You are on page 1of 90

Proposal Skripsi

PENGARUH INTERAKSI ANTARA GERAKAN PETANI DENGAN


INISIATIF AKTOR REFORMIS PEMERINTAH TERHADAP
PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA
(Kasus: Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat)

ILHAM RIZKIA MAULANA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2020
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa proposal skripsi yang berjudul “Pengaruh Interaksi
antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor Reformis Pemerintah terhadap
Pelaksanaan Reforma Agraria” benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah
diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak
mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali
sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Demikian pernyataan ini saya buat
sebenar-benarnya dan saya bersedia mempertanggungjawabkannya.

Bogor, Agusutus 2020

Ilham Rizkia M.
NIM. I34170123
ABSTRAK

ILHAM RIZKIA MAULANA. Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan


Inisiatif Aktor Reformis Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria. Dibimbing
oleh ENDRIATMO SOETARTO dan MOHAMAD SHOHIBUDDIN.
Tanah merupakan sumber daya agraria yang dimanfaatkan oleh banyak pihak.
Dalam rangka mencapai keadilan penguasaan tanah solusi yang sedang dijalankan oleh
pemerintah adalah dengan melakukan reforma agraria. Ketimpangan penguasaan tanah
dan perebutan tanah telah memicu gerakan sosial dari bawah yang dilakukan oleh petani.
Gerakan petani dapat diperkuat dengan adanya inisiatif aktor rerformis pemerintah.
Inisiatif aktor reformis pemerintah merupakan inisiatif yang muncul dari aktor
pemerintah yang toleran dan bahkan mendukung gerakan sosial. Interaksi antara gerakan
petani dengan inisiatif aktor reformis berkontribusi pada keberhasilan reforma agraria.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei serta didukung
oleh data kualitatif. Data kuantitatif diolah menggunakan analisis Structural Equation
Modeling (SEM) yang berbasis varians yaitu Partial Least Square (PLS) dengan
responden petani yang tergabung dalam AMANAT dan aktor pemerintah yang terlibat
dalam program reforma agraria di Kecamatan Nanggung.
Kata kunci: Gerakan Petani, Inisiatif Aktor Reformis Pemerintah, Reforma Agraria
Zona Interaksi.

ABSTRACT
ILHAM RIZKIA MAULANA. The Effect of Interaction between Peasant Movement
and Government Reformist Actor Initiative on the Implementation of Agrarian Reform.
Supervised by ENDRIATMO SOETARTO and MOHAMAD SHOHIBUDDIN.
Land is an agrarian resource that is used by many parties. In order to achieve
justice in land tenure, the solution being implemented by the government is to carry out
agrarian reform. Inequality of land tenure and land grabbing have triggered social
movements from below carried out by farmers. The peasants' movement can be
strengthened by the initiative of reformist government actors. Government reformist actor
initiatives are initiatives that emerge from government actors who are tolerant and even
support social movements. The interaction between the peasants movement and the
reformist actor initiatives contributed to the success of agrarian reform. This research
uses a quantitative approach with survey methods and is supported by qualitative data.
Quantitative data is processed using analysis of Structural Equation Modeling (SEM)
based on variance, namely Partial Least Square (PLS) with farmer respondents who are
members of AMANAT and government actors involved in the agrarian reform program
in Nanggung District.
Keywords: Community Movement, Government Reformist Actor Initiative, Agrarian
Reform, Interaction Zone
PENGARUH INTERAKSI ANTARA GERAKAN PETANI DENGAN
INISIATIF AKTOR REFORMIS PEMERINTAH TERHADAP
PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA

Oleh:
ILHAM RIZKIA MAULANA
I34170123

Proposal Skripsi
sebagai syarat kelulusan Mata Kuliah Kolokium (KPM 497)
pada
Mayor Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Studi Pustaka : Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor
Reformis Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria.
Nama : Ilham Rizkia Maulana
NIM : I34170123

Disetujui Oleh

Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA. Mohamad Shohibuddin, M. Si


Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Diketahui Oleh

Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc. Agr


Ketua Departemen

Tanggal Pengesahan:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya semata sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan
proposal skripsi dengan judul “Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif
Aktor Reformis Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria” dapat terselesaikan
dengan baik dan lancar untuk memenuhi syarat kelulusan Mata Kuliah Kolokium
(KPM497) pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, IPB University. Selain itu, penulis menyadari bahwa proposal
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih kepada:
1. Kedua orang tercinta yang senantiasa selalu memberi doa, dukungan, dan
semangat kepada penulis, beserta ketiga saudara kandung yang selalu
memberikan semangat kepada penulis.
2. Bapak Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA dan Bapak M. Shohibuddin, M.Si selaku
dosen pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan, mendukung,
memotivasi, mendoakan, serta memberikan masukan dan saran kepada penulis
selama proses penyusuna laporan Studi Pustaka.
3. Fairuz sebagai teman satu bimbingan dan seperjuangan yang selalu memberi
semangat, motivasi serta masukan kepada penulis.
4. Farid, Rifki, Reza, Lisa, Chaca, dan Jovita selaku sahabat terdekat penulis yang
selalu menemani perjalanan penulis baik dalam suka maupun duka serta selalu
memberi semangat dan motivasi kepada penulis.
5. Tiara, Gina, Kiky Aisyah, Pipit, dan Catherine selaku sahabat penulis yang
senantiasa memberi doa, semangat, dan motivasi kepada penulis.
6. Keluarga kelompok KKN Bogorkab35, yaitu Rama, Rifki, Gina, Lidia, Nina, dan
Bita yang selalu memberikan semangat kepada penulis.
7. Alvira, Ayu, Jihan, Meita, Ainaya, Eki, dan Okta selaku sahabat penulis yang
telah memberi semangat kepada penulis dalam penulisan proposal skripsi ini.
8. PSDM BEM FEMA 2019 sebagai sahabat serta penyemangat bagi penulis untuk
untuk menggali pengalaman organisasi di IPB University.
9. Teman-teman seperjuangan di IPB University, mahasiswa Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkata 54 yang penulis sayangi.
Penulis berharap kajian “Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan
Inisiatif Aktor Reformis Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria” ini
mampu memberikan manfaat dan sumbangsih kepada khazanah ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2020

Ilham Rizkia M.
NIM. I34170123
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL...................................................................................................... viii


DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................. viii
PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
Latar Belakang ...................................................................................................... 1
Rumusan Masalah Penelitian ................................................................................ 6
Tujuan Penelitian .................................................................................................. 8
Manfaat Penelitian ................................................................................................ 9
PENDEKATAN TEORITIS ...................................................................................... 10
Tinjauan Pustaka ................................................................................................... 10
Konsep Reforma Agraria ................................................................................ 10
Konsep Gerakan Petani ................................................................................... 11
Konsep Inisiatif Aktor Reformis Pemerintah ................................................. 13
Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor Reformis Pemerintah
(Zona Interaksi)............................................................................................... 18
Kebijakan Pertanahan yang Berpihak pada Kaum Miskin (Pro-Poor Land
Governance) dan Democratic Governance .................................................... 18
Pengaruh Zona Interaksi terhadap Trajektori Perjuangan Pelaksanaan Reforma
Agraria ............................................................................................................ 20
Kerangka Pemikiran ............................................................................................ 23
Hipotesis Penelitian ............................................................................................. 23
METODOLOGI PENELITIAN ................................................................................ 24
Pendekatan dan Metode Penelitian ...................................................................... 24
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................... 24
Teknik Pemilihan Responden dan Informan ....................................................... 25
Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 26
Teknik Pengolahan dan Analisis Data ................................................................. 27
Definisi Operasional ............................................................................................ 28
Pembingkaian (Framing) Kolektif................................................................. 28
Kategori Aktor Gerakan Petani...................................................................... 30
Karakter Aktor Reformis Pemerintah ............................................................ 31
Democratic Governance ................................................................................ 33
Pro-Poor Land Governance .......................................................................... 34
Definisi Konseptual ............................................................................................ 36
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 38
LAMPIRAN............................................................................................................... 41
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................... 81
viii

DAFTAR TABEL

1 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 26


2 Definisi Operasional Pembingkaian (Framing) Kolektif ..................................... 28
3 Definisi Operasional Kategori Aktor Gerakan Petani .......................................... 29
4 Definisi Operasional Karakter Aktor Reformis Pemerintah ................................. 32
5 Definisi Operasional Democratic Governance ..................................................... 33
6 Definisi Operasional Pro-Poor Land Governance ............................................... 34
7 Tabel Frekuensi Agregate Frame ......................................................................... 75
8 Tabel Frekuensi Consesus Frame ......................................................................... 75
9 Tabel Frekuensi Collective Action Frame ............................................................ 75
10 Tabel Frekuensi Kategori Aktor Gerakan Petani .................................................. 75
11 Tabel Frekuensi Karakter Aktor Reformis Pemerintah Berdasarkan Tingkat
Responsibilitas Kebijakan (Policy Responsiveness) ............................................. 76
12 Tabel Frekuensi Karakter Aktor Reformis Pemerintah Berdasarkan Tingkat
Dukungan Kebijakan (Policy Advocacy) .............................................................. 76
13 Tabel Frekuensi Inklusivitas Partisipasi ............................................................... 76
14 Tabel Frekuensi Kebijakan Pertanahan yang Berpihak pada Kaum Miskin ........ 76
15 Tabel Frekuensi Tingkat Penguasaan dan Pengusahaan Tanah (Milik) ............... 77
16 Tabel Frekuensi Tingkat Penguasaan dan Pengusahaan Tanah (Garapan) .......... 77
17 Tabel Outer Loading Uji Convergent Validity ..................................................... 77
18 Tabel Uji Composite Reability .............................................................................. 77
19 Tabel Uji Cronbach’s Alpha ................................................................................. 77
20 Tabel Uji Hipotesis ............................................................................................... 78

DAFTAR GAMBAR

1 Dimensi Akuntabilitas Sosial................................................................................ 16


2 Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................................................ 23
3 Peta Lokasi Penelitian ........................................................................................... 42

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lokasi Penelitian................................................................................................... 42
2 Waktu Kegiatan Penelitian ................................................................................... 43
3 Kerangka Sampling Petani AMANAT ................................................................. 45
4 Kerangka Sampling Aktor Reformis Pemerintah ................................................. 48
5 Kuesioner Penelitian untuk Petani AMANAT ..................................................... 49
6 Kuesioner Penelitian untuk Aktor Reformis Pemerintah ..................................... 57
ix

7 Panduan Wawancara Mendalam Petani AMANAT ............................................. 62


8 Panduan Wawancara Mendalam Aktor Reformis Pemerintah ............................. 64
9 Panduan Wawancara Mendalam LSM ................................................................. 72
10 Catatan Harian Lapang ......................................................................................... 74
11 Dummy Table ........................................................................................................ 75
12 Outline Skripsi ...................................................................................................... 79
1

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Permasalahan pada sumber daya agraria merupakan permasalahan yang masih
sering ditemui. Beberapa permasalahan berdasarkan fakta di dalam ranah kajian agraria,
yaitu terdapat berbagai bentuk ketidak-adilan agraria berupa ketiadaan akses petani
miskin terhadap sumber daya agraria; kemudian banyak konflik terjadi di dalam maupun
antar sektor yang diberi kewenangan mengelola sumber daya agraria; dan semakin
tingginya kesenjagan penguasaan tanah pertanian di wilayah pedesaan karena adanya
konversi tanah. Masalah yang timbul melibatkan banyak stakelholder di antaranya adalah
pemerintah, swasta, dan masyarakat. Pemerintah sejak dulu telah melakukan program
reforma agraria dalam rangka menyelesaikan permasalahan agraria. Reforma agraria atau
land reform merupakan perubahan besar dalam struktur agraria yang membawa
peningkatan akses petani miskin pada lahan serta kepastian penguasaan (tenure) bagi
mereka yang menggarap lahan (Bernhard 2012). Permasalahan agraria yang terjadi
menandakan program reforma agraria yang dijalankan oleh pemerintah belum berjalan
secara efektif. Fungsi tanah tidak hanya terbatas pada kebutuhan tempat tinggal, tetapi
juga tempat tumbuh kembang sosial, politik, budaya seseorang maupun suatu komunitas
(Erwiningsih 2009).
Masih banyaknya ketimpangan kepemilikan tanah dan perebutan tanah milik
masyarakat oleh pihak swasta dan pemerintah telah memicu gerakan sosial dari bawah
yang dilakukan oleh petani. Gerakan sosial dari bawah merupakan kegiatan politik mulai
dari pendudukan tanah, pembentukan organisasi, hingga negosiasi dengan pemerintah
(Brocket 1991). Gerakan sosial menurut Tilly (1977) adalah sebuah tindakan yang
berkelanjutan secara bertahap, pertunjukan dan kampanye yang dilakukan oleh orang
biasa dan mereka membuat tuntutan secara kolektif terhadap orang lain. Teori tersebut
menggambarkan bahwa gerakan sosial dalam hal ini salah satunya adalah gerakan petani
merupakan sebuah sarana bagi petani untuk berpartisipasi dalam ruang politik. Tilly
(1977) mengungkapkan tentang persiapan yang harus dimiliki untuk dapat berpartisipasi
dalam ruang ruang politik, yaitu minat, organisasi, mobilisasi, tindakan kolektif, dan
kesempatan. Gerakan yang dilakukan oleh petani pada beberapa kasus telah membuahkan
hasil meskipun memerlukan waktu yang lama serta pengorbanan. Hal tersebut
menunjukan bahwa peluang politik dan posisi petani tidaklah kuat.
Tarrow (1994) mengidentifikasi empat peluang politik yang dapat dimanfaatkan
oleh para petani, yaitu akses ke kekuasaan, pergeseran keberpihakan, ketersediaan elit
berpengaruh, dan perpecahan di dalam dan di antara elit. Ketersediaan semua atau
beberapa peluang ini dapat menciptakan kemungkinan-kemungkinan yang bahkan dapat
dimanfaatkan oleh aktor yang lemah. Tarrow (1998) menegaskan bahwa struktur peluang
politik selalu berhubungan dengan sumberdaya eksternal. Sumberdaya ini dipergunakan
sejalan dengan terbukanya akses kepada kelembagaan politik dan perpecahan di dalam
tubuh para elit politik. Dengan demikian, perubahan struktur peluang politik berhubungan
dengan siklus gerakan sosial. Secara lebih rinci, McAdam (1996) merumuskan struktur
peluang politik dalam empat aspek berikut: (1) keterbukaan relatif dari sistem politik yang
melembaga, (2) kestabilan relatif dari ikatan-ikatan para elit yang menyokong suatu
kebijakan tertentu, (3) ketersediaan persekutuan-persekutuan baru yang berpengaruh, dan
2

(4) kapabilitas negara dan kecenderungan untuk dapat menekan setiap upaya mobilisasi
kekuatan masyarakat. Struktur peluang politik ini dapat dianggap bertanggung jawab
dalam peningkatan atau penurunan resiko atau keuntungan dari berbagai upaya mobilisasi
kekuatan masyarakat. Selain konsep peluang politik, gerakan petani juga dapat dilihat
menggunakan konsep pembingkaian (framing) kolektif. Konsep pembingkaian (framing)
kolektif lebih menunjuk pada dimensi sosial-psikologis, dan mampu melengkapi
kelemahan konsepsi struktur peluang politik. Menurut Tarrow (1998), pembingkaian
kolektif merupakan proses interpretasi kolektif, atribusi, dan konstruksi sosial yang
memediasi antara peluang politik dan tindakan dalam gerakan sosial.
Penelitian tentang strategi advokasi petani yang melihat formasi dan struktur
gerakan, serta jaringan-jaringan pendukung gerakan petani yang dilakukan Mustain
(2007) mengungkapkan bahwa gejolak dan resistensi yang dilakukan oleh petani dipicu
oleh faktor ekonomi, yaitu ketimpangan kepemilikan tanah. Pergerakan petani juga
muncul akibat kebijakan pemerintah mengenai masalah penguasaan pertanahan yang
cenderung eksploitatif dan mengutamakan pemodal. Kemudian penelitian yang dilakukan
oleh Susanto (2015) mengungkapkan bahwa gerakan sosial masyarakat Desa Banjaranyar
dalam merebut lahan mengalami dinamikanya tersendiri. Namun, perjuangan tersebut
baru terlihat ketika ada yang menggerakan, terhimpun ke dalam wadah organisasi dan
bertemu dengan kekuatan dari luar yang memiliki ideologi yang sama serta terbentuknya
SPP (Serikat Petani Pasundan) yang merupakan wadah bagi petani banjar untuk
memperjuangkan ha katas tanah. Penelitian mengenai gerakan petani di Rengas yang
dilakukan Syawaludin (2016) menunjukan bahwa gerakan yang dilakukan petani
memiliki strategi dalam rangka mencapai tujuannya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
terdapat tiga unsur utama yang saling terkait yang mendorong keberhasilan pergerakan
petani, yaitu peluang politik, struktur mobilisasi, dan pembingkaian kondisi ketegangan
struktural yang terus menerus-menerus. Gerakan petani yang dilakukan oleh petani
Rengas dapat berjalan akibat aktor-aktor dalam pergerakan petani membentuk suatu
organisasi sebagai wadah mobilisiasi petani. Tindakan-tindakan kolektif yang
dilaksanakan oleh petani juga telah membentuk suatu jaringan dan trust network yang
menjadi salah satu faktor pendorong keberhasilan gerakan petani di Rengas.
Penelitian-penelitian di atas telah berhasil menjelaskan dan memberi gambaran
mengenai awal mula terjadinya pergerakan petani serta tindakan-tindakan kolektif yang
dilakukan petani dalam rangka mencapai tujuannya. Dari hasil-hasil penelitian tersebut,
dapat dilihat bahwa gerakan petani muncul akibat faktor dari luar seperti sistem politik,
kebijakan pertanahan yang eksploitatif, dan ketimpangan kepemilikan tanah. Gerakan
petani juga memiliki dinamikanya tersendiri dan salah satu faktor terjadinya dinamika
tersebut adalah adanya kekuatan dari luar yang memiliki ideologi yang sama dengan
gerakan petani. Gerakan petani akan semakin kuat dan semakin maju ketika membentuk
jejaring dengan pihak lain. Gerakan petani juga akan semakin kuat ketika memanfaatkan
peluang politik yang ada. Meskipun penelitian di atas telah berhasil dalam menjelaskan
awal mula gerakan petani dan tindakan-tindakan kolektif yang dilakukan petani, masih
terdapat gap atau kekosongan pada penelitian-penelitian di atas. Kekosongan dari
penelitian-penelitian di atas di antaranya penelitian di atas lebih berfokus kepada gerakan
yang dilakukan oleh para petani dan belum melihat secara mendalam interaksi antara
gerakan petani dengan aktor reformis pemerintah. Meskipun pada penelitian di atas sudah
melihat aktor-aktor yang terlibat serta adanya pengaruh kekuatan dari luar bagi gerakan
petani, namun penelitian tersebut belum melihat interaksi yang timbul antara aktor
3

reformis pemerintah dengan gerakan petani serta pengaruh interaksi tersebut terhadap
dinamika gerakan sosial yang dilakukan oleh petani.
Gerakan sosial yang dilakukan oleh petani dapat terwujud jika terdapat peluang
politik yang diperoleh antara lain melalui inisiatif reformis dari atas yang dilakukan aktor-
aktor pemerintah. Inisiatif aktor reformis pemerintah dari atas digerakkan oleh para aktor
pemerintah yang toleran dan bahkan mendukung gerakan sosial (Borras 2002). Borras
dan Franco (2008) mendefinisikan aktor reformis pemerintah sebagai kelompok aktor
dalam birokrasi negara baik nasional maupun lokal yang memiliki berbagai tingkatan
kekuatan politik, dan karena berbagai alasan serta motivasi tertarik untuk mendukung
kebijakan tanah yang berpihak pada kaum miskin, dan umumnya toleran atau bahkan
mendukung mobilisasi masyarakat miskin dari bawah. Peran inisiatif aktor reformis
pemerintah sangatlah penting dalam menentukan kebijakan yang mendukung masyarakat
miskin karena kekuatan pamungkas yang dapat mendistribusikan kembali kekayaan dan
kekuasaan lintas kelas sosial dalam masyarakat agraris terletak pada kekuasaan
pemerintah. Tugas aktor reformis pemerintah dalam mendukung kebijakan tanah yang
berpihak pada masyarakat miskin adalah bagaimana memahami dan mengambil manfaat
dari tindakan-tindakan yang dilakukan dalam rangka mendukung kebijakan tanah yang
berpihak pada masyarakat miskin, tanpa mengabaikan agenda jangka panjang
pemerintah.
Interaksi yang terjadi antara gerakan sosial dari bawah dengan inisiatif reformis
dari atas menimbulkan zona interaksi yang nantinya akan memberikan pengaruh terhadap
dinamika perjuangan reforma agraria. Hal ini sesuai dengan teori Bibingka yang
disampaikan oleh Borras dan Franco (2008), yaitu interaksi simbiosis antara kelompok-
kelompok sosial otonom dari bawah dengan kelompok reformis negara yang ditempatkan
secara strategis dari atas memberikan strategi yang paling menjanjikan untuk
mengimbangi perlawanan anti-reformasi yang kuat terhadap kebijakan tanah yang
berpihak pada kaum miskin, memfasilitasi redistribusi negara atas tanah-tanah yang
diperebutkan kepada kaum miskin yang tidak memiliki tanah dan hampir tidak memiliki
pekerjaan.
Interaksi yang terjadi dapat bersifat netral atau tidak saling mempengaruhi,
menjadi penghambat satu sama lain, atau saling mendukung satu sama lain. Ketiga
trajetori tersebut dipengaruhi oleh peran yang dilakukan oleh gerakan petani, peranan
yang dilakukan oleh aktor reformis, dan zona interaksi yang ditimbulkan oleh interaksi
yang terjadi antara gerakan petani dengan aktor reformis pemerintah. Aktor reformis
pemerintah yang memiliki orientasi untuk mendukung gerakan petani dan mendukung
kebijakan pertanahan yang pro-poor dan gerakan petani yang memiliki kapasitas dalam
memanfaatkan peluang politik dan jejaring yang ada akan mampu menghasilkan interaksi
yang bersifat saling mempengaruhi secara positif dan akan memberikan hasil terbaik pada
pelaksanaan program reforma agraria.
Penyelenggaraan reforma agraria di Indonesia diarahkan untuk melakukan
perubahan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah untuk
menjamin terwujudnya keadilan dan kepastian hukum dalam penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah (Nurlinda 2009). Program reforma agraria telah
dilaksanakan oleh pemerintah sejak dahulu, namun hinga saat ini masih banyak ditemui
konflik dan permasalahan agraria yang belum terselesaikan. Kebijakan reforma agraria
sudah dijalankan pemerintah sejak awal era kemerdekaan dan menjadi strategi dasar
pembangunan pada awal dekade 1960-an, tetapi justru mengalami arus balik selama masa
4

