You are on page 1of 16

BUDAYA TRADISIONAL

SUMATERA BARAT

Disusun oleh :
1. Fauzi Aliza Putra
2. Imelda Claudia Azzahra
3. Khalisa Nurpita Aprilia
4. M. Asa Wiguna

SMA HANG TUAH


TAHUN AJARAN 2023/2024
BUDAYA TRADISIONAL SUMATRA BARAT
BUDAYA NONBENDA

PANTUN
Pai ka sikola naiak becak,
Pulangnyo langsuang ka Singkarak,
Baa kok indak ambo tagalak,
Kuciang bajalan sambia tagak
Artinya:
Pergi ke sekolah naik becak,
Pulangnya langsung ke Singkarak,
Gimana aku gak terbahak,
Kucing berjalan sambil berdiri tegak

Pai ka pantai pakai kameja,


Sambia minum aia kalapo,
Alah tuo hiduik di dunia,
Sampai kini masih juo jomblo
Artinya :
Pergi ke pantai pakai kameja,
Sambil minum air kelapa,
Sudah tua hidup di dunia,
Sampai sekarang masih menjomblo

Anak ketek pakai baju tabaliak,


Patang hari main gundu,
Sungguahlah sanak indak mancaliak,
Baruak si angku mancari kutu
Artinya :
Anak kecil pakai baju terbalik,
Sore hari main gundu,
Sungguhkah kamu tidak melihat,
Monyetnya kakek mencari kutu
CERITA RAKYAT
Cerita Malin Kundang

Dikisahkan pada zaman dahulu, hiduplah seorang pemuda dengan ibunya di sebuah desa. Hidup
mereka sangat miskin, bahkan untuk makan sehari-hari saja sangat susah. Ayahnya telah wafat dan dia
adalah anak tunggal. Singkat cerita, si anak yang bernama Malin ini memutuskan untuk pergi merantau
untuk merubah nasib keluarganya.
Setelah mendapat izin dari sang ibu, berangkatlah Malin menuju negeri seberang. Sudah sekian
lama, sang anak tak kunjung pulang, kerinduan di hati sang ibu membuat dia selalu mengunjungi
pelabuhan, dan bertanya ke setiap kapal yang singgah, apakah kapal tersebut membawa anaknya atau
tidak. Kapal demi kapal ditanyai, namun tak kunjung menemui anaknya.
Sedangkan sang anak, ternyata telah menikah dengan seorang putri dari raja yang kaya raya,
mereka hidup dalam naungan harta benda yang melimpah. Kebahagiaan dianugerahi Tuhan atas
mereka. Sebab kilau harta duniawi ini, sang anak akhirnya lupa dengan nasib ibunya yang kesusahan
dan tertatih-tatih menunggu kepulangan anaknya.
Pada suatu hari, tiba masanya bagi mereka untuk mengunjungi desa tempat tinggal Malin.
Setelah sampai, sang ibu mendapat kabar bahwa ada kapal yang berlabuh dan anaknya ada di sana.
Bergegaslah ibu tua itu menuju pesisir pantai. Benar saja, sang ibu yang tua bangka tersebut tersenyum
berseri melihat wajah anaknya yang sudah lama hilang di pandang mata.
Malin dipluknya. Namun, hal berbeda terjadi. Alih-alih menyambut pelukan hangat sang ibunda,
Malin malah menolak dan mendorong ibunya hingga tersungkur ke pasir. Berkali-kali ibunya mencoba
bangkit, tetap saja kembali terjatuh karena dorongan anaknya. Betapa hancur hati sang ibu, putra satu-
satunya ternyata tak lagi mengakui dirinya sebagai ibu kandungnya.
Hati yang semula gembira akhirnya hancur lebur seketika. Orang yang ditunggu bertahun-tahun
telah pulang, tapi malah menorehkan luka yang amat dalam di hati sang ibu. Kapal-pun pulang dan
berlayar, orang-orang sudah balik ke rumah masing-masing, sedangkan sang ibu masih tersungkur di
tanah dengan air mata yang berguyur.
Ketika sadar, sang ibu dengan perasaan hancur mengadukan nasibnya kepada Tuhan, seraya
berdo’a :
”Ya, Tuhan, kalau memang dia bukan anakku, aku maafkan perbuatannya tadi. Tapi kalau
memang dia benar anakku yang bernama Malin Kundang, aku mohon keadilanmu, Ya Tuhan!”
ucapnya pilu sambil menangis.
Benar saja, langit yang tadinya cerah tiba-tiba mendung, badai pun datang dan menghantam
kapal Malin Kundang, diiringi petir yang menggelegar. Tak butuh waktu lama, kapal Malin hancur
berkeping-keping, berubah menjadi batu. Begitu pula sebongkah batu yang menyerupai seorang
manusia yang tengah bersujud. Konon, batu itu adalah sosok Malin Kundang.

