You are on page 1of 30

DIC(DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION)

Oleh:
SULISETYOWATI 2212071
SIGIT SISWOYO 2212072
AMANDA. H 2212073
CATUR HERMIN 2212074
ERNI ZULIE 2212075
HERU SUGIANTO 2212076
YANUAR SUKMA 2212077
NUR AHMAD. S 2212078
RISKA FANDI 2212079
DAVIS ACHAMADI 2212080
INTAN LAILATUL 2212081
BELLA INDAH SARI 2212082
SRI WULANDARI 2212083
HIDAYATUL. M 2212084
ARNI NAZIRAH 2212085
KRISTINA SUSMINARTI 2212086
RIRIS MEIRITA 2212087
WENI. P 2212088
TRI WAHYUNI 2212089
SHINTA WULANDARI 2212090
TALIA VIORENTINA 2212091

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PATRIA HUSADA BLITAR


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
DIC dapat terjadi hampir pada semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta
usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah
gejala tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan.( Susanne G. 2002)
Koagulasi intravaskular diseminata atau lebih populer dengan istilah aslinya,
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan diagnosis kompleks yang melibatkan
komponen pembekuan darah akibat penyakit lain yang mendahuluinya. Keadaan ini
menyebabkan perdarahan secara menyeluruh dengan koagulopati konsumtif yang parah.
Banyak penyakit dengan beraneka penyebab dapat menyebabkan DIC, namun bisa dipastikan
penyakit yang berakhir dengan DIC akan memiliki prognosis malam. Meski DIC merupakan
keadaan yang harus dihindari, pengenalan tanda dan gejala berikut penatalaksanaannya
menjadi hal mutlak yang tak hanya harus dikuasai oleh hematolog, namun hampir semua dokter
dari berbagai disiplin.( Sean Stitham,.2008)
DIC merupakan kelainan perdarahan yang mengancam nyawa, terutama disebabkan
oleh kelainan obstetrik, keganasan metastasis, trauma masif, serta sepsis bakterial. Terjadinya
DIC dipicu oleh trauma atau jaringan nekrotik yang akan melepaskan faktor-faktor pembekuan
darah. Endotoksin dari bakteri gram negatif akan mengaktivasi beberapa langkah pembekuan
darah. Endotoksin ini pula yang akan memicu pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel
mononuklear dan endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi yang
berpotensi menimbulkan trombi dan emboli pada mikrovaskular. Fase awal DIC ini akan diikuti
fase consumptive coagulopathy dan secondary fibrinolysis. Pembentukan fibrin yang terus
menerus disertai jumlah trombosit yang terus menurun menyebabkan perdarahan dan terjadi
efek antihemostatik dari produk degradasi fibrin. Pasien akan mudah berdarah di mukosa,
tempat masuk jarum suntik/infus, tempat masuk kateter, atau insisi bedah. Akan terjadi
akrosianosis, trombosis, dan perubahan pre gangren pada jari, genital, dan hidung akibat
turunnya pasokan darah karena vasospasme atau mikrotrombin.( Levi M. 2005) 1
B. Permasalahan
Permasalahan yang timbul sehingga disusunnya asuhan keperawatan ini adalah bagaimana
seharusnya tindakan asuhan keperawatan pada kasus Disseminated Intravascular Coagulation
(DIC)

C. Tujuan Tujuan disusunnya asuhan keperawatan ini adalah:


1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi kegiatan belajar mengajar dari mata kuliah sistem imun
2. Tujuan Khusus
1. Memperoleh gambaran mengenai Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
2. Mahasiswa mampu memahami penyebab Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
3. Mahasiswa mampu mengetahui gejala Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
4. Dapat memahami tentang konsep asuhan keperawatan pasien dengan Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC)