orde baru (Wiradi 2009). Pada era reformasi, agenda reforma agraria kembali bangkit
kembali dengan dikeluarkannya TAP MPR RI no. IX/2001. Agenda ini mulai
diterjemahkan secara konkret menjadi kebijakan operasional pada era pemerintahan
SBY-JK dalam bentuk Program Pembaruan Nasional (Shohibuddin dan Salim, eds. 2012;
Mulyani dkk. 2011). Pada era pemerintahan berikutnya di bawah kepemimpinan Presiden
Joko Widodo, agenda reforma agraria kembali ditekankan dalam kebijakan pemerintah.
Agenda reforma agraria dimuat dalam dokumen Jalan Perubahan Menuju Indonesia yang
Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian, “Visi, Misi, dan Program Aksi Joko Widodo –
M. Jusuf Kalla”. Dokumen ini memuat sembilan agenda utama yang dinamakan
Nawacita. Salah satu agenda di dalam Nawacita adalah reforma agraria dan strategi
membangun Indonesia dari pinggiran dimulai dari daerah dan desa. Dokumen yang
merupakan janji politik selama masa kampanye itu kemudian secara legal dituangkan ke
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 memuat
pula komponen-komponen program reforma agraria secara terpisah-pisah. Komponen
yang pertama adalah penyediaan sumber Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dan
melakukan redistribusi tanah dan legalisasi aset. Hal-hal yang akan dilakukan di
antaranya adalah identifikasi dan inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan
Pemanfaatan Tanah (IP4T) sebanyak 18 juta bidang atau sedikitnya mencapai 9 juta ha;
identifikasi kawasan hutan yang akan dilepaskan sedikitnya sebanyak 4,1 juta ha;
identifikasi tanah hak, termasuk di dalamnya tanah HGU akan habis masa berlakunya,
tanah terlantar, dan tanah transmigrasi yang belum bersertifikat, yang berpotensi sebagai
TORA sedikitnya sebanyak 1 juta ha; dan identifikasi tanah milik masyarakat dengan
kriteria penerima reforma agraria untuk legalisasi aset sedikitnya sebanyak 3,9 juta ha.
Kompone yang kedua adalah tentang pemberian hak milik atas tanah (reforma aset) yang
meliputi redistribusi tanah dan legalisasi aset sebanyak 9 juta ha dengan rincian
redistribusi tanah sedikitnya sebanyak 4,5 juta ha yang meliputi tanah pada kawasan
hutan yang dilepaskan, dan tanah hak, termasuk di dalamnya tanah HGU akan habis masa
berlakunya dan tanah terlantar; dan legalisasi aset sedikitnya sebanyak 4,5 juta ha, yang
meliputi tanah transmigrasi yang belum dilegalisasi dan legalisasi aset (sertifikasi)
masyarakat dengan kriteria penerima reforma agraria.
Secara lebih operasional, pelaksanaan agenda RA yang telah dicantumkan dalam
RPJMN tersebut diatur dalam perpres No. 45 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja
Pemerintah dan Perpres No. 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Komponen
pelaksanaan reforma agraria tercantum dalam Perpres Nomor 45 Tahun 2016 tentang
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang mencakup penguatan regulasi dan penyelesaian
konflik agraria, penataan penguasaan dan pemilikan, kepastian hukum, pemberdayaan
masyarakat, dan kelembagaan reforma agraria pusat dan daerah (Kastaf Presiden 2017).
Berdasarkan pasal 1 Perpres No. 86 Tahun 2018, reforma agraria adalah penataan kembali
struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih
berkeadilan melalui penataan aset disertai dengan penataan akses untuk kemakmuran
rakyat Indonesia. Pelaksanaan reforma agraria di Indonesia menekankan pada konsep
redistribusi tanah yang dikuasai negara, tanah kelebihan luas maksimum, tanah absentee,
dan tanah negara lainnya yang telah ditetapkan menjadi tanah objek reforma agraria.
Reforma agraria dalam pasal 3 Perpres No.86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria
dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah melalui tahapan perencanaan
reforma agraria dan pelaksanaan reforma agraria. Perencanaan ini dalam pasal 4 meliputi
perencanaan penataan aset terhadap penguasaan dan pemilikan tanah objek reforma
5

agraria (TORA), perencanaan terhadap penataan akses dalam penggunaan dan


pemanfaatan serta produksi atas TORA, perencanaan kepastian hukum dan legislasi atas
TORA, perencanaan penanganan sengketa dan konflik agraria, dan perencanaan kegiatan
lain yang mendukung reforma agraria. Penanganan sengketa dan konflik agraria
berdasarkan Pasal 17 Perpres No.86 Tahun 2018 dilaksanakan berdasarkan prinsip
kepastian hukum dan keadilan sosial terhadap para pihak baik perorangan, kelompok,
atau badan hukum. Pelaksanaan reforma agraria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat 2 huruf b dilaksanakan melalui tahapan penataan aset dan penataan akses. Penataan
aset sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a menjadi dasar dilakukannya penataan
akses. Penataan aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a terdiri atas
redistribusi tanah atau legalisasi aset.
Pemerintah juga membentuk Tim Reforma Agraria Nasional yang bertugas
menetapkan kebijakan dan rencana reforma agraria, melakukan koordinasi dan
penyelesaian kendala dalam penyelenggaraan reforma agraria, dan melakukan
pengawasan serta pelaporan pelaksanaan reforma agraria. Dalam rangka membantu
pelaksanaan tugas Tim Reforma Agraria Nasional dibentuk Gugus Tugas Reforma
Agraria, yang berada di Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Berdasarkan Perpres No.
86 Tahun 2018 pasal 30 dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan Reforma Agraria,
Tim Reforma Agraria Nasional, Gugus Tugas Reforma Agraria Pusat, Gugus Tugas
Refoma Agraria Provinsi, dan Gugus Tugas Reforma Agraria Kabupaten/Kota
melibatkan masyarakat sesuai ketentuan perundang-undangan. Keterlibatan masyarakat
di antaranya dalam hal pengusulan TORA, penerima TORA, dan jenis penataan akses
dan/atau penyampaian masukan dalam rangka penanganan sengketa dan konflik agraria.
Hal tersebut menunjukan bahwa interaksi yang terjadi antara masyarakat dengan
pemerintah dapat menentukan dinamika pelaksanaan reforma agraria yang akan terjadi.
Interaksi dapat terjadi mulai dari level kabupaten/kota melalui Gugus Tugas Reforma
Agraria Kabupaten/Kota hingga level nasional melalui Gugus Tugas Reforma Agraria
Pusat.
Salah satu program reforma agraria yang sedang diperjuangkan oleh masyarakat
untuk dijalankan hingga saat ini berada di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat. Lahan yang menjadi objek pada program reforma agraria yang diusulkan
merupakan lahan eks HGU milik PT. Hevindo (PT. Hevea Indonesia). Ijin HGU PT.
Hevindo selama 25 tahun tertuang dalam Surat Keputusan HGU nomor 29/H.G.U/DA/88
tertanggal 4 April 1988 yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri RI. Perusahaan
perkebunan ini bergerak dalam pengusahaan tanaman karet dan pengelolaan hasilnya.
Sejak tahun 1990an, pihak perusahaan menelantarkan lahannya, lebih dari 75% areal
HGU PT. Hevindo tidak digarap dengan baik. Menurut PP No. 11 Tahun 2010 tentang
Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, pemerintah berhak mencabut tanah
HGU yang ditelantarkan dan kemudian menjadikannya sebagai tanah objek land reform.
Para petani yang membutuhkan lahan untuk bertani dan memenuhi kebutuhan
hidupnya akhirnya memanfaatkan lahan tersebut. Para petani yang berasal dari tiga desa
di Kecamatan Nanggung, yaitu Desa Curugbitung, Desa Nanggung, dan Desa Cisarua
mulai menggarap lahan HGU yang ditelantarkan itu dengan tanaman produktif. Konflik
timbul pada tahun 2010 ketika pihak perusahaan dan staf BPN Kanwil Jabar melakukan
pengukuran tanpa melibatkan warga dan Pemerintah Desa. Kemudian pada bulan Juli
2011 warga dikejutkan dengan adanya patok merah yang bertuliskan BPN/PT. Hevindo.
Pemerintah Kabupaten Bogor melalui surat tanggal 23 Juni 2011 yang ditujukan kepada
6

Kepala BPN RI memberikan pertimbangan teknis untuk persyaratan perpanjangan masa


berlaku HGU PT. Hevindo. Konflik memuncak pada tahun 2013 ketika pihak perusahaan
merusak tanaman milik petani yang ditanami di lahan HGU PT. Hevindo. Para petani
kemudian melakukan pergerakan menuju kantor Bupati dan DPRD Kabupaten Bogor.
Aksi tersebut tidak menunjukan hasil yang positif. Aksi petani penggarap yang tergabung
dalam AMANAT (Aliansi Masyarakat Nanggung Transpormatif) terus dilakukan untuk
memperjuangkan pelaksanaan land reform di lahan HGU terlantar yang telah mereka
garap.
Pada kasus gerakan petani memperjuangkan pelaksanaan program reforma
agraria di Kecamatan Nanggung seperti diulas sekilas di atas, dapat dianalisis lebih lanjut
mengenai dinamika land reform yang sedang diperjuangkan oleh kelompok petani
AMANAT serta interaksi-interaksi yang terjadi di antara Kelompok Tani AMANAT,
stakeholder seperti pemerintah desa, pemerintah kecamatan, BPN Kabupaten Bogor, dan
pemerintah Kabupaten Bogor serta pihak-pihak lainnya yang terlibat dalam dinamika
land reform yang sedang diperjuangkan oleh para petani.

Rumusan Masalah Penelitian


Konflik agraria yang terjadi di Kecamatan Nanggung disebabkan oleh adanya
ketimpangan alokasi tanah yang terjadi antara pihak di sektor swasta yaitu PT. Hevindo
dengan pihak sektor pertanian rakyat yaitu para petani yang ada di Kecamatan Nanggung.
Petani di Kecamatan Nanggung yang tergabung dalam Kelompok Petani AMANAT
melakukan pergerakan sosial dalam rangka menuntut keadilan agraria dan menyelesaikan
konflik yang terjadi. Dalam kaitan ini, petani di Kecamatan Nanggung melakukan
gerakan dalam rangka menuntut keadilan terhadap tanah HGU milik PT. Hevindo yang
sudah lama terlantar dan masa HGUnya telah habis sehingga mereka manfaatkan untuk
bertani. Konflik yang memuncak disebabkan oleh protes yang dilakukan petani terhadap
kebijakan pemerintah Kabupaten Bogor yang tidak sesuai dengan harapan petani.
Gerakan yang dilakukan oleh petani seringkali tidak berhasil dalam mencapai hak-hak
mereka atas tanah tersebut. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh kekuatan, posisi
dan peluang politik yang dimiliki petani sangat kecil. Oleh karena itu, untuk memperkuat
posisi mereka, para petani di Kecamatan Nanggung membentuk sebuah kelompok tani
yang bernama kelompok tani AMANAT.
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam gerakan yang dilakukan oleh petani
adalah perspektif relasional tentang kekuatan tawar petani. Pertama, fokus pada saling
ketergantungan, yaitu pada hubungan saling ketergantungan antara semua pihak yang
terlibat dalam kesepakatan tanah. Kedua, perspektif jaringan dapat menunjukkan
bagaimana petani kecil terkait dengan berbagai aktor. Ketiga, analisis sistematis tentang
konfigurasi tenaga lokal diperlukan untuk mengontekstualisasikan hubungan kunci.
Saling ketergantungan antara petani kecil, pejabat negara setempat dan investor dapat
sangat berbeda oleh rezim politik dan rezim tanah, dan oleh sejarah konflik (tanah) di
daerah yang bersangkutan. Keempat, kekuatan tawar apa pun yang dimiliki petani dalam
proses kesepakatan tanah selalu terancam. Selanjutnya, gerakan yang dilakukan dapat
dianalisis menggunakan konsep otonomi dan kapasitas. Melalui konsep tersebut dapat
dilihat seberapa tinggi otonomi dan kapasitas yang dimiliki oleh kelompok tani
AMANAT dalam rangka memperjuangkan hak mereka terhadap sumber daya tanah. Oleh
karena lemahnya kekuatan, posisi, dan peluang politik yang dimiliki oleh petani, penting
7

untuk melakukan pengorganisasian petani serta membina hubungan dengan aktor


pemerintah yang dapat memberi kekuatan, posisi, dan peluang politik kepada petani.
Sehingga penting bagi penulis untuk mengkaji bagaimana peranan yang dilakukan
oleh petani melalui gerakan petani?
Dinamika konflik yang terjadi di Kecamatan Nanggung melibatkan berbagai aktor
mulai dari pemerintah, swasta, LSM, dan petani. Aktor pemerintah yang terlibat di
antaranya adalah Kepala Desa Nanggung, Kepala Desa Curug Bitung, Kepala Desa
Cisarua, Camat Nanggung, Kepala BPN, dan Bupati Bogor. Beberapa LSM seperti JKPP
(Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif), RMI (Rimbawan Muda Indonesia), KPA
(Konsorsium Pembaruan Agraria), ELSAM (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat,
dan TuK (Transformasi untuk Keadilan Indonesia) juga ikut terlibat pada permasalahan
agraria yang terjadi di Kecamatan Nanggung. Konflik memuncak ketika Bupati
Kabupaten Bogor melalui surat tanggal 23 Juni 2011 yang ditujukan kepada Kepala BPN
RI memberikan pertimbangan teknis untuk persyaratan perpanjangan masa berlaku HGU
PT. Hevindo.
Merujuk pada teori dari Borras dan Franco (2008), terdapat aktor pemerintah yang
dapat diidentifikasi sebagai inisiatif aktor reformis pemerintah yang dapat memberikan
kekuatan, posisi, dan peluang politik pada para petani. Inisiatif aktor reformis pemerintah
hadir sebagai jembatan antara gerakan yang diinisiai oleh petani dengan kebijakan
pertanahan yang pro-miskin. Inisiatif aktor reformis pemeritah dapat dianalisis
menggunakan konsep otonomi dan kapasitas. Kedua konsep tersebut akan menjelaskan
hal-hal apa saja yang diperlukan oleh seorang aktor reformis untuk mencapai tujuan yang
dirancang bersama dengan gerakan masyarakat. Inisiatif aktor reformis juga dapat dilihat
melalui konsep kepemimpinan fasilitatif dan keputusan-keputusan yang dilakukan secara
langsung oleh aktor di lapangan tanpa terpengaruh oleh peraturan formal. Sehingga
penting bagi penulis untuk mengkaji bagaimana peranan dan inisiatif yang dilakukan
aktor reformis pemerintah?
Interaksi antara gerakan petani dan aktor reformis pemerintah berkontribusi pada
keberhasilan reforma agraria. Aktor negara yang inisiatif dan pro-reformasi memiliki
sumber daya dan kekuasaan sehingga dapat memperkuat mobilisasi sosial dari bawah dan
membuat dampak yang lebih besar. Gerakan sosial yang dilakukan oleh petani dapat
terwujud jika terdapat peluang politik yang diperoleh melalui inisiatif reformis dari atas
yang dilakukan oleh aktor reformis pemerintah. Tarrow (1994) mengidentifikasi empat
peluang politik yang dapat dimanfaatkan oleh petani, yaitu akses ke kekuasaan,
pergeseran keberpihakan, ketersediaan elit berpengaruh, dan perpecahan di dalam dan di
antara elit. Ketersediaan semua atau beberapa peluang ini dapat menciptakan
kemungkinan-kemungkinan yang bahkan dapat dimanfaatkan oleh aktor yang lemah.
Interaksi yang timbul dapat terjadi antara aktor pemerintah dengan gerakan petani
maupun interaksi antara NGO/LSM dengan gerakan petani. Pada kasus perjuangan
pelaksanaan reforma agraria yang dilakukan oleh kelompok petani AMANAT terjadi
beberapa interaksi baik antara aktor pemerintah dengan AMANAT maupun antara
NGO/LSM dengan AMANAT. Interaksi yang terjadi di antara aktor pemerintah dengan
AMANAT terjadi pada beberapa tingkatan mulai dari interaksi antara Pemerintah Desa
Nanggung, Desa Cisarua, dan Desa Curug Bitung dengan AMANAT, interaksi antara
pemerintah Kecamatan Nanggung dengan AMANAT, interaksi antara BPN Kabupaten
Bogor dengan AMANAT, hingga interaksi antara Pemerintah Kabupaten Bogor dengan
AMANAT. Selain berinteraksi dengan pemerintah, AMANAT juga berinteraksi dengan
8

beberapa NGO seperti JKPP, RMI, Sawit Watch, KPA, Elsam, dan TuK. Interaksi antara
Kelompok Tani AMANAT dengan aktor pemerintah serta antara Kelompok Tani
AMANAT dengan NGO dapat memperkuat posisi kelompok tani dalam
memperjuangkan keadilan dalam alokasi tanah. Interaksi yang terjadi antara gerakan
petani yang dilakukan Kelompok Tani AMANAT dengan inisiatif aktor reformis
pemerintah menimbulkan zona interaksi yang nantinya akan memberikan pengaruh
terhadap pelaksanaan program reforma agraria di Kecamatan Nanggung. Sehingga
penting bagi penulis untuk mengkaji bagaimana interaksi yang timbul pada zona
interaksi antara Inisiatif aktor reformis pemerintah dengan gerakan petani?
Pada beberapa kasus, aktor reformis pemerintah dan gerakan petani ada tanpa
berinteraksi satu sama lain. Dalam situasi tersebut, peluang politik tidak dimanfaatkan.
Pada kasus-kasus lainnya, terdapat interaksi antara aktor reformis pemerintah dengan
gerakan petani, interaksi tersebut dapat menciptakan situasi saling mendukung maupun
situasi saling melemahkan satu sama lain. Interaksi tersebut juga dapat menciptakan
situasi netral yaitu situasi ketika terdapat respon namun respon tersebut tidak
ditindaklanjuti dan berakhir hanya sebagai respon saja. Dalam konteks pelaksanaan
reforma agraria, situasi yang paling menjanjikan adalah ketika dua aliran kekuatan dari
aktor reformis pemerintah dengan kekuatan dari bawah yang berasal dari gerakan petani
berinteraksi secara positif dalam mengejar tujuan bersama untuk melaksankan reforma
agraria, meskipun terdapat perbedaan agenda dan motivasi di antara para aktor. Interaksi
positif ini tidak selalu memerlukan koalisi eksplisit antara aktor reformis pemerintah dan
gerakan petani. Aktor reformis pemerintah dan gerakan petani dari konteks kelembagaan
yang sangat berbeda, dan masing-masing memiliki serangkaian motivasi dan agenda
jangka panjang yang berbeda untuk memperjuangkan kebijakan tanah yang berpihak pada
kaum miskin. Aktor-aktor pemerintah dan gerakan petani yang pro-reformasi dapat
menyadari bahwa mereka saling membutuhkan jika agenda mereka untuk pelaksanaan
reforma agraria ingin dicapai, dan dengan demikian mereka terus berinteraksi, masing-
masing berusaha dan memengaruhi yang lain. Berdasarkan penelitian studi pustaka,
penulis mengusulkan kerangka pemikiran baru yang melihat gerakan petani, inisiatif
aktor reformis pemerintah, Zona interaksi yang timbul dari hubungan antara gerakan
petani dengan inisiatif aktor reformis pemerintah, dan pengaruh dari zona interaksi
tersebut terhadap trajektori interaksi yang dihasilkan. Sehingga penting bagi penulis
untuk mengkaji bagaimana pengaruh zona interaksi yang terjadi terhadap trajektori
interaksi yang dihasilkan ?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, tujuan dari penulisan proposal
penelitian dengan judul “Pengaruh Interaksi Antara Inisiatif Aktor Reformis Pemerintah
dengan Gerakan Petani terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria antara lain:
1. Menganalisis peranan dan akuntabilitas sosial aktor reformis pemerintah;
2. Menganalisis peranan yang dilakukan oleh kelompok tani AMANAT melalui
gerakan petani;
9

3. Menganalisis interaksi yang timbul pada zona interaksi antara Inisiatif aktor
reformis pemerintah dengan gerakan petani yang dilakukan kelompok tani
AMANAT;
4. Menganalisis pengaruh zona interaksi terhadap trajektori interaksi yang
dihasilkan.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan hasil yang bermanfaat dan pengetahuan bagi
pihak-pihak yang berkaitan dan berkepentingan dengan permasalahan pengaruh interaksi
yang timbul antara inisiatif aktor reformis pemerintah dengan gerakan petani terhadap
pelaksanaan program reforma agraria, pihak-pihak tersebut di antaranya:
1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan
kajian dalam melakukan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan
program reforma agraria serta menambah khasanah penelitian mengenai pengaruh
pengaruh interaksi yang timbul antara inisiatif aktor reformis pemerintah dengan
gerakan petani terhadap pelaksanaan program reforma agraria.
2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi saran dan pertimbangan
dalam memberikan data dan informasi untuk membuat kebijakan yang terkait
dengan implementasi program reforma agraria serta peranan yang dapat dilakukan
pemerintah dalam pelaksanaan program reforma agraria.
3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan, serta memberi informasi yang bermanfaat mengenai pelaksanaan
program reforma agraria.
4. Bagi swasta, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam melaksanakan suatu perencanaan atau proyek yang melibatkan sumber-
sumber agaria.
10

BAB II
PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Konsep Reforma Agraria

Tanah merupakan sumber daya agraria yang paling dominan pemanfaatannya.