Cerita Siti Nurbaya

Cerita Rakyat Sumatera Barat selanjutnya adalah kisah Siti Nurbaya, sebuah novel populer karya
Marah Rusli yang diterbitkan tahun 1922 oleh Balai Pustaka. Kisah ini menceritakan tentang kasih
yang tak sampai antara Siti Nurbaya dengan pujaan hatinya Samsul Bahri, karena dipaksa menikah
dengan Datuk Maringgih sebab terlilit hutang.
Dikisahkan bahwa, Siti Nurbaya merupakan seorang gadis cantik jelita, santun tutur katanya dan
lahir dari saudagar kaya ketika itu. Di sisi lain, Samsul Bahri adalah pria tampan nan baik hati, anak
dari seorang penghulu yang disegani, dan datang dari keluarga terpandang. Singkat cerita, mereka
berdua saling jatuh cinta dan akhirnya memadu kasih.
Tak lama menjalin kasih, mereka harus berpisah karena Samsul Bahri harus melanjutkan
pendidikannya ke tanah Jawa. Sekian lama waktu berlalu, semua masih romantis. Surat-menyurat
menjadi pengobat rindu diantara mereka. Sampai akhirnya ayah Siti Nurbaya bangkrut dan akhirnya
jatuh sakit.
Ekonomi yang kian memburuk memaksa ayahnya untuk berhutang kepada seorang saudagar
kaya bernama Datuk Maringgih. Lama-kelamaan, hutang-pun kian menumpuk. Tibalah masanya bagi
Datuk Maringgih untuk menagih piutangnya. Setibanya di rumah Siti, Datuk terpesona melihat
kecantikan wanita itu.
Datuk Maringgih akhirnya menawarkan untuk meminang anak gadisnya, sebagai ganti pembayar
hutang. Tak bisa berbuat banyak, ayah Siti dengan terpaksa menerima tawaran Datuk, meskipun Siti
Nurbaya menolak dengan semampunya. Tapi nasj sudah jadi bubur, tak ada cara lain untuk melunasi
hutang-hutang mereka selain menikah dengan Datuk Maringgih, yang usianya sebaya dengan ayahnya.
Tak lama berselang, kabar ini sampai ke telinga Samsul Bahri, yang sedang berada di Jakarta.
Dia langsung memutuskan untuk pulang ke Padang dan bertemu dengan Siti Nurbaya. Ketika
diketahui oleh Datuk Maringgih, dia langsung marah dan menyebarkan fitnah, sehingga dia diusir oleh
ayahnya dan kembali ke Jakarta dengan segera.
Perasaan yang masih belum tenang akhirnya menemukan ide. Dia menyamar menjadi tentara
kumpeni Belanda, dengan nama samaran Letnan Mas. Sementara di kota Padang, Datuk Maringgih
akhirnya menjadi benci kepada Siti Nurbaya. Kemudian dia memberikan lemang beracun melalui
pesuruh untuk diberikan kepada Siti Nurbaya. Tragis, Siti Nurbaya menemui ajalnya setelah memakan
lemang itu.
Singkat cerita, Samsul Bahri yang menyamar menjadi Letnan Mas berperang satu lawan satu
dengan Datuk Maringgih karena tragedi Balesting, dimana saudagar-saudagar pribumi tidak mau
membayar upeti di bawah pimpinan Datuk Maringgih. Pertempuran itu akhirnya tewas, begitu pula
dengan Datuk Maringgih.
Kisah di atas adalah bukti bahwa kasih tak selalu sampai. Semoga juga, tak ads lagi orang yang
seperti Datuk Maringgai ini. Untuk mengenang cerita tersebut, dibangunkan sebuah jembatan bernama
Jembatan Siti Nurbaya, yang menjadi salah satu ikon Kota Padang hingga saat ini.

