Professional Documents
Culture Documents
Modul Pengolahan Limbah Sistem Anaerobic Digester
Modul Pengolahan Limbah Sistem Anaerobic Digester
Modul Teknologi WtE Berbasis Proses Biologis Anaerobic Digester ini disusun
untuk pegangan bagi setiap peserta pelatihan sebagai materi pendukung agar
peserta dapat mengevaluasi pemahamannya terhadap materi yang diajarkan di
kelas. Modul ini menggambarkan sistem pengolahan sampah dengan teknologi
Anaerobic Digestion, yang disingkat menjadi AD.
Ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada tim penyusun
dan para narasumber atas tenaga dan pikiran yang dicurahkan untuk
mewujudkan modul ini. Penyempurnaan maupun perubahan modul di masa
mendatang senantiasa terbuka dan dimungkinkan mengingat akan
perkembangan situasi, kebijakan dan peraturan yang terus menerus terjadi.
Semoga modul ini dapat membantu dan bermanfaat bagi peningkatan
kompetensi ASN dalam pengolahan sampah dengan konsep WtE.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... vi
iii
1. Karakteristik dan Kuantitas Digestate ...................................................... 46
2. Penanganan digestate .............................................................................. 49
E Latihan ......................................................................................................... 51
F Rangkuman .................................................................................................. 51
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Berbagai jenis substrat dari berbagai sumber ........................................... 12
Tabel 2. Total Solids (TS) dan Volatile Solids (VS) di dalam limbah padat organik .. 16
Tabel 3. Kelebihan dan keterbatasan sistem mesofilik dan termofilik .................... 22
Tabel 4. Tipikal parameter proses untuk pengelolaan sampah dengan AD ............ 26
Tabel 5. Perbedaan AD sistem kering dan sistem basah ............................ 27
Tabel 6. Perbedaan AD mode operasi batch dan kontinu ....................................... 29
Tabel 7. Perbedaan AD satu dan dua tahap ............................................................ 31
Tabel 8. Nilai produksi metana hasil proses AD dari berbagai jenis limbah padat.. 33
Tabel 9. Tipikal komposisi biogas............................................................................. 34
Tabel 10. Nilai produksi biogas dan gas metana dari berbagai jenis sampah ......... 35
Tabel 11. Faktor konversi biogas ke panas dan listrik .......................... 35
Tabel 12. Perbandingan nilai kalor beberapa jenis bahan bakar............................. 36
Tabel 13. Tipikal pemanfaatan biogas ..................................................................... 39
Tabel 14. Karakteristik dan Kuantitas Digestate ...................................................... 46
Tabel 15. Contoh Kandungan Nutrien pada Dua Jenis Digestate ............................ 48
Tabel 16. Lembar periksa pengoperasian AD .......................................................... 58
Tabel 17. Permasalahan pada pengoperasian AD dan solusinya ............................ 59
Tabel 18. Kelebihan dan kekurangan AD fixed-dome.............................................. 65
Tabel 19. Kelebihan dan kekurangan AD floating-drum .......................................... 68
Tabel 20. Kelebihan dan kekurangan AD tipe tubular ............................................. 71
Tabel 21. Kelebihan dan kekurangan AD tipe garasi ............................................... 72
Tabel 22. Biaya investasi dan operasional AD ......................................................... 79
vii
Gambar 25. Kantong biogas ...............................................................................67
Gambar 26. Sludge drying bed ............................................................................ 67
Gambar 27. Pengomposan .................................................................................67
Gambar 28. Trickling filter ................................................................................... 67
Gambar 29. Skematik anaerobic digester tipe floating-drum ............................. 68
Gambar 30. AD tipe floating drum ...................................................................... 69
Gambar 31. Skematik anaerobic digester tipe tubular (Vogeli, et al., 2014) ...... 70
Gambar 32. Skematik anaerobic digester tipe garasi (Vogeli, et al., 2014)......... 72
Gambar 33 Hubungan antara temperatur dan waktu untuk membunuh
mikroorganisme patogen ..................................................................................... 85
ix
x| Modul 04 - Teknologi WtE Berbasis Proses Biologis Anaerobic Digester
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
A Deskripsi
Modul Teknologi WtE Berbasis Proses Biologis Anaerobic Digester (AD) ini
terdiri atas enam materi pokok. Materi pokok pertama membahas mengenai
“Pengantar Teknologi Anaerobic Digester”, menguraikan mengenai definisi AD,
dan keuntungan serta keterbatasan proses pengolahan sampah menggunakan
AD. Materi pokok kedua yaitu “Substrat untuk Teknologi Anaerobic Digestion”,
terdiri atas materi mengenai jenis substrat, penyiapan substrat dan tingkat
keteruraian substrat. Materi pokok ketiga menjelaskan tentang “Proses,
Teknologi dan Pengoperasian AD”, melingkupi proses biokimia, parameter
operasional, dan klasifikasi teknologi. Materi pokok keempat menjelaskan
tentang “Produk Akhir AD”, melingkupi karakteristik, kuantitas, penanganan
dan penggunaan biogas dan digestate.
xi
Untuk menanamkan pemahaman yang lebih kuat, modul ini akan berkaitan erat
dengan kegiatan kunjungan lapangan dan seminar. Kegiatan tersebut
merupakan latihan bagi peserta untuk mengetahui fungsi seluruh prasarana dan
sarana dari teknologi WtE dengan cara melakukan observasi langsung di sebuah
instalasi teknologi WtE. Sebagai evaluasi akan capaian pemahaman peserta,
dilakukan presentasi hasil kunjungan lapangan dengan menugaskan peserta
untuk menganalisa permasalahan yang ditemukan. Evaluasi dilakukan langsung
saat presentasi dan diskusi berlangsung, oleh narasumber terhadap peserta.
Latihan atau evaluasi ini menjadi alat ukur tingkat penguasaan peserta pelatihan
setelah mempelajari materi dalam modul ini.
B Persyaratan
Dalam mempelajari buku ini peserta pelatihan telah mengikuti diklat dasar
tentang pengelolaan sampah.
C Metode
Dalam pelaksanaan pembelajaran modul ini, metode yang dipergunakan adalah
metoda pemaparan di dalam kelas, yang diberikan oleh narasumber yang akan
menjadi bahan bagi diskusi interaktif yang harus terbangun antara diantara
peserta pelatihan. Paparan yang diberikan juga dilengkapi dengan beberapa film
singkat mengenai teknologi WtE.
D Alat Bantu/Media
Untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran ini, diperlukan alat
bantu/media pembelajaran tertentu, yaitu :
1. LCD/projector
2. Laptop
3. Papan tulis atau whiteboard dengan penghapusnya
4. Flip chart
5. Bahan tayang
6. Modul dan/atau Bahan Ajar
7. Video
1
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Sampah perkotaan di Indonesia didominasi oleh sampah organik, yaitu 57%
(JICA, 2010). Sampah organik memiliki karakteristik cepat membusuk yang
apabila tidak dikelola dengan segera berpotensi sebagai sumber penyakit. Oleh
karena kadar air dalam sampah organik yang tinggi, pengelolaan yang tidak
tepat mengakibatkan air lindi dari sampah menyebar dan dapat menyebabkan
pencemaran air dan tanah. Pengelolaan sampah dengan konsep kumpul-
angkut-buang perlu diubah menjadi pengelolaan dengan sudut pandang
sampah adalah sumber energi. Untuk mendorong perubahan yang positif dalam
sistem pengelolaan sampah di Indonesia, pemerintah telah memiliki target
untuk jumlah timbulan sampah yang terkelola menjadi energi terbarukan di 380
kota sebesar 1,460,000 ton pada tahun 2019 yang tertuang pada Rencana
Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015-2019.
B Tujuan
Mata pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih mendalam
tentang salah satu teknologi WTE dengan proses biologis yaitu dengan proses
AD.
C Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pelatihan mata pelatihan ini peserta pelatihan diharapkan
mampu memahami prinsip dasar proses AD, teknologi, konsep perencanaan
dan aspek non teknis terkait pengoperasian AD.
3
4) Produk Akhir AD, meliputi:
Biogas (karakteristik, kuantitas, pemurnian, penyimpanan dan
penggunaan)
Digestate (karakteristik, kuantitas, penanganan dan
penggunaan)
5) Desain dan Pemeliharaan Fasilitas AD, meliputi:
Dasar Perencanaan AD
Studi Kasus Perencanaan AD
Pemeliharaan Fasilitas
6) Implementasi AD di Negara Berkembang, meliputi:
Pemilihan Teknologi
Fixed-dome Digester
Floating-drum Digester
Tubular Digester
Garage Type Digester
Kendala teknis dan non teknis
7) Aspek Non Teknis, meliputi:
Aspek Ekonomi
Aspek Lingkungan
Aspek Hukum
Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Diagram alir materi pokok yang diuraikan pada modul ini disajikan pada Gambar
1.