BAB II
Konsep Dasar
1. Definisi
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan penyakit serius dimana
terjadi aktivasi koagulasi yang meningkat, persisten, dan menyeluruh, serta biasanya
menyebabkan pembentukan mikrotrombus pada mikrovaskuler. Pada saat yang sama,
konsumsi trombosit dan protein koagulasi dapat menginduksi perdarahan masif.
Diseminated Intravascular Coagulation atau yang lebih dikenal dalam Bahasa
Indonesia dengan sebutan Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) adalah suatu
sindroma klinik patologi yang merupakan komplikasi dari beragam penyakit yang
ditandai dengan adanya aktivasi koagulasi darah sistemik, produksi fibrin intravaskular,
sehingga dapat menyebabkan thrombosis pembuluh darah yang berukuran kecil dan
sedang, bahkan dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ bersamaan dengan
konsumsi trombosit dan faktor koagulasi yang mengakibatkan gambaran klinis
perdarahan.(Semeraro, 2010, Association of SurgicalTechnologies, 2018, Thachil, 2016).
The Scientific and Standardization Committee(SSC) on DIC subcommittee of the
International Society on Thrombosis and Haemostasis (ISTH) mendefinisikan DIC sebagai
suatu sindrom yang didapat, ditandai dengan adanya koagulasi intravaskular disertai
hilangnya integritasvaskularisasi daerah pembuluh darah yang terkena,berasal dari
pembuluh darah kecil, timbul dari beragam penyebab yang apabila semakin parah dapat
menyebabkan disfungsi organ (Association ofSurgical Technologies, 2018, Thachil, 2016,
Levi,2018).
DIC dapat terjadi akibat komplikasi dari infeksi,proses keganasan tumor solid,
keganasan hematologi,penyakit - penyakit obstetrik, trauma, aneurisma,penyakit hati,
dan lain sebagainya. Diagnosa dan penanganannya pun harus mempertimbangkan
kondisi etiologi yang mendasarinya.(Ahn, 2016,Hamson’s online, 2012).
Ada dua tipe DIC yaitu akut dan kronis .Tipe akut ditandai dengan aktivasi pada
sistem fibrinolitik dan antikoagulan secara masif dan berlebihan. DIC akut berkembang
ketika sejumlah besar prokoagulan (faktor jaringan) memasuki sirkulasi dalam jangka
waktu yang singkat (beberapa jam hingga beberapa hari). Pada DIC akut diperlukan
kemampuan tubuh yang sangat besar untuk membentuk faktor koagulasi dan hal ini
menjadi predisposisi timbulnya perdarahan. DIC akut dapat terjadi pada kasus
ndotoksin, trauma jaringan luas, wanita hamil dengan komplikasi preeklampsi, atau
terlepasnya jaringan plasenta. DIC akut juga terjadi pada penderita dengan hipotensi
atau syok oleh berbagai sebab (misal pada tindakan operasi, stroke luas, atau serangan
jantung). (Ahn, 2016, Hamson’s online,2012)
Tipe DIC kronis aktivasi koagulasinya tidak sehebat tipe akut, jumlah dari faktor
jaringan terlihat lebih kecil sehingga stimulasi sistem koagulasinya kurang kuat dan
memungkinkan tubuh untuk mengkompensasi penggunaan protein koagulasi dan
trombosit. DIC kronis biasanya berkembang Secara perlahan dalam waktu berminggu-
minggu hingga berbulan - bulan dengan manifestasi klinik lebih bersifat trombotik. DIC
kronis sering terjadi pada penyakit kanker, aneurisma aorta, dan penyakitinflamasi
kronis. Pada penyakit kanker, faktor resiko yang penting adalah usia lanjut, laki-laki,
stadium lanjut, dan nekrosis pada tumor. Kebanyakan DIC kronis terjadi pada penderita
kanker jenis adenokarsinoma paru, payudara, prostat atau kolorektal. (Ahn, 2016,
Hamson’s online, 2012)

2. Etiologi
Hal-hal yang dapat memyebabkan DIC ;
a. Fetus mati dalam kandungan
b. Abortus
c. Trauma bisa ular
d. Syok
e. Infeksi
f. Anoksemia
g. Asidosis
h. Perubahan suhu
i. Autoimun
j. Sirkulasi extracorporeal
k. Keganasan
l. Hemolisis
Orang-orang yang memiliki resiko paling tinggi untuk menderita DIC:
1) Wanita yang telah menjalani pembedahan kandungan atau persalinan
disertaikomplikasi, dimana jaringan rahim masuk ke dalam aliran darah.
2) Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat yang
menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan)
3) Penderita leukemia tertentu atau penderita kanker lambung, pankreas maupun
prostat.
Sedangkan orang - orang yang memiliki resiko tidak terlalu tinggi untuk menderita DIC; ;
a) Penderita cedera kepala yang hebat.
b) Pria yang telah menjalani pembedahan prostate.
c) Terkena gigitan ular berbisa.

