You are on page 1of 9

Pengaruh Terapi Bermain Menggunting Terhadap Peningkatan Motorik Halus Pada

Anak Autisme Usia 11 – 15 Tahun di Sekolah Luar Biasa Negeri Semarang

Desta Sarasati Raharjo*), Dera Alfiyanti**). S Eko Purnomo***)

*)
Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Kperawatan STIKES Telogorejo Semarang
**)
Dosen Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Semarang
***)
Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang

ABSTRAK

Autis adalah gangguan perkembangan yang terjadi dalam bidang interaksi dan komunikasi dengan
orang lain. Perkembangan motorik halus anak autis dilakukan melalui olah tangan dengan
menggunakan alat atau media kreatif seperti kuas, pensil, kertas, gunting, tanah liat, plastisin, busa,
dan lain-lain. Salah satu cara untuk meningkatkan motorik halus pada anak autisme adalah dengan
terapi bermain menggunting. Menggunting adalah salah satu aktivitas atau kegiatan memotong yang
melibatkan dan membutuhkan koordinasi antara mata, tangan, dan konsentrasi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi bermain menggunting terhadap peningkatan motorik
halus pada anak autis usia 11-15 tahun di Sekolah Luar Biasa Negeri Semarang. Desain penelitian ini
menggunakan quasy eksperiment dengan menggunakan pendekatan pre test and post test design
dengan jumlah sampel sebanyak 30 respoonden dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian
menunjukkan terdapat pengaruh terapi bermain menggunting terhadap perkembangan motorik halus
pada anak autis di Sekolah Luar Biasa Negeri Semarang dengan p value 0,000. Hasil penelitian ini
merekomendasikan bagi institusi Sekolah Luar Biasa Negeri Semarang agar terapi bermain
menggunting dapat dijadikan salah satu terapi bagi anak autis usia 11-15 tahun untuk meningkatkan
motorik halus.

Kata Kunci : Autis, motorik halus, terapi bermain menggunting.

ABSTRACT

Autism is a growth interruption which is happening in interaction and communication with other. Soft
motorik growth autism children have been done by hand with use tools or creative media such as
brush, pencil, scissors, loam, clay, sterofoam, etc. One of ways to increase soft motorik in autism
children is by scissor game therapy. Scissor is one of activities to cut and it involves and needs
coordination between eyes, hands, and concentration. This research purposed to discover the influence
of scissor game therapy toward enhancement soft motorik in autism children 11-15 years old in
Sekolah Luar Biasa Negeri Semarang. This observation design used quasy experiment and used pra
test and post test design approaching with sample 30 respondents by purposive sampling technique.
The result of research showed that there was influence of scissor game therapy toward enhancement
soft motorik in autism children in Sekolah Luar Biasa Negeri Semarang with p value 0,000. This
observation result recomended to the institution of Sekolah Luar Biasa Negeri Semarang that the
scissor game therapy can be created as one of therapies for autism children 11-15 years old to increase
their soft mototrik.

Keyword : autism,soft motorik, scissor game therapy

Pengaruh Terapi Bermain Menggunting Terhadap Peningkatan . . . (D. S. Raharjo, 2014) 1


