Professional Documents
Culture Documents
Laporan497 - Ilham Rizkia Maulana - I34170123
Laporan497 - Ilham Rizkia Maulana - I34170123
Ilham Rizkia M.
NIM. I34170123
ABSTRAK
ABSTRACT
ILHAM RIZKIA MAULANA. The Effect of Interaction between Peasant Movement
and Government Reformist Actor Initiative on the Implementation of Agrarian Reform.
Supervised by ENDRIATMO SOETARTO and MOHAMAD SHOHIBUDDIN.
Land is an agrarian resource that is used by many parties. In order to achieve
justice in land tenure, the solution being implemented by the government is to carry out
agrarian reform. Inequality of land tenure and land grabbing have triggered social
movements from below carried out by farmers. The peasants' movement can be
strengthened by the initiative of reformist government actors. Government reformist actor
initiatives are initiatives that emerge from government actors who are tolerant and even
support social movements. The interaction between the peasants movement and the
reformist actor initiatives contributed to the success of agrarian reform. This research
uses a quantitative approach with survey methods and is supported by qualitative data.
Quantitative data is processed using analysis of Structural Equation Modeling (SEM)
based on variance, namely Partial Least Square (PLS) with farmer respondents who are
members of AMANAT and government actors involved in the agrarian reform program
in Nanggung District.
Keywords: Community Movement, Government Reformist Actor Initiative, Agrarian
Reform, Interaction Zone
PENGARUH INTERAKSI ANTARA GERAKAN PETANI DENGAN
INISIATIF AKTOR REFORMIS PEMERINTAH TERHADAP
PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA
Oleh:
ILHAM RIZKIA MAULANA
I34170123
Proposal Skripsi
sebagai syarat kelulusan Mata Kuliah Kolokium (KPM 497)
pada
Mayor Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
Judul Studi Pustaka : Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor
Reformis Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria.
Nama : Ilham Rizkia Maulana
NIM : I34170123
Disetujui Oleh
Diketahui Oleh
Tanggal Pengesahan:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya semata sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan
proposal skripsi dengan judul “Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif
Aktor Reformis Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria” dapat terselesaikan
dengan baik dan lancar untuk memenuhi syarat kelulusan Mata Kuliah Kolokium
(KPM497) pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, IPB University. Selain itu, penulis menyadari bahwa proposal
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih kepada:
1. Kedua orang tercinta yang senantiasa selalu memberi doa, dukungan, dan
semangat kepada penulis, beserta ketiga saudara kandung yang selalu
memberikan semangat kepada penulis.
2. Bapak Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA dan Bapak M. Shohibuddin, M.Si selaku
dosen pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan, mendukung,
memotivasi, mendoakan, serta memberikan masukan dan saran kepada penulis
selama proses penyusuna laporan Studi Pustaka.
3. Fairuz sebagai teman satu bimbingan dan seperjuangan yang selalu memberi
semangat, motivasi serta masukan kepada penulis.
4. Farid, Rifki, Reza, Lisa, Chaca, dan Jovita selaku sahabat terdekat penulis yang
selalu menemani perjalanan penulis baik dalam suka maupun duka serta selalu
memberi semangat dan motivasi kepada penulis.
5. Tiara, Gina, Kiky Aisyah, Pipit, dan Catherine selaku sahabat penulis yang
senantiasa memberi doa, semangat, dan motivasi kepada penulis.
6. Keluarga kelompok KKN Bogorkab35, yaitu Rama, Rifki, Gina, Lidia, Nina, dan
Bita yang selalu memberikan semangat kepada penulis.
7. Alvira, Ayu, Jihan, Meita, Ainaya, Eki, dan Okta selaku sahabat penulis yang
telah memberi semangat kepada penulis dalam penulisan proposal skripsi ini.
8. PSDM BEM FEMA 2019 sebagai sahabat serta penyemangat bagi penulis untuk
untuk menggali pengalaman organisasi di IPB University.
9. Teman-teman seperjuangan di IPB University, mahasiswa Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkata 54 yang penulis sayangi.
Penulis berharap kajian “Pengaruh Interaksi antara Gerakan Petani dengan
Inisiatif Aktor Reformis Pemerintah terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria” ini
mampu memberikan manfaat dan sumbangsih kepada khazanah ilmu pengetahuan.
Ilham Rizkia M.
