You are on page 1of 23

LAPORAN PENDAHULUAN

IMPECUNITY/POVERTY (PENURUNAN/TIADA PENGHASILAN)

OLEH :
MERI APRIYANTO
NIM: 2023207209102

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Lansia

1. Pengertian

Lanjut Usia disingkat dengan Lansia merupakan seseorang yang telah

mencapai usia lebih dari 60 tahun ke atas. Penuaan bukanlah suatu

penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan

perubahan kumulatif, dimana terdapat proses menurunnya daya tahan

tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh (Mujiadi

& Rahmah, 2022).

Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia di atas 60 Tahun.

Lansia adalah seseorang yang telah dan tidak berdaya mencari nafkah

sendiri untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya sehari-hari (Ratnawati,

2017).

2. Batas Umur Lansia

Klasifikasi lanjut usia menurut WHO (2013) dalam Mujiadi & Rahmah

(2022) adalah sebagai berikut:

a. Usia pertengahan yaitu kelompok usia 45-54 Tahun

b. Lansia (elderly), yaitu kelompok usia 55-65 tahun.

c. Lansia muda (young old) yaitu kelompok usia 66-74 tahun.

d. Lansia tua (old) yaitu kelompok usia 75-90 tahun.

e. Lansia sangat tua (very old), yaitu kelompok usia lebih dari 90 tahun.

1
2

3. Ciri Lansia

Ciri perkembangan Lansia menurut Mujiadi & Rahmah, (2022)

dikategorikan menjadi 4 sebagai berikut :

a. Lansia merupakan periode kemunduran

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor

psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran

pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah

dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses

kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi

yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama

terjadi

b. Lansia memiliki status kelompok

Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan

terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik,

misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan pendapatnya maka

sikap sosial di masyarakat menjadi negatif, Tetapi ada juga lansia yang

mempunyai tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial

masyarakat menjadi positif.

c. Menua membutuhkan perubahan peran

Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami

kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya

dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari

lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat


3

sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan

lansia sebagai ketua RW karena usianya

d. Penyesuaian yang buruk pada lansia

Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung

mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat

memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan

yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk Contoh

: lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk

pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi

inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat

tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah.

4. Masalah yang Dihadapi Lansia

Masalah yang sering dihadapi Lansia menurut Mujiadi & Rahmah, (2022)

adalah sebagai berikut :

a. Fisik

Masalah yang sering dihadapi oleh lansia adalah kondisi fisik yang

mulai melemah, sehingga sering terjadi penyakit degenerative

misalnya radang persendian. Keluhan akan muncul ketika seorang

lansia melakukan aktivitas yang cukup berat misalnya mengangkat

beban yang berlebih maka akan dirasakan nyeri pada persendiannya.

Lansia juga akan mengalami penurunan indra pengelihatan dimana

lansia akan mulai merasakan pandangannya kabur. Lansia juga akan


4

mengalami penurunan dalam indra pendengaran dimana lansia akan

merasakan kesulitan dalam mendengar.

b. Koqnitif

Masalah yang tidak kalah pentingnya yang sering dihadapi oleh lansia

adalah terkait dengan perkembangan kognitif. Misalnya seorang lansia

merasakan semakin hari semakin melemahnya daya ingat terhadap

sesuatu hal dan dimasyarakat disebut dengan pikun. Kondisi ini akan

menjadi boomerang bagi lansia yang mempunyai penyakit diabetes

mellitus karena terkait dengan asupan jumlah kalori yang dikonsumsi.