PENDAHULUAN Di Indonesia, pada tahun 2013 diperkirakan
Autis adalah kelainan syaraf yang unik, karena terdapat lebih dari 112.000 anak yang
tidak ada tes medis yang dapat membedakan menderita autisme dalam usia 5-19 tahun,
diagnosis autis. Diagnosisnya hanya bisa sedangkan prevalensi penyandang autisme di
dilakukan oleh seorang professional yang seluruh dunia menurut data UNESCO (United
sudah terbiasa yang terjadi pada masa anak- Nations Educational, Scientific, and Cultural
anak, yang membuat seseorang tidak mampu Organization) pada tahun 2011 adalah 6 di
mengadakan interaksi sosial, dan seolah-olah antara 1000 orang mengidap autisme
hidup dalam dunianya sendiri. Autis adalah (Margaretha, 2013, ¶1). Belum ditemukan data
gangguan perkembangan (Fadhli, 2010, yang akurat mengenai keadaan yang
hlm.18). Kasus autis saat ini semakin banyak sesungguhnya di Indonesia, namun dalam
terjadi di dunia, termasuk di Indonesia. Saat suatu wawancara di Koran Kompas, seorang
ini penyakit autis sudah dapat dideteksi sejak psikiater anak dan ketua yayasan autisme
dini. Meski demikian, pengetahuan awam Indonesia menyebutkan adanya peningkatan
mengenai autis dan bagaimana menanganinya yang luar biasa. Bila 10 tahun yang lalu
masih belum diketahui luas (Rustinah, 2009, jumlah penyandang autisme diperkirakan
¶1). 1/500 anak. Sekarang 1/5000 anak. Tahun
2000, staf bagian Psikiatri Fakultas kedokteran
Statistik bulan Mei 2004 di Amerika Serikat Universitas Indonesia memperkirakan terdapat
menunjukkan, satu diantara 150 anak berusia kurang lebih 6.900 anak penyandang autisme
di bawah 10 tahun atau sekitar 300.000 anak di Indonesia (Al-Ihsan, 2010, ¶2).
memiliki gejala autis dengan perkiraan
pertumbuhan sebesar 10%-17% per tahun, Memiliki anak penyandang autisme
para ahli meramalkan bahwa pada decade merupakan tersendiri bagi orang tua, karena
yang akan datang di Amerika akan terdapat 4 orangtua dihadapkan dengan kebutuhan
juta penyandang autis. Autisme terjadi tumbuh kembang anak yang unik. Ketika
dibelahan dunia manapun. Tidak peduli pada menghadapi kenyataan yang harus dihadapi
suku, ras, agama, maupun status sosial. Di maka sikap yang harus diambil haruslah tepat,
Australia, badan yang menaungi permasalahan karena itu sejumlah cara ditempuh oleh banyak
autis (Autisme Association of Australia) orang tua untuk mengoptimalkan
mengungkapkan bahwa 1 diantara 100 pertumbuhan dan perkembangan si anak
penduduk memiliki karakteristik autis (Maulana, 2011, hlm.38).
(Gayatri, 2009, ¶2).
Keunikan utama anak dengan autisme adalah
Jumlah anak autisme mengalami peningkatan fokus terhadap detail. Kemampuan ini dapat
yang signifikan. Jika tahun 2008 rasio anak membantunya untuk mengerjakan tugas-tugas
autis 1 dari 100 anak, maka di tahun 2012 yang membutuhkan fokus pada detail, seperti
terjadi peningkatan yang cukup kecermatan dan menghapal. Kemampuan
memprihatinkan dengan jumlah rasio 1 dari 88 memahami detail anak dengan autisme secara
orang anak saat ini mengalami autisme. Hasil umum dianggap lebih kuat daripada anak yang
penelitian ini dilakukan Pusat Pengendalian berkembang secara normal. Salah satu
dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat karakteristik unik anak dengan autisme
atau Centers for Disease Control and biasanya mengembangkan kekuatan belajar
Prevention (CDC). Perkiraan ini mengalami yang lebih fokus pada informasi visual. Jika
peningkatan 23% dibandingkan tahun 2008, kemampuan ini dikembangkan, kemampuan
yaitu 1 dari 100 anak yang menderita autisme memahami detail dan visual dapat membuat
(Harnowo, 2012, ¶1). mereka mengandalkan tugas-tugas yang
memerlukan kemampuan detail visual, seperti

2 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK)


menggambar, menghapal dan sebagainya meningkatkan motorik halus anak autisme di
(Margaretha, 2013, ¶14). Sekolah Luar Biasa Negeri Semarang adalah
terapi bermain seperti: menempel dan
Kemampuan motorik halus yang baik, agar menggambar dan terapi perilaku.
menentukan seseorang untuk melakukan
aktivitas yang baik pula, misalnya menyisir Pergerakan saat menggunting melibatkan
rambut, memasang tali sepatu, bagian-bagian tubuh tertentu dan diawali oleh
mengancingkan baju, menulis dan lain-lain. perkembangan otot-otot kecil seperti
Hal ini akan menunjang aktivitas dalam keterampilan menggunakkan jari-jemari
kehidupan dalam sehari-hari terutama untuk tangan dan gerakan pergerakan tangan yang
diri sendiri perkembangan motorik tidak luwes, melatih koordinasi mata anak. Salah
semuanya dapat berjalan mulus, karena satu pencapaian perkembangan terdapat
dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu kemampuan menggunting mengikuti garis
faktor lingkungan, struktur fisik, kematangan, lurus, melengkung, lingkaran, segi empat, segi
kesempatan, belajar dan berlatih (Fitri, 2012, tiga, dan menggunting sesuai dengan pola
hlm.1). (Iriani, 2013, hlm.3).

