You are on page 1of 11

1.

Pengertian Pembelajaran
- Pembelajaran menurut Sadiman, dkk., (1986:2) “Belajar (learning) adalah suatu
proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur
hidup, sejak ia masih bayi sampai ke liang lahat nanti.”
- Menurut Pribadi (2009:10) menjelaskan bahwa, “Pembelajaran adalah proses
yang sengaja dirancang untuk menciptakan terjadinya aktivitas belajar dalam
individu. Sedangkan pembelajaran menurut.”
- Menurut Gegne (dalam Pribadi, 2009:9) menjelaskan “pembelajaran adalah
serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan debgan maksud untuk memudahkan
terjadinya proses belajar.”
- Warsita (2008:85), Pembelajaran (instruction) adalah suatu usaha untuk membuat
peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik.
- Sedangkan menurut Depdiknas (dalam Warsita, 2008:85) “Dalam UU No.20
Tahun 2003 tentang Sikdiknas Pasal 1 Ayat 20, Pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar.”

2. Pengertian Perkembangan Peserta Didik


a. Pengertian Perkembangan
- Seifert & Hoffnung (1994) mendefinisikan perkembangan sebagai “long-term
changes in a person’s growth, feelings, patterns of thinking, social relationship,
and motor skills”, yang berarti perasaan yang tumbuh pada seseorang dan
mengakibatkan perubahan jangka panjang, pola berfikir, hubungan sosial, dan
skill motorik.
- Menurut F.J. Monks, dkk., (2001), pengertian perkembangan menunjuk pada
“suatu proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang
kembali. Perkembangan menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak
dapat diputar kembali.”
- Chaplin (2002), mengartikan perkembangan sebagai: (1) perubahan yang
berkesinambungan dan progresif dalam organisme, dari lahir sampai mati, (2)
pertumbuhan, (3) perubahan dalam bentuk dan dalam integrasi dari bagian-bagian
jasmaniah ke dalam bagian-bagian fungsional, (4) kedewasaan atau kemunculan
pola-pola asasi dari tingkah laku yang tidak dipelajari.
b. Pengertian Peserta Didik
- Dalam perspektif pedagogis, peserta didik diartikan sebagai sejenis makhluk
"homo educandum", makhluk yang menghajatkan pendidikan. Dalam pengertian
ini, peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki potensi yang bersifat
laten, sehingga dibutuhkan binaan dan bimbingan untuk mengaktualisasikannya
agar ia dapat menjadi manusia susila yang cakap.
- Dalam perspektif psikologis, peserta didik adalah individu yang sedang berada
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun psikis menurut
fitrahnya masing-masing. Sebagai individu yang tengah tumbuh dan berkembang,
peserta didik memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke
arah titik optimal. kemampuan fitrahnya (Arifin, 1996).
- Dalam perspektif Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun
2003 pasal 1 ayat 4, "peserta didik diartikan sebagai anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang
dan jenis pendidikan tertentu."

Jadi perkembangan peserta didik adalah suatu proses perubahan individu ke arah yang
lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Dan selama
perkembangan memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke
arah titik optimal.