3. Patofisiologi
Adanya keadaan perubahan factor pembekuan tertentu mengakibatkan
pelepasan substansi tromboplastik yang kemudian mengaktivasi thrombin dan
selanjutnya akan mengaktifkan fibrinogen dan berakibat penumpukan fibrin pada
mikrosirkulasi. Agregasi
patelet%trombosit atau dhesivitas yang meningkat memungkinkan fibrin membeku dan
terbentuk mikrotrombin di otak, ginjal, jantung, dan organ-organ lain sehingga
menyebabkan mikroinfark dan nekrosis jaringan. Ada sisi lain sel-sel darah merah
terkepung pada benang fibrin dan mengalami kerusakan (hemolysis) mengakibatkan
penurunan aliran darah, berkurangnya trombosit, protombin, dan factor pembekuan
yang meluas mengaktivasi mekanisme fibrinolitik. sehingga menyebabakan produksi Zat
pemecah fibrin. Saat pecah fibrin bekerja menghambat fungsi pembekuan trombosit,
yang memungkinkan koagulasi menjadi lambat dan memicu perdarahan lebih lanjut
Perf
efek
1. Consumtive Coagulopathy
Pada prinsipnya, DIC dapat dikenali jika terdapat aktivasi sistem
pembekuan darah secara sistemik.&rombosit yang menurun terus-menerus,
komponen fibrin bebas yang terus berkurang, disertai tanda-tanda perdarahan
merupakan tanda dasar yang mengarah kecurigaan.
Secara teoritis pemberian antikoagulan heparin akan menghentikan
proses
pembekuan, baik yang disebabkan oleh infeksi maupun oleh penyebab lain.
Meski pemberian heparin juga banyak diperdebatkan akan menimbulkan
perdarahan, namun dalam penelitian klinik pada pasien DIC, heparin tidak
menunjukkan komplikas perdarahan yang signifikan. Dosis heparin yang
diberikan adalah 300-500 unit/jam dalam infus kontinu. Indikasi:
a. Penyakit dasar tidak dapat diatasi dalam waktu singkat.
b. Terjadi perdarahan meski penyakit dasar sudah diatasi.
c. Terdapat tanda-tanda thrombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal
hati, dan sindrom agagal nafas.
Dosis: 100 iu/ kgBB/jam (750-1250) kontinu, dosis selanjutnya disesuaikan
untuk mencapai aPTT 1,5-2 kali control.
2. Plasma dan trombosit
Pemberian baik plasma maupun trombosit harus bersifat selektif.trombosit
diberikan hanya kepada pasien DIC dengan perdarahan atau pada prosedur
invasive dengan kecenderungan perdarahan. Pemberian plasma juga patut
dipertimbangkan, karena di dalam plasma hanya berisi faktor-faktor
pembekuan tertentu saja, sementara pada pasien DIC terjadi gangguan
seluruh faktor pembekuan.
3. Penghambat pembekuan (AT III)
Pemberian AT III dapat bermanfaat bagi pasien KID, meski biaya pengobatan
ini cukup mahal. Direkomendasikan sebagai terapi substitusi bila AT III <70%.
Dosis; Dosis awal 3000 iu (500 iu/kgBB) diikuti 1500 iu setiap 8 jam dengan
infus kontinu selama 3 hari.