Tanah dikelola dan dikuasai oleh berbagai pihak seperti pemerintah, masyarakat, maupun
swasta. Semua pihak tersebut sangat bergantung kepada sumber-sumber agraria. Dalam
rangka mencapai keadilan penguasaan sumber daya tanah tersebut, serta untuk mengatasi
permasalahan ketimpangan penguasaan tanah yang masih sering terjadi hingga saat ini,
solusi yang sedang dijalankan oleh pemerintah adalah dengan melakukan reforma agraria
atau dikenal juga sebagai Land Reform. Menurut Wiradi (2000) istilah reforma agraria
berasal dari bahasa spanyol yang dalam bahasa Inggrisnya disebut agrarian reform, dan
dalam pengertian itu agrarian reform adalah landreform plus. Artinya reforma agraria
adalah landreform yang disertai dengan program-program penunjangnya, termasuk
program pasca redistribusi tanah. Secara sederhana, hakikat dari reforma agraria adalah
menata kembali struktur kepemilikan, penguasaan, penggunaan tanah dan disertai dengan
penunjangnya seperti, perkreditan, penyediaan sarana produksi, pendidikan dan lain-lain
untuk kepentingan rakyat banyak. Dengan batasan seperti di atas, pengertian reforma
agraria jauh lebih luas dari landreform.
Reforma agraria atau dalam arti sempit berarti redistribusi tanah juga merupakan
tindakan pemerintah dalam upaya menangani ketimpangan struktur agraria. Menurut
Sihaloho (2004), struktur agraria merupakan suatu konsep yang menjelaskan mengenai
struktur akses pihak-pihak yang terlibat dengan sumber-sumber agraria. Selain itu,
struktur agraria juga dapat menjadi gambaran dari struktur sebuah masyarakat. Struktur
agraria lebih luas lagi dikatakan oleh Sitorus (2002) dalam Sihaloho (2004) sebagai
hubungan antara subjek agraria dengan objek agraria meliputi hubungan teknis dan
hubungan sosial agraria. Objek-objek atau sumber-sumber agraria dapat meliputi tanah,
perairan, hutan, bahan tambang, dan udara yang digunakan, dimanfaatkan, dan dikelola
untuk kemaslahatan hidup manusia. Sitorus (2002) dalam Sihaloho (2004) kemudian
membagi sumber-sumber agraria berdasarkan pemanfaatnya, yaitu komunitas atau
masyarakat, pemerintah atau sebagai pihak negara, dan pihak swasta. Ketiga subjek
tersebut saling berkaitan erat satu sama lain di dalam sebuah institusi sistem tenurial.
Pemerintah saat ini mengalokasikan tanah seluas 9 juta hektar untuk
diredistribusikan kepada masyarakat. Tujuan dari reforma agraria tercantum dalam
Perpres Nomor 45 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang memuat
penguatan regulasi dan penyelesaian konflik agraria, penataan penguasaan dan pemilikan,
kepastian hukum, pemberdayaan masyarakat, dan kelembagaan reforma agraria pusat dan
daerah. Menurut Winoto (2009), reforma agraria atau pembaruan agraria bukanlah proyek
bagi-bagi tanah, melainkan suatu program terpadu yang diorientasikan pada upaya
perwujudan keadilan sosial dan peningkatan kesejahteraan rakyat melalui revitalisasi
pertanian dan aktivitas ekonomi pedesaan secara menyeluruh.
11

Terdapat dua komponen dalam reforma agraria, yaitu asset reform dan acces
reform. Asset reform adalah redistribusi tanah untuk menjamin hak rakyat atas sumber-
sumber agraria. Access reform adalah upaya pembangunan lebih luas yang melibatkan
multipihak untuk menjamin agar asset tanah yang diberikan dapat berkembang secara
produktif dan berkelanjutan. Reforma agraria dengan dua komponen tersebut diharapkan
dapat menjadi solusi komprehensif dalam mengurangi kemiskinan dan kesenjangan
sosial yang terjadi di masyarakat. Menurut Syahyuti (2004), reforma agraria secara umum
mensyaratkan dua hal pokok, dalam posisi ibarat dua sisi mata uang, yaitu komitmen
politik pemerintah yang kuat di satu sisi, dan tersedianya modal sosial (social capital).
Menurut Wiradi (2000), Secara umum ada empat faktor penting sebagai prasyarat
pelaksanaan reforma agraria, yaitu: (1) kemauan politik dari elit penguasa, (2) elit
pemerintah harus terpisah dari elit bisnis, (3) partisipasi aktif dari semua kelompok sosial
harus ada, seperti organisasi tani, serta (4) data dasar masalah agraria yang lengkap dan
teliti harus ada. Untuk Indonesia, dapat dikatakan keempat faktor tersebut saat ini sedang
dalam kondisi lemah.

Konsep Gerakan Petani

Ketimpangan kepemilikan tanah dan perebutan tanah milik masyarakat oleh


pihak swasta dan pemerintah telah memicu gerakan sosial dari bawah yang dilakukan
oleh masyarakat. Gerakan sosial dari bawah merupakan kegiatan politik mulai dari
pendudukan tanah, pembentukan organisasi, hingga negosiasi dengan pemerintah
(Brocket 1991). Gerakan masyarakat dari bawah dapat berasal dari masyarakat sipil,
LSM, hingga petani. Tempat-tempat di mana kondisi tidak mendukung keadilan
sumber daya tanah, LSM dan gerakan petani, dan bentuk lain dari perjuangan
masyarakat untuk tanah bermunculan. Terdapat dua tipe organisasi petani yang
melakukan perlawanan, yakni organisasi yang muncul dari dalam kelompok petani itu
sendiri untuk mengatur diri sendiri dan organisasi yang muncul dari luar (Mustain
2007). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanto (2015) yang
dilakukan di Desa Banjaranyar, gerakan perlawanan petani terjadi ketika sebagian
besar individu merasa dirugikan setelah melakukan tawar menawar dengan negara,
merupakan sebuah kenyataan di Desa Banjaranyar.
Gerakan petani dapat dipahami dengan menggunakan dua dimensi, yaitu
otonomi dan kapasitas. Otonomi berasal dari dua kata Bahasa Yunani, yaitu autos
(sendiri), dan nomos (peraturan). Oleh karena itu, otonomi berarti peraturan sendiri
atau undang-undang sendiri, yang selanjutnya berkembang menjadi pemerintahan
sendiri. Diperlukan tingkat otonomi yang tinggi bagi suatu kelompok petani untuk
memutuskan sendiri bagaimana dan sejauh mana kelompok tersebut akan memperoleh
jenis kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum miskin. Suatu kelompok
membutuhkan kekuatan yang besar agar memiliki otonomi (Fox 1993). Kelompok
petani dapat bertindak dan berusaha menempatkan masalah kelompoknya ke dalam
agenda negara, tetapi kemudian tidak dapat secara langsung mempengaruhi hasil
kebijakan tanpa interaksi yang erat dengan aktor pemerintah. Tingkat otonomi yang
dimiliki oleh suatu kelompok petani saat berhadapan dengan pemerintah dapat
berfluktuasi seiring berjalannya waktu selama pelaksanaan kebijakan tanah. Otonomi
yang dimiliki oleh kelompok masyarakat dapat meningkat atau menurun dalam
dinamika politik dan kebijakan yang membentuk dan membentuk kembali proses dan
12

hasil kebijakan pertanahan (Fox 1993). Memiliki tingkat otonom yang tinggi tidak
menjamin suatu kelompok petani dapat mencapai tujuannya jika memiliki kapasitas
yang rendah.
Kapasitas adalah kemampuan asosiasi atau komunitas untuk melakukan apa
yang ingin dilakukan. Morgan dalam Milen (2006) merumuskan pengertian kapasitas
sebagai kemampuan, keterampilan, pemahaman, sikap, nilai-nilai, hubungan, perilaku,
motivasi, sumber daya, dan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap individu,
organisasi, jaringan, kerja/sektor, dan sistem yang lebih luas untuk melaksanakan
fungsi-fungsi mereka dan mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan dari
waktu ke waktu. Jenis-jenis kapasitas yang dibutuhkan oleh suatu kelompok
masyarakat bergantung pada jenis peluang yang ada dan tujuan dari usaha
pembangunan atau kampanye reformasi kebijakan. Arti dan karakteristik dari kapasitas
dapat berbeda di setiap kelompok petani. Sebuah kelompok petani yang bertujuan
untuk memperoleh kebijakan tanah yang pro-kaum miskin memerlukan kapasitas
untuk memenuhi sumber daya logistik serta dapat memutuskan kapan dan di mana
harus melakukan pertemuan secara mandiri, tanpa harus bergantung pada LSM atau
lembaga pemerintah. Kelompok petani lainnya mungkin memerlukan kapasitas berupa
akses layanan hukum dan bantuan yang diperlukan untuk inisiatif pengambilan klaim
tanah mereka (Ghimire 2001). Idealnya, kelompok petani yang paling efektif adalah
kelompok petani yang mampu memiliki dan mempertahankan otonomi tinggi dan
kapasitas tinggi.
Tarrow (1994) mengidentifikasi empat peluang politik yang dapat
dimanfaatkan oleh para petani, yaitu akses ke kekuasaan, pergeseran keberpihakan,
ketersediaan elit berpengaruh, dan perpecahan di dalam dan di antara elit. Ketersediaan
semua atau beberapa peluang ini dapat menciptakan kemungkinan-kemungkinan yang
bahkan dapat dimanfaatkan oleh aktor yang lemah. Tarrow (1998) menegaskan bahwa
struktur peluang politik selalu berhubungan dengan sumberdaya eksternal.
Sumberdaya ini dipergunakan sejalan dengan terbukanya akses kepada kelembagaan
politik dan perpecahan di dalam tubuh para elit politik. Dengan demikian, perubahan
struktur peluang politik berhubungan dengan siklus gerakan sosial. Secara lebih rinci,
McAdam (1996) merumuskan struktur peluang politik dalam empat aspek berikut: (1)
keterbukaan relatif dari sistem politik yang melembaga, (2) kestabilan relatif dari
ikatan-ikatan para elit yang menyokong suatu kebijakan tertentu, (3) ketersediaan
persekutuan-persekutuan baru yang berpengaruh, dan (4) kapabilitas negara dan
kecenderungan untuk dapat menekan setiap upaya mobilisasi kekuatan masyarakat.
Struktur peluang politik ini dapat dianggap bertanggung jawab dalam peningkatan atau
penurunan resiko atau keuntungan dari berbagai upaya mobilisasi kekuatan
masyarakat.
Selain konsep peluang politik, gerakan petani juga dapat dilihat menggunakan
konsep pembingkaian (framing) kolektif. Konsep pembingkaian (framing) kolektif
lebih menunjuk pada dimensi sosial-psikologis, dan mampu melengkapi kelemahan
konsepsi struktur peluang politik. Menurut Tarrow (1998), pembingkaian kolektif
merupakan proses interpretasi kolektif, atribusi, dan konstruksi sosial yang memediasi
antara peluang politik dan tindakan dalam gerakan sosial. Proses pembingkaian
kolektif lebih menekankan pada bagaimana individu memutuskan berpartisipasi dan
bagaimana mereka menginterpretasikan makna-makna yang terkait dengan perilaku
kolektif. Snow dan Benford (1988) menekankan proses pembingkaian sebagai strategi
pemaknaan dan definisi bersama terhadap klaim-klaim identitas individual dan rasa
13

tanggung jawab kultural terhadap suatu sebab. Proses pembingkaian menurut


McAdam, Doug dan Scott (2002) mengandung elemen-elemen simbolik yang menjadi
penghubung antara parameter struktural dan para pelaku (individual). Pelaku
menafsirkan situasi yang dihadapi, memikirkan perbaikan, dan mengusulkan tindakan-
tindakan perubahan yang akan dilakukan. Pembingkaian inti terdiri dari tiga bagian,
yaitu pembingkaian diagnostik (masalah identifikasi dan atribusi), pembingkaian
prognostik, dan pembingkaian motivasional. Dengan mengejar tugas pembingkaian
inti, para pelaku gerakan menyelesaikan masalah yang saling terkait dengan mobilisasi
consensus dan mobilisasi tindakan. Dalam pembingkaian diagnostik memfokuskan
pada perkembangan dan artikulasi sebab geraka sedangkan pembingkaian prognostik
menekankan pada artikulasi pemecahan masalah. Sedangkan pembingkaian
motivasional menunjuk pada kesediaan untuk melakukan tindakan atau alasan logis
terlibat dalam tindakan kolektif untuk melakukan perubahan (perbaikan), termasuk di
dalamnya mengkonstruksi kosa kata terhadap alasan-alasan tersebut. Tarrow (2005)
mengatakan bahwa framing bertujuan untuk menjustifikasi, memuliakan, dan
mendorong aksi kolektif. Dalam gerakan sosial dibutuhkan tiga frame, yaitu aggregate
frame, consensus frame, dan collective action frame. Agregate frame adalah proses
pengertian isu sebagai masalah sosial. Individu sadar bahwa isu yang ada merupakan
masalah bersama yang berpengaruh di setiap individu. Consensus frame adalah proses
definisi yang berkaitan dengan masalah sosial hanya dapat diselesaikan dengan
tindakan kolektif. Hal ini mengkontruksikan perasaan dan identifikasi dari individu
untuk bertindak secara kolektif. Collective action frame adalah proses yang
memaparkan alasan dibutuhkannya suatu tindakan kolektif serta tindakan kolektif apa
yang harus dilakukan.
Terkait dengan kategori aktor gerakan sosial, McCarthy dan Zald (1977)
mengkategorikan posisi masing-masing sebagai adherents, constituents, potential
beneficiaries, bystanders, dan authorities. Adherents adalah individu atau organisasi
yang percaya terhadap tujuan gerakan. Constituents adalah mereka yang memberikan
dukungan sumberdaya kepada organisasi gerakan sosial. Bystanders adalah mereka
yang bersikap netral terhadap gerakan sosial. Potential beneficiaries adalah mereka
yang mendapatkan keuntungan dari gerakan sosial yang mencapai tujuan meskipun
mereka memiliki pandangan yang berlainan dengan gerakan sosial tersebut.

Konsep Inisiatif Aktor Reformis Pemerintah

Inisiatif aktor reformis pemerintah merupakan inisiatif yang muncul dari aktor
pemerintah yang toleran dan bahkan mendukung gerakan sosial (Borras 2002). Borras
dan Franco (2010) mendefinisikan inisiatif aktor reformis pemerintah sebagai kelompok
aktor dalam birokrasi negara baik nasional maupun lokal yang memiliki berbagai
tingkatan kekuatan politik, dan karena berbagai alasan serta motivasi tertarik untuk
mendukung kebijakan tanah yang berpihak pada kaum miskin, dan umumnya toleran atau
bahkan mendukung mobilisasi masyarakat miskin dari bawah. Secara historis, reformis
negara muncul, dikonsolidasikan, dan menjalankan kebijakan pertanahan yang berpihak
pada kaum miskin merupakan respon terhadap tekanan yang dilakukan oleh masyarakat
yang melakukan perjuangan untuk mengklaim hak atas tanah mereka. Reformis negara
dimotivasi oleh berbagai faktor, seperti kepedulian terhadap legitimasi politik dan
demokratisasi yang dapat menghasilkan kebijakan pertanahan dari yang mendukung hak-
hak masyarakat miskin bahkan ketika bertentangan dengan kepentingan elit pemerintah.
14

Aktor pro-reformasi atau aktor reformis pemerintah dapat ditemukan di dalam dan di
seluruh lembaga baik nasional maupun lokal (Fox 1993).
Peran inisiatif aktor reformis pemerintah sangatlah penting dalam menentukan
kebijakan yang mendukung masyarakat miskin karena kekuatan pamungkas yang dapat
mendistribusikan kembali kekayaan dan kekuasaan lintas kelas sosial dalam masyarakat
agraris terletak pada kekuasaan pemerintah. Tugas aktor reformis pemerintah dalam
mendukung kebijakan tanah yang berpihak pada masyarakat miskin adalah tentang
bagaimana memahami dan mengambil manfaat dari tindakan-tindakan tersebut, tanpa
mengabaikan agenda jangka panjang pemerintah. Intervensi eksternal dari aktor reformis
pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan peran kelompok/gerakan masyarakat
dalam mencapai kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum miskin penting karena
secara bersamaan mempromosikan kedua dimensi dari kekuatan kelompok masyarakat,
yaitu otonomi dan kapasitas (Fox 1993). Konsep otonomi dan kapasitas yang digunakan
pada analisis gerakan petani dapat digunakan untuk menganalisis aktor-aktor reformis
yang terdapat di pemerintah.
Inisiatif aktor reformis pemerintah juga dapat dilihat melalui konsep
kepemimpinan fasilitatif. Menurut Hensey (1999), pemimpin fasilitatif serba bisa dalam
melakukan komunikasi dan sangat mengetahui apa yang mereka inginkan (untuk diri
mereka sendiri dan kelompok), dan fleksibel tentang bagaimana mereka
mendapatkannya. Menurut Fahmi (2015) kepemimpinan fasilitatif memainkan peran
penting dalam proses perencanaan kolaboratif dengan mengatasi konflik, merancang visi,
menyusun pengetahuan dan sumber daya, memelihara kepercayaan, serta membujuk para
pemangku kepentingan untuk berkolaboratif dalam melakukan tugas dan membangun
kerangka belajar. Berdasarkan hasil penelitian Ikhsan dan Muhammad (2019), Konsep
Kepemimpinan yang Fasilitatif (Facilitative Leadership) dinilai sukses jika dijalankan
secara kolaboratif dengan cara didongkrak dari bawah (by leverage) oleh masyarakat dan
dikelola dari atas oleh pemerintah, bukan sebagai kemurah-hatian (by grace) namun
sebagai arena yang diperjuangkan dan diorkestrasi oleh berbagai kelembagaan di dalam
tubuh pemerintah.
Inisiatif aktor reformis pemerintah juga dapat dilihat melalui akuntabilitas sosial yang
dimiliki oleh pihak pemerintah. Akuntabilitas sosial merupakan suatu pendekatan untuk
membangun akuntabilitas pemerintah yang bergantung pada keterlibatan sipil, yaitu
warga negara biasa dan/atau masyarakat sipil dari suatu organisasi yang berpartisipasi
secara langsung atau tidak langsung dalam menuntut pertanggungjawaban (World Bank
2005). Menurut World Bank (2005), terdapat enam dimensi yang dapat digunakan untuk
mengkategorikan akuntabilitas sosial pemerintah, yaitu:
1. Struktur insentif: hukuman versus mekanisme berbasis imbalan (Incentive
Structure: Punishment versus Reward-Based Mechanisms).
2. Akuntabilitas untuk apa: mengikuti aturan versus mekanisme berbasis kinerja
(Accountability for What: Rule Following versus Performance-Based
Mechanisms).
3. Tingkat pelembagaan (Level of Institutionalization).
4. Kedalaman keterlibatan (Depth of Involvement).
5. Inklusivitas partisipasi (Inclusiveness of Participation).
6. Cabang-cabang pemerintahan (Branches of Government).
15