3. Prinsip-prinsip Perkembangan Peserta Didik


Prinsip-prinsip perkembangan merupakan pola-pola umum dalam suatu proses
perubahan alamiah yang teratur, universal dan berkesinambungan. Perubahan yang
teratur adalah pertumbuhan pada manusia yang berjalan normal mengikuti tata urutan
yang saling berkaitan.
Prinsip-prinsip perkembangan:
1) Never ending process
Individu terus berkembang yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Perkembangan
termasuk fisik & psikis mulai masa konsepsi sampai masa tua.
2) Saling memengaruhi
Setiap aspek perkembangan saling memengaruhi satu sama lain. Pada umumnya
terdapat korelasi yang positif antar aspek tersebut. Misalnya, fisik kurang baik,
maka aspek lain (kecerdasan dan emosi) juga kurang berkembang.
3) Mengikuti pola tertentu yang dapat diramalkan
Perkembangan terjadi secara teratur mengikuti pola atau arah perkembangan
tertentu yang dalam prosesnya dapat diramalkan. Setiap individu tidak akan bisa
melewati setiap tahap sebelum melewati tahap sebelumnya. Misalnya,
perkembangan motorik akan mengikuti hukum arah perkembangan
(cephalocaudal) yaitu perkembangan yang menyebar ke seluruh anggota tubuh
dari kepala sampai ke kaki, ini menunjukan bahwa kemajuan dalam struktur dan
fungsi pertama-tama terjadi di bagian kepala kemudian badan dan yang terakhir
kaki.
4) Perkembangan dibantu rangsangan
Proses perkembangan akan berjalan sebagaimana mestinya jika ada bantuan
berbentuk stimulus dari lingkungan sekitarnya. Contohnya, seorang anak tidak
akan bisa makan sendiri tanpa adanya stimulus atau rangsangan yang diberikan
seperti misalnya anak mulai diberi pegangan dan kemudian anak nantinya akan
memasukan sesuatu ke dalam mulutnya, pembiasaan sehari-hari sampai pada
akhirnya anak tersebut sampai di tahap bisa makan sendiri.
5) Setiap individu berbeda
Setiap anak memiliki rentang waktu perkembangan yang berbeda-beda, meskipun
pola perkembangannya sudah dapat diramalkan, dan juga diberikan stimulus yang
berbeda, perkembangan setiap anak atau individu ini dapat berbeda sesuai dengan
cara dan kemampuannya (kecepatannya) masing-masing. Beberapa anak
berkembang dengan lancar, misalnya pada usia 2 tahun kurang si anak sudah
dapat berbicara banyak dan jelas kosakatanya. Sedangkan pada anak lain yang
berusia lebih dari 3 tahun, si anak belum bisa berbicara dengan lancar. Dan pada
anak lainnya terjadi penyimpangan, oleh karena itu dalam perkembangannya si
anak memiliki rentang waktu yang relative lama. Maka dari itu, proses
perkembangan setiap individu memiliki rentang waktu yang berbeda.
6) Setiap tahap memiliki resiko
Setiap tahap perkembangan tentunya memiliki resiko, dan beberapa hal yang
dapat membahayakan anak yaitu dari lingkungan tempat tinggal anak. Bahaya ini
dapat mengakibatkan terganggunya penyesuaian fisik, psikologis, dan social.
Sehingga pola perkembangan anak tidak naik tetapi datar, artinya tidak ada
peningkatan perkembangan (terjadi stagnasi). Pada saat hal itu terjadi, dapat
dikatakan bahwa anak sedang mengalami gangguan penyesuaian yang buruk atau
ketidakmatangan. Stagnasi pada perkembangan anak dapat dikarenakan oleh
orang disekitar anak tidak menangkap/menyadari adanya hambatan pada anak
sehingga tidak diberikan stimulus atau rangsangan, sehingga perkembangan anak
tidak mengalami kemajuan. Misalnya, pada perkembangan kosakata/Bahasa si
anak sudah bisa mengelola 2-3 kata, maka sudah seharusnya para pengasuh anak
harus membantu meningkatkan pemahaman Bahasa dan kosakata pada anak agar
tidak terjadinya stagnasi.

Syamsudin (2004:85-86) mengemukakan ada beberapa hukum (principles)


perkembangan, yaitu sebagai berikut:

