - Refraksi 5 4, Perubahan indeks bias refraksi Keadaan ini biasanya didapatkan pada penderita usia tua di mana terjadi kekeruhan dan perubahan konsistensi dari korteks dan nukleus lensa sehingga indeks bias menjadi bertambah dan sinar yang masuk akan dibiaskan di satu titik fokus di belakang retina. Namun, pada keadaan di mana terjadi sklerotik nukleus yang umumnya terjadi di awal perkembangan katarak, yang terjadi adalah sebaliknya perubahan ke arah lebih miopia. Perubahan indeks bias ini juga dapat terjadi pada penderita dengan diabetes mellitus yang dalam pengobatan. Sehingga tidak dianjurkan untuk mengganti kacamata jika kadar gula darah belum terkontrol. Klasifikasi Mata memiliki kemampuan akomodasi, yaitu kemampuan untuk merubah kurvatura lensa dengan merubah tonus dari muskulus siliaris. Jika muskulus siliaris berkontraksi atau meningkat tonusnya, maka zonula zinii akan teregang dan lensa menjadi lebih cembung sehingga kekuatan refraksi bertambah. Titik fokus yang semula berada di belakang retina dapat difokuskan tepat di retina. Sebaliknya jika muskulus siliaris relaksasi atau berkurang tonusnya maka zonula zinii akan memendek dan kecembungan lensa akan berkurang sehingga kekuatan refraksi juga berkurang. Titik fokus yang semula berada di depan retina akan jatuh tepat di retina. Setiap orang memiliki kemampuan akomodasi, yang makin berkurang dengan bertambahnya usia. Hal tersebut menjelaskan mengapa hipermetropia sering baru ditemukan pada usia dewasa. Hal ini terjadi karena pada usia anak-anak atau lebih muda, kemampuan akomodasi masih sangat kuat sehingga hipermetropia yang ada masih terkompensasi oleh kemampuan akomodasi. Ketika usia makin bertambah, maka kemampuan akomodasi makin berkurang sehingga besarnya hipermetropia yang dapat dikompensasi oleh kemampuan akomodasi penderita juga berkurang. Dikenal pembagian hipermetropia berdasar kemampuan akomodasi, yaitu: 1. Hipermetropia laten, yaitu hipermetropia yang dapat dikoreksi sepenuhnya oleh kemampuan akomodasi penderita 2. Hipermetropia manifes, yang terbagi atas: a. Hipermetropia fakultatif, yaitu hipermetropia yang dapat dikoreksi, baik oleh kemampuan akomodasi penderita maupun dengan pemberian koreksi lensa cembung b. Hipermetropia absolut, yaitu hipermetropia yang tidak dapat dikoreksi dengan kemampuan akomodasi penderita, sehingga mutlak harus dikoreksi dengan lensa cembung. 6 Buku Ajar IImu Kesehatan Mata Keseluruhan hipermetropia laten dan manifes, disebut hipermetropia total, yang dapat dilihat dengan pemberian obat sikloplegik untuk melumpuhkan muskulus siliaris sehingga tidak terjadi akomodasi sama sekali. Sebagai contoh, pada pemeriksaan tajam penglihatan seorang penderita didapatkan koreksi +1.00 untuk mencapai 5/5, namun dengan koreksi +2.50 juga didapatkan tajam penglihatan 5/5. Setelah diberikan obat sikloplegik, didapatkan tajam penglihatan 5/5 dengan koreksi +3.75. Pada penderita ini, besar hipermetropia absolut adalah +1.00, besar hipermetropia fakutatif adalah +1.50 dan hipermetropia laten adalah +1.25. Gejala Klinis 1. Penglihatan jauh umumnya hanya terganggu jika derajat hipermetropia cukup besar (3 dioptri atau lebih) atau pada penderita usia tua, sementara penglihatan dekat biasanya terganggu terlebih dahulu. Sebagai contoh, penderita hipermetropia 2 dioptri dan memiliki kenampuan akomodasi 3 dioptri, untuk melihat jauh dengan jelas penderita menggunakan kemampuan akomodasinya sebesar 2 dioptri, sedangkan untuk melihat jelas jarak 40 cm diperlukan 2,5 dioptri, sedangkan sisa kemampuan akomodasi yang dimiliki tinggal 1 dioptri sehingga penglihatan dekatnya kabur karena kekurangan akomodasi sebesar 1,5 dioptri. Seperti diketahui bahwa semakin tua usia semakin berkurang kemampuan akomodasinya, sehingga kemampuan mengkompensasi kelainan hipermetropia juga semakin berkurang. Keluhan penglihatan dekat kabur ini akan makin terasa jika penderita dalam keadaan lelah, tulisan kurang jelas atau pencahayaan yang kurang. 2. Sakit kepala di daerah frontal, penglihatan yang tidak nyaman dan perasaan mata lelah yang dipicu oleh melakukan pekerjaan yang memerlukan penglihatan dekat dalam waktu lama. Hal ini disebut asthenopia akomodatif, yang timbul karena akomodasi yang berlebihan. Keluhan ini jarang muncul di pagi hari, biasanya timbul setelah mulai bekerja lama dan sering menghilang dengan sendirinya jika pekerjaan dihentikan. Analoginya sama dengan jika kita harus menahan lengan kita dengan posisi tertentu dalam jangka waktu lama, maka akan timbul kelelahan. 3. Sensitivitas yang meningkat terhadap cahaya 4. Spasme akomodasi, yang terjadi karena muskulus siliaris terus menerus berkontraksi untuk akomodasi. Akibat akomodasi berlebih ini, sinar justru difokuskan di depan retina dan timbullah keadaan yang disebut pseudomiopia. Hal ini sering terjadi pada penderita usia muda dimana kemampuan akomodasinya masih besar. Timbul keluhan yang berat Bab 1 - Refraksi 7 namun pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil tajam penglihatan yang emetrop atau sedikit miopia. Pada pemeriksaan dengan sikloplegik didapatkan hipermetropia. 5. Sensasi mata juling. Hal ini dapat terjadi pada penderita yang sudah menderita esophoria sebelumnya. Akomodasi yang berlebihan akan diikuti oleh konvergensi bola mata yang berlebihan juga sehingga esophoria yang semula masih dapat dikompensasi menjadi manifes. Namun demikian, jika kelainan hipermetropianya dikoreksi, keluhan ini akan hilang. Pemeriksaan Sebagaimana miopia, pemeriksaan yang dilakukan dengan cara subyektif dan obyektif. Secara subyektif sama dengan miopia, dilakukan dengan metode trial and error dengan alat kartu Snellen dan koreksi yang dilakukan menggunakan lensa sferis positif atau plus. Secara obyektif, dilakukan dengan retinoskopi atau autorefraktometer Penatalaksanaan Seperti halnya miopia, hipermetropia dapat dikoreksi dengan kacamata, Jensa kontak dan bedah refraktif. Sebagai pedoman pemberian kacamata pada hipermetropia diberikan lensa sferis positif atau lensa plus terkuat yang menghasilkan tajam penglihatan terbaik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam koreksi hipermetropia adalah sebagai berikut. Jika derajat hipermetropia ringan, tajam penglihatan normal, penderita dalam keadaan sehat, tidak didapatkan keluhan asthenopia akomodatif maupun gangguan pada keseimbangan otot ekstraokuler, maka tidak diperlukan terapi khusus, namun jika didapatkan salah satu keadaan tersebut maka koreksi hipermetropia perlu dilakukan. 