Dimensi struktur insentif menjelaskan mengenai hukuman dan mekanisme


berbasis imbalan. Hukuman adalah elemen yang sangat penting dalam akuntabilitas.
Hukuman diperlukan untuk memastikan perilaku yang jujur, adil, dan efektif. Namun
terkadang hukuman dapat menjadi berlebihan dan cenderung memojokkan pejabat publik
ke dalam keadaan takut dan lumpuh. Meskipun ini mungkin positif dari perspektif
mengikuti aturan sering kali kontraproduktif dari perspektif peningkatan kinerja
pemerintah. Mekanisme pemberian imbalan juga memiliki sisi positif dan negatif. Sisi
positifnya adalah imbalan yang diberikan dapat memicu pemerintah untuk memiliki
kineja yang lebih baik. Sedangkan sisi negatifnya adalah pemberian imbalan memerlukan
biaya yang cukup tinggi serta dapat menjadi potensi baru dari tindakan korupsi.
Akuntabilitas sosial sering terlihat lebih dekat dengan hukuman daripada pada sisi
imbalan. Hal ini disebabkan adanya kecenderungan untuk mengasosiasikan mobilisasi
sosial dengan kemarahan dan protes, serta menantang negara dan mencoba menghukum
pejabat pemerintah karena melakukan penyimpangan atau karena mengambil tindakan
tertentu mengenai arah kebijakan. Secara umum, sistem pertanggungjawaban terbaik
adalah yang mencakup hukuman dan pemberian imbalan kepada pejabat publik yang
memiliki insentif yang kuat baik untuk tidak melanggar aturan dan untuk melakukan hal
yang baik secara maksimal.
Dimensi kedua yaitu tujuan akuntabilitas. Tujuan akuntabilitas menentukan
Kebijaksanaan yang memungkinkan birokrat untuk fokus untuk mengikuti aturan yang
berlaku atau fokus pada kinerja dan menemukan cara-cara kreatif untuk menyelesaikan
masalah. Strategi pro-akuntabilitas terbaik adalah yang secara simultan memfokuskan
partisipasi masyarakat untuk menegakkan aturan dan meningkatkan kinerja. Dimensi
yang ketiga yaitu tingkat pelembagaan. Partisipasi atau keterlibatan masyarakat jarang
dilembagakan secara hukum atau secara permanen tertanam dalam struktur negara.
Banyak pejabat pemerintah yang meyakini partisipasi dan keterlibatan masyarakat adalah
mengadakan serangkaian audiensi, lokakarya, dan konsultasi, bukan pembentukan dari
dialog partisipatif jangka panjang dengan masyarakat. Terdapat tiga tingkatan berbeda di
mana mekanisme partisipatif dapat dilembagakan di pemerintahan. Pertama, mekanisme
partisipatif dapat dibangun ke dalam rencana strategis lembaga dan peraturan pemerintah
serta prosedur dapat dimandatkan yang memerlukan “birokrat tingkat tapak” untuk
berkonsultasi atau terlibat dengan aktor sosial. Kedua, lembaga pemerintah memiliki
tujuan untuk memastikan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemerintah atau
bertindak sebagai penghubung yang bertugas membangun hubungan dengan masyarakat.
Ketiga, mekanisme partisipatif dapat ditorehkan dalam undang-undang, yang
membutuhkan masing-masing lembaga atau pemerintah secara keseluruhan melibatkan
aktor masyarakat pada proses pembuatan kebijakan publik. Dimensi yang keempat yaitu
kedalaman keterlibatan. Selain tidak dilembagakan, partisipasi masyarakat juga
seringkali memiliki tingkatan keterlibatan yang rendah. Hal tersebut dapat dilihat pada
keadaan di mana partisipasi masyarakat hanya dianggap sebatas konsultasi dan lokakarya
saja bukannya melibatkan masyarakat secara langsung dalam proses yang sedang
dilakukan oleh pihak pemerintah. Partisipasi terkadang tidak sampai pada tahap di mana
masyarakat diberi akses untuk ikut menentukan keputusan atau tindakan. Dimensi ke
dalam keterlibatan partisipasi dapat digunakan untuk menganalisi inisiatif aktor reformis
pemerintah dalam rangka pelibatan petani pada proses partisipasi. Aktor reformis
pemerintah yang memiliki tujuan untuk mendukung kebijakan pertanahan yang
mendukung para petani cenderung untuk selalu melibatkan partisipasi dari masyarakat
16

pada setiap proses yang sedang dilakukan. Partisipasi yang diberikan tidak sebatas hanya
dalam bentuk konsultasi saja melainkan sudah lebih mendalam seperti dalam bentuk
pemberikan akses untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan dan tindakan. Dimensi
yang kelima adalah inklusivitas partisipasi. Terdapat kelemahan dalam pelaksanaan
partisipasi ketika akses partisipasi hanya diberikan bagi mereka yang sudah mengerti
seperti LSM, profesional di bidang tertentu, dan tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap
lebih berpendidikan dibanding masyarakat biasa atau para petani. Terdapat anggapan
bahwa partisipasi dari gerakan berbasis akar rumput dan masyarakat yang kurang
berpendidikan hanya akan membuat segalanya lebih sulit, ini jelas merupakan sebuah
kesalahan. Inisiatif pro-akuntabilitas yang melibatkan berbagai kepentingan dan posisi
ideologis jauh lebih sah daripada yang berbasis pada sekelompok kecil profesional yang
dipilih sendiri. Memperluas Lingkaran partisipasi jelas merupakan tantangan, tetapi ini
adalah satu-satunya cara untuk mencapai penerimaan dan berbasis kepemilikan bersama
dalam inisiatif pro-akuntabilitas tersebut. Partisipasi yang hanya melibatkan masyarakat
juga memiliki hasil yang tidak sempurna. Ahli maupun profesional tetap dibutuhkan
dalam melihat akuntabilitias pemerintah. sistem akuntabilitas terbaik adalah yang
menggabungkan kedua jenis mekanisme tersebut yaitu partisipasi masyarakat secara luas
dan partisipasi dari kelompok profesional maupun ahli. Dimensi yang keenam yaitu
cabang-cabang pemerintahan. Akuntabilitas sosial memiliki peran penting di masing-
masing dari tiga cabang pemerintahan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Sangat
penting untuk bekerja dengan legislatif, karena interaksi mereka yang erat dengan publik
menjadikannya tempat istimewa untuk pengembangan inisiatif akuntabilitas yang
didorong oleh masyarakat inovatif.
Lima dimensi pertama bisa direpresentasikan sebagai kontinua antara ekstrem
polar, sedangkan yang terakhir dapat dibagi menjadi tiga kategori. Biasanya, inisiatif
akuntabilitas sosial sangat terbebani ke sisi kiri. Mereka cenderung menekankan
hukuman pejabat eksekutif karena melanggar aturan dan melibatkan kelompok kecil aktor
sosial yang "berperilaku baik" dalam praktik yang tidak dilembagakan dan eksternalis
seperti konsultasi dan lokakarya. Tantangan utama adalah bergerak di sepanjang setiap
kontinum menuju keseimbangan yang lebih sehat dalam masing-masing dimensi. Tabel
1 di bawah ini merangkum berbagai perbedaan yang diuraikan di atas.

Struktur Insentif Hukuman Imbalan

Tujuan akuntabilitas Mengikuti Aturan Kinerja

Tingkat Pelembagaan Rendah Tinggi

Kedalaman Eksternal Internal


Keterlibatan
Inklusivitas Partisipasi Elit Inklusif

Cabang-Cabang Eksekutif Legislatif Yudikatif


Pemerintahan

Gambar 1 Dimensi akuntabilitas sosial


17

Inisiatif aktor reformis pemerintah juga dapat dianalisis menggunakan model


karakter kebijakan publik yang disampaikan oleh Harmon (1969). Model karakter
kebijakan publik mempertemukan antara tingkat responsibilitas kebijakan (policy
responsiveness) dengan tingkat dukungan kebijakan (policy advocacy) dalam proses
formulasi kebijakannya. Adapun yang dimaksud dengan responsibilitas kebijakan (policy
responsiveness) adalah penggambaran perilaku perumus kebijakan yang bertanggung
jawab terhadap nilai-nilai demokrasi dalam proses perumusan kebijakan baik melalui
muasyawarah, voting maupun cara lain di mana tuntutan/kehendak/kepentingan publik
dapat diterjemahkan secara sah dalam suatu kebijakan yang dibuat secara partisipatif
tersebut. Sementara yang dimaksud dengan dukungan kebijakan (policy advocacy)
adalah mendiskripsikan perilaku perumus kebijakan dalam memberikan dukungan yang
aktif dan serius dari para administrator publik (aktor pemerintah) dalam mengadopsi
(menerima dan melaksanakan) suatu kebijakan yang dibuat bersama masyarakat.
Dari dua indikator formulasi kebijakan tersebut, Harmon (1969) mendefinisikan
model -model karakter kebijakan publik yang terbentuk akibat dari perpaduan pola proses
perumusan. Pertama, karakter survival terbentuk jika dalam proses pembentukan
kebijakan tersebut disusun dengan responsibilitas kebijakan (policy responsiveness)
rendah (low) dan dukungan kebijakan (policy advocacy) yang rendah (low). Karakter
kebijakan ini terbentuk akibat dari aktor pemerintah membatasi akses para politisi,
masyarakat dan pengusaha (aktor masyarakat) dalam proses perumusan kebijakan publik.
Tujuannya agar keberlangsungan otoritas kelembagaan pemerintah dan efektifitas
kebijakan pemerintah tetap dapat dijaga. Kedua, karakter kebijakan Rationalist, terbentuk
jika responsibilitas kebijakan (policy responsiveness) tinggi (high) dan dukungan
kebijakan (policy advocacy) yang rendah (low). Dalam hal ini, proses perumusan
kebijakan dilakukan dengan proses para aktor pemerintah menempatkan dirinya sebagai
agen dari politisi dan masyarakat yang memandang tuntutan publik adalah sah bila
disampaikan oleh wakil-wakil rakyat yang telah dipilih secara konstitusional. Aktor
pemerintah berupaya menjauhkan diri dan pertanggung jawabannya dari proses
perumusan kebijakan, masyarakat, politisi diberikan kesempatan dan harus bertanggung
jawab terhadap keseluruhan proses perumusan kebijakan publik. Ketiga, karakter
kebijakan Prescriptive, terbentuk jika responsibilitas kebijakan (policy responsiveness)
rendah (low) dan dukungan kebijakan (policy advocacy) yang tinggi (high). Dalam hal
ini, proses perumusan kebijakan dilakukan dengan proses para aktor pemerintah
menempatkan dirinya sebagai agen dari politisi dan masyarakat yang memandang dirinya
paling memahami dan paling bertanggung jawab terhadap proses perumusan kebijakan
publik. Sehingga dalam perumusan kebijakan publik, aktor pemerintah mendominasi
proses tersebut dan memiliki peran kunci yang mampu menekan partisipasi aktor massa
dalam proses perumusan kebijakan publik. Keempat, karakter kebijakan Proactive,
terbentuk jika responsibilitas kebijakan (policy responsiveness) tinggi (high) dan juga
dukungan kebijakan (policy advocacy) yang tinggi (high). Dalam hal ini, proses
perumusan kebijakan dilakukan dengan proses para aktor pemerintah menempatkan
dirinya sebagai pembaharu model perumusan kebijakan yang mengajak aktor kebijakan
lainnya (masyarakat, politisi dan pengusaha) untuk aktif berperan serta dan mengambil
bagian dalam proses perumusan kebijakan bersama yang partisipatif.
18

Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor Reformis Pemerintah


(Zona Interaksi)

Interaksi antara gerakan petani dengan inisiatif aktor reformis pemerintah


berkontribusi pada keberhasilan reforma agraria. Pendekatan interaktif alternatif yang
dikembangkan oleh Fox (1993) dapat digunakan untuk menganalisis proses reforma
agraria. Interaksi muncul antara gerakan petani dengan inisiatif aktor reformis
pemerintah. Gerakan petani memiliki sumber daya politik dan logistik yang terbatas
seperti yang ditunjukkan dalam kasus Candaba-San Luis. Aktor negara yang inisiatif dan
pro-reformasi memiliki sumber daya dan kekuasaan sehingga dapat memperkuat
mobilisasi sosial dari bawah dan membuat dampak yang lebih besar. Mereka memberikan
dukungan politik dan logistik tambahan kepada para petani dan keamanan terhadap
kemungkinan kekerasan negara dan aktor-aktor non-negara lainnya terhadap para petani.
Mencapai interaksi simbiotik antara inisiatif aktor reformis pemerintah dengan aktor-
aktor gerakan petani tidak secara otomatis mengarah pada implementasi land reform yang
diharapkan oleh semua pihak.
Kekuatan inisiatif aktor reformis pemerintah harus mengatasi berbagai hambatan
anti-reformasi. Ada sejumlah cara di mana koalisi anti-pembaruan dapat dilemahkan.
Tarrow (1994) mengidentifikasi empat peluang politik, yaitu akses ke kekuasaan,
pergeseran keberpihakan, ketersediaan elit berpengaruh, dan perpecahan di dalam dan di
antara elit. Ketersediaan semua atau beberapa peluang ini dapat menciptakan
kemungkinan-kemungkinan yang bahkan dapat dimanfaatkan oleh aktor yang lemah.
Interaksi simbiosis antara kelompok-kelompok sosial otonom dari bawah dan para
reformis negara yang ditempatkan secara strategis dari atas memberikan strategi yang
paling menjanjikan untuk mengimbangi resistensi pemilik tanah yang kuat terhadap
reformasi tanah, memfasilitasi pengambilalihan dan redistribusi perkebunan swasta yang
sangat kontroversial kepada para petani yang sebelumnya tidak memiliki tanah dan
hampir tidak memiliki tanah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanto
(2015), Gerakan sosial masyarakat Desa Banjaranyar dalam merebut tanah mengalami
dinamikanya tersendiri. Namun perjuangan tersebut baru terlihat efektif ketika ada yang
menggerakkan, terhimpun ke dalam wadah organisasi dan bertemu dengan kekuatan di
luar yang memiliki ideologi sama. Dalam penelitian tersebut menunjukan bahwa gerakan
sosial masyarakat yang dilakukan oleh masyarakat Desa Banjaranyar dapat berhasil dan
berjalan efektif setelah adanya aktor masyarakat yang menggerakan, terbentuknya
organisasi sebagai wadah pergerakan, dan bertemu atau berkolaborasi dengan kekuatan
dari luar yang memiliki tujuan yang sama. Kekuatan dari luar yang memiliki ideologi
yang sama salah satunya dapat muncul dari aktor reformis pemerintah. Zona interaksi
yang bermanfaat antara aktor pemerintah dan petani, di mana ada ruang untuk tawar-
menawar, negosiasi dan perencanaan bersama, serta konfrontasi dan sesi
pertanggungjawaban, diperlukan untuk menunjukan dukungan pemerintah untuk para
petani miskin.

Kebijakan Pertanahan yang Berpihak pada Kaum Miskin (Pro-Poor Land


Governance) dan Democratic Governance
Kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum miskin adalah kebijakan publik
yang secara kategoris bertujuan untuk melindungi dan meningkatkan akses pada tanah
19

dan kepentingan properti bagi petani/masyarakat miskin (Borras dan Franco 2010). Agar
terciptanya kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum miskin (pro-poor) perlu
adanya jaminan akses atas sumber daya alam dan berbagai manfaat sosial-ekonominya
bagi kamu miskin. Setiap bentuk pelaksanaan tenure reform harus benar-benar
memastikan terjadinya transfer yang bersifat aktual (bukan sekedar legal-prosedural) dan
sekaligus bersifat lintas kelas atas tanah dan sumber daya alam lainnya serta atas berbagai
bentuk manfaat sosial-ekonomi yang dihasilkannya (Shohibuddin 2020). Kebijakan yang
pro-poor melibatkan aktor pemerintah serta aktor masyarakat/petani. Setiap aktor
memiliki perannya masing-masing dalam rangka tercipatnya kebijakan pertanahan yang
pro-poor. Kaum miskin harus dapat memanfaatkan kekuatan sosial yang mereka miliki.
Shohibuddin (2020) menyatakan bahwa golongan marjinal dalam kaitannya dengan
pelaksanaan land reform tidak hanya mengandalkan pada desain program dan ruang
partisipasi formal yang disediakan dari atas (invited spaces of participation), melainkan
harus bertumpu kepada aspirasi perubahan dan kekuatan sosial dari bawah demi
mewujudkan claimed spaces of participation).
Hubungan antar kelompok orang atau kelas sosial menjadi subjek kebijakan
pertanahan yang berpihak pada kaum miskin. Kebijakan pertanahan bukanlah rancangan
teknis netral. Ketika diimplementasikan, kebijakan pertanahan berdampak berbeda di
antara kelas sosial dan kelompok orang yang berbeda, baik yang menguntungkan maupun
tidak. Tidak semua kebijakan pertanahan dikategorikan untuk menguntungkan kaum
miskin. Tidak semua yang secara resmi dilabeli sebagai kebijakan tanah pro-poor secara
otomatis menghasilkan hasil yang pro-poor. Tidak semua kebijakan pertanahan yang baik
benar-benar bermanfaat bagi orang miskin. Ada hasil kebijakan pertanahan yang tidak
disengaja dan tidak terduga, baik positif maupun negatif. Oleh karena itu, penting untuk
menentukan fitur-fitur utama dari kebijakan pertanahan yang sangat berpihak pada
penduduk miskin. Kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum miskin dapat dilihat
pada relasi yang terjadi antara aktor reformis pemerintah dengan gerakan petani dalam
rangka jaminan akses atas SDA dan berbagai manfaat sosial-ekonominya. Terdapat
sebuah tema kunci yang disampaikan oleh Borras dan Franco (2010) yang dapat
digunakan untuk menganalisis kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum miskin
dalam rangka jaminan akses atas SDA. Tema kunci tersebut adalah perlindungan atau
pemindahan kekayaan berbasis lahan untuk kepentingan orang miskin. Kebijakan
pertanahan yang berpihak pada kaum miskin mentransfer kekayaan ke, atau melindungi
kekayaan berbasis lahan pada penduduk miskin pedesaan. Setiap kebijakan pertanahan
yang berpihak pada kaum miskin harus melibatkan perlindungan atau pemindahan
kekayaan berbasiskan tanah demi kepentingan pekerja miskin. Hanya dengan
menentukan arah aliran transfer kekayaan berbasis lahan, kita akan dapat menilai apakah
dan sejauh mana kebijakan pertanahan benar-benar berpihak pada kaum miskin.
Tata pemerintahan yang demokratis (Democratic governance) dapat dilihat pada
relasi antara aktor reformis pemerintah dengan gerakan petani dalam rangka pendalaman
proses demokratisasi dalam tata pengurusan SDA. Shohibbudin (2018) mengindentifikasi
empat parameter desa inklusif agraria yang merupakan satu corak pemerintahan desa
yang ditandai dengan penyelenggaraan tata pengurusan sumber-sumber agraria di desa
(SSAD) yang demokratis dan inklusif. Empat parameter tersebut adalah, (1) relasi negara-
desa yang demokratis dalam tata pengurusan SSAD; (2) relasi intra – maupun antar-desa
yang demokratis dalam tata pengurusan SSAD; (3) jaminan manfaat ekonomi dari SSAD
yang inklusif; (4) jaminan manfaat politik dari SSAD yang inklusif. Bukti tidak selalu
20

menunjukkan demokratisasi yang lebih besar sebagai hasil otomatis dari kebijakan
pertanahan yang berpihak pada kaum miskin. Jaminan terselenggaranya tata pengurusan
sumber-sumber agraria di desa (SSAD) yang demokratis dan inklusif tidak cukup jika
hanya dilihat dari konteks relasi negara-desa semata, melainkan harus menjangkau ke
relasi-relasi antara warga desa (Shohibuddin 2018). Salah satu aspek yang dapat dilihat
pada tata pemerintah yang demokratis adalah inklusivitas partipasi masyarakat (Word
Bank 2005). Ada kecenderungan mekanisme pro-akuntabilitas partisipatif hanya
melibatkan kelompok kecil seperti LSM, profesional pada bidangnya, dan tokoh
masyarakat. Argumen bahwa partisipasi dari gerakan gerakan petani hanya akan
membuat segalanya lebih sulit. Komunikasi dengan kelompok LSM, professional pada
bidangnya, dan tokoh masyarakat jauh lebih mudah karena mereka biasanya berbicara
bahasa yang sama, baik secara harfiah maupun kiasan. Oleh karena itu, pilihan paling
sederhana adalah membuka partisipasi bagi golongan-golongan yang sederajat dengan
pemerintah seperti LSM, professional pada bidangnya, dan tokoh masyarakat. Hal
tersebut jelas sebuah kesalahan. Menurut World Bank (2005), Partisipasi yang luas sangat
penting karena tiga alasan. Pertama, keterlibatan petani untuk biasanya lebih efektif justru
ketika pejabat pemerintah tidak tahu apa yang diharapkan dari para petani. Ketika pejabat
publik dan aktor masyarakat membentuk bagian yang sama, pejabat dapat mengantisipasi
kapan, di mana, dan bagaimana mereka akan diamati, dihakimi, dan dimintai
pertanggungjawaban. Kedua, golongan yang sederajat dengan pejabat publik biasanya
berperilaku baik karena mereka percaya bahwa pemerintah dapat melakukan pekerjaan
dengan baik. Meskipun beberapa tingkat kepercayaan sosial dalam pemerintahan juga
diperlukan, namun banyak kepercayaan bisa menjadi kontraproduktif. Ketidakpercayaan
adalah salah satu kekuatan pendorong yang paling kuat untuk pengamatan pemerintah.
Ketiga, inisiatif pro-akuntabilitas yang melibatkan berbagai kepentingan dan posisi
ideologis jauh lebih sah daripada yang berbasis di sekelompok kecil profesional yang
dipilih sendiri. Memperluas lingkaran keikutsertaan jelas merupakan tantangan, tetapi ini
adalah satu-satunya cara untuk mencapai penerimaan yang luas dan kepemilikan dalam
inisiatif pro-akuntabilitas tersebut.