Daya ingatan yang tidak stabil akan membuat lansia sulit untuk

dipastikan sudah makan atau belum. Dampak dari masalaha kognitif

yang lainnya adalah lansia sulit untuk bersosialisasi dengan

masyarakat di sekitar.

c. Emosional

Masalah yang biasanya dihadapi oleh lansia terkait dengan

perkembangan emosional yakni sangat kuatnya rasa ingin berkumpul

dengan anggota keluarga. Kondisi tersebut perlu adanya perhatian dan

kesadaran dari anggota keluarga. Ketika lansia tidak diperhatikan dan

tidak dihiraukan oleh anggota keluarga, maka lansia sering marah

apalagi ada sesuatu yang kurang sesuai dengan kehendak pribadi

lansia.
5

d. Spiritual

Masalah yang sering dihadapi para lansia diusia senjanya terkait

dengan perkembangan spiritual adalah kesulitan untuk menghafal kitab

suci karena ada masalah pada kognitifnya dimana daya ingatnya yang

mulai menurun. Lansia yang menyadari bahwa semakin tua harus

banyak mendekatkan diri pada Tuhan maka akan semakin banyak dan

meningkatkan nilai beribadah.

5. Perawatan Masalah Lansia

Perawatan yang dapat dilakukan untuk menghadapi masalah Lansia adalah

sebagai berikut :

a. Perawatan Fisik

Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik

melalui perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadian yang

dialami klien lansia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ

tubuh, tingkat kesehatan yang masih dapat dicapai dan dikembangkan,

dan penyakit yang dapat dicegah atau progresifitas penyakitnya.

Pendekatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi 2

bagian :

1) Klien lansia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang

masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam

kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu melakukannya sendiri.

2) Klien lansia yang pasif, keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan

atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lansia


6

ini, terutama yang berkaitan dengan kebersihan perseorangan untuk

mempertahankan kesehatan.

b. Perawatan Psikologis

Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan

edukatif pada klien lansia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung

terhadap segala sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi dan

sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan

ketelitian dalam memberi kesempatan dan waktu yang cukup banyak

untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar lansia merasa puas.

Perawat harus selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik

dan service. Bila ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka

terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan dan

bertahap

c. Perawatan Sosial

Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu

upaya perawat dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi

kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien lansia

berarti menciptakan sosialisasi. Pendekatan sosial ini merupakan

pegangan bagi perawat bahwa lansia adalah makhluk sosial yang

membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat

menciptakan hubungan sosial, baik antar lania maupun lansia dengan

perawat. Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lansia

untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi. Lansia perlu


7

dimotivasi untuk membaca surat kabar dan majalah

B. Konsep Impecunity

1. Pengertian

Impecunity atau yang dalam bahasa Indonesia berarti kemiskinan

merupakan suatu kondisi dimana seseorang memiliki pendapatan jauh

lebih rendah dari rata-rata pendapatan sehingga tidak banyak memiliki

kesempatan untuk mensejahterakan dirinya. Pada konteks kemiskinan

yang dialami oleh lansia maka hal penting yang harus dipertanyakan

adalah mengapa lansia bisa sampai mengalami kemiskinan (Rosdahl dan

Kowalski, 2017).

Impecunity pada lansia adalah suatu kondisi dimana lansia mengalami

penurunan atau bahkan kehilangan pendapatan dikarenakan

ketidakmampuan lansia untuk bekerja secara produktif karena perubahan

fungsi tubuh yang terjadi (Rosdahl dan Kowalski, 2017).

2. Perubahan Fiisk yang berhubungan dengan Impecunity

Terdapat beberapa perubahan pada lansia serta dampak yang terjadi yang

karenanya lansia dapat dikatakan sudah tidak memenuhi lagi kriteria untuk

bekerja secara produktif sehingga terjadi penurunan pendapatan menurut

Hayati & Nurviyandari (2014) :

a. Penurunan penglihatan, akan mengakibatkan kesulitan dalam

beraktivitas sehari-hari, berisiko jatuh, dan kecelakaan/insiden lainnya


8

b. Demensia/penurunan daya ingat, akan menyebabkan lansia butuh

pendampingan dalam berbagai kegiatan, terutama kegiatan

instrumental (bepergian, mencuci, menelepon, dan lain sebagainya)

dan pemenuhan kebutuhan dasar.