Rumus:
1. 1 iu x BB (kg) x ∆ AT III dengan target AT III>120%.
2. ∆ AT III x 0,6 x BB (kg), dengan target AT III>125%

4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang laboratorium yang direkomendasikan bertujuan untuk
mengidentifikasi DIC, mengevaluasi keparahan, dan memonitor efek pengobatan seiring
berjalannya waktu.Tes yang direkomendasikan tidaklah hanya satu jenis, melainkan
kombinasi beberapa jenis yang dilakukan secara berkala untuk memonitor perbaikan
maupun perburukan yang terjadi pada pasien. Pemeriksaan yang direkomendasikan
adalah pemeriksaan Ddimer, fibrinogen blood test, prothrombin time (PT), fibrin
degradation products, (FDP), darah lengkap (DL), dan partial thromboplastin time (PTT).
(Association Of Surgical Technologies, 2018).
Pada DIC, pemeriksaanpemeriksaan penunjang tersebut dapat menunjukkan
nilai PT dan PTT yang memanjang, ditemukannya keberadaan fibrinvdegradation
product dalam plasma, inhibitor koagulasi yang kadarnya menurun, seperti antitrombin,
dan jumlah platelet kurang dari 100.000 atau semakin menurun pada interval
pemeriksaan. Meskipun demikian, penurunan jumlah platelet merupakan pemeriksaan
yang sensitif namun tidak spesifik untuk DIC.Kombinasi penemuan positif antara
penurunan jumlah platelet dan keberadaan fibrin degradation products merupakan
indicator yang kuat dari DIC.
5. Penatalaksanaan
Dalam mengobati pasien ada 2 prinsip yang perlu diperhatikan:
a. Khusus : Pengobatan DIC bersifat individual
b. Umum : mengobati pembekuan darah dan mengatasi pendarahan.
1. Terapi Individu
Berhubungan dengan banyak macama penyakit yang mencetuskan DIC dan derajat
penyakit DIC bervariasi. Maka pengobatan kasus demi kasus penyebab mendapat
perhatian besar.
2. Terapi Umum
Didasarkan atas etiologi DIC, umur, keadaan hemodinamik, beratnya perdarahan,
beratnya thrombus dan gejala klinis.
a. Pengobatan factor pencetus
b. Menghentikan proses koagulasi
3. Terapi Subtitusi
Bila perdarahan masih terus berlangsung sesudah penyakit dasar diobati dan
sesudah antikoagulen diberikan, untuk ini dapat diberikan plasma beku segar (fresh
frozen plasma; FTP). Bila trombosit turun sampai <25.000/mm3 pemberian trombosit
konsentrat perlu diberikan.
4. Anti Fibrinolisis
Asam traneksamat atau epsilon-asam amino kaporat hanya diberikan bila tidak ada
dan terjadi fibrinolysis.
a. Pengobatan penyebab utama dan penyeba umum.
b. Dukungan hemostatic (Replacement Therapy)
c. Terapi heparin
d. Baru terapeutik strategi Activated Protein C
e. Anitithrombin (AT III)
f. Factor jaringan jalur inhibitor.
g. C1-Inhibitor (C1-Inh)
h. Inhibitor Sintesis.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Adanya faktor-faktor predisposisi:
1. Septicemia (penyebab paling umum)
2. Komplikasi obstetric
3. SPSD (sindrom distress pernafasan dewasa)
4. Luka bakar berat dan luas
5. Neoplasia
6. Gigitan ular
7. Penyakit hepar
8. Beda kardiopulmonal
9. Trauma
2. Pemeriksaan fisik:
Perdarahan abnormal pada semua system dan pada sisi prosedur invatif
1. Kulit dan mukosa membrane
a. Perembesan difusi darah atau plasma
b. Purpura yang teraba pada awalnya di dada dan abdomen
c. Bula hemoragi
d. Hemoragi subkutan
e. Hematoma
f. Luka bakar karena plester sianosis akral ( estrimitas berwarna agak kebiruan, abu –
abu, atau ungu gelap )
2. Sistem GI
a. Mual dan muntah
b. Uji guayak positif pada emesis atau aspirasi
c. Nasogastrik dan feses
d. Nyeri hebat pada abdomen
e. Peningkatan lingkar abdomen
3. Sistem ginjal
a. Hematuria
b. Oliguria
4. Sistem pernafasan
a. Dispnea
b. Takipnea
c. Sputum mengandung darah
5. Sistem kardiovaskuler
a. Hipotensi meningkat dan postural
b. Frekuensi jantung meningkat
b. Nadi perifer tidak teraba
6. Sistem saraf perifer
a. Perubahan tingkat kesadaran
b. Gelisah
c. Ketidaksadaran vasomotor
7. Sistem musculoskeletal
a. Nyeri : otot,sendi,punggung
8. Perdarahan sampai hemoragi
a. Insisi operasi
b. Uterus post partum
c. Fundus mata perubahan visual
d. Pada sisi prosedur invasif : suntikan, IV, kateter arteral dan selang nasogastrik atau
dada, dll.