Pengaruh Zona Interaksi terhadap Trajektori Perjuangan Pelaksanaan Reforma


Agraria

Interaksi yang terjadi antara inisiatif aktor reformis pemerintah dan gerakan petani
akan menimbulkan suatu interaksi yang dapat bersifat saling mendukung, saling
melemahkan, atau bahkan tidak berpengaruh sama sekali. Interaksi yang timbul dapat
disebabkan oleh beragam motif. Motif yang dimiliki antara inisiatif aktor reformis
pemerintah dan petani dapat sama atau berbeda. Setiap motif dapat menghasilkan
interaksi yang berbeda. Seringkali meskipun motif yang dimiliki oleh inisiatif aktor
reformis pemerintah dan petani berbeda, interaksi yang ditimbulkan dapat bersifat saling
menguntungkan karena memenuhi kebutuhan kedua pihak. Pelaksanaan reforma agraria
di Indonesia seringkali menempatkan petani sebagai aktor yang berjuang sendiri untuk
memperoleh keadilan agraria. Konflik dan ketimpangan agraria yang terjadi melibatkan
aktor pemerintah, aktor swasta, serta aktor masyarakat atau dalam kasus ini petani. Aktor
pemerintah seringkali bekerjasama dengan aktor swasta dalam urusan agraria. Hal
tersebut menyebabkan kekuatan yang dimiliki oleh petani sangatlah rendah. Banyak
21

perlawanan yang dilakukan oleh petani untuk menuntut keadilan agraria. Perlawanan
tersebut dapat berhasil dan dapat pula gagal. Keberhasilan yang didapat pun seringkali
diperoleh dalam jangka waktu yang sangat lama.
Zona interaksi antara aktor inisiatif aktor reformis pemerintah dan gerakan petani
dapat membuat suatu kebijakan tata kelola tanah yang demokratis. Tata kelola yang
demokratis dapat dicapai melalui interaksi positif antara inisiatif aktor reformis
pemerintah dengan gerakan petani. Zona interaksi mempengaruhi proses reforma agraria
dari awal hingga pasca pelaksanaan reforma agraria. Pada tahap pasca reforma agraria,
penyelenggara program reforma agraria seharusnya melaksanakan acces reform dalam
rangka memaksimalkan reforma agraria yang telah berlangsung. Menurut Winoto (2009)
Pengertian acces reform atau Penataan akses sendiri adalah upaya pembangunan yang
lebih luas yang melibatkan multi pihak untuk menjamin agar aset tanah yang diberikan
dapat berkembang secara produktif dan berkelanjutan. Acces Reform dapat tercapai
dengan baik atau bahkan sama sekali tidak tercapai. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Rohman (2019) di Jepara, faktor kegagalan access Reform disebabkan
karena beberapa faktor,yaitu tidak maksimalnya peran dari Kantor Pertanahan Jepara,
tidak adanya koordinasi yang baik antar aktor, keterbatasan anggaran dan waktu,
akselerasi lembaga keuangan di luar mitra progam, minimnya partisipasi masyarakat,
tersumbatnya akses informasi, dan profesionalitas pelaku pemberdayaan.
Interaksi dinamis dari inisiatif aktor reformis pemerintah dan petani yang
menentukan hasil kebijakan pertanahan, baik dalam hal sifat kebijakan itu sendiri dan
apakah undang-undang pertanahan menjadi otoritatif dalam masyarakat (Franco 2008a).
Sementara itu, kebijakan pertanahan, seperti dijelaskan di atas, dapat memiliki berbagai
hasil, baik pro-miskin atau anti-miskin, atau di antara keduanya. Karena alasan ini,
kebijakan pertanahan adalah masalah tata kelola. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Borras dan Franco (2010), tata kelola tanah yang demokratis adalah proses
yang melibatkan tiga komponen dasar, gerakan rakyat dari bawah, inisiatif aktor reformis
pemerintah dari atas, dan saling memperkuat interaksi antara dua aliran yang tertanam
dalam nilai-nilai demokrasi. Hal tersebut juga dapat diaplikasikan untuk melihat trajektori
hasil interaksi pada pelaksanaan program reforma agraria. Peranan gerakan petani dan
aktor reformis pemerintah serta hubungan di antara keduanya akan mempengaruhi zona
interaksi yang terjadi. Zona interaksi yang terjadi juga merupakan hasil dari interaksi
antara gerakan petani dengan aktor reformis pemerintah serta dipengaruhi oleh seberapa
besar pro-poor governance dan democratic governance pada zona interaksi
mempengaruhi trajektori hasil interaksi pada pelaksanaan reforma agraria. Keberhasilan
implementasi kebijakan distributif tergantung pada sifat interaksi politik antara kekuatan
gerakan petani dan aktor reformis pemerintah. Jika tindakan mereka saling menguatkan,
maka pelaksanaan reforma agraria akan mendorong terciptanya democratic land
governance. Interaksi timbal balik antara pemerintah dan aktor sosial ini juga dapat
menyebabkan hasil politik yang tak terduga. Dalam beberapa kasus, inisiatif aktor
reformis pemerintah dan gerakan petani ada tanpa berinteraksi satu sama lain. Dalam
situasi seperti itu, peluang politik tidak dimanfaatkan. Dalam kasus lain, mereka
berinteraksi tetapi bukannya saling mendukung justru mereka saling melemahkan. Dalam
konteks melaksanakan reforma agraria, situasi yang paling menjanjikan adalah ketika dua
aliran kekuatan pro-pembaruan berinteraksi secara positif dalam mengejar tujuan
bersama melaksanakan land reform, meskipun terdapat perbedaan dalam agenda dan
22

motivasi di antara mereka. Interaksi positif ini tidak selalu memerlukan koalisi eksplisit
antara inisiatif aktor reformis pemerintah dan gerakan petani.
23

Kerangka Pemikiran

X1. Gerakan Petani


X1. 1 Pembingkaian
(framing) kolektif
X1. 2 Kategori aktor
gerakan petani X3. Zona Interaksi
X1. 3 Peluang Politik (Reinforcing)

X1. 4 Tingkat dukungan X3. 1 Pro-poor governance


aliansi gerakan Y1. Trajektori
X3. 2 Democratic governance
Perjuangan
X3. 3 Tujuan akuntabilitas aktor Pelaksanaan
X2. Inisiatif Aktor reformis pemerintah Refoma Agraria
Reformis Pemerintah
X3. 4 Kedalaman keterlibatan
X2. 1 Karakter aktor partisipasi kelompok petani
reformis pemerintah

Keterangan:
: Mempengaruhi.
: Hubungan.
: Dianalisis secara kualitatif.

Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian

Hipotesis

1. Diduga terdapat interaksi antara inisiatif aktor reformis pemerintah dengan


gerakan petani.
2. Diduga terdapat pengaruh antara gerakan petani terhadap zona interaksi.
3. Diduga terdapat pengaruh antara insiatif aktor reformis pemerintah terhadap zona
interaksi.
4. Diduga terdapat pengaruh antara gerakan petani dan inisiatif aktor reformis
pemerintah terhadap zona interaksi.
5. Diduga terdapat pengaruh secara tidak langsung antara gerakan petani dan aktor
reformis pemerintah terhadap trajektori perjuangan pelaksanaan reforma agraria.
6. Diduga terdapat pengaruh antara zona interaksi yang terbentuk dari interaksi
antara inisiatif aktor reformis pemerintah dengan gerakan petani terhadap
trajektori perjuangan pelaksanaan reforma agraria.
24

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Pendekatan dan Metode Penelitian


Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif
yang didukung oleh pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk
memperdalam data kuantitatif sekaligus mempermudah dalam memahami data dan
informasi yang didapatkan di lapang. Pendekatan kuantitatif yang digunakan adalah
penelitian survei, di mana kuisioner sebagai instrumen utama dalam mengumpulkan data
yang diberikan kepada responden. Tujuan dari penggunaan metode penelitian survei di
antaranya untuk menjelaskan peran dari gerakan petani dan aktor reformis pemerintah
beserta interaksi di antara keduanya sekaligus melihat pengaruh dari hubungan tersebut
terhadap trajektori perjuangan pelaksanaan reforma agraria. Pengambilan data pada
pendekatan kuantitatif menggunakan kuisioner yang telah dibuat untuk ditanyakan
kepada seluruh responden. Kuesioner disusun sesuai dengan kerangka pemikiran yang
telah dibuat sebelumnya untuk mengetahui gerakan petani, aktor reformis pemerintah,
interaksi antara aktor reformis dengan gerakan petani (zona interaksi), serta pengaruh
zona interaksi terhadap trajektori perjuangan pelaksanaan reforma agraria. Responden
akan diwawancarai sesuai dengan kuesioner yang telah dibuat karena jawabannya
dianggap dapat mewakili pihak lainnya dan responden hanya memberikan informasi
terkait dengan dirinya. Sebelum dilakukan penelitian, akan dilakukan uji validitas dan
reabilitas kuesioner. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur yang
digunakan telah sesuai dan tepat untuk mengukur objek pengukuran, sedangkan uji
reabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur dapat dipercaya dan
konsisten (Efendi dan Tukiran 2012). Uji validitas dan reabilitas dilakukan pada 10
responden yang ada di lokasi penelitian. Responden yang digunakan untuk uji validitas
dan reabilitas berbeda dengan responden yang digunakan pada penelitian.
Data kualitatif digunakan untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya gerakan petani, peran dari inisiatif aktor reformis pemerintah dan interaksi
yang terjadi antara aktor reformis pemerintah dengan gerakan petani serta informasi
pendukung tentang aktor reformis pemerintah dan pelaksanaan reforma agraria.
Pendekatan kualiatif bersifat explanatory research yaitu penelitian yang digunakan untuk
menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa yang
dirumuskan atau sering kali disebut sebagai penelitian penjelas dengan menggunakan
teknik survei dan wawancara mendalam terhadap informan yang pada penelitian ini
meliputi Pemerintah Desa Nanggung, Pemerintah Desa Curug Bitung, Pemerintah Desa
Cisarua, Pemerintah Kecamatan Nanggung, BPN, dan Kelompok Petani AMANAT di
Kecamatan Nanggung untuk mendapatkan data kualitatif. Hasil uraian dijelaskan secara
deskripsi namun fokus pada hubungan antar variabel untuk menguji hipotesis.

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive, yaitu
berdasarkan pertimbangan bahwa Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung merupakan salah
satu dari tiga desa yang mengalami dinamika konflik agraria pada lahan HGU PT.
25

Hevindo hingga menjadi lokasi pelaksanaan program reforma agraria. Pertimbangan


lainnya yaitu Desa Cisarua memiliki luas lahan garapan yang terluas di lahan eks-HGU
PT. Hevindo yaitu seluas 535 bidang dengan petani penggarap yang tergabung dalam
kelompok tani AMANAT sebanyak 379 petani penggarap. Kegiatan penelitian
dilaksanakan mulai bulan Juli 2020 sampai Desember 2020. Penelitian ini meliputi
penyusunan proposal skripsi, kolokium, perbaikan proposal skripsi, pengambilan data
lapang, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan
perbaikan laporan skripsi.

Teknik Pemilihan Responden dan Informan


Sumber data dalam penelitian ini adalah responden dan informan. Responden
merupakan pihak yang memberikan keterangan tentang dirinya dan kegiatan yang
dilaksanakannya, sedangkan informan dalam penelitian ini adalah orang yang dapat
memberikan keterangan mengenai informasi secara benar dan lengkap yang berkaitan
dengan penelitian dan sebagai pelengkap atau pendukung topik yang diteliti. Pemilihan
terhadap informan dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu Pemerintah Desa
Nanggung, Pemerintah Desa Curug Bitung, Pemerintah Desa Cisarua, Pemerintah
Kecamatan Nanggung, BPN Kabupaten Bogor, Ketua kelompok tani AMANAT, serta
kalangan LSM yang banyak membantu petani AMANAT seperti JKPP, RMI, Sawit
Watch, KPA, Elsam, dan TUK. Terdapat dua kelompok yang akan dijadikan responden
pada penelitian ini, yaitu petani yang tergabung dalam kelompok tani AMANAT dan
aktor reformis pemerintah. Pemilihan responden dari petani yang tergabung dalam
kelompok tani AMANAT pada penelitian ini menggunakan probability sampling dengan
teknik simple random sampling. Menurut keterangan yang disampaikan oleh Ketua
Umum AMANAT dan data yang dimiliki oleh JKPP, bahwa jumlah petani AMANAT
yang berasal dari Desa Cisarua dan memiliki lahan garapan di lahan eks-HGU PT.
Hevindo terdapat sebanyak 379 petani penggarap. Penentuan jumlah responden pada
penelitian ini menggunakan rumus Slovin, yaitu:
𝑁
n=
1+𝑁𝑒 2
379 379 379 379
n= = = =  60
1+379 (12%)2 1+ 379 (0,0144) 1+5,4576 6,4576

Keterangan: n : jumlah petani sampel


N : jumlah petani populasi
e : batas toleransi kesalahan (error tolerance)

Penentuan jumlah sampel menggunakan batas toleransi kesalahan sebesar 12


persen dari jumlah populasi, maka atas pertimbangan tersebut jumlah sampel pada
penelitian ini sebanyak 60 petani. Pemilihan responden aktor reformis pemerintah pada
penelitian ini meggunakan teknik probability sampling yaitu cluster random sampling.
Responden aktor reformis pemerintah di antaranya adalah perangkat pemerintah Desa
Cisarua, perangkat pemerintah Kecamatan Nanggung, BPN, dan pemerintahan
26

Kabupaten Bogor. Responden yang ketika diambil datanya menjadi “pencilan” akan
dijadikan informan guna diwawancarai mendalam mengenai pandangan subyektifnya.

Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dengan cara survei, observasi, serta wawancara
mendalam yang dilakukan langsung kepada responden dan informan. Data sekunder
meliputi berbagai rujukan atau data statistik berupa dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan topik penelitian, profil, dan demografi lokasi penelitian, serta data
dari beberapa badan atau pihak. Data tersebut diperoleh melalui literatur yaitu buku-buku,
jurnal, skripsi, tesis, disertasi, data BPS, profil desa, informasi tertulis, dan data-data
lainnya yang mendukung kebutuhan data mengenai fokus penelitian. Penelitian ini
menggunakan dua subjek yaitu responden dan informan. Responden adalah seseorang
atau individu yang dapat memberikan informasi mengenai dirinya sendiri terkait
perannya dalam dinamika pelaksanaan program reforma agraria di lokasi penelitian.
Adapun informan adalah pihak yang memberikan keterangan mengenai dirinya sendiri,
pihak lain, atau lingkungannya. Pihak yang dapat menjadi informan dalam penelitian ini
di antaranya yakni kepala desa, camat, ketua kelompok tani, pihak BPN, dan LSM yang
banyak membantu petani AMANAT dan terlibat dalam perjuangan pelaksanaan reforma
agraria di Kecamatan Nanggung. Keterangan yang disampaikan oleh para informan akan
sangat membantu penelitian yang dilaksanakan, oleh sebab itu keberadaannya menjadi
penting. Setelah didapatkan beberapa informan, metode lainnya adalah snowball untuk
mendapatkan informan-informan selanjutnya.
Tabel 1 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan Data Data yang Dikumpulkan Jenis Data
Kuesioner Data mengenai pembingkaian Primer
(framing) kolektif petani,
kategori aktor gerakan petani,
karakter aktor reformis
pemerintah, inklusivitas
partisipasi petani, pemindahan
kekayaan berbasis lahan, dan
data mengenai penguasaan dan
pengusahaan lahan pada proses
pelaksanaan reforma agraria di
Kecamatan Nanggung.
Wawancara mendalam Data mengenai latar belakang Primer
terjadinya konflik agraria di
Kecamatan Nanggung dan
dinamika konflik yang terjadi
serta data mengenai peluang
politik, dukungan aliansi gerakan
petani, akuntabilitas aktor
reformis pemerintah, dan
kedalaman keterlibatan
partisipasi kelompok petani.
27

Observasi Data hasil pengamatan terkait Primer


pelaksanaan reforma agraria di
Kecamatan Nanggung.
Studi literatur Tinjauan pustaka, rujukan, buku, Sekunder
dan penelitian terdahulu yang
mendukung hasil penelitian.
Analisis dokumen Gambaran umum mengenai Sekunder
Kecamatan Nanggung,
Gambaran umum mengenai Desa
Nanggung, Desa Curug Bitung,
dan Desa Cisarua, data
kecamatan dan desa, profil
kecamatan dan desa, data
statistik.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data


Data yang diperoleh dari penelitian ini yaitu data kuantitatif dan data kualitatif.
Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner melalui metode survey dengan menyebarkan
secara langsung daftar pertanyaan kepada responden. yang kemudian diolah
menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2013 yang kemudian akan diolah menggunakan
program computer smart PLS3.0. Data tersebut akan dianalisis menggunakan tabel
frekuensi, grafik atau diagram. Teknik analisis yang digunakan untuk menguji variabel
metode yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis
Structural Equation Modeling (SEM) yang berbasis varians yaitu Partial Least Square
(PLS). SEM adalah suatu teknik statitistik yang mampu menganalisis pola hubungan
antara konstruk laten dan indikatornya, konstuk laten yang satu dengan lainnya, serta
pengukuran secara langsung. Penelitian ini melihat pengaruh dari gerakan petani dan
inisiatif aktor reformis pemerintah terhadap trajektori perjuangan pelaksanaan program
reforma agraria. Untuk itu, data kuantitatif yang akan diuji menggunakan analisis
Structural Equation Modeling (SEM). PLS (Partial Least Square) merupakan analisis
persamaan struktural (SEM) berbasis varian yang secara simultan dapat melakukan
pengujian model pengukuran sekaligus pengujian model struktural.
Model pengukuran digunakan untuk uji validitas dan reabilitas, sedangkan model
struktural digunakan untuk uji kausalitas (pengujian hipotesis dengan model prediksi).
Model pengukuran (Outer Model) sering juga disebut (outer relation atau measurement
model) mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel
latennya. Model pengukuran (outer model) digunakan untuk menguji validitas konstruk
dan reliabilitas instrument. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan
instrumen penelitian mengukur apa yang seharusnya diukur (Cooper dan Schindler 2006).
Sedangkan uji reliablitas digunakan untuk mengukur konsistensi alat ukur dalam
mengukur suatu konsep atau dapat juga digunakan untuk mengukur konsistensi
responden dalam menjawab item pernyataan dalam kuesioner atau instrument penelitian.
Uji validitas dilakukan dengan menguji convergent validity menggunakan nilai outer
loading atau loading factor. Composite Reliability yang digunakan untuk menguji nilai
reliabilitas indikator-indikator pada suatu variabel. Uji realibilitas dengan composite
reability dapat juga diperkuat dengan menggunakan nilai cronbach alpha. Pada model
28

pengukutan struktural (Inner Model) akan digunakan uji path coefficient dan uji hipotesis.
Uji path coefficient digunakan untuk menunjukkan seberapa kuat efek atau pengaruh
variabel independen kepada variabel dependen. jika semakin besar nilai path coefficient
pada satu variabel independen terhadap variabel dependen, maka semakin kuat juga
pengaruh antar variabel independen terhadap variabel dependen. Uji hipotesis pada
penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai T-Statistics dan nilai P-Values.
Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan
verifikasi. Langkah pertama berupa proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan dan
penyederhanaan data hasil wawancara mendalam berupa catatan lapangan, observasi, dan
studi dokumen yang direduksi dalam tulisan tematik. Tujuan dari reduksi data ini ialah
untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak
perlu. Kedua ialah penyajian data dengan menyusun segala informasi dan data yang
diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah laporan
berupa kutipan atau tipologi. Verifikasi adalah langkah terakhir yang merupakan
penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah untuk mendukung data kuantitatif.
Seluruh hasil penelitian pada akhirnya akan dituliskan dalam laporan skripsi.

Definisi Operasional
Penelitian ini terdiri dari beberapa variabel yang terbagi menjadi beberapa
indikator. Masing-masing variabel dan indikator ditentukan batasannya sehingga dapat
menentukan jenis data pengukurannya. Definisi operasional untuk masing-masing
variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pembingkaian (Framing) Kolektif

Menurut Tarrow (1998), pembingkaian (framing) kolektif merupakan proses


interpretasi kolektif, atribusi, dan konstruksi sosial yang memediasi antara peluang
politik dan tindakan dalam gerakan sosial. Proses pembingkaian kolektif lebih
menekankan pada bagaimana individu memutuskan berpartisipasi dan bagaimana
mereka menginterpretasikan makna-makna yang terkait dengan perilaku kolektif. Dalam
hal ini, dapat dilihat bagaimana para petani yang tergabung di Kelompok Petani
AMANAT memutuskan untuk ikut berpartisipasi dalam pergerakan dan perjuangan
pelaksanaan reforma agraria. Tarrow (2005) mengatakan bahwa framing bertujuan untuk
menjustifikasi, memuliakan, dan mendorong aksi kolektif. Pada gerakan petani yang
terjadi di Kecamatan Nanggung, dapat diidentifikasi menggunakan tiga frame yang
dibutuhkan oleh petani, yaitu aggregate frame, consensus frame, dan collective action
frame.

Tabel 2 Definisi operasional pembingkaian (framing) kolektif


No Variabel Definisi Indikator Skala
Operasional Pengukuran
1 Agregate Proses pengertian Diidentifikasi dari Ordinal
Frame permasalahan lima pertanyaan
ketimpangan yang terdiri dari
penguasaan tanah lima pertanyaan
dan perjuangan ordinal yang
petani dalam memiliki 5 variasi
29

memperjuangkan jawaban untuk


haknya terhadap pengkategorian
tanah yang ada di tingkatan aggregate
Kecamatan frame yang dimiliki
Nanggung sebagai oleh petani.
masalah sosial. SangatTidak
Petani sadar bahwa Setuju (STS):
isu dan Skor 1
permasalahan yang Tidak Setuju (TS):
ada merupakan Skor 2
masalah bersama Netral (N):
yang berpengaruh Skor 3
di setiap individu. Setuju (S):
Skor 4
Sangat Setuju
(SS):
Skor 5
2 Consensus Pengertian petani Diidentifikasi dari Ordinal
Frame mengenai lima pertanyaan
permasalahan yang terdiri dari
ketimpangan lima pertanyaan
penguasaan tanah ordinal yang
dan perjuangan memiliki 5 variasi
petani dalam jawaban untuk
memperjuangkan pengkategorian
haknya terhadap tingkatan consensus
tanah yang ada di frame yang dimiliki
Kecamatan oleh petani.
Nanggung hanya SangatTidak
dapat diselesaikan Setuju (STS):
dengan tindakan Skor 1
kolektif atau Tidak Setuju (TS):
bersama dalam Skor 2
bentuk gerakan Netral (N):
petani serta melihat Skor 3
perasaan dan Setuju (S):
identifikasi dari Skor 4
petani untuk Sangat Setuju
bertindak secara (SS):
kolektif. Skor 5
3 Collective Petani mengetahui Diidentifikasi dari Ordinal
Action alasan lima pertanyaan
Frame dibutuhkannya yang terdiri dari
suatu tindakan lima pertanyaan
kolektif serta ordinal yang
tindakan kolektif memiliki 5 variasi
apa yang harus jawaban untuk
dilakukan dalam pengkategorian
rangka tingkatan collective
menyelesaikan action frame yang
30

permasalahan dimiliki oleh


ketimpangan petani.
penguasaan tanah SangatTidak
serta perjuangan Setuju (STS):
para pertani Skor 1
terhadap haknya Tidak Setuju (TS):
terhadap tanah di Skor 2
Kecamatan Netral (N):
Nanggung. Skor 3
Setuju (S):
Skor 4
Sangat Setuju
(SS):
Skor 5

Kategori Aktor Gerakan Petani

Merujuk pada teori McCarthy dan Zald (1977) mengenai kategori aktor gerakan
petani, kategori aktor gerakan petani dapat diidentifikasi menjadi tiga posisi yaitu sebagai
adherents, constituents, dan bystanders. Adherents adalah individu atau organisasi yang
percaya terhadap tujuan gerakan; constituents adalah mereka yang memberikan
dukungan sumberdaya kepada organisasi gerakan sosial; dan bystanders adalah mereka
yang bersikap netral terhadap gerakan sosial. Dalam hal ini dapat dilihat bagaimana
posisi petani pada gerakan petani yang dilakukan oleh Kelompok Petani AMANAT.