1. Pada anak usia di bawah 6 tahun, karena panjang bola matanya relatif lebih pendek dari orang dewasa, umumnya didapatkan hipermetropia fisiologis. Koreksi hanya diperlukan jika derajat hipermetropianya cukup besar atau didapatkan strabismus. Pemeriksaan pada anak usia ini dilakukan dengan sikloplegik. Jika penderita memiliki risiko untuk terjadinya ambliopia maka diberikan koreksi penuh sesuai hasil refraksi sikloplegik. Perlu diingat bahwa pada anak usia kurang dari 6 tahun mudah terjadi ambliopia. Kelainan hipermetropia sebesar 2,50 dioptri yang tidak dikoreksi sudah dapat menimbulkan ambliopia. Juga perbedaan refraksi kedua mata hipermetropia sebesar 1 dioptri dapat menyebabkan ambliopia. Jika diberikan resep kacamata maka disarankan pemakaian fulltime. Untuk anak usia kurang dari 6 tahun yang diberikan 8 Buku Ajar IImu Kesehatan Mata Gambar 1.2 C. Pada hipermetropia sinar sejajar dibiaskan di belakang retina D. suatu lensa sferis positif (convex ) digunakan untuk koreksi hipermetropia (Wilson FM,1996) resep kacamata disarankan untuk diperiksa kembali setiap 3 bulan untuk mengevaluasi tajam penglihatan dan kepatuhannya memakai kacamata. 2. Pada anak usia di atas 6 tahun, perlu dipertimbangkan kebutuhan penglihatannya karena aktivitas mereka lebih banyak. Kacamata plus akan membuat penglihatan jauh mereka kabur, sehingga mereka lebih suka hanya menggunakan kacamatanya untuk aktivitas yang memerlukan penglihatan dekat. Jika dengan hasil refraksi sikloplegik, terdapat keluhan kabur untuk penglihatan jauh, maka diberikan koreksi full tanpa sikloplegik. Dan jika didapatkan esophoria, esotrophia atau hipermetropia laten, ditambahkan lensa addisi untuk penglihatan dekatnya. 3. Pada penderita dewasa, terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memberikan resep kacamata yaitu keluhan penderita, pekerjaan, kebutuhan penglihatan, usia, derajat hipermetropia dan masalah lain yang berkaitan. Untuk dewasa muda dengan hipermetropia kurang dari3 dioptri dan tidak didapatkan keluhan asthenopia, maka tidak perlu diberikan resep kacamata. Namun seiring dengan pertambahan usia, di mana kemampuan akomodasi berkurang, untuk penglihatan jauh penderita merasa tidak memerlukan kacamata, dan keluhan baru timbul untuk penglihatan dekat, maka diberikan kacamata dan disarankan digunakan terus untuk melakukan pekerjaan yang memerlukan penglihatan dekat. Jika akomodasi semakin berkurang dengan bertambahnya usia, maka penderita akan memerlukan kacamata plus untuk penglihatan jauh dan dekatnya. ASTIGMATISME Batasan Astigmatisme adalah kelainan refraksi, yaitu berkas sinar sejajar yang masuk ke dalam mata, pada keadaan tanpa akomodasi, dibiaskan pada lebih dari satu titik fokus. Pada keadaan ini pembiasan dari berbagai meridian tidak sama. Bab 1 - Refraksi 9 Etiologi dan Patofisiologi Penyebab dari astigmatisme adalah kelainan bentuk kornea atau lensa, kelainan posisi lensa dan kelainan indeks refraksi lensa. Kelainan bentuk kornea sebagian besar bersifat kongenital, yang tersering adalah kurvatura vertikal lebih besar dari horisontal. Pada saat lahir bentuk kornea umumnya sferis. Astigmat baru timbul 68% pada saat anak berusia 4 tahun dan 95% pada usia 7 tahun. Dengan bertambahnya usia dapat hilang dengan sendirinya atau berubah sebaliknya kurvatura horisontal lebih besar dari vertikal. Kelainan yang didapat misalnya pada berbagai penyakit kornea seperti ulkus kornea, trauma pada kornea bahkan trauma bedah pada operasi katarak. Kelainan posisi lensa misalnya subluksasi yang menyebabkan efek decentering. Sedangkan kelainan indeks refraksi lensa dapat merupakan hal yang fisiologis di mana terdapat sedikit perbedaan indeks refraksi pada beberapa bagian Jensa, namun hal ini dapat makin berat jika kemudian didapatkan katarak. Klasifikasi Berdasarkan bentuknya, astigmatisme terbagi atas astigmatisme reguler dan ireguler. Pada astigmatisme reguler terdapat dua meridian utama yang saling tegak lurus yang masing-masing memiliki daya bias terkuat dan terlemah. Astigmatisme reguler ini dapat dikoreksi dengan lensa silinder. Jika meridian vertikal memiliki daya bias terkuat, disebut astigmatisme with the rule, lebih sering pada usia muda dan dikoreksi dengan lensa silinder minus dengan aksis 180° atau silinder plus dengan aksis 90°. Jika meridian horizontal memiliki daya bias terkuat disebut astigmatisme against the rulelebih sering pada usia tua dan dikoreksi dengan lensa silinder minus dengan axis 90° atau silinder plus dengan aksis 180°. Pada astigmatisme ireguler didapatkan titik fokus yang tidak beraturan dengan penyebab tersering adalah kelainan kornea (dapat berupa sikatriks atau keratokonus) dan dapat juga disebabkan kelainan pada lensa seperti pada katarak imatur. Kelainan ini tidak dapat dikoreksi sepenuhnya dengan lensa silinder. Berdasarkan tipenya, astigmatisme terbagi atas astigmatisme hipermetropia simpleks yaitu salah satu meridian utama emetropia dan meridian utama lainnya hipermetropia; astigmatisme miopia simpeks yaitu salah satu meridian utama emetropia dan meridian utama lainnya miopia; astigmatisme hipermetropia kompositus yaitu kedua meridian utama hipermetropia dengan derajat yang berbeda; astigmatisme miopia kompositus yaitu kedua meridian utama miopia dengan derajat yang berbeda; dan astigmatisme mikstus, yaitu satu meridian utama hipermetropia dan meridian utama yang lain miopia. Terdapat juga istilah astigmatisme oblik yaitu meridian utama lebih dari 20° dari meridian vertikal atau horisontal. Misalnya pada 45° dan 135°. 