F Estimasi Waktu
Untuk mempelajari mata pelatihan Teknologi WtE Berbasis Proses Biologis
Anaerobic Digester secara umum ini, dialokasikan waktu sebanyak 3 (tiga) jam
pelajaran.
5
6| Modul 04 - Teknologi WtE Berbasis Proses Biologis Anaerobic Digester
BAB 2
PENGANTAR TEKNOLOGI
ANAEROBIC DIGESTION
7
PENGANTAR TEKNOLOGI ANAEROBIC
DIGESTION
A Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu memahami dan
menjelaskan proses, teknologi, dan pengoperasian anaerobic digestion.
B Tujuan
Mata pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai definisi
AD dan hal-hal yang menjadi keuntungan dan kelemahan dalam pengolahan
sampah organik menggunakan AD.
C Definisi AD
Anaerobic digestion adalah proses dekomposisi zat organik yang mudah terurai
yang berlangsung dalam kondisi yang terkontrol dan melibatkan berbagai jenis
mikroorganisme dalam kondisi tidak ada oksigen (Ricci & Confalonieri, 2016).
Proses AD terjadi secara alami di lingkungan, contohnya di lingkungan rawa atau
di dalam usus besar binatang ternak. Dengan menggunakan rekayasa teknologi,
proses AD ini diaplikasikan untuk membantu proses dekomposisi zat organik di
dalam reaktor/tangki kedap udara, yang umum disebut digester, untuk
memproduksi energi terbarukan, yaitu biogas. Berbagai jenis mikroorganisme
terlibat dalam proses degradasi secara anaerobik, dimana produknya adalah
biogas dan digestate (Ricci & Confalonieri, 2016). Digestate adalah material yang
tersisa dari proses AD, bisa berbentuk padat, cair, maupun campuran keduanya
yang kaya akan kandungan nutrien, sehingga dapat digunakan sebagai pupuk.
Digestate berbeda dengan kompos, walaupun keduanya memiliki karakteristik
yang sama. Kompos adalah sebutan untuk produk dari proses dekomposisi
aerobik, dimana oksigen diperlukan dalam prosesnya (http://www.biogas-
info.co.uk).
9
akan terus menghasilkan biogas. Volume fasilitas penyimpanan biogas
yang direkomendasikan adalah 1/5 dari total volume sampah padatan
dan cairan yang berada di dalam reaktor (Rowse, 2011). Jika tidak
dipelihara dengan baik, misalnya terjadi kebocoran pada penyimpanan
biogas, bercampurnya gas metana dengan udara dapat memicu ledakan
karena gas metana mudah sekali terbakar.
Proses pengolahan secara anaerobik berlangsung lebih lambat daripada
proses aerobik karena siklus reproduksi bakteri anaerob lebih panjang.
Pada proses anaerobik, perubahan kondisi lingkungan sedikit saja dapat
memengaruhi kinerja proses, sehingga pengoperasiannya sangat
kompleks.
E Latihan
1. Apakah pengertian dari anaerobic digestion?
2. Sebutkan beberapa keuntungan dari pengolahan sampah organik kota
menggunakan proses AD?
F Rangkuman
Anaerobic digestion adalah proses dekomposisi zat organik yang mudah terurai
yang berlangsung dalam kondisi yang terkontrol dan melibatkan berbagai jenis
mikroorganisme dalam kondisi tidak ada oksigen. Proses anaerobic digestion
berlangsung secara alami di lingkungan. Seiring berkembangnya teknologi, proses
ini kemudian diadopsi menjadi salah satu metode untuk mengolah berbagai
limbah organik, baik itu limbah cair maupun sampah organik.
11
SUBSTRAT UNTUK TEKNOLOGI AD
A Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu memahami dan
menjelaskan jenis-jenis substrat anaerobic digestion
B Tujuan
Mata pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang metode
dan tujuan penyiapan substrat sebelum diproses di AD.
C Jenis substrat
AD hanya cocok untuk mengolah materi organik. Dalam modul ini, istilah substrat
digunakan untuk berbagai jenis limbah yang cocok untuk diolah secara anaerobik
di dalam digester. Penggunaan AD sebagai teknologi pengolahan limbah cair
seperti limbah cair domestik, limbah dari peternakan, dan limbah cair industri
sudah dikenal lebih dulu dibandingkan dengan penggunaan AD untuk mengolah
limbah padat yang baru menarik perhatian di tahun 1960-an.
D Penyiapan substrat
Penyiapan substrat untuk proses AD terdiri dari pemilahan, pencacahan,
pencampuran dengan jenis substrat lain dan/atau air, dan pengolahan
tambahan lainnya seperti penyesuaian pH awal sampah (jika diperlukan)
Gambar 2.
1. Pemilahan
Idealnya, sampah perkotaan sebagai substrat tiba di fasilitas AD dalam
kondisi telah terpisah dari sampah anorganik.
Namun, sistem pengelolaan sampah di Indonesia
Material anorganik
masih dihadapkan pada kendala sampah yang dapat mengganggu
tidak terpilah antara organik dan anorganik, kinerja peralatan
sehingga setibanya sampah di fasilitas AD, sampah
mekanis,
perlu dipilah secara manual ataupun mekanis
menyumbat
seperti yang telah diuraikan pada Modul 3 perpipaan,
Penyiapan Bahan Baku. Jika masih ada sampah di mengendap di dasar
dalam tas plastik, tas plastik harus dibuka dan
digester, dan
dipisahkan agar tidak terikut masuk ke dalam
keberadaannya
digester. Keberadaan plastik dan material dalam digestate
anorganik lain seperti logam dan kaca pada tidak diinginkan.
digester akan mengganggu operasional, misalnya
(Deublein &
jika reaktor AD menggunakan sistem pengadukan
Steinhauser, 2011)
dan/atau pompa, material-material ini dapat
menghambat kinerja peralatan mekanis dan juga
mengendap di dasar digester yang jika terakumulasi dapat menyebabkan
kapasitas pengolahan berkurang. Selain bahan-bahan pengotor ini dapat
menyumbat saluran atau pipa penyalur sampah ke reaktor AD,
keberadaannya pada produk AD tidak diinginkan (Deublein &
Steinhauser, 2011). Untuk meminimalkan bau dan mencegah vektor
penyakit, bangunan penerimaan sampah tempat pemilahan sampah
seharusnya didesain tertutup.
13
2. Pencacahan
Setelah semua material yang tidak diinginkan sudah disingkirkan dan
yang tersisa hanya sampah organik, dilakukan pencacahan. Pencacahan
ditujukan untuk meningkatkan luas area permukaan per satuan volume
sampah sehingga akan meningkatkan potensi kontak dengan
mikroorganisme, karena kebanyakan mikroorganisme, khususnya bakteri
hidrolitik cenderung senang melekat pada substrat yang akan diurainya
(Vogeli, et al., 2014). Ukuran sampah yang diinginkan dalam pencacahan
ini bergantung pada sistem AD yang akan digunakan. Untuk AD sistem
basah, sampah dicacah menjadi lebih kecil daripada AD sistem kering,
karena pada sistem basah, sampah yang sudah tercacah kecil akan
dicampur dengan air sebelum diolah dalam digester. Ukuran sampah
yang kecil akan memudahkan proses pengadukan dan pemompaan yang
seringkali diperlukan pada AD sistem basah. Pengadukan dibutuhkan
untuk mendapatkan kualitas substrat yang homogen dan pemompaan
untuk memudahkan pengaliran substrat ke dalam reaktor atau digestate
dari dalam reaktor. Sedangkan pada sistem kering, karena tidak dicampur
dengan air, maka pengadukan dan pemompaan tidak diperlukan,
sehingga ukuran sampah tidak perlu terlalu kecil. Penjelasan lebih rinci
mengenai perbedaan AD sistem basah dan kering serta spesifikasi ukuran
sampah untuk kedua sistem dijelaskan pada bagian pengklasifikasian
teknologi AD.
15
Gambar 3. Komponen penyusun substrat (Vogeli, et al., 2014)
Tabel 2. Total Solids (TS) dan Volatile Solids (VS) di dalam limbah padat organik
F Latihan
1. Sebutkan beberapa contoh limbah yang dapat diolah menggunakan
teknologi AD.
2. Pengolahan pendahuluan apa saja yang harus dilakukan terhadap
sampah organik kota yang akan diolah menggunakan teknologi AD?
