You are on page 1of 92

Proposal Skripsi

PENGARUH INTERAKSI ANTARA GERAKAN PETANI DENGAN


INISIATIF AKTOR REFORMIS PEMERINTAH TERHADAP
PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA
(Kasus: Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat)

ILHAM RIZKIA MAULANA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2020
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa proposal skripsi yang berjudul “Pengaruh
Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor Reformis Pemerintah
terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria” benar-benar hasil karya saya sendiri yang
belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Demikian
pernyataan ini saya buat sebenar-benarnya dan saya bersedia
mempertanggungjawabkannya.

Bogor, Agusutus 2020

Ilham Rizkia M.
NIM. I34170123
ABSTRAK

ILHAM RIZKIA MAULANA. Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan


Inisiatif Aktor Reformis Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria. Dibimbing
oleh ENDRIATMO SOETARTO dan MOHAMAD SHOHIBUDDIN.
Tanah merupakan sumber daya agraria yang dimanfaatkan oleh banyak pihak.
Dalam rangka mencapai keadilan penguasaan tanah solusi yang sedang dijalankan oleh
pemerintah adalah dengan melakukan reforma agraria. Ketimpangan penguasaan tanah
dan perebutan tanah telah memicu gerakan sosial dari bawah yang dilakukan oleh
petani. Gerakan petani dapat diperkuat dengan adanya inisiatif aktor rerformis
pemerintah. Inisiatif aktor reformis pemerintah merupakan inisiatif yang muncul dari
aktor pemerintah yang toleran dan bahkan mendukung gerakan sosial. Interaksi antara
gerakan petani dengan inisiatif aktor reformis berkontribusi pada keberhasilan reforma
agraria. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei serta
didukung oleh data kualitatif. Data kuantitatif diolah menggunakan analisis Structural
Equation Modeling (SEM) yang berbasis varians yaitu Partial Least Square (PLS)
dengan responden petani yang tergabung dalam AMANAT dan aktor pemerintah yang
terlibat dalam program reforma agraria di Kecamatan Nanggung.
Kata kunci: Gerakan Petani, Inisiatif Aktor Reformis Pemerintah, Reforma Agraria
Zona Interaksi.

ABSTRACT
ILHAM RIZKIA MAULANA. The Effect of Interaction between Peasant Movement
and Government Reformist Actor Initiative on the Implementation of Agrarian Reform.
Supervised by ENDRIATMO SOETARTO and MOHAMAD SHOHIBUDDIN.
Land is an agrarian resource that is used by many parties. In order to achieve
justice in land tenure, the solution being implemented by the government is to carry out
agrarian reform. Inequality of land tenure and land grabbing have triggered social
movements from below carried out by farmers. The peasants' movement can be
strengthened by the initiative of reformist government actors. Government reformist
actor initiatives are initiatives that emerge from government actors who are tolerant
and even support social movements. The interaction between the peasants movement
and the reformist actor initiatives contributed to the success of agrarian reform. This
research uses a quantitative approach with survey methods and is supported by
qualitative data. Quantitative data is processed using analysis of Structural Equation
Modeling (SEM) based on variance, namely Partial Least Square (PLS) with farmer
respondents who are members of AMANAT and government actors involved in the
agrarian reform program in Nanggung District.
Keywords: Community Movement, Government Reformist Actor Initiative, Agrarian
Reform, Interaction Zone
PENGARUH INTERAKSI ANTARA GERAKAN PETANI DENGAN
INISIATIF AKTOR REFORMIS PEMERINTAH TERHADAP
PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA

Oleh:
ILHAM RIZKIA MAULANA
I34170123

Proposal Skripsi
sebagai syarat kelulusan Mata Kuliah Kolokium (KPM 497)
pada
Mayor Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Studi Pustaka : Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor

Reformis Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria.


Nama : Ilham Rizkia Maulana
NIM : I34170123

Disetujui Oleh

Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA. Mohamad Shohibuddin, M. Si


Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Diketahui Oleh

Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc. Agr


Ketua Departemen

Tanggal Pengesahan:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya semata sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan
proposal skripsi dengan judul “Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan
Inisiatif Aktor Reformis Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria” dapat
terselesaikan dengan baik dan lancar untuk memenuhi syarat kelulusan Mata Kuliah
Kolokium (KPM497) pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB University. Selain itu, penulis menyadari
bahwa proposal skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tercinta yang senantiasa selalu memberi doa, dukungan, dan
semangat kepada penulis, beserta ketiga saudara kandung yang selalu
memberikan semangat kepada penulis.
2. Bapak Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA dan Bapak M. Shohibuddin, M.Si
selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan, mendukung,
memotivasi, mendoakan, serta memberikan masukan dan saran kepada penulis
selama proses penyusuna laporan Studi Pustaka.
3. Fairuz sebagai teman satu bimbingan dan seperjuangan yang selalu memberi
semangat, motivasi serta masukan kepada penulis.
4. Farid, Rifki, Reza, Lisa, Chaca, dan Jovita selaku sahabat terdekat penulis yang
selalu menemani perjalanan penulis baik dalam suka maupun duka serta selalu
memberi semangat dan motivasi kepada penulis.
5. Tiara, Gina, Kiky Aisyah, Pipit, dan Catherine selaku sahabat penulis yang
senantiasa memberi doa, semangat, dan motivasi kepada penulis.
6. Keluarga kelompok KKN Bogorkab35, yaitu Rama, Rifki, Gina, Lidia, Nina,
dan Bita yang selalu memberikan semangat kepada penulis.
7. Alvira, Ayu, Jihan, Meita, Ainaya, Eki, dan Okta selaku sahabat penulis yang
telah memberi semangat kepada penulis dalam penulisan proposal skripsi ini.
8. PSDM BEM FEMA 2019 sebagai sahabat serta penyemangat bagi penulis untuk
untuk menggali pengalaman organisasi di IPB University.
9. Teman-teman seperjuangan di IPB University, mahasiswa Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkata 54 yang penulis sayangi.
Penulis berharap kajian “Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan
Inisiatif Aktor Reformis Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria” ini
mampu memberikan manfaat dan sumbangsih kepada khazanah ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2020

Ilham Rizkia M.
NIM. I34170123
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL......................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................viii
PENDAHULUAN......................................................................................................1
Latar Belakang......................................................................................................1
Rumusan Masalah Penelitian................................................................................6
Tujuan Penelitian..................................................................................................8
Manfaat Penelitian................................................................................................9
PENDEKATAN TEORITIS......................................................................................10
Tinjauan Pustaka...................................................................................................10
Konsep Reforma Agraria................................................................................10
Konsep Gerakan Petani...................................................................................11
Konsep Inisiatif Aktor Reformis Pemerintah..................................................13
Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor Reformis Pemerintah
(Zona Interaksi)...............................................................................................18
Kebijakan Pertanahan yang Berpihak pada Kaum Miskin (Pro-Poor Land
Governance) dan Democratic Governance.....................................................18
Pengaruh Zona Interaksi terhadap Trajektori Perjuangan Pelaksanaan Reforma
Agraria.............................................................................................................20
Kerangka Pemikiran.............................................................................................23
Hipotesis Penelitian..............................................................................................23
METODOLOGI PENELITIAN.................................................................................24
Pendekatan dan Metode Penelitian......................................................................24
Lokasi dan Waktu Penelitian...............................................................................24
Teknik Pemilihan Responden dan Informan........................................................25
Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data...........................................................26
Teknik Pengolahan dan Analisis Data.................................................................27
Definisi Operasional.............................................................................................28
Pembingkaian (Framing) Kolektif.................................................................28
Kategori Aktor Gerakan Petani......................................................................30
Karakter Aktor Reformis Pemerintah............................................................31
Democratic Governance................................................................................33
Pro-Poor Land Governance...........................................................................34
Definisi Konseptual.............................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................38
LAMPIRAN...............................................................................................................41
RIWAYAT HIDUP....................................................................................................81
viii

DAFTAR TABEL

1 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data............................................................26


2 Definisi Operasional Pembingkaian (Framing) Kolektif......................................28
3 Definisi Operasional Kategori Aktor Gerakan Petani...........................................29
4 Definisi Operasional Karakter Aktor Reformis Pemerintah.................................32
5 Definisi Operasional Democratic Governance.....................................................33
6 Definisi Operasional Pro-Poor Land Governance...............................................34
7 Tabel Frekuensi Agregate Frame..........................................................................75
8 Tabel Frekuensi Consesus Frame.........................................................................75
9 Tabel Frekuensi Collective Action Frame.............................................................75
10 Tabel Frekuensi Kategori Aktor Gerakan Petani..................................................75
11 Tabel Frekuensi Karakter Aktor Reformis Pemerintah Berdasarkan Tingkat
Responsibilitas Kebijakan (Policy Responsiveness).............................................76
12 Tabel Frekuensi Karakter Aktor Reformis Pemerintah Berdasarkan Tingkat
Dukungan Kebijakan (Policy Advocacy)..............................................................76
13 Tabel Frekuensi Inklusivitas Partisipasi................................................................76
14 Tabel Frekuensi Kebijakan Pertanahan yang Berpihak pada Kaum Miskin.........76
15 Tabel Frekuensi Tingkat Penguasaan dan Pengusahaan Tanah (Milik)...............77
16 Tabel Frekuensi Tingkat Penguasaan dan Pengusahaan Tanah (Garapan)...........77
17 Tabel Outer Loading Uji Convergent Validity......................................................77
18 Tabel Uji Composite Reability..............................................................................77
19 Tabel Uji Cronbach’s Alpha.................................................................................77
20 Tabel Uji Hipotesis...............................................................................................78

DAFTAR GAMBAR

1 Dimensi Akuntabilitas Sosial................................................................................16


2 Kerangka Pemikiran Penelitian.............................................................................23
3 Peta Lokasi Penelitian...........................................................................................42

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lokasi Penelitian...................................................................................................42
2 Waktu Kegiatan Penelitian....................................................................................43
3 Kerangka Sampling Petani AMANAT.................................................................45
4 Kerangka Sampling Aktor Reformis Pemerintah.................................................48
5 Kuesioner Penelitian untuk Petani AMANAT......................................................49
ix

6 Kuesioner Penelitian untuk Aktor Reformis Pemerintah......................................57


7 Panduan Wawancara Mendalam Petani AMANAT..............................................62
8 Panduan Wawancara Mendalam Aktor Reformis Pemerintah..............................64
9 Panduan Wawancara Mendalam LSM..................................................................72
10 Catatan Harian Lapang..........................................................................................74
11 Dummy Table........................................................................................................75
12 Outline Skripsi......................................................................................................79
1

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Permasalahan pada sumber daya agraria merupakan permasalahan yang masih
sering ditemui. Beberapa permasalahan berdasarkan fakta di dalam ranah kajian agraria,
yaitu terdapat berbagai bentuk ketidak-adilan agraria berupa ketiadaan akses petani
miskin terhadap sumber daya agraria; kemudian banyak konflik terjadi di dalam
maupun antar sektor yang diberi kewenangan mengelola sumber daya agraria; dan
semakin tingginya kesenjagan penguasaan tanah pertanian di wilayah pedesaan karena
adanya konversi tanah. Masalah yang timbul melibatkan banyak stakelholder di
antaranya adalah pemerintah, swasta, dan masyarakat. Pemerintah sejak dulu telah
melakukan program reforma agraria dalam rangka menyelesaikan permasalahan agraria.
Reforma agraria atau land reform merupakan perubahan besar dalam struktur agraria
yang membawa peningkatan akses petani miskin pada lahan serta kepastian penguasaan
(tenure) bagi mereka yang menggarap lahan (Bernhard 2012). Permasalahan agraria
yang terjadi menandakan program reforma agraria yang dijalankan oleh pemerintah
belum berjalan secara efektif. Fungsi tanah tidak hanya terbatas pada kebutuhan tempat
tinggal, tetapi juga tempat tumbuh kembang sosial, politik, budaya seseorang maupun
suatu komunitas (Erwiningsih 2009).
Masih banyaknya ketimpangan kepemilikan tanah dan perebutan tanah milik
masyarakat oleh pihak swasta dan pemerintah telah memicu gerakan sosial dari bawah
yang dilakukan oleh petani. Gerakan sosial dari bawah merupakan kegiatan politik
mulai dari pendudukan tanah, pembentukan organisasi, hingga negosiasi dengan
pemerintah (Brocket 1991). Gerakan sosial menurut Tilly (1977) adalah sebuah
tindakan yang berkelanjutan secara bertahap, pertunjukan dan kampanye yang
dilakukan oleh orang biasa dan mereka membuat tuntutan secara kolektif terhadap
orang lain. Teori tersebut menggambarkan bahwa gerakan sosial dalam hal ini salah
satunya adalah gerakan petani merupakan sebuah sarana bagi petani untuk berpartisipasi
dalam ruang politik. Tilly (1977) mengungkapkan tentang persiapan yang harus dimiliki
untuk dapat berpartisipasi dalam ruang ruang politik, yaitu minat, organisasi, mobilisasi,
tindakan kolektif, dan kesempatan. Gerakan yang dilakukan oleh petani pada beberapa
kasus telah membuahkan hasil meskipun memerlukan waktu yang lama serta
pengorbanan. Hal tersebut menunjukan bahwa peluang politik dan posisi petani tidaklah
kuat.
Tarrow (1994) mengidentifikasi empat peluang politik yang dapat dimanfaatkan
oleh para petani, yaitu akses ke kekuasaan, pergeseran keberpihakan, ketersediaan elit
berpengaruh, dan perpecahan di dalam dan di antara elit. Ketersediaan semua atau
beberapa peluang ini dapat menciptakan kemungkinan-kemungkinan yang bahkan dapat
dimanfaatkan oleh aktor yang lemah. Tarrow (1998) menegaskan bahwa struktur
peluang politik selalu berhubungan dengan sumberdaya eksternal. Sumberdaya ini
dipergunakan sejalan dengan terbukanya akses kepada kelembagaan politik dan
perpecahan di dalam tubuh para elit politik. Dengan demikian, perubahan struktur
peluang politik berhubungan dengan siklus gerakan sosial. Secara lebih rinci, McAdam
(1996) merumuskan struktur peluang politik dalam empat aspek berikut: (1)
2

keterbukaan relatif dari sistem politik yang melembaga, (2) kestabilan relatif dari
ikatan-ikatan para elit yang menyokong suatu kebijakan tertentu, (3) ketersediaan
persekutuan-persekutuan baru yang berpengaruh, dan (4) kapabilitas negara dan
kecenderungan untuk dapat menekan setiap upaya mobilisasi kekuatan masyarakat.
Struktur peluang politik ini dapat dianggap bertanggung jawab dalam peningkatan atau
penurunan resiko atau keuntungan dari berbagai upaya mobilisasi kekuatan masyarakat.
Selain konsep peluang politik, gerakan petani juga dapat dilihat menggunakan konsep
pembingkaian (framing) kolektif. Konsep pembingkaian (framing) kolektif lebih
menunjuk pada dimensi sosial-psikologis, dan mampu melengkapi kelemahan konsepsi
struktur peluang politik. Menurut Tarrow (1998), pembingkaian kolektif merupakan
proses interpretasi kolektif, atribusi, dan konstruksi sosial yang memediasi antara
peluang politik dan tindakan dalam gerakan sosial.
Penelitian tentang strategi advokasi petani yang melihat formasi dan struktur
gerakan, serta jaringan-jaringan pendukung gerakan petani yang dilakukan Mustain
(2007) mengungkapkan bahwa gejolak dan resistensi yang dilakukan oleh petani dipicu
oleh faktor ekonomi, yaitu ketimpangan kepemilikan tanah. Pergerakan petani juga
muncul akibat kebijakan pemerintah mengenai masalah penguasaan pertanahan yang
cenderung eksploitatif dan mengutamakan pemodal. Kemudian penelitian yang
dilakukan oleh Susanto (2015) mengungkapkan bahwa gerakan sosial masyarakat Desa
Banjaranyar dalam merebut lahan mengalami dinamikanya tersendiri. Namun,
perjuangan tersebut baru terlihat ketika ada yang menggerakan, terhimpun ke dalam
wadah organisasi dan bertemu dengan kekuatan dari luar yang memiliki ideologi yang
sama serta terbentuknya SPP (Serikat Petani Pasundan) yang merupakan wadah bagi
petani banjar untuk memperjuangkan ha katas tanah. Penelitian mengenai gerakan
petani di Rengas yang dilakukan Syawaludin (2016) menunjukan bahwa gerakan yang
dilakukan petani memiliki strategi dalam rangka mencapai tujuannya. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa terdapat tiga unsur utama yang saling terkait yang mendorong
keberhasilan pergerakan petani, yaitu peluang politik, struktur mobilisasi, dan
pembingkaian kondisi ketegangan struktural yang terus menerus-menerus. Gerakan
petani yang dilakukan oleh petani Rengas dapat berjalan akibat aktor-aktor dalam
pergerakan petani membentuk suatu organisasi sebagai wadah mobilisiasi petani.
Tindakan-tindakan kolektif yang dilaksanakan oleh petani juga telah membentuk suatu
jaringan dan trust network yang menjadi salah satu faktor pendorong keberhasilan
gerakan petani di Rengas.
Penelitian-penelitian di atas telah berhasil menjelaskan dan memberi gambaran
mengenai awal mula terjadinya pergerakan petani serta tindakan-tindakan kolektif yang
dilakukan petani dalam rangka mencapai tujuannya. Dari hasil-hasil penelitian tersebut,
dapat dilihat bahwa gerakan petani muncul akibat faktor dari luar seperti sistem politik,
kebijakan pertanahan yang eksploitatif, dan ketimpangan kepemilikan tanah. Gerakan
petani juga memiliki dinamikanya tersendiri dan salah satu faktor terjadinya dinamika
tersebut adalah adanya kekuatan dari luar yang memiliki ideologi yang sama dengan
gerakan petani. Gerakan petani akan semakin kuat dan semakin maju ketika membentuk
jejaring dengan pihak lain. Gerakan petani juga akan semakin kuat ketika
memanfaatkan peluang politik yang ada. Meskipun penelitian di atas telah berhasil
dalam menjelaskan awal mula gerakan petani dan tindakan-tindakan kolektif yang
dilakukan petani, masih terdapat gap atau kekosongan pada penelitian-penelitian di atas.
Kekosongan dari penelitian-penelitian di atas di antaranya penelitian di atas lebih
3

berfokus kepada gerakan yang dilakukan oleh para petani dan belum melihat secara
mendalam interaksi antara gerakan petani dengan aktor reformis pemerintah. Meskipun
pada penelitian di atas sudah melihat aktor-aktor yang terlibat serta adanya pengaruh
kekuatan dari luar bagi gerakan petani, namun penelitian tersebut belum melihat
interaksi yang timbul antara aktor reformis pemerintah dengan gerakan petani serta
pengaruh interaksi tersebut terhadap dinamika gerakan sosial yang dilakukan oleh
petani.
Gerakan sosial yang dilakukan oleh petani dapat terwujud jika terdapat
peluang politik yang diperoleh antara lain melalui inisiatif reformis dari atas yang
dilakukan aktor-aktor pemerintah. Inisiatif aktor reformis pemerintah dari atas
digerakkan oleh para aktor pemerintah yang toleran dan bahkan mendukung gerakan
sosial (Borras 2002). Borras dan Franco (2008) mendefinisikan aktor reformis
pemerintah sebagai kelompok aktor dalam birokrasi negara baik nasional maupun lokal
yang memiliki berbagai tingkatan kekuatan politik, dan karena berbagai alasan serta
motivasi tertarik untuk mendukung kebijakan tanah yang berpihak pada kaum miskin,
dan umumnya toleran atau bahkan mendukung mobilisasi masyarakat miskin dari
bawah. Peran inisiatif aktor reformis pemerintah sangatlah penting dalam menentukan
kebijakan yang mendukung masyarakat miskin karena kekuatan pamungkas yang dapat
mendistribusikan kembali kekayaan dan kekuasaan lintas kelas sosial dalam masyarakat
agraris terletak pada kekuasaan pemerintah. Tugas aktor reformis pemerintah dalam
mendukung kebijakan tanah yang berpihak pada masyarakat miskin adalah bagaimana
memahami dan mengambil manfaat dari tindakan-tindakan yang dilakukan dalam
rangka mendukung kebijakan tanah yang berpihak pada masyarakat miskin, tanpa
mengabaikan agenda jangka panjang pemerintah.
Interaksi yang terjadi antara gerakan sosial dari bawah dengan inisiatif reformis
dari atas menimbulkan zona interaksi yang nantinya akan memberikan pengaruh
terhadap dinamika perjuangan reforma agraria. Hal ini sesuai dengan teori Bibingka
yang disampaikan oleh Borras dan Franco (2008), yaitu interaksi simbiosis antara
kelompok-kelompok sosial otonom dari bawah dengan kelompok reformis negara yang
ditempatkan secara strategis dari atas memberikan strategi yang paling menjanjikan
untuk mengimbangi perlawanan anti-reformasi yang kuat terhadap kebijakan tanah yang
berpihak pada kaum miskin, memfasilitasi redistribusi negara atas tanah-tanah yang
diperebutkan kepada kaum miskin yang tidak memiliki tanah dan hampir tidak memiliki
pekerjaan.
Interaksi yang terjadi dapat bersifat netral atau tidak saling mempengaruhi,
menjadi penghambat satu sama lain, atau saling mendukung satu sama lain. Ketiga
trajetori tersebut dipengaruhi oleh peran yang dilakukan oleh gerakan petani, peranan
yang dilakukan oleh aktor reformis, dan zona interaksi yang ditimbulkan oleh interaksi
yang terjadi antara gerakan petani dengan aktor reformis pemerintah. Aktor reformis
pemerintah yang memiliki orientasi untuk mendukung gerakan petani dan mendukung
kebijakan pertanahan yang pro-poor dan gerakan petani yang memiliki kapasitas dalam
memanfaatkan peluang politik dan jejaring yang ada akan mampu menghasilkan
interaksi yang bersifat saling mempengaruhi secara positif dan akan memberikan hasil
terbaik pada pelaksanaan program reforma agraria.
Penyelenggaraan reforma agraria di Indonesia diarahkan untuk melakukan
perubahan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah untuk
menjamin terwujudnya keadilan dan kepastian hukum dalam penguasaan, pemilikan,
4

penggunaan, dan pemanfaatan tanah (Nurlinda 2009). Program reforma agraria telah
dilaksanakan oleh pemerintah sejak dahulu, namun hinga saat ini masih banyak ditemui
konflik dan permasalahan agraria yang belum terselesaikan. Kebijakan reforma agraria
sudah dijalankan pemerintah sejak awal era kemerdekaan dan menjadi strategi dasar
pembangunan pada awal dekade 1960-an, tetapi justru mengalami arus balik selama
masa orde baru (Wiradi 2009). Pada era reformasi, agenda reforma agraria kembali
bangkit kembali dengan dikeluarkannya TAP MPR RI no. IX/2001. Agenda ini mulai
diterjemahkan secara konkret menjadi kebijakan operasional pada era pemerintahan
SBY-JK dalam bentuk Program Pembaruan Nasional (Shohibuddin dan Salim, eds.
2012; Mulyani dkk. 2011). Pada era pemerintahan berikutnya di bawah kepemimpinan
Presiden Joko Widodo, agenda reforma agraria kembali ditekankan dalam kebijakan
pemerintah. Agenda reforma agraria dimuat dalam dokumen Jalan Perubahan Menuju
Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian, “Visi, Misi, dan Program Aksi
Joko Widodo – M. Jusuf Kalla”. Dokumen ini memuat sembilan agenda utama yang
dinamakan Nawacita. Salah satu agenda di dalam Nawacita adalah reforma agraria dan
strategi membangun Indonesia dari pinggiran dimulai dari daerah dan desa. Dokumen
yang merupakan janji politik selama masa kampanye itu kemudian secara legal
dituangkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2015-2019 memuat pula komponen-komponen program reforma agraria secara terpisah-
pisah. Komponen yang pertama adalah penyediaan sumber Tanah Objek Reforma
Agraria (TORA) dan melakukan redistribusi tanah dan legalisasi aset. Hal-hal yang
akan dilakukan di antaranya adalah identifikasi dan inventarisasi Penguasaan,
Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) sebanyak 18 juta bidang atau
sedikitnya mencapai 9 juta ha; identifikasi kawasan hutan yang akan dilepaskan
sedikitnya sebanyak 4,1 juta ha; identifikasi tanah hak, termasuk di dalamnya tanah
HGU akan habis masa berlakunya, tanah terlantar, dan tanah transmigrasi yang belum
bersertifikat, yang berpotensi sebagai TORA sedikitnya sebanyak 1 juta ha; dan
identifikasi tanah milik masyarakat dengan kriteria penerima reforma agraria untuk
legalisasi aset sedikitnya sebanyak 3,9 juta ha. Kompone yang kedua adalah tentang
pemberian hak milik atas tanah (reforma aset) yang meliputi redistribusi tanah dan
legalisasi aset sebanyak 9 juta ha dengan rincian redistribusi tanah sedikitnya sebanyak
4,5 juta ha yang meliputi tanah pada kawasan hutan yang dilepaskan, dan tanah hak,
termasuk di dalamnya tanah HGU akan habis masa berlakunya dan tanah terlantar; dan
legalisasi aset sedikitnya sebanyak 4,5 juta ha, yang meliputi tanah transmigrasi yang
belum dilegalisasi dan legalisasi aset (sertifikasi) masyarakat dengan kriteria penerima
reforma agraria.
Secara lebih operasional, pelaksanaan agenda RA yang telah dicantumkan dalam
RPJMN tersebut diatur dalam perpres No. 45 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja
Pemerintah dan Perpres No. 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Komponen
pelaksanaan reforma agraria tercantum dalam Perpres Nomor 45 Tahun 2016 tentang
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang mencakup penguatan regulasi dan penyelesaian
konflik agraria, penataan penguasaan dan pemilikan, kepastian hukum, pemberdayaan
masyarakat, dan kelembagaan reforma agraria pusat dan daerah (Kastaf Presiden 2017).
Berdasarkan pasal 1 Perpres No. 86 Tahun 2018, reforma agraria adalah penataan
kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang
lebih berkeadilan melalui penataan aset disertai dengan penataan akses untuk
kemakmuran rakyat Indonesia. Pelaksanaan reforma agraria di Indonesia menekankan
5

pada konsep redistribusi tanah yang dikuasai negara, tanah kelebihan luas maksimum,
tanah absentee, dan tanah negara lainnya yang telah ditetapkan menjadi tanah objek
reforma agraria. Reforma agraria dalam pasal 3 Perpres No.86 Tahun 2018 tentang
Reforma Agraria dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah melalui
tahapan perencanaan reforma agraria dan pelaksanaan reforma agraria. Perencanaan ini
dalam pasal 4 meliputi perencanaan penataan aset terhadap penguasaan dan pemilikan
tanah objek reforma agraria (TORA), perencanaan terhadap penataan akses dalam
penggunaan dan pemanfaatan serta produksi atas TORA, perencanaan kepastian hukum
dan legislasi atas TORA, perencanaan penanganan sengketa dan konflik agraria, dan
perencanaan kegiatan lain yang mendukung reforma agraria. Penanganan sengketa dan
konflik agraria berdasarkan Pasal 17 Perpres No.86 Tahun 2018 dilaksanakan
berdasarkan prinsip kepastian hukum dan keadilan sosial terhadap para pihak baik
perorangan, kelompok, atau badan hukum. Pelaksanaan reforma agraria sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat 2 huruf b dilaksanakan melalui tahapan penataan aset dan
penataan akses. Penataan aset sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a menjadi dasar
dilakukannya penataan akses. Penataan aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
1 huruf a terdiri atas redistribusi tanah atau legalisasi aset.
Pemerintah juga membentuk Tim Reforma Agraria Nasional yang bertugas
menetapkan kebijakan dan rencana reforma agraria, melakukan koordinasi dan
penyelesaian kendala dalam penyelenggaraan reforma agraria, dan melakukan
pengawasan serta pelaporan pelaksanaan reforma agraria. Dalam rangka membantu
pelaksanaan tugas Tim Reforma Agraria Nasional dibentuk Gugus Tugas Reforma
Agraria, yang berada di Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Berdasarkan Perpres No.
86 Tahun 2018 pasal 30 dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan Reforma Agraria,
Tim Reforma Agraria Nasional, Gugus Tugas Reforma Agraria Pusat, Gugus Tugas
Refoma Agraria Provinsi, dan Gugus Tugas Reforma Agraria Kabupaten/Kota
melibatkan masyarakat sesuai ketentuan perundang-undangan. Keterlibatan masyarakat
di antaranya dalam hal pengusulan TORA, penerima TORA, dan jenis penataan akses
dan/atau penyampaian masukan dalam rangka penanganan sengketa dan konflik agraria.
Hal tersebut menunjukan bahwa interaksi yang terjadi antara masyarakat dengan
pemerintah dapat menentukan dinamika pelaksanaan reforma agraria yang akan terjadi.
Interaksi dapat terjadi mulai dari level kabupaten/kota melalui Gugus Tugas Reforma
Agraria Kabupaten/Kota hingga level nasional melalui Gugus Tugas Reforma Agraria
Pusat.
Salah satu program reforma agraria yang sedang diperjuangkan oleh masyarakat
untuk dijalankan hingga saat ini berada di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat. Lahan yang menjadi objek pada program reforma agraria yang diusulkan
merupakan lahan eks HGU milik PT. Hevindo (PT. Hevea Indonesia). Ijin HGU PT.
Hevindo selama 25 tahun tertuang dalam Surat Keputusan HGU nomor
29/H.G.U/DA/88 tertanggal 4 April 1988 yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri
RI. Perusahaan perkebunan ini bergerak dalam pengusahaan tanaman karet dan
pengelolaan hasilnya. Sejak tahun 1990an, pihak perusahaan menelantarkan lahannya,
lebih dari 75% areal HGU PT. Hevindo tidak digarap dengan baik. Menurut PP No. 11
Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, pemerintah berhak
mencabut tanah HGU yang ditelantarkan dan kemudian menjadikannya sebagai tanah
objek land reform.
Para petani yang membutuhkan lahan untuk bertani dan memenuhi kebutuhan
6

hidupnya akhirnya memanfaatkan lahan tersebut. Para petani yang berasal dari tiga desa
di Kecamatan Nanggung, yaitu Desa Curugbitung, Desa Nanggung, dan Desa Cisarua
mulai menggarap lahan HGU yang ditelantarkan itu dengan tanaman produktif. Konflik
timbul pada tahun 2010 ketika pihak perusahaan dan staf BPN Kanwil Jabar melakukan
pengukuran tanpa melibatkan warga dan Pemerintah Desa. Kemudian pada bulan Juli
2011 warga dikejutkan dengan adanya patok merah yang bertuliskan BPN/PT. Hevindo.
Pemerintah Kabupaten Bogor melalui surat tanggal 23 Juni 2011 yang ditujukan kepada
Kepala BPN RI memberikan pertimbangan teknis untuk persyaratan perpanjangan masa
berlaku HGU PT. Hevindo. Konflik memuncak pada tahun 2013 ketika pihak
perusahaan merusak tanaman milik petani yang ditanami di lahan HGU PT. Hevindo.
Para petani kemudian melakukan pergerakan menuju kantor Bupati dan DPRD
Kabupaten Bogor. Aksi tersebut tidak menunjukan hasil yang positif. Aksi petani
penggarap yang tergabung dalam AMANAT (Aliansi Masyarakat Nanggung
Transpormatif) terus dilakukan untuk memperjuangkan pelaksanaan land reform di
lahan HGU terlantar yang telah mereka garap.
Pada kasus gerakan petani memperjuangkan pelaksanaan program reforma
agraria di Kecamatan Nanggung seperti diulas sekilas di atas, dapat dianalisis lebih
lanjut mengenai dinamika land reform yang sedang diperjuangkan oleh kelompok
petani AMANAT serta interaksi-interaksi yang terjadi di antara Kelompok Tani
AMANAT, stakeholder seperti pemerintah desa, pemerintah kecamatan, BPN
Kabupaten Bogor, dan pemerintah Kabupaten Bogor serta pihak-pihak lainnya yang
terlibat dalam dinamika land reform yang sedang diperjuangkan oleh para petani.

Rumusan Masalah Penelitian


Konflik agraria yang terjadi di Kecamatan Nanggung disebabkan oleh adanya
ketimpangan alokasi tanah yang terjadi antara pihak di sektor swasta yaitu PT. Hevindo
dengan pihak sektor pertanian rakyat yaitu para petani yang ada di Kecamatan
Nanggung.
Petani di Kecamatan Nanggung yang tergabung dalam Kelompok Petani AMANAT
melakukan pergerakan sosial dalam rangka menuntut keadilan agraria dan
menyelesaikan konflik yang terjadi. Dalam kaitan ini, petani di Kecamatan Nanggung
melakukan gerakan dalam rangka menuntut keadilan terhadap tanah HGU milik PT.
Hevindo yang sudah lama terlantar dan masa HGUnya telah habis sehingga mereka
manfaatkan untuk bertani. Konflik yang memuncak disebabkan oleh protes yang
dilakukan petani terhadap kebijakan pemerintah Kabupaten Bogor yang tidak sesuai
dengan harapan petani. Gerakan yang dilakukan oleh petani seringkali tidak berhasil
dalam mencapai hak-hak mereka atas tanah tersebut. Hal tersebut salah satunya
disebabkan oleh kekuatan, posisi dan peluang politik yang dimiliki petani sangat kecil.
Oleh karena itu, untuk memperkuat posisi mereka, para petani di Kecamatan Nanggung
membentuk sebuah kelompok tani yang bernama kelompok tani AMANAT.
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam gerakan yang dilakukan oleh petani
adalah perspektif relasional tentang kekuatan tawar petani. Pertama, fokus pada saling
ketergantungan, yaitu pada hubungan saling ketergantungan antara semua pihak yang
terlibat dalam kesepakatan tanah. Kedua, perspektif jaringan dapat menunjukkan
bagaimana petani kecil terkait dengan berbagai aktor. Ketiga, analisis sistematis tentang
konfigurasi tenaga lokal diperlukan untuk mengontekstualisasikan hubungan kunci.
7

Saling ketergantungan antara petani kecil, pejabat negara setempat dan investor dapat
sangat berbeda oleh rezim politik dan rezim tanah, dan oleh sejarah konflik (tanah) di
daerah yang bersangkutan. Keempat, kekuatan tawar apa pun yang dimiliki petani
dalam proses kesepakatan tanah selalu terancam. Selanjutnya, gerakan yang dilakukan
dapat dianalisis menggunakan konsep otonomi dan kapasitas. Melalui konsep tersebut
dapat dilihat seberapa tinggi otonomi dan kapasitas yang dimiliki oleh kelompok tani
AMANAT dalam rangka memperjuangkan hak mereka terhadap sumber daya tanah.
Oleh karena lemahnya kekuatan, posisi, dan peluang politik yang dimiliki oleh petani,
penting untuk melakukan pengorganisasian petani serta membina hubungan dengan
aktor pemerintah yang dapat memberi kekuatan, posisi, dan peluang politik kepada
petani. Sehingga penting bagi penulis untuk mengkaji bagaimana peranan yang
dilakukan oleh petani melalui gerakan petani?
Dinamika konflik yang terjadi di Kecamatan Nanggung melibatkan berbagai
aktor mulai dari pemerintah, swasta, LSM, dan petani. Aktor pemerintah yang terlibat di
antaranya adalah Kepala Desa Nanggung, Kepala Desa Curug Bitung, Kepala Desa
Cisarua, Camat Nanggung, Kepala BPN, dan Bupati Bogor. Beberapa LSM seperti
JKPP (Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif), RMI (Rimbawan Muda Indonesia), KPA
(Konsorsium Pembaruan Agraria), ELSAM (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat,
dan TuK (Transformasi untuk Keadilan Indonesia) juga ikut terlibat pada permasalahan
agraria yang terjadi di Kecamatan Nanggung. Konflik memuncak ketika Bupati
Kabupaten Bogor melalui surat tanggal 23 Juni 2011 yang ditujukan kepada Kepala
BPN RI memberikan pertimbangan teknis untuk persyaratan perpanjangan masa berlaku
HGU PT. Hevindo.
Merujuk pada teori dari Borras dan Franco (2008), terdapat aktor pemerintah
yang dapat diidentifikasi sebagai inisiatif aktor reformis pemerintah yang dapat
memberikan kekuatan, posisi, dan peluang politik pada para petani. Inisiatif aktor
reformis pemerintah hadir sebagai jembatan antara gerakan yang diinisiai oleh petani
dengan kebijakan pertanahan yang pro-miskin. Inisiatif aktor reformis pemeritah dapat
dianalisis menggunakan konsep otonomi dan kapasitas. Kedua konsep tersebut akan
menjelaskan hal-hal apa saja yang diperlukan oleh seorang aktor reformis untuk
mencapai tujuan yang dirancang bersama dengan gerakan masyarakat. Inisiatif aktor
reformis juga dapat dilihat melalui konsep kepemimpinan fasilitatif dan keputusan-
keputusan yang dilakukan secara langsung oleh aktor di lapangan tanpa terpengaruh
oleh peraturan formal. Sehingga penting bagi penulis untuk mengkaji bagaimana
peranan dan inisiatif yang dilakukan aktor reformis pemerintah?
Interaksi antara gerakan petani dan aktor reformis pemerintah berkontribusi pada
keberhasilan reforma agraria. Aktor negara yang inisiatif dan pro-reformasi memiliki
sumber daya dan kekuasaan sehingga dapat memperkuat mobilisasi sosial dari bawah
dan membuat dampak yang lebih besar. Gerakan sosial yang dilakukan oleh petani
dapat terwujud jika terdapat peluang politik yang diperoleh melalui inisiatif reformis
dari atas yang dilakukan oleh aktor reformis pemerintah. Tarrow (1994)
mengidentifikasi empat peluang politik yang dapat dimanfaatkan oleh petani, yaitu
akses ke kekuasaan, pergeseran keberpihakan, ketersediaan elit berpengaruh, dan
perpecahan di dalam dan di antara elit. Ketersediaan semua atau beberapa peluang ini
dapat menciptakan kemungkinan-kemungkinan yang bahkan dapat dimanfaatkan oleh
aktor yang lemah. Interaksi yang timbul dapat terjadi antara aktor pemerintah dengan
gerakan petani maupun interaksi antara NGO/LSM dengan gerakan petani. Pada kasus
8

perjuangan pelaksanaan reforma agraria yang dilakukan oleh kelompok petani


AMANAT terjadi beberapa interaksi baik antara aktor pemerintah dengan AMANAT
maupun antara NGO/LSM dengan AMANAT. Interaksi yang terjadi di antara aktor
pemerintah dengan AMANAT terjadi pada beberapa tingkatan mulai dari interaksi
antara Pemerintah Desa Nanggung, Desa Cisarua, dan Desa Curug Bitung dengan
AMANAT, interaksi antara pemerintah Kecamatan Nanggung dengan AMANAT,
interaksi antara BPN Kabupaten Bogor dengan AMANAT, hingga interaksi antara
Pemerintah Kabupaten Bogor dengan AMANAT. Selain berinteraksi dengan
pemerintah, AMANAT juga berinteraksi dengan beberapa NGO seperti JKPP, RMI,
Sawit Watch, KPA, Elsam, dan TuK. Interaksi antara Kelompok Tani AMANAT
dengan aktor pemerintah serta antara Kelompok Tani AMANAT dengan NGO dapat
memperkuat posisi kelompok tani dalam memperjuangkan keadilan dalam alokasi
tanah. Interaksi yang terjadi antara gerakan petani yang dilakukan Kelompok Tani
AMANAT dengan inisiatif aktor reformis pemerintah menimbulkan zona interaksi yang
nantinya akan memberikan pengaruh terhadap pelaksanaan program reforma agraria di
Kecamatan Nanggung. Sehingga penting bagi penulis untuk mengkaji bagaimana
interaksi yang timbul pada zona interaksi antara Inisiatif aktor reformis
pemerintah dengan gerakan petani?
Pada beberapa kasus, aktor reformis pemerintah dan gerakan petani ada tanpa
berinteraksi satu sama lain. Dalam situasi tersebut, peluang politik tidak dimanfaatkan.
Pada kasus-kasus lainnya, terdapat interaksi antara aktor reformis pemerintah dengan
gerakan petani, interaksi tersebut dapat menciptakan situasi saling mendukung maupun
situasi saling melemahkan satu sama lain. Interaksi tersebut juga dapat menciptakan
situasi netral yaitu situasi ketika terdapat respon namun respon tersebut tidak
ditindaklanjuti dan berakhir hanya sebagai respon saja. Dalam konteks pelaksanaan
reforma agraria, situasi yang paling menjanjikan adalah ketika dua aliran kekuatan dari
aktor reformis pemerintah dengan kekuatan dari bawah yang berasal dari gerakan petani
berinteraksi secara positif dalam mengejar tujuan bersama untuk melaksankan reforma
agraria, meskipun terdapat perbedaan agenda dan motivasi di antara para aktor.
Interaksi positif ini tidak selalu memerlukan koalisi eksplisit antara aktor reformis
pemerintah dan gerakan petani. Aktor reformis pemerintah dan gerakan petani dari
konteks kelembagaan yang sangat berbeda, dan masing-masing memiliki serangkaian
motivasi dan agenda jangka panjang yang berbeda untuk memperjuangkan kebijakan
tanah yang berpihak pada kaum miskin. Aktor-aktor pemerintah dan gerakan petani
yang pro-reformasi dapat menyadari bahwa mereka saling membutuhkan jika agenda
mereka untuk pelaksanaan reforma agraria ingin dicapai, dan dengan demikian mereka
terus berinteraksi, masing-masing berusaha dan memengaruhi yang lain. Berdasarkan
penelitian studi pustaka, penulis mengusulkan kerangka pemikiran baru yang melihat
gerakan petani, inisiatif aktor reformis pemerintah, Zona interaksi yang timbul dari
hubungan antara gerakan petani dengan inisiatif aktor reformis pemerintah, dan
pengaruh dari zona interaksi tersebut terhadap trajektori interaksi yang dihasilkan.
Sehingga penting bagi penulis untuk mengkaji bagaimana pengaruh zona interaksi
yang terjadi terhadap trajektori interaksi yang dihasilkan ?

Tujuan Penelitian
9

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, tujuan dari penulisan proposal
penelitian dengan judul “Pengaruh Interaksi Antara Inisiatif Aktor Reformis Pemerintah
dengan Gerakan Petani terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria antara lain:
1. Menganalisis peranan dan akuntabilitas sosial aktor reformis pemerintah;
2. Menganalisis peranan yang dilakukan oleh kelompok tani AMANAT melalui
gerakan petani;
3. Menganalisis interaksi yang timbul pada zona interaksi antara Inisiatif aktor
reformis pemerintah dengan gerakan petani yang dilakukan kelompok tani
AMANAT;
4. Menganalisis pengaruh zona interaksi terhadap trajektori interaksi yang
dihasilkan.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan hasil yang bermanfaat dan pengetahuan bagi
pihak-pihak yang berkaitan dan berkepentingan dengan permasalahan pengaruh
interaksi yang timbul antara inisiatif aktor reformis pemerintah dengan gerakan petani
terhadap pelaksanaan program reforma agraria, pihak-pihak tersebut di antaranya:
1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan
kajian dalam melakukan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan
pelaksanaan program reforma agraria serta menambah khasanah penelitian
mengenai pengaruh pengaruh interaksi yang timbul antara inisiatif aktor
reformis pemerintah dengan gerakan petani terhadap pelaksanaan program
reforma agraria.
2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi saran dan
pertimbangan dalam memberikan data dan informasi untuk membuat kebijakan
yang terkait dengan implementasi program reforma agraria serta peranan yang
dapat dilakukan pemerintah dalam pelaksanaan program reforma agraria.
3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan, serta memberi informasi yang bermanfaat mengenai pelaksanaan
program reforma agraria.
4. Bagi swasta, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam melaksanakan suatu perencanaan atau proyek yang melibatkan sumber-
sumber agaria.
10

BAB II
PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Konsep Reforma Agraria

Tanah merupakan sumber daya agraria yang paling dominan pemanfaatannya.


Tanah dikelola dan dikuasai oleh berbagai pihak seperti pemerintah, masyarakat,
maupun swasta. Semua pihak tersebut sangat bergantung kepada sumber-sumber
agraria. Dalam rangka mencapai keadilan penguasaan sumber daya tanah tersebut, serta
untuk mengatasi permasalahan ketimpangan penguasaan tanah yang masih sering terjadi
hingga saat ini, solusi yang sedang dijalankan oleh pemerintah adalah dengan
melakukan reforma agraria atau dikenal juga sebagai Land Reform. Menurut Wiradi
(2000) istilah reforma agraria berasal dari bahasa spanyol yang dalam bahasa Inggrisnya
disebut agrarian reform, dan dalam pengertian itu agrarian reform adalah landreform
plus. Artinya reforma agraria adalah landreform yang disertai dengan program-program
penunjangnya, termasuk program pasca redistribusi tanah. Secara sederhana, hakikat
dari reforma agraria adalah menata kembali struktur kepemilikan, penguasaan,
penggunaan tanah dan disertai dengan penunjangnya seperti, perkreditan, penyediaan
sarana produksi, pendidikan dan lain-lain untuk kepentingan rakyat banyak. Dengan
batasan seperti di atas, pengertian reforma agraria jauh lebih luas dari landreform.
Reforma agraria atau dalam arti sempit berarti redistribusi tanah juga merupakan
tindakan pemerintah dalam upaya menangani ketimpangan struktur agraria. Menurut
Sihaloho (2004), struktur agraria merupakan suatu konsep yang menjelaskan mengenai
struktur akses pihak-pihak yang terlibat dengan sumber-sumber agraria. Selain itu,
struktur agraria juga dapat menjadi gambaran dari struktur sebuah masyarakat. Struktur
agraria lebih luas lagi dikatakan oleh Sitorus (2002) dalam Sihaloho (2004) sebagai
hubungan antara subjek agraria dengan objek agraria meliputi hubungan teknis dan
hubungan sosial agraria. Objek-objek atau sumber-sumber agraria dapat meliputi tanah,
perairan, hutan, bahan tambang, dan udara yang digunakan, dimanfaatkan, dan dikelola
untuk kemaslahatan hidup manusia. Sitorus (2002) dalam Sihaloho (2004) kemudian
membagi sumber-sumber agraria berdasarkan pemanfaatnya, yaitu komunitas atau
masyarakat, pemerintah atau sebagai pihak negara, dan pihak swasta. Ketiga subjek
tersebut saling berkaitan erat satu sama lain di dalam sebuah institusi sistem tenurial.
Pemerintah saat ini mengalokasikan tanah seluas 9 juta hektar untuk
diredistribusikan kepada masyarakat. Tujuan dari reforma agraria tercantum dalam
11

Perpres Nomor 45 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang memuat
penguatan regulasi dan penyelesaian konflik agraria, penataan penguasaan dan
pemilikan, kepastian hukum, pemberdayaan masyarakat, dan kelembagaan reforma
agraria pusat dan daerah. Menurut Winoto (2009), reforma agraria atau pembaruan
agraria bukanlah proyek bagi-bagi tanah, melainkan suatu program terpadu yang
diorientasikan pada upaya perwujudan keadilan sosial dan peningkatan kesejahteraan
rakyat melalui revitalisasi pertanian dan aktivitas ekonomi pedesaan secara menyeluruh.
Terdapat dua komponen dalam reforma agraria, yaitu asset reform dan acces
reform. Asset reform adalah redistribusi tanah untuk menjamin hak rakyat atas sumber-
sumber agraria. Access reform adalah upaya pembangunan lebih luas yang melibatkan
multipihak untuk menjamin agar asset tanah yang diberikan dapat berkembang secara
produktif dan berkelanjutan. Reforma agraria dengan dua komponen tersebut
diharapkan dapat menjadi solusi komprehensif dalam mengurangi kemiskinan dan
kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat. Menurut Syahyuti (2004), reforma
agraria secara umum mensyaratkan dua hal pokok, dalam posisi ibarat dua sisi mata
uang, yaitu komitmen politik pemerintah yang kuat di satu sisi, dan tersedianya modal
sosial (social capital). Menurut Wiradi (2000), Secara umum ada empat faktor penting
sebagai prasyarat pelaksanaan reforma agraria, yaitu: (1) kemauan politik dari elit
penguasa, (2) elit pemerintah harus terpisah dari elit bisnis, (3) partisipasi aktif dari
semua kelompok sosial harus ada, seperti organisasi tani, serta (4) data dasar masalah
agraria yang lengkap dan teliti harus ada. Untuk Indonesia, dapat dikatakan keempat
faktor tersebut saat ini sedang dalam kondisi lemah.

Konsep Gerakan Petani

Ketimpangan kepemilikan tanah dan perebutan tanah milik masyarakat oleh


pihak swasta dan pemerintah telah memicu gerakan sosial dari bawah yang dilakukan
oleh masyarakat. Gerakan sosial dari bawah merupakan kegiatan politik mulai dari
pendudukan tanah, pembentukan organisasi, hingga negosiasi dengan pemerintah
(Brocket 1991). Gerakan masyarakat dari bawah dapat berasal dari masyarakat sipil,
LSM, hingga petani. Tempat-tempat di mana kondisi tidak mendukung keadilan
sumber daya tanah, LSM dan gerakan petani, dan bentuk lain dari perjuangan
masyarakat untuk tanah bermunculan. Terdapat dua tipe organisasi petani yang
melakukan perlawanan, yakni organisasi yang muncul dari dalam kelompok petani
itu sendiri untuk mengatur diri sendiri dan organisasi yang muncul dari luar (Mustain
2007). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanto (2015) yang
dilakukan di Desa Banjaranyar, gerakan perlawanan petani terjadi ketika sebagian
besar individu merasa dirugikan setelah melakukan tawar menawar dengan negara,
merupakan sebuah kenyataan di Desa Banjaranyar.
Gerakan petani dapat dipahami dengan menggunakan dua dimensi, yaitu
otonomi dan kapasitas. Otonomi berasal dari dua kata Bahasa Yunani, yaitu autos
(sendiri), dan nomos (peraturan). Oleh karena itu, otonomi berarti peraturan sendiri
atau undang-undang sendiri, yang selanjutnya berkembang menjadi pemerintahan
sendiri. Diperlukan tingkat otonomi yang tinggi bagi suatu kelompok petani untuk
memutuskan sendiri bagaimana dan sejauh mana kelompok tersebut akan
memperoleh jenis kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum miskin. Suatu
kelompok membutuhkan kekuatan yang besar agar memiliki otonomi (Fox 1993).
12

Kelompok petani dapat bertindak dan berusaha menempatkan masalah kelompoknya


ke dalam agenda negara, tetapi kemudian tidak dapat secara langsung mempengaruhi
hasil kebijakan tanpa interaksi yang erat dengan aktor pemerintah. Tingkat otonomi
yang dimiliki oleh suatu kelompok petani saat berhadapan dengan pemerintah dapat
berfluktuasi seiring berjalannya waktu selama pelaksanaan kebijakan tanah. Otonomi
yang dimiliki oleh kelompok masyarakat dapat meningkat atau menurun dalam
dinamika politik dan kebijakan yang membentuk dan membentuk kembali proses dan
hasil kebijakan pertanahan (Fox 1993). Memiliki tingkat otonom yang tinggi tidak
menjamin suatu kelompok petani dapat mencapai tujuannya jika memiliki kapasitas
yang rendah.
Kapasitas adalah kemampuan asosiasi atau komunitas untuk melakukan apa
yang ingin dilakukan. Morgan dalam Milen (2006) merumuskan pengertian kapasitas
sebagai kemampuan, keterampilan, pemahaman, sikap, nilai-nilai, hubungan,
perilaku, motivasi, sumber daya, dan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap
individu, organisasi, jaringan, kerja/sektor, dan sistem yang lebih luas untuk
melaksanakan fungsi-fungsi mereka dan mencapai tujuan pembangunan yang telah
ditetapkan dari waktu ke waktu. Jenis-jenis kapasitas yang dibutuhkan oleh suatu
kelompok masyarakat bergantung pada jenis peluang yang ada dan tujuan dari usaha
pembangunan atau kampanye reformasi kebijakan. Arti dan karakteristik dari
kapasitas dapat berbeda di setiap kelompok petani. Sebuah kelompok petani yang
bertujuan untuk memperoleh kebijakan tanah yang pro-kaum miskin memerlukan
kapasitas untuk memenuhi sumber daya logistik serta dapat memutuskan kapan dan
di mana harus melakukan pertemuan secara mandiri, tanpa harus bergantung pada
LSM atau lembaga pemerintah. Kelompok petani lainnya mungkin memerlukan
kapasitas berupa akses layanan hukum dan bantuan yang diperlukan untuk inisiatif
pengambilan klaim tanah mereka (Ghimire 2001). Idealnya, kelompok petani yang
paling efektif adalah kelompok petani yang mampu memiliki dan mempertahankan
otonomi tinggi dan kapasitas tinggi.
Tarrow (1994) mengidentifikasi empat peluang politik yang dapat
dimanfaatkan oleh para petani, yaitu akses ke kekuasaan, pergeseran keberpihakan,
ketersediaan elit berpengaruh, dan perpecahan di dalam dan di antara elit.
Ketersediaan semua atau beberapa peluang ini dapat menciptakan kemungkinan-
kemungkinan yang bahkan dapat dimanfaatkan oleh aktor yang lemah. Tarrow
(1998) menegaskan bahwa struktur peluang politik selalu berhubungan dengan
sumberdaya eksternal. Sumberdaya ini dipergunakan sejalan dengan terbukanya
akses kepada kelembagaan politik dan perpecahan di dalam tubuh para elit politik.
Dengan demikian, perubahan struktur peluang politik berhubungan dengan siklus
gerakan sosial. Secara lebih rinci, McAdam (1996) merumuskan struktur peluang
politik dalam empat aspek berikut: (1) keterbukaan relatif dari sistem politik yang
melembaga, (2) kestabilan relatif dari ikatan-ikatan para elit yang menyokong suatu
kebijakan tertentu, (3) ketersediaan persekutuan-persekutuan baru yang berpengaruh,
dan (4) kapabilitas negara dan kecenderungan untuk dapat menekan setiap upaya
mobilisasi kekuatan masyarakat. Struktur peluang politik ini dapat dianggap
bertanggung jawab dalam peningkatan atau penurunan resiko atau keuntungan dari
berbagai upaya mobilisasi kekuatan masyarakat.
Selain konsep peluang politik, gerakan petani juga dapat dilihat menggunakan
konsep pembingkaian (framing) kolektif. Konsep pembingkaian (framing) kolektif
lebih menunjuk pada dimensi sosial-psikologis, dan mampu melengkapi kelemahan
konsepsi struktur peluang politik. Menurut Tarrow (1998), pembingkaian kolektif
13

merupakan proses interpretasi kolektif, atribusi, dan konstruksi sosial yang


memediasi antara peluang politik dan tindakan dalam gerakan sosial. Proses
pembingkaian kolektif lebih menekankan pada bagaimana individu memutuskan
berpartisipasi dan bagaimana mereka menginterpretasikan makna-makna yang terkait
dengan perilaku kolektif. Snow dan Benford (1988) menekankan proses
pembingkaian sebagai strategi pemaknaan dan definisi bersama terhadap klaim-klaim
identitas individual dan rasa tanggung jawab kultural terhadap suatu sebab. Proses
pembingkaian menurut McAdam, Doug dan Scott (2002) mengandung elemen-
elemen simbolik yang menjadi penghubung antara parameter struktural dan para
pelaku (individual). Pelaku menafsirkan situasi yang dihadapi, memikirkan
perbaikan, dan mengusulkan tindakan-tindakan perubahan yang akan dilakukan.
Pembingkaian inti terdiri dari tiga bagian, yaitu pembingkaian diagnostik (masalah
identifikasi dan atribusi), pembingkaian prognostik, dan pembingkaian motivasional.
Dengan mengejar tugas pembingkaian inti, para pelaku gerakan menyelesaikan
masalah yang saling terkait dengan mobilisasi consensus dan mobilisasi tindakan.
Dalam pembingkaian diagnostik memfokuskan pada perkembangan dan artikulasi
sebab geraka sedangkan pembingkaian prognostik menekankan pada artikulasi
pemecahan masalah. Sedangkan pembingkaian motivasional menunjuk pada
kesediaan untuk melakukan tindakan atau alasan logis terlibat dalam tindakan
kolektif untuk melakukan perubahan (perbaikan), termasuk di dalamnya
mengkonstruksi kosa kata terhadap alasan-alasan tersebut. Tarrow (2005)
mengatakan bahwa framing bertujuan untuk menjustifikasi, memuliakan, dan
mendorong aksi kolektif. Dalam gerakan sosial dibutuhkan tiga frame, yaitu
aggregate frame, consensus frame, dan collective action frame. Agregate frame
adalah proses pengertian isu sebagai masalah sosial. Individu sadar bahwa isu yang
ada merupakan masalah bersama yang berpengaruh di setiap individu. Consensus
frame adalah proses definisi yang berkaitan dengan masalah sosial hanya dapat
diselesaikan dengan tindakan kolektif. Hal ini mengkontruksikan perasaan dan
identifikasi dari individu untuk bertindak secara kolektif. Collective action frame
adalah proses yang memaparkan alasan dibutuhkannya suatu tindakan kolektif serta
tindakan kolektif apa yang harus dilakukan.
Terkait dengan kategori aktor gerakan sosial, McCarthy dan Zald (1977)
mengkategorikan posisi masing-masing sebagai adherents, constituents, potential
beneficiaries, bystanders, dan authorities. Adherents adalah individu atau organisasi
yang percaya terhadap tujuan gerakan. Constituents adalah mereka yang memberikan
dukungan sumberdaya kepada organisasi gerakan sosial. Bystanders adalah mereka
yang bersikap netral terhadap gerakan sosial. Potential beneficiaries adalah mereka
yang mendapatkan keuntungan dari gerakan sosial yang mencapai tujuan meskipun
mereka memiliki pandangan yang berlainan dengan gerakan sosial tersebut.

Konsep Inisiatif Aktor Reformis Pemerintah

Inisiatif aktor reformis pemerintah merupakan inisiatif yang muncul dari aktor
pemerintah yang toleran dan bahkan mendukung gerakan sosial (Borras 2002). Borras
dan Franco (2010) mendefinisikan inisiatif aktor reformis pemerintah sebagai kelompok
aktor dalam birokrasi negara baik nasional maupun lokal yang memiliki berbagai
tingkatan kekuatan politik, dan karena berbagai alasan serta motivasi tertarik untuk
mendukung kebijakan tanah yang berpihak pada kaum miskin, dan umumnya toleran
14

atau bahkan mendukung mobilisasi masyarakat miskin dari bawah. Secara historis,
reformis negara muncul, dikonsolidasikan, dan menjalankan kebijakan pertanahan yang
berpihak pada kaum miskin merupakan respon terhadap tekanan yang dilakukan oleh
masyarakat yang melakukan perjuangan untuk mengklaim hak atas tanah mereka.
Reformis negara dimotivasi oleh berbagai faktor, seperti kepedulian terhadap legitimasi
politik dan demokratisasi yang dapat menghasilkan kebijakan pertanahan dari yang
mendukung hak-hak masyarakat miskin bahkan ketika bertentangan dengan
kepentingan elit pemerintah. Aktor pro-reformasi atau aktor reformis pemerintah dapat
ditemukan di dalam dan di seluruh lembaga baik nasional maupun lokal (Fox 1993).
Peran inisiatif aktor reformis pemerintah sangatlah penting dalam menentukan
kebijakan yang mendukung masyarakat miskin karena kekuatan pamungkas yang dapat
mendistribusikan kembali kekayaan dan kekuasaan lintas kelas sosial dalam masyarakat
agraris terletak pada kekuasaan pemerintah. Tugas aktor reformis pemerintah dalam
mendukung kebijakan tanah yang berpihak pada masyarakat miskin adalah tentang
bagaimana memahami dan mengambil manfaat dari tindakan-tindakan tersebut, tanpa
mengabaikan agenda jangka panjang pemerintah. Intervensi eksternal dari aktor
reformis pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan peran kelompok/gerakan
masyarakat dalam mencapai kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum miskin
penting karena secara bersamaan mempromosikan kedua dimensi dari kekuatan
kelompok masyarakat, yaitu otonomi dan kapasitas (Fox 1993). Konsep otonomi dan
kapasitas yang digunakan pada analisis gerakan petani dapat digunakan untuk
menganalisis aktor-aktor reformis yang terdapat di pemerintah.
Inisiatif aktor reformis pemerintah juga dapat dilihat melalui konsep
kepemimpinan fasilitatif. Menurut Hensey (1999), pemimpin fasilitatif serba bisa dalam
melakukan komunikasi dan sangat mengetahui apa yang mereka inginkan (untuk diri
mereka sendiri dan kelompok), dan fleksibel tentang bagaimana mereka
mendapatkannya. Menurut Fahmi (2015) kepemimpinan fasilitatif memainkan peran
penting dalam proses perencanaan kolaboratif dengan mengatasi konflik, merancang
visi, menyusun pengetahuan dan sumber daya, memelihara kepercayaan, serta
membujuk para pemangku kepentingan untuk berkolaboratif dalam melakukan tugas
dan membangun kerangka belajar. Berdasarkan hasil penelitian Ikhsan dan Muhammad
(2019), Konsep Kepemimpinan yang Fasilitatif (Facilitative Leadership) dinilai sukses
jika dijalankan secara kolaboratif dengan cara didongkrak dari bawah (by leverage) oleh
masyarakat dan dikelola dari atas oleh pemerintah, bukan sebagai kemurah-hatian (by
grace) namun sebagai arena yang diperjuangkan dan diorkestrasi oleh berbagai
kelembagaan di dalam tubuh pemerintah.
Inisiatif aktor reformis pemerintah juga dapat dilihat melalui akuntabilitas sosial yang
dimiliki oleh pihak pemerintah. Akuntabilitas sosial merupakan suatu pendekatan untuk
membangun akuntabilitas pemerintah yang bergantung pada keterlibatan sipil, yaitu
warga negara biasa dan/atau masyarakat sipil dari suatu organisasi yang berpartisipasi
secara langsung atau tidak langsung dalam menuntut pertanggungjawaban (World Bank
2005). Menurut World Bank (2005), terdapat enam dimensi yang dapat digunakan untuk
mengkategorikan akuntabilitas sosial pemerintah, yaitu:
1. Struktur insentif: hukuman versus mekanisme berbasis imbalan (Incentive
Structure: Punishment versus Reward-Based Mechanisms).
15

2. Akuntabilitas untuk apa: mengikuti aturan versus mekanisme berbasis kinerja


(Accountability for What: Rule Following versus Performance-Based
Mechanisms).
3. Tingkat pelembagaan (Level of Institutionalization).
4. Kedalaman keterlibatan (Depth of Involvement).
5. Inklusivitas partisipasi (Inclusiveness of Participation).
6. Cabang-cabang pemerintahan (Branches of Government).

Dimensi struktur insentif menjelaskan mengenai hukuman dan mekanisme


berbasis imbalan. Hukuman adalah elemen yang sangat penting dalam akuntabilitas.
Hukuman diperlukan untuk memastikan perilaku yang jujur, adil, dan efektif. Namun
terkadang hukuman dapat menjadi berlebihan dan cenderung memojokkan pejabat
publik ke dalam keadaan takut dan lumpuh. Meskipun ini mungkin positif dari
perspektif mengikuti aturan sering kali kontraproduktif dari perspektif peningkatan
kinerja pemerintah. Mekanisme pemberian imbalan juga memiliki sisi positif dan
negatif. Sisi positifnya adalah imbalan yang diberikan dapat memicu pemerintah untuk
memiliki kineja yang lebih baik. Sedangkan sisi negatifnya adalah pemberian imbalan
memerlukan biaya yang cukup tinggi serta dapat menjadi potensi baru dari tindakan
korupsi. Akuntabilitas sosial sering terlihat lebih dekat dengan hukuman daripada pada
sisi imbalan. Hal ini disebabkan adanya kecenderungan untuk mengasosiasikan
mobilisasi sosial dengan kemarahan dan protes, serta menantang negara dan mencoba
menghukum pejabat pemerintah karena melakukan penyimpangan atau karena
mengambil tindakan tertentu mengenai arah kebijakan. Secara umum, sistem
pertanggungjawaban terbaik adalah yang mencakup hukuman dan pemberian imbalan
kepada pejabat publik yang memiliki insentif yang kuat baik untuk tidak melanggar
aturan dan untuk melakukan hal yang baik secara maksimal.
Dimensi kedua yaitu tujuan akuntabilitas. Tujuan akuntabilitas menentukan
Kebijaksanaan yang memungkinkan birokrat untuk fokus untuk mengikuti aturan yang
berlaku atau fokus pada kinerja dan menemukan cara-cara kreatif untuk menyelesaikan
masalah. Strategi pro-akuntabilitas terbaik adalah yang secara simultan memfokuskan
partisipasi masyarakat untuk menegakkan aturan dan meningkatkan kinerja. Dimensi
yang ketiga yaitu tingkat pelembagaan. Partisipasi atau keterlibatan masyarakat jarang
dilembagakan secara hukum atau secara permanen tertanam dalam struktur negara.
Banyak pejabat pemerintah yang meyakini partisipasi dan keterlibatan masyarakat
adalah mengadakan serangkaian audiensi, lokakarya, dan konsultasi, bukan
pembentukan dari dialog partisipatif jangka panjang dengan masyarakat. Terdapat tiga
tingkatan berbeda di mana mekanisme partisipatif dapat dilembagakan di pemerintahan.
Pertama, mekanisme partisipatif dapat dibangun ke dalam rencana strategis lembaga
dan peraturan pemerintah serta prosedur dapat dimandatkan yang memerlukan “birokrat
tingkat tapak” untuk berkonsultasi atau terlibat dengan aktor sosial. Kedua, lembaga
pemerintah memiliki tujuan untuk memastikan partisipasi masyarakat dalam kegiatan
pemerintah atau bertindak sebagai penghubung yang bertugas membangun hubungan
dengan masyarakat. Ketiga, mekanisme partisipatif dapat ditorehkan dalam undang-
undang, yang membutuhkan masing-masing lembaga atau pemerintah secara
keseluruhan melibatkan aktor masyarakat pada proses pembuatan kebijakan publik.
Dimensi yang keempat yaitu kedalaman keterlibatan. Selain tidak dilembagakan,
partisipasi masyarakat juga seringkali memiliki tingkatan keterlibatan yang rendah. Hal
16

tersebut dapat dilihat pada keadaan di mana partisipasi masyarakat hanya dianggap
sebatas konsultasi dan lokakarya saja bukannya melibatkan masyarakat secara langsung
dalam proses yang sedang dilakukan oleh pihak pemerintah. Partisipasi terkadang tidak
sampai pada tahap di mana masyarakat diberi akses untuk ikut menentukan keputusan
atau tindakan. Dimensi ke dalam keterlibatan partisipasi dapat digunakan untuk
menganalisi inisiatif aktor reformis pemerintah dalam rangka pelibatan petani pada
proses partisipasi. Aktor reformis pemerintah yang memiliki tujuan untuk mendukung
kebijakan pertanahan yang mendukung para petani cenderung untuk selalu melibatkan
partisipasi dari masyarakat pada setiap proses yang sedang dilakukan. Partisipasi yang
diberikan tidak sebatas hanya dalam bentuk konsultasi saja melainkan sudah lebih
mendalam seperti dalam bentuk pemberikan akses untuk ikut serta dalam pengambilan
keputusan dan tindakan. Dimensi yang kelima adalah inklusivitas partisipasi. Terdapat
kelemahan dalam pelaksanaan partisipasi ketika akses partisipasi hanya diberikan bagi
mereka yang sudah mengerti seperti LSM, profesional di bidang tertentu, dan tokoh-
tokoh masyarakat yang dianggap lebih berpendidikan dibanding masyarakat biasa atau
para petani. Terdapat anggapan bahwa partisipasi dari gerakan berbasis akar rumput dan
masyarakat yang kurang berpendidikan hanya akan membuat segalanya lebih sulit, ini
jelas merupakan sebuah kesalahan. Inisiatif pro-akuntabilitas yang melibatkan berbagai
kepentingan dan posisi ideologis jauh lebih sah daripada yang berbasis pada
sekelompok kecil profesional yang dipilih sendiri. Memperluas Lingkaran partisipasi
jelas merupakan tantangan, tetapi ini adalah satu-satunya cara untuk mencapai
penerimaan dan berbasis kepemilikan bersama dalam inisiatif pro-akuntabilitas tersebut.
Partisipasi yang hanya melibatkan masyarakat juga memiliki hasil yang tidak sempurna.
Ahli maupun profesional tetap dibutuhkan dalam melihat akuntabilitias pemerintah.
sistem akuntabilitas terbaik adalah yang menggabungkan kedua jenis mekanisme
tersebut yaitu partisipasi masyarakat secara luas dan partisipasi dari kelompok
profesional maupun ahli. Dimensi yang keenam yaitu cabang-cabang pemerintahan.
Akuntabilitas sosial memiliki peran penting di masing-masing dari tiga cabang
pemerintahan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Sangat penting untuk bekerja dengan
legislatif, karena interaksi mereka yang erat dengan publik menjadikannya tempat
istimewa untuk pengembangan inisiatif akuntabilitas yang didorong oleh masyarakat
inovatif.
Lima dimensi pertama bisa direpresentasikan sebagai kontinua antara ekstrem
polar, sedangkan yang terakhir dapat dibagi menjadi tiga kategori. Biasanya, inisiatif
akuntabilitas sosial sangat terbebani ke sisi kiri. Mereka cenderung menekankan
hukuman pejabat eksekutif karena melanggar aturan dan melibatkan kelompok kecil
aktor sosial yang "berperilaku baik" dalam praktik yang tidak dilembagakan dan
eksternalis seperti konsultasi dan lokakarya. Tantangan utama adalah bergerak di
sepanjang setiap kontinum menuju keseimbangan yang lebih sehat dalam masing-
masing dimensi. Tabel 1 di bawah ini merangkum berbagai perbedaan yang diuraikan di
atas.

Struktur Insentif Hukuman


Imbalan
Tujuan akuntabilitas Mengikuti Aturan
Kinerja
17

Tingkat Pelembagaan Rendah


Tinggi
Kedalaman Eksternal
Keterlibatan Internal
Inklusivitas Partisipasi Elit
Inklusif
Cabang-Cabang Eksekutif Legislatif Yudikatif
Pemerintahan

Gambar 1 Dimensi akuntabilitas sosial

Inisiatif aktor reformis pemerintah juga dapat dianalisis menggunakan model


karakter kebijakan publik yang disampaikan oleh Harmon (1969). Model karakter
kebijakan publik mempertemukan antara tingkat responsibilitas kebijakan (policy
responsiveness) dengan tingkat dukungan kebijakan (policy advocacy) dalam proses
formulasi kebijakannya. Adapun yang dimaksud dengan responsibilitas kebijakan
(policy responsiveness) adalah penggambaran perilaku perumus kebijakan yang
bertanggung jawab terhadap nilai-nilai demokrasi dalam proses perumusan kebijakan
baik melalui muasyawarah, voting maupun cara lain di mana
tuntutan/kehendak/kepentingan publik dapat diterjemahkan secara sah dalam suatu
kebijakan yang dibuat secara partisipatif tersebut. Sementara yang dimaksud dengan
dukungan kebijakan (policy advocacy) adalah mendiskripsikan perilaku perumus
kebijakan dalam memberikan dukungan yang aktif dan serius dari para administrator
publik (aktor pemerintah) dalam mengadopsi (menerima dan melaksanakan) suatu
kebijakan yang dibuat bersama masyarakat.
Dari dua indikator formulasi kebijakan tersebut, Harmon (1969) mendefinisikan
model -model karakter kebijakan publik yang terbentuk akibat dari perpaduan pola
proses perumusan. Pertama, karakter survival terbentuk jika dalam proses
pembentukan kebijakan tersebut disusun dengan responsibilitas kebijakan (policy
responsiveness) rendah (low) dan dukungan kebijakan (policy advocacy) yang rendah
(low). Karakter kebijakan ini terbentuk akibat dari aktor pemerintah membatasi akses
para politisi, masyarakat dan pengusaha (aktor masyarakat) dalam proses perumusan
kebijakan publik. Tujuannya agar keberlangsungan otoritas kelembagaan pemerintah
dan efektifitas kebijakan pemerintah tetap dapat dijaga. Kedua, karakter kebijakan
Rationalist, terbentuk jika responsibilitas kebijakan (policy responsiveness) tinggi
(high) dan dukungan kebijakan (policy advocacy) yang rendah (low). Dalam hal ini,
proses perumusan kebijakan dilakukan dengan proses para aktor pemerintah
menempatkan dirinya sebagai agen dari politisi dan masyarakat yang memandang
tuntutan publik adalah sah bila disampaikan oleh wakil-wakil rakyat yang telah dipilih
secara konstitusional. Aktor pemerintah berupaya menjauhkan diri dan pertanggung
jawabannya dari proses perumusan kebijakan, masyarakat, politisi diberikan
kesempatan dan harus bertanggung jawab terhadap keseluruhan proses perumusan
kebijakan publik. Ketiga, karakter kebijakan Prescriptive, terbentuk jika responsibilitas
kebijakan (policy responsiveness) rendah (low) dan dukungan kebijakan (policy
advocacy) yang tinggi (high). Dalam hal ini, proses perumusan kebijakan dilakukan
dengan proses para aktor pemerintah menempatkan dirinya sebagai agen dari politisi
dan masyarakat yang memandang dirinya paling memahami dan paling bertanggung
jawab terhadap proses perumusan kebijakan publik. Sehingga dalam perumusan
18

kebijakan publik, aktor pemerintah mendominasi proses tersebut dan memiliki peran
kunci yang mampu menekan partisipasi aktor massa dalam proses perumusan kebijakan
publik. Keempat, karakter kebijakan Proactive, terbentuk jika responsibilitas kebijakan
(policy responsiveness) tinggi (high) dan juga dukungan kebijakan (policy advocacy)
yang tinggi (high). Dalam hal ini, proses perumusan kebijakan dilakukan dengan proses
para aktor pemerintah menempatkan dirinya sebagai pembaharu model perumusan
kebijakan yang mengajak aktor kebijakan lainnya (masyarakat, politisi dan pengusaha)
untuk aktif berperan serta dan mengambil bagian dalam proses perumusan kebijakan
bersama yang partisipatif.

Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor Reformis Pemerintah


(Zona Interaksi)

Interaksi antara gerakan petani dengan inisiatif aktor reformis pemerintah


berkontribusi pada keberhasilan reforma agraria. Pendekatan interaktif alternatif yang
dikembangkan oleh Fox (1993) dapat digunakan untuk menganalisis proses reforma
agraria. Interaksi muncul antara gerakan petani dengan inisiatif aktor reformis
pemerintah. Gerakan petani memiliki sumber daya politik dan logistik yang terbatas
seperti yang ditunjukkan dalam kasus Candaba-San Luis. Aktor negara yang inisiatif
dan pro-reformasi memiliki sumber daya dan kekuasaan sehingga dapat memperkuat
mobilisasi sosial dari bawah dan membuat dampak yang lebih besar. Mereka
memberikan dukungan politik dan logistik tambahan kepada para petani dan keamanan
terhadap kemungkinan kekerasan negara dan aktor-aktor non-negara lainnya terhadap
para petani. Mencapai interaksi simbiotik antara inisiatif aktor reformis pemerintah
dengan aktor-aktor gerakan petani tidak secara otomatis mengarah pada implementasi
land reform yang diharapkan oleh semua pihak.
Kekuatan inisiatif aktor reformis pemerintah harus mengatasi berbagai hambatan
anti-reformasi. Ada sejumlah cara di mana koalisi anti-pembaruan dapat dilemahkan.
Tarrow (1994) mengidentifikasi empat peluang politik, yaitu akses ke kekuasaan,
pergeseran keberpihakan, ketersediaan elit berpengaruh, dan perpecahan di dalam dan di
antara elit. Ketersediaan semua atau beberapa peluang ini dapat menciptakan
kemungkinan-kemungkinan yang bahkan dapat dimanfaatkan oleh aktor yang lemah.
Interaksi simbiosis antara kelompok-kelompok sosial otonom dari bawah dan para
reformis negara yang ditempatkan secara strategis dari atas memberikan strategi yang
paling menjanjikan untuk mengimbangi resistensi pemilik tanah yang kuat terhadap
reformasi tanah, memfasilitasi pengambilalihan dan redistribusi perkebunan swasta
yang sangat kontroversial kepada para petani yang sebelumnya tidak memiliki tanah
dan hampir tidak memiliki tanah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Susanto (2015), Gerakan sosial masyarakat Desa Banjaranyar dalam merebut tanah
mengalami dinamikanya tersendiri. Namun perjuangan tersebut baru terlihat efektif
ketika ada yang menggerakkan, terhimpun ke dalam wadah organisasi dan bertemu
dengan kekuatan di luar yang memiliki ideologi sama. Dalam penelitian tersebut
menunjukan bahwa gerakan sosial masyarakat yang dilakukan oleh masyarakat Desa
Banjaranyar dapat berhasil dan berjalan efektif setelah adanya aktor masyarakat yang
menggerakan, terbentuknya organisasi sebagai wadah pergerakan, dan bertemu atau
berkolaborasi dengan kekuatan dari luar yang memiliki tujuan yang sama. Kekuatan
19

dari luar yang memiliki ideologi yang sama salah satunya dapat muncul dari aktor
reformis pemerintah. Zona interaksi yang bermanfaat antara aktor pemerintah dan
petani, di mana ada ruang untuk tawar-menawar, negosiasi dan perencanaan bersama,
serta konfrontasi dan sesi pertanggungjawaban, diperlukan untuk menunjukan dukungan
pemerintah untuk para petani miskin.

Kebijakan Pertanahan yang Berpihak pada Kaum Miskin (Pro-Poor Land


Governance) dan Democratic Governance
Kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum miskin adalah kebijakan publik
yang secara kategoris bertujuan untuk melindungi dan meningkatkan akses pada tanah
dan kepentingan properti bagi petani/masyarakat miskin (Borras dan Franco 2010).
Agar terciptanya kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum miskin (pro-poor)
perlu adanya jaminan akses atas sumber daya alam dan berbagai manfaat sosial-
ekonominya bagi kamu miskin. Setiap bentuk pelaksanaan tenure reform harus benar-
benar memastikan terjadinya transfer yang bersifat aktual (bukan sekedar legal-
prosedural) dan sekaligus bersifat lintas kelas atas tanah dan sumber daya alam lainnya
serta atas berbagai bentuk manfaat sosial-ekonomi yang dihasilkannya (Shohibuddin
2020). Kebijakan yang pro-poor melibatkan aktor pemerintah serta aktor
masyarakat/petani. Setiap aktor memiliki perannya masing-masing dalam rangka
tercipatnya kebijakan pertanahan yang pro-poor. Kaum miskin harus dapat
memanfaatkan kekuatan sosial yang mereka miliki. Shohibuddin (2020) menyatakan
bahwa golongan marjinal dalam kaitannya dengan pelaksanaan land reform tidak hanya
mengandalkan pada desain program dan ruang partisipasi formal yang disediakan dari
atas (invited spaces of participation), melainkan harus bertumpu kepada aspirasi
perubahan dan kekuatan sosial dari bawah demi mewujudkan claimed spaces of
participation).
Hubungan antar kelompok orang atau kelas sosial menjadi subjek kebijakan
pertanahan yang berpihak pada kaum miskin. Kebijakan pertanahan bukanlah rancangan
teknis netral. Ketika diimplementasikan, kebijakan pertanahan berdampak berbeda di
antara kelas sosial dan kelompok orang yang berbeda, baik yang menguntungkan
maupun tidak. Tidak semua kebijakan pertanahan dikategorikan untuk menguntungkan
kaum miskin. Tidak semua yang secara resmi dilabeli sebagai kebijakan tanah pro-poor
secara otomatis menghasilkan hasil yang pro-poor. Tidak semua kebijakan pertanahan
yang baik benar-benar bermanfaat bagi orang miskin. Ada hasil kebijakan pertanahan
yang tidak disengaja dan tidak terduga, baik positif maupun negatif. Oleh karena itu,
penting untuk menentukan fitur-fitur utama dari kebijakan pertanahan yang sangat
berpihak pada penduduk miskin. Kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum
miskin dapat dilihat pada relasi yang terjadi antara aktor reformis pemerintah dengan
gerakan petani dalam rangka jaminan akses atas SDA dan berbagai manfaat sosial-
ekonominya. Terdapat sebuah tema kunci yang disampaikan oleh Borras dan Franco
(2010) yang dapat digunakan untuk menganalisis kebijakan pertanahan yang berpihak
pada kaum miskin dalam rangka jaminan akses atas SDA. Tema kunci tersebut adalah
perlindungan atau pemindahan kekayaan berbasis lahan untuk kepentingan orang
miskin. Kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum miskin mentransfer kekayaan
ke, atau melindungi kekayaan berbasis lahan pada penduduk miskin pedesaan. Setiap
20

kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum miskin harus melibatkan perlindungan
atau pemindahan kekayaan berbasiskan tanah demi kepentingan pekerja miskin. Hanya
dengan menentukan arah aliran transfer kekayaan berbasis lahan, kita akan dapat
menilai apakah dan sejauh mana kebijakan pertanahan benar-benar berpihak pada kaum
miskin.
Tata pemerintahan yang demokratis (Democratic governance) dapat dilihat pada
relasi antara aktor reformis pemerintah dengan gerakan petani dalam rangka
pendalaman proses demokratisasi dalam tata pengurusan SDA. Shohibbudin (2018)
mengindentifikasi empat parameter desa inklusif agraria yang merupakan satu corak
pemerintahan desa yang ditandai dengan penyelenggaraan tata pengurusan sumber-
sumber agraria di desa (SSAD) yang demokratis dan inklusif. Empat parameter tersebut
adalah, (1) relasi negara-desa yang demokratis dalam tata pengurusan SSAD; (2) relasi
intra – maupun antar-desa yang demokratis dalam tata pengurusan SSAD; (3) jaminan
manfaat ekonomi dari SSAD yang inklusif; (4) jaminan manfaat politik dari SSAD yang
inklusif. Bukti tidak selalu menunjukkan demokratisasi yang lebih besar sebagai hasil
otomatis dari kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum miskin. Jaminan
terselenggaranya tata pengurusan sumber-sumber agraria di desa (SSAD) yang
demokratis dan inklusif tidak cukup jika hanya dilihat dari konteks relasi negara-desa
semata, melainkan harus menjangkau ke relasi-relasi antara warga desa (Shohibuddin
2018). Salah satu aspek yang dapat dilihat pada tata pemerintah yang demokratis adalah
inklusivitas partipasi masyarakat (Word Bank 2005). Ada kecenderungan mekanisme
pro-akuntabilitas partisipatif hanya melibatkan kelompok kecil seperti LSM, profesional
pada bidangnya, dan tokoh masyarakat. Argumen bahwa partisipasi dari gerakan
gerakan petani hanya akan membuat segalanya lebih sulit. Komunikasi dengan
kelompok LSM, professional pada bidangnya, dan tokoh masyarakat jauh lebih mudah
karena mereka biasanya berbicara bahasa yang sama, baik secara harfiah maupun
kiasan. Oleh karena itu, pilihan paling sederhana adalah membuka partisipasi bagi
golongan-golongan yang sederajat dengan pemerintah seperti LSM, professional pada
bidangnya, dan tokoh masyarakat. Hal tersebut jelas sebuah kesalahan. Menurut World
Bank (2005), Partisipasi yang luas sangat penting karena tiga alasan. Pertama,
keterlibatan petani untuk biasanya lebih efektif justru ketika pejabat pemerintah tidak
tahu apa yang diharapkan dari para petani. Ketika pejabat publik dan aktor masyarakat
membentuk bagian yang sama, pejabat dapat mengantisipasi kapan, di mana, dan
bagaimana mereka akan diamati, dihakimi, dan dimintai pertanggungjawaban. Kedua,
golongan yang sederajat dengan pejabat publik biasanya berperilaku baik karena mereka
percaya bahwa pemerintah dapat melakukan pekerjaan dengan baik. Meskipun beberapa
tingkat kepercayaan sosial dalam pemerintahan juga diperlukan, namun banyak
kepercayaan bisa menjadi kontraproduktif. Ketidakpercayaan adalah salah satu
kekuatan pendorong yang paling kuat untuk pengamatan pemerintah. Ketiga, inisiatif
pro-akuntabilitas yang melibatkan berbagai kepentingan dan posisi ideologis jauh lebih
sah daripada yang berbasis di sekelompok kecil profesional yang dipilih sendiri.
Memperluas lingkaran keikutsertaan jelas merupakan tantangan, tetapi ini adalah satu-
satunya cara untuk mencapai penerimaan yang luas dan kepemilikan dalam inisiatif pro-
akuntabilitas tersebut.
21

Pengaruh Zona Interaksi terhadap Trajektori Perjuangan Pelaksanaan Reforma


Agraria

Interaksi yang terjadi antara inisiatif aktor reformis pemerintah dan gerakan
petani akan menimbulkan suatu interaksi yang dapat bersifat saling mendukung, saling
melemahkan, atau bahkan tidak berpengaruh sama sekali. Interaksi yang timbul dapat
disebabkan oleh beragam motif. Motif yang dimiliki antara inisiatif aktor reformis
pemerintah dan petani dapat sama atau berbeda. Setiap motif dapat menghasilkan
interaksi yang berbeda. Seringkali meskipun motif yang dimiliki oleh inisiatif aktor
reformis pemerintah dan petani berbeda, interaksi yang ditimbulkan dapat bersifat
saling menguntungkan karena memenuhi kebutuhan kedua pihak. Pelaksanaan reforma
agraria di Indonesia seringkali menempatkan petani sebagai aktor yang berjuang sendiri
untuk memperoleh keadilan agraria. Konflik dan ketimpangan agraria yang terjadi
melibatkan aktor pemerintah, aktor swasta, serta aktor masyarakat atau dalam kasus ini
petani. Aktor pemerintah seringkali bekerjasama dengan aktor swasta dalam urusan
agraria. Hal tersebut menyebabkan kekuatan yang dimiliki oleh petani sangatlah rendah.
Banyak perlawanan yang dilakukan oleh petani untuk menuntut keadilan agraria.
Perlawanan tersebut dapat berhasil dan dapat pula gagal. Keberhasilan yang didapat pun
seringkali diperoleh dalam jangka waktu yang sangat lama.
Zona interaksi antara aktor inisiatif aktor reformis pemerintah dan gerakan
petani dapat membuat suatu kebijakan tata kelola tanah yang demokratis. Tata kelola
yang demokratis dapat dicapai melalui interaksi positif antara inisiatif aktor reformis
pemerintah dengan gerakan petani. Zona interaksi mempengaruhi proses reforma
agraria dari awal hingga pasca pelaksanaan reforma agraria. Pada tahap pasca reforma
agraria, penyelenggara program reforma agraria seharusnya melaksanakan acces reform
dalam rangka memaksimalkan reforma agraria yang telah berlangsung. Menurut Winoto
(2009) Pengertian acces reform atau Penataan akses sendiri adalah upaya pembangunan
yang lebih luas yang melibatkan multi pihak untuk menjamin agar aset tanah yang
diberikan dapat berkembang secara produktif dan berkelanjutan. Acces Reform dapat
tercapai dengan baik atau bahkan sama sekali tidak tercapai. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Rohman (2019) di Jepara, faktor kegagalan access Reform
disebabkan karena beberapa faktor,yaitu tidak maksimalnya peran dari Kantor
Pertanahan Jepara, tidak adanya koordinasi yang baik antar aktor, keterbatasan
anggaran dan waktu, akselerasi lembaga keuangan di luar mitra progam, minimnya
partisipasi masyarakat, tersumbatnya akses informasi, dan profesionalitas pelaku
pemberdayaan.
Interaksi dinamis dari inisiatif aktor reformis pemerintah dan petani yang
menentukan hasil kebijakan pertanahan, baik dalam hal sifat kebijakan itu sendiri dan
apakah undang-undang pertanahan menjadi otoritatif dalam masyarakat (Franco 2008a).
Sementara itu, kebijakan pertanahan, seperti dijelaskan di atas, dapat memiliki berbagai
hasil, baik pro-miskin atau anti-miskin, atau di antara keduanya. Karena alasan ini,
kebijakan pertanahan adalah masalah tata kelola. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Borras dan Franco (2010), tata kelola tanah yang demokratis adalah
proses yang melibatkan tiga komponen dasar, gerakan rakyat dari bawah, inisiatif aktor
reformis pemerintah dari atas, dan saling memperkuat interaksi antara dua aliran yang
tertanam dalam nilai-nilai demokrasi. Hal tersebut juga dapat diaplikasikan untuk
melihat trajektori hasil interaksi pada pelaksanaan program reforma agraria. Peranan
22

gerakan petani dan aktor reformis pemerintah serta hubungan di antara keduanya akan
mempengaruhi zona interaksi yang terjadi. Zona interaksi yang terjadi juga merupakan
hasil dari interaksi antara gerakan petani dengan aktor reformis pemerintah serta
dipengaruhi oleh seberapa besar pro-poor governance dan democratic governance pada
zona interaksi mempengaruhi trajektori hasil interaksi pada pelaksanaan reforma
agraria. Keberhasilan implementasi kebijakan distributif tergantung pada sifat interaksi
politik antara kekuatan gerakan petani dan aktor reformis pemerintah. Jika tindakan
mereka saling menguatkan, maka pelaksanaan reforma agraria akan mendorong
terciptanya democratic land governance. Interaksi timbal balik antara pemerintah dan
aktor sosial ini juga dapat menyebabkan hasil politik yang tak terduga. Dalam beberapa
kasus, inisiatif aktor reformis pemerintah dan gerakan petani ada tanpa berinteraksi satu
sama lain. Dalam situasi seperti itu, peluang politik tidak dimanfaatkan. Dalam kasus
lain, mereka berinteraksi tetapi bukannya saling mendukung justru mereka saling
melemahkan. Dalam konteks melaksanakan reforma agraria, situasi yang paling
menjanjikan adalah ketika dua aliran kekuatan pro-pembaruan berinteraksi secara
positif dalam mengejar tujuan bersama melaksanakan land reform, meskipun terdapat
perbedaan dalam agenda dan motivasi di antara mereka. Interaksi positif ini tidak selalu
memerlukan koalisi eksplisit antara inisiatif aktor reformis pemerintah dan gerakan
petani.
23

Kerangka Pemikiran

X1. Gerakan Petani


X1. 1 Pembingkaian
(framing) kolektif
X1. 2 Kategori aktor
gerakan petani X3. Zona Interaksi
X1. 3 Peluang Politik (Reinforcing)

X1. 4 Tingkat dukungan X3. 1 Pro-poor governance


aliansi gerakan Y1. Trajektori
X3. 2 Democratic governance
Perjuangan
X3. 3 Tujuan akuntabilitas aktor Pelaksanaan
X2. Inisiatif Aktor reformis pemerintah Refoma Agraria
Reformis Pemerintah
X3. 4 Kedalaman keterlibatan
X2. 1 Karakter aktor partisipasi kelompok petani
reformis pemerintah

Keterangan:
: Mempengaruhi.
: Hubungan.
: Dianalisis secara kualitatif.

Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian


24

Hipotesis

1. Diduga terdapat interaksi antara inisiatif aktor reformis pemerintah dengan


gerakan petani.
2. Diduga terdapat pengaruh antara gerakan petani terhadap zona interaksi.
3. Diduga terdapat pengaruh antara insiatif aktor reformis pemerintah terhadap
zona interaksi.
4. Diduga terdapat pengaruh antara gerakan petani dan inisiatif aktor reformis
pemerintah terhadap zona interaksi.
5. Diduga terdapat pengaruh secara tidak langsung antara gerakan petani dan aktor
reformis pemerintah terhadap trajektori perjuangan pelaksanaan reforma agraria.
6. Diduga terdapat pengaruh antara zona interaksi yang terbentuk dari interaksi
antara inisiatif aktor reformis pemerintah dengan gerakan petani terhadap
trajektori perjuangan pelaksanaan reforma agraria.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Pendekatan dan Metode Penelitian


Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif
yang didukung oleh pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk
memperdalam data kuantitatif sekaligus mempermudah dalam memahami data dan
informasi yang didapatkan di lapang. Pendekatan kuantitatif yang digunakan adalah
penelitian survei, di mana kuisioner sebagai instrumen utama dalam mengumpulkan
data yang diberikan kepada responden. Tujuan dari penggunaan metode penelitian
survei di antaranya untuk menjelaskan peran dari gerakan petani dan aktor reformis
pemerintah beserta interaksi di antara keduanya sekaligus melihat pengaruh dari
hubungan tersebut terhadap trajektori perjuangan pelaksanaan reforma agraria.
Pengambilan data pada pendekatan kuantitatif menggunakan kuisioner yang telah dibuat
untuk ditanyakan kepada seluruh responden. Kuesioner disusun sesuai dengan kerangka
pemikiran yang telah dibuat sebelumnya untuk mengetahui gerakan petani, aktor
reformis pemerintah, interaksi antara aktor reformis dengan gerakan petani (zona
interaksi), serta pengaruh zona interaksi terhadap trajektori perjuangan pelaksanaan
reforma agraria. Responden akan diwawancarai sesuai dengan kuesioner yang telah
dibuat karena jawabannya dianggap dapat mewakili pihak lainnya dan responden hanya
memberikan informasi terkait dengan dirinya. Sebelum dilakukan penelitian, akan
dilakukan uji validitas dan reabilitas kuesioner. Uji validitas dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana alat ukur yang digunakan telah sesuai dan tepat untuk
mengukur objek pengukuran, sedangkan uji reabilitas dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana alat ukur dapat dipercaya dan konsisten (Efendi dan Tukiran 2012). Uji
validitas dan reabilitas dilakukan pada 10 responden yang ada di lokasi penelitian.
25

Responden yang digunakan untuk uji validitas dan reabilitas berbeda dengan responden
yang digunakan pada penelitian.
Data kualitatif digunakan untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya gerakan petani, peran dari inisiatif aktor reformis pemerintah dan interaksi
yang terjadi antara aktor reformis pemerintah dengan gerakan petani serta informasi
pendukung tentang aktor reformis pemerintah dan pelaksanaan reforma agraria.
Pendekatan kualiatif bersifat explanatory research yaitu penelitian yang digunakan
untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa
yang dirumuskan atau sering kali disebut sebagai penelitian penjelas dengan
menggunakan teknik survei dan wawancara mendalam terhadap informan yang pada
penelitian ini meliputi Pemerintah Desa Nanggung, Pemerintah Desa Curug Bitung,
Pemerintah Desa Cisarua, Pemerintah Kecamatan Nanggung, BPN, dan Kelompok
Petani AMANAT di Kecamatan Nanggung untuk mendapatkan data kualitatif. Hasil
uraian dijelaskan secara deskripsi namun fokus pada hubungan antar variabel untuk
menguji hipotesis.

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive,
yaitu berdasarkan pertimbangan bahwa Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung merupakan
salah satu dari tiga desa yang mengalami dinamika konflik agraria pada lahan HGU PT.
Hevindo hingga menjadi lokasi pelaksanaan program reforma agraria. Pertimbangan
lainnya yaitu Desa Cisarua memiliki luas lahan garapan yang terluas di lahan eks-HGU
PT. Hevindo yaitu seluas 535 bidang dengan petani penggarap yang tergabung dalam
kelompok tani AMANAT sebanyak 379 petani penggarap. Kegiatan penelitian
dilaksanakan mulai bulan Juli 2020 sampai Desember 2020. Penelitian ini meliputi
penyusunan proposal skripsi, kolokium, perbaikan proposal skripsi, pengambilan data
lapang, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi,
dan perbaikan laporan skripsi.

Teknik Pemilihan Responden dan Informan


Sumber data dalam penelitian ini adalah responden dan informan. Responden
merupakan pihak yang memberikan keterangan tentang dirinya dan kegiatan yang
dilaksanakannya, sedangkan informan dalam penelitian ini adalah orang yang dapat
memberikan keterangan mengenai informasi secara benar dan lengkap yang berkaitan
dengan penelitian dan sebagai pelengkap atau pendukung topik yang diteliti. Pemilihan
terhadap informan dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu Pemerintah Desa
Nanggung, Pemerintah Desa Curug Bitung, Pemerintah Desa Cisarua, Pemerintah
Kecamatan Nanggung, BPN Kabupaten Bogor, Ketua kelompok tani AMANAT, serta
kalangan LSM yang banyak membantu petani AMANAT seperti JKPP, RMI, Sawit
Watch, KPA, Elsam, dan TUK. Terdapat dua kelompok yang akan dijadikan responden
pada penelitian ini, yaitu petani yang tergabung dalam kelompok tani AMANAT dan
aktor reformis pemerintah. Pemilihan responden dari petani yang tergabung dalam
kelompok tani AMANAT pada penelitian ini menggunakan probability sampling
26

dengan teknik simple random sampling. Menurut keterangan yang disampaikan oleh
Ketua Umum AMANAT dan data yang dimiliki oleh JKPP, bahwa jumlah petani
AMANAT yang berasal dari Desa Cisarua dan memiliki lahan garapan di lahan eks-
HGU PT. Hevindo terdapat sebanyak 379 petani penggarap. Penentuan jumlah
responden pada penelitian ini menggunakan rumus Slovin, yaitu:
N
n= 2
1+ N e
379 379 379 379
n=
1+ 379¿ ¿
= 1+ 379(0,0144) = 1+ 5,4576 = 6,4576  60

Keterangan: n : jumlah petani sampel


N : jumlah petani populasi
e : batas toleransi kesalahan (error tolerance)

Penentuan jumlah sampel menggunakan batas toleransi kesalahan sebesar 12


persen dari jumlah populasi, maka atas pertimbangan tersebut jumlah sampel pada
penelitian ini sebanyak 60 petani. Pemilihan responden aktor reformis pemerintah pada
penelitian ini meggunakan teknik probability sampling yaitu cluster random sampling.
Responden aktor reformis pemerintah di antaranya adalah perangkat pemerintah Desa
Cisarua, perangkat pemerintah Kecamatan Nanggung, BPN, dan pemerintahan
Kabupaten Bogor. Responden yang ketika diambil datanya menjadi “pencilan” akan
dijadikan informan guna diwawancarai mendalam mengenai pandangan subyektifnya.

Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dengan cara survei, observasi, serta wawancara
mendalam yang dilakukan langsung kepada responden dan informan. Data sekunder
meliputi berbagai rujukan atau data statistik berupa dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan topik penelitian, profil, dan demografi lokasi penelitian, serta data
dari beberapa badan atau pihak. Data tersebut diperoleh melalui literatur yaitu buku-
buku, jurnal, skripsi, tesis, disertasi, data BPS, profil desa, informasi tertulis, dan data-
data lainnya yang mendukung kebutuhan data mengenai fokus penelitian. Penelitian ini
menggunakan dua subjek yaitu responden dan informan. Responden adalah seseorang
atau individu yang dapat memberikan informasi mengenai dirinya sendiri terkait
perannya dalam dinamika pelaksanaan program reforma agraria di lokasi penelitian.
Adapun informan adalah pihak yang memberikan keterangan mengenai dirinya sendiri,
pihak lain, atau lingkungannya. Pihak yang dapat menjadi informan dalam penelitian ini
di antaranya yakni kepala desa, camat, ketua kelompok tani, pihak BPN, dan LSM yang
banyak membantu petani AMANAT dan terlibat dalam perjuangan pelaksanaan reforma
agraria di Kecamatan Nanggung. Keterangan yang disampaikan oleh para informan
akan sangat membantu penelitian yang dilaksanakan, oleh sebab itu keberadaannya
27

menjadi penting. Setelah didapatkan beberapa informan, metode lainnya adalah


snowball untuk mendapatkan informan-informan selanjutnya.
Tabel 1 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan Data Data yang Dikumpulkan Jenis Data
Kuesioner Data mengenai pembingkaian Primer
(framing) kolektif petani,
kategori aktor gerakan petani,
karakter aktor reformis
pemerintah, inklusivitas
partisipasi petani, pemindahan
kekayaan berbasis lahan, dan
data mengenai penguasaan dan
pengusahaan lahan pada proses
pelaksanaan reforma agraria di
Kecamatan Nanggung.
Wawancara mendalam Data mengenai latar belakang Primer
terjadinya konflik agraria di
Kecamatan Nanggung dan
dinamika konflik yang terjadi
serta data mengenai peluang
politik, dukungan aliansi
gerakan petani, akuntabilitas
aktor reformis pemerintah, dan
kedalaman keterlibatan
partisipasi kelompok petani.
Observasi Data hasil pengamatan terkait Primer
pelaksanaan reforma agraria di
Kecamatan Nanggung.
Studi literatur Tinjauan pustaka, rujukan, buku, Sekunder
dan penelitian terdahulu yang
mendukung hasil penelitian.
Analisis dokumen Gambaran umum mengenai Sekunder
Kecamatan Nanggung,
Gambaran umum mengenai
Desa Nanggung, Desa Curug
Bitung, dan Desa Cisarua, data
kecamatan dan desa, profil
kecamatan dan desa, data
statistik.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data


Data yang diperoleh dari penelitian ini yaitu data kuantitatif dan data kualitatif.
Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner melalui metode survey dengan menyebarkan
secara langsung daftar pertanyaan kepada responden. yang kemudian diolah
menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2013 yang kemudian akan diolah menggunakan
program computer smart PLS3.0. Data tersebut akan dianalisis menggunakan tabel
frekuensi, grafik atau diagram. Teknik analisis yang digunakan untuk menguji variabel
28

metode yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis
Structural Equation Modeling (SEM) yang berbasis varians yaitu Partial Least Square
(PLS). SEM adalah suatu teknik statitistik yang mampu menganalisis pola hubungan
antara konstruk laten dan indikatornya, konstuk laten yang satu dengan lainnya, serta
pengukuran secara langsung. Penelitian ini melihat pengaruh dari gerakan petani dan
inisiatif aktor reformis pemerintah terhadap trajektori perjuangan pelaksanaan program
reforma agraria. Untuk itu, data kuantitatif yang akan diuji menggunakan analisis
Structural Equation Modeling (SEM). PLS (Partial Least Square) merupakan analisis
persamaan struktural (SEM) berbasis varian yang secara simultan dapat melakukan
pengujian model pengukuran sekaligus pengujian model struktural.
Model pengukuran digunakan untuk uji validitas dan reabilitas, sedangkan
model struktural digunakan untuk uji kausalitas (pengujian hipotesis dengan model
prediksi). Model pengukuran (Outer Model) sering juga disebut (outer relation atau
measurement model) mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan
dengan variabel latennya. Model pengukuran (outer model) digunakan untuk menguji
validitas konstruk dan reliabilitas instrument. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui
kemampuan instrumen penelitian mengukur apa yang seharusnya diukur (Cooper dan
Schindler 2006). Sedangkan uji reliablitas digunakan untuk mengukur konsistensi alat
ukur dalam mengukur suatu konsep atau dapat juga digunakan untuk mengukur
konsistensi responden dalam menjawab item pernyataan dalam kuesioner atau
instrument penelitian. Uji validitas dilakukan dengan menguji convergent validity
menggunakan nilai outer loading atau loading factor. Composite Reliability yang
digunakan untuk menguji nilai reliabilitas indikator-indikator pada suatu variabel. Uji
realibilitas dengan composite reability dapat juga diperkuat dengan menggunakan nilai
cronbach alpha. Pada model pengukutan struktural (Inner Model) akan digunakan uji
path coefficient dan uji hipotesis. Uji path coefficient digunakan untuk menunjukkan
seberapa kuat efek atau pengaruh variabel independen kepada variabel dependen. jika
semakin besar nilai path coefficient pada satu variabel independen terhadap variabel
dependen, maka semakin kuat juga pengaruh antar variabel independen terhadap
variabel dependen. Uji hipotesis pada penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai T-
Statistics dan nilai P-Values.
Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data,
dan verifikasi. Langkah pertama berupa proses reduksi data dimulai dari proses
pemilihan dan penyederhanaan data hasil wawancara mendalam berupa catatan
lapangan, observasi, dan studi dokumen yang direduksi dalam tulisan tematik. Tujuan
dari reduksi data ini ialah untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan
membuang data yang tidak perlu. Kedua ialah penyajian data dengan menyusun segala
informasi dan data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke
dalam sebuah laporan berupa kutipan atau tipologi. Verifikasi adalah langkah terakhir
yang merupakan penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah untuk mendukung
data kuantitatif. Seluruh hasil penelitian pada akhirnya akan dituliskan dalam laporan
skripsi.

Definisi Operasional
Penelitian ini terdiri dari beberapa variabel yang terbagi menjadi beberapa
indikator. Masing-masing variabel dan indikator ditentukan batasannya sehingga dapat
29

menentukan jenis data pengukurannya. Definisi operasional untuk masing-masing


variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pembingkaian (Framing) Kolektif

Menurut Tarrow (1998), pembingkaian (framing) kolektif merupakan proses


interpretasi kolektif, atribusi, dan konstruksi sosial yang memediasi antara peluang
politik dan tindakan dalam gerakan sosial. Proses pembingkaian kolektif lebih
menekankan pada bagaimana individu memutuskan berpartisipasi dan bagaimana
mereka menginterpretasikan makna-makna yang terkait dengan perilaku kolektif.
Dalam hal ini, dapat dilihat bagaimana para petani yang tergabung di Kelompok Petani
AMANAT memutuskan untuk ikut berpartisipasi dalam pergerakan dan perjuangan
pelaksanaan reforma agraria. Tarrow (2005) mengatakan bahwa framing bertujuan
untuk menjustifikasi, memuliakan, dan mendorong aksi kolektif. Pada gerakan petani
yang terjadi di Kecamatan Nanggung, dapat diidentifikasi menggunakan tiga frame
yang dibutuhkan oleh petani, yaitu aggregate frame, consensus frame, dan collective
action frame.

Tabel 2 Definisi operasional pembingkaian (framing) kolektif


No Variabel Definisi Indikator Skala
Operasional Pengukuran
1 Agregate Proses pengertian Diidentifikasi dari Ordinal
Frame permasalahan lima pertanyaan
ketimpangan yang terdiri dari
penguasaan tanah lima pertanyaan
dan perjuangan ordinal yang
petani dalam memiliki 5 variasi
memperjuangkan jawaban untuk
haknya terhadap pengkategorian
tanah yang ada di tingkatan
Kecamatan aggregate frame
Nanggung sebagai yang dimiliki oleh
masalah sosial. petani.
Petani sadar bahwa SangatTidak
isu dan Setuju (STS):
permasalahan yang Skor 1
ada merupakan Tidak Setuju (TS):
masalah bersama Skor 2
yang berpengaruh Netral (N):
di setiap individu. Skor 3
Setuju (S):
Skor 4
Sangat Setuju
(SS):
Skor 5
2 Consensus Pengertian petani Diidentifikasi dari Ordinal
Frame mengenai lima pertanyaan
permasalahan yang terdiri dari
ketimpangan lima pertanyaan
30

penguasaan tanah ordinal yang


dan perjuangan memiliki 5 variasi
petani dalam jawaban untuk
memperjuangkan pengkategorian
haknya terhadap tingkatan
tanah yang ada di consensus frame
Kecamatan yang dimiliki oleh
Nanggung hanya petani.
dapat diselesaikan SangatTidak
dengan tindakan Setuju (STS):
kolektif atau Skor 1
bersama dalam Tidak Setuju (TS):
bentuk gerakan Skor 2
petani serta melihat Netral (N):
perasaan dan Skor 3
identifikasi dari Setuju (S):
petani untuk Skor 4
bertindak secara Sangat Setuju
kolektif. (SS):
Skor 5
3 Collective Petani mengetahui Diidentifikasi dari Ordinal
Action alasan lima pertanyaan
Frame dibutuhkannya yang terdiri dari
suatu tindakan lima pertanyaan
kolektif serta ordinal yang
tindakan kolektif memiliki 5 variasi
apa yang harus jawaban untuk
dilakukan dalam pengkategorian
rangka tingkatan collective
menyelesaikan action frame yang
permasalahan dimiliki oleh
ketimpangan petani.
penguasaan tanah SangatTidak
serta perjuangan Setuju (STS):
para pertani Skor 1
terhadap haknya Tidak Setuju (TS):
terhadap tanah di Skor 2
Kecamatan Netral (N):
Nanggung. Skor 3
Setuju (S):
Skor 4
Sangat Setuju
(SS):
Skor 5

Kategori Aktor Gerakan Petani

Merujuk pada teori McCarthy dan Zald (1977) mengenai kategori aktor gerakan
petani, kategori aktor gerakan petani dapat diidentifikasi menjadi tiga posisi yaitu
sebagai adherents, constituents, dan bystanders. Adherents adalah individu atau
31

organisasi yang percaya terhadap tujuan gerakan; constituents adalah mereka yang
memberikan dukungan sumberdaya kepada organisasi gerakan sosial; dan bystanders
adalah mereka yang bersikap netral terhadap gerakan sosial. Dalam hal ini dapat dilihat
bagaimana posisi petani pada gerakan petani yang dilakukan oleh Kelompok Petani
AMANAT.

Tabel 3 Definisi operasional kategori aktor gerakan petani


No Variabel Definisi Indikator Skala
Operasional Pengukuran
1 Adherents Posisi petani pada Diidentifikasi dari 6 Nominal
gerakan Petani pertanyaan dan
Nanggung yang memiliki tiga
percaya terhadap variasi
tujuan dari gerakan jawaban yang
petani dalam rangka terdiri
memperjuangkan dari kode 1 untuk
haknya terhadap pilihan posisi
tanah di Kecamatan sebagai adherents,
Nanggung. kode 2 untuk posisi
sebagai constituent,
dan kode 3 untuk
posisi sebagai
bystanders.
Kemudian pilihan
jawaban setiap tipe
diidentifikasi dan
dipilih akan
kecenderungan
responden dalam
menempatkan
dirinya pada
gerakan petani.
2 Constituent Posisi petani pada Diidentifikasi dari Nominal
s gerakan Petani enam
Nanggung yang pertanyaan dan
yang memberikan memiliki tiga
dukungan variasi
sumberdaya kepada jawaban yang
organisasi gerakan terdiri
petani dalam rangka dari kode 1 untuk
memperjuangkan pilihan posisi
haknya terhadap sebagai adherents,
tanah di Kecamatan kode 2 untuk posisi
Nanggung sebagai
constituents,
dan kode 3 untuk
posisi sebagai
bystanders.
Kemudian pilihan
jawaban setiap tipe
32

diidentifikasi dan
dipilih akan
kecenderungan
responden dalam
menempatkan
dirinya pada
gerakan petani.
3 Bystanders Posisi petani pada Diidentifikasi dari Nominal
gerakan Petani enam
Nanggung yang pertanyaan dan
yang bersikap netral memiliki tiga
terhadap gerakan variasi
petani dalam rangka jawaban yang
memperjuangkan terdiri
haknya terhadap dari kode 1 untuk
tanah di Kecamatan pilihan posisi
Nanggung sebagai adherents,
kode 2 untuk posisi
sebagai
constituents,
dan kode 3 untuk
posisi sebagai
bystanders.
Kemudian pilihan
jawaban setiap tipe
diidentifikasi dan
dipilih akan
kecenderungan
responden dalam
menempatkan
dirinya pada
gerakan petani.
33

Karakter Aktor Reformis Pemerintah


Borras dan Franco (2010) mendefinisikan aktor reformis pemerintah sebagai
kelompok aktor dalam birokrasi pemerintah baik nasional maupun lokal yang memiliki
berbagai tingkatan kekuatan politik, dan karena berbagai alasan serta motivasi tertarik
untuk mendukung kebijakan tanah yang berpihak pada kaum miskin, dan umumnya
toleran atau bahkan mendukung mobilisasi masyarakat miskin dari bawah. Menurut
Harmon (1969), terdapat empat karakter aktor reformis pemerintah, yaitu survival,
rationalist, prescriptive, dan proactive. Indikator yang dapat digunakan untuk
menganalisis karakter aktor reformis pemerintah adalah tingkat responsibilitas
kebijakan (policy responsiveness) dengan tingkat dukungan kebijakan (policy
advocacy). Tingkat responsibilitas kebijakan dan tingkat dukungan kebijakan yang
rendah akan menghasilkan karakter aktor reformis yang survival. Tingkat
responsibilitas kebijakan yang tinggi dan dan tingkat dukungan kebijakan yang rendah
akan menghasilkan karakter aktor reformis yang rationalist. Tingkat responsibilitas
kebijakan yang rendah dan tingkat dukungan kelembagaan yang tinggi akan
menghasilkan karakter aktor reformis yang prescriptive. Tingkat responsibilitas
kebijakan dan tingkat dukungan kebijakan yang tinggi akan menghasilkan karakter
aktor reformis yang proactive.

Tabel 4 Definisi operasional karakter aktor reformis pemerintah


No Variabel Definisi Operasional Indikator Skala
Pengukuran
1 Tingkat Responsibilitas Diidentifikasi dari Ordinal
Responsibilit- kebijakan (policy 10 pertanyaan
as Kebijakan responsiveness) yang terdiri dari
(Policy adalah penggambaran 10 pertanyaan
Responsivene perilaku aktor ordinal yang
ss) pemerintah yang memiliki 2 variasi
bertanggung jawab jawaban, yaitu:
terhadap nilai-nilai
demokrasi dalam - Ya (Skor = 2)
proses perumusan - Tidak (Skor = 1)
kebijakan pertanahan
baik melalui Skala : 10-20
partisipasi petani, a. Tingkat
muasyawarah dengan responsibilitas
petani, voting maupun kebijakan rendah:
cara lain di mana total nilai dari
tuntutan/kehendak/ke kuesioner adalah
pentin-gan petani 10-15.
dapat diterjemahkan b. Tingkat
secara tepat dalam responsibilitas
suatu kebijakan yang tinggi: total nilai
dibuat secara dari kuesioner
partisipatif tersebut. adalah 16-20.

2 Tingkat Dukungan kebijakan Diidentifikasi dari Ordinal


Dukungan (policy advocacy) lima pertanyaan
34

kebijakan adalah perilaku aktor yang terdiri dari


(Policy reformis pemerintah lima pertanyaan
Advocacy) yang memberikan ordinal yang
dukungan yang aktif memiliki 2 variasi
dan serius dalam jawaban, yaitu:
mengadopsi
(menerima dan - Ya (Skor = 2)
melaksanakan) suatu - Tidak (Skor = 1)
kebijakan yang dibuat
bersama petani. Skala : 10-20
a. Tingkat
responsibilitas
kebijakan rendah:
total nilai dari
kuesioner adalah
10-15.
b. Tingkat
responsibilitas
tinggi: total nilai
dari kuesioner
adalah 15-20.

Democratic Governance
Tata pemerintahan yang demokratis (Democratic governance) dapat dilihat pada
relasi antara aktor reformis pemerintah dengan gerakan petani dalam rangka
pendalaman proses demokratisasi dalam tata pengurusan SDA. Salah satu aspek yang
dapat dilihat pada tata pemerintah yang demokratis adalah inklusivitas partipasi
masyarakat yang disampaikan oleh World Bank (2005). Ada kecenderungan mekanisme
pro-akuntabilitas partisipatif hanya melibatkan kelompok kecil seperti LSM, profesional
pada bidangnya, dan tokoh masyarakat. Argumen bahwa partisipasi dari gerakan
gerakan petani hanya akan membuat segalanya lebih sulit. Komunikasi dengan
kelompok LSM, professional pada bidangnya, dan tokoh masyarakat jauh lebih mudah
karena mereka biasanya berbicara bahasa yang sama, baik secara harfiah maupun
kiasan.
Tabel 5 Definisi operasional Democratic Governance
No Variabel Definisi Indikator Skala
Operasional Pengukuran
1 Inklusivitas Tindakan yang Diidentifikasi dari Ordinal
Partisipasi dilakukan oleh sepuluh pertanyaan
aktor pemerintah yang terdiri dari
untuk memberikan sepuluh pertanyaan
akses partisipasi ordinal yang
hanya bagi mereka memiliki 5 variasi
yang sudah jawaban untuk
mengerti seperti pengkategorian
LSM, profesional di tingkatan
bidang reforma inklusivits
35

agraria, dan tokoh- partisipasi yang


tokoh masyarakat dilakukan oleh
yang dianggap lebih aktor reformis
berpendidikan atau pemerintah kepada
memberi akses petani.
partisipasi pada SangatTidak
proses pelaksanaan Setuju (STS):
program reforma Skor 1
agraria bagi Tidak Setuju (TS):
masyarakat luas Skor 2
terutama pada para Netral (N):
petani yang Skor 3
tergabung di Setuju (S):
Kelompok Petani Skor 4
AMANAT. Sangat Setuju
(SS):
Skor 5

Kebijakan Pertanahan yang Berpihak pada Kaum Miskin (Pro-Poor Land


Governance)
Kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum miskin dapat dilihat pada relasi
yang terjadi antara aktor reformis pemerintah dengan gerakan petani dalam rangka
jaminan akses atas SDA dan berbagai manfaat sosial-ekonominya. Terdapat sebuah
tema kunci yang dapat digunakan untuk menganalisis kebijakan pertanahan yang
berpihak pada kaum miskin dalam rangka jaminan akses atas SDA. Tema kunci tersebut
adalah perlindungan atau pemindahan kekayaan berbasis lahan untuk kepentingan kaum
miskin (Borras dan Franco 2010). Kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum
miskin mentransfer kekayaan ke, atau melindungi kekayaan berbasis lahan pada
penduduk miskin pedesaan. Setiap kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum
miskin harus melibatkan perlindungan atau pemindahan kekayaan berbasiskan tanah
demi kepentingan pekerja miskin. Kebijakan pertanahan yang pro-poor juga dapat
diidentifikasi dengan menganalisis struktur agraria yang ada di Kecamatan Nanggung
yaitu penguasaan dan pengusahaan tanah pada lahan milik dan lahan garapan sehingga
dapat diketahui sejauh mana orientasi pro-poor dapat terwujud.

Tabel 6 Definisi operasional pro-poor land governance


No Variabel Definisi Indikator Skala
Operasional Pengukuran
1 Perlindunga Kebijakan transfer Diidentifikasi dari Ordinal
n atau kekayaan berupa enam pertanyaan
pemindahan tanah yang tepat yang terdiri dari
kekayaan sasaran kepada enam pertanyaan
berbasis petani di ordinal yang
lahan untuk Kecamatan memiliki 5 variasi
kepentingan Nanggung jawaban untuk
kaum miskin pengkategorian
tingkatan
36

kedalaman
keterlibatan yang
dilakukan oleh
aktor reformis
pemerintah kepada
petani.
SangatTidak
Setuju (STS):
Skor 1
Tidak Setuju (TS):
Skor 2
Netral (N):
Skor 3
Setuju (S):
Skor 4
Sangat Setuju
(SS):
Skor 5
2 Penguasaan Luasan tanah yang Diidentifikasi dari Nominal
dan dikuasai maupun 10 pertanyaan dan
Pengusahaan diusahakan oleh yang terdiri dari Ordinal.
Tanah petani AMANAT 9 pertanyaan
pada tanah milik nominal dan satu
dan tanah garapan, pertanyaan ordinal
dilihat dari luas yang memiliki tiga
tanah, lokasi tanah, variasi jawaban
status tanah, untuk
penggunaan tanah, pengkategorian
kepemilikan tanah, tingkat luas tanah
cara perolehan, yang dikuasai pada
tahun diperoleh, tanah milik dan
asal tanah yang tanah garapan.
diperoleh, dan Sayogyo (1977)
komoditas utama mengelompokkan
dan sekunder yang petani di Jawa ke
diusahakan. dalam tiga kategori,
yaitu:

Skala kecil
luas lahan usahatani
<0,5 ha.

Skala menengah
luas lahan usahatani
0,5-1,0 ha.
Skala luas
luas lahan usahatani
>1,0 ha

Definisi Konseptual
37

Konsep yang dijelaskan secara analisa deskriptif pada variabel gerakan petani
ialah konsep struktur peluang politik dan konsep dukungan dari aliansi gerakan petani.
Pada variabel zona interaksi digunakan konsep tujuan akuntabilitas aktor reformis
pemerintah dan kedalaman keterlibatan partisipasi yang diberikan pemerintah kepada
para petani untuk melihat tata pemerintahan yang demokratis (democratic governance)
dalam proses reforma agraria yang sedang berjalan dan diperjuangkan oleh petani
AMANAT. Data yang dihimpun merupakan data kualitatif yang didapat melalui metode
wawancara mendalam. Oleh karena itu dibutuhkan pendefinisian secara konseptual
terhadap konsep tersebut.
Tujuan Akuntabilitas
Akuntabilitas yang dimiliki oleh pemerintah yang dapat mencakup dua tujuan,
yaitu dalam rangka mengikuti aturan dalam proses pengambilan keputusan dan proses-
proses lainnya selama pelaksanaan program reforma agraria dan menggunakan
mekanisme berbasis kinerja yang lebih terbuka terhadap partisipasi kelompok petani
(World Bank 2005).
Kedalaman Keterlibatan
Kedalaman keterlibatan dalam partisipasi keompok petani pada proses
pelaksanaan program reforma agraria. Terdapat dua tingkatan kedalaman, yang pertama
partisipasi masyarakat hanya sebatas konsultasi dan tidak melibatkan masyarakat secara
langsung dalam proses yang sedang dilakukan dan yang kedua adalah ketika pastisipasi
masyarakat berupa pemberian akses untuk ikut menentukan keputusan atau tindakan
(World Bank 2005).
Konsep Struktur Peluang Politik
Kemunculan gerakan petani dapat dilihat dari tersedianya peluang politik akibat
dari perubahan struktur institusional dan disposisi ideologis dalam suatu pemerintahan
(mcAdam 1996). Struktur peluang politik menurut mcAdam (1996) dapat dibedakan
menjadi empat dimensi, yaitu relative terbuka atau tertutupnya suatu pemerintahan
politik, stabil atau tidak stabilnya berbagai hubungan antar kelompok yang berkuasa,
ada atau tidak adanya persekutuan antara kekuatan-kekuatan (elite) dalam masyarakat,
dan kapasitas dan kecendrungan pemerintah untuk melakukan tindakan represi. Tarrow
(1994) mengidentifikasi empat peluang politik, yaitu akses ke kekuasaan, pergeseran
keberpihakan, ketersediaan elit berpengaruh, dan perpecahan di dalam dan di antara elit.
Ketersediaan semua atau beberapa peluang ini dapat menciptakan kemungkinan-
kemungkinan yang dapat dimanfaatkan oleh gerakan petani.
Konsep Dukungan dari Aliansi Gerakan Petani
Dukungan dari berbagai LSM seperti JKPP, RMI, Sawit Watch, KPA, Elsam,
dan TUK kepada gerakan petani AMANAT memberikan dorongan pada perjuangan
para petani AMANAT dalam memperjuangkan haknya atas tanah pada tanah eks-HGU
PT. Hevindo. Dukungan dari aliansi tersebut dapat di analisis secara kualitatif
menggunakan dimensi struktur mobilisasi sosial pada teori pendekatan integrasi gerakan
sosial yang disampaikan oleh McAdam (1996). Struktur mobilisasi sosial diartikan
sebagai wadah kolektif, baik berbentuk formal maupun informal, yang di dalamnya
38

orang-orang memobilisasi dan terlibat dalam tindakan kolektif. Struktur mobilisasi


dapat dibedakan ke dalam kategori bersifat formal maupun non-formal dan bersifat
gerakan maupun non-gerakan. Kemampuan organisasi memanfaatkan jejaring-jejaring
informal (aliansi atau kawan seperjuangan) juga masuk ke dalam dimensi struktur
mobilisasi sosial.
39

DAFTAR PUSTAKA

Bernhard L. 2012. Reforma Agraria. Jakarta(ID): Margaretha Pustaka.


Borras SM. 2002. State – society relations in land reform implementation in the
philippines. development and change. [Internet]. [diunduh 2020 Maret 2]; 32(3).
Tersedia pada: https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/1467-7660.00216
Borras SM, Franco JC. 2008. Democratic land governance and some policy
recommendation. OGC Discussion Paper 1. [Internet]. [diunduh 2020 Maret 2]; 1

16.Tersediapada:https://www.undp.org/content/dam/aplaws/publication/en
publications/democratic-governance/oslo-governance-center/ogc-fellowship- papers

/discussion-paper-1democratic-land-governance-and-some-policy
recommendations/
Discussion%20Paper%20-%201%20-%20Final.pdf
Borras SM, Franco JC. 2010. Contemporary discourses and contestations around pro-
poor land policies and land governance. Journal of Agrarian Change. [Internet].
[diunduh 2020 Maret 2]; 10(10). Tersedia pada:
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/j.1471-0366.2009.00243.x
Brocket C. 1991. The Structure of Political Opportunities and Peasant Mobilization in
Central America. Comparative Politics. 23(3): 253±74.
Cooper RD, Schindler PS. 2006. Bussines Research Methods, 9th edition. McGraw-Hill

International Edition.
Effendi S, Tukiran. 2012. Metode Penelitian Survei. Jakarta [ID]: LP3S.
Erwiningsih w. 2009. Hak Menguasai Negara. Yogyakarta(ID): Total Media.
Fahmi FZ. 2015. Leadership and collaborative planning : The case of Surakarta ,
Indonesia. SAGE Planning Theory. 1–22.
https://doi.org/10.1177/1473095215584655
Fox J. 1993. The Politics of Food in Mexico: State Power and Social Mobilization.
Ithaca(US): Cornell University Press.
Franco J. 2008a. Making Land Rights Accessible: Social Movement Innovation and
Political- Legal Strategies in the Philippines. Journal of Development Studies. 44
(7):
991– 1022.
Ghimire K. 2001. Peasants Pursuit of Outside Alliances and Legal Support in the
Process
of Land Reform, in K. Ghimire (ed.) Land Reform and Peasant Livelihoods: The
Social
Dynamics of Rural Poverty and Agrarian Reform in Developing Countries, pp. 134–
163. Geneva(CH): UNRISD; London: ITDG.
Harmon MM. 1969. Administrative Policy Formulation and Public Interest. New
York(US): Harper & Row.
Hartoyo. 2010. Involusi gerakan agraria dan nasib petani studi tentang dinamika
gerakan
petani di Provinsi Lampung. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hensey M. 1999. The Why and How of Facilitative Leadership. Journal of Management

in Engineering. (June., 43–46.


40

Ikhsan K, Muhammad AS. 2019. Reformasi agraria Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam
konsep dan realita kepemimpinan yang fasilitatif (facilitative leadership). Jurnal
Dialektika Publik. [Internet]. [diunduh 2020 26 Februari]; 4(1):48-56. Tersedia
pada:
http://ejournal.upbatam.ac.id/index.php/dialektikapublik/article/view/1364
McAdam, Doug, McCarthy JD, Zald MN (editor’s). 1996. Comparative
Perspectives on Social Movements: Political Opportunities, Mobilizing Structures,
and Cultural Pembingkaians. USA: Cambridge Universuty Press.
McAdam, Doug dan W. Richard Scott, 2002. Organization and Movements. Paper
presented at the Annual Meetings of the American Sociological Association,
Chicago,
IL, August, 2002. Revised draft of a paper prepared for an invitational Conference
on
Organizations and Social Movements held at the University of Michigan, Ann
Arbor,
May 10 -11, 2002.
McCarthy JD, Z MN. 1977. Resource Mobilization and social
movements: A partial theory. In Americal Journal of Sociology 82, 1977, 6.
Milen A, Morgan. 2006. What Do We Know About Capacity Building?, An Overview
of
Existing Knowledge and Good Practice. World Health Organization. Geneva(CH):
Departement of Health Service Provision.
Mulyani L, Yogaswara H, Masnun L, Mardiana R. 2011. Strategi Pembaruan Agraria
Untuk Mengurangi Kemiskinan. Jakarta (ID): Gading Inti Prima.
Mustain. 2007. Petani vs Penguasan: Gerakan Sosial Petani Melawan Hegemoni
Negara.
Yogjakarta(ID): Ar Ruzz media.
Nurlinda I. 2009. Prinsip-Prinsip Pembaruan Agraria: Perspektif Hukum. Jakarta(ID):
Grafindo Persada.
[Perpres] Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah.
[Perpres] Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria.
[PP] Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan
Tanah Terlantar.
Rohman ML. 2019. Acces reform dalam program reforma agraria: sudi kasus Desa
Tahunan, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara. Journal of Politic and
Government Studies. [Internet]. [diunduh 2020 Februari 4]; 8(4):1-11. Tersedia pada

https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jpgs/article/view/25067
Sajogyo. 1977. Golongan Miskin dan Partisipasi dalam Pembangunan (Poor Household
and Their Participation in Development). Prisma, VI(3):10-17.
Shohibuddin M, Salim MN. 2012. Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria, 2006-
2007
Bunga Rampai Perdebatan. Yogyakarta (ID): STPN Press.
Shohibuddin M. 2018. Perspektif Agraria Kritis, Teori, Kebijakan, dan Kajian
Empiris.Yogyakarta(ID): STPN Press.
Shohibuddin M. 2020. Eulogi untuk Prof. Dr. Sediono M.P. Tjondronegoro. Bogor(ID):

Pusat Studi Agraria IPB.


Mengenang dan Meneladani Sang Guru
Sihaloho M. 2004. Konversi lahan dan perubahan struktur agraria [tesis]. Bogor (ID):
41

Institut Pertanian Bogor.


Snow DA, Benford RD. 1988. Ideology, frame resonance, and participant mobilization.

Int. Soc. Mov. Res. 1:197–218.


Susanto NH. 2015. Gerakan sosial petani desa Banjaranyar dalam memperjuangkan
lahan
pertanian. Jurnal Penelitian. [Internet]. [diunduh 2020 Februari 26]; 12(2):295-314.
Tersedia pada:
http://ejournal.iainpekalongan.ac.id/index.php/Penelitian/article/view/655
Syahyuti. 2004. Kendala pelaksanaan landreform di Indonesia: analisa terhadap kondisi
dan perkembangan berbagai faktor prasyarat pelaksanaan reforma agraria. Forum
Penelitian Agro Ekonomi. [Internet]. [diunduh 2020 Februari 26]; 22(2):89-101.
Tersedia pada http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/fae/article/view/4081
Syawaludin M. 2016. Perubahan Struktur Gerakan Perlawanan Petani Rengas.
Tammadun. [Internet]. [diunduh 2020 Juli 30]; 16(1):46-60. Tersedia pada
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/tamaddun/article/download/821/715
Tarrow S. 1994. Power in Movement: Social Movements, Collective Action and Politics.

Cambridge: Cambridge University Press. Weber M. 1968. Economy and society: An


outline of interpretative sociology, eds. G. Roth and
C. Wittich. New York(US): Bedminster Press.
Tarrow S. 1998. Power in Movement Social Movement and Contentious Politics.
Cambridge(UK): Cambridge University Press.
Tarrow S. 2005. The New Transnational Activism. New York(US): Cambridge
University
Press.
Tilly C. 1977. From Mobilization To Revolution. Michigan (US): University of
Michigan.
Wiradi G. 2000. Reforma Agraria Perjalanan Belum Berakhir. Yogyakarta(ID): Lapera
Pustaka Utama. [internet]. [diunduh 2020 Mei 23]. Tersedia pada http://sajogyo-
institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR.-2009.-Reforma-Agraria-Perjalanan-
belum-Berakhir.pdf
Wiradi G. 2000. Perkebunan dalam Wacana Semangat Pembaruan (sebuah catatan
ringkas). Prosiding Lokakarya Pola Penguasaan Lahan dan Pola Usaha serta
Pemberdayaan BPN dan Pemda dalam rangka Partisipasi Rakyat di Sektor
Perkebunan
(eds. Sutarto et al). Pusat Kajian Agraria. LP-IPB Bogor.
Wiradi G. 2009. Seluk Beluk Masalah Agraria, Reforma Agraria, dan Penelitian
Agraria.
Yogyakarta (ID): STPN Press.
Winoto J. 2009.Strategi kebijakan pertanahan nasional dalam perspektif politik ekonomi

pembangunan pertanian dan pedesaan. Makalah Utama dalam Prosiding Semiloka


Nasional tanggal 2223 Desember 2008. Bogor. Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Alam, Fakultas Pertanian IPB.
World Bank Institute. 2005. Social Accountability in the Public Sector : A Conceptual
Discussion and Learning Module. Washington D.C. (USA). [internet]. [diunduh
2020
Juni 8]. Tersedia pada
42

www.worldbank.org/content/dam/Worldbank/Event/MNA/yemen_cso/english/
Yemen_CSO_Conf_Social-Accountability-in-the-Public-Sector_ENG.pdf.
43

LAMPIRAN

Lampiran 1 Lokasi Penelitian


44

Sumber: www.google.com

Gambar 3 Peta lokasi penelitian


45

Lampiran 2 Waktu Kegiatan Penelitian


Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Kegiatan
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penysunan
proposal
penelitian
Perbaikan
proposal
Kolokium
Revisi
proposal
Uji validitas
dan
realibilitas
Pengambila
n data
lapangan
Pengolahan
data dan
analisis data
46

Penulisan
draft skripsi
Uji petik
Sidang
skripsi
Perbaikan
skripsi
47

Lampiran 3 Kerangka Sampling Petani AMANAT.

No Nama Lokasi dan luasan lahan Alamat


yang dimiliki.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
48

29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56
57
58
59
60
49

61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
50

Lampiran 4 Kerangka Sampling Aktor Reformis Pemerintah.

No Nama Instansi Alamat


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
51

Lampiran 5 Kuesioner Penelitian untuk Petani AMANAT

Nomor Responden : …………………..…

Hari, Tanggal : …………………..…

Tanggal Entri Data : ………………..……

KUESIONER PENELITIAN
Pengaruh Zona Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor Reformis
Pemerintah terhadap Trajektori Tata Kelola Lahan yang Demokratis.
(Kasus : Desa Nanggung, Desa Cisarua, Desa Curug Bitung, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Kuesioner ini merupakan instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan


data dari responden dalam rangka penulisan skripsi program sarjana yang dilakukan
oleh:
Nama/NIM : Ilham Rizkia Maulana/I34170123
Departemen/Fakultas : Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat/Fakultas Ekologi
Manusia
Universitas : Institut Pertanian Bogor
Peneliti meminta kesediaan anda untuk meluangkan waktu untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan dalam kuesioner ini secara jujur, jelas, dan benar. Informasi yang diterima
dari kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk keperluan
penelitian. Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

A. IDENTITAS RESPONDEN
A1. Nama : ……………………………………………………..
A2. Usia : ……. Tahun
A3. Jenis kelamin : L/P
A4. Alamat : ……………………………………………………..
RT/RW: ….………………………………………..
A5. Lama tinggal : ……. tahun
di lokasi
A6. Lama bertani : ……. Tahun
52

A8. Pendidikan : [ ] Tidak Tamat SD


Terakhir [ ] SD/Sederajat
[ ] SMP/Sederajat
[ ] SMA/Sederajat
[ ] Perguruan Tinggi
A9. Pekerjaan saat : [ ] Petani
ini
[ ] Buruh Tani
[ ] Pegawai Swasta (Buruh)
[ ] Pegawai Negeri Sipil
[ ] Wiraswasta/usahawan
[ ] Lainnya: ……………………………

B. Pembingkaian (Framing) Tindakan Kolektif.


Terdapat lima pilihan jawaban yang dapat dipilih oleh responden dalam menjawab
pertanyaan pada poin A, yaitu:
STS : Sangat Tidak Setuju.
TS : Tidak Setuju.
N : Netral.
S : Setuju.
SS : Sangat Setuju.
No Pernyataan Skor
STS TS N S SS
Agregate Frame
B1 Permasalahan ketimpangan penguasaan lahan di
Kecamatan Nanggung merupakan permasalah
bersama antar anggota gerakan petani AMANAT.
B2 Perjuangan yang saya lakukan dalam rangka
mendapatkan hak atas tanah pada program
reforma agraria di Kecamatan Nanggung
merupakan perjuangan bersama antar anggota
gerakan petani AMANAT.
B3 Saya berjuang bersama-sama dengan petani yang
tergabung pada gerakan petani AMANAT dalam
rangka pejuangan hak atas tanah di Kecamatan
Nanggung.
B4 Saya dan petani lainnya yang tergabung dalam
AMANAT menghadapi isu dan permasalahan
yang sama.
B5 Saya dan petani lainnya yang tergabung dalam
AMANAT menghadapi aktor-aktor pemerintah
dan pihak swasta (PT. Hevindo) yang sama.
53

Consensus Frame
B6 Saya bertindak bersama-sama dengan petani lain
yang tergabung dalam AMANAT dalam rangka
perjuangan hak atas tanah di Kecamatan
Nanggung.
B7 Saya ikut bergabung dengan gerakan petani
AMANAT karena merasa AMANAT merupakan
wadah bagi perjuangan petani di Kecamatan
Nanggung dalam memperjuangkan haknya atas
tanah.
B8 Saya merasa keberhasilan perjuangan saya dalam
rangka memperjuangkan hak atas tanah meningkat
ketika bergabung dengan gerakan petani
AMANAT.
B9 Saya memiliki tujuan dan motivasi yang sama
dengan para petani lain yang tergabung dalam
gerakan petani AMANAT.
B10 Saya ikut bergabung dengan gerakan petani
AMANAT karena AMANAT dapat menjadi
wadah untuk penyampaian aspirasi kepada
pemerintah.
Collective Action Frame
B11 Tindakan bersama antar petani dibutuhkan dalam
rangka memperjuangkan hak atas tanah di
Kecamatan Nanggung.
B12 Saya mengetahui tindakan bersama apa saja yang
harus dilakukan dalam rangka memperjuangkan
hak atas tanah di Kecamatan Nanggung.
B13 Saya mengetahui tindakan bersama apa saja yang
harus dilakukan dalam rangka menyelesaikan isu
dan permasalahan ketimpangan penguasaan tanah
di Kecamatan Nanggung.
B14 Perjuangan yang dilakukan bersama-sama lebih
baik dibandingkan perjuangan yang dilakukan
oleh diri sendiri.
B15 Perjuangan yang dilakukan bersama-sama lebih
mendapat perhatian dari pihak pemerintah dan
pihak swasta (PT.Hevindo).

C. Kategori Aktor Gerakan Petani.


Khusus untuk pertanyaan B, pilihan dibedakan menjadi:
Adherents = 1
Constituents = 2
Bystander = 3
No Pernyataan Pilihan Ket
Jawaban
1 2 3
C1 Alasan anda bergabung dengan gerakan petani
54

AMANAT adalah ……..


(1) Saya percaya tujuan saya dalam rangka
mendapatkan hak atas tanah akan tercapai
ketika bergabung dengan AMANAT.
(2) Saya memiliki sumber daya seperti uang
untuk memajukan perjuangan gerakan petani
AMANAT.
(3) Saya hanya ingin bergabung dengan
AMANAT tanpa memiliki alasan yang kuat.
C2 Alasan saya ikut berjuang dalam rangka
memperjuangkan hak atas tanah adalah …….
(1) Perjuangan yang saya lakukan akan
membuahkan hasil berupa pemberian hak atas
tanah dari program reforma agraria.
(2) Saya memiliki sumber daya yang dapat
dimanfaatkan oleh AMANAT.
(3) Saya ingin mengikuti kegiatan dari
AMANAT.
C3 Tujuan anda bergabung dengan AMANAT
adalah ……
(1) Agar tujuan saya dalam mendapatkan hak
atas tanah dapat tercapai.
(2) Agar saya dapat membantu perjuangan
yang dilakukan AMANAT.
(3) Saya tidak memiliki tujuan yang spesifik.
C4 Keuntungan anda ketika ikut bergabung
dengan AMANAT adalah ……
(1) Tujuan saya dapat tercapai.
(2) Saya dapat ikut berkontribusi dengan
memberikan bantuan berupa sumber daya
kepada AMANAT.
(3) Saya tidak mencari keuntungan yang
spesifik.
C5 Anda bisa bergabung dengan AMANAT
karena ……
(1) Tujuan yang saya miliki sama dengan
tujuan dari gerakan yang dilakukan oleh
AMANAT.
(2) Saya memiliki sumber daya yang bisa saya
berikan kepada AMANAT.
(3) Saya ingin bergabung dengan sebuah
gerakan petani.
C6 Motivasi anda bergabung dengan AMANAT
adalah ……
(1) Agar tujuan saya dapat tercapai.
(2) Agar saya dapat memberikan bantuan
kepada AMANAT.
(3) Agar saya bisa bergabung dengan sebuah
gerakan petani.
55

D. Kebijakan Pertanahan yang Berpihak pada Kaum Miskin (Pro-Poor Land


Governance).
Terdapat lima pilihan jawaban yang dapat dipilih oleh responden dalam menjawab
pertanyaan pada poin A, yaitu:
STS : Sangat Tidak Setuju.
TS : Tidak Setuju.
N : Netral.
S : Setuju.
SS : Sangat Setuju.
No Pernyataan Skor
STS TS N S SS
D1 Saya mengetahui proses-proses yang dilakukan
oleh pemerintah terkait pelaksanaan reforma
agraria di Kecamatan Nanggung.
D2 Saya sudah mendapatkan kepastian mengenai
tanah yang akan diberikan haknya kepada saya
walaupun program reforma agraria masih dalam
proses perjuangan dan pelaksanaan.
D3 Saya dilibatkan pada proses-proses yang
dilakukan oleh pemerintah terkait pelaksanaan
reforma agraria di Kecamatan Nanggung.
D4 Saya percaya bahwa pemerintah melakukan hal
yang tepat dalam rangka pelaksanaan reforma
agraria di Kecamatan Nanggung.
D5 Saya dan petani lainnya yang tergabung dalam
AMANAT selalu diberikan informasi terbaru
mengenai proses pelaksanaan reforma agraria di
Kecamatan Nanggung.
D6 Aktor pemerintah bersifat terbuka kepada para
petani di Kecamatan Nanggung.
56

E. Penguasaan dan Pengusahaan Tanah


1. Tanah Milik
Bidang Luas Lokasi Status Penggunaan Yang Cara Tahun Diperoleh Komoditas yang
Tanah Tanah Tanah Tanah Tanah memiliki Perolehan Diperoleh dari Diusahakan
Ke- (M2) Tanah Utama Sekunder
(Kode B1) (Kode B2) (Kode B3) (Kode B4) (Kode B5) (Kode B6) (Kode Kode B7)
B7)
1
2
3
4
5
6
7

2. Tanah Garapan
Bidang Luas Lokasi Status Pengguna- Yang Cara Tahun Diperoleh Komoditas yang
Tanah Tanah Tanah Tanah an Tanah menguasai Perolehan Diperoleh dari Diusahakan
Ke- (M2) Tanah Utama Sekunder
(Kode B1) (Kode B2) (Kode B3) (Kode B4) (Kode B5) (Kode B6) (Kode Kode B7)
B7)
1
2
3
4
5
6
7
57

Kode B1:
1 = di dalam Desa Kode B2: Kode B3: Kode B4: Kode B5:
Nanggung.
1 = di dalam areal 1 = sawah irigasi. 1 = harta bersama 1 = harta bawaan
2 = di dalam Desa Hak Guna Usaha suami istri. sebelum menikah.
2 = sawah tadah
Curug Bitung. (HGU) PT. Hevindo.
hujan. 2 = milik suami. 2 = warisan.
3 = di dalam Desa 2 = di luar areal Hak
3 = ladang / tegalan. 3 = milik istri. 3 = pemberian /
Cisarua. Guna Usaha (HGU)
hibah.
PT. Hevindo. 4 = perkebunan. 4 = milik ART lain
4 = di luar Desa
yang perempuan. 4 = pembeliaan
Nangung, Desa 3 = lainnya 5 = kolam.
selama menikah.
Curug Bitung, dan (sebutkan). 5 = milik ART lain
Desa Cisarua, 6 = pekarangan.
yang laki-laki. 5= tukar menukar
kecamatan sama. 7 = tapak rumah. selama menikah.
5 = di luar 8= lainnya 6 = menyewa.
kecamatan. (sebutkan).
7 =bagi hasil.
8 = gadai.
9 = pinjam garap.
10 = lainnya
(sebutkan).
58

Kode B6: Kode B7:


1 = orang tua. 1 = padi.
2 = keluarga yang 2 = jagung.
lain.
3 = serelia.
3 = pemerintah.
4 = umbi-umbian.
4 = desa.
5 = kacang-kacangan.
6 = lainnya
6 = sayur-sayuran.
(sebutkan).
7 = buah-buahan.
8 = rempah.
9 = perkebunan.
10 = peternakan.
11 = perikanan darat.
12 = lainnya
(sebutkan).
59

Lampiran 6 Kuesioner Penelitian untuk Aktor Reformis Pemerintah.

Nomor Responden : …………………..…

Hari, Tanggal : …………………..…

Tanggal Entri Data : ………………..……

KUESIONER PENELITIAN
Pengaruh Zona Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor
Reformis Pemerintah terhadap Trajektori Tata Kelola Lahan yang
Demokratis.
(Kasus : Desa Nanggung, Desa Cisarua, Desa Curug Bitung, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Kuesioner ini merupakan instrumen penelitian yang digunakan untuk


mengumpulkan data dari responden dalam rangka penulisan skripsi program
sarjana yang dilakukan oleh:
Nama/NIM : Ilham Rizkia Maulana/I34170123
Departemen/Fakultas : Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat/Fakultas
Ekologi Manusia
Universitas : Institut Pertanian Bogor
Peneliti meminta kesediaan anda untuk meluangkan waktu untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner ini secara jujur, jelas, dan benar.
Informasi yang diterima dari kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya
digunakan untuk keperluan penelitian. Terima kasih atas bantuan dan
kerjasamanya.

A. IDENTITAS RESPONDEN
A1. Nama : ……………………………………………………..
A2. Usia : ……. Tahun
A3. Jenis kelamin : L/P
A4. Alamat : ……………………………………………………..
RT/RW: ….………………………………………..
A5. Lama tinggal : ……. tahun
60

di lokasi
A6. Pendidikan : [ ] Tidak Tamat SD
Terakhir [ ] SD/Sederajat
[ ] SMP/Sederajat
[ ] SMA/Sederajat
[ ] Perguruan Tinggi
A7. Pekerjaan saat : [ ] Kepala Desa
ini
[ ] Camat
[ ] Pegawai Swasta (Buruh)

[ ] Pegawai Negeri Sipil


[ ] Wiraswasta/usahawan
[ ] Lainnya: …………………………

A8. Jabatan saat ini :


A9. Lama Menjabat :

B. Karakter Aktor Reformis Pemerintah.


Terdapat lima pilihan jawaban yang dapat dipilih oleh responden dalam menjawab
pertanyaan pada poin B, yaitu:
STS : Sangat Tidak Setuju.
TS : Tidak Setuju.
N : Netral.
S : Setuju.
SS : Sangat Setuju.

Tingkat Responsibilitas Kebijakan (Policy Responsiveness)


No Pernyataan Skor
STS TS N S SS
B1 Keputusan-keputusan yang saya ambil merupakan
hasil pertimbangan pihak pemerintah.
B2 Kebijakan yang diambil oleh pemerintah terkait
pelaksanaan land reform diperoleh dari hasil
musyawarah pemerintah saja selaku pihak yang
berkuasa.
B3 Pemerintah melibatkan petani ketika melakukan
perumusan kebijakan.
B4 Keputusan dan kebijakan yang diambil pemerintah
61

terkait land reform merupakan kepentingan


bersama dengan petani.
B5 Land reform yang dilaksanakan di Kecamatan
Nanggung merupakan solusi dari permasalahan
yang ada di sana.
B6 Land reform yang dilaksanakan di Kecamatan
Nanggung dilaksanakan hanya karena merupakan
program dari pemerintah.
B7 Saya mendukung program land reform
dilaksanakan di Kecamatan Nanggung.
B8 Saya setuju lahan eks-HGU PT. Hevindo
dijadikan objek land reform.
B9 Dalam proses pembuatan keputusan dan
kebijakan, saya setuju jika melibatkan kalangan
petani.
B10 Dalam proses pembuatan keputusan dan
kebijakan, saya merasa bahwa dengan melibatkan
pemerintah saja sudah cukup.
B11 Menurut saya keputusan dan kebijakan yang
diambil harus mementingkan kepentingan publik,
termasuk petani.
B12 Menurut saya keputusan dan kebijakan yang
diambil harus harus bersifat dinamis ketika ada
tuntutan atau aspirasi baik dari lingkungan internal
(pemerintah) maupun eksternal (petani dan
masyarakat).

Tingkat Dukungan kebijakan (Policy Advocacy)


No Pernyataan Skor
STS TS N S SS
B13 Saya merasa saran dan partisipasi petani ketika
pengambilan keputusan dalam pelaksanaan
program land reform merupakan hal yang penting.
B14 Ide, masukan, maupun tuntutan dari petani perihal
pelaksanaan program land reform berpengaruh
secara positif terhadap pengambilan keputusan
dan kebijakan.
B15 Kepentingan petani lebih penting dibanding
kepentingan pemerintah dalam hal pelaksanaan
program reforma agraria.
B16 Pelaksanan program land reform merupakan
solusi pemecahan masalah yang berorientasi
terhadap kepentingan petani dibanding
kepentingan pemerintah.
B17 Saya melaksanakan program land reform karena
merupakan program dari pemerintah.
62

B18 Saya merasa kebijakan yang dibuat oleh


pemerintah sudah tepat dan tidak perlu ada
musyawarah atau partisipasi dari petani.
B19 Kebijakan dan keputusan yang dibuat pemerintah
sudah cukup baik dan tidak perlu adanya
intervensi dari luar.
B20 Menurut saya tidak masalah jika keputusan dan
kebijakan pelaksanaan land reform hanya dibuat
oleh pemerintah saja tanpa melibatkan partisipasi
petani.
B21 Pembuatan keputusan dan kebijakan yang
melibatkan petani memiliki hasil yang lebih baik.
B22 Partisipasi dari petani dalam pembuatan keputusan
dan kebijakan cukup penting namun hasil dari
keputusan dan kebijakan tersebut tidak harus di
jalankan dan menyesuaikan kembali dengan
pemerintah.
B23 Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang
menerima masukan dari petani dan dapat
menyesuaikan dengan aspirasi yang disampaikan
oleh petani.
B24 Saya lebih puas ketika melaksanakan hasil dari
keputusan dan kebijakan yang dibuat bersama
dengan petani.

C. Inklusivitas Partisipasi.
Terdapat lima pilihan jawaban yang dapat dipilih oleh responden dalam menjawab
pertanyaan pada poin C, yaitu:
STS : Sangat Tidak Setuju.
TS : Tidak Setuju.
N : Netral.
S : Setuju.
SS : Sangat Setuju.
No Pernyataan Skor
STS TS N S SS
C1 Saya tidak memberikan akses partisipasi dalam
rangka pelaksanaan program reforma agraria di
Kecamatan Nanggung kepada pihak LSM dan
professional pada bidang reforma agrarian.
C2 Saya merasa lebih tepat jika memberikan akses
partisipasi hanya pada LSM, professional pada
bidang reforma agraria.
C3 Saya cenderung memberikan akses partisipasi
63

kepada LSM, professional pada bidang reforma


agraria, dan tokoh masyarakat karena cenderung
lebih mudah diajak berdiskusi dibandingkan
dengan petani.
C4 Saya memberikan akses partisipasi dalam rangka
pelaksanaan program reforma agraria di
Kecamatan Nanggung kepada masyarakat luas
termasuk petani AMANAT.
C5 Saya memberikan akses partisipasi dalam rangka
pelaksanaan program reforma agraria di
Kecamatan Nanggung kepada para petani yang
tergabung dalam gerakan petani Nanggung.
C6 Saya memberikan akses partisipasi dalam rangka
pelaksanaan program reforma agraria di
Kecamatan Nanggung kepada sekjen dan ketua
umum gerakan petani AMANAT.
C7 Saya percaya bahwa akses partisipasi yang
diberikan pemerintah kepada masyarakat luas
memiliki hasil keputusan dan tindakan yang lebih
baik.
C8 Saya percaya bahwa akses partisipasi yang
diberikan pemerintah kepada petani yang
tergabung dalam AMANAT memiliki hasil
keputusan dan tindakan yang lebih baik.
C9 Saya percaya bahwa akses partisipasi yang
diberikan pemerintah kepada sekjen dan ketua
umum AMANAT memiliki hasil keputusan dan
tindakan yang lebih baik.
C10 Saya percaya bahwa memberikan akses partisipasi
yang luas kepada masyarakat luas dan petani
AMANAT lebih baik dibandingkan hanya
memberikan partisipasi kepada LSM, professional
pada bidang reforma agraria, dan tokoh
masyarakat.

Lampiran 7 Panduan Pertanyaan Wawancara Mendalam Petani AMANAT


64

PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM


Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor Reformis
Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria
(Kasus : Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Tanggal Wawancara :

Lokasi Wawancara :

Nama Informan :

Usia :

Berapa Lama Tinggal di Lokasi :

Alamat :

No Telp/ HP :

Pertanyaan untuk Informan Gerakan Petani AMANAT


1. Sejak kapan gerakan petani yang tergabung dalam AMANAT mulai
berjalan?
2. Bagaimana interaksi AMANAT dengan pemerintah desa di Desa
Nanggung, Cisarua, Curug Bitung?
3. Bagaimana interaksi AMANAT dengan Pemerintah Kecamatan
Nanggung?
4. Bagaimana interaksi AMANAT dengan Pemerintah Kabupaten Bogor?
5. Bagaimana interaksi AMANAT dengan BPN Kabupaten Bogor?
6. Bagaimana interaksi AMANAT dengan PT. Hevindo?
7. Apakah AMANAT memiliki akses kepada kekuasaan mulai dari tingkat
desa hingga tingkat kabupaten?
8. Apakah terdapat pejabat pemerintah yang pada awalnya menentang
gerakan petani yang dilakukan oleh AMANAT kemudian berbalik menjadi
mendukung gerakan petani yang dilakukan oleh AMANAT?
9. Apakah terdapat aktor pemerintah yang memiliki pengaruh positif
terhadap perjuangan yang dilakukan oleh AMANAT?
10. Apakah terjadi perpecahan di dalam pemerintahan yang menjadi peluang
untuk AMANAT?
11. Apakah terdapat supporting group seperti LSM yang membantu
pergerakan petani AMANAT?
65

12. Apa saja peran-peran dari tiap LSM yang membantu AMANAT?
66

Lampiran 8 Wawancara Mendalam Aktor Reformis Pemerintah

PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM


Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor Reformis
Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria
(Kasus: Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Tanggal Wawancara :

Lokasi Wawancara :

Nama Informan :

Usia :

Instansi Pemerintahan :

Lama Menjabat :

Alamat :

No Telp/ HP :

Pertanyaan untuk Informan Aktor Reformis Pemerintah (Tingkat Desa)


1. Apakah keputusan-keputusan yang dilakukan oleh pemerintah desa
dipengaruhi oleh gerakan petani yang dilakukan oleh AMANAT?
2. Apakah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah desa
dipengaruhi oleh gerakan petani yang dilakukan oleh AMANAT?
3. Apakah anda melibatkan petani selama proses pelaksanaan program
reforma agraria?
4. Apakah pemerintah desa terbuka terhadap partisipasi dari AMANAT?
5. Bagaimana mekanisme partisipasi yang dilakukan pemerintah desa
terhadap AMANAT?
6. Apakah pemerintah memiliki hubungan dan interaksi yang baik dengan
AMANAT?
7. Apakah pemerintah desa memberikan akses baik berupa informasi
maupun akses dalam rangka pengambilan keputusan dan tindakan kepada
AMANAT?
67

8. Apakah tiga desa yang tanahnya menjadi objek pada program reforma
agraria (Desa Nanggung, Desa Curug Bitung, dan Desa Cisarua) saling
berkoordinasi dan bekerjasama dalam pelaksanaan program reforma
agraria?
9. Apakah terdapat terobosan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah
desa terkait dengan pelaksanaan reforma agraria?
10. Apakah ada pengerahan sumber daya dalam bentuk pendanaan pada
program reforma agraria?
11. Apakah ada pengerahan sumber daya dalam bentuk personel pada
program reforma agraria?
12. Apakah ada pengerahan sumber daya dalam bentuk teknologi pada
program reforma agraria?
13. Bagaimana interaksi pemerintah desa dengan PT. Hevindo?
14. Bagaimana interaksi pemerintah desa dengan pihak LSM?
15. Bagaimana interaksi pemerintah desa dengan pemerintah kecamatan,
pemerintah kabupaten, dan BPN?
16. Apakah pemerintah desa membentuk tim khusus dalam rangka perjuangan
pelaksanaan reforma agraria?
68

PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM


Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor Reformis
Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria
(Kasus: Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Tanggal Wawancara :

Lokasi Wawancara :

Nama Informan :

Usia :

Instansi Pemerintahan :

Lama Menjabat :

Alamat :

No Telp/ HP :

Pertanyaan untuk Informan Aktor Reformis Pemerintah (Tingkat


Kecamatan)
1. Apakah keputusan-keputusan yang dilakukan oleh pemerintah kecamatan
dipengaruhi oleh gerakan petani yang dilakukan oleh AMANAT?
2. Apakah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah kecamatan
dipengaruhi oleh gerakan petani yang dilakukan oleh AMANAT?
3. Apakah pemerintah kecamatan melibatkan petani selama proses
pelaksanaan program reforma agraria?
4. Apakah pemerintah kecamatan terbuka terhadap partisipasi dari
AMANAT?
5. Bagaimana mekanisme partisipasi yang dilakukan pemerintah kecamatan
terhadap AMANAT?
6. Apakah pemerintah memiliki hubungan dan interaksi yang baik dengan
AMANAT?
7. Apakah pemerintah kecamatan memberikan akses baik berupa informasi
maupun akses dalam rangka pengambilan keputusan dan tindakan kepada
AMANAT?
8. Bagaimana koordinasi pemerintah kecamatan dengan pemerintah desa
dan pemerintah kabupaten serta BPN terkait program reforma agraria?
9. Apakah terdapat terobosan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah
kecamatan terkait dengan pelaksanaan reforma agraria?
69

10. Apakah ada pengerahan sumber daya dalam bentuk pendanaan pada
program reforma agraria?
11. Apakah ada pengerahan sumber daya dalam bentuk personel pada
program reforma agraria?
12. Apakah ada pengerahan sumber daya dalam bentuk teknologi pada
program reforma agraria?
13. Bagaimana interaksi pemerintah kecamatan dengan PT. Hevindo?
14. Bagaimana imteraksi pemerintah kecamatan dengan pihak LSM?
15. Apakah pemerintah kecamatan membentuk tim khusus dalam rangka
perjuangan pelaksanaan reforma agraria?
70

PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM


Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor Reformis
Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria
(Kasus: Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Tanggal Wawancara :

Lokasi Wawancara :

Nama Informan :

Usia :

Instansi Pemerintahan :

Lama Menjabat :

Alamat :

No Telp/ HP :

Pertanyaan untuk Informan Aktor Reformis Pemerintah (Kabupaten)


1. Apakah keputusan-keputusan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten
dipengaruhi oleh gerakan petani yang dilakukan oleh AMANAT?
2. Apakah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten
dipengaruhi oleh gerakan petani yang dilakukan oleh AMANAT?
3. Apakah pemerintah kabupaten melibatkan petani selama proses
pelaksanaan program reforma agraria?
4. Apakah pemerintah kabupaten terbuka terhadap partisipasi dari
AMANAT?
5. Bagaimana mekanisme partisipasi yang dilakukan pemerintah kabupaten
terhadap AMANAT?
6. Apakah pemerintah kabupaten memiliki hubungan dan interaksi yang baik
dengan AMANAT?
7. Apakah pemerintah kabupaten memberikan akses baik berupa informasi
maupun akses dalam rangka pengambilan keputusan dan tindakan kepada
AMANAT?
8. Bagaimana koordinasi pemerintah kabupaten dengan pemerintah
kecamatan dan pemerintah desa serta BPN terkait program reforma
agraria?
9. Apakah terdapat terobosan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah
kabupaten terkait dengan pelaksanaan reforma agraria?
71

10. Apakah ada pengerahan sumber daya dalam bentuk pendanaan pada
program reforma agraria?
11. Apakah ada pengerahan sumber daya dalam bentuk personel pada
program reforma agraria?
12. Apakah ada pengerahan sumber daya dalam bentuk teknologi pada
program reforma agraria?
13. Bagaimana interaksi pemerintah kabupaten dengan PT. Hevindo?
14. Bagaimana imteraksi pemerintah kabupaten dengan pihak LSM?
15. Apakah pemerintah kabupaten membentuk tim khusus dalam rangka
perjuangan pelaksanaan reforma agraria?
16. Bagaimana peran Gugus Tugas Reforma Agraria pada pelaksanaan
reforma agraria di Kecamatan Nanggung?
17. Apakah terdapat inovasi kelembagaan terkait dengan program reforma
agraria?
72

PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM


Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor Reformis
Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria
(Kasus: Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Tanggal Wawancara :

Lokasi Wawancara :

Nama Informan :

Usia :

Instansi Pemerintahan :

Lama Menjabat :

Alamat :

No Telp/ HP :

Pertanyaan untuk Informan Aktor Reformis Pemerintah (BPN)


1. Apakah keputusan-keputusan yang dilakukan oleh BPN Kabupaten Bogor
dipengaruhi oleh gerakan petani yang dilakukan oleh AMANAT?
2. Apakah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh BPN Kabupaten Bogor
dipengaruhi oleh gerakan petani yang dilakukan oleh AMANAT?
3. Apakah BPN Kabupaten Bogor melibatkan petani selama proses
pelaksanaan program reforma agraria?
4. Apakah BPN Kabupaten Bogor terbuka terhadap partisipasi dari
AMANAT?
5. Bagaimana mekanisme partisipasi yang dilakukan BPN Kabupaten Bogor
terhadap AMANAT?
6. Apakah BPN Kabupaten Bogor memiliki hubungan dan interaksi yang
baik dengan AMANAT?
7. Apakah BPN Kabupaten Bogor memberikan akses baik berupa informasi
maupun akses dalam rangka pengambilan keputusan dan tindakan kepada
AMANAT?
8. Bagaimana koordinasi BPN Kabupaten Bogor dengan pemerintah
kabupaten, pemerintah kecamatan, dan pemerintah desa terkait program
reforma agraria?
9. Apakah terdapat terobosan kebijakan yang dilakukan oleh BPN
Kabupaten Bogor maupun BPN pusat terkait dengan pelaksanaan reforma
agraria?
73

10. Apakah ada pengerahan sumber daya dalam bentuk pendanaan pada
program reforma agraria?
11. Apakah ada pengerahan sumber daya dalam bentuk personel pada
program reforma agraria?
12. Apakah ada pengerahan sumber daya dalam bentuk teknologi pada
program reforma agraria?
13. Bagaimana interaksi BPN Kabupaten Bogor dengan PT. Hevindo?
14. Bagaimana imteraksi BPN Kabupaten Bogor dengan pihak LSM?
15. Apakah BPN Kabupaten Bogor membentuk tim khusus dalam rangka
perjuangan pelaksanaan reforma agraria di Kecamatan Nanggung?
16. Apakah terdapat inovasi kelembagaan terkait dengan program reforma
agraria?

Lampiran 9 Wawancara mendalam LSM


74

PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM


Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor Reformis
Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria
(Kasus: Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Tanggal Wawancara :

Lokasi Wawancara :

Nama Informan :

Usia :

Nama LSM :

Alamat :

No Telp/ HP :

Pertanyaan untuk LSM (JKPP, RMI, Sawit Watch, KPA, ELSAM, dan
TUK) sebagai supporting group
1. Apa saja peran-peran yang dilakukan oleh LSM anda dalam rangka
membantu petani AMANAT pada perjuangan pelaksanaan reforma
agraria?
2. Apa alasan LSM anda membantu perjuangan petani AMANAT?
3. Bagaimana menurut anda dinamika perjuangan pelaksanaan reforma
agraria di Kecamatan Nanggung?
4. Bagaimana interaksi yang terbangun antara LSM anda dengan
AMANAT?
5. Bagaimana interaksi yang terbangun antara LSM anda dengan pemerintah
desa?
6. Bagaimana interaksi yang terbangun antara LSM anda dengan pemerintah
kecamatan?
7. Bagaimana interaksi yang terbangun antara LSM anda dengan pemerintah
kabupaten?
8. Bagaimana interaksi yang terbangun antara LSM anda dengan BPN?
9. Bagaimana interaksi yang terbangun antara LSM anda dengan PT.
Hevindo?
10. Apa saja yang LSM anda lakukan dalam rangka penguatan organisasi
AMANAT?
11. Apa saja yang LSM anda lakukan dalam rangka advokasi?
75

12. Apa yang LSM anda lakukan dalam rangka meningkatkan kapasitas
petani?
13. Apakah terdapat tim khusus yang dibuat oleh LSM anda terkait
perjuangan pelaksanaan reforma agraria yang sedang berlangsung di
Kecamatan Nanggung?
14. Apa harapan anda terhadap program reforma agraria di Kecamatan
Nanggung?

Lampiran 10 Catatan Harian Lapang


76

CATATAN HARIAN KE-


Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor Reformis
Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria
(Kasus: Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Topik :

Metode :

Informan/Partisispan :

Hari & Tanggal :

Waktu & Durasi :

Tempat :
Kondisi & Situasi :

DESKRIPSI

INTERPRETASI
Lampiran 11 Dummy Table

Tabel 7 Tabel frekuensi agregate frame


Kategori Skor Frekuensi
Kategori Sikap Jumlah (n) Persentase (%)
Sikap Sangat Positif
Sikap Positif
Netral
Sikap Negatif
Sikap Sangat Negatif
77

Total

Tabel 8 Tabel frekuensi consensus frame


Kategori Skor Frekuensi
Kategori Sikap Jumlah (n) Persentase (%)
Sikap Sangat Positif
Sikap Positif
Netral
Sikap Negatif
Sikap Sangat Negatif
Total

Tabel 9 Tabel frekuensi collective action frame


Kategori Skor Frekuensi
Kategori Sikap Jumlah (n) Persentase (%)
Sikap Sangat Positif
Sikap Positif
Netral
Sikap Negatif
Sikap Sangat Negatif
Total

Tabel 10 Tabel frekuensi kategori aktor gerakan petani


Kategori Aktor Tabel Frekuensi
Jumlah (n) Persentase (%)
Adherents
Constituents
Bystanders
Total

Tabel 11 Tabel frekuensi karakter aktor reformis pemerintah berdasarkan tingkat

responsibilitas kebijakan (policy responsiveness)


Kategori Skor Frekuensi
Kategori Sikap Jumlah (n) Persentase (%)
Sikap Sangat Positif
Sikap Positif
Netral
78

Sikap Negatif
Sikap Sangat Negatif
Total

Tabel 12 Tabel frekuensi karakter aktor reformis pemerintah berdasarkan tingkat

dukungan kebijakan (policy advocacy)


Kategori Skor Frekuensi
Kategori Sikap Jumlah (n) Persentase (%)
Sikap Sangat Positif
Sikap Positif
Netral
Sikap Negatif
Sikap Sangat Negatif
Total

Tabel 13 Tabel frekuensi inklusivitas partisipasi


Kategori Skor Frekuensi
Kategori Sikap Jumlah (n) Persentase (%)
Sikap Sangat Positif
Sikap Positif
Netral
Sikap Negatif
Sikap Sangat Negatif

Total

Tabel 14 Tabel frekuensi kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum miskin
Kategori Skor Frekuensi
Kategori Sikap Jumlah (n) Persentase (%)
Sikap Sangat Positif
Sikap Positif
Netral
Sikap Negatif
Sikap Sangat Negatif
Total

Tabel 15 Tabel frekuensi tingkat penguasaan dan pengusahaan tanah (milik)


Luas Tanah (Milik) Tabel Frekuensi
Jumlah (n) Persentase (%)
Skala kecil
79

Skala menengah
Skala luas
Total

Tabel 16 Tabel frekuensi tingkat penguasaan dan pengusahaan tanah (garapan)


Luas Tanah (Garapan) Tabel Frekuensi
Jumlah (n) Persentase (%)
Rendah
Sedang
Tinggi
Total

Tabel 17 Tabel outer loading uji convergent validity


Variabel Indikator Outer Loading
X1

X2

X3

Tabel 18 Tabel uji composite reability


Variabel Composite Reliability
X1
X2
X3

Tabel 19 Tabel uji Cronbach’s Alpha


Variabel Cronbach’s Alpha

X1
X2
X3

Tabel 20 Tabel uji hipotesis


80

Hipotesis Pengaruh T-Statistics P-Values Hasil

H1

H2

H3
81

Lampiran 12 Outline Skripsi


1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
2. PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Pustaka
2.2 Kerangka Pemikiran
2.3 Hipotesis Penelitian
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.3 Teknik Pemilihan Responden dan Informan
3.4 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
3.5 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data
3.6 Definisi Operasional
3.7 Definisi Konseptual
4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Kondisi Geografis dan Topografi
4.2 Kondisi Demografis
4.3 Kondisi Sosial dan Ekonomi
4.4 Kondisi Struktur Agraria
5. GERAKAN PETANI
5.1 Pembingkaian (Framing) Kolektif
5.2 Kategori Aktor Gerakan Petani
5.3 Peluang Politik
5.4 Tingkat Dukungan Aliansi Gerakan
6. INISIATIF AKTOR REFORMIS PEMERINTAH
6.1 Karakter Aktor Reformis Pemerintah
7. ZONA INTERAKSI
7.1 Pro-Poor Governance
7.2 Democratic Governance
7.3 Tujuan Akuntabilitas Aktor Reformis Pemerintah
7.4 Kedalaman Keterlibatan Partisipasi Petani
8. PENGARUH INTERAKSI GERAKAN PETANI DENGAN INISIATIF
AKTOR REFORMIS PEMERINTAH TERHADAP ZONA INTERAKSI
9. PENGARUH ZONA INTERAKSI TERHADAP TRAJEKTORI
PERJUANGAN PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA
10. IKHTISAR
11. PENUTUP
11.1 Kesimpulan
11.2 Saran
12. DAFTAR PUSTAKA
82

13. RIWAYAT HIDUP

14. LAMPIRAN
14.1 Lampiran 1 : Peta Lokasi Penelitian
14.2 Lampiran 2 : Waktu Kegiatan Penelitian
14.3 Lampiran 3 : Daftar Kerangka Sampling Petani AMANAT
14.4 Lampiran 4 : Daftar Kerangka Sampling Aktor Reformis
Pemerintah
14.5 Lampiran 5 : Kuesioner Penelitian untuk Petani AMANAT
14.6 Lampiran 6 : Kuesioner Penelitian untuk Aktor Reformis
Pemerintah
14.7 Lampiran 7 : Wawancara Mendalam untuk Informan Petani
AMANAT
14.8 Lampiran 8 : Wawancara Mendalam untuk Informan Aktor
Reformis
Pemerintah
14.9 Lampiran 9 : Wawancara Mendalam untuk Informan LSM
(Supporting
Group)
14.10 Lampiran 10 : Dokumentasi Lapang
83

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, pada tanggal 22


Desember 1997 dari Ayah Yusi Toviana dan Ibu Ine Arleni. Penulis merupakan
anak ke-dua dari empat bersaudara yang terdiri dari dua saudara laki-laki dan satu
saudara perempuan. Penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Islam
Terpadu Aliya pada tahun 2004-2010, kemudian Sekolah Menengah Pertama
Negeri 6 Kota Bogor pada tahun 2010-2013, dan selanjutnya Sekolah Menengah
Atas Negeri 5 Kota Bogor pada tahun 2013-2016. Setelah menamatkan
pendidikan SMA pada tahun 2016. Pada tahun 2017 penulus lolos ujian
SBMPTN dan diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama penulis menimba ilmu di Institut
Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai kegiatan organisasi dan kepanitiaan.
Penulis aktif sebagai anggota divisi pengembangan sumberdaya manusia (PSDM)
BEM Fakultas Ekologi Manusia pada tahun 2018-2019. Penulis aktif dibeberapa
kepanitiaan seperti menjadi Ketua Pelaksana acara Infinite Potential For The
Better Future (Inspire 2019). Penulis juga menjadi kepada divisi logistik dan
transportasi pada acara masa pengenalan fakultas (MPF 2019).

You might also like