9. Kerusakan perfusi jaringan
a. Serebral : perubahan pada sensorium, gelisah, kacau mental, sakit kepala
b. Ginjal : penurunan pengeluaran urin
c. Paru : dispnea dan orthopnea d. Kulit : akrosianosis ( ketidakteraturan bentuk
bercaksianosis pada lengan perifer dan kaki )
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi
ditandai dengan warna kulit pucat.
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin
ditandai dengan pengisian kapiler lebih dari 3 detik dan warna kulit pucat
3. Resiko hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai dengan
frekuensi nadi meningkat, tekanan darah menurun, dan membran mukosa kering.
1. INTERVENSI KEPERAWATAN
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi
ditandai dengan warna kulit pucat.
Observasi
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang diberikan cukup
4. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. Oksimetri, analisa gas darah), jika perlu
5. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
6. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelectasis
8. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
9. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
1. Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu
2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
3. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
4. Biarkan oksigen tambahan, jika perlu
5. Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
6. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas pasien
Edukasi
1. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di rumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan atau tidur
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin
ditandai dengan pengisian kapiler lebih dari 3 detik dan warna kulit pucat
Observasi
1. Identifikasi penyebab perdarahan
2. Periksa adanya darah pada muntah, sputum, feses, urine, pengeluaran NGT,
dan drainase luka jika perlu
3. Periksa ukuran dan karakteristik hematoma, jika ada
4. Monitor terjadinya perdarahan (sifat dan jumlah)
5. Monitor nilai Hemoglobin dan hematocrit sebelum dan setelah kehilangan
darah
6. Monitor tekanan darah dan parameter hemodinamik (tekanan vena sentral
dan tekanan baji kapiler atau arteri pulmonal), jika ada
7. Monitor intrake dan output cairan.
8. Monitor koagulasi darah (prothrombin time (PT), partial Thromboplastin time
(PTT), fibrinogen, degradasi fibrin , dan jumlah trombosit), jika ada
9. Monitor deliveri oksigen jaringan (mis. PaO2, SaO2, hemoglobin dan curah
jantung)
Terapeutik
1. Istirahatkanlah area yang mengalami perdarahan
2. Berikan kompres dingin jika perlu
3. Lakukan penekanan atau balut tekan, jika perlu
4. Tinggikan ekstermitas yang mengalami perdarahan
5. Pertahankan akses IV
Edukasi
1. Jelaskan tanda-tanda perdarahan
2. Anjurkan melapor jika menemikan tanda-tanda perdarahan
3. Anjurkan membatasi aktivitas
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian tranfusi darah, jika perlu
3. Resiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai dengan
frekuensi nadi meningkat, tekanan darah menurun, dan membran mukosa kering.
Observasi
1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi terba
lemah, tekanan darah menurun, tekanan darah menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urin
menurun, hematocrit meningkat, haus, lemah)
Terapeutik
1. Hitung kebutuhan cairan
2. Berikan posisi modified trendelenburg
3. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
2. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. Na Cl, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotomis (mis. Glukosa 2,5 %, NaCL 0,4 %)
3. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin, Plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk darah
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. BIODATA
1. PENGKAJIAN
1) Data Pasien :
Nama : Nn. A
Tempat/Tanggal Lahir: Surabaya, 24 Agustus 1988
Alamat : Jl. Mawar no. 10
Umur : 24 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Karyawan
Status perkawinan : Belum Nikah
Status pendidikan : SMA