G Rangkuman
Proses AD merupakan teknologi yang cukup menjanjikan untuk pengolahan
sampah organik, mengingat banyaknya keuntungan yang diperoleh dan hampir
tidak menimbulkan residu. Pemilahan merupakan salah satu kunci utama dalam
17
18| Modul 04 - Teknologi WtE Berbasis Proses Biologis Anaerobic Digester
BAB 4
PROSES, TEKNOLOGI, DAN
PENGOPERASIAN
19
PROSES, TEKNOLOGI DAN PENGOPERASIAN
A Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu memahami dan
menjelaskan prinsip kerja AD, parameter operasional penting dan klasifikasi
teknologi AD.
B Tujuan
Mata pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang proses
terbentuknya biogas dari reaksi biokimia yang berlangsung, parameter-
parameter proses yang memengaruhi keberhasilan proses, dan pengklasifikasian
teknologi AD.
Hidrolisis
Tahapan pertama adalah tahap yang berjalan paling lambat diantara 4 tahapan
proses AD. Bakteri yang tergolong dalam mikroorganisme hidrolitik akan
melepaskan enzim untuk mengubah materi organik kompleks (karbohidrat,
protein, lemak) menjadi menjadi materi organik yang lebih sederhana atau
disebut monomer dan polimer. Karbohidrat akan dikonversi menjadi gula,
protein menjadi asam amino dan lemak dikonversi menjadi asam lemak. Materi
organik dalam bentuk yang terlalu kompleks tidak dapat langsung diserap atau
dikonsumsi oleh bakteri sebagai sumber makanan atau substrat, oleh karena itu
tahapan pertama adalah pengkonversian ke dalam bentuk yang lebih sederhana.
Hidrolisis berlangsung dalam kondisi asam (pH <5).
Asidogenesis
Pada tahapan proses yang kedua, mikroorganisme asidogenik akan mengubah
materi organik sederhana (monomer) menjadi asam volatil dan alkohol,
contohnya etanol, asam propionat, asam butirat, asetat.. Proses degradasi asam
amino akan menghasilkan ammonia. Pada tahapan ini pH masih akan bersifat
asam.
Metanogenesis
Selama tahapan proses yang terakhir ini, bakteri metanogen akan mengubah
hidrogen dan asam asetat menjadi gas metana dan karbondioksida.
Pertumbuhan bakteri metanogen di dalam digester sangat bergantung pada
temperatur, komposisi substrat dan laju beban organik. Bakteri metanogen
adalah bakteri yang sangat sensitif, kehadiran sedikit oksigen dapat bersifat
toksik dan menyebabkan kematian populasi bakteri jenis ini. Selain oksigen
bakteri jenis ini juga tidak dapat hidup di pH yang asam. pH optimum untuk
bakteri metanogen berada dalam kisaran 6,5-7.2 (Environment Canada, 2013).
Produk dari tahapan ini, yaitu biogas, didominasi oleh kandungan gas metana dan
karbondioksida, tetapi juga ada gas-gas lain dalam konsentrasi kecil seperti
hidrogen sulfida, nitrogen, oksigen, dan hidrogen. Biogas dengan kandungan gas
metana lebih dari 45% bersifat mudah terbakar. Semakin besar kandungan gas
metana, maka semakin besar juga potensi energi dalam substrat tersebut.
21
D Faktor-faktor yang berpengaruh dalam AD
Untuk mendapatkan produksi biogas yang optimum, terdapat beberapa
parameter yang harus dikontrol seperti temperatur, pH, rasio C/N, laju beban
organik, dan waktu detensi.
1. Temperatur
Walaupun teknologi AD pada dasarnya dapat berlangsung pada hampir
semua kondisi iklim, temperatur ideal bagi pertumbuhan dan kinerja
mikroorganisme anaerob berada dalam kisaran 30-40oC untuk
mikroorganisme mesofilik (dengan temperatur optimum pada 37oC) dan
pada kisaran 45-60o C bagi mikroorganisme termofilik (dengan
temperatur optimum pada 55oC). Proses digestion dalam temperatur
mesofilik lebih stabil karena pada kondisi ini, mikroorganisme memiliki
toleransi yang lebih besar terhadap perubahan kondisi lingkungan dan
akan mengonsumsi energi lebih sedikit. Pada temperatur termofilik,
proses degradasi berlangsung lebih cepat karena reaksi biokimia akan
lebih cepat dua kali lipat setiap kenaikan temperatur sebesar 10oC
(Environment Canada, 2013).
Tabel 3 menyajikan kelebihan dan kelemahan pengoperasian digester
temperatur mesofilik dan termofilik.
2. pH
Kondisi pH optimum untuk
Kondisi pH optimum untuk mencapai proses digestion yang
mencapai proses yang stabil dan stabil dan menghasilkan nilai
produksi biogs yang tinggi produksi biogas yang tinggi berada
berada pada kisaran pH 6,5-7,5 dalam kisaran 6,5-7,5. Pada tahap
(Mata-Alvarez, 2003) hidrolisis dan asidogenesis, pH akan
turun dengan drastis dan
menciptakan lingkungan yang asam (pH 5,5-6,5). Sedangkan pada
23
sapi dan air dengan perbandingan 1:1 atau mengisi digester dengan
kotoran sapi sebanyak 10% dari volume aktif digester tanpa memasukkan
substrat yang akan diolah (Vogeli, et al., 2014). Proses ini dinamakan
sebagai inokulasi bakteri atau proses untuk menumbuhkan bakteri. Gas
yang terbentuk dari proses inokulasi merupakan indikasi bahwa bakteri
sudah berada dalam jumlah yang cukup banyak. Gas karbondioksida
merupakan gas yang pertama kali terbentuk pada minggu pertama
proses start-up. Gas ini tidak mudah terbakar dan dapat diemisikan.
Setelah beberapa hari, biogas baru akan terbentuk.
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑑𝑖𝑔𝑒𝑠𝑡𝑒𝑟
Waktu detensi = 𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡
7. Sistem pengadukan
Fungsi dari pengadukan di dalam digester adalah untuk mencampur
substrat yang masih segar (baru masuk) dengan substrat yang sudah
terproses di dalam digester sehingga mengalami kontak dengan
mikroorganisme yang ada di dalam digester. Pengadukan juga berfungsi
untuk menghindari terjadinya gradien temperatur dan untuk
menghindari terbentuknya scum. Terbentuknya scum di dalam digester
tidak diinginkan karena scum dapat menyebabkan tersumbatnya sistem
perpipaan atau mengakibatkan terbentuknya busa di permukaan
digester. Jika lapisan scum yang terbentuk di permukaan melebihi 60 cm,
dapat mengakibatkan terhambatnya pelepasan gas dari cairan dan
akhirnya menyebabkan kegagalan sistem (Deublein & Steinhauser, 2011).
Alat pengadukan yang digunakan bervariasi bergantung pada jenis
digester yang digunakan dan kandungan TS di dalam digester. Sistem
25
pengadukan juga dapat dilakukan dengan meresirkulasikan digestate ke
dalam digester dimana hal ini juga dapat meningkatkan ketercampuran
antara substrat dengan mikroorganisme.
8. Inhibitor
Nitrogen ammonia dalam konsentrasi tertentu merupakan inhibitor
dalam proses AD. Beberapa studi yang pernah dilakukan menemukan
bahwa konsentrasi nitrogen ammonia di atas 1.400 mg/L bersifat toksik
bagi mikroorganisme anaerob. Secara umum, tipikal parameter
operasional yang optimum untuk keberhasilan proses AD disajikan pada
Tabel 4.
27
Sistem kering Sistem basah
Potensi bau saat pintu digester dibuka Merupakan sistem yang selalu tertutup
sehingga kontrol bau lebih baik
Tidak menghasilkan digestate cair sehingga Digestate memerlukan pengeringan
mengurangi biaya penanganan digestate sehingga menambah biaya operasional
Berbeda dengan sistem kontinu, pada sistem batch, digester akan diisi
oleh substrat dengan jumlah tertentu, kemudian ditutup dan dibiarkan
selama proses dalam kurun waktu tertentu. Setelah waktu yang
ditentukan, digester akan dibuka dan substrat siap untuk dikeluarkan.
Secara ringkas, kelebihan dan keterbatasan sistem batch dan kontinu
ditampilkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Perbedaan AD mode operasi batch dan kontinu (Vogeli, et al., 2014)
Batch Kontinu
Lebih mudah untuk dioperasikan Menghasilkan biogas lebih banyak
Investasi lebih murah Investasi lebih tinggi tetapi lebih
ekonomis
Potensi kehilangan biogas besar Produksi biogas stabil
karena sistem sering dibuka dan
ditutup
Adanya resiko ledakan karena Lebih banyak digunakan baik di negara
pelepasan biogas ke udara maju dan negara berkembang
Produksi biogas tidak stabil Pertumbuhan mikroorganisme lebih
stabil
Pertumbuhan mikroorganisme
tidak stabil karena adanya gradien
temperatur
3. Jumlah reaktor
Pada bab sebelumnya sudah dibahas mengenai tahapan reaksi biokimia
pada proses dekomposisi bahan organik secara anaerobik, dimana
terdapat tahapan hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis, dan
metanogenesis. Teknologi AD diklasifikasikan juga berdasarkan jumlah
reaktor yang digunakan, yaitu AD satu tahap (menggunakan satu reaktor)
dan AD 2 tahap (menggunakan 2 reaktor) seperti pada Gambar 9.