10 Buku Ajar IImu Kesehatan Mata Gambar 1.3 _E. Pada astigmatisme berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik. F. lensa silindris atau sferosilindris untuk mengoreksi astigmatisme (Wilson FM,1996) Gejala Klinis Pada astigmatisme yang ringan, keluhan yang sering timbul adalah mata lelah khususnya jika pasien melakukan satu pekerjaan terus menerus pada jarak yang tetap; transient blurred vision pada jarak penglihatan dekat yang hilang dengan mengucek mata; nyeri kepala di daerah frontal. Astigmatisme against the rule menimbulkan keluhan lebih berat dan koreksi terhadap astigmat jenis ini lebih sukar untuk diterima oleh pasien. Pada astigmat yang berat dapat timbul keluhan mata kabur; keluhan asthenopia atau nyeri kepala jarang didapatkan tapi dapat timbul setelah pemberian koreksi astigmatisme yang tinggi; memiringkan kepala (tilting of the head), umumnya pada astigmatisme oblik; memutar kepala (turning of the head) biasanya pada astigmatisme yang tinggi; memicingkan mata seperti pada miopia untuk mendapatkan efek pinhole, tetapi pada astigmat dilakukan saat melihat jauh dan dekat; dan penderita astigmatisme sering mendekatkan bahan bacaan ke mata dengan tujuan mendapatkan bayangan yang lebih besar meskipun kabur. Pemeriksaan Pemeriksaan dapat dilakukan secara subyektif dan obyektif. Seperti halnya miopia dan hipermetropia, pemeriksaan subyektif dilakukan dengan kartu Snellen. Bila tajam penglihatan kurang dari 6/6 dikoreksi dengan lensa silinder negatif atau positif dengan aksis diputar 0-180°. Kadang-kadang perlu dikombinasi dengan lensa sferis negatif atau positif. Pemeriksaan secara objektif dapat dilakukan dengan retinoskopi, autorefraktometer, tes Placido untuk mengetahui permukaan kornea yang ireguler, teknik fogging dan Jackson's crosscylinder. Penatalaksanaan Koreksi astigmatisme dapat dilakukan dengan pemberian kacamata, lensa kontak atau dengan bedah refraktif. Pemberian kacamata untuk astigmatisme Bab 1 - Refraksi 11 reguler diberikan koreksi sesuai kelainan yang didapatkan yaitu silinder negatif atau positif dengan atau tanpa kombinasi lensa sferis. Sedangkan untuk astigmat ireguler, jika ringan dapat diberikan lensa kontak keras, dan untuk yang berat dapat dilakukan keratoplasti. PRESBIOPIA Batasan Presbiopia yang berarti “mata tua” berasal dari bahasa Yunani yang menggambarkan kondisi refraksi yang berhubungan dengan usia tua, yang kompleks lensa dan muskulus siliaris kehilangan fleksibilitasnya untuk mempertahankan akomodasi sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan dekatnya. Jadi presbiopia adalah suatu kondisi normal yang berhubungan dengan peningkatan usia dan hilangnya akomodasi secara gradual. Klasifikasi Presbiopia dibagi menjadi dua, yaitu Presbiopia borderline atau Presbiopia insipient dan Presbiopia fungsional. Disebut Presbiopia borderline bila pasien memerlukan koreksi lensa sferis positif untuk melihat dekat yang timbulnya hanya kadang-kadang saja, sedangkan yang dimaksud dengan Presbiopia fungsional adalah bila pasien selalu mengeluh kabur untuk melihat dekat, dan dengan pemberian lensa sferis positif keluhan akan hilang dan membaik. Gejala klinis Gejala klinis presbiopia dimulai setelah usia 40 tahun, biasanya antara 40-45 tahun di mana tergantung pada kelainan refraksi sebelumnya, “depth of focus” (ukuran pupil) , kebutuhan visus dari pasien dan variabel yang lain. Gejala klinis yang sering ditemukan adalah sebagai berikut. 1. Kabur melihat dekat Pasien sering mengatakan “Lengan saya terlalu pendek” atau “JIka membaca saya harus menjauhkan bahan bacaan’”. Hal ini terjadi karena penurunan akomodasi sehingga pasien tidak bisa mempertahankan penglihatan dekatnya. Ada yang mengatakan dengan memberi lampu yang terang, maka penglihatannya akan menjadi lebih baik karena meningkatkan penyinaran terhadap retina dan pupil miosis sehingga meningkatkan “depth of focus”. 2. Kabur melihat jauh Pasien presbiopia borderline akan mengeluh kabur melihat jauh walaupun hanya sesaat yang terjadi setelah melakukan pekerjaan dekat. Hal ini ada 12 Buku Ajar IImu Kesehatan Mata hubungannya dengan menurunnya kemampuan relaksasi pada muskulus siliaris. 3. Astenopia Pasien akan mengeluh matanya seperti menonjol keluar, mata lelah, mata berair dan sangat tidak nyaman setelah pemakaian mata untuk melihat dekat dalam waktu yang lama. Hal ini terjadi karena adanya pemakaian akomodasi yang berlebihan. 4. Sakit sekitar mata dan sakit kepala. Biasanya terjadi pada presbiopia yang “undercorection”, yaitu keluhan pasien yang terbanyak adalah nyeri di belakang kepala dan nyeri sekitar mata. Hal ini terjadi karena kontraksi dari muskulus orbikularis dan oksipitofrontalis supaya penglihatan dekatnya tetap baik. 5. Kemampuan membaca yang lebih baik pada siang hari dibanding malam hari. Koreksi Presbiopia Koreksi presbiopia adalah dengan menambah akomodasi dengan cara memberi lensa sferis positif untuk melihat dekat. Perbedaan dioptri antara koreksi melihat jauh dan melihat dekat disebut addisi. Cara Penentuan Addisi 1. Tes subjektif Tes subjektif merupakan tes yang sederhana dan paling sering digunakan. Pasien diberi koreksi refraksi untuk jauhnya sampai tercapai visus 6/6, kemudian diberikan kartu baca Jaeger dan pasien disuruh membaca pada jarak 40 cm dan pelan-pelan ditambahkan lensa sferis positif terlemah sampai pasien dapat membaca dengan baik dengan huruf terkecil. Tes ini dilakukan monokuler atau binokuler, di mana dengan tes binokuler akan didapatkan addisi yang lebih rendah. Bila dengan tes monokuler didapatkan tajam penglihatan yang baik, sedangkan tes binokulernya kabur kemungkinan terdapat eksoforia yang bila dikoreksi dengan lensa Tabel 1.1 Penambahan lensa sferis positif sesuai umur (Sloane AE,1979) Umur (Tahun) Addisi 45 +1,00 sampai + 1,25 50 +1,50 sampai + 1,75 55 + 2,00 sampai + 2,25 Bab 1 - Refraksi 13 sferis positif akan bertambah derajat eksoforianya. Hal ini bisa dihilangkan dengan pemberian kacamata dengan distansia pupilnya lebih kecil. 2. Penggunaan amplitudo akomodasi Amplitudo akomodasi adalah perbedaan kekuatan refraksi tanpa akomodasi atau dalam keadaan istirahat dengan akomodasi penuh. Sebagai bahan pertimbangan adalah pemberian koreksi untuk melihat dekat dengan memberikan addisi yang masih menyisakan setengah dari amplitudo akomodasi untuk cadangan. Misalnya jarak baca 40 cm memberikan akomodasi 2,5 Dioptri. Seorang pasien yang memiliki amplitudo akomodasi 2,0 Dioptri maka cadangan akomodasi pasien tersebut 1,0 Dioptri (setengah dari 2,0 D). Total amplitude akomodasi 2,5 D dikurangi 1,0 D. Jadi 1,5 D adalah perkiraan pemberian lensa adisi yang diperlukannya agar terasa lebih enak. Penatalaksanaan Presbiopia dapat dikoreksi dengan lensa sferis positif terlemah bisa dalam bentuk berikut. 