2. KELUHAN UTAMA
Pasien mengatakan nafas sesak mulai tadi pagi, kedua tangan lebam, nyeri dan timbul
bercak-bercak merah pada kulit

3. RIWAYAT KESEHATAN
a) Riwayat Penyakit Sekarang
Mulai tadi pagi nafas pasien terasa sesak, 3 hari yang lalu kedua tangan lebam, nyeri
dan timbul bercak- bercak merah pada kulit, setiap makan mual dan muntah. Mulai
kemarin sore pasien BAK bercampur darah.

4. Riwayat Penyakit Dahulu : pasien mengatakan tidak pernah sakit sebelumnya

5. Riwayat Kesehatan Keluarga :


Pasien mengatakan dalam anggota keluarga tidak ada yang menderita penyakit menular
atau riwayat penyakit kronis

6. RIWAYAT SOSIAL
a) Hubungan dengan anggota keluarga : baik
b) Hubungan dengan teman sebaya : tidak terkaji
c) Pembawaan secara umum : baik
d) Lingkungan rumah : Nn. A dan keluarga tinggal dilingkungan rumah
yang bersih, nyaman dan jauh dari pabrik industry.

7. PEMERIKSAAN FISIK
a) Keadaan umum
Postur : normal
Kesadaran : Composmentis GCS : 4-5-6
b) Kepala dan rambut
Kebersihan : rambut tampak bersih
Bentuk kepala : mesochepal, tidak ada benjolan
Keadaan rambut : warna hitam, tersebar merata dan lurus
Keadaan kulit kepala : tidak ada kelainan
Fontanelo anterior : teraba keras
Sutura sagitalis : tepat
Distribusi rambut : merata
c) Mata
Kebersihan : tampak bersih
Pandangan : baik, palpepbra normal
Sclera : putih tidak ikterik
Conjungtiva : tampak anemis
Pupil : isokor
Gerakan bola mata : normal
Secret : tidak tampak secret
d) Hidung
Pernapasan cuping hidung : tidak ada
Struktur : lengkap, tidak ada kelainan
Kelainan lain : tidak ada
Sekresi : tidak ada
e) Telinga
Kebersihan : telinga tampak bersih
Sekresi : tidak ada sekret
Struktur : lengkap, tidak ada kelainan
Fistula aurikel : tidak ada
Membrane timpani : normal
f) Mulut dan Tenggorokan
Jamur (stomatitis, moniliasis) : tidak ada stomatitis
Kelainan bibir dan rongga mulut (gnato/labio/palate skizis) : tidak ada
Problem menelan : tidak ada
g) Leher
Vena jugularis : tidak ada distensi
Arteri karotis : arteri karotis teraba
Pembesaran tiroid dan limfe : tidak tampak
Torticoliis : tidak ada
h) Dada/Thorak (Jantung dan Paru)
1. Inspeksi Thorak
a. Bentuk Thorak : simetris/ellips
b. Pernafasan :
- Frekuensi : 28x/mnt
- Irama : cepat
c. Tanda-tanda kesulitan bernafas : pasien terlihat bernafas dengan pernafasan dada
2. Pemeriksaan Paru
a. Palpasi getaran suara (vokal Fremitus) : normal
b. Perkusi : redup
c. Auskultasi :
Suara nafas : vesikuler
Suara Tambahan : tidak terdengar suara nafa tambahan
3. Pemeriksaan Jantung
a. Inspeksi dan Palpasi :
- Palpasi : Tidak ada pembesaran jantung
- Ictus Cordis : Normal
b. Perkusi :
c. Batas-batas Jantung :
- Kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra
- Kanan bawah : SIC IV Lines Para Sternalis Dextra
- Kiri atas : SIC II Linea Paa Sternalis Snistra
- Kiri bawah : SIC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra
d. Aukultasi
- Bunyi Jantung I : S1 terdengar bunyi lub pada ruang ICS V sebelah
kiri sternum diatas apeks
- Bunyi Jantung II : S2 terdengar bunyi dub pada ICS II seblah
kanansternum
- Bising/murmur : Tidak