29
Gambar 9. AD satu tahap dan dua tahap
F Latihan
1. Sebutkan beberapa parameter utama yang harus dikontrol dalam
pengoperasian AD untuk mendapatkan hasil yang optimum?
2. Jelaskan perbedaan proses AD sistem basah dan sistem kering?
3. Jelaskan kondisi yang ditandai dengan rasio C:N yang terlalu tinggi dan
terlalu rendah
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan waktu detensi substrat di dalam
reaktor.
G Rangkuman
Nilai produksi biogas merupakan salah satu indikator keberhasilan proses AD.
Biogas dari proses AD dihasilkan pada tahap metanogenesis yang didahului oleh
serangkaian proses dekomposisi lainnya yaitu hidrolisis, asidogenesis, dan
asetogenesis. Untuk mendapatkan hasil yang optimum, dalam hal ini produksi
biogas, terdapat beberapa parameter operasional yang perlu dikendalikan,
seperti temperatur, pH, rasio C/N, laju beban organik, waktu detensi, dan lain-
lain.
31
a.
BAB 5
PRODUK AKHIR
ANAEROBIC DIGESTION
A Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu memahami dan menjelaskan
mengenai produk akhir anaerobic digestion
B Tujuan
Mata pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang produk akhir
dari proses AD, meliputi karakteristik, kuantitas, metode penanganan yang sudah
banyak diimplementasikan, termasuk potensi pemanfaatan dari produk akhir AD.
Selain itu, materi ajar ini juga bertujuan untuk memberikan cara perhitungan untuk
mengestimasi jumlah biogas yang terbentuk.
C Biogas
1. Karakteristik Biogas
Produksi biogas ditentukan oleh berbagai faktor, diantaranya jenis
substrat, komposisi substrat, temperatur operasi dan sistem pengadukan.
Indikator yang paling sering digunakan untuk menilai performa proses di
dalam digester adalah biological methane potential (BMP) yang
mendeskripsikan potensi volume maksimum gas metana yang dapat
diproduksi per unit berat substrat atau per berat VS dalam substrat.
Beberapa nilai produksi metana dari AD disajikan pada Tabel 8.
33
Jenis limbah padat Nilai produksi metana (L/kg
VS)
Sampah buah dan sayur 420
Sampah domestik rumah tangga 350
Jerami 350
Kotoran hewan 337
Sampah makanan 396
2. Kuantitas Biogas
Kuantitas biogas yang dihasilkan dari 1 ton substrat mengacu pada nilai
produksi biogas, yang dipengaruhi oleh jenis substrat tersebut. Tabel 10
menyajikan beberapa nilai produksi biogas dari berbagai komposisi yang
biasanya terdapat pada sampah perkotaan.
35
Biasanya perhitungan ini diperlukan ketika sedang menentukan
kelayakan ekonomi sistem AD. Nilai kalor biogas ini dapat bersaing
dengan nilai kalor bahan bakar lainnya seperti kayu dan batu bara. Tabel
12 menampilkan perbandingan nilai kalor antara biogas dan bahan bakar
lain.
Tabel 12. Perbandingan nilai kalor beberapa jenis bahan bakar
(Vogeli, et al., 2014)
Jenis bahan bakar Kisaran nilai kalor
Biogas 6-6,5 kWh/m3
Diesel 12 kWh/kg
Kayu 4,5 kWh/kg
Batu bara 8,5 kWh/kg
Gas alam 10,6 kWh/m3
LPG 26,1 kWh/m3
a) Low-grade uses
Pemanfaatan biogas yang paling sederhana yaitu sebagai sumber
energi untuk pemanasan air dalam skala industri dan pemanasan
gedung. Untuk aplikasi ini, biogas dapat dicampur dengan gas alam
atau tanpa dicampur dengan bahan bakar lain. Pengolahan yang
diperlukan sebelum biogas dapat digunakan adalah penyisihan
partikulat dan menurunkan kadar air dalam biogas. Pada kasus
tertentu, misalnya kadar sulfur biogas cukup tinggi dan beresiko
menyebabkan korosi pada peralatan, diperlukan pengolahan
tambahan untuk menyisihkan sulfur. Oleh karena nilai kalor biogas
hanya 60-70% nilai kalor gas alam, maka peralatan pembakaran
37
memerlukan modifikasi agar dapat menangani laju alir yang lebih
besar untuk mendapatkan derajat pemanasan yang sama dengan jika
menggunakan gas alam.
b) Medium-grade uses
Konversi biogas menjadi listrik merupakan contoh dari penggunaan
biogas di tingkat medium-grade uses. Untuk kebutuhan ini, selain
partikulat dan kadar air, senyawa sulfur juga perlu untuk disisihkan
agar tidak merusak mesin dan turbin yang digunakan untuk
mengubah biogas menjadi listrik. Beberapa mesin pembakaran yang
didesain untuk biogas dapat memiliki tingkat toleransi terhadap
konsentrasi hidrogen sulfida sampai level tertentu, tetapi banyak
juga produk yang mensyaratkan pengolahan pendahuluan untuk
menyisihkan H2S sebelum biogas dipakai.
c) High-grade uses
Selain pemakaian yang telah disebutkan sebelumnya, biogas juga
dapat diubah menjadi bahan bakar kendaraan berkualitas tinggi
yang memiliki nilai kalor pembakaran setara dengan gas alam.
Untuk mendapatkan kualitas ini, CO2 dan oksigen yang tersisa pada
biogas harus disisihkan, karena gas CO2 dalam biogas dapat
mengurangi nilai kalor biogas. Biogas yang sudah mengalami
perlakuan penyisihan CO2 disebut biometan. Metode yang umum
digunakan untuk menyisihkan gas CO2 adalah dengan adsorpsi.
Adsorben yang umum digunakan untuk menyerap CO2 pada biogas
adalah karbon aktif. Sebagai alternatif adsorben yang lebih
ekonomis adalah cangkang sawit yang telah dikarbonisasi. Caranya
adalah dengan memanaskan cangkang sawit pada suhu 600oC
selama 1,5 jam hingga diperoleh karbon. Setelah itu, cangkang sawit
diaktivasi secara kimia dengan cara perendaman dalam H3PO4 10%
selama 24 jam. Setelah ditiriskan, karbon kemudian dimasukkan ke
dalam oven bertemperatur 110oC selama 2 jam (Widyastuti, et al.,
2013). Ringkasan potensi penggunaan biogas dalam 3 tingkatan
disajikan pada Tabel 13.
39
4. Penyimpanan biogas
Produksi harian biogas sangat bervariasi, dipengaruhi oleh pola
pengumpanan substrat dan perubahan temperatur. Selain itu, proses
digestion di dalam reaktor berlangsung selama 24 jam, sehingga pada
malam hari pun biogas akan tetap dihasilkan. Hal ini mengindikasikan
bahwa produksi dan konsumsi biogas tidak selalu berlangsung pada
waktu yang sama, sehingga diperlukan fasilitas penyimpanan biogas.
Biogas dapat disimpan pada kontainer yang kedap gas untuk durasi
waktu yang lama tanpa kehilangan kandungan energinya. Hal ini
merupakan salah satu keunggulan dari biogas dibandingkan dengan
energi terbarukan lain seperti energi angin atau matahari. Salah satu
kelemahan biogas adalah densitasnya yang rendah, sehingga jika tidak
dikompresi, penyimpanan biogas membutuhkan volume yang besar.
Saat gas akan digunakan, katup yang terhubung dengan drum dibuka
dan volume gas di dalam drum akan berkurang dan drum akan
kembali ke posisi awal saat belum terisi oleh biogas. Berat drum akan
memberikan tekanan pada gas di dalamnya, dimana tekanan ini
diperkirakan cukup untuk mengoperasikan kompor gas. Jika tekanan
yang dibutuhkan lebih tinggi, drum dibebani dengan benda lain yang
41
berat, misalnya ban bekas, batu bata untuk memberikan tekanan
lebih pada gas di dalam drum. Keterbatasan dari penyimpanan
biogas dengan sistem floating drum ini adalah adanya potensi
pelepasan gas dalam jumlah besar jika penempatan drum langsung di
atas substrat di dalam digester dan penempatan drum di atas reaktor
kurang tepat. Kekurangan sistem ini dapat diperbaiki dengan
penambahan konstruksi water jacket, sehingga drum tidak lagi
ditempatkan langsung di atas substrat, tetapi di atas air pada water
jacket (Gambar 13).