NIM. I34170123
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 Lokasi Penelitian................................................................................................... 42
2 Waktu Kegiatan Penelitian ................................................................................... 43
3 Kerangka Sampling Petani AMANAT ................................................................. 45
4 Kerangka Sampling Aktor Reformis Pemerintah ................................................. 48
5 Kuesioner Penelitian untuk Petani AMANAT ..................................................... 49
6 Kuesioner Penelitian untuk Aktor Reformis Pemerintah ..................................... 57
ix
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permasalahan pada sumber daya agraria merupakan permasalahan yang masih
sering ditemui. Beberapa permasalahan berdasarkan fakta di dalam ranah kajian agraria,
yaitu terdapat berbagai bentuk ketidak-adilan agraria berupa ketiadaan akses petani
miskin terhadap sumber daya agraria; kemudian banyak konflik terjadi di dalam maupun
antar sektor yang diberi kewenangan mengelola sumber daya agraria; dan semakin
tingginya kesenjagan penguasaan tanah pertanian di wilayah pedesaan karena adanya
konversi tanah. Masalah yang timbul melibatkan banyak stakelholder di antaranya adalah
pemerintah, swasta, dan masyarakat. Pemerintah sejak dulu telah melakukan program
reforma agraria dalam rangka menyelesaikan permasalahan agraria. Reforma agraria atau
land reform merupakan perubahan besar dalam struktur agraria yang membawa
peningkatan akses petani miskin pada lahan serta kepastian penguasaan (tenure) bagi
mereka yang menggarap lahan (Bernhard 2012). Permasalahan agraria yang terjadi
menandakan program reforma agraria yang dijalankan oleh pemerintah belum berjalan
secara efektif. Fungsi tanah tidak hanya terbatas pada kebutuhan tempat tinggal, tetapi
juga tempat tumbuh kembang sosial, politik, budaya seseorang maupun suatu komunitas
(Erwiningsih 2009).
Masih banyaknya ketimpangan kepemilikan tanah dan perebutan tanah milik
masyarakat oleh pihak swasta dan pemerintah telah memicu gerakan sosial dari bawah
yang dilakukan oleh petani. Gerakan sosial dari bawah merupakan kegiatan politik mulai
dari pendudukan tanah, pembentukan organisasi, hingga negosiasi dengan pemerintah
(Brocket 1991). Gerakan sosial menurut Tilly (1977) adalah sebuah tindakan yang
berkelanjutan secara bertahap, pertunjukan dan kampanye yang dilakukan oleh orang
biasa dan mereka membuat tuntutan secara kolektif terhadap orang lain. Teori tersebut
menggambarkan bahwa gerakan sosial dalam hal ini salah satunya adalah gerakan petani
merupakan sebuah sarana bagi petani untuk berpartisipasi dalam ruang politik. Tilly
(1977) mengungkapkan tentang persiapan yang harus dimiliki untuk dapat berpartisipasi
dalam ruang ruang politik, yaitu minat, organisasi, mobilisasi, tindakan kolektif, dan
kesempatan. Gerakan yang dilakukan oleh petani pada beberapa kasus telah membuahkan
hasil meskipun memerlukan waktu yang lama serta pengorbanan. Hal tersebut
menunjukan bahwa peluang politik dan posisi petani tidaklah kuat.
Tarrow (1994) mengidentifikasi empat peluang politik yang dapat dimanfaatkan
oleh para petani, yaitu akses ke kekuasaan, pergeseran keberpihakan, ketersediaan elit
berpengaruh, dan perpecahan di dalam dan di antara elit. Ketersediaan semua atau
beberapa peluang ini dapat menciptakan kemungkinan-kemungkinan yang bahkan dapat
dimanfaatkan oleh aktor yang lemah. Tarrow (1998) menegaskan bahwa struktur peluang
politik selalu berhubungan dengan sumberdaya eksternal. Sumberdaya ini dipergunakan
sejalan dengan terbukanya akses kepada kelembagaan politik dan perpecahan di dalam
tubuh para elit politik. Dengan demikian, perubahan struktur peluang politik berhubungan
dengan siklus gerakan sosial. Secara lebih rinci, McAdam (1996) merumuskan struktur
peluang politik dalam empat aspek berikut: (1) keterbukaan relatif dari sistem politik yang
melembaga, (2) kestabilan relatif dari ikatan-ikatan para elit yang menyokong suatu
kebijakan tertentu, (3) ketersediaan persekutuan-persekutuan baru yang berpengaruh, dan
2
(4) kapabilitas negara dan kecenderungan untuk dapat menekan setiap upaya mobilisasi
kekuatan masyarakat. Struktur peluang politik ini dapat dianggap bertanggung jawab
dalam peningkatan atau penurunan resiko atau keuntungan dari berbagai upaya mobilisasi
kekuatan masyarakat. Selain konsep peluang politik, gerakan petani juga dapat dilihat
menggunakan konsep pembingkaian (framing) kolektif. Konsep pembingkaian (framing)
kolektif lebih menunjuk pada dimensi sosial-psikologis, dan mampu melengkapi
kelemahan konsepsi struktur peluang politik. Menurut Tarrow (1998), pembingkaian
kolektif merupakan proses interpretasi kolektif, atribusi, dan konstruksi sosial yang
memediasi antara peluang politik dan tindakan dalam gerakan sosial.