Tabel 3 Definisi operasional kategori aktor gerakan petani


No Variabel Definisi Indikator Skala
Operasional Pengukuran
1 Adherents Posisi petani pada Diidentifikasi dari 6 Nominal
gerakan Petani pertanyaan dan
Nanggung yang memiliki tiga
percaya terhadap variasi
tujuan dari gerakan jawaban yang
petani dalam rangka terdiri
memperjuangkan dari kode 1 untuk
haknya terhadap pilihan posisi
tanah di Kecamatan sebagai adherents,
Nanggung. kode 2 untuk posisi
sebagai constituent,
dan kode 3 untuk
posisi sebagai
bystanders.
Kemudian pilihan
jawaban setiap tipe
diidentifikasi dan
dipilih akan
kecenderungan
responden dalam
31

menempatkan
dirinya pada
gerakan petani.
2 Constituents Posisi petani pada Diidentifikasi dari Nominal
gerakan Petani enam
Nanggung yang pertanyaan dan
yang memberikan memiliki tiga
dukungan variasi
sumberdaya kepada jawaban yang
organisasi gerakan terdiri
petani dalam rangka dari kode 1 untuk
memperjuangkan pilihan posisi
haknya terhadap sebagai adherents,
tanah di Kecamatan kode 2 untuk posisi
Nanggung sebagai
constituents,
dan kode 3 untuk
posisi sebagai
bystanders.
Kemudian pilihan
jawaban setiap tipe
diidentifikasi dan
dipilih akan
kecenderungan
responden dalam
menempatkan
dirinya pada
gerakan petani.
3 Bystanders Posisi petani pada Diidentifikasi dari Nominal
gerakan Petani enam
Nanggung yang pertanyaan dan
yang bersikap netral memiliki tiga
terhadap gerakan variasi
petani dalam rangka jawaban yang
memperjuangkan terdiri
haknya terhadap dari kode 1 untuk
tanah di Kecamatan pilihan posisi
Nanggung sebagai adherents,
kode 2 untuk posisi
sebagai
constituents,
dan kode 3 untuk
posisi sebagai
bystanders.
Kemudian pilihan
jawaban setiap tipe
diidentifikasi dan
dipilih akan
kecenderungan
responden dalam
32

menempatkan
dirinya pada
gerakan petani.
Karakter Aktor Reformis Pemerintah
Borras dan Franco (2010) mendefinisikan aktor reformis pemerintah sebagai
kelompok aktor dalam birokrasi pemerintah baik nasional maupun lokal yang memiliki
berbagai tingkatan kekuatan politik, dan karena berbagai alasan serta motivasi tertarik
untuk mendukung kebijakan tanah yang berpihak pada kaum miskin, dan umumnya
toleran atau bahkan mendukung mobilisasi masyarakat miskin dari bawah. Menurut
Harmon (1969), terdapat empat karakter aktor reformis pemerintah, yaitu survival,
rationalist, prescriptive, dan proactive. Indikator yang dapat digunakan untuk
menganalisis karakter aktor reformis pemerintah adalah tingkat responsibilitas kebijakan
(policy responsiveness) dengan tingkat dukungan kebijakan (policy advocacy). Tingkat
responsibilitas kebijakan dan tingkat dukungan kebijakan yang rendah akan
menghasilkan karakter aktor reformis yang survival. Tingkat responsibilitas kebijakan
yang tinggi dan dan tingkat dukungan kebijakan yang rendah akan menghasilkan karakter
aktor reformis yang rationalist. Tingkat responsibilitas kebijakan yang rendah dan tingkat
dukungan kelembagaan yang tinggi akan menghasilkan karakter aktor reformis yang
prescriptive. Tingkat responsibilitas kebijakan dan tingkat dukungan kebijakan yang
tinggi akan menghasilkan karakter aktor reformis yang proactive.

Tabel 4 Definisi operasional karakter aktor reformis pemerintah


No Variabel Definisi Operasional Indikator Skala
Pengukuran
1 Tingkat Responsibilitas Diidentifikasi dari Ordinal
Responsibilit- kebijakan (policy 10 pertanyaan
as Kebijakan responsiveness) yang terdiri dari
(Policy adalah penggambaran 10 pertanyaan
Responsivene perilaku aktor ordinal yang
ss) pemerintah yang memiliki 2 variasi
bertanggung jawab jawaban, yaitu:
terhadap nilai-nilai
demokrasi dalam - Ya (Skor = 2)
proses perumusan - Tidak (Skor = 1)
kebijakan pertanahan
baik melalui Skala : 10-20
partisipasi petani, a. Tingkat
muasyawarah dengan responsibilitas
petani, voting maupun kebijakan rendah:
cara lain di mana total nilai dari
tuntutan/kehendak/ke kuesioner adalah
pentin-gan petani 10-15.
dapat diterjemahkan b. Tingkat
secara tepat dalam responsibilitas
suatu kebijakan yang tinggi: total nilai
dibuat secara dari kuesioner
partisipatif tersebut. adalah 16-20.
33

2 Tingkat Dukungan kebijakan Diidentifikasi dari Ordinal


Dukungan (policy advocacy) lima pertanyaan
kebijakan adalah perilaku aktor yang terdiri dari
(Policy reformis pemerintah lima pertanyaan
Advocacy) yang memberikan ordinal yang
dukungan yang aktif memiliki 2 variasi
dan serius dalam jawaban, yaitu:
mengadopsi
(menerima dan - Ya (Skor = 2)
melaksanakan) suatu - Tidak (Skor = 1)
kebijakan yang dibuat
bersama petani. Skala : 10-20
a. Tingkat
responsibilitas
kebijakan rendah:
total nilai dari
kuesioner adalah
10-15.
b. Tingkat
responsibilitas
tinggi: total nilai
dari kuesioner
adalah 15-20.

Democratic Governance
Tata pemerintahan yang demokratis (Democratic governance) dapat dilihat pada
relasi antara aktor reformis pemerintah dengan gerakan petani dalam rangka pendalaman
proses demokratisasi dalam tata pengurusan SDA. Salah satu aspek yang dapat dilihat
pada tata pemerintah yang demokratis adalah inklusivitas partipasi masyarakat yang
disampaikan oleh World Bank (2005). Ada kecenderungan mekanisme pro-akuntabilitas
partisipatif hanya melibatkan kelompok kecil seperti LSM, profesional pada bidangnya,
dan tokoh masyarakat. Argumen bahwa partisipasi dari gerakan gerakan petani hanya
akan membuat segalanya lebih sulit. Komunikasi dengan kelompok LSM, professional
pada bidangnya, dan tokoh masyarakat jauh lebih mudah karena mereka biasanya
berbicara bahasa yang sama, baik secara harfiah maupun kiasan.
Tabel 5 Definisi operasional Democratic Governance
No Variabel Definisi Indikator Skala
Operasional Pengukuran
1 Inklusivitas Tindakan yang Diidentifikasi dari Ordinal
Partisipasi dilakukan oleh sepuluh pertanyaan
aktor pemerintah yang terdiri dari
untuk memberikan sepuluh pertanyaan
akses partisipasi ordinal yang
hanya bagi mereka memiliki 5 variasi
yang sudah jawaban untuk
mengerti seperti pengkategorian
LSM, profesional di tingkatan
34

bidang reforma inklusivits


agraria, dan tokoh- partisipasi yang
tokoh masyarakat dilakukan oleh
yang dianggap lebih aktor reformis
berpendidikan atau pemerintah kepada
memberi akses petani.
partisipasi pada SangatTidak
proses pelaksanaan Setuju (STS):
program reforma Skor 1
agraria bagi Tidak Setuju (TS):
masyarakat luas Skor 2
terutama pada para Netral (N):
petani yang Skor 3
tergabung di Setuju (S):
Kelompok Petani Skor 4
AMANAT. Sangat Setuju
(SS):
Skor 5

Kebijakan Pertanahan yang Berpihak pada Kaum Miskin (Pro-Poor Land


Governance)
Kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum miskin dapat dilihat pada relasi
yang terjadi antara aktor reformis pemerintah dengan gerakan petani dalam rangka
jaminan akses atas SDA dan berbagai manfaat sosial-ekonominya. Terdapat sebuah tema
kunci yang dapat digunakan untuk menganalisis kebijakan pertanahan yang berpihak
pada kaum miskin dalam rangka jaminan akses atas SDA. Tema kunci tersebut adalah
perlindungan atau pemindahan kekayaan berbasis lahan untuk kepentingan kaum miskin
(Borras dan Franco 2010). Kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum miskin
mentransfer kekayaan ke, atau melindungi kekayaan berbasis lahan pada penduduk
miskin pedesaan. Setiap kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum miskin harus
melibatkan perlindungan atau pemindahan kekayaan berbasiskan tanah demi kepentingan
pekerja miskin. Kebijakan pertanahan yang pro-poor juga dapat diidentifikasi dengan
menganalisis struktur agraria yang ada di Kecamatan Nanggung yaitu penguasaan dan
pengusahaan tanah pada lahan milik dan lahan garapan sehingga dapat diketahui sejauh
mana orientasi pro-poor dapat terwujud.

Tabel 6 Definisi operasional pro-poor land governance


No Variabel Definisi Indikator Skala
Operasional Pengukuran
1 Perlindungan Kebijakan transfer Diidentifikasi dari Ordinal
atau kekayaan berupa enam pertanyaan
pemindahan tanah yang tepat yang terdiri dari
kekayaan sasaran kepada enam pertanyaan
berbasis petani di ordinal yang
lahan untuk Kecamatan memiliki 5 variasi
kepentingan Nanggung jawaban untuk
kaum miskin pengkategorian
35

tingkatan
kedalaman
keterlibatan yang
dilakukan oleh
aktor reformis
pemerintah kepada
petani.
SangatTidak
Setuju (STS):
Skor 1
Tidak Setuju (TS):
Skor 2
Netral (N):
Skor 3
Setuju (S):
Skor 4
Sangat Setuju
(SS):
Skor 5
2 Penguasaan Luasan tanah yang Diidentifikasi dari Nominal
dan dikuasai maupun 10 pertanyaan dan
Pengusahaan diusahakan oleh yang terdiri dari Ordinal.
Tanah petani AMANAT 9 pertanyaan
pada tanah milik nominal dan satu
dan tanah garapan, pertanyaan ordinal
dilihat dari luas yang memiliki tiga
tanah, lokasi tanah, variasi jawaban
status tanah, untuk
penggunaan tanah, pengkategorian
kepemilikan tanah, tingkat luas tanah
cara perolehan, yang dikuasai pada
tahun diperoleh, tanah milik dan
asal tanah yang tanah garapan.
diperoleh, dan Sayogyo (1977)
komoditas utama mengelompokkan
dan sekunder yang petani di Jawa ke
diusahakan. dalam tiga kategori,
yaitu:

Skala kecil
luas lahan usahatani
<0,5 ha.

Skala menengah
luas lahan usahatani
0,5-1,0 ha.
Skala luas
luas lahan usahatani
>1,0 ha
36

Definisi Konseptual
Konsep yang dijelaskan secara analisa deskriptif pada variabel gerakan petani
ialah konsep struktur peluang politik dan konsep dukungan dari aliansi gerakan petani.
Pada variabel zona interaksi digunakan konsep tujuan akuntabilitas aktor reformis
pemerintah dan kedalaman keterlibatan partisipasi yang diberikan pemerintah kepada
para petani untuk melihat tata pemerintahan yang demokratis (democratic governance)
dalam proses reforma agraria yang sedang berjalan dan diperjuangkan oleh petani
AMANAT. Data yang dihimpun merupakan data kualitatif yang didapat melalui metode
wawancara mendalam. Oleh karena itu dibutuhkan pendefinisian secara konseptual
terhadap konsep tersebut.
Tujuan Akuntabilitas
Akuntabilitas yang dimiliki oleh pemerintah yang dapat mencakup dua tujuan,
yaitu dalam rangka mengikuti aturan dalam proses pengambilan keputusan dan proses-
proses lainnya selama pelaksanaan program reforma agraria dan menggunakan
mekanisme berbasis kinerja yang lebih terbuka terhadap partisipasi kelompok petani
(World Bank 2005).
Kedalaman Keterlibatan
Kedalaman keterlibatan dalam partisipasi keompok petani pada proses
pelaksanaan program reforma agraria. Terdapat dua tingkatan kedalaman, yang pertama
partisipasi masyarakat hanya sebatas konsultasi dan tidak melibatkan masyarakat secara
langsung dalam proses yang sedang dilakukan dan yang kedua adalah ketika pastisipasi
masyarakat berupa pemberian akses untuk ikut menentukan keputusan atau tindakan
(World Bank 2005).
Konsep Struktur Peluang Politik
Kemunculan gerakan petani dapat dilihat dari tersedianya peluang politik akibat
dari perubahan struktur institusional dan disposisi ideologis dalam suatu pemerintahan
(mcAdam 1996). Struktur peluang politik menurut mcAdam (1996) dapat dibedakan
menjadi empat dimensi, yaitu relative terbuka atau tertutupnya suatu pemerintahan
politik, stabil atau tidak stabilnya berbagai hubungan antar kelompok yang berkuasa, ada
atau tidak adanya persekutuan antara kekuatan-kekuatan (elite) dalam masyarakat, dan
kapasitas dan kecendrungan pemerintah untuk melakukan tindakan represi. Tarrow
(1994) mengidentifikasi empat peluang politik, yaitu akses ke kekuasaan, pergeseran
keberpihakan, ketersediaan elit berpengaruh, dan perpecahan di dalam dan di antara elit.
Ketersediaan semua atau beberapa peluang ini dapat menciptakan kemungkinan-
kemungkinan yang dapat dimanfaatkan oleh gerakan petani.
Konsep Dukungan dari Aliansi Gerakan Petani
Dukungan dari berbagai LSM seperti JKPP, RMI, Sawit Watch, KPA, Elsam, dan
TUK kepada gerakan petani AMANAT memberikan dorongan pada perjuangan para
petani AMANAT dalam memperjuangkan haknya atas tanah pada tanah eks-HGU PT.
Hevindo. Dukungan dari aliansi tersebut dapat di analisis secara kualitatif menggunakan
dimensi struktur mobilisasi sosial pada teori pendekatan integrasi gerakan sosial yang
disampaikan oleh McAdam (1996). Struktur mobilisasi sosial diartikan sebagai wadah
37

kolektif, baik berbentuk formal maupun informal, yang di dalamnya orang-orang


memobilisasi dan terlibat dalam tindakan kolektif. Struktur mobilisasi dapat dibedakan
ke dalam kategori bersifat formal maupun non-formal dan bersifat gerakan maupun non-
gerakan. Kemampuan organisasi memanfaatkan jejaring-jejaring informal (aliansi atau
kawan seperjuangan) juga masuk ke dalam dimensi struktur mobilisasi sosial.
38

DAFTAR PUSTAKA

Bernhard L. 2012. Reforma Agraria. Jakarta(ID): Margaretha Pustaka.


Borras SM. 2002. State – society relations in land reform implementation in the
philippines. development and change. [Internet]. [diunduh 2020 Maret 2]; 32(3).
Tersedia pada: https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/1467-7660.00216
Borras SM, Franco JC. 2008. Democratic land governance and some policy
recommendation. OGC Discussion Paper 1. [Internet]. [diunduh 2020 Maret 2]; 1
16.Tersediapada:https://www.undp.org/content/dam/aplaws/publication/en
publications/democratic-governance/oslo-governance-center/ogc-fellowship- papers
/discussion-paper-1democratic-land-governance-and-some-policy recommendations/
Discussion%20Paper%20-%201%20-%20Final.pdf
Borras SM, Franco JC. 2010. Contemporary discourses and contestations around pro-
poor land policies and land governance. Journal of Agrarian Change. [Internet].
[diunduh 2020 Maret 2]; 10(10). Tersedia pada:
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/j.1471-0366.2009.00243.x
Brocket C. 1991. The Structure of Political Opportunities and Peasant Mobilization in
Central America. Comparative Politics. 23(3): 253±74.
Cooper RD, Schindler PS. 2006. Bussines Research Methods, 9th edition. McGraw-Hill
International Edition.
Effendi S, Tukiran. 2012. Metode Penelitian Survei. Jakarta [ID]: LP3S.
Erwiningsih w. 2009. Hak Menguasai Negara. Yogyakarta(ID): Total Media.
Fahmi FZ. 2015. Leadership and collaborative planning : The case of Surakarta ,
Indonesia. SAGE Planning Theory. 1–22. https://doi.org/10.1177/1473095215584655
Fox J. 1993. The Politics of Food in Mexico: State Power and Social Mobilization.
Ithaca(US): Cornell University Press.
Franco J. 2008a. Making Land Rights Accessible: Social Movement Innovation and
Political- Legal Strategies in the Philippines. Journal of Development Studies. 44 (7):
991– 1022.
Ghimire K. 2001. Peasants Pursuit of Outside Alliances and Legal Support in the Process
of Land Reform, in K. Ghimire (ed.) Land Reform and Peasant Livelihoods: The Social
Dynamics of Rural Poverty and Agrarian Reform in Developing Countries, pp. 134–
163. Geneva(CH): UNRISD; London: ITDG.
Harmon MM. 1969. Administrative Policy Formulation and Public Interest. New
York(US): Harper & Row.
Hartoyo. 2010. Involusi gerakan agraria dan nasib petani studi tentang dinamika gerakan
petani di Provinsi Lampung. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hensey M. 1999. The Why and How of Facilitative Leadership. Journal of Management
in Engineering. (June., 43–46.
Ikhsan K, Muhammad AS. 2019. Reformasi agraria Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam
konsep dan realita kepemimpinan yang fasilitatif (facilitative leadership). Jurnal
Dialektika Publik. [Internet]. [diunduh 2020 26 Februari]; 4(1):48-56. Tersedia pada:
http://ejournal.upbatam.ac.id/index.php/dialektikapublik/article/view/1364
McAdam, Doug, McCarthy JD, Zald MN (editor’s). 1996. Comparative
Perspectives on Social Movements: Political Opportunities, Mobilizing Structures,
and Cultural Pembingkaians. USA: Cambridge Universuty Press.
McAdam, Doug dan W. Richard Scott, 2002. Organization and Movements. Paper
presented at the Annual Meetings of the American Sociological Association, Chicago,
IL, August, 2002. Revised draft of a paper prepared for an invitational Conference on
39

Organizations and Social Movements held at the University of Michigan, Ann Arbor,
May 10 -11, 2002.
McCarthy JD, Z MN. 1977. Resource Mobilization and social
movements: A partial theory. In Americal Journal of Sociology 82, 1977, 6.
Milen A, Morgan. 2006. What Do We Know About Capacity Building?, An Overview of
Existing Knowledge and Good Practice. World Health Organization. Geneva(CH):
Departement of Health Service Provision.
Mulyani L, Yogaswara H, Masnun L, Mardiana R. 2011. Strategi Pembaruan Agraria
Untuk Mengurangi Kemiskinan. Jakarta (ID): Gading Inti Prima.
Mustain. 2007. Petani vs Penguasan: Gerakan Sosial Petani Melawan Hegemoni Negara.
Yogjakarta(ID): Ar Ruzz media.
Nurlinda I. 2009. Prinsip-Prinsip Pembaruan Agraria: Perspektif Hukum. Jakarta(ID):
Grafindo Persada.
[Perpres] Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah.
[Perpres] Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria.
[PP] Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan
Tanah Terlantar.
Rohman ML. 2019. Acces reform dalam program reforma agraria: sudi kasus Desa
Tahunan, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara. Journal of Politic and
Government Studies. [Internet]. [diunduh 2020 Februari 4]; 8(4):1-11. Tersedia pada
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jpgs/article/view/25067
Sajogyo. 1977. Golongan Miskin dan Partisipasi dalam Pembangunan (Poor Household
and Their Participation in Development). Prisma, VI(3):10-17.
Shohibuddin M, Salim MN. 2012. Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria, 2006-2007
Bunga Rampai Perdebatan. Yogyakarta (ID): STPN Press.
Shohibuddin M. 2018. Perspektif Agraria Kritis, Teori, Kebijakan, dan Kajian
Empiris.Yogyakarta(ID): STPN Press.
Shohibuddin M. 2020. Eulogi untuk Prof. Dr. Sediono M.P. Tjondronegoro. Bogor(ID):
Pusat Studi Agraria IPB.
Mengenang dan Meneladani Sang Guru
Sihaloho M. 2004. Konversi lahan dan perubahan struktur agraria [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Snow DA, Benford RD. 1988. Ideology, frame resonance, and participant mobilization.
Int. Soc. Mov. Res. 1:197–218.
Susanto NH. 2015. Gerakan sosial petani desa Banjaranyar dalam memperjuangkan lahan
pertanian. Jurnal Penelitian. [Internet]. [diunduh 2020 Februari 26]; 12(2):295-314.
Tersedia pada:
http://ejournal.iainpekalongan.ac.id/index.php/Penelitian/article/view/655
Syahyuti. 2004. Kendala pelaksanaan landreform di Indonesia: analisa terhadap kondisi
dan perkembangan berbagai faktor prasyarat pelaksanaan reforma agraria. Forum
Penelitian Agro Ekonomi. [Internet]. [diunduh 2020 Februari 26]; 22(2):89-101.
Tersedia pada http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/fae/article/view/4081
Syawaludin M. 2016. Perubahan Struktur Gerakan Perlawanan Petani Rengas.
Tammadun. [Internet]. [diunduh 2020 Juli 30]; 16(1):46-60. Tersedia pada
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/tamaddun/article/download/821/715
Tarrow S. 1994. Power in Movement: Social Movements, Collective Action and Politics.
Cambridge: Cambridge University Press. Weber M. 1968. Economy and society: An
outline of interpretative sociology, eds. G. Roth and
C. Wittich. New York(US): Bedminster Press.
40

Tarrow S. 1998. Power in Movement Social Movement and Contentious Politics.


