You are on page 1of 9

AGAMA HINDU

KLIPING RSI YADNYA

NAMA KELOMPOK:
1. I MADE BAGAS PRAWIRA (12)
2. I PUTU ANDHIKA NATA PRADNYANA (14)
3. I PUTU YOGI PRATAMA (17)
4. ADITYA ARYA SAPUTRA (2)
5. I GUSTI BAGUS ANDIKA LESMANA (9)
6. I PUTU ARDHI WIDYATAMA (15)

KELAS X.4
SMAN 1 NEGARA
TAHUN PELAJARAN 2022/2023
RSI YADNYA
Rsi Yadnya adalah suatu bentuk persembahan karya suci yang
di tujukan kepada para rsi, orang suci, pinandita, pandita,
sulinggih, guru, dan orang suci yang berhubungan dengan
agama hindu. Rsi adalah orang-orang yang bijaksana dan
berjiwa suci.Sulinggih maupun guru juga termasuk orang
suci karena beliau orang bijaksana yang memberikan arahan
kepada siswa-siswi nya.
Rsi adalah orang-orang yang bijaksana dan berjiwa suci.
Sulinggih maupun guru juga termasuk orang suci karena
beliau orang bijaksana yang memberikan arahan kepada
siswa-siswinya.
Yang tergolong ke dalam Rsi Yadnya adalah:

Upacara Eka Jati atau Mewinten yaitu upacara


pengukuhan seseorang menjadi Pinandita atau
Pemangku. Mawinten berasal dari bahasa jawa kuno, mawa
arti nya bersinar dan inten arti nya intan (permata) berwarna
putih/suci kemilau/bersinar dan mempunyai sifat mulia, bila
diuraikan mempunyai pengertian, dengan upacara Mawinten
ini orang yang melaksanakannya secara lahir batin akan suci,
berkilau dan bersinar bagaikan permata juga dapat bermanfaat
bagi orang banyak.
Pada umumnya pelaksanakan upacara Mawinten ini, di
lakukan saat menjelang upacara Penyineban atau hari
penutupan Piodalan (ulang tahun pura) yang disebut dengan
Nyurud Hayu. Nyurud artinya memohon dan Hayu artinya
keselamatan. Jadi nyurud hayu adalah memohon keselamatan
Kepada Hyang Widhi Wasa, Bhatara-Bhatari dan Leluhur.
Upacara Mawinten ini bisa juga dilaksanakan pada saat bulan
purnama, dengan maksud agar pembersihan dan penyucian
terhadap dirinya benar benar bersih serta terang benderang
dan berkilau seperti sinar bulan purnama
Tempat penyelenggaraan upacara Mawinten ini umumnya di
Pura. Prosesi Mewinten untuk Pamangku, biasanya
dilaksanakan ditempat dimana mereka akan mengabdikan diri
sebagai Pamangku, misalnya di Pura Dalem, Pura Desa, Pura
Puseh, Pura Dhang Kahyangan, Sad Kahyangan, Kahyangan
Jagat atau di Sanggah atau Merajan.
Ditegaskannya, persyaratan seseorang melakukan Pawintenan
adalah kesiapan diri. Sebab, setelah melakukan Pawintenan
ada pantangan yang harus dihindari. Ketika menjadi seorang
pemangku sudah tentu bersifat layaknya seorang pemangku.
Baik itu dari perilaku sehari-hari dan pekerjaan yang harus
dilakukan. Adapun pemimpin upacara Mawinten adalah
seorang Pendeta (sulinggih). Di beberapa desa di Bali atau di
luar Bali yang tidak mempunyai pendeta, upacara Mawinten
dapat dilaksanakan dengan cara memohon kehadapan Hyang
Widhi Wasa yang diantar oleh pamangku senior, dan
Mawinten ini disebut Pawintenan ke Widhi.