1) Perkembangan dipengaruhi oleh faktor-faktor pembawaan, lingkungan dan


kematangan. Antara pembawaan dan lingkungan sama-sama berpengaruh dalam
perkembangan individu. Implikasi dalam Pendidikan yaitu dalam batas-batas
normal, kemauan anak tidak boleh dikekang/dibatasi karena anak manusia adalah
makhluk yang aktif.
2) Proses perkembangan itu berlangsung secara bertahap (progresif dan sistematis).
Implikasinya dalam Pendidikan yaitu, para peniddik harus menyadari secara baik
bahwa apa yang diberikan kepada para peserta didik itu baik, dan sesuai dengan
tahap perkembangannya yang sudah dirancang secara terencana.
3) Bagian-bagian dari fungsi-fungsi organisme mempunyai garis perkembangan dan
tingkat kematangan masing-masing. Meskipun demikian, sebagai kesatuan
organis dalam prosesnya terdapat korelasi dan bahkan kompensatoris antara yang
satu dengan yang lainnya. Perkembangan individu merupakan satu kesatuan
antara beberapa fungsi yang saling berpengaruh antara satu dengan yang lain.
Implikasinya dalam Pendidikan, pelajaran-pelajaran yang diberikan harus
berhubungan satu dengan yang lain, adanya kurikulum yang terintegrasi dengan
baik.
4) Terdapat variasi dalam tempo dan irama perkembangan antar-individual dan
kelompok tertentu (menurut latar belakang jenis, geografis, dan kultural).
Maksudnya bahwa masing masing individu memilikiirama sendiri dalam
perkembangannya; ada yang sangat cepat, ada yang lambat, dan ada yang tidak
cepat atau lambat sama sekali. Implikasinya dalam pendidikan, Proses
pembelajaran harus menghargai keunikan masing-masing peserta didik.
5) Proses perkembangan itu pada taraf awalnya lebih bersifat diferensiasi dan pada
akirnya lebih bersifat integrasi antar bagian dan fungsi organisme. Dengan
bertambahnya umur, perkembangan individu akan semakin maju juga, sehingga
terjadi suatu proses diferensiasi dan integrasi.Implikasinya, Proses pembelajaran
harus memperhatikan tingkat kemampuan dalam tahapan perkembangan.
6) Dalam batas-batas masa peka, perkembangan atau pertumbuhan dapat dipercepat
atau diperlambat oleh kondisi lingkungan. Implikasinya dalam pendidikan, 1)
Pendidik harus memberikan lingkungan pendidikan yang bervariasi sehingga
potensi anak dapat teroptimalisasi dengan baik.
7) Laju perkembangan anak berlangsung lebih cepat pada periode kanak-kanak
daripada periode-periode berikutnya.