Terapi-terapi yang dapat diberikan pada anak Menurut Iriani (2013), meningkatkan
autisme antara lain yaitu terapi wicara, terapi kemampuan motorik halus anak melalui
okupasi, terapi bermain, terap medikamentosa, kegiatan menggunting dengan
terapi melalui makanan, terapi sensori menggunakan bahan bekas pada kelompok
integrasi, terapi auditori, dan terapi biomedis
B TK Widya Merti Surabaya
(Maulana, 2011, hlm.46). Terapi bermain
menunjukkan bahwa adanya peningkatan
adalah usaha mengubah tingkah laku
bermasalah, dengan menempatkan anak dalam
motorik halus pada anak. Menurut Izatul
situasi bermain. Biasanya ada ruangan khusus Lailah (2013), upaya meningkatkan
yang telah diatur sedemikian rupa sehingga kemampuan motorik halus anak melalui
anak bisa merasa lebih santai dan dapat menggunting dan menempel di kelompok
mengekpresikan segala perasaan dengan bebas B TK Muslimat 2 Jombang menunjukkan
dengan cara ini, dapat diketahui bahwa telah terjadi peningkatan yang
permasalahan anak dan bagaimana signifikan pada setiap siklusnya, baik
mengatasinya (Adriana, 2011, hlm.57), aktivitas guru, aktivitas anak maupun
sehingga dengan terapi bermain yang kemampuan motorik halus anak selama
diberikan pada anak autisme diharapkan
kegiatan penelitian.
orangtua dapat mengenal gangguan
emosional serta gangguan lainnya.
Studi pendahuluan pada Sekolah Luar Biasa
Negeri Semarang jumlah siswa atau siswi
Selain itu terapi bermain perlu
anak autisme tahun 2010-2011 berjumlah 57
dipertimbangkan melihat pola bermain pada
siswa atau siswi, 2011-2012 berjumlah 47
anak autisme mengalami gangguan di
siswa atau siswi, sedangkan tahun 2012-2013
antaranya anak tidak bermain seperti pada
berjumlah 43 siswa atau siswi. Berdasarkan
anak umumnya, anak tidak suka bermain
hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti
dengan teman sebayanya, tidak kreatif, tidak
pengaruh terapi bermain menggunting pada
imajinatif, tidak bermain sesuai dengan fungsi
anak autisme usia 11-15 tahun di Sekolah Luar
mainan dan adanya kelekatan dengan suatu
Biasa Negeri Semarang, yang dituliskan dalam
benda sehingga dengan terapi bermain
proposal ini dalam judul: Pengaruh Terapi
diharapkan anaknya akan berkembang.
Bermain: Menggunting Terhadap Peningkatan
Kegiatan terapi yang diberikan untuk

Pengaruh Terapi Bermain Menggunting Terhadap Peningkatan . . . (D. S. Raharjo, 2014) 3


Motorik Halus pada Anak Autisme di Sekolah HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Luar Biasa Negeri Semarang. 1. Karakteristik responden berdasarkan jenis
kelamin dan usia
Berdasarkan latar belakang masalah yang Tabel.1
telah disusun, maka perumusan masalah Distribusi frekuensi responden berdasarkan
yang dapat ditarik yaitu “adakah pengaruh jenis kelamin dan usia anak autis di SLB N
Semarang
terapi bermain menggunting terhadap
Variabel Frekuensi Presentasi
peningkatan motorik halus anak autisme
Jenis Kelamin
usia 11-15 tahun di Sekolah Luar Biasa Laki – laki 21 70 %
Negeri Semarang”. Perempuan 9 30 %
Total 30 100 %
METODE PENELITIAN Usia
Metode penelitian ini menggunakan 11 Tahun 9 30 %
pendekatan pre-test and post-test design. Pada 12 Tahun 7 23 %
13 Tahun 3 10 %
desain ini, peneliti akan melakukan intervensi
14 Tahun 6 20 %
pada suatu kelompok tanpa pembanding.
15 Tahun 5 16 %
Efektifitas perlakuan dinilai dengan cara Total 30 100 %
membandingkan nilai post test dan pre test
(Dharma, 2011, hlm.94). Penelitian ini Berdasarkan Tabel.1 menunjukkan bahwa
dilakukan untuk mencari perbedaan hasil jenis kelamin responden yaitu anak autisme
penelitian dengan cara memberikan pretest di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri
(pengamatan awal) terhadap tingkat motorik Semarang yang menempati urutan
halus sebelum melakukan terapi selanjutnya terbanyak adalah laki-laki dengan jumlah
dilakukan posttest (pengamatan terakhir) 21 orang atau sebanyak 70% dan yang
terhadap peningkatan motorik halus setelah menempati urutan kedua adalah perempuan
dilakukan terapi bermain menggunting. dengan jumlah 9 orang atau sebanyak 30%.