Legenda Danau Kembar

Cerita Rakyat Sumatera Barat selanjutnya adalah tentang danau kembar (danau atas & danau
bawah) yang berlokasi di dua kecamatan, yakni Kecamatan Lembang Jaya dan Kecamatan Lembah
Gumanti, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat. Danau ini merupakan salah satu destinasi wisata
favorit di provinsi ini.
Dibalik keindahan danau dan keeksotisan alam disekitarnya, ternyata menyimpan sebuah
legenda yang menjadi asal-usul terbentuknya danau kembar ini. Berikut sedikit ulasannya.
Dikisahkan pada zaman dahulu, hiduplah seorang kakek (niniak) yang bernama Niniak Gadang
Bahan, dia sehari-hari bekerja sebagai tukang pembuat papan, dari hasil kayu yang ditebangnya.
Badannya tegap, besar dan tinggi, serta memiliki kapak / beliung (Bahan) yang berukuran sebesar
Nyiru, yakni alat yang digunakan untuk menampi beras di Minangkabau.
Meski berbadan besar dan tinggi, Niniak hanya makan sekali dalam seminggu. Tapi sekali
makan, bisa menghabiskan makanan dalam jumlah banyak. Niniak mengolah kayu langsung di hutan
tempat ia menebang , kemudian membawanya ke pasar dalam bentuk papan untuk dijual. Dari sinilah
ia menghidupi keluarganya.
Suatu hari, Niniak Gadang Bahan kembali pergi ke hutan untuk membuat papan. Di tengah
perjalanan, dia dihadang oleh sesuatu yang besar, hingga menutup pandangannya. Ternyata sesuatu itu
adalah sosok ular naga yang besar. Niniak coba menghalaunya, namun naga tersebut hanya diam
bahkan balik melawan.
Akhirnya, terjadilah pertarungan antara Niniak Gadang dengan ular naga itu. Melihat sang naga
yang agresif, akhirnya Niniak mulai memainkan Bahan (Beliung) yang ia bawa. Dari sini jugalah
keluarnya pepatah legendaris Minangkabau yang berbunyi \\\”Lawan pantang dicari, kalau bertemu
pantang mengelak”.
Niniak pun melancarkan serangan, kemampuannya dalam memainkan Beliung serta gerakan-
gerakan silat yang sudah dikuasainya, mampu membuat naga besar itu jatuh tersungkur dan akhirnya
menyerah. Lehernya hampir putus terkena tebasan Beliung milik Niniak, hingga Naga kehabisan
darah. Akhirnya, Niniak Gadang melempar naga itu ke sebuah lembah.
Setelah ditinggalkan beberapa lama, Niniak kembali mendatangi lembah tempat naga tersebut
dia buang. Alangkah kagetnya dia ketika melibat si Naga yang tidak mati, naga itu melambangkan
badannya dengan membentuk angka delapan. Darah dari lehernya terus keluar deras hingga
memerahkan daerah sekitar lembah.
Menyaksikan keanehan ini, daerah tersebut akhirnya menjadi daya tarik bagi si Niniak hingga
warga sekitar. Namun lama kelamaan, tubuh sang Naga perlahan tertimbun oleh tanah, dua lokasi yang
berada dalam lingkaran naga itu digenangi air dan membentuk dua danau kecil. Seiring berjalannya
waktu, danau itu kian membesar hingga menghasilkan danau yang indah.