Penelitian tentang strategi advokasi petani yang melihat formasi dan struktur
gerakan, serta jaringan-jaringan pendukung gerakan petani yang dilakukan Mustain
(2007) mengungkapkan bahwa gejolak dan resistensi yang dilakukan oleh petani dipicu
oleh faktor ekonomi, yaitu ketimpangan kepemilikan tanah. Pergerakan petani juga
muncul akibat kebijakan pemerintah mengenai masalah penguasaan pertanahan yang
cenderung eksploitatif dan mengutamakan pemodal. Kemudian penelitian yang dilakukan
oleh Susanto (2015) mengungkapkan bahwa gerakan sosial masyarakat Desa Banjaranyar
dalam merebut lahan mengalami dinamikanya tersendiri. Namun, perjuangan tersebut
baru terlihat ketika ada yang menggerakan, terhimpun ke dalam wadah organisasi dan
bertemu dengan kekuatan dari luar yang memiliki ideologi yang sama serta terbentuknya
SPP (Serikat Petani Pasundan) yang merupakan wadah bagi petani banjar untuk
memperjuangkan ha katas tanah. Penelitian mengenai gerakan petani di Rengas yang
dilakukan Syawaludin (2016) menunjukan bahwa gerakan yang dilakukan petani
memiliki strategi dalam rangka mencapai tujuannya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
terdapat tiga unsur utama yang saling terkait yang mendorong keberhasilan pergerakan
petani, yaitu peluang politik, struktur mobilisasi, dan pembingkaian kondisi ketegangan
struktural yang terus menerus-menerus. Gerakan petani yang dilakukan oleh petani
Rengas dapat berjalan akibat aktor-aktor dalam pergerakan petani membentuk suatu
organisasi sebagai wadah mobilisiasi petani. Tindakan-tindakan kolektif yang
dilaksanakan oleh petani juga telah membentuk suatu jaringan dan trust network yang
menjadi salah satu faktor pendorong keberhasilan gerakan petani di Rengas.
Penelitian-penelitian di atas telah berhasil menjelaskan dan memberi gambaran
mengenai awal mula terjadinya pergerakan petani serta tindakan-tindakan kolektif yang
dilakukan petani dalam rangka mencapai tujuannya. Dari hasil-hasil penelitian tersebut,
dapat dilihat bahwa gerakan petani muncul akibat faktor dari luar seperti sistem politik,
kebijakan pertanahan yang eksploitatif, dan ketimpangan kepemilikan tanah. Gerakan
petani juga memiliki dinamikanya tersendiri dan salah satu faktor terjadinya dinamika
tersebut adalah adanya kekuatan dari luar yang memiliki ideologi yang sama dengan
gerakan petani. Gerakan petani akan semakin kuat dan semakin maju ketika membentuk
jejaring dengan pihak lain. Gerakan petani juga akan semakin kuat ketika memanfaatkan
peluang politik yang ada. Meskipun penelitian di atas telah berhasil dalam menjelaskan
awal mula gerakan petani dan tindakan-tindakan kolektif yang dilakukan petani, masih
terdapat gap atau kekosongan pada penelitian-penelitian di atas. Kekosongan dari
penelitian-penelitian di atas di antaranya penelitian di atas lebih berfokus kepada gerakan
yang dilakukan oleh para petani dan belum melihat secara mendalam interaksi antara
gerakan petani dengan aktor reformis pemerintah. Meskipun pada penelitian di atas sudah
melihat aktor-aktor yang terlibat serta adanya pengaruh kekuatan dari luar bagi gerakan
petani, namun penelitian tersebut belum melihat interaksi yang timbul antara aktor
3
reformis pemerintah dengan gerakan petani serta pengaruh interaksi tersebut terhadap
dinamika gerakan sosial yang dilakukan oleh petani.
Gerakan sosial yang dilakukan oleh petani dapat terwujud jika terdapat peluang
politik yang diperoleh antara lain melalui inisiatif reformis dari atas yang dilakukan aktor-
aktor pemerintah. Inisiatif aktor reformis pemerintah dari atas digerakkan oleh para aktor
pemerintah yang toleran dan bahkan mendukung gerakan sosial (Borras 2002). Borras
dan Franco (2008) mendefinisikan aktor reformis pemerintah sebagai kelompok aktor
dalam birokrasi negara baik nasional maupun lokal yang memiliki berbagai tingkatan
kekuatan politik, dan karena berbagai alasan serta motivasi tertarik untuk mendukung
kebijakan tanah yang berpihak pada kaum miskin, dan umumnya toleran atau bahkan
mendukung mobilisasi masyarakat miskin dari bawah. Peran inisiatif aktor reformis
pemerintah sangatlah penting dalam menentukan kebijakan yang mendukung masyarakat
miskin karena kekuatan pamungkas yang dapat mendistribusikan kembali kekayaan dan
kekuasaan lintas kelas sosial dalam masyarakat agraris terletak pada kekuasaan
pemerintah. Tugas aktor reformis pemerintah dalam mendukung kebijakan tanah yang
berpihak pada masyarakat miskin adalah bagaimana memahami dan mengambil manfaat
dari tindakan-tindakan yang dilakukan dalam rangka mendukung kebijakan tanah yang
berpihak pada masyarakat miskin, tanpa mengabaikan agenda jangka panjang
pemerintah.