Populasi dalam penelitian ini adalah anak Autism Spectrum Disorder (ASD) muncul
autisme yang ada di Sekolah Luar Biasa sekitar empat kali lebih sering pada laki-
Negeri Semarang pada bulan Januari sampai laki daripada perempuan. Dalam
Desember 2012-2013 adalah 32 anak. perkembangan anak tanpa autisme,
Berdasarkan dari jumlah pupulasi yang perempuan sering mendapatkan skor yang
sedikit, maka peneliti menetapkan jumlah lebih baik daripada pria pada tes untuk
metode dengan metode total sampling. Dimana kognisi sosial dan empati – sedangkan sifat
peneliti mengambil jumlah keseluruhan jumlah individu autis sering menunjukkan
populasi untuk dijadikan sampel. penurunan. Oleh karena itu, beberapa
peneliti telah menyarankan bahwa ASD
Peneliti melakukan uji normalitas data bisa menjadi gangguan di mana pola sosial
dilakukan dengan Uji Shapiro Wilk, karena laki-laki di otak semakin buruk, yang
jumlah responden yang kurang dari 50 orang. dikenal sebagai “extreme male brain
Hasil penelitian menunjukkan bahwa data theory” autism (Mahestu, 2013, hlm 1).
tidak terdistribusi normal, terlihat dari nilai
signifikansi 0,027 dan 0,027 < 0,05. Sehingga Penelitian ini menunjukkan bahwa anak
dapat dikatakan data tidak terdistribusi normal laki-laki yang mengalami autis jauh lebih
sehingga uji yang digunakan adalah Wilcoxon. banyak daripada anak perempuan. Hasil ini
sesuai dengan penelitian Suwanti (2011)
yang juga menyebutkan bahwa autis lebih

4 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK)