43
Gambar 16. Fasilitas penyimpanan biogas tekanan sedang di dalam
tangki (Vogeli, et al., 2014)
D Digestate
Digestate adalah produk akhir dari proses AD selain biogas, bentuknya bisa
berupa campuran padatan dan cairan/semi-solid (contohnya digestate dari
sistem basah) dan padatan (digestate dari sistem kering) (Environment Canada,
2013). Digestate dari AD sistem basah memiliki kandungan air yang tinggi
dikarenakan penggunaan air untuk melarutkan substrat saat pemrosesan di
reaktor AD. Sedangkan digestate dari AD sistem kering memiliki kadar air yang
lebih rendah. Digestate dari sistem basah secara utuh dapat langsung digunakan
sebagai pupuk tanpa memisahkan fraksi padatan dan cairannya, namun
45
1. Karakteristik dan Kuantitas Digestate
Digestate yang berasal dari AD sistem basah perlu dilakukan pengeringan
(dewatering) untuk mengurangi kadar airnya hingga 50%. Sedangkan
digestate yang berasal dari AD sistem kering, tidak perlu dikeringkan, tetapi
langsung dikomposkan. Karakteristik digestate dari sistem basah dan
sistem kering disajikan pada Tabel 14.
(b)
Gambar 17. Neraca massa AD (a) sistem kering (b) sistem basah
(Environment Canada, 2013)
47
kandungan nutrien pada digestate yang belum dipisahkan antara fraksi
basah dan kering dari dua jenis substrat yang berbeda. Jumlah nutrien
pada digestate dapat berkurang selama penyimpanan.
Tabel 15. Contoh Kandungan Nutrien pada Dua Jenis Digestate (WRAP,
2016)
Parameter Unit Digestate dari Digestate dari
sampah makanan kotoran hewan
Total N Kg/m3 7.35 4,4
Total N yang siap diserap Kg/m3 5.94 2,55
tumbuhan
Total fosfat (P2O5) Kg/m3 0,48 1,35
Total kalium oksida (K2O) Kg/m3 1,81 3,49
Total magnesium (MgO) Kg/m3 0,06 0,74
Total sulphur (SO3) Kg/m3 0,44 1,28
pH Kg/m3 8,41 8,22
a) Pengeringan (dewatering)
Terdapat perbedaan penanganan
digestate antara AD sistem basah Digestate dari sistem
dan kering. Pada sistem kering, kering dapat langsung
karena kadar air digestate dikomposkan, digestate
berkisar 50-60%, maka dapat dari sistem basah
dikeluarkan dari digester dengan membutuhkan
menggunakan alat berat, pengeringan sebelum
misalnya frond-end loaders. dikomposkan
Tetapi untuk sistem basah, (Environment Canada,
digestate akan mengalir keluar 2013)
dari reaktor AD secara kontinu
(overflow). Pada saat digester
49
membutuhkan pemeliharaan, digestate dari AD sistem basah
dikeluarkan dengan cara dipompa, karena kadar air yang cukup
tinggi, yaitu antara 70-90%.
E Latihan
1. Jelaskan potensi pemanfaatan produk dari proses AD sampah organik
kota.
2. Sebutkan 2 gas utama penyusun biogas.
3. Sebuah pasar menghasilkan sampah buah dan sayuran sebanyak 5
ton/hari. Jika sampah pasar itu dikelola menggunakan teknologi AD,
berapakah potensi listrik yang dihasilkan?
4. Adakah perbedaan penanganan untuk digestate yang dihasilkan dari AD
sistem basah dan sistem kering? Jelaskan.
F Rangkuman
Komponen utama penyusun biogas adalah gas metana dan karbondioksida. Gas
metana memiliki nilai kalor yang tinggi, oleh karena itu gas ini banyak digunakan
sebagai energi terbarukan. Penggunaan biogas yang paling populer di negara
maju yaitu dengan mengubahnya menjadi energi listrik. Dari 1 ton sampah sisa
makanan, dapat dihasilkan sebanyak kurang lebih 80-90 m3 gas metana yang
setara dengan 600 kWh listrik.
Selain biogas, produk lain dari proses AD adalah digestate. Digestate dari proses
pengolahan sampah organik kaya akan kandungan nutrisi yang dibutuhkan oleh
tumbuhan. Digestate dapat berbentuk padatan maupun cairan, bergantung pada
sistem AD yang digunakan, namun di negara berkembang, AD sistem basah lebih
banyak digunakan. Oleh karena kandungan nutrisinya yang tinggi, digestate
51
seringkali diaplikasikan ke tanah untuk menggantikan peran pupuk kimia. Pada
banyak kasus, digestate dari AD sistem basah dikeringkan terlebih dulu,
kemudian padatannya dikomposkan sedangkan cairannya digunakan sebagai
pupuk cair. Karakteristik digestate yang tinggi BOD, suspended solids dan
ammonia tidak bisa dibuang langsung ke badan air jika tidak dimanfaatkan
sebagai pupuk cair karena berpotensi untuk memicu terjadinya eutrofikasi pada
badan air dan bentuk pencemaran air lainnya.
A Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu memahami dan
menjelaskan mengenai desain dan pemeliharaan fasilitas anaerobic digestion
B Tujuan
Mata pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang cara
perhitungan untuk mengestimasi kebutuhan reaktor AD dengan menggunakan
data-data kondisi eksisting seperti jumlah timbulan sampah dan karakteristik
sampah yang akan diolah serta memberikan gambaran teknis pemeliharaan yang
perlu dilakukan dan beberapa permasalahan yang sering terjadi pada
pengoperasian AD.
55
D Studi Kasus Perencanaan AD
Sebuah sekolah asrama yang dihuni 250 murid dan 50 staf (total 300 orang)
berencana untuk mengimplementasikan AD tipe fixed-dome sistem basah untuk
mengolah sampah organik yang biasanya hanya dibuang ke landfill. Air yang
ditambahkan sejumlah dua kali lipat dari jumlah sampah yang akan diolah. Dari
hasil pengukuran timbulan diperoleh bahwa masing-masing orang menghasilkan
sampah organik rata-rata 0,2 kg sampah per hari. Sampah organik ini terdiri dari
kulit buah, sayuran dan sisa makanan dari kantin. Berdasarkan uji laboratorium,
sampah memiliki kandungan TS 20% dan VS 80%.
Jika waktu detensi yang digunakan adalah 30 hari, hitung volume reaktor yang
dibutuhkan dan jumlah biogas yang dihasilkan. Jika biogas terproduksi digunakan
untuk memasak, berapa buah kompor yang bisa menggunakan biogas ini dengan
asumsi waktu memasak adalah 4 jam untuk tiap kompor.
Air yang digunakan adalah air bersih, maka dianggap tidak mengandung VS.
3. Volume digester
Volume digester dihitung menggunakan Persamaan 2, maka:
𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
Volume digester = 180 𝑥 30 ℎ𝑎𝑟𝑖 = 5.400 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟 𝑉𝑆
180 𝑥 53,3 𝑘𝑔
Maka, OLR = ℎ𝑎𝑟𝑖
5400 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
𝑚3
= 1,78 kg VS/m3 hari
Oleh karena OLR perhitungan < OLR kriteria desain, maka volume reaktor AD
sebesar 5,4m3 dapat diterima.
7. Penggunaan biogas
Diasumsikan bahwa biogas digunakan sebagai bahan bakar kompor untuk
memasak. Menurut literatur, rata-rata konsumsi biogas oleh kompor
sebanyak 0,4 m3 biogas per jam. Jika produksi biogas dalam sehari adalah 6,4
57
m3, maka jumlah sebanyak itu dapat digunakan untuk menyalakan satu buah
kompor selama 16 jam atau 4 buah kompor selama 4 jam.
E Pemeliharaan fasilitas AD
Pengoperasian dan pemeliharaan seluruh komponen yang terdapat pada fasilitas
AD harus dilakukan dengan baik untuk mempertahankan tingkat produksi biogas
tetap maksimum dan untuk menjamin kinerja proses yang efisien dan
berkelanjutan. Fasilitas AD yang didesain dengan baik seharusnya akan mudah
dalam pengoperasain dan membutuhkan pemeliharaan harian yang minim.
Personil dan manajer yang bertanggung jawab dalam pengoperasian dan
pemeliharaan fasilitas AD harus sudah mendapatkan pelatihan yang sesuai dan
instruksi yang jelas agar memahami pentingnya pemeliharaan rutin fasilitas.