TARIAN SUMATERA BARAT


1. Tari Piring

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, Tari Piring merupakan salah satu jenis kebudayaan
yang sangat terkenal dari Ranah Minang. Tepatnya berasal dari Kota Solok, Sumatera Barat.
Tak hanya gerakannya yang elok, namun filosofi di baliknya juga cukup menarik. Tarian yang
sudah ada sejak abad ke-12 ini awalnya digunakan untuk menyembah dewa-dewa seperti Dewa Padi.
Seiring berjalannya waktu, tarian ini sekarang digunakan untuk hiburan.
Seperti namanya, tarian ini memanfaatkan piring sebagai salah satu atributnya. Biasanya, jumlah
penarinya ganjil, mulai dari 3, 5, sampai dengan tujuh orang.

2. Tari Lilin

Selain Tari Piring, Tari Lilin juga sudah terkenal sampai berbagai pelosok negeri. Dahulu kala,
tarian ini banyak dilakukan pada malam hari dan hanya di lingkungan istana saja. Atribut yang
digunakan adalah lilin, tidak jarang dilengkapi dengan piring kecil.
Fungsi awalnya, sebagai rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas berkah yang didapat.
Namun sekarang bisa dinikmati masyarakat luas guna memeriahkan upacara adat. Selain itu, jadi
tarian untuk menyambut tamu penting.
Tarian ini cukup unik dan atraktif karena sang penari akan mengusahakan nyala lilinnya supaya
tidak pdam. Ditambah pula dengan musik khas Minangkabau yang bikin makin terpukau.

3. Tari Payung

Selanjutnya ada Tari Payung yang dilakukan secara berpasangan. Sang pria menggunakan
payung, sementara wanita menari dengan selendangnya. Tari payung ini muncul sekitar tahun 1600
Masehi dan belum diketahui siapa pencetusnya.
Filosofi dari tarian ini sebagai gambaran kasih sayang atau perlindungan kepada pasangan.
Payung melambangkan perlindungan sementara selendang sebagai ikatan suci. Tarian ini juga pernah
sangat populer di tahun 1960-an.
UPACARA ADAT
1. Upacara Tabuik

Tabuik atau Tabot merupakan salah satu tradisi tahunan yang biasa dilakukan oleh
masyarakat Pariaman, Sumatera Barat. Perayaan ini telah dilakukan sejak puluhan tahun untuk
memperingati hari wafatnya seorang cucu Nabi Muhammad SAW, Husain bin Ali bin Abi
Thalib, pada tanggal 10 Muharram.
2. Turun Mandi

Upacara Turun Mandi merupakan salah satu ritual adat yang diwariskan secara turun-
temurun oleh leluhur masyarakat Minangkabau. Turun Mandi merupakan upacara yang
dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta atas kelahiran seorang bayi.
3. Batagak Panghulu

Batagak Panghulu merupakan upacara adat Sumatera Barat, khususnya masyarakat


Minangkabau dalam rangka meresmikan seorang datuk menjadi penghulu. Pengertian penghulu
adalah pemimpin kaum, pembimbing anak-kemenakannya, dan menjadi niniak mamak di
nagarinya.
MAKANAN DAERAH SUMATERA BARAT
1. Rendang

Menu yang dibuat dari olahan daging sapi dan aneka rempah ini pernah menduduki peringkat
pertama dalam daftar 50 hidangan paling lezat di dunia versi CNN International, lho. Sobat Pesona
harus tahu nih, ternyata aneka bumbu dan rempah yang digunakan untuk mengolah rendang
merupakan bumbu yang mengandung antiseptik.
Meski saat ini rendang sangat mudah dijumpai di berbagai daerah, penghasil rendang yang
sangat legendaris dan terkenal kualitasnya tetap ada di Minangkabau, yakni daerah Payakumbuh.