- Frekuensi denyut jantung : 110x/mnt
i) Ekstremitas
Tonus otot : kuat (5/5/5/5)
CRT : > 2 dtk
Trauma, deformitas : tidak ada
Kelainan struktur : tidak ada
j) Perut
Bentuk perut : normal
Bising usus : 10x/mnt
Ascites : tidak tampak
Massa : tidak teraba massa
Turgor kulit : normal
Vena : tidak ada pembesaran pembuluh darah vena
Hepar : tidak ada pembesaran hepar
Lien : tidak ada pembesaran lien
Distensi : tidak ada distensi abdomen
k) Punggung
Spina bifida : tidak ada kelaian sumsum tulang belakang
Deformitas : tidak ada deformitas
Kelainan struktur : tidak ada
l) Kelamin dan anus
Keadaan kelamin luar (kebersihan, lesi, kelainan) : bersih, tidak ada lesi dan tidak ada
kelainan
Anus : tidak ada kelainan
Kelainan : tidak ada
m) Integument
Warna kulit : sawo matang
Kelembaban : lembab
Lesi : terdapat bintik-bintik merah di tangan kanan dan kiri
8. PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR
a) Oksigen
Dosis oksigen : 5lpm
Cara pemberian : nasal kanul
b) Cairan
Cairan infus NS 20 tts/mnt
c) Nutrisi
Nutrisi pasien kurang karena setiap makan pasien mual dan muntah
d) Eliminasi Urine
Warna : kuning kemerahan
Frekuensi : 3-4x/hari
Cara BAK : spontan
e) Eliminas Alvi
Warna feses : coklat
Konsistensi : lembek
Frekuensi : 1x
Darah, lender dalam feses : tidak ada
f) Tidur
Jumlah jam tidur dalam 24 jam : 8 jam
Kualitas tidur : cukup
g) Psikososial
Hubungan dengan orang tua : baik
Hubungan dengan teman dan tetangga : baik
9. TANDA TANDA VITAL
a) Tekanan Darah : 90/60mmhg
b) Denyut Nadi : 115x/mnt
c) Pernapasan : 28x/mnt
d) Suhu : 370C
e) SpO2 : 98% dengan nasal 4 lpm
10. DATA PENUNJANG
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin (HGB) 9,5 g/dL 10,9 – 15,0
Eritrosit (RBC) 4,67 103/µL 4,5 – 5,5
Leukosit (WBC) 13,6 103/µL 5,0 – 10,0
Hematocrit 40 % 45 – 55
Trombosit (PLT) 145 103/µL 150 – 400
Faal Hemostatis
PTT Pasien 9 Detik 9,4 – 11,3
APTT Pasien 23 Detik 24,6 – 30,6
Kadar Fibrinogen 470 mg/dL 200-400
Analisa Gas Darah
pH 7,37 7,35 – 7,45
pCO2 50,2 mmHg 35 – 45
pO2 74,5 mmHg 80 – 100
HCO3 22 mmol/L 21 – 28
BE 2,4 mmol/L (-3) – (+3)
Saturasi O2 97 % >95%
Hb 12,1 g/dL
o
Suhu 37,0 C
B. ANALISA DATA
DATA PENUNJANG MASALAH ETIOLOGI
DS : Gangguan Gangguan koagulasi
- Pasien mengeluh nafas sesak pertukaran ↓
DO : gas Adanya
- RR : 28x/menit gumpalan/trombus
- Nafas cepat di sirkulasi darah
- Wheezing -/- ↓
- SpO2 : 98% dengan nasal kanul 4 lpm Kadar oksigen
- Nadi : 115x/menit menurun
- pH : 7,37 ↓
- pCO2 : 50,2 mmHg Gangguan
- pO2 : 74,5 mmHg pertukaran gas
DS : Perfusi Gangguan koagulasi
- Pasien mengatakan kedua tangan perifer ↓
lebam, nyeri tidak Adanya
DO : efektif gumpalan/trombus
- TD : 90/60 mmHg di sirkulasi darah
- N : 115x/menit ↓
- CRT>2dtk Sirkulasi tidak lancar
- Terdapat bintik-bintik merah dan lebam ↓
- Hasil laboratorium Hemostasis : Perfusi perifer tidak
PTT : 9 detik efektif
APTT : 23 detik
Kadar Fibrinogen : 470 mg/dL
DS : Resiko Gangguan koagulasi
- Pasien merasa lemas Hipovolem ↓
- Pasien mengatakan BAK bercampur ia Fibrin meningkat
darah ↓
DO : Pembekuan darah
- TD : 90/60 mmHg terganggu
- N : 115x/menit ↓
- BAK kemerahan Perdarahan