4. Model-model Pembelajaran
Untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara-gaya belajar mereka sehingga tujuan
pembelajaran dapat dicapai dengan optimal ada berbagai model pembelajaran. Dalam
prakteknya, guru harus ingat bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling tepat
untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu, dalam memilih model pembelajaran
yang tepat haruslah memperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, fasilitas-
media yang tersedia, dan kondisi guru itu sendiri. Berikut ini disajikan beberapa
model pembelajaran, untuk dipilih dan dijadikan alternatif sehingga cocok untuk
situasi dan kondisi yang dihadapi.
1) Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran kooperatif adalah suatu pengajaran yang melibatkan siswa untuk
bekerja dalam kelompok-kelompok untuk menetapkan tujuan bersama
(Felder,1994:2). Wahyuni (2001:8) menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan strategi pembelajaran dengan cara menempatkan siswa dalam
kelompok kecil yang memiliki kemampuan berbeda. Setyaningsih (2001:8)
mengemukakan bahwa model pembelajaran kooperatif memusatkan aktivitas di
kelas pada siswa dengan cara pengelompokan siswa untuk bekerja sama dalam
proses pembelajaran. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah suatu metode pembelajaran dengan cara
mengelompokkan siswa kedalam kelompok-kelompok kecil untuk bekerja sama
dalam memecahkan masalah.
Dalam pembelajaran kooperatif siswa tidak hanya sebagai objek belajar tetapi
menjadi objek belajar karena dapat berkreasi secara maksimal dalam proses
pembelajaran.
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang
penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab
bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu,
belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling
berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling
membantu dan berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena kooperatif
adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan
kelebihan masing-masing.
Jadi model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara
berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksu konsep, 3
menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar
kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5
orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi,
dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.
Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk
kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.
2) Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
Elaine B. Johnson mendefinisikan pengertian pembelajaran kontekstualsebagai
berikut: Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sebuah proses
pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna didalam materi
akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek
akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan
konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka. (Elaine B. Johnson, 2007).
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau
tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata
kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi
yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi
konkret, dan suasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan.
Prinsip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan
mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan
sosialisasi. Ada tujuh indikator pembelajaran kontekstual sehingga bisa dibedakan
dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi,
penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh),
questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan,
evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif
dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba,
mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi,
menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi
konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (review, rangkuman, tindak lanjut),
authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran,
penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian
seobjektif-objektifnya dari berbagai aspek dengan berbagai cara).
3) Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Untuk dapat meningkatkan kualitas dalam pembelajaran para ahli
pembelajaran menyarankan penggunaan paradigma pembelajaran konstruktifistik
dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan adanya perubahan paradigma belajar
tersebut terjadi perubahan fokus pembelajaran dari berpusat pada guru kepada
belajar 4 berpusat pada siswa. Pembelajaran dengan lebih memberikan nuansa
yang harmonis antara guru dan siswa dengan memberi kesempatan seluas-luasnya
kepada siswa untuk berperan aktif dan mengkonstruksi konsep-konsep yang
dipelajarinya.
Pembelajaran yang berpusat pada siswa mempunyai tujuan agar siswa
memiliki motivasi tinggi dan kemampuan belajar mandiri serta bertanggungjawab
untuk selalu memperkaya dan mengembangkan ilmu pengetahuan, keterampilan
dan sikap. Ada beberapa pembelajaran yang berpusat pada siswa yaitu salah
satunya dalah pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah
merupakan salah satu metode dalam pembelajaran yang menggunakan masalah
sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan
baru.
Dalam usaha memecahkan masalah tersebut mahasiswa akan mendapatkan
pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan atas masalah tersebut. Punaji
Setyosari (2006: 1) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah
suatu metode atau cara pembelajaran yang ditandai oleh adanya masalah nyata, a
real-world problems sebagai konteks bagi mahasiswa untuk belajar kritis dan
ketrampilan memecahkan masalah dan memperoleh pengetahuan.
Gardner (2007) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan
alternatif model pembelajaran yang menarik dalam pembelajaran ruang kelas yang
tradisional. Dengan model pembelajaran berbasis masalah, dosen menyajikan
kepada mahasiswa sebuah masalah, bukan kuliah atau tugas. Sehingga mahasiswa
menjadi lebih aktif belajar untuk menemukan dan menyelesaikan masalah.
Pembelajaran berbasis masalah mempunyai tujuan untuk mengembangkan dan
menerapkan kecakapan yang penting yaitu pemecahan masalah berdasarkan
keterampilan belajar sendiri atau kerjasama kelompok dam memperoleh
pengetahuna yang luas. Dosen mempunyai peran untuk memberikan inspirasi agar
potensi dan kemampuan mahasiswa dimaksimalkan. Pembelajaran berbasis
masalah memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Belajar diawali dengan masalah
b. Masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa
c. Mengorganisasikan pelajaran seputar masalah 5
d. Mahasiswa diberikan tanggung jawab yang besar untuk melakukan proses
belajar secara mandiri
e. Menggunakan kelompok kecil
f. Mahasiswa dituntut untuk mendemonstrasikan apa yang telah dipelajari dalam
bentuk kinerja (I wayan Dasna dan Sutrisno, 2007)
Dari uraian di atas jelas bahwa dalam pembelajaran berbasis masalah dimulai
dengan adanya permasalahan. Masalah yang dijadikan pembelajaran dapat muncul
dari mahasiswa atau dosen. Sehingga mahasiswa dapat memilih masalah yang
dianggap menarik untuk dijadikan pembelajaran.
4) TGT (Teams Games Tournament)
Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap
kelompok bisa sama bisa berbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap kelompok
bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamika
kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok,
suasana diskuisi nyaman dan menyenangkan sepeti dalam kondisi permainan
(games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah, lembut, santun, dan ada
sajian bodoran. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehuingga
terjadi diskusi kelas. Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam
beberapa pertemuan, atau dalam rangka mengisi waktu sesudah UAS menjelang
pembagian raport.