c. Penurunan kekuatan otot, akan menyebabkan lansia kesulitan

melakukan kegiatan fungsional seperti kemampuan mobilitas dan

aktivitas perawatan diri.

d. Penurunan pendengaran, berisiko tinggi terjadi kesalahan dalam

berkomunikasi.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impecunity pada Lansia

Menurut Turner dan Helms (1995) daam Rosdahl dan Kowalski, 2017)

Lansia sudah tidak layak dipekerjakan karena :

a. Pekerja lanjut usia adalah pekerja yang lambat dalam bekerja, kurang

(bahkan tidak dapat) memenuhi persyaratan standar produktivitas yang

ditentukan perusahaan.

b. Pekerja lanjut usia banyak yang tidak fleksibel, sulit dilatih dan

dikembangkan karena mereka sulit untuk dapat menerima perubahan.

c. Gaji pekerja lanjut usia akan menambah beban perusahaan yang

rasionya sudah tidak realistis lagi dengan peningkatan kinerjanya.


9

4. Pathway Impecunity pada Lansia

Skema 2.1
Pathway Impecunity Lansia

5. Dampak Impecunity pada Lansia

a. Dampak Bagi Lansia itu Sendiri

Penurunan penghasilan bagi lansia akan menyebabkan stres dan

depresi. Selain itu lansia yang cenderung benar-benar tidak melakukan

kegiatan apa-apa setelah pensiun juga berisiko tinggi mengalami

depresi. Bahkan pada lansia laki-laki dapat terjadi gangguan konsep

diri dikarenakan perannya sebagai kepala keluarga yang mencari

nafkah tidak lagi berjalan optimal (Hayati dan Nurviyandari, 2013).


10

b. Dampak Bagi Pembangunan Sosial-Ekonomi

Peningkatan populasi usia lanjut dan kemiskinan yang terjadi pada

lansia dapat berdampak pada pembangunan ekonomi bagi pemerintah.

Terdapat korelasi antara berapa jumlah uang pensiun yang didapat

seorang lansia dengan tingkat kemiskinan dan kesejahteraan suatu

wilayah (Hayati dan Nurviyandari, 2013).

6. Peran Perawat pada Lansia yang Mengalami Impecunity

Peran perawat pada Lansia yang mengalami Impecunity menurut Rosdahl

dan Kowalski (2017) adalah sebagai berikut :

a. Memberikan Pelayanan Konseling

Lansia yang mengalami penurunan pendapatan cenderung akan mudah

stres dan depresi. Ketika hal itu terjadi maka perawat harus

menggunakan teknik komunikasi terapeutik yang tepat untuk

memberikan intervensi keperawatan. Perawat harus menjadi pendengar

yang baik, menunjukkan sikap empati, menggali kemampuan yang

masih dimiliki lansia, memotivasi, dan memberi pujian pada kegiatan

tercapai yang dilakukan.

b. Mengadakan Pelatihan/Terapi Okupasi

Perawat di era globalisasi dituntut untuk dapat terampil dan kreatif

dalam berbagai bidang. Karena keterampilan dan tingkat kreativitas

seorang perawat dapat menjadi role model dan ditularkan pada

kliennya. Pada kasus ini, perawat dapat mengajarkan keterampilan-

keterampilan yang masih bisa dilakukan oleh lansia untuk kemudian


11

dijadikan sebuah wirausaha guna menambah penghasilan. Selain itu

terapi okupasi juga dapat meningkatkan persepsi kebermaknaan hidup,

mengurangi stres, meningkatkan keterampilan, dan meningkatkan

produktivitas lansia. Contoh: pemberdayaan lansia untuk membuat

anyaman, crafting, atau pembudidayaan TOGA.

c. Advokasi Asuransi

Kesehatan Pemerintah Bagi lansia-lansia yang tidak memiliki asuransi

kesehatan sedang ia dalam kondisi miskin, maka perawat wajib

mengadvokasi dari mulai memberikan penyuluhan hingga membantu

pendaftaran asuransi kesehatan pemerintah tersebut agar jika lansia

sakit maka tidak akan terlalu dibebani secara finansial.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Gerontik pada Lansia

1. Pengkajian

a. Pengumpulan Data

1) Identitas

Idenititas klien yang biasa di kaji adalah usia, karena penyakit

kardiovaskuler banyak terjadi pada klien di atas usia 60 tahun.