Resiko Hipovolemia
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d pasien mengeluh
sesak, RR: 28x/menit, cepat, SpO2 : 98% dengan nasal kanul 4 lpm, , pH : 7,37, pCO2 :
50,2 mmHg, pO2 : 74,5 mmHg
2. Perfusi perifer tidak efektif b.d gangguan sirkulasi perifer d.d pasien mengatakan kedua
tangan lebam dan nyeri, TD : 90/60 mmHg, N : 115x/menit, CRT>2dtk, terdapat bintik-
bintik merah, konjungtiva anemis
3. Resiko Hipovolemia b.d perdarahan d.d pasien merasa lemas, pasien mengatakan BAK
bercampur darah, TD : 90/60 mmHg, N : 115x/menit.
D. INTERVENSI
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
1 Gangguan Setelah dilakukan asuhan Pemantauan Respirasi
Pertukaran Gas keperawatan selama 3 jam, maka Observasi
pertukaran gas meningkat (L.01003) - Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
dengan kriteria hasil : - Monitor pola napas
- Dispnea menurun - Monitor adanya produksi sputum
- Bunyi napas tambahan menurun - Monitor adanya sumbatan jalan napas
- PCO2 membaik - Auskultasi bunyi napas
- PO2 membaik - Monitor saturasi oksigen
- Takikardi membaik - Monitor nilai AGD
- pH arteri membaik - Monitor hasil x-ray toraks
- Sianosis membaik 1. Terapeutik
- Pola napas membaik - Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
2. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan jika perlu
2 Perfusi Perifer Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi
Tidak Efektif keperawatan 3x24 jam diharapkan 1. Observasi:
perfusi perifer meningkat (L.02011), - Periksa sirkulasi perifer
dengan kriteria hasil : - Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
- Warna kulit pucat menurun - Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada
- Edema perifer menurun ekstremitas
- Pengisian kapiler membaik 2. Terapeutik
- Akral membaik - Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
- Turgor membaik keterbatasan perfusi
- Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas
dengan keterbatasan perfusi
- Hindari penekanan dan pemasangan torniquet pada area
yang cedera
- Lakukan pencegahan infeksi
- Lakukan hidrasi
3. Edukasi
- Anjurkan berhenti merokok
- Anjurkan berolahraga rutin
- Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun kolestrol, jika perlu
- Anjurkan untuk melakukan perawatan kulit yang tepat
- Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi
- Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan
3 Resiko Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipovolemia
Hipovolemia keperawatan selama 3 jam, maka Observasi
status cairan membaik dengan - Periksan tanda dan gejala hipovolemia
kriteria hasil : - Monitor intake dan output cairan
- Turgor kulit meningkat Terapeutik
- Output urine meningkat - Hitung kebutuhan cairan
- Frekuensi nadi membaik - Berikan posisi modified Trendelenburg
- TD membaik - Berikan asupan cairan total
- Suhu tubuh membaik Edukasi
- Anjurkan memberpanyak cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
- Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis
- Kolaborasi pemberian cairan koloid
- Kolaborasi pemberian produk darah
DAFTAR RUJUKAN

Galic, S., Csuka, D., Prohanzka, Z., Turudic, D., Dzepnia, P., & Milosevic, D. (2019). A Case Report
Of Child With Sepsis Induced Multiorgan Failure And Massive Complement Consumption
Treated With A Short Course Of Eculizumab. NBCI : Medicine.

Lecturio. (2019). Disseminated Intravascular Coagulation (DIC; Consumptive Coagulophaty) In


Infants And Children. Diakses pada 01 April 2021.

Lin, Chien-Hung., Hung, Giun-Yi., Chang, Chia-Yau., Chien, Jen-Chung.(2005). Subdural


Hemorrhage In A Child With Acute Promyelocytic Leukemia Presenting As Subtle
Headache. J Chin Med Assoc: 68(9).

Sohal, S., Thakur, A., Zia, A., Sons, M., & Trelles, D. (2020).Disseminated Intravascular
Coagulation And Malignancy : A Case Report And Literature Review. Hindanwi.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.Edisi 1.Jakarta :
PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.Edisi 1.Jakarta :
PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Edisi 1.Jakarta : PPNI

You might also like