Pemeliharaan yang terjadwal sangat penting karena berhubungan dengan aspek
kesehatan manusia yang bekerja di fasilitas AD. Salah satu komponen terbesar
penyusun biogas yaitu metana adalah gas yang tidak berbau. Jika pemeliharaan
fasilitas seperti pengecekan kebocoran tidak dilakukan secara rutin dan hati-hati,
kebocoran perpipaan biogas tidak mudah terdeteksi, sedangkan biogas dalam
konsentrasi yang tinggi berpotensi menyebabka penyakit asphyxiation atau sesak
napas.
Pengoperasian tahunan
Membersihkan akumulasi lumpur di dalam reaktor AD. Akumulasi lumpur di √
dalam akan mengurangi volume aktif reaktor sehingga produkasi biogas
pun berkurang. Jika reaktor didesain dengan baik, akumulasi lumpur ini
hanya perlu dibersihkan dalam kurun waktu 5-10 tahun. Sebelum kegiatan
ini dimulai, pastikan pekerja telah memahami prosedur keselamatan dan
kesehatan kerja yang harus dilakukan.
59
Adanya material yang bersifat Tambahkan kapur (lime)
toksik terikut bersama ke dalam reaktor melalui
substrat ke dalam reaktor pipa inlet untuk
menaikkan pH dan cek
kembali pH cairan di
dalam reaktor
F Latihan
1. Sebuah kelurahan dengan jumlah penduduk 3000 orang berencana untuk
membangun AD tipe fixed dome. Timbulan sampah per hari adalah 0,6
kg/orang. Komposisi sampah organik dari keseluruhan sampah yang
dihasilkan sebesar 65%. AD ini akan dioperasikan dengan sistem basah,
yang berarti akan ada penambahan air dengan perbandingan 1:2
(sampah:air). Jika AD direncanakan beroperasi dengan waktu detensi 20
hari, hitung volume reaktor AD yang dibutuhkan. Sampah memiliki TS
20% dan VS 90%.
G Rangkuman
Untuk memperkirakan kebutuhan reaktor AD, diperlukan data-data seperti
timbulan sampah dan karakteristik sampah. Kebutuhan reaktor AD kemudian
dapat dihitung menggunakan kriteria desain yang tercantum di modul ini, seperti
waktu detensi. Hasil perhitungan berupa volume reaktor kemudian dicek ulang
menggunakan kriteria desain laju beban organik. Jika hasil perhitungan laju
beban organik yang dihitung menggunakan volume desain sudah sesuai dengan
laju beban organik dari kriteria desain, berarti desain sudah sesuai.
A Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu memahami dan
menjelaskan implementasi teknologi anaerobic digestion di negara berkembang.
B Tujuan
Mata pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang jenis-jenis
teknologi AD yang implementasinya telah banyak dijumpai di negara-negara
berkembang lain, serta kelebihan dan kekurangan dari masing-masing teknologi.
Selain itu bertujuan pula untuk memberikan wawasan kepada para peserta
mengenai contoh kendala teknis dan non teknis.
C Pemilihan Teknologi
Pemilihan teknologi AD, terutama untuk diimplementasikan pada negara
berkembang didasari oleh beberapa faktor, yaitu:
Mengacu pada beberapa pertimbangan yang telah disebutkan di atas, maka jenis
teknologi AD yang dibahas pada bab ini adalah teknologi dengan desain yang
mudah dalam pengoperasiannya dan sudah banyak diimplementasikan pada
negara berkembang, termasuk di Indonesia yaitu tipe fixed-dome, floating drum
63
dan tubular, dimana keduanya dioperasikan dengan sistem basah. Sedangkan
tipe garage digester adalah contoh desain AD untuk sistem kering.
D Fixed-dome digester
1. Deskripsi Teknologi
Digester tipe fixed-dome terdiri dari digester berbentuk kubah tertutup
dengan penampung gas yang tetap (tidak dapat dipindahkan), inlet untuk
memasukkan substrat dan tangki untuk menampung digestate (Gambar
21).
Setibanya sampah dari Pasar Mantung di lokasi AD, sampah dicacah dan
dicampur dengan kotoran sapi pada bak pencampuran (Gambar 23).
Kemudian sampah diproses di reaktor AD yang konstruksinya berada di
bawah permukaan tanah (Gambar 24). Biogas yang tertangkap di
masing-masing pengumpul gas kemudian dikumpulkan pada
kantong/balon penyimpan gas (Gambar 25). Biogas terproduksi
dikonversikan ke listrik dan dijual ke PLN seharga Rp 1.385,00/kWh.
Digestate hasil proses dikeringkan pada sludge drying bed (Gambar 26),
dimana fraksi padatnya kemudian dikomposkan di fasilitas
pengomposan (Gambar 27) dan fraksi cairnya diolah di instalasi
pengolahan air limbah menggunakan proses biologis dengan trickling
filter (Gambar 28). Biaya operasional yang dikeluarkan yaitu Rp
13.800.000,00/bulan (1 USD = Rp 15.188,00 pada September 2018).
65
Gambar 22. Diagram Alir Pengolahan Sampah Pasar dengan AD di Malang
E Floating-drum digester
1. Deskripsi Teknologi
Digester tipe ini terdiri dari digester berbentuk silinder dengan bagian
atas untuk menyimpan gas yang dapat mengapung mengikuti volume gas
yang tertampung (Gambar 25). Jenis digester ini biasanya dikonstruksi di
bawah tanah, dengan bagian penampung gas yang dapat bergerak
fleksibel ditempatkan di atas permukaan tanah. Hasil produksi biogas
akan terkumpul di dalam drum gas yang dapat naik dan turun
bergantung pada volume gas yang terbentuk. Oleh karena itu, ketinggian
drum gas ini berfungsi sebagai indikator visual untuk memperkirakan
volume gas di dalam drum. Desain ukuran digester tipe floating drum
bervariasi di kisaran 1-50 m3.
67
Gambar 29. Skematik anaerobic digester tipe floating-drum (Vogeli, et
al., 2014)
69
Digestate dari AD dikeringkan di sludge drying bed yang kemudian
digunakan pada lahan pertanian.
Waktu detensi yang digunakan adalah 20 hari dengan produksi
biogas 55m3/hari.
Investasi yang dikeluarkan untuk pengadaan fasilitas AD sebesar 1,8
M (1 USD= Rp 15.188,00 pada September 2018).
F Tubular digester
Digester jenis ini berbentuk oval dan terbuat dari plastik atau karet yang tahan
terhadap cuaca dan sinar matahari (Gambar 31) yang berfungsi baik sebagai
digester dan penyimpan biogas terproduksi. Material plastik yang biasa
digunakan adalah jenis polyethylene dengan 2 lapisan. AD jenis tubular hanya
cocok dioperasikan dengan sistem basah dan kontinu, sehingga dalam penyiapan
substrat dibutuhkan penambahan air. Bentuknya yang membujur (longitudinal),
tidak memungkinkan terjadinya short circuit, yaitu kondisi dimana substrat yang
masuk ke dalam reaktor langsung keluar melalui outlet tanpa sempat diproses.
Kondisi seperti ini mungkin terjadi pada AD jenis fixed dome dan floating drum,
dimana jarak antara inlet dan outlet tidak terlalu jauh. Selain itu, bentuknya yang
membujur juga membuat aliran substrat bergerak secara plug flow, sehingga
proses homogenisasi dalam digester sangat minim. Kondisi ini dapat diantisipasi
dengan meresirkulasi digestate yang keluar dari outlet digester ke inlet untuk
mendapatkan kualitas digestate yang lebih homogen. Pada saat konstruksi,
digester tubular ditanam di dalam tanah dengan kemiringan 2-5% untuk
memungkinkan substrat mengalir dari inlet ke outlet secara gravitasi.
(a) (b)
Gambar 31. Skematik anaerobic digester tipe tubular (Vogeli, et al., 2014)
Tabel 20. Kelebihan dan kekurangan AD tipe tubular (Vogeli, et al., 2014)
Kelebihan Kekurangan
Biaya kontruksi rendah Life span yang rendah, hanyak 2-5
tahun
Mudah ditransportasikan Sangat rentan terhadap kerusakan
Konstruksi sangat mudah Material digester seringkali tidak dapat
dibuat dari bahan-bahan lokal
Pada iklim tropis, temperatur mesofilik Tekanan gas rendah, sehingga
dengan mudah dapat tercapai membutuhkan tambahan berat
Pengosongan dan pemeliharaan Scum yang terbentuk di permukaan
digester sederhana digester selama proses tidak dapat
disisihkan
Konstruksi bawah tanah hanya sedikit, Akumulasi lumpur di dalam digester
sehingga cocok untuk diterapkan pada tidak dapat dibersihkan secara periodik
daerah dengan muka air tanah yang
cukup tinggi
G Garage-type digester
Tipe ini berbeda dengan ketiga jenis digester yang telah dideskripsikan
sebelumya. Digester tipe garasi ini dioperasikan dengan mode batch dan sistem
kering. Sampah domestik dimasukkan ke dalam suatu reaktor sederhana seperti
garasi dengan pintu yang kedap udara (Gambar 32).