banyak dialami oleh anak laki-laki. masa pemusatan dan penimbunan tenaga
Perbandingan antara anak laki-laki dan untuk berlatih, menjelajah dan berekplorasi.
perempuan yang mengalami gangguan Pada akhir fase ini anak mulai „menemukan
autistik adalah 4:1 karena perempuan diri sendiri‟ yaitu secara tidak sadar mulai
memiliki hormon yang dapat memperbaiki berfikir tentang diri pribadi (Titisari, 2008).
keadaannya yaitu hormon estrogen.
Usia dapat mempengaruhi bagaimana anak
Anak laki-laki yang mengalami autisme autis dapat berkonsentrasi pada suatu hal
berjumlah lebih banyak dari anak karena dengan usia yang semakin
perempuan. Laki-laki lebih banyak bertambah anak autis memiliki banyak
memproduksi testosteron sementara pengalaman dan juga pelajaran yang sudah
perempuan lebih banyak memproduksi didapat baik di sekolah maupun dirumah
esterogen. Hormon esterogen memiliki efek (Suwanti, 2011, hlm 9).
terhadap suatu gen pengatur fungsi otak
yang disebut retinoic acid-related orphan 2. Distribusi frekuensi motorik halus
receptor-alpha. Testosteron menghambat responden sebelum diberikan intervensi
kerja retinoic acid-related orphan receptor- Tabel.2
alpha, sementara esterogen justru Distribusi frekuensi motorik halus
meningkatkan kinerjanya menjadi responden sebelum diberikan intervensi
penyebab langsung, kadar testosteron yang terapi bermain : menggunting
tinggi berhubungan dengan risiko autisme Variabel Frekusnsi Presentase
sebab gangguan motorik halus serta Kurang Baik (0-3) 27 90 %
kerusakan saraf akibat stres dan inflamasi Baik (4-7) 3 10 %
di otak merupakan beberapa keluhan yang Total 30 100 %
sering dialami para penderita autis. Selain
itu, sebuah penelitian di George Berdasarkan Tabel.2 diatas menunjukkan
Washington University menunjukkan bahwa sebelum dilakukan terapi bermain :
bahwa aktivitas RORA cenderung lebih menggunting, jumlah responden yang
rendah pada penderita autis dibandingkan memiliki motorik halus kurang baik adalah
pada orang normal (Gurdi, 2011, ¶2). 27 orang (90%), dan yang memiliki
motorik halus baik adalah 3 orang (10%).
Berdasarkan Tabel.1 juga menunjukkan Berdasarkan hasil tersebut, terlihat bahwa
bahwa usia responden anak autisme di responden cenderung didominasi oleh
Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri responden yang memiliki motorik halus
Semarang yang menempati urutan pertama kurang baik.
adalah umur 11 tahun dengan jumlah 9
orang atau sebanyak 30%. Dalam penelitian Item yang sebagian besar responden tidak
ini peneliti mengkaji usia anak autisme, dapat melakukan yaitu pada item 3 anak
karena diketahui usia dapat mempengaruhi dapat menggunting mengikuti pola. Anak-
bagaimana seseorang dapat memiliki anak dengan autisme sering memiliki
konsentrasi yang kuat (Melinda, 2004). keterampilan motorik halus yang tertunda
untuk berbagai alasan yang berbeda. Ini
termasuk kurangnya motivasi untuk
Pada penelitian ini periode anak mencapai berpartisipasi dalam jenis kegiatan,
obyektivitas tertinggi. Masa penyelidik, keterbatasan kekuatan tangan,
kegiatan mencoba dan bereksperimen, yang keterlambatan kognitif dan kesulitan
distimulir oleh dorongan-dorongan meneliti pemecahan masalah.
dan rasa ingin tahu yang besar merupakan

Pengaruh Terapi Bermain Menggunting Terhadap Peningkatan . . . (D. S. Raharjo, 2014) 5


Anak-anak dengan autisme sering memiliki mengekspresikan ide dan perasaannya
keterampilan motorik halus yang tertunda dalam gerak tubuh. Anak-anak dengan
untuk berbagai alasan yang berbeda. Ini kecerdasan ini punya kematangan motorik
termasuk kurangnya motivasi untuk halus (seperti menulis, menggunting, dan
berpartisipasi dalam jenis kegiatan, menempel). Jenis gerakan ini
keterbatasan kekuatan tangan, membutuhkan koordinasi visual, motorik,
keterlambatan kognitif dan kesulitan ketepatan, keseimbangan, dan kelenturan.
pemecahan masalah. Cara merangsang kecerdasan kinestetik-
tubuh yaitu melakukan kerajinan tangan,
Hal ini penting untuk mempresentasikan seperti menggunting kertas (Asfandiyar,
kegiatan dalam memotivasi dan menarik 2012, hlm.68).
cara yang cocok untuk tingkat
perkembangan anak, untuk memastikan Manfaat menggunting adalah motorik halus
kesedian untuk berpartisipasi dan anak akan makin kuat dengan banyak
meningkatkan keberhasilan. Keterampilan berlatih menggunting. Gerakan
motorik halus biasanya dikembangkan oleh menggunting dari yang paling sederhana
anak-anak melalui kegiatan seperti akan terus diikuti dengan guntingan yang
menggambar, melukis, menggunting dan makin kompleks ketika motorik halus anak
menyisipkan, mengambil manik-manik, semakin kuat (Wiyani, 2013, hlm.68). Cara
lego, dan puzzle. Kegiatan ini menarik dan belajar menggunting dengan gunting kecil
berbeda juga dapat meningkatkan motorik berujung bulat. Harus dengan pengawasan
halus anak dengan autisme yang memilih orang tua di dekatnya. Sekalipun caranya
untuk aktif mengikuti kegiatan (Brereton & memegang gunting masih belum sempurna
Broadbent, 2007, hlm.1). dan lebih banyak menarik kertas dengan
gunting sehingga robek. Biarkan anak
3. Distribusi frekuensi motorik halus belajar, jangan dicela. Karena dia masih
responden sebelum diberikan intervensi belum mampu membuka dan menutup
Tabel.3 gunting dengan sempurna (Trainer, 2012,
Distribusi frekuensi motorik halus hlm.62).
responden sebelum diberikan intervensi
terapi bermain : menggunting 4. Analisa motorik halus responden sebelum
Variabel Frekusnsi Presentase dan sesudah diberikan intervensi
Kurang Baik (0-3) 3 10 % Tabel.4
Baik (4-7) 27 90 % Analisa motorik halus responden sebelum
Total 30 100 % dan sesudah diberikan intervensi terapi
bermain : menggunting pada anak autis di
Berdasarkan Tabel.3 diatas menunjukkan SLB N Semarang
bahwa setelah dilakukan terapi bermain : Uji Olahan Hasil
menggunting, 3 orang responden (10%) Z 4,899
yang memiliki motorik halus kurang baik, Asymp.Sign 0,000
dan yang memiliki motorik halus baik
adalah 27 orang (90%). Berdasarkan hasil Berdasarkan Tabel.4 diatas menunjukkan
tersebut, terlihat bahwa semua responden bahwa terdapat perbedaan perkembangan
memiliki motorik halus yang baik. motorik halus anak autisme sebelum
dengan setelah terapi bermain menggunting
Menggunting termasuk kecerdasan di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri
kinestetik-tubuh (gerak tubuh). Kecerdasan Semarang. Terbukti dari Z (4,899) dan nilai
kinestik adalah kemampuan seseorang signifikansi = 0,000 < 0,05. Hal ini