2) Keluhaan Utama

Pasien biasanya mengalami masalah pada sistem kardiovaskuler

seperti adanya tanda-tanda terjadinya peningkatan darah dan

gangguan pada sistem mobilitas.


12

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat penyakit saat in berupa uraian mengenai penyakti yang

diderita oleh klien dari mulai awal timbulnya keluhan dan apakah

klien pernah dibawa memeriksakan diri ke tempat lain selain

rumah sakit serta pengobatan yang pernah diberikan

4) Riwayat Penyakit Terdahulu

Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat penyakit

kardiovaskuler sebelumnya, riwayat pekerjaan pada pekerja yang

berhubungan dengan peningkatan aktifitas, riwayat penggunaan

obat-obatan, riwayat konsumsi alkohol dan merokok.

5) Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluarga yang menderita yang menderita penyakit yang

sama karena faktor genetik/keturunan

6) Pola Kebiasaan Sehari-hari

Riwayat aktifitas yang biasa dilakukan sehubungan dengan adanya

nnyeri dada sebeleh kiri dan sesak nafas.

7) Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan Umum

Keadaan umum lansia biasanya melemah

b) Kesadaran

Kesadaran klien biasanya composmentis, apatis sampai

somnolen

c) Tanda-tanda vital

1) Terdiri dari pemeriksaan : suhu normalnya 37O C


13

2) Nadi meningkat (N : 70-82x/menit)

3) Tekanan darah meningkat atau menurun

4) Pernafasan biasanya menglami peningkatan

d) Pemeriksaan review of System (ROS)

1) Sistem Pernafasan (B1 : Breathing)

Dapat ditemukan sesak nafasa, sesak waktu beraktifitas,

peningkata frekensi pernafasan, penggunaan otot bantu

pernafasan dan adanya gangguan pernafasan.

2) Sistem Sirkulasi (B2 : Bleeding)

Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apikal,

sirkulasi perifer, warna dan kehangatan, periksa adanya

distensi vene jugularis.

3) Sistem Persyarafan (B3 : Brain)

Kaji adanya hilangnya gerakan/sensasi, spasme otot.

Pergerakan mata/kejalasan melihat di atas pupil. Agitasi

(mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas).

4) Sistem Perkemihan (B4 : Bleder)

Peruabahn pola berkemih, seperti inkonsistensial urine,

disuria, distensi kandung kemih, warna bau urine dan

kebersihannya.

5) Sistem Pencernaan (B5 : Bowel)

Konstipasi, konsinsten feses, frekuensi eliminasi, asukultasi

bising usus, anoreksia, adanya distensi abdomen dannyeri

tekan abdomen.
14

6) Sistem Muskuloskeletal (B6 : Bone)

Nyeri berart tiba-tiba/mungkisn terlokalisasi pada area

jaringan dapat berkurang dengan imobilisasi, kontraktur

otot, laserasi kulit dan perubahan warna.