Istilah sistem kering tidak berarti bahwa material di dalam digester harus kering,
karena air mempunyai peranan penting dalam setiap proses biologi. Semua
bakteri yang terlibat dalam proses AD membutuhkan kondisi lingkungan yang
lembab karena bakteri hanya akan aktif dalam fase cair di dalam substrat. Seperti
telah disebutkan di awal bahwa istilah sistem kering mengacu pada kandungan
TS lebih dari 15%.
Setelah pintu digester ditutup, sistem perkolasi air akan dioperasikan. Sistem
perkolasi ini diilustrasikan seperti instalasi shower yang dipasang pada bagian
71
atas digester. Sistem ini akan menyemprotkan larutan air dan mikroorganisme ke
seluruh permukaan substrat. Cairan ini kemudian akan membasahi substrat dan
kelebihannya kemudian akan terkumpul di bagian bawah digester. Air yang
terkumpul kemudian akan dikumpulkan di tangki penyimpanan untuk
disemprotkan kembali ke dalam digester selama selang waktu tertentu.
Gambar 32. Skematik anaerobic digester tipe garasi (Vogeli, et al., 2014)
Beberapa hari sebelum waktu detensi proses dicapai, sistem perkolasi tidak
dioperasikan untuk memungkinkan terjadinya pengeringan substrat secara alami.
Sebelum pintu digester dibuka, digester akan disemprotkan dengan gas keluaran
(CO2) untuk menghindari terbentuknya gas yang bersifat mudah meledak
(eksplosif) selama proses pembukaan dan pengosongan digester berlangsung.
Digester dengan mode batch perlu untuk dioperasikan secara paralel untuk
memastikan produksi biogas berlangsung kontinu dengan jumlah yang stabil.
Tabel 21 menampilkan keuntungan dan keterbatasan dari penggunaan digester
garage-type.
Kendala teknis:
Banyak dijumpai kebocoran gas baik dari sambungan perpipaan gas
maupun dari fasilitas penyimpanan biogas, sehingga angka produksi
biogas yang bisa dimanfaatkan tidak sebanding dengan input substrat
yag diolah. Pemeliharaan secara rutin seperti pengecekan kebocoran
harus dilakukan dan perbaikan harus segera dilakukan saat ditemukan
kebocoran.
Kebocoran reaktor AD yang cukup serius dan tidak diperbaiki
mengakibatkan air hujan ikut masuk ke dalam reaktor, akibatnya
sampah di dalam reaktor tidak terolah sesuai dengan waktu detensi
yang direncanakan. Karena reaktor penuh dengan air hujan, terjadi
limpahan substrat dari dalam reaktor yang baunya mengganggu
masyarakat sekitar.
Terjadinya akumulasi substrat berbentuk padatan (lumpur)di dalam
reaktor AD sistem basah, menyebabkan kapasitas pengolahan tidak
sesuai dengan kapasitas yang direncanakan. Akumulasi yang sudah
terlalu banyak menyebabkan volume sampah yang bisa diolah semakin
berkurang dan proses digestion pun terganggu. Pada AD sistem basah,
pemeliharaan rutin untuk menguras lumpur dari dalam reaktor penting
untuk dilakukan, minimal sebulan sekali dilakukan pengecekan.
Personil yang diberi tanggung jawab dalam pengoperasian AD harus
sudah mendapatkan pelatihan dan memahami bahwa AD hanya dapat
mengolah sampah organik, sehingga pemilahan di awal antara sampah
organik dan anorganik sangat penting.
73
menerima manfaat kurang dapat menerima penggunaan biogas dari
kotoran manusia menjadi bahan bakar untuk memasak. Butuh
pendekatan dan edukasi yang terus menerus untuk mengubah persepsi
publik.
Penggunaan biogas sebagai bahan bakar untuk memasak dirasakan
menghasilkan rasa makanan yang berbeda dibandingkan jika digunakan
arang dan waktu memasak dengan bahan bakar biogas pun dirasa lebih
lama dibandingkan menggunakan bahan bakar lain seperti arang.
I Latihan
1. Apakah yang menjadi perbedaan mendasar antara AD tipe garasi dengan
tipe fixed dome ataupun floating drum?
2. Apakah keuntungan dari konstruksi digester yang ditanam di bawah
permukaan tanah?
3. Mengapa pengoperasian teknologi AD di negara berkembang sebagian
besar tidak menggunakan sistem pengadukan?
J Rangkuman
Teknologi AD yang sering diimplementasikan di negara berkembang berupa
sistem kering satu tahap dengan mode kontinu, contohnya adalah tipe fixed-
dome, floating dome dan tubular digester. Pengoperasian fasilitas AD di negara
berkembang sebagian besar tidak menggunakan sistem pemompaan dan
pengadukan, dengan tujuan untuk memudahkan pengoperasian dan
pemeliharaan.
A Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu memahami dan
menjelaskan mengenai aspek non teknis pengoperasian anaerobic digestion
B Tujuan
Mata pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang
komponen-komponen yang menyerap biaya dari pengoperasian AD, estimasi
biaya operasional per ton sampah yang diolah, potensi keuntungan, serta
dampak lingkungan penting dari pengoperasian AD secara umum, termasuk
aspek hukum dan aspek keselamatan yang perlu diperhatikan untuk mencegah
kecelakaan kerja dari kegiatan operasional AD.
C Aspek Ekonomi
Pengoperasian fasilitas AD akan berkelanjutan hanya jika ada permintaan untuk
produknya (biogas dan digestate). Pada skala komersial, aplikasi AD untuk
pengolahan sampah organik tidak hanya ditujukan untuk mengurangi dan
mengolah jumlah sampah yang dibuang ke landfill, tetapi juga didasarkan oleh
kebutuhan untuk menggantikan bahan bakar dengan pemanfaatan biogas dan
juga dengan menggunakan digestate sebagai pupuk organik. Dalam kasus ini,
keseluruhan produk telah dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan internal. Namun
untuk skala perkotaan, analisis permintaan pasar yang komprehensif perlu
dilakukan sebelum memutuskan untuk mengaplikasikan AD untuk mengolah
sampah organik perkotaan. Beberapa pertanyaan yang penting dalam analisis ini
diantaranya:
a) Apakah ada pasar yang ditargetkan sebagai pengguna produk AD, baik
biogas dan digestate?
b) Seberapa besar permintaan untuk produk dan bagaimana kemampuan
membayar dari target pengguna ini?
c) Bagaimana cara yang ditempuh untuk memasarkan produk
AD?(Misalnya apa yang menjadi objek promosi dari produk, dll)
Salah satu cara untuk menilai kelayakan ekonomi fasilitas AD adalah dengan
melakukan analisa biaya dan keuntungan. Dari analisis ini dapat diketahui apakah
total keuntungan yang diperoleh dari penjualan produk dapat menutupi biaya
77
operasional. Untuk itu, analisis ini membutuhkan semua aspek biaya terkait
pengadaan, operasional dan pemeliharaan instalasi anaerobic digestion serta
keuntungan yang diharapkan dari pemasaran produk.
Biaya ini dapat tertutupi oleh tipping fee, hasil penjualan biogas, dan
subsidi/insentif dari pemerintah (jika ada).
(Mutz, et al., 2017)
D Aspek Lingkungan
Aspek lingkungan meliputi dampak positif dan negatif dari pengoperasian AD
terhadap lingkungan.
79
pembakaran biogas juga melepaskan gas CO2, tetapi ini hanya
mengembalikan CO2 yang telah diasimilasikan oleh tumbuhan dari
atmosfer. Maka dari itu, tidak ada penambahan emisi CO2 sebagai akibat
dari pembakaran biogas untuk substitusi bahan bakar fosil, berbeda
dengan pembakaran bahan bakar fosil itu sendiri. Namun, perlu menjadi
pertimbangan juga bahwa dalam pengoperasian AD ada kebutuhan
pengangkutan sampah dari sumber ke fasilitas AD dan pendistribusian
digestate ke lahan pertanian yang berdampak pada kesetimbangan CO2.