6 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK)


membuktikan bahwa ada pengaruh terapi terutama untuk diri sendiri perkembangan
bermain menggunting terhadap motorik tidak semuanya dapat berjalan
perkembangan motorik halus anak autisme mulus, karena dipengaruhi oleh banyak
di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri faktor. Salah satu faktor lingkungan,
Semarang. Berdasarkan hasil uji Wilcoxon, struktur fisik, kematangan, kesempatan,
positive ranks menunjukkan bahwa terdapat belajar dan berlatih (Fitri, 2012, hlm.1).
24 anak yang mengalami peningkatan dari
motorik halusnya kurang baik, dan setelah Terapi bermain adalah usaha mengubah
dilakukan terapi, respon motorik halusnya tingkah laku bermasalah, dengan
menjadi baik, Hal ini menunjukkan bahwa menempatkan anak dalam situasi bermain.
terapi ini berpengaruh terhadap Biasanya ada ruangan khusus yang telah
perkembangan motorik halus. diatur sedemikian rupa sehingga anak bisa
merasa lebih santai dan dapat
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil mengekpresikan segala perasaan dengan
penelitian Fitri (2012) yang meneliti bebas dengan cara ini, dapat diketahui
tentang pengaruh teknik mencongkel permasalahan anak dan bagaimana
terhadap peningkatan motorik halus pada mengatasinya (Adriana, 2011, hlm.57),
anak autis di SLB Autis Harapan Bunda sehingga dengan terapi bermain yang
Padang. Hasil penelitian Fitri (2012) diberikan pada anak autisme diharapkan
menyatakan bahwa terdapat perbedaan orangtua dapat mengenal gangguan
antara kondisi motorik halus sebelum emosional serta gangguan lainnya.
dilakukan terapi dengan setelah dilakukan Pergerakan saat menggunting melibatkan
terapi, dimana menunjukkan terjadi bagian-bagian tubuh tertentu dan diawali
peningkatan motorik halus. Hasil ini juga oleh perkembangan otot-otot kecil seperti
sesuai dengan penelitian Indraswari (2012) keterampilan menggunakkan jari-jemari
yang meneliti peningkatan perkembangan tangan dan gerakan pergerakan tangan yang
motorik halus anak usia dini melalui luwes, melatih koordinasi mata anak. Salah
kegiatan mozaik di taman kanak-kanak satu pencapaian perkembangan terdapat
Pembina Agama. Hasil penelitian kemampuan menggunting mengikuti garis
Indraswari (2012) menyatakan bahwa lurus, melengkung, lingkaran, segi empat,
terdapat perbedaan antara kondisi motorik segi tiga, dan menggunting sesuai dengan
halus sebelum dilakukan terapi dengan pola (Iriani, 2013, hlm.3).
setelah dilakukan terapi, dimana
menunjukkan terjadi peningkatan motorik Berdasarkan hasil penelitian dapat
halus. disimpulkan bahwa terapi bermain dengan
menggunting dapat membantu
Kemampuan motorik halus yang baik, agar perkembangan motorik halus anak autis, hal
menentukan seseorang untuk melakukan ini karena perkembangan otot-otot kecil
aktivitas yang baik pula, misalnya menyisir seperti jari-jari tangan serta latihan
rambut, memasang tali sepatu, koordinasi mata dengan anggota tubuh
mengancingkan baju, menulis dan lain-lain yang lain akan membantu anak untuk dapat
(Nicole, 2009). Kemampuan motorik halus mengembangkan saraf motorik halusnya.
yang baik, agar menentukan seseorang Selain itu keterampilan menggunting
untuk melakukan aktivitas yang baik pula, membutuhkan konsentrasi serta ketelitian
misalnya menyisir rambut, memasang tali sehingga anak dilatih untuk mampu
sepatu, mengancingkan baju, menulis dan mengikuti instruksi dan memiliki
lain-lain. Hal ini akan menunjang aktivitas koordinasi tangan-mata yang lebih baik.
dalam kehidupan dalam sehari-hari