Interaksi yang terjadi antara gerakan sosial dari bawah dengan inisiatif reformis
dari atas menimbulkan zona interaksi yang nantinya akan memberikan pengaruh terhadap
dinamika perjuangan reforma agraria. Hal ini sesuai dengan teori Bibingka yang
disampaikan oleh Borras dan Franco (2008), yaitu interaksi simbiosis antara kelompok-
kelompok sosial otonom dari bawah dengan kelompok reformis negara yang ditempatkan
secara strategis dari atas memberikan strategi yang paling menjanjikan untuk
mengimbangi perlawanan anti-reformasi yang kuat terhadap kebijakan tanah yang
berpihak pada kaum miskin, memfasilitasi redistribusi negara atas tanah-tanah yang
diperebutkan kepada kaum miskin yang tidak memiliki tanah dan hampir tidak memiliki
pekerjaan.
Interaksi yang terjadi dapat bersifat netral atau tidak saling mempengaruhi,
menjadi penghambat satu sama lain, atau saling mendukung satu sama lain. Ketiga
trajetori tersebut dipengaruhi oleh peran yang dilakukan oleh gerakan petani, peranan
yang dilakukan oleh aktor reformis, dan zona interaksi yang ditimbulkan oleh interaksi
yang terjadi antara gerakan petani dengan aktor reformis pemerintah. Aktor reformis
pemerintah yang memiliki orientasi untuk mendukung gerakan petani dan mendukung
kebijakan pertanahan yang pro-poor dan gerakan petani yang memiliki kapasitas dalam
memanfaatkan peluang politik dan jejaring yang ada akan mampu menghasilkan interaksi
yang bersifat saling mempengaruhi secara positif dan akan memberikan hasil terbaik pada
pelaksanaan program reforma agraria.
Penyelenggaraan reforma agraria di Indonesia diarahkan untuk melakukan
perubahan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah untuk
menjamin terwujudnya keadilan dan kepastian hukum dalam penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah (Nurlinda 2009). Program reforma agraria telah
dilaksanakan oleh pemerintah sejak dahulu, namun hinga saat ini masih banyak ditemui
konflik dan permasalahan agraria yang belum terselesaikan. Kebijakan reforma agraria
sudah dijalankan pemerintah sejak awal era kemerdekaan dan menjadi strategi dasar
pembangunan pada awal dekade 1960-an, tetapi justru mengalami arus balik selama masa
4
orde baru (Wiradi 2009). Pada era reformasi, agenda reforma agraria kembali bangkit
kembali dengan dikeluarkannya TAP MPR RI no. IX/2001. Agenda ini mulai
diterjemahkan secara konkret menjadi kebijakan operasional pada era pemerintahan
SBY-JK dalam bentuk Program Pembaruan Nasional (Shohibuddin dan Salim, eds. 2012;
Mulyani dkk. 2011). Pada era pemerintahan berikutnya di bawah kepemimpinan Presiden
Joko Widodo, agenda reforma agraria kembali ditekankan dalam kebijakan pemerintah.
Agenda reforma agraria dimuat dalam dokumen Jalan Perubahan Menuju Indonesia yang
Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian, “Visi, Misi, dan Program Aksi Joko Widodo –
M. Jusuf Kalla”. Dokumen ini memuat sembilan agenda utama yang dinamakan
Nawacita. Salah satu agenda di dalam Nawacita adalah reforma agraria dan strategi
membangun Indonesia dari pinggiran dimulai dari daerah dan desa. Dokumen yang
merupakan janji politik selama masa kampanye itu kemudian secara legal dituangkan ke
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 memuat
pula komponen-komponen program reforma agraria secara terpisah-pisah. Komponen
yang pertama adalah penyediaan sumber Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dan
melakukan redistribusi tanah dan legalisasi aset. Hal-hal yang akan dilakukan di
antaranya adalah identifikasi dan inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan
Pemanfaatan Tanah (IP4T) sebanyak 18 juta bidang atau sedikitnya mencapai 9 juta ha;
identifikasi kawasan hutan yang akan dilepaskan sedikitnya sebanyak 4