8) Pola Fungsi Kesehatan

a) Pola Persepsi dan tatalaksana hidup

Menggambarkan persepsi, pemeliharanan dan penanganan

kesehatan.

b) Poal Nutrisi

Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit,

nafsu makan, pola makan, diet, kesulitan menelan,

mual/muntah dan makanan kesukaan

c) Pola elimianasi

Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, defekasi,

masalah nutrisa dan penggunana kateter

d) Pola Tidur dan Istirahat

Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepsi terhadap

energi, jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah tidur

dan insomnia.

e) Pola Aktifitas dan Istirahat

Menggambarkan pola latihan, aktifitas, fungsi pernafasan dan

sirkulasi, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama dan

kedalaman pernafasan.
15

f) Pola Hubungan dan peran

Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien

terhadap anggota keluarga dan masyarajat tempat tinggal,

pekerjaan, tidak punya rumah, dan masalah keuangan.

g) Pola Sensosi dan Kognitif

Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi

sensosi meliputi pengkajian pengelihatan, pendengaran,

perasaan dan pembau.

h) Pola Persepsi dan Konsep diri

Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi

terhadap kemampuan konsep diri. Konsep diri menggambarkan

gambaran diri, harga diri, pernan dan identitas diri.

i) Pola Seksual dan Reproduksi

Menggambarkan kepuasan/masalah terhadap seksualitas

j) Pola mekanisme penanggulangan stress dan koping

Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress

k) Pola, nilai dan kepercayaan

Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan

termasuk spiritual (Allen, 1998 dalam Aspiani, 2014).


16

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan yang dapat Muncul pada Lansia yang mengalami

Impecunity dalam Rosdahl & Kowalski (2017) adalah sebagai berikut :

a. Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif berhubungan dengan

kesulitan ekonomi

b. Koping Tidak efektif berhubungan dengan Krisis ketidakadekuatan

strategi koping

c. Gangguan Konsep Diri berhubungan dengan Gangguan Peran Sosial

3. Rencana Keperawatan

Table 2.1
Rencana Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
1 Manajemen Setelah dilakukan Dukungan Koping
Kesehatan intervensi keperawatan Keluarga:
Keluarga Tidak selama 3 x 24 jam, maka
Efektif status manajemen Observasi
kesehatan keluarga - Identifikasi respons
meningkat, dengan emosional terhadap
kriteria hasil: kondisi saat ini
1. Kemampuan - Identifikasi beban
menjelaskan prognosis secara
masalah kesehatan psikologis
yang dialami - Identifikasi
meningkat pemahaman tentang
2. Aktivitas keluarga keputusan
mengatasi masalah perawatan setelah
kesehatan tepat pulang
meningkat - Identifikasi
3. Verbalisasi kesulitan kesesuaian antara
menjalankan harapan pasien,
perawatan yang keluarga, dan
ditetapkan menurun tenaga kesehatan
17

Terapeutik
- Dengarkan
masalah, perasaan,
dan pertanyaan
keluarga
- Terima nilai-nilai
keluarga dengan
cara yang tidak
menghakimi
- Diskusikan rencana
medis dan
perawatan
- Fasilitasi
pengungkapan
perasaan antara
pasien dan keluarga
atau antar anggota
keluarga
- Fasilitasi
pengambilan
keputusan dalam
merencanakan
perawatan jangka
Panjang, jika perlu
- Fasilitasi anggota
keluarga dalam
mengidentifikasi
dan menyelesaikan
konflik nilai
- Fasilitasi
pemenuhan
kebutuhan dasar
keluarga (mis:
tempat tinggal,
makanan, pakaian)
- Fasilitasi anggota
keluarga melalui
proses kematian
dan berduka, jika
perlu
- Fasilitasi
memperoleh
pengetahuan,
keterampilan, dan
18

peralatan yang
diperlukan untuk
mempertahankan
keputusan
perawatan pasien
- Bersikap sebagai
pengganti keluarga
untuk menenangkan
pasien dan/atau jika
keluarga tidak
dapat memberikan
perawatan
- Hargai dan dukung
mekanisme koping
adaptif yang
digunakan
- Berikan
kesempatan
berkunjung bagi
anggota keluarga
Edukasi
- Informasikan
kemajuan pasien
secara berkala
- Informasikan
fasilitas perawatan
Kesehatan yang
tersedia
- Kolaborasi
- Rujuk untuk terapi
keluarga, jika perlu