2. Sate Padang

Kuliner olahan daging di Sumatera Barat lainnya adalah sate padang. Sebagian orang pasti
kesulitan membedakan sate padang karena bentuknya berbeda-beda. Tak perlu bingung Sobat Pesona,
karena sate padang memang hadir dalam tiga jenis, yakni sate padang, sate padang panjang, dan sate
pariaman. Selain berbeda daerah asalnya, ketiga sate tersebut juga hadir dalam sajian bumbu kacang
yang berbeda. Sate padang menggunakan bumbu kacang yang kental dan bentuknya menyerupai
bubur. Sate pariaman memiliki kuah yang berwarna merah. Sedangkan, sate padang panjang biasanya
disajikan dengan bumbu sate yang berwarna kuning.
3. Dendeng Balado

Makanan yang terbuat dari daging sapi ini dibuat dalam bentuk irisan tipis, lalu digoreng, dan
dilumuri dengan bumbu balado yang kaya akan rempah dan cita rasa kuat.
LAGU DAERAH
1. Ayam Den Lapeh
Lagu Ayam Den Lapeh adalah salah satu lagu daerah dari Sumatra Barat yang paling
terkenal. Makna dari lagu ini ternyata begitu mendalam, yakni menceritakan tentang seseorang
yang kehilangan sesuatu yang berharga.
Lirik lagu Ayam Den Lapeh
Luruihlah jalan Payakumbuah
Lurus jalan menuju Payakumbuh
Babelok jalan Kayu Jati
Berbelok jalan Kayu Jati
Dima hati indak kan rusuah
Bagaimana hari tidak rusuh
Ayam den lapeh, ohoi ... ayam den lapeh
Ayamku Lepas, ohoi ... Ayamku Lepas
Mandaki jalan Pandai sikek
Menanjak jalan ke Pandai Sikek
Manurun jalan ka Biaro
Menurun jalan ke Biara
Di ma hati indak maupek
Bagaimana hati tidaklah kesal
Awak takicuah, ohoi ... ayam den lapeh
Aku terkecoh, ohoi ... Ayamku Lepas
Sikua capang sikua capeh
Seekor cacat karena berlebih, seekor cacat karena kurang
Saikua tabang sikua lapeh
Seekor terbang seekor lepas
Tabanglah juo nan karimbo
Terbang jauh ke dalam hutan
Ai lah malang juo
Oh malang nya
Pagaruyuang jo Batusangka
Pagaruyung dan Batusangkar
Tampek mandaki dek urang Baso
Tempat mendaki / berjalan orang Baso
Duduak tamanuang tiok sabanta
Duduk bermenung berkali-kali
Oi takana juo
Oh teringat selalu

2. Kampuang Nan Jauh Di Mato


Kampuang Nan Jauh Di Mato merupakan lagu yang tingkat kepopulerannya cukup tinggi
di masyarakat. Makna dari lagu ini ialah seseorang yang merindukan kampung halamannya,
kampung yang dimaksud adalah tanah Sumatra dengan segala kekayaan dan ciri khasnya.
Lirik Lagu Kampuang Nan Jauh Di Mato
Kampuang nan jauh di mato
Gunuang Sansai Baku Liliang
Takana Jo Kawan, Kawan Nan Lamo
Sangkek Basu Liang Suliang
Panduduknya nan elok nan
Suko Bagotong Royong
Kok susah samo samo diraso
Den Takana Jo Kampuang
Takana Jo Kampuang
Induk Ayah Adik Sadonyo
Raso Mangimbau Ngimbau Den Pulang
Den Takana Jo Kampuang

3. Mak Inang
Lagu daerah ini biasa digunakan sebagai pengiring salah satu tarian tradisional Melayu. Pada
masa kesultanan Malaka, lagu ini begitu terkenal karena sering digunakan sebagai backsound
tari pada perayaan hari besar tertentu.
Lirik Lagu Mak Inang
Kami ini tak pandai menari
Sebarang tari kami tarikan
Kami ini tak pandai menari
Sebarang tari kami tarikan
Kami ini tak ahli menyanyi
Sebarang nyanyi kamu nyanyikan
Kami ini tak ahli menyanyi
Sebarang nyanyi kami nyanyikan
Singkarak kotanya tinggi
Asam pauh dari seberang
Singkarak kotanya tinggi
Asam pauh dari seberang
Awan b'raraklah ditangisi
Badan jauh di rantau orang
Awan b'raraklah ditangisi
Badan jauh di rantau orang
Asam pauh dari seberang
Tumbuhnya dekat tepinya tebat
Asam pauh dari seberang
Tumbuhnya dekat tepinya tebat
Badan jauh di rantau orang
Sakit siapa akan mengubat
Badan jauh di rantau orang
Sakit siapa akan mengubat