1. Kacamata a. Kacamata monofokal. b. Kacamata bifokal. c. Kacamata trifokal. d. Kacamata multifokal/Progressive addition lens (PAL). 2. Lensa kontak. a. Lensa kontak single vision dengan kacamata presbiopia. b. Lensa kontak monovision. c. Lensa kontak bifocal. d. Lensa kontak monovision modifikasi. ANISOMETROPIA Batasan Anisometropia adalah suatu keadaan dengan kelainan refraksi pada kedua mata tidak sama. Sebenarnya, hampir semua penderita kelainan refraksi memiliki derajat kelainan refraksi yang berbeda di antara kedua matanya, sehingga istilah anisometropia lebih banyak dimaksudkan untuk perbedaan kelainan refraksi yang signifikan di antara kedua mata. Beberapa ahli membagi menjadi anisometropia ringan, yaitu jika perbedaan kelainan refraksi antara kedua mata kurang atau sama dengan 2 dioptri, dan anisometropia berat jika perbedaan kelainan refraksi antara kedua mata lebih dari 2 dioptri. 14 Buku Ajar IImu Kesehatan Mata Perbedaan ini dapat terjadi pada semua kelainan refraksi, baik salah satu mata emetropia dan mata yang lain ametropia (dapat miopia maupun hipermetropia) atau kedua mata ametropia, baik kelainan refraksinya sama atau satu mata miopia dan mata satunya hipermetropia (disebut antimetropia). Anisometropia tidak hanya berlaku hanya untuk perbedaan kelainan sferis, melainkan juga pada astigmat. Patofisiologi Anisometropia pada umumnya bersifat kongenital, dalam masa pertumbuhan kedua mata tidak berkembang dengan sama dalam hal kekuatan refraksi. Namun dapat juga bersifat didapat, misalnya pada kasus trauma yang menyebabkan katarak traumatika dan kerusakan pada kornea. Keadaan anisometropia ini menyebabkan ketajaman bayangan yang terbentuk oleh retina akan berbeda. Hal ini terjadi karena akomodasi selalu bersifat setara pada kedua mata sesuai dengan mata yang berfikasi, sedangkan pada anisometropia jumlah akomodasi yang diperlukan untuk membentuk bayangan yang ketajamannya sama berbeda pada masing-masing mata. Pada satu mata yang derajat ametropianya lebih kecil dapat terbentuk bayangan yang tajam, sedangkan pada mata yang lain di mana derajat ametropianya lebih besar, dengan akomodasi yang setara bayangan yang terbentuk tidak setajam mata pertama. Pada usia perkembangan anak, perbedaan tajam penglihatan kedua mata ini dapat menyebabkan ambliopia pada mata dengan kelainan refraksi yang lebih buruk, sekalipun perbedaannya hanya 1 dioptri. Masalah lain yang timbul adalah perbedaan ketajaman bayangan yang dihasilkan retina akan mengganggu proses fusi (penyatuan kedua bayangan yang dibentuk oleh setiap mata oleh otak menjadi satu persepsi bayangan tunggal) sehingga penglihatan binokuler, termasuk persepsi kedalaman, akan terganggu. Umumnya terdapat 3 macam keadaan penglihatan pada penderita anisometropia. 1. Tetap didapatkan penglihatan binokuler Umumnya terjadi pada anisometropia dengan perbedaan kelainan refraksi yang tidak terlalu besar. Meskipun ketajaman bayangan yang dibentuk kedua mata tidak sama, penglihatan binokuler masih terjadi sekalipun tidak sempurna. Karena besar akomodasi kedua mata sama, untuk mencapai fusi diperlukan usaha akomodasi yang besar, dan ini sering menimbulkan keluhan astenopia 2. Penglihatan bergantian (alternating vision) Umumnya terjadi pada penderita dengan fungsi kedua mata baik, yaitu satu mata emetrop atau lebih hipermetropia dan mata yang lain Bab 1 - Refraksi 15 lebih miopia. Pada keadaan ini penderita menggunakan setiap mata untuk penglihatan yang berbeda. Untuk penglihatan jauh, penderita menggunakan mata yang lebih hipermetropia dan untuk penglihatan dekat penderita menggunakan mata yang lebih miopia. Keadaan ini lebih nyaman untuk penderita karena tidak perlu berusaha untuk akomodasi maupun konvergensi. 3. Penglihatan monokuler Umumnya terjadi pada kasus anisometropia dengan perbedaan yang besar atau tajam penglihatan pada satu mata tidak baik. Jika didapatkan pada fase perkembangan, akan terjadi supresi pada mata dengan tajam penglihatan yang lebih buruk yang akan mengarah pada terjadinya ambliopia (ambliopia ex anopsia) dan strabismus. Gejala Klinis Gejala klinis anisometropia bervariasi berdasarkan jenis anisometropianya dan seberapa baik penderita dapat beradaptasi dengan keadaannya. Pada penderita dengan anisometropia miopia atau antimetropia akan mengeluhkan penglihatan kabur pada satu mata, sedangkan penderita anisometropia hipermetropia umumnya mengeluhkan sakit kepala dan asthenopia. Jika perbedaan kelainan reaksi sangat kecil atau justru sangat besar, lebih dari 6 dioptri, umumnya tidak akan timbul keluhan. Penatalaksanaan Penatalaksanaan anisometropia memiliki kesulitan tersendiri. Secara teoritis, yang terbaik adalah memberikan koreksi penuh pada masing-masing mata agar terbentuk bayangan yang paling tajam di retina. Namun, hal ini akan menyebabkan terjadinya aniseikonia, yaitu perbedaan ukuran bayangan di retina antara kedua mata, sehingga menyulitkan terjadinya fusi. Koreksi dengan lensa cembung, makin besar dioptrinya lebih besar bayangan yang dihasilkan, sebaliknya koreksi dengan lensa cekung, makin besar dioptrinya akan lebih kecil bayangan yang dihasilkan. Setiap perbedaan 1 dioptri akan menyebabkan perbedaan bayangan sebesar 1-2%. Umumnya penderita akan dapat mentoleransi dengan baik perbedaan besar banyangan 2-3%. Namun, sensitivitas setiap individu berbeda. Perbedaan besar bayangan hingga 6-7% masih dapat ditoleransi oleh sebagian penderita. Secara umum, penatalaksanaan pada anisometropia mengikuti pedoman berikut. 1. Pada anak. Makin muda usia anak, makin besar kemungkinan terapi akan berhasil. Sebaiknya diberikan koreksi penuh pada setiap mata dan 16 Buku Ajar IImu Kesehatan Mata diperiksa adanya gangguan keseimbangan pada otot-otot ekstraokuler. Jika diperlukan dapat dilakukan terapi untuk ambliopia dan ortoptik untuk melatih fusi. Hal-hal tersebut ditujukan untuk mencegah terjadinya strabismus. Namun demikian, strabismus dapat juga terjadi kemudian jika dilakukan koreksi penuh dan terjadi aniseikonia. Hal ini perlu diwaspadai dan pasien perlu dimonitor dengan ketat. 