2 Koping Tidak Setelah dilakukan Dukungan


efektif intervensi keperawatan Pengambilan
selama 3 x 24 jam, maka Keputusan
status koping membaik,
dengan kriteria hasil: Observasi
1. Verbalisasi - Identifikasi persepsi
kemampuan mengenai masalah
mengatasi masalah dan informasi yang
meningkat memicu konflik
2. Kemampuan Terapeutik
memenuhi peran - Fasilitasi
sesuai usia mengklarifikasi
19

meningkat nilai dan harapan


3. Perilaku koping yang membantu
adaptif meningkat membuat pilihan
- Diskusikan
kelebihan dan
kekurangan dari
setiap solusi
- Fasilitasi melihat
situasi secara
realistic
- Motivasi
mengungkapkan
tujuan perawatan
yang diharapkan
- Fasilitasi
pengambilan
keputusan secara
kolaboratif
- Hormati hak pasien
untuk menerima
atau menolak
informasi
- Fasilitasi
menjelaskan
keputusan kepada
orang lain, jika
perlu
- Fasilitasi hubungan
antara pasien,
keluarga, dan
tenaga Kesehatan
lainnya
Edukasi
- Jelaskan alternatif
solusi secara jelas
- Berikan informasi
yang diminta pasien
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan
tenaga Kesehatan
lain dalam
memfasilitasi
pengambilan
keputusan
20

3 Pernampilan Setelah dilakukan Dukungan


peran Tidak intervensi keperawatan Penampilan Peran
efektif selama 3 x 24 jam, maka
peran pemberi asuhan
Observasi
membaik, dengan
kriteria hasil: - Identifikasi
1. Verbalisasi perasaan berbagai peran dan
bingung periode transisi
menjalankan peran sesuai tingkat
menurun perkembangan
2. Verbalisasi harapan - Identifikasi peran
terpenuhi meningkat
yang ada dalam
3. Verbalisasi kepuasan
peran meningkat keluarga
4. Konlik peran - Identifikasi adanya
menurun peran yang tidak
5. Adaptasi peran terpenuhi
meningkat Terapeutik
6. Strategi koping yang - Fasilitasi adaptasi
efektif meningkat
peran keluarga
terhadap perubahan
peran yang tidak
diinginkan
- Fasilitasi bermain
peran dalam
mengantisipasi
reaksi orang lain
terhadap perilaku
- Fasilitasi diskusi
perubahan peran
anak terhadap bayi
baru lahir, jika
perlu
- Fasilitasi diskusi
tentang peran orang
tua, jika perlu
- Fasilitasi diskusi
tentang adaptasi
peran saat anak
meninggalkan
rumah, jika perlu
- Fasilitasi diskusi
harapan dengan
keluarga dan peran
timbal balik
21

Edukasi
- Diskusikan perilaku
yang dibutuhkan
untuk
pengembangan
peran
- Diskusikan
perubahan peran
yang diperlukan
akibat penyakit atau
ketidakmampuan
- Diskusikan
perubahan peran
dalam menerima
ketergantungan
orang tua
- Diskusikan strategi
positif untuk
mengelola
perubahan peran
- Ajarkan perilaku
baru yang
dibutuhkan oleh
pasien/orang tua
untuk memenuhi
peran
Kolaborasi
- Rujuk dalam
kelompok untuk
mempelajari peran
baru
22

DAFTAR PUSTAKA

Hayati, R. & Nurviyandari, D. 2014. Depresi Ringan Pada Lansia Setelah


Memasuki Masa Pensiun.

Mujiadi & Rahmah, S. 2022. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Mojokerto:


STIKES Majapahit Mojokerto.

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI.
PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Ratnawati, E. 2017. Asuhan Keperawatan Gerontik.Yogyakarta : Pustaka Baru.
Press.

Rosdahl, C. B., dan Kowalski, M. T. 2017. Buku Ajar Keperawatan Dasar.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

You might also like