5. Pencemaran air
COD adalah parameter utama untuk mengukur kandungan polutan
organik. Konsentrasi COD tinggi yang dibuang ke badan air akan
mengonsumsi oksigen di air yang pada akhirnya dapat menyebabkan
defisiensi jumlah oksigen di air. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan No 68 Tahun 2016, konsentrasi COD yang
diperbolehkan masuk ke badan air sebesar 100 mg/l. Pengolahan sampah
organik dengan AD akan menurunkan konsentrasi COD cukup signifikan,
namun angkanya masih di atas 1000 mg/l. Digestate juga mengandung
nitrogen dan fosfor dalam konsentrasi tinggi. Jika digestate dari sistem
basah baik dalam bentuk utuh ataupun fraksi cairnya tidak digunakan
sebagai pupuk melainkan dibuang ke badan air tanpa pengolahan lebih
lanjut, kandungan COD yang masih tinggi serta nitrogen dan fosfor pada
digestate akan berdampak pada pencemaran air. Konsentrasi nitrogen
dan fosfor dalam jumlah yang cukup akan mendorong pertumbuhan alga
dengan sangat pesat yang akan mengonsumsi oksigen dalam air,
mengakibatkan penurunan konsentrasi oksigen di air dan dapat
mematikan kehidupan akuatik.
81
kebutuhan sarana dan prasarana untuk proses AD akan tidak
proporsional dengan keuntungan yang diperoleh dengan bertambahnya
jumlah perolehan biogas.
6. Potensi bau
Pada dasarnya, bau yang timbul berasal dari lepasnya ammonia, senyawa
mengandung sulfur, atau asam-asam volatil saat digestate diaplikasikan
di lahan pertanian. Tetapi, potensi bau ini dapat diminimasi dengan cara
penggunaan peralatan yang benar dan penyebaran digestate di tanah
dilakukan pada cuaca yang cocok. Berikut beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan saat aplikasi digestate ke tanah untuk meminimasi bau:
a. Mengecek arah angin dan hanya menyebarkan digestate saat angin
bertiup ke arah yang berlawanan dengan arah pemukiman
b. Hindari penyebaran digestate pada hari libur
c. Tidak menyebarkan digestate berulang kali di tempat yang sama
d. Diperlukan pembajakan sesaat setelah penyebaran digestate ke
tanah.
E Aspek Hukum
AD sebagai teknologi pengolahan sampah organik sudah banyak diaplikasikan di
banyak negara berkembang, walaupun sebagian besar masih dalam skala kecil.
Pengoperasian AD untuk skala perkotaan memerlukan kerangka hukum yang
jelas, terutama untuk mengatur aspek keselamatan dan isu bau yang dapat
mengganggu komunitas sekitar. Selain itu juga perlu diatur mengenai kualitas
digestate yang dapat diaplikasikan ke lahan pertanian untuk menghindari resiko
kesehatan sebagai efek dari paparan digestate terhadap tanaman yang
ditumbuhkan di lahan tersebut. Pengadaan regulasi mengenai pemberian subsidi
atau insentif dari pemerintah bagi yang melakukan proses pengolahan sampah
menjadi biogas juga dapat mendorong bertambahnya pemrosesan sampah
menggunakan AD.
Pencegahan kebakaran
Oleh karena adanya potensi terlepasnya gas metana ke udara dan
dapat menimbulkan ledakan bahkan kebakaran, fasilitas AD harus
83
dilengkapi dengan alat pemadam api dan pekerja juga harus sudah
mendapatkan pelatihan pemadaman api.
Selain memberikan pemahaman
mengenai resiko kecelakaan kerja Fasilitas AD harus
kepada para pekerja, fasilitas AD harus dilengkapi dengan
dilengkapi dengan peralatan-peralatan rambu-rambu
darurat yang mudah diakses ketika pelarangan
terjadi kecelakaan dan para pekerja di menyalakan api dan
lingkungan fasilitas AD diwajibkan untuk merokok
memakai alat pelindung diri saat
bekerja, seperti dijelaskan pada poin
berikut:
(b) Peralatan darurat seperti keran air harus tersedia dan mudah diakses
di dalam fasilitas AD.
2. Penanganan biogas
Untuk mengantisipasi jumlah biogas yang dihasilkan lebih banyak dari
penggunaannya, maka
disarankan fasilitas AD dilengkapi
juga dengan fasilitas flare. Biogas bersifat mudah terbakar,
Membakar biogas di flare adalah sedangkan gas metana bersifat
cara mitigasi resiko teraman mudah meledak pada konsentrasi
untuk menghindari pelepasan 5-15% (volume di udara)
biogas yang tidak terkontrol ke
lingkungan yang dapat
menyebabkan polusi.
3. Penanganan digestate
Aspek keselamatan dan kesehatan kerja yang ditekankan pada bagian ini
adalah untuk penanganan digestate, terutama dari sisi higienisnya,
karena seringkali proses pengolahan sampah organik dengan AD
melibatkan kotoran hewan atau air limbah domestik. Sebagian besar AD
pada negara berkembang dioperasikan pada temperatur mesofilik.
Pengoperasian pada temperatur ini tidak menjamin tereliminasinya virus,
bakteri, maupun parasit, yang terkandung pada air limbah domestik atau
kotoran hewan. Oleh karena itu, digestate yang dihasilkan pun belum
higienis. Tingkatan higienis bergantung pada dua parameter: temperatur
dan waktu detensi. Semakin tinggi temperatur, semakin banyak
mikroorganisme dalam digestate yang menjadi tidak aktif. Diagram pada
Gambar 33 menunjukkan hubungan antara temperatur dan waktu yang
diperlukan untuk menjadikan mikoorganisme patogen menjadi tidak
aktif.
85
Dari Gambar 33 dapat dilihat bahwa AD termofilik mampu melakukan
fungsi desinfeksi setelah proses selama 1-2 minggu. Walaupun pada AD
mesofilik terjadi penurunan jumlah bakteri patogen yang cukup
signifikan, waktu yang dibutuhkan lebih lama dibandingkan pada AD
termofilik dan tidak dapat mengeliminasi secara keseluruhan. Cacing dan
telur cacing helminth atau Taenia dan protozoa (Entamoeba histolytica)
terakumulasi pada lumpur yang terkumpul di dasar digester pada jumlah
yang banyak dan akan terus hidup dan berkembang biak untuk beberapa
minggu. Sedangkan bakteri pathogen seperti Shigella, Salmonella, dan
Vibrio cholerae tidak mengendap tetapi tersuspensi di dalam digestate
akan keluar bersama digestate.
G Latihan
1. Sebutkan 2 contoh dampak negatif lingkungan jika pemeliharaan
fasilitas AD tidak dilakukan dengan benar.
2. Mengapa di fasilitas AD harus ada rambu-rambu untuk larangan
merokok atau menyalakan api?
3. Tahapan apa yang harus dilakukan sebelum pengecekan reaktor bagian
dalam AD dilakukan terkait prosedur keselamatan dan kesehatan kerja?
Dalam aspek keselamatan dan kesehatan kerja, personil yang bertanggung jawab
dalam pengoperasian AD harus mendapatkan pelatihan yang memadai tidak
hanya mengenai teknis pengoperasian dan pemeliharaan tetapi juga mengenai
prosedur keselamatan dan kesehatan kerja, karena fasilitas AD juga memiliki
beberapa potensi bahaya.
I Daftar Pustaka
Occupational Safety and Health Administration, 2005. Hydrogen Sulfide (H2S),
s.l.: OSHA Fact Sheet.
Deublein, D. & Steinhauser, A., 2011. Biogas from waste and renewable
resources: an introduction. Second ed. s.l.:Wiley-VCH.
Harihastuti, N., Purwanto & Istadi, 2014. Kajian Penggunaan Karbon Aktif dan
Zeolit secara Terintegrasi dalam Pembuatan Biomethane Berbasis Biogas,
Semarang: Universitas Diponegoro.
Jabeen, M., 2015. High-solids anaerobic co-digestion of food waste and rice
husk at different organic loading rates. International Biodeteroration &
Biodegradation, Volume 102, pp. 149-153.
87
Listyowati, A. F. P., 2013. Penurunan Kadar H2S dan CO2 pada Biogas dengan
Metode Adsorpsi Menggunakan Zeolit Alam, Surabaya: Insititut Teknologi
Sepuluh November.
Rowse, L. E., 2011. Design of Small Scale Anaerobic Digesters for, Florida:
University of South Florida.
Widyastuti, A., Sitorus, B. & Jayuska, A., 2013. Karbon Aktif dari Limbah
Cangkang Sawit sebagai Adsorben Gas dalam Biogas Hasil Fermentasi
Anaerobik Sampah Organik, Pontianak: Universitas Tanjungpura.
WRAP, 2016. Digestate and compost use in agriculture, United Kingdom: WRAP.