2. Pada dewasa, diberikan koreksi yang menghasilkan tajam penglihatan terbaik yang tidak menimbulkan keluhan tidak nyaman. Untuk mata yang lebih besar ametropianya dilakukan undercorrection. Misalnya jika mata kanan didapatkan -2.00 D dan mata kiri -4.00 D, maka dapat diberikan kacamata -2.00 dioptri untuk kedua mata sehingga penderita akan menggunakan mata kanan untuk melihat jauh dan mata kiri untuk melihat dekat. Selain kacamata, alternatif lain adalah pemakaian lensa kontak. Dengan Jensa kontak, perbedaan besar bayangan di retina dapat diminimalkan karena tidak terdapat jarak dengan kornea. Pada kondisi afakia, koreksi dengan kacamata dapat menimbulkan perbedaan besar bayangan 25-30%, sedangkan dengan lensa kontak perbedaan yang timbul hanya 6-7%, yang masih dapat ditoleransi, dan dengan lensa intra okuler perbedaan kurang dari 1%. LENSA KONTAK Batasan Lensa kontak adalah lensa kecil yang diletakkan di kornea dan akan melekat dengan baik karena adanya “tearfilm” yang menutup permukaan anterior mata dan tekanan dari palpebra. Lensa kontak merupakan suatu alat medik untuk koreksi kelainan refraksi atau ametropia seperti miopia, hipermetropia, astigmatisme dan presbiopia yaitu penurunan secara gradual kemampuan melihat dekat yang berhubungan dengan faktor usia dan akomodasi. Tipe lensa kontak Konsep lensa kontak pertama kali diperkenalkan oleh Leonardo da Vinci pada tahun 1508 yang terus berkembang sampai saat ini. Bab 1 - Refraksi 17 Gambar 1.4 Penempatanlensa kontak pada permukaan kornea. (Frans RP, 1993) Terdapat 2 jenis lensa kontak yaitu: 1. Lensa kontak lunak 2. Lensa kontak keras a. Lensa kontak keras konvensional/non gas permeabel b. Lensa kontak rigid gas permeabel. Lensa kontak lunak, terbuat dari p- Hidroksietilmetakrilat (p-HEMA) yang bersifat transparan, inert, fleksibel, hidrofilik dengan kandungan air yang banyak, amat lunak tetapi bentuknya kurang stabil. Lensa kontak keras konvensional terbuat dari polimetilmetakrilat (PMMA), menyerupai gelas, bersifat transparan, inert, hidrofobik, keras, stabil tetapi kandungan airnya kecil. Lensa kontak rigid gas permeabel, terbuat dari karet, silikon dan polimer PMMA, bersifat hampir sama dengan lensa kontak keras, tetapi lebih lunak, lebih fleksibel dan lebih mudah ditembus gas. Indikasi dan kontra indikasi pemakaian lensa kontak . Indikasi pemakaian lensa kontak terdiri dari indikasi optik dan indikasi medis. Indikasi optik Lensa kontak diletakkan di depan kornea sehingga dapat berfungsi sebagai media refraksi tambahan untuk media refraksi yang sudah ada yaitu kornea, akuos humor, lensa dan badan kaca, untuk koreksi ametropia sama dengan kacamata, juga untuk koreksi anomali refraksi yang tinggi dan anisometropia lebih dari 3 dioptri untuk mencegah terjadinya aniseikonia. 18 Buku Ajar IImu Kesehatan Mata Indikasi medik Lensa kontak sebagai alat medik dapat diberikan sebagai alat oklusi/terapi ambliopia, alat pelindung kornea yang berhubungan dengan pekerjaan dan kelainan seperti koloboma iris, aniridia, alat yang mempercepat penyembuhan luka kornea/bandage contact lens pada kasus Bullous keratopati, Sindrom Steven Johnson dan sebagainya, juga sebagai alat diagnostik. Kontraindikasi Pemakaian lensa kontak tidak dianjurkan pada keadaan berikut ini atau perlu diobati dulu sebelum memakai lensa kontak yaitu: sindrom mata kering, infeksi pada mata luar seperti konjungtivitis, keratitis, kelainan pada palpebra seperti hordeolum, kalazion, ektropion, blefaritis, pada penyakit seperti diabetes melitus atau pada kehamilan. Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Lensa Kontak Tabel1.2 Keuntungan dan kerugian lensa kontak keras PMMA Keuntungan Kerugian Visus baik Hidrofobik Dapat untuk koreksi astigmat tinggi Tidak “gas permeabel” Perawatannya mudah Kurang nyaman Dapat dipakai jangka panjang Membutuhkan waktu lama beradaptasi Kerusakan minimal Mudah pecah Dapat dibuat tipis Tidak dapat untuk pemakaian terputus Fitting dengan fluoresin Tabel1.3 Keuntungan dan kerugian lensa kontak rigid gas permeabel Keuntungan Kerugian Transmisi oksigennya sangat tinggi Dk/t tinggi Lebih nyaman Permukaannya hidrofobik Waktu adaptasinya pendek Mudah timbul deposit Waktu pemakaiannya lama Mudah pecah Dapat untuk koreksi astigmat tinggi _| Fitting dengan fluoresin Bab 1 - Refraksi 19 Tabel1.4 Keuntungan dan kerugian lensa kontak lunak Keuntungan Kerugian ‘Adaptasi baik Visus kurang stabil Sangat nyaman Insidensi infeksi sangat tinggi Transmisi oksigennya tinggi Sangat mudah terbentuk deposit Stabil Life spannya pendek Dapat untuk pemakaian terputus Dapat menyerap zat toksik Dapat sebagai lensa kontak terapi Tidak dapat untuk koreksi astigmat tinggi Dapat untuk bayi Maitenancenya mahal Pemeriksaan Lensa Kontak Sebelum memakai lensa kontak perlu dilakukan pemeriksaan yang meliputi : 1. Pemeriksaan mata luar 2. Pemeriksaan dimensi mata 3. Pemeriksaan kualitas dan kuantitas air mata Pemeriksaan Mata Luar Pemeriksaan mata luar dengan slit-lamp biomikroskop diperiksa mulai dari palpebra, konjungtiva, kornea, bilik mata depan, iris, pupil dan lensa. Pengukuran Dimensi Mata Pengukuran dimensi mata meliputi tiga parameter berikut. 1. Base curve atau kelengkungan kornea sentral anterior dengan keratometer atau ophthalmometer, dinyatakan dalam mm atau dioptri yang dapat dilihat pada tabel konversi. 2. Power: didapat dari hasil refraksi atau over refraksi, yaitu penambahan lensa coba pada mata yang sudah dipasang lensa kontak sampai tercapai visus terbaik. 