Pengaruh Terapi Bermain Menggunting Terhadap Peningkatan . . . (D. S. Raharjo, 2014) 7


SIMPULAN 2. Bagi Institusi Pendidikan.
1. Sebagian besar responden adalah anak Dapat digunakan sebagai acuan dan
penderita autis pada Sekolah Luar Biasa pengembangan bahan pembelajaran dalam
(SLB) Negeri Semarang yang berusia 11 peningkatan motorik halus anak autisme
tahun yaitu sebanyak 9 responden (30%) khususnya pada penerapan terapi bermain
dan jenis kelamin responden terbanyak menggunting.
adalah penderita autis pada Sekolah Luar
Biasa (SLB) Negeri Semarang yang 3. Bagi Peneliti Selanjutnya.
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 21 Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
responden (70%). acuan untuk melakukan penelitian
selanjutnya dan diharapkan bagi peneliti
2. Berdasarkan hasil distribusi motorik halus selanjutnya menggunakan terapi bermain
responden sebelum dilakukan terapi seperti menggambar, melipat kertas,
bermain : menggunting terlihat responden meronce dan mengambil jumlah sampel
cenderung didominasi oleh responden yang lebih dari 30 sampel.
merupakan penderita autis pada Sekolah
Luar Biasa (SLB) Negeri Semarang yang DAFTAR PUSTAKA
memiliki motorik halus kurang baik. Adriana, Dian. (2011). Tumbuh Kembang dan
Terapi Pada Anak. Jakarta : Salemba
3. Berdasarkan hasil distribusi motorik halus Medika.
responden setelah dilakukan terapi bermain
: menggunting terlihat semua anak Asfandiyar, Andi Yudha. (2012). Cara Praktis
penderita autis pada Sekolah Luar Biasa Memicu dan Memacu Kreativitas Anak
(SLB) Negeri Semarang memiliki motorik Melalui Pola Asuh Kreatif. Bandung :
halus yang baik. Hal ini menunjukkan Kaifa.
adanya peningkatan dari motorik halus
kurang baik menjadi baik. Dharma, Kusuma Kelana. (2011). Metodologi
Penelitian Keperawatan (Pedoman
4. Berdasarkan hasil uji Wilcoxon, positive Melaksanakan dan Menerapkan Hasil
ranks menunjukkan bahwa terdapat 24 anak Penelitian). Jakarta: CV. Trans Info
yang mengalami peningkatan dari motorik Medika.
halusnya kurang baik, dan setelah
Direktorat Rumah Sakit Umum dan
dilakukan terapi, respon motorik halusnya
Pendidikan Dirjen Yanmed Depkes RI.
menjadi baik. Terbukti dari Z (4,899) dan
(1995). Macam-Macam Autisme.
nilai signifikansi = 0,000 < 0,05. Hasil ini
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
membuktikan bahwa ada pengaruh terapi
bermain menggunting terhadap Emery, Melinda J. (2004). Art Therapy as an
perkembangan motorik halus anak autisme Intervention for Autism. Journal of the
di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri American Art Therapy Association.
Semarang. AATA,Inc.