Cambridge(UK): Cambridge University Press.
Tarrow S. 2005. The New Transnational Activism. New York(US): Cambridge University
Press.
Tilly C. 1977. From Mobilization To Revolution. Michigan (US): University of Michigan.
Wiradi G. 2000. Reforma Agraria Perjalanan Belum Berakhir. Yogyakarta(ID): Lapera
Pustaka Utama. [internet]. [diunduh 2020 Mei 23]. Tersedia pada http://sajogyo-
institute.org/wp-content/uploads/2016/05/GWR.-2009.-Reforma-Agraria-Perjalanan-
belum-Berakhir.pdf
Wiradi G. 2000. Perkebunan dalam Wacana Semangat Pembaruan (sebuah catatan
ringkas). Prosiding Lokakarya Pola Penguasaan Lahan dan Pola Usaha serta
Pemberdayaan BPN dan Pemda dalam rangka Partisipasi Rakyat di Sektor Perkebunan
(eds. Sutarto et al). Pusat Kajian Agraria. LP-IPB Bogor.
Wiradi G. 2009. Seluk Beluk Masalah Agraria, Reforma Agraria, dan Penelitian Agraria.
Yogyakarta (ID): STPN Press.
Winoto J. 2009.Strategi kebijakan pertanahan nasional dalam perspektif politik ekonomi
pembangunan pertanian dan pedesaan. Makalah Utama dalam Prosiding Semiloka
Nasional tanggal 2223 Desember 2008. Bogor. Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Alam, Fakultas Pertanian IPB.
World Bank Institute. 2005. Social Accountability in the Public Sector: A Conceptual
Discussion and Learning Module. Washington D.C. (USA). [internet]. [diunduh 2020
Juni 8]. Tersedia pada
www.worldbank.org/content/dam/Worldbank/Event/MNA/yemen_cso/english/
Yemen_CSO_Conf_Social-Accountability-in-the-Public-Sector_ENG.pdf.
41

LAMPIRAN
42

Lampiran 1 Lokasi Penelitian

Sumber: www.google.com

Gambar 3 Peta lokasi penelitian


43

Lampiran 2 Waktu Kegiatan Penelitian

Juni Juli Agustus September Oktober November Desember


Kegiatan
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penysunan
proposal
penelitian
Perbaikan
proposal
Kolokium
Revisi
proposal
Uji validitas
dan
realibilitas
Pengambila
n data
lapangan
Pengolahan
data dan
44

analisis data

Penulisan
draft skripsi
Uji petik
Sidang
skripsi
Perbaikan
skripsi
45

Lampiran 3 Kerangka Sampling Petani AMANAT.

No Nama Lokasi dan luasan lahan Alamat


yang dimiliki.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
46

29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56
57
58
59
60
47

61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
48

Lampiran 4 Kerangka Sampling Aktor Reformis Pemerintah.

No Nama Instansi Alamat


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
49

Lampiran 5 Kuesioner Penelitian untuk Petani AMANAT

Nomor Responden : …………………..…

Hari, Tanggal : …………………..…

Tanggal Entri Data : ………………..……

KUESIONER PENELITIAN
Pengaruh Zona Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor Reformis
Pemerintah terhadap Trajektori Tata Kelola Lahan yang Demokratis.
(Kasus : Desa Nanggung, Desa Cisarua, Desa Curug Bitung, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Kuesioner ini merupakan instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data
dari responden dalam rangka penulisan skripsi program sarjana yang dilakukan oleh:
Nama/NIM : Ilham Rizkia Maulana/I34170123
Departemen/Fakultas : Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat/Fakultas Ekologi Manusia
Universitas : Institut Pertanian Bogor
Peneliti meminta kesediaan anda untuk meluangkan waktu untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan dalam kuesioner ini secara jujur, jelas, dan benar. Informasi yang diterima
dari kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian.
Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

A. IDENTITAS RESPONDEN
A1. Nama : ……………………………………………………..
A2. Usia : ……. Tahun
A3. Jenis kelamin : L/P
A4. Alamat : ……………………………………………………..
RT/RW: ….………………………………………..
A5. Lama tinggal : ……. tahun
di lokasi
A6. Lama bertani : ……. Tahun
50

A8. Pendidikan : [ ] Tidak Tamat SD


Terakhir [ ] SD/Sederajat
[ ] SMP/Sederajat
[ ] SMA/Sederajat
[ ] Perguruan Tinggi
A9. Pekerjaan saat : [ ] Petani
ini
[ ] Buruh Tani
[ ] Pegawai Swasta (Buruh)
[ ] Pegawai Negeri Sipil
[ ] Wiraswasta/usahawan
[ ] Lainnya: ……………………………

B. Pembingkaian (Framing) Tindakan Kolektif.


Terdapat lima pilihan jawaban yang dapat dipilih oleh responden dalam menjawab
pertanyaan pada poin A, yaitu:
STS : Sangat Tidak Setuju.
TS : Tidak Setuju.
N : Netral.
S : Setuju.
SS : Sangat Setuju.
No Pernyataan Skor
STS TS N S SS
Agregate Frame
B1 Permasalahan ketimpangan penguasaan lahan di
Kecamatan Nanggung merupakan permasalah
bersama antar anggota gerakan petani AMANAT.
B2 Perjuangan yang saya lakukan dalam rangka
mendapatkan hak atas tanah pada program
reforma agraria di Kecamatan Nanggung
merupakan perjuangan bersama antar anggota
gerakan petani AMANAT.
B3 Saya berjuang bersama-sama dengan petani yang
tergabung pada gerakan petani AMANAT dalam
rangka pejuangan hak atas tanah di Kecamatan
Nanggung.
B4 Saya dan petani lainnya yang tergabung dalam
AMANAT menghadapi isu dan permasalahan
yang sama.
B5 Saya dan petani lainnya yang tergabung dalam
AMANAT menghadapi aktor-aktor pemerintah
dan pihak swasta (PT. Hevindo) yang sama.
Consensus Frame
51

B6 Saya bertindak bersama-sama dengan petani lain


yang tergabung dalam AMANAT dalam rangka
perjuangan hak atas tanah di Kecamatan
Nanggung.
B7 Saya ikut bergabung dengan gerakan petani
AMANAT karena merasa AMANAT merupakan
wadah bagi perjuangan petani di Kecamatan
Nanggung dalam memperjuangkan haknya atas
tanah.
B8 Saya merasa keberhasilan perjuangan saya dalam
rangka memperjuangkan hak atas tanah meningkat
ketika bergabung dengan gerakan petani
AMANAT.
B9 Saya memiliki tujuan dan motivasi yang sama
dengan para petani lain yang tergabung dalam
gerakan petani AMANAT.
B10 Saya ikut bergabung dengan gerakan petani
AMANAT karena AMANAT dapat menjadi
wadah untuk penyampaian aspirasi kepada
pemerintah.
Collective Action Frame
B11 Tindakan bersama antar petani dibutuhkan dalam
rangka memperjuangkan hak atas tanah di
Kecamatan Nanggung.
B12 Saya mengetahui tindakan bersama apa saja yang
harus dilakukan dalam rangka memperjuangkan
hak atas tanah di Kecamatan Nanggung.
B13 Saya mengetahui tindakan bersama apa saja yang
harus dilakukan dalam rangka menyelesaikan isu
dan permasalahan ketimpangan penguasaan tanah
di Kecamatan Nanggung.
B14 Perjuangan yang dilakukan bersama-sama lebih
baik dibandingkan perjuangan yang dilakukan
oleh diri sendiri.
B15 Perjuangan yang dilakukan bersama-sama lebih
mendapat perhatian dari pihak pemerintah dan
pihak swasta (PT.Hevindo).

C. Kategori Aktor Gerakan Petani.


Khusus untuk pertanyaan B, pilihan dibedakan menjadi:
Adherents = 1
Constituents = 2
Bystander = 3
No Pernyataan Pilihan Ket
Jawaban
1 2 3
C1 Alasan anda bergabung dengan gerakan petani
AMANAT adalah ……..
52

(1) Saya percaya tujuan saya dalam rangka


mendapatkan hak atas tanah akan tercapai
ketika bergabung dengan AMANAT.
(2) Saya memiliki sumber daya seperti uang
untuk memajukan perjuangan gerakan petani
AMANAT.
(3) Saya hanya ingin bergabung dengan
AMANAT tanpa memiliki alasan yang kuat.
C2 Alasan saya ikut berjuang dalam rangka
memperjuangkan hak atas tanah adalah …….
(1) Perjuangan yang saya lakukan akan
membuahkan hasil berupa pemberian hak atas
tanah dari program reforma agraria.
(2) Saya memiliki sumber daya yang dapat
dimanfaatkan oleh AMANAT.
(3) Saya ingin mengikuti kegiatan dari
AMANAT.
C3 Tujuan anda bergabung dengan AMANAT
adalah ……
(1) Agar tujuan saya dalam mendapatkan hak
atas tanah dapat tercapai.
(2) Agar saya dapat membantu perjuangan
yang dilakukan AMANAT.
(3) Saya tidak memiliki tujuan yang spesifik.
C4 Keuntungan anda ketika ikut bergabung
dengan AMANAT adalah ……
(1) Tujuan saya dapat tercapai.
(2) Saya dapat ikut berkontribusi dengan
memberikan bantuan berupa sumber daya
kepada AMANAT.
(3) Saya tidak mencari keuntungan yang
spesifik.
C5 Anda bisa bergabung dengan AMANAT
karena ……
(1) Tujuan yang saya miliki sama dengan
tujuan dari gerakan yang dilakukan oleh
AMANAT.
(2) Saya memiliki sumber daya yang bisa saya
berikan kepada AMANAT.
(3) Saya ingin bergabung dengan sebuah
gerakan petani.
C6 Motivasi anda bergabung dengan AMANAT
adalah ……
(1) Agar tujuan saya dapat tercapai.
(2) Agar saya dapat memberikan bantuan
kepada AMANAT.
(3) Agar saya bisa bergabung dengan sebuah
gerakan petani.
53

D. Kebijakan Pertanahan yang Berpihak pada Kaum Miskin (Pro-Poor Land


Governance).
Terdapat lima pilihan jawaban yang dapat dipilih oleh responden dalam menjawab
pertanyaan pada poin A, yaitu:
STS : Sangat Tidak Setuju.
TS : Tidak Setuju.
N : Netral.
S : Setuju.
SS : Sangat Setuju.
No Pernyataan Skor
STS TS N S SS
D1 Saya mengetahui proses-proses yang dilakukan
oleh pemerintah terkait pelaksanaan reforma
agraria di Kecamatan Nanggung.
D2 Saya sudah mendapatkan kepastian mengenai
tanah yang akan diberikan haknya kepada saya
walaupun program reforma agraria masih dalam
proses perjuangan dan pelaksanaan.
D3 Saya dilibatkan pada proses-proses yang
dilakukan oleh pemerintah terkait pelaksanaan
reforma agraria di Kecamatan Nanggung.
D4 Saya percaya bahwa pemerintah melakukan hal
yang tepat dalam rangka pelaksanaan reforma
agraria di Kecamatan Nanggung.
D5 Saya dan petani lainnya yang tergabung dalam
AMANAT selalu diberikan informasi terbaru
mengenai proses pelaksanaan reforma agraria di
Kecamatan Nanggung.
D6 Aktor pemerintah bersifat terbuka kepada para
petani di Kecamatan Nanggung.
54

E. Penguasaan dan Pengusahaan Tanah


1. Tanah Milik
Bidang Luas Lokasi Status Penggunaan Yang Cara Tahun Diperoleh Komoditas yang
Tanah Tanah Tanah Tanah Tanah memiliki Perolehan Diperoleh dari Diusahakan
Ke- (M2) Tanah Utama Sekunder
(Kode B1) (Kode B2) (Kode B3) (Kode B4) (Kode B5) (Kode B6) (Kode Kode B7)
B7)
1
2
3
4
5
6
7

2. Tanah Garapan
Bidang Luas Lokasi Status Pengguna- Yang Cara Tahun Diperoleh Komoditas yang
Tanah Tanah Tanah Tanah an Tanah menguasai Perolehan Diperoleh dari Diusahakan
Ke- (M2) Tanah Utama Sekunder
(Kode B1) (Kode B2) (Kode B3) (Kode B4) (Kode B5) (Kode B6) (Kode Kode B7)
B7)
1
2
3
4
5
6
7
55

Kode B1: Kode B2: Kode B3: Kode B4: Kode B5:
1 = di dalam Desa 1 = di dalam areal 1 = sawah irigasi. 1 = harta bersama 1 = harta bawaan
Nanggung. Hak Guna Usaha suami istri. sebelum menikah.
2 = sawah tadah
(HGU) PT. Hevindo.
2 = di dalam Desa hujan. 2 = milik suami. 2 = warisan.
Curug Bitung. 2 = di luar areal Hak
3 = ladang / tegalan. 3 = milik istri. 3 = pemberian /
Guna Usaha (HGU)
3 = di dalam Desa hibah.
PT. Hevindo. 4 = perkebunan. 4 = milik ART lain
Cisarua.
yang perempuan. 4 = pembeliaan
3 = lainnya 5 = kolam.
4 = di luar Desa selama menikah.
(sebutkan). 5 = milik ART lain
Nangung, Desa 6 = pekarangan.
yang laki-laki. 5= tukar menukar
Curug Bitung, dan
7 = tapak rumah. selama menikah.
Desa Cisarua,
kecamatan sama. 8= lainnya 6 = menyewa.
5 = di luar (sebutkan).
7 =bagi hasil.
kecamatan.
8 = gadai.
9 = pinjam garap.
10 = lainnya
(sebutkan).
56

Kode B6: Kode B7:


1 = orang tua. 1 = padi.
2 = keluarga yang 2 = jagung.
lain.
3 = serelia.
3 = pemerintah.
4 = umbi-umbian.
4 = desa.
5 = kacang-kacangan.
6 = lainnya
6 = sayur-sayuran.
(sebutkan).
7 = buah-buahan.
8 = rempah.
9 = perkebunan.
10 = peternakan.
11 = perikanan darat.
12 = lainnya
(sebutkan).
57

Lampiran 6 Kuesioner Penelitian untuk Aktor Reformis Pemerintah.

Nomor Responden : …………………..…

Hari, Tanggal : …………………..…

Tanggal Entri Data : ………………..……

KUESIONER PENELITIAN
Pengaruh Zona Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor
Reformis Pemerintah terhadap Trajektori Tata Kelola Lahan yang
Demokratis.
(Kasus : Desa Nanggung, Desa Cisarua, Desa Curug Bitung, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Kuesioner ini merupakan instrumen penelitian yang digunakan untuk


mengumpulkan data dari responden dalam rangka penulisan skripsi program sarjana
yang dilakukan oleh:
Nama/NIM : Ilham Rizkia Maulana/I34170123
Departemen/Fakultas : Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat/Fakultas
Ekologi Manusia
Universitas : Institut Pertanian Bogor
Peneliti meminta kesediaan anda untuk meluangkan waktu untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner ini secara jujur, jelas, dan benar. Informasi
yang diterima dari kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk
keperluan penelitian. Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

A. IDENTITAS RESPONDEN
A1. Nama : ……………………………………………………..
A2. Usia : ……. Tahun
A3. Jenis kelamin : L/P
A4. Alamat : ……………………………………………………..
RT/RW: ….………………………………………..
A5. Lama tinggal : ……. tahun
58

di lokasi

A6. Pendidikan : [ ] Tidak Tamat SD


Terakhir [ ] SD/Sederajat
[ ] SMP/Sederajat
[ ] SMA/Sederajat
[ ] Perguruan Tinggi
A7. Pekerjaan saat : [ ] Kepala Desa
ini
[ ] Camat
[ ] Pegawai Swasta (Buruh)

[ ] Pegawai Negeri Sipil


[ ] Wiraswasta/usahawan
[ ] Lainnya: …………………………

A8. Jabatan saat ini :


A9. Lama Menjabat :

B. Karakter Aktor Reformis Pemerintah.


Terdapat lima pilihan jawaban yang dapat dipilih oleh responden dalam menjawab
pertanyaan pada poin B, yaitu:
STS : Sangat Tidak Setuju.
TS : Tidak Setuju.
N : Netral.
S : Setuju.
SS : Sangat Setuju.

Tingkat Responsibilitas Kebijakan (Policy Responsiveness)


No Pernyataan Skor
STS TS N S SS
B1 Keputusan-keputusan yang saya ambil merupakan
hasil pertimbangan pihak pemerintah.
B2 Kebijakan yang diambil oleh pemerintah terkait
pelaksanaan land reform diperoleh dari hasil
musyawarah pemerintah saja selaku pihak yang
berkuasa.
B3 Pemerintah melibatkan petani ketika melakukan
perumusan kebijakan.
59

B4 Keputusan dan kebijakan yang diambil pemerintah


terkait land reform merupakan kepentingan
bersama dengan petani.
B5 Land reform yang dilaksanakan di Kecamatan
Nanggung merupakan solusi dari permasalahan
yang ada di sana.
B6 Land reform yang dilaksanakan di Kecamatan
Nanggung dilaksanakan hanya karena merupakan
program dari pemerintah.
B7 Saya mendukung program land reform
dilaksanakan di Kecamatan Nanggung.
B8 Saya setuju lahan eks-HGU PT. Hevindo
dijadikan objek land reform.
B9 Dalam proses pembuatan keputusan dan
kebijakan, saya setuju jika melibatkan kalangan
petani.
B10 Dalam proses pembuatan keputusan dan
kebijakan, saya merasa bahwa dengan melibatkan
pemerintah saja sudah cukup.
B11 Menurut saya keputusan dan kebijakan yang
diambil harus mementingkan kepentingan publik,
termasuk petani.
B12 Menurut saya keputusan dan kebijakan yang
diambil harus harus bersifat dinamis ketika ada
tuntutan atau aspirasi baik dari lingkungan internal
(pemerintah) maupun eksternal (petani dan
masyarakat).

Tingkat Dukungan kebijakan (Policy Advocacy)


No Pernyataan Skor
STS TS N S SS
B13 Saya merasa saran dan partisipasi petani ketika
pengambilan keputusan dalam pelaksanaan
program land reform merupakan hal yang penting.
B14 Ide, masukan, maupun tuntutan dari petani perihal
pelaksanaan program land reform berpengaruh
secara positif terhadap pengambilan keputusan
dan kebijakan.
B15 Kepentingan petani lebih penting dibanding
kepentingan pemerintah dalam hal pelaksanaan
program reforma agraria.
B16 Pelaksanan program land reform merupakan
solusi pemecahan masalah yang berorientasi
terhadap kepentingan petani dibanding
kepentingan pemerintah.
60

B17 Saya melaksanakan program land reform karena


merupakan program dari pemerintah.
B18 Saya merasa kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah sudah tepat dan tidak perlu ada
musyawarah atau partisipasi dari petani.
B19 Kebijakan dan keputusan yang dibuat pemerintah
sudah cukup baik dan tidak perlu adanya
intervensi dari luar.
B20 Menurut saya tidak masalah jika keputusan dan
kebijakan pelaksanaan land reform hanya dibuat
oleh pemerintah saja tanpa melibatkan partisipasi
petani.
B21 Pembuatan keputusan dan kebijakan yang
melibatkan petani memiliki hasil yang lebih baik.
B22 Partisipasi dari petani dalam pembuatan keputusan
dan kebijakan cukup penting namun hasil dari
keputusan dan kebijakan tersebut tidak harus di
jalankan dan menyesuaikan kembali dengan
pemerintah.
B23 Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang
menerima masukan dari petani dan dapat
menyesuaikan dengan aspirasi yang disampaikan
oleh petani.
B24 Saya lebih puas ketika melaksanakan hasil dari
keputusan dan kebijakan yang dibuat bersama
dengan petani.