3. Diameter: untuk lensa kontak lunak 13,50-15,00 mm, sedangkan untuk lensa kontak keras 9,20-9,40 mm. Pemeriksaan kualitas dan kuantitas air mata Air mata yang terletak di antara permukaan posterior lensa kontak dan permukaan anterior dari kornea merupakan faktor penting dalam pemasangan. lensa kontak. Beberapa pemeriksaan air mata yang dapat dilakukan adalah tes Schirmer, tes Break up time, tes Tear Thinning Time atau inspeksi Lacrimal lake. 20 Buku Ajar IImu Kesehatan Mata Tabel1.5 Konversi Dioptri ke Kurvatura Radius (tein HA, 1997) Diopters to Radiusof Curvature Conversion Table DIOPTER/MILLIMETER CONVERSION K K K K Reading Radius | Reading Radius | Reading Radius | Reading Radius () (mm) () (mm) () (mm) (D) (mm) 36.00 9.37 40.37 8.36 44.75 7.54 49.12 6.87 36.12 9.34 40.50 8.33 44.87 7.52 49.25 6.85 36.25 9.31 40.62 8.30 45.00 7.50 49.37 6.84 36.37 9.27 40.75 8.28 45.12 748 49.50 6.82 36.50 9.24 40.87 8.25 45.25 746 49.62 6.80 36.62 9.21 41.00 8.23 45.37 744 49.75 6.78 36.75 9.18 41.12 8.20 45.50 742 49.87 6.77 36.87 9.15 41.25 8.18 45.62 7.40 50.00 6.75 37.00 9.12 41.37 8.16 45.75 7.38 50.12 6.73 37.12 9.09 41.50 8.13 45.87 7.36 50.25 6.72 37.25 9.06 41.62 8.10 46.00 7.34 50.37 6.70 37.37 9.03 41.75 8.08 46.12 7.32 50.50 6.68 37.50 9.00 41.87 8.06 46.25 7.30 50.62 6.67 37.62 8.97 42.00 8.03 46.37 7.28 50.75 6.65 37.75 8.94 42.12 8.01 46.50 7.26 50.87 6.63 37.87 8.91 42.25 7.99 46.62 7.24 51.00 6.62 38.00 8.88 42.37 7.96 46.75 7.22 51.12 6.60 38.12 8.85 42.50 7.94 46.87 7.20 51.25 6.58 38.25 8.82 42.62 7.92 47.00 7.18 51.37 6.57 38.37 8.79 42.75, 7.89 47.12 7.16 51.50 6.55 38.50 8.76 42.87 7.87 47.25 7.14 51.62 6.54 38.62 8.73 43.00 7.85 47.37 7.12 51.75 6.52 38.75 8.70 43.12 7.82 47.50 7.10 51.87 6.50 38.87 8.68 43.25 7.80 47.62 7.08 52.00 6.49 39.00 8.65 43.37 7.78 47.75 7.06 52.12 6.47 39.12 8.62 43.50 7.76 47.87 7.05 52.25 6.46 39.25 8.59 43.62 7.74 48.00 7.03 52.37 6.44 39.37 8.57 43.75 7.71 48.12 7.01 52.50 6.43 39.50 8.54 43,87 7.69 48.25 6.99 52.62 6.41 39.62 8.51 44.00 7.67 48.37 6.97 52.75 6.40 39.75 8.49 44.12 7.65 48.50 6.96 52.87 6.38 39.87 8.46 44.25 7.63 48.62 6.94 53.00 6.36 40.00 8.43 44.37 7.61 48.75 6.92 40.12 8.41 44.50 7.58 48.87 6.91 40.25 8.38 44.62 7.56 49.00 6.89 "K reading" refers to keratometer readings. Bab 1 - Refraksi 21 Perawatan dan Pemeliharaan Lensa Kontak Tujuan perawatan dan pemeliharaan lensa kontak adalah mempertahankan Jensakontak tetapbersih, mencegah terbentuknya deposit danmempertahankan kebasahan sehingga terjamin kenyamanan dan visus yang baik serta disinfeksi lensa kontak untuk mencegah terjadinya inflamasi okuler. Perawatan dan pemeliharaan lensa kontak melalui beberapa tahap, yaitu cleaning, rinsing, disinfeksi dan tahapan ekstra, yaitu protein remover dan lubrikasi atau re-wetting. 1. Cleaningyaitu menghilangkan deposit setelah lensa kontak dipakai. 2. Rinsing untuk menghilangkan sisa cleaner dan deposit. 3. Disinfeksi untuk mematikan mikroorganisme pathogen. 4. Ekstra, yaitu protein remover untuk menghilangkan protein dan lubrikasi/ Re-wetting untuk mempertahankan kenyamanan. Komplikasi Pemakaian lensa kontak dapat menimbulkan komplikasi pada: lensa kontaknya sendiri seperti timbulnya deposit, perubahan warna pada lensa kontak, kerusakan pada lensa kontak, sedangkan pada jaringan matanya dapat terjadi pada konjungtiva, seperti konjungtivitis alergi, giant papillary conjungtivitis atau pada kornea seperti corneal stanning, corneal edema, keratitis dan ulkus kornea. Penatalaksanaan Bila terjadi komplikasi pada pemakaian lensa kontak yang terpenting adalah melepas lensa kontak terlebih dahulu, sedangkan pengobatan tergantung pada penyebabnya, kemudian dilanjutkan dengan fitting ulang. DAFTAR PUSTAKA 1. Abrams D, 1978. Duke Elder’s Practice of Refraction. 9‘ ed. Churchill Livingstone. Edinburgh-London-New York: 44-51. 2. Abrams D, 1993. Duke Elder’s Practice of Refraction. 10‘ ed. Churchill Livingstone. Edinburgh-London-New York: 91-101, 105-13. 3. Atebara NH, Asbell PA, Azar DT, 2011.Clinical Optics. In Basic Clinical Science Course. American Academy of Ophthalmology: 103-120, 142-145, 149, 167-201. 4. Brookman KE, 1996. Refractive Management of Ametropia. Butterworth Heinemann Elsevier. USA: 99-122. 22 Buku Ajar IImu Kesehatan Mata Bab 1 - Refraksi Gambar 1.5 Komplikasi pemakaian lensa kontak: Giant papillary conjungtivitis (Stein HA, 1997) Gambar 1.6 Komplikasi pemakaian lensa kontak: deposit (Stein HA, 1997) Gambar 1.7 Komplikasi pemakaian lensa kontak: ulkus kornea (Stein HA, 1997) Gambar 1.8 Komplikasi pemakaian lensa kontak : keratitis (Stein HA, 1997) 23 10. 1. 12. 13. 14. 15. 16. 24 . Carlson N, 1996. In Refractive Management of Ametropia (ed Brookman KE). Butterworth Heinemann Elsevier. USA: 45-71. . Franz RP, Bauman RE , 1998.Basic of Contact Lenses. Ciba Vision. Gasson A, Morris J, 1992. The Contact Lens Manual, A practical fitting guide. Butterworth Heinemann, London: 1-59. . Grosvenor T, 2007. Primary Care Optometry. 5‘ ed. Butterworth Heinemann Elsevier. Missouri: 68-73. . Guillon M. 1994. Basic Contact Lens Fitting, In: Contact Lens Practice. M Ruben M Guillon, Almond. London: 587-622. Jessen W, 1994.Contact Lens Fitting. The IACLE Contact Lens Course. Module 3, Johnson & Johnsons Vision. Philips CI, 1984. Basic Clinical Ophthalmology. Churchill Livingstone. Edinburgh: 40-2. Riordan-Eva P, WhitcherJP, 2007. Vaughn & Asburry’s General Ophthalmology, 17 edition. The McGraw Hill Companies: 334-6. Sloane AE, 1979.Manual of Refraction, 34 ed. Little, Brown and Company. Boston: 31-7, 39-59, 139-45, 197-224. Stein HA, 1997. Contact Lenses Fundamentals and Clinical Use. SLACK. USA: 242-9, Vaughn D et al, 1999. General Ophthalmology, 15'* ed. Appleton & Lange, A Simon & Schuster Company: 365-7. Wilson FM, 1996. Practical Opthalmology, 4* ed, American Academy of Ophthalmology. 65. Buku Ajar IImu Kesehatan Mata SOAL-SOAL LATIHAN BAB | REFRAKSI Lingkari salah satu jawaban yang paling benar pada tiap soal di bawah ini. 1. Untuk usia 50 tahun, berapa ukuran lensa addisi yang diperlukan: a. +1.00 - +1.25 b. +1.50 - +1.75 c. 42.00 - +2.25 d. 42.50 - +3.00 e. +3.00 - +3.25 Jika terjadi komplikasi pada pemakaian lensa kontak, hal pertama yang harus dilakukan adalah: a. Melepas lensa kontak b. Mengganti lensa kontak dengan yang baru c. Diberikan tetes mata antibiotik d. Diberikan tetes mata steroid e. Diberikan tetes mata artificial tears Anisometropia akan menyebabkan perbedaan ukuran bayangan di retina antara kedua mata, yang disebut dengan: a b. c d. e. Anopsia Antimetropia Aniseikonia Ambliopia Ametropia Hipermetropia yang dapat dikoreksi sepenuhnya oleh kemampuan akomodasi penderita disebut: pao se Hipermetropia total Hipermetropia absolut Hipermetropia laten Hipermetropia fakultatif Hipermetropia manifes Koreksi hipermetropia dapat dilakukan dengan: cao sD Pemberian kacamata lensa cembung Pemberian kacamata lensa cekung Pemberian kacamata minus Pemberian kacamata lensa konveks Pemberian kacamata minus untuk penglihatan jauh dan kacamata plus untuk penglihatan dekat Bab 1 - Refraksi 25 Bab | REKONSTRUKSI OKULOPLASTIK & ORBITA Rowena G Hoesin, Harijo Wahjudi BS, Ratna Doemilah, Sutjipto Tujuan Instruksional Umum (TIU) Setelah mengikuti mata ajaran ini, mahasiswa mampu merencanakan penatalaksanaan kelainan pada kelopak mata. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) - Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi kelopak mata. - Mahasiswa mampu menjelaskan gejala, tanda dan penyebab kelainan malposisi kelopak mata, membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan serta mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya. - Mahasiswa mampu membuat diagnosis klinik inflamasi dan infeksi kelopak mata berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan, dan dapat memutuskan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan. - Mahasiswa mampu membuat diagnosis klinis trauma kelopak mata berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan, memberi terapi pendahuluan, serta mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya. - Mahasiswa mampu membuat diagnosis klinis kelainan degeneratif kelopak mata berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan, serta mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya. PENDAHULUAN Untuk menegakkan diagnosis penyakit pada kelopak mata, diperlukan pengetahuan tentang anatomi, topografi dan fungsi kelopak mata, selain itu perlu juga data-data yang berasal dari anamnesis riwayat penyakit pasien, tanda-tanda penyakit pada kedua kelopak mata yang didapat dari pemeriksaan fisik oleh dokter, serta pemeriksaan khusus untuk kelopak mata, misalnya pemeriksaan adanya kekenduran kelopak mata bawah (Horizontal Laxity), pemeriksaan fungsi otot levator pada ptosis dan sebagainya. Setelah melakukan 27 anamnesa dan pemeriksaan fisik yang baik dapat menentukan diagnosis kerja yang tepat dan pasien dapat dirujuk ke spesialis yang berkompeten. KELOPAK MATA Kelopak mata berfungsi memberikan perlindungan atau proteksi mekanik pada bola mata luar dan mencegah mata dari kekeringan dengan cara proses berkedip (aktivitas otot orbikularis okuli sebagai pompa air mata), mensekresi lapisan minyak pada air mata yang diproduksi dari kelenjar Meibom, menyebarkan air mata ke seluruh permukaan konjungtiva dan kornea serta melakukan proses drainase air mata melalui pungta ke sistem drainase Lakrimal melalui proses berkedip. Anatomi dan Topografi Kelopak Mata Anatomi kelopak mata dibagi menjadi 7 struktur lapisan, yaitu: 1) kulit dan otot orbikularis, 2) lempeng tarsal/tarsus, 3) otot protraktor (otot levator dan otot Muller), 4) septum orbita, 5) lemak orbita, 6) otot retraktor (otot kapsulopalpebra dan otot tarsal inferior), 7) konjungtiva palpebra. Alis Mata (Supra Cilia/Brow) Alis mata berfungsi sebagai pertahanan mata, menunjukkan mimik (ekspresi: sedih, senang, heran). Letaknya 1 cm atas rima orbita superior, laki-laki alis lebih tebal dan bentuknya datar. Pada wanita lebih tipis dan lengkung, 2 mm lebih tinggi di bagian lateral. Bulu Mata (Cilia/Eyebrow) Bulu mata berfungsi sebagai pertahanan mata, Jumlah bulu mata di kelopak atas lebih banyak daripada kelopak bawah. Akar bulu mata berada pada SUPERIOR mn Ray CANTHUS (b) Gambar 2.1 Anatomi topografi kelopak mata. (a) Fissura palpebra, vertikal 10-12 mm, horizontal 28-30 mm. (b) topografi kelopak mata (Bashour, 2010) 28 Buku Ajar IImu Kesehatan Mata ~~ Orta septum Levator aponeurosis == Mallar muscia Pretarsal orbiculans ——Lower lis reactors Gambar 2.2 Anatomi Kelopak mata (Kanski, 2007) Preseptal orculars permukaan anterior lempeng tarsal, di antara otot orbikularis dan otot Riolan. Pergerakan Kelopak Mata Pergerakan mekanik kelopak mata dilakukan oleh otot levator palpebra untuk membuka mata yang dipersarafi N III, untuk menutup mata dikerjakan oleh otot orbikularis yang dipersarafi N VII. Mal Posisi Kelopak Mata Trikiasis ¢ Trikiasis adalah suatu kondisi abnormalitas bulu mata yang didapat, yaitu kelainan arah bulu mata, yaitu bulu mata tumbuh mengarah ke dalam bola mata, tetapi posisi tepi kelopak mata normal. ¢ Penyebab: Trikiasis terjadi karena adanya jaringan sikatrik pada tepi kelopak (lid margin) dan konjungtiva sehingga merubah posisi dan arah pertumbuhan bulu mata ke arah bola mata, hal ini karena adanya inflamasi yang kronis misalnya blefaritis kronis, Herpes zoster ophthalmicus. Komplikasinya akan terjadi erosi kornea dan akan memburuk akibat proses berkedip, sehingga akan terjadi ulkus kornea dan bentukan pannus. ¢ Tanda: bulu mata yang tumbuh ke arah bola mata ¢ Gejala: iritasi, mata berair, sensasi benda asing. Bab 2 - Rekonstruksi Okuloplastik & Orbita 29 Gambar 2.3 Trikiasis pada kelopak bawah (Kanski 2007) ¢ Penatalaksanaan: — Terapi sementara dengan epilasi (manual/elektroepilasi, Cryo) bulu mata akan tumbuh ulang sekitar 4-6 minggu. Terapi permanen umumnya dengan tindakan pembedahan. Entropion ¢ Entropion adalah perubahan posisi tepi kelopak mata dan bulu mata yang mengarah ke bola mata sehingga menggores kornea mata, bila terus-menerus akan terjadi erosi dan akhirnya pada kasus yang kronis menyebabkan ulkus kornea dan bentukan pannus Gambar 2.4 A. Entropion kelopak bawah, B. Mekanisme terjadinya entropion (Kanski, 2007) 30 Buku Ajar IImu Kesehatan Mata ¢ Penyebab: Entropion kelopak bawah timbul sebagai akibat proses penuaan (Entropion Involusional), pada kondisi ini terjadi degenerasi jaringan elastik dan jaringan fibrous sehingga terjadi kekenduran tendon kantus dan melemahnya tonus dari tarsus (horizontal lid laxity), melemahnya otot orbikularis preseptal sehingga otot orbikularis berpindah ke orbikularis pretarsal (overriding preseptal orbicularis)dan disinsersi otot retraktor kelopak