SARAN Fadhli, Aulia. (2010). Buku Pintar Kesehatan


1. Bagi Sekolah Luar Biasa. Anak. Yogyakarta : Pustaka Anggrek.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan
pedoman agar Sekolah Luar Biasa (SLB) Fitri, Mila Taurus. (2012). Meningkatkan
Negeri menerapkan aktivitas bermain Motorik Halus Dalam Memegang Alat
menggunting secara terprogram dengan Tulis Melalui Teknik Mencongkel Bagi
kurikulum dari yang mudah ke yang sulit. Anak Autis.

8 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK)


Gurdi, Aulia. (2011). Autisme, Lebih Rentan di kelamin-mempengaruhi-tingkat-autisme/
Sandang Anak Laki-laki. diperoleh tanggal 22 Mei 2014.
http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwa
an/2011/07/19/autisme-lebih-rentan- Maulana, Mirza. 2011. Mendidik Anak Autis
disandang-anak-laki-laki-379568.html dan Gangguan Mental Lain Menuju
diperoleh tanggal 20 Mei 2014 Anak Cerdas dan Sehat. Yogyakarta:
Katahati.
Harnowo, Putro Agus. (2012). Jumlah Anak
Autis di 2012 Makin Banyak. Martin, Nicole. (2009). Art Therapy and
http://www.autis.info/index.php/artikel- Autism : Overview and
makalah/artikel/336-jumlah-anak-autis- Recommendations. Journal of the
di-2012-makin-banyak diperoleh tanggal American Art Therapy Association.
25 Desember 2013. AATA,Inc.

Indraswari,Lolita. (2007). Peningkatan Maryunani, Anik. (2010). Ilmu Kesehatan


Perkembangan Motorik Halus Anak Anak Dalam Kebidanan. Jakarta :
Usia Dini Melalui Kegiatan Mozaik Di CV.Trans InfoMedia.
Taman Kanak-Kanak Pembina Agama.
Nasir, Abd., Muhith, Abdul., & Idaputri, M.E.
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j
(2011). Metodologi
&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=
PenelitianKesehatan: Konsep
rja&uact=8&ved=0CCAQFjAA&url=ht
Pembuatan Karya Tulis dan Thesis
tp%3A%2F%2Fejournal.unp diperoleh
Untuk Mahasiswa Kesehatan.
tanggal 10 April 2014.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Iriani, Susi. (2013). Meningkatkan
Kemampuan Motorik Halus Pada Anak
Melalui Kegiatan Menggunting Dengan Safaria, Triantoro. (2005). Autisme Pemahan
Menggunakkan Bahan Bekas Pada Baru Untuk Hidup Bermakna Bagi
Kelompok B TK Widya Merti Surabaya. Orang Tua. Yogyakarta: Graha Ilmu.
http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/pau
d-teratai/article/view/2538 diperoleh Septiari, Bety Bea. (2012). Mencetak Balita
tanggal 09 Oktober 2013. Cerdas dan Pola Asuh Orang Tua.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Kosasih, E. (2012). Cara Bijak Memahami
Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung : Suwanti, Iis. (2011). Pengaruh Musik Klasik
Yrama Widya. Terhadap Perubahan Daya Konsentrasi
Anak Autis di SLB Aisyiyah 08
Lailah, Izatul. (2013). Upaya Meningkatkan Mojokerto.
Kemampuan Motorik Halus Pada Anak http://www.dianhusada.ac.id/jurnalper6.
Melalui Menggunting Dan Menempel Di htm diperoleh tanggal 21 Mei 2014.
Kelompok B TK Muslimat 2 Di
Jombang. Titisari. (2008). Anak dan Sensomotorik. e-
http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/pau journal.uajy.ac.id/2403/3/2TA12232.pdf
d-teratai/article/view/3565 diperoleh diperoleh tanggal 27 Juni 2014.
tanggal 10 Oktober2013.
Trainer, Suzie The. (2012). PAUD (Panduan
Mahestu, Gayes. (2013). Tingkat Autisme. Praktis Pendidikan Anak Usia Dini).
http://kamihebat.com/perbedan-jenis- Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.

Pengaruh Terapi Bermain Menggunting Terhadap Peningkatan . . . (D. S. Raharjo, 2014) 9

You might also like