C. Inklusivitas Partisipasi.
Terdapat lima pilihan jawaban yang dapat dipilih oleh responden dalam menjawab
pertanyaan pada poin C, yaitu:
STS : Sangat Tidak Setuju.
TS : Tidak Setuju.
N : Netral.
S : Setuju.
SS : Sangat Setuju.
No Pernyataan Skor
STS TS N S SS
C1 Saya tidak memberikan akses partisipasi dalam
rangka pelaksanaan program reforma agraria di
Kecamatan Nanggung kepada pihak LSM dan
professional pada bidang reforma agrarian.
61

C2 Saya merasa lebih tepat jika memberikan akses


partisipasi hanya pada LSM, professional pada
bidang reforma agraria.
C3 Saya cenderung memberikan akses partisipasi
kepada LSM, professional pada bidang reforma
agraria, dan tokoh masyarakat karena cenderung
lebih mudah diajak berdiskusi dibandingkan
dengan petani.
C4 Saya memberikan akses partisipasi dalam rangka
pelaksanaan program reforma agraria di
Kecamatan Nanggung kepada masyarakat luas
termasuk petani AMANAT.
C5 Saya memberikan akses partisipasi dalam rangka
pelaksanaan program reforma agraria di
Kecamatan Nanggung kepada para petani yang
tergabung dalam gerakan petani Nanggung.
C6 Saya memberikan akses partisipasi dalam rangka
pelaksanaan program reforma agraria di
Kecamatan Nanggung kepada sekjen dan ketua
umum gerakan petani AMANAT.
C7 Saya percaya bahwa akses partisipasi yang
diberikan pemerintah kepada masyarakat luas
memiliki hasil keputusan dan tindakan yang lebih
baik.
C8 Saya percaya bahwa akses partisipasi yang
diberikan pemerintah kepada petani yang
tergabung dalam AMANAT memiliki hasil
keputusan dan tindakan yang lebih baik.
C9 Saya percaya bahwa akses partisipasi yang
diberikan pemerintah kepada sekjen dan ketua
umum AMANAT memiliki hasil keputusan dan
tindakan yang lebih baik.
C10 Saya percaya bahwa memberikan akses partisipasi
yang luas kepada masyarakat luas dan petani
AMANAT lebih baik dibandingkan hanya
memberikan partisipasi kepada LSM, professional
pada bidang reforma agraria, dan tokoh
masyarakat.
62

Lampiran 7 Panduan Pertanyaan Wawancara Mendalam Petani AMANAT

PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM


Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor Reformis
Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria
(Kasus : Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Tanggal Wawancara :

Lokasi Wawancara :

Nama Informan :

Usia :

Berapa Lama Tinggal di Lokasi :

Alamat :

No Telp/ HP :

Pertanyaan untuk Informan Gerakan Petani AMANAT


1. Sejak kapan gerakan petani yang tergabung dalam AMANAT mulai
berjalan?
2. Bagaimana interaksi AMANAT dengan pemerintah desa di Desa
Nanggung, Cisarua, Curug Bitung?
3. Bagaimana interaksi AMANAT dengan Pemerintah Kecamatan
Nanggung?
4. Bagaimana interaksi AMANAT dengan Pemerintah Kabupaten Bogor?
5. Bagaimana interaksi AMANAT dengan BPN Kabupaten Bogor?
6. Bagaimana interaksi AMANAT dengan PT. Hevindo?
7. Apakah AMANAT memiliki akses kepada kekuasaan mulai dari tingkat
desa hingga tingkat kabupaten?
8. Apakah terdapat pejabat pemerintah yang pada awalnya menentang
gerakan petani yang dilakukan oleh AMANAT kemudian berbalik menjadi
mendukung gerakan petani yang dilakukan oleh AMANAT?
9. Apakah terdapat aktor pemerintah yang memiliki pengaruh positif
terhadap perjuangan yang dilakukan oleh AMANAT?
63

10. Apakah terjadi perpecahan di dalam pemerintahan yang menjadi peluang


untuk AMANAT?
11. Apakah terdapat supporting group seperti LSM yang membantu
pergerakan petani AMANAT?
12. Apa saja peran-peran dari tiap LSM yang membantu AMANAT?
64

Lampiran 8 Wawancara Mendalam Aktor Reformis Pemerintah

PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM


Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor Reformis
Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria
(Kasus: Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Tanggal Wawancara :

Lokasi Wawancara :

Nama Informan :

Usia :

Instansi Pemerintahan :

Lama Menjabat :

Alamat :

No Telp/ HP :

Pertanyaan untuk Informan Aktor Reformis Pemerintah (Tingkat Desa)


1. Apakah keputusan-keputusan yang dilakukan oleh pemerintah desa
dipengaruhi oleh gerakan petani yang dilakukan oleh AMANAT?
2. Apakah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah desa
dipengaruhi oleh gerakan petani yang dilakukan oleh AMANAT?
3. Apakah anda melibatkan petani selama proses pelaksanaan program
reforma agraria?
4. Apakah pemerintah desa terbuka terhadap partisipasi dari AMANAT?
5. Bagaimana mekanisme partisipasi yang dilakukan pemerintah desa
terhadap AMANAT?
6. Apakah pemerintah memiliki hubungan dan interaksi yang baik dengan
AMANAT?
65

7. Apakah pemerintah desa memberikan akses baik berupa informasi maupun


akses dalam rangka pengambilan keputusan dan tindakan kepada
AMANAT?
8. Apakah tiga desa yang tanahnya menjadi objek pada program reforma
agraria (Desa Nanggung, Desa Curug Bitung, dan Desa Cisarua) saling
berkoordinasi dan bekerjasama dalam pelaksanaan program reforma
agraria?
9. Apakah terdapat terobosan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah desa
terkait dengan pelaksanaan reforma agraria?
10. Apakah ada pengerahan sumber daya dalam bentuk pendanaan pada
program reforma agraria?
11. Apakah ada pengerahan sumber daya dalam bentuk personel pada program
reforma agraria?
12. Apakah ada pengerahan sumber daya dalam bentuk teknologi pada
program reforma agraria?
13. Bagaimana interaksi pemerintah desa dengan PT. Hevindo?
14. Bagaimana interaksi pemerintah desa dengan pihak LSM?
15. Bagaimana interaksi pemerintah desa dengan pemerintah kecamatan,
pemerintah kabupaten, dan BPN?
16. Apakah pemerintah desa membentuk tim khusus dalam rangka perjuangan
pelaksanaan reforma agraria?
66

PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM


Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor Reformis
Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria
(Kasus: Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Tanggal Wawancara :

Lokasi Wawancara :

Nama Informan :

Usia :

Instansi Pemerintahan :

Lama Menjabat :

Alamat :

No Telp/ HP :

Pertanyaan untuk Informan Aktor Reformis Pemerintah (Tingkat


Kecamatan)
1. Apakah keputusan-keputusan yang dilakukan oleh pemerintah kecamatan
dipengaruhi oleh gerakan petani yang dilakukan oleh AMANAT?
2. Apakah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah kecamatan
dipengaruhi oleh gerakan petani yang dilakukan oleh AMANAT?
3. Apakah pemerintah kecamatan melibatkan petani selama proses
pelaksanaan program reforma agraria?
4. Apakah pemerintah kecamatan terbuka terhadap partisipasi dari
AMANAT?
5. Bagaimana mekanisme partisipasi yang dilakukan pemerintah kecamatan
terhadap AMANAT?
6. Apakah pemerintah memiliki hubungan dan interaksi yang baik dengan
AMANAT?
7. Apakah pemerintah kecamatan memberikan akses baik berupa informasi
maupun akses dalam rangka pengambilan keputusan dan tindakan kepada
AMANAT?
67

8. Bagaimana koordinasi pemerintah kecamatan dengan pemerintah desa dan


pemerintah kabupaten serta BPN terkait program reforma agraria?
9. Apakah terdapat terobosan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah
kecamatan terkait dengan pelaksanaan reforma agraria?
10. Apakah ada pengerahan sumber daya dalam bentuk pendanaan pada
program reforma agraria?
11. Apakah ada pengerahan sumber daya dalam bentuk personel pada program
reforma agraria?
12. Apakah ada pengerahan sumber daya dalam bentuk teknologi pada
program reforma agraria?
13. Bagaimana interaksi pemerintah kecamatan dengan PT. Hevindo?
14. Bagaimana imteraksi pemerintah kecamatan dengan pihak LSM?
15. Apakah pemerintah kecamatan membentuk tim khusus dalam rangka
perjuangan pelaksanaan reforma agraria?
68

PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM


Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor Reformis
Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria
(Kasus: Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Tanggal Wawancara :

Lokasi Wawancara :

Nama Informan :

Usia :

Instansi Pemerintahan :

Lama Menjabat :

Alamat :

No Telp/ HP :

Pertanyaan untuk Informan Aktor Reformis Pemerintah (Kabupaten)


1. Apakah keputusan-keputusan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten
dipengaruhi oleh gerakan petani yang dilakukan oleh AMANAT?
2. Apakah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten
dipengaruhi oleh gerakan petani yang dilakukan oleh AMANAT?
3. Apakah pemerintah kabupaten melibatkan petani selama proses
pelaksanaan program reforma agraria?
4. Apakah pemerintah kabupaten terbuka terhadap partisipasi dari
AMANAT?
5. Bagaimana mekanisme partisipasi yang dilakukan pemerintah kabupaten
terhadap AMANAT?
6. Apakah pemerintah kabupaten memiliki hubungan dan interaksi yang baik
dengan AMANAT?
7. Apakah pemerintah kabupaten memberikan akses baik berupa informasi
maupun akses dalam rangka pengambilan keputusan dan tindakan kepada
AMANAT?
69

8. Bagaimana koordinasi pemerintah kabupaten dengan pemerintah


kecamatan dan pemerintah desa serta BPN terkait program reforma
agraria?
9. Apakah terdapat terobosan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah
kabupaten terkait dengan pelaksanaan reforma agraria?
10. Apakah ada pengerahan sumber daya dalam bentuk pendanaan pada
program reforma agraria?
11. Apakah ada pengerahan sumber daya dalam bentuk personel pada program
reforma agraria?
12. Apakah ada pengerahan sumber daya dalam bentuk teknologi pada
program reforma agraria?
13. Bagaimana interaksi pemerintah kabupaten dengan PT. Hevindo?
14. Bagaimana imteraksi pemerintah kabupaten dengan pihak LSM?
15. Apakah pemerintah kabupaten membentuk tim khusus dalam rangka
perjuangan pelaksanaan reforma agraria?
16. Bagaimana peran Gugus Tugas Reforma Agraria pada pelaksanaan reforma
agraria di Kecamatan Nanggung?
17. Apakah terdapat inovasi kelembagaan terkait dengan program reforma
agraria?
70

PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM


Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor Reformis
Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria
(Kasus: Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Tanggal Wawancara :

Lokasi Wawancara :

Nama Informan :

Usia :

Instansi Pemerintahan :

Lama Menjabat :

Alamat :

No Telp/ HP :

Pertanyaan untuk Informan Aktor Reformis Pemerintah (BPN)


1. Apakah keputusan-keputusan yang dilakukan oleh BPN Kabupaten Bogor
dipengaruhi oleh gerakan petani yang dilakukan oleh AMANAT?
2. Apakah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh BPN Kabupaten Bogor
dipengaruhi oleh gerakan petani yang dilakukan oleh AMANAT?
3. Apakah BPN Kabupaten Bogor melibatkan petani selama proses
pelaksanaan program reforma agraria?
4. Apakah BPN Kabupaten Bogor terbuka terhadap partisipasi dari
AMANAT?
5. Bagaimana mekanisme partisipasi yang dilakukan BPN Kabupaten Bogor
terhadap AMANAT?
6. Apakah BPN Kabupaten Bogor memiliki hubungan dan interaksi yang baik
dengan AMANAT?
7. Apakah BPN Kabupaten Bogor memberikan akses baik berupa informasi
maupun akses dalam rangka pengambilan keputusan dan tindakan kepada
AMANAT?
71

8. Bagaimana koordinasi BPN Kabupaten Bogor dengan pemerintah


kabupaten, pemerintah kecamatan, dan pemerintah desa terkait program
reforma agraria?
9. Apakah terdapat terobosan kebijakan yang dilakukan oleh BPN Kabupaten
Bogor maupun BPN pusat terkait dengan pelaksanaan reforma agraria?
10. Apakah ada pengerahan sumber daya dalam bentuk pendanaan pada
program reforma agraria?
11. Apakah ada pengerahan sumber daya dalam bentuk personel pada program
reforma agraria?
12. Apakah ada pengerahan sumber daya dalam bentuk teknologi pada
program reforma agraria?
13. Bagaimana interaksi BPN Kabupaten Bogor dengan PT. Hevindo?
14. Bagaimana imteraksi BPN Kabupaten Bogor dengan pihak LSM?
15. Apakah BPN Kabupaten Bogor membentuk tim khusus dalam rangka
perjuangan pelaksanaan reforma agraria di Kecamatan Nanggung?
16. Apakah terdapat inovasi kelembagaan terkait dengan program reforma
agraria?
72

Lampiran 9 Wawancara mendalam LSM

PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM


Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor Reformis
Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria
(Kasus: Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Tanggal Wawancara :

Lokasi Wawancara :

Nama Informan :

Usia :

Nama LSM :

Alamat :

No Telp/ HP :

Pertanyaan untuk LSM (JKPP, RMI, Sawit Watch, KPA, ELSAM, dan
TUK) sebagai supporting group
1. Apa saja peran-peran yang dilakukan oleh LSM anda dalam rangka
membantu petani AMANAT pada perjuangan pelaksanaan reforma
agraria?
2. Apa alasan LSM anda membantu perjuangan petani AMANAT?
3. Bagaimana menurut anda dinamika perjuangan pelaksanaan reforma
agraria di Kecamatan Nanggung?
4. Bagaimana interaksi yang terbangun antara LSM anda dengan AMANAT?
5. Bagaimana interaksi yang terbangun antara LSM anda dengan pemerintah
desa?
6. Bagaimana interaksi yang terbangun antara LSM anda dengan pemerintah
kecamatan?
7. Bagaimana interaksi yang terbangun antara LSM anda dengan pemerintah
kabupaten?
8. Bagaimana interaksi yang terbangun antara LSM anda dengan BPN?
73

9. Bagaimana interaksi yang terbangun antara LSM anda dengan PT.


Hevindo?
10. Apa saja yang LSM anda lakukan dalam rangka penguatan organisasi
AMANAT?
11. Apa saja yang LSM anda lakukan dalam rangka advokasi?
12. Apa yang LSM anda lakukan dalam rangka meningkatkan kapasitas petani?
13. Apakah terdapat tim khusus yang dibuat oleh LSM anda terkait perjuangan
pelaksanaan reforma agraria yang sedang berlangsung di Kecamatan
Nanggung?
14. Apa harapan anda terhadap program reforma agraria di Kecamatan
Nanggung?
74

Lampiran 10 Catatan Harian Lapang

CATATAN HARIAN KE-


Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor Reformis
Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria
(Kasus: Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Topik :

Metode :

Informan/Partisispan :

Hari & Tanggal :

Waktu & Durasi :

Tempat :
Kondisi & Situasi :

DESKRIPSI

INTERPRETASI
75

Lampiran 11 Dummy Table

Tabel 7 Tabel frekuensi agregate frame


Kategori Skor Frekuensi
Kategori Sikap Jumlah (n) Persentase (%)
Sikap Sangat Positif
Sikap Positif
Netral
Sikap Negatif
Sikap Sangat Negatif
Total

Tabel 8 Tabel frekuensi consensus frame


Kategori Skor Frekuensi
Kategori Sikap Jumlah (n) Persentase (%)
Sikap Sangat Positif
Sikap Positif
Netral
Sikap Negatif
Sikap Sangat Negatif
Total

Tabel 9 Tabel frekuensi collective action frame


Kategori Skor Frekuensi
Kategori Sikap Jumlah (n) Persentase (%)
Sikap Sangat Positif
Sikap Positif
Netral
Sikap Negatif
Sikap Sangat Negatif
Total

Tabel 10 Tabel frekuensi kategori aktor gerakan petani


Kategori Aktor Tabel Frekuensi
Jumlah (n) Persentase (%)
Adherents
Constituents
Bystanders
Total
76

Tabel 11 Tabel frekuensi karakter aktor reformis pemerintah berdasarkan tingkat


responsibilitas kebijakan (policy responsiveness)
Kategori Skor Frekuensi
Kategori Sikap Jumlah (n) Persentase (%)
Sikap Sangat Positif
Sikap Positif
Netral
Sikap Negatif
Sikap Sangat Negatif
Total

Tabel 12 Tabel frekuensi karakter aktor reformis pemerintah berdasarkan tingkat


dukungan kebijakan (policy advocacy)
Kategori Skor Frekuensi
Kategori Sikap Jumlah (n) Persentase (%)
Sikap Sangat Positif
Sikap Positif
Netral
Sikap Negatif
Sikap Sangat Negatif
Total

Tabel 13 Tabel frekuensi inklusivitas partisipasi


Kategori Skor Frekuensi
Kategori Sikap Jumlah (n) Persentase (%)
Sikap Sangat Positif
Sikap Positif
Netral
Sikap Negatif
Sikap Sangat Negatif

Total

Tabel 14 Tabel frekuensi kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum miskin
Kategori Skor Frekuensi
Kategori Sikap Jumlah (n) Persentase (%)
Sikap Sangat Positif
Sikap Positif
Netral
Sikap Negatif
Sikap Sangat Negatif
Total
77

Tabel 15 Tabel frekuensi tingkat penguasaan dan pengusahaan tanah (milik)


Luas Tanah (Milik) Tabel Frekuensi
Jumlah (n) Persentase (%)
Skala kecil
Skala menengah
Skala luas
Total

Tabel 16 Tabel frekuensi tingkat penguasaan dan pengusahaan tanah (garapan)


Luas Tanah (Garapan) Tabel Frekuensi
Jumlah (n) Persentase (%)
Rendah
Sedang
Tinggi
Total

Tabel 17 Tabel outer loading uji convergent validity


Variabel Indikator Outer Loading
X1

X2

X3

Tabel 18 Tabel uji composite reability


Variabel Composite Reliability
X1
X2
X3

Tabel 19 Tabel uji Cronbach’s Alpha


Variabel Cronbach’s Alpha

X1
X2
X3
78

Tabel 20 Tabel uji hipotesis

Hipotesis Pengaruh T-Statistics P-Values Hasil

H1

H2

H3
79

Lampiran 12 Outline Skripsi


1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
2. PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Pustaka
2.2 Kerangka Pemikiran
2.3 Hipotesis Penelitian
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.3 Teknik Pemilihan Responden dan Informan
3.4 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
3.5 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data
3.6 Definisi Operasional
3.7 Definisi Konseptual
4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Kondisi Geografis dan Topografi
4.2 Kondisi Demografis
4.3 Kondisi Sosial dan Ekonomi
4.4 Kondisi Struktur Agraria
5. GERAKAN PETANI
5.1 Pembingkaian (Framing) Kolektif
5.2 Kategori Aktor Gerakan Petani
5.3 Peluang Politik
5.4 Tingkat Dukungan Aliansi Gerakan
6. INISIATIF AKTOR REFORMIS PEMERINTAH
6.1 Karakter Aktor Reformis Pemerintah
7. ZONA INTERAKSI
7.1 Pro-Poor Governance
7.2 Democratic Governance
7.3 Tujuan Akuntabilitas Aktor Reformis Pemerintah
7.4 Kedalaman Keterlibatan Partisipasi Petani
8. PENGARUH INTERAKSI GERAKAN PETANI DENGAN INISIATIF AKTOR
REFORMIS PEMERINTAH TERHADAP ZONA INTERAKSI
9. PENGARUH ZONA INTERAKSI TERHADAP TRAJEKTORI PERJUANGAN
PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA
10. IKHTISAR
11. PENUTUP
11.1 Kesimpulan
11.2 Saran
12. DAFTAR PUSTAKA
13. RIWAYAT HIDUP
80

14. LAMPIRAN
14.1 Lampiran 1 : Peta Lokasi Penelitian
14.2 Lampiran 2 : Waktu Kegiatan Penelitian
14.3 Lampiran 3 : Daftar Kerangka Sampling Petani AMANAT
14.4 Lampiran 4 : Daftar Kerangka Sampling Aktor Reformis Pemerintah
14.5 Lampiran 5 : Kuesioner Penelitian untuk Petani AMANAT
14.6 Lampiran 6 : Kuesioner Penelitian untuk Aktor Reformis Pemerintah
14.7 Lampiran 7 : Wawancara Mendalam untuk Informan Petani AMANAT
14.8 Lampiran 8 : Wawancara Mendalam untuk Informan Aktor Reformis
Pemerintah
14.9 Lampiran 9 : Wawancara Mendalam untuk Informan LSM (Supporting
Group)
14.10 Lampiran 10 : Dokumentasi Lapang
81

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, pada tanggal 22 Desember
1997 dari Ayah Yusi Toviana dan Ibu Ine Arleni. Penulis merupakan anak ke-dua dari
empat bersaudara yang terdiri dari dua saudara laki-laki dan satu saudara perempuan.
Penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Islam Terpadu Aliya pada tahun 2004-
2010, kemudian Sekolah Menengah Pertama Negeri 6 Kota Bogor pada tahun 2010-2013,
dan selanjutnya Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Kota Bogor pada tahun 2013-2016.
Setelah menamatkan pendidikan SMA pada tahun 2016. Pada tahun 2017 penulus lolos
ujian SBMPTN dan diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama penulis menimba ilmu di Institut
Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai kegiatan organisasi dan kepanitiaan. Penulis
aktif sebagai anggota divisi pengembangan sumberdaya manusia (PSDM) BEM Fakultas
Ekologi Manusia pada tahun 2018-2019. Penulis aktif dibeberapa kepanitiaan seperti
menjadi Ketua Pelaksana acara Infinite Potential For The Better Future (Inspire 2019).
Penulis juga menjadi kepada divisi logistik dan transportasi pada acara masa pengenalan
fakultas (MPF 2019).

You might also like