mata. Entropion kelopak atas dapat terjadi akibat timbulnya sikatrik (vertical shortening) pada trakhoma yang kronis, sindrom Steven Johnson (Entropion Sikatrik). Entropion bisa terjadi pada satu mata atau kedua mata, bisa juga timbul pada bayi (entropion kongenital). Tanda : tepi kelopak mata dan bulu mata masuk ke dalam bola mata Gejala : iritasi, mata berair, sensasi banda asing, mata merah dan keluar kotoran/sekret. ¢ Penatalaksanaan: - Terapi sementara pemberian lubrikasi/pelumas air mata buatan, pemasangan plester pada kulit kelopak agar bulu mata tertarik keluar, terapi permanen membutuhkan tindakan pembedahan. Ektropion ¢ Pada ektropion terjadi eversi kelopak mata atau tepi kelopak mata mengarah keluar bola mata juga diikuti eversi pungtum sehingga terjadi epifora akibat dari gangguan drainase air mata. Posisi eversi kelopak mata akan menyebabkan konjungtiva terpapar sehingga menyebabkan mata mudah teriritasi. ¢ Penyebab: relaksasi otot orbikularis okuli karena usia tua (Horizontal laxity), kelumpuhan saraf fasialis, proses sikatrik pada kulit periorbita daerah kelopak atas maupun kelopak bawah. Gambar 2.5 Ektropion involusional (Kanski, 2007) Bab 2 - Rekonstruksi Okuloplastik & Orbita 31 ¢ Tanda: epifora, hipertropi konjungtiva, keratitis, lagoftalmos ¢ Gejala: mata berair, mata sering merah, kelopak mata atas/bawah membalik (eversi) ke arah keluar, tidak dapat menutup kelopak mata secara sempurna ¢ Penatalaksanaan — Terapi: Terapi sementara pemberian lubrikasi/pelumas air mata buatan, pemasangan plester pada kulit kelopak agar bulu mata tertarik keluar, terapi permanen membutuhkan tindakan pembedahan release sikatrik + skin graft. - Komplikasi: 1. Keratopati Eksposur yang disebabkan adanya lagophthalmos 2. Epifora karena mal posisi dari pungtum inferior, kegagalan pompa lakrimal oleh otot orbikularis yang parese dan meningkatnya produksi air mata akibat ekspos kornea. Ptosis ¢ Ptosis adalah kelainan posisi kelopak mata atas yang abnormal yaitu lebih rendah dari normal atau adanya gangguan untuk mengangkat kelopak mata, hal ini dapat disebabkan karena: 1) gangguan mekanik (edema/ tumor pada kelopak mata atas, disinsersi aponeurosis levator akibat proses penuaan, adanya tarikan jaringan sikatrik di konjungtiva), 2) Faktor miogenik (Miastenia gravis, distrofi muskuler, (oftalmoplegia eksternal), 3) Faktor neurologis (Parese N III, sindrom Horner (lesi saraf simpatis), Sindrom Jaw winking Marcus Gunn, yaitu synkinesis antara NIII pada otot levator dan cabang motorik N V pada otot pterigoid rahang, sehingga ada gerakan eversi kelopak mata yang ptosis pada saat pasien membuka mulut atau melakukan gerakan mengunyah atau sucking ¢ Ptosis merupakan kelainan kongenital maupun yang didapat misalnya akibat trauma. Kelainan kongenital yang sering bersamaan dengan kelainan ptosis adalah blefarofimosis sindroma, yaitu suatu kumpulan penyakit yang terdiri atas ptosis, epikantus dan telekantus. Ptosis dapat terjadi pada satu mata atau pada kedua mata (bilateral) ¢ Tanda dan gejala: adanya kelainan posisi kelopak mata atas lebih rendah daripada normal, sering menimbulkan keluhan kosmetik, gangguan penglihatan akibat visual axis tertutup kelopak ¢ Pemeriksaan Ptosis: posisi normal tepi kelopak mata 1-2 mm di bawah limbus. Tes fungsi levator dilakukan dengan cara mengukur gerakan maksimal kelopak mata dari posisi melihat/pandangan ke bawah menuju gerakan melihat/pandangan ke atas (normalnya 15-18 mm) sambil pemeriksa menekan pada alis (otot frontalis) 32 Buku Ajar IImu Kesehatan Mata wr wee (A) normal; (B) ptosis ringan (C) ptosis o sedang; (D) ptosis berat (Kanski, 2007) Gambar 2.6 Margin-reflex distance. ¢ Derajat Ptosis: berdasarkan pemeriksaan 1. MARGIN REFLEX DISTANCE (MRD): jarak antara tepi sentral lid margin dengan reflex cahaya pupil (gambar 2.6 A, B, C, D) 2. Fungsi/aksi otot levator: ptosis ringan fungsi levator 8-10 mm, ptosis sedang fungsi levator 5-7 mm, ptosis berat fungsi levator <4 mm. ¢ Penyulit: adanya penurunan visus dan akan terjadi ambliopia jika tidak dilakukan tindakan koreksi ptosis, terutama ptosis kongenital yang berat ¢ Penatalaksanaan: pada ptosis ringan dilakukan operasi Conjunctiva— Miiller resection, ptosis sedang dilakukan operasi reseksi levator, jika fungsi levator < 4 mm /ptosis kongenital dilakukan operasi teknik Frontal sling Epikantus ¢ Epikantus merupakan kelainan kongenital, yaitu terdapat lipatan kulit dari kelopak atas atau kelopak bawah di atas di kantus medial sehingga tampak sebagai pseudoesotropia, umumnya terjadi bilateral. ¢ Penyebab: akibat dari belum sempurnanya pertumbuhan tulang-tulang wajah dan jaringan subkutan (midfacial bones). ¢ Tanda: terdapat lipatan kulit pada area kantus medial Bab 2 ~ Rekonstruksi Okuloplastik & Orbita 33 E> ¢ Penatalaksanaan: umumnya epikantus akan menghilang/membaik bersamaan dengan pertumbuhan tulang-tulang wajah, Jika tidak menghilang dapat dilakukan tindakan pembedahan. Gambar2.7 Epikantus pada kelopak bawah (pseudoesotropia) (Kanski, 2007) Lagophthalmos ¢ Lagophthalmos adalah kondisi kelopak mata yang tidak mampu menutup mata dengan sempurna sehingga terjadi ekspos bagian luar bola mata terutama kornea mata. ¢ Penyebab: paralisis saraf fasialis (N VII) yang mengakibatkan otot orbikularis mengalami parese sehingga fungsi otot untuk gerakan menutup kelopak mata menurun, kemudian penyebab yang lain adalah adanya sikatrik pada kelopak (ektropion), infeksi, neuroma akustik dan trauma. © Gejala: akibat kelopak mata tidak mampu menutup dengan sempurna/ lagoftalmos maka terjadi ekspos bola mata luar sehingga menimbulkan keluhan mata kabur, keluar air mata, mata merah ¢ Tanda: kelemahan otot wajah, brow ptosis, erosi kornea, epifora, keratitis eksposur, paralitik ektropion, ulkuskornea, endoftalmitis. ¢ Penatalaksanaan: - Medika mentosa: lubrikasi dengan air mata buatan, salep mata, tapping plester, injeksi Botox injeksi - Terapi bedah: tarsorafi lateral, gold weight insertion, sillicon road cerclage Gambar 2.8 Pasien dengan Lagophthalmos mata kanan (paralisis NVII) dilakukan operasi pemasangan implan emas pada tarsus 34 Buku Ajar IImu Kesehatan Mata

You might also like