Dalam Mawinten ada 3 tingkatan upacara dan itu tergantung


dari keadaan orang yang akan menjalankannya :
>Mawinten dengan ayaban pawintenan saraswati sederhana
adalah upacara pensucian diri dengan memuja Dewi Saraswati
sebagai sakti Brahma yang mencipta ilmu pengetahuan, yang
melaksankannya pawintenan ini, yang baru belajar agama,
pegawai kantor agama, dll.
>Mawinten dengan banten ayaban bebangkit upacara medium
adalah pensucian diri dengan memuja Dewi Saraswati dan
Bathara Gana yang berfungsi sebagai pelindung manusia,
yang melaksankannya pawintenan ini para tukang, sangging,
tukang banten, dll.
>Mawinten dengan ayaban catur upacara utama adalah
pensucian diri dengan memuja para Dewa : Iswara, Brahma,
Mahadewa dan Wisnu sebagai manifestasi Ida Sanghyang
Widhi Wasa, yang melaksanakannya pawintenan ini para
sulinggih : pemangku, dalang, pendeta, dll.
Tugas dan kewenangan Eka Jati seperti:
>Bertanggung jawab pada pura dimana tempat orang di
winten,
>Menyelesaikan upacara di lingkungan masyarakat sekitar.
Upacara Dwi Jati atau Mediksa yaitu upacara
pengukuhan seseorang menjadi Pendeta atau sulinggih
dengan kewenangan Ngloka pala sraya yang berarti
tempat bagi masyarakat untuk memohon bantuan
petunjuk agama.
Dwi Jati berasa dari dua kata yakni "Dwi dan Jati", Dwi = 2
sedangkan jati berasal dari akar kata "Ja" yang berarti lahir.
Sehingga, Dwi Jati merupakan lahir untuk kedua kalinya
(reinkarnasi).
Sebagaimana disebutkan sesana pinandita sebagai seorang
sulinggih:
1. Lahir yang pertama sebagai bayi dari kandungan ibu
2. Lahir yang kedua dari guru suci nabe melalui upacara
mediksa
Seorang Dwijati disebutkan pula dalam kesulinggihan dalam
Stiti Dharma Online, Seorang Dwijati yang sudah berubah
dibanding ketika masih “walaka” yaitu:
>Amari Sesana, artinya perubahan kebiasan dan disiplin
kehidupan,
>Amari Aran, artinya perubahan nama (Bhiseka),
>Amari Wesa, artinya perubahan tata berpakaian.
Sehingga beliau yang telah melaksanakan upacara “dwijati”
ini, yang dalam siwa buddha disebutkan mereka yang telah
dapat menjalankan dharma “Kabrahmanan”.
Apa perbedaan antara Dwi Jati dan Eka Jati?
Golongan Eka Jati adalah orang suci yang melakukan
pembersihan diri tahap awal yang disebut Mawinten.
Golongan Dwi Jati adalah orang suci yang melakukan
penyucian diri tahap lanjut atau madiksa.

Berikut penerapan Rsi Yadnya pada kehidupan sehari-


hari sebagai berikut:
1.Menjalankan ajaran - ajaran suci beliau.
2.Melindungi, menghormati, dan memberikan sesari serta
daksina pemuput untuk pemangku.
3.Yadnya berupa punia kepada para Sulinggih, Pinandita,
tempat suci dsb.
4.Yang sederhana patokan yadnya ini disebutkan adalah :
>ketulusan
>senyum sapa
>hormat manggihin sulinggih pinandita

Selain itu ada pula beberapa implementasi dari Rsi Yadnya


ini, yakni:

1. Memberikan Banten Penguleman


Memberikan banten penguleman kepada para sulinggih
sebelum upacara yadnya dilaksanakan pada intinya sebagai
wujud penghormatan kepada orang suci. Banten Penguleman
(Pangoleman) adalah banten yang berfungsi untuk
mengundang seorang sulinggih (pinandita, pandita pemangku
dll) untuk menyelesaikan (muput) sebuah upacara yadnya,
Biasanya dengan menghaturkan Banten Pangoleman ini
sebagai implementasi dari Rsi Yadnya yang sebagaimana
menurut Dhanu dalam Acara Agama Hindu, Banten
Penguleman ini pada intinya sebagai wujud penghormatan
kepada orang suci.
Dan disebutkan pada kitab Aswamedhikaparwa, hendaknya
yang memberi undangan atau penguleman ini yang punya
kerja/upacara atau Sang Yajamana.
2. Rsi Bhojana
Rsi Bhojana adalah salah satu wujud dari rsi yadnya sebagai
ucapan terimakasih kepada para sulinggih yang telah
memimpin sebuah upacara yadnya;
Misalnya upacara Dewa Yadnya, Manusa Yadnya, Pitra
Yadnya maupun Bhuta Yadnya.
Sebagai ungkapan rasa terimakasih dimana dalam indik karya
memungkah dan ngenteg linggih disebutkan bentuknya bisa
bermacam-macam, misalnya makanan, pakaian, perlengkapan
sehari-hari, seperti payung lampu dan lain-lainnya yang
disesuaikan dengan kemampuan.
Dalam acara agama Hindu sebagai bentuk penghormatan
kepada orang suci yang dilakukan dengan upacara Rsi
Bhojana ini juga dilakukan dengan memberikan suguhan
makanan kepada para Wiku.
Karena dalam dimensi sosio-religius para pandita/sulinggih
dibebaskan dari kegiatan ayah-ayahan desa, ini juga
merupakan bentuk penghormatan terhadap orang suci.
Umat yang akan mengundang seorang Pinandita dan Pandita
untuk menyelesaikan (muput) sebuah upacara, biasanya
menghaturkan Banten Pangoleman, yang pada intinya juga
disebutkan sebagai wujud penghormatan kepada orang suci
yang telah mencapai kemahasucian melalui prosesi tertentu.
3. Menjangan Saluang
Menjangan Saluang adalah simbol keharmonisan Tri Hita
Karana dalam upaya untuk menghormati Mpu Kuturan yang
telah berjasa mempersatukan umat berbagai Sekte di Bali. Hal
ini dilakukan sebagai sebagai wujud rasa bhakti dalam
penerapan Rsi Yadnya yaitu dengan memberikan rasa hormat
kepada seorang rohaniawan, agamawan dan sekaligus
pemimpin keagamaan.
Dalam arsitektur pura, pelinggih menjangan seluang memiliki
bentuk dan konstruksi serupa gedong, terbuka tiga sisi, pada
bagian depan memakai tiang tengan dengan kepala
menjangan. Fungsinya sebagai tempat untuk pemujaan.

You might also like