ARTERFAK/OBJEK BUDAYA
PAKAIAN
1. Baju Batusangkar

Pakaian adat Sumatera Barat pertama adalah Batusangkar. Ini diambil dari salah satu
kota di Sumatera Barat .
Pada wanita, memakai tutup kepala yang dipasang di kepala. Dipadankan dengan
baju kurung dan songket. Baju yang dikenakannya terdapat ornamen berupa sulaman emas
di bagian tangan dan leher. Dalam kostum ini para pria juga memakai celana panjang dan
kain songket yang ditenun di sekeliling tubuhnya. Pakaian yang dikenakan di bagian
tangan berbordir emas dan kerah. Serta dilengkapi bagian kepalanya memakai penutup
kepala bernama saluak.
2. Baju Batabue

Jika pakaian adat Sumatera Barat sebelumnya identik dengan warna mencolok,
berbeda halnya dengan ini. Warna yang paling sering digunakan dalam Batabue
adalah warna merah , biru, lembayung, dan hitam.
Biasanya mengenakan busana berwarna gelap dengan taburan benang emas yang
membuatnya semakin terlihat berkilauan.
Taburan benang emas dalam pakaian adat Sumatera Barat ini memiliki makna
filosofis yang cukup unik, yakni menandakan tentang betapa luasnya kekayaan
alam Minangkabau . Baju batabue ini terdiri atas baju kurung serta pernak pernik di sekujur
busana. Corak dan motifnya tentu bermacam-macam dan disesuaikan dengan selera
pemakainya.

3. Limpapeh Rumah Nan Gadang atau Bundo Kanduang

Pakaian adat Sumatera Barat berikutnya biasa dipakai oleh kaum wanita Minangkabau.
Limpapeh rumah nan gadang atau bundo kanduang ini memiliki ciri khas yaitu bagian
kepalanya yang memiliki bentuk seperti atap rumah Gadang Sumatera Barat.
Secara umum, pakaian ini memiliki desain yang berbeda-beda namun bentuknya
menyerupai satu sama lain.
Makna dan keunikan pakaian tradisional ini adalah melambangkan kebesaran, lho!
Makna kebesaran bagi perempuan terlebih para istri , yakni tiang tengah dari bangunan
rumah. Peran istri atau ibu dalam rumah tangga yakni sebagai pengimbang serta
memperkokoh hubungan keluarga.
ALAT MUSIK DAERAH
1. Bansi, Alat Musik Tiup

Dari tampilannya, Bansi hampir sama seperti seruling yang kita kenal saat ini. Bansi adalah
alat musik tiup yang terbuat dari bambu. Ada yang terbuat dari bambu sariak, dan ada yang terbuat
dari bambu talang. Keduanya adalah bambu yang ukurannya cukup tipis dengan diameter 2.5
hingga 3 cm.
Sebuah Bansi memiliki 7 lubang. Enam lubang dapat menghasilkan nada yang berbeda-beda,
dan 1 lubang adalah tempat untuk meniup Bansi. Alunan yang dihasilkan dari Bansi bisa
mengiringi lagu tradisional maupun modern.

2. Pupuik Tanduik yang Unik

Jika dilihat secara langsung, Pupuik Tanduk memiliki bentuk yang unik. Pupuik Tanduik
terbuat dari tanduk kerbau yang kokoh. Pupuik artinya peluit, tanduik artinya tanduk. Jadi Pupuik
Tanduik bila diartikan secara harafiah adalah peluit tanduk. Bukan hanya bentuk dan bahannya
yang unik, tapi fungsi Pupuik Tanduik juga unik.
Nggak seperti Bansi yang digunakan untuk mengiringi nyanyian atau tarian tradisional,
Pupuik Tanduik digunakan sebagai penanda akan suatu peristiwa. Misalnya penanda tiba waktunya
melakukan ibadah shalat Subuh, Maghrib, dan Isya. Saat pemuka kampung hendak membuat
pengumuman, Pupuik Tanduik juga bisa digunakan. Ini karena alat musik tiup ini hanya
mengeluarkan 1 nada saja. Jadi nggak bisa digunakan untuk mengiring tarian atau nyanyian.
3. Saluang, Alat Tiup Acara Tradisional

Sama seperti Bansi dan Pupuik Tanduik, Saluang juga merupakan alat musik tiup. Saluang
berbentuk seperti seruling panjang. Berbeda dengan Bansi yang punya 7 lubang, Saluang hanya
punya 4 lubang saja. Saluang terbuat dari bambu talang yang tipis. Menurut masyarakat asli
Minang, bambu talang yang hanyut di sungai adalah bahan yang paling baik digunakan sebagai
bahan pembuat Saluang.
Saluang adalah salah satu alat musik asli Sumatera Barat yang paling sulit untuk dimainkan.
Butuh waktu dan latihan khusus untuk bisa bermain Saluang dengan baik. Saluang sering kali
dimainkan pada acara adat, termasuk yang nuansanya magis. Selain itu, Saluang juga dimainkan
pada acara adat yang banyak pengunjungnya. Misalnya acara pernikahan tradisional, batagak
pangulu, batagak rumah, dan lain-lain. Pada acara semacam ini, lagu yang dimainkan biasanya
berisi tentang kehidupan di masa lalu, masa sekarang, dan masa depan.

RUMAH ADAT
1. Rumah Adat Padang Gonjong Ampek Baanjuang

Rumah adat ini merupakan rumah adat Padang yang wajib didirikan di daerah Luhak Nan
Tigo. Rumah adat Ampek Baanjuang merupakan tanda adat bagi masyarakat setempat. Sesuai
namanya ‘ampek’ yang berarti empat, bangunan rumah adat ini memiliki 4 buah gojong di atas atap
dan punya lebih dari tujuh ruangan. Ciri khasnya, bangunan rumah adat ini punya tambahan anjung
di sisi kiri dan kanan bangunan.
2. Gonjong Anam

Rumah adat ini adalah rumah adat Padang. Bentuk bangunannya mirip seperti Rumah Gadang
Gajah Maharam, tetapi rumah adat ini sudah dimodifikasi dengan penambahan ukiran-ukiran khas
Minangkabau sehingga menjadi bangunan beranjung.
Rumah adat Gonjong Anam punya bangunan yang lebih modern dibandingkan rumah adat
Padang lainnya. Salangkonya menggunakan papan dan bukan anyaman bambu. Kemudian
jendelanya dibuat lebih banyak supaya pencahayaan bisa lebih banyak masuk ke dalam rumah.

3. Rumah Gadang Jenis Gajah Maharam

Rumah gadang jenis Maharam merupakan salah satu rumah adat Sumatera Barat yang
termasuk kategori mewah. Syarat membangun rumah adat ini adalah rumah harus menghadap utara
dengan dinding sisi timur, barat, dan selatan ditutupi sasak. Seluruh bangunan dibuat dari kayu-
kayu berkualitas, seperti kayu juar, surian, dan ruyung. Atapnya terbuat dari seng.
Rumah adat ini terdiri dari 4 kamar dengan ukiran khas Minangkabau sebagai dekorasi pintu-
pintu kamar. Untuk membangun rumah adat ini, dibutuhkan 30 tiang penopang. Karena banyaknya
tiang penopang ini, rumah adat jenis Gajah Maharam dianggap sebagai bangunan tahan gempa.

You might also like