5. Model Pembelajaran Sesuai Karakteristik Peserta Didik


a. Masa Sekolah Dasar (SD)
Menurut Gunarsa (2008: 98) anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-12
tahun atau disebut pada masa usia sekolah, memiliki fisik yang lebih kuat,
mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak terlalu bergantung pada orang tua.
beberapa karakteristik siswa sekolah dasar, yaitu: senang bermain, senang
berkelompok, senang bergerak, dan senang merasakan atau
melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung

Model pembelajaran
Di SDN 03 Banda Aceh sendiri yang menggunakan kurikulum baru 2013,
Berdasarkan hasil penelitian melalui proses wawancara dan observasi analisis
model pembelajaran dengan tahapan yang dilaksanakan guru di SDN 03 Banda
Aceh dapat disimpulkan bahwa setelah peneliti menganalisis Model pembelajaran
yang dilaksanakan guru kelas yaitu model Discovery Learning, namun guru yang
menjalankan pembelajaran tidak sesuai dengan RPP dan menjalankan proses
belajar mengajar dengan cara menjelaskan, tanya jawab dan pemberian tugas.

b. Masa Sekolah Menengah Pertama (SMP)


Siswa SMP adalah siswa yang rata-rata berumur remaja yang menurut ahli
perkembangan Erik Erikson berada dalam masa mencari identitas. Berdasarkan
pendapat ahli tersebut, dapat ditarik beberapa model pembelajaran yang cocok
digunakan untuk siswa SMP.

Pembelajaran kelompok
Rata-rata remaja usia SMP suka berkelompok dengan teman teman sebayanya,
jadi naluri berkelompok tersebut dapat digunakan oleh guru untuk menunjang
pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh
siswa berupa pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan
siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar anggota lainnya dalam
kelompok tersebut melalui belajar secara kelompok, peserta didik memperoleh
kesempatan untuk saling berinteraksi dengan teman-temannya. Dari uraian di atas
model pembelajaran berkelompok sangat sesuai untuk pembelajaran.

c. Masa Sekolah Menengah Atas (SMA)


Masa SMA adalah masa transisi dari usia remaja menuju kedewasaan awal,
sehingga logika orang dewasa bagi anak usia SMA sudah masuk dalam frame
berpikirnya. Di saat yang sama pada usia SMA, seorang remaja masih belum
punya beban dan tekanan sebagaimana layaknya orang dewasa. Adapun beberapa
ciri seseorang pada tahapan ini ialah:
 Seorang siswa SMA biasanya ada pada tahap Remaja Akhir (16-19 tahun).
 Manunjukkan pengungkapan kebebasan diri.
 Berpikiran abstrak.

Model Pembelajaran Jigsaw

Dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw para siswa bekerja dalam tim yang
heterogen, para siswa tersebut diberikan tugas untuk membaca beberapa bab atau
unit dan diberikan “lembar ahli” yang dibagi atas topik-topik yang berbeda, yang
harus menjadi fokus perhatian masing-masing anggota tim saat mereka membaca.
Setelah semua siswa selesai membaca, siswa-siswa yang dari tim yang berbeda
yang memiliki fokus topik yang sama bertemu dalam “kelompok ahli” untuk
mendiskusikan topic mereka. Setelah itu para ahli kembali ke timnya secara
bergantian mengajari teman satu timnya mengenai topik mereka.
Referensi
Abdul Rahman Tibahary, M. (2018). MODEL-MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF. Journal of Pedagogy,
1, 54-64.

Anwar. (2012, February 04). Model-model Pembelajaran.

Dr. Rusydi Ananda, M. &. (2018). Pembelajaran Terpadu: Karakteristik, Landasan, Fungsi, Prinsip dan
Model. Medan: Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan Indonesia (LPPPI).

dra. Desmita, M. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.

Fathurrohman, S. (2015). MODEL-MODEL PEMBELAJARAN. Pelatihan Guru Post Traumatik PKO


Muhammadiyah. Retrieved from
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132313272/pengabdian/model-model-pembelajaran.pdf

Muhammad Afandi, E. C. (2013). MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN DI SEKOLAH. Semarang:


UNISSULA PRESS.

Mukhlis, M. (2018). PRINSIP-PRINSIP/HUKUM PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK DAN IMPLIKASINYA


TERHADAP PENDIDIKAN. Jurnal ANSIRU PAI, 2, 2.

https://www.youtube.com/watch?v=H65eeLSvBN4

https://www.youtube.com/watch?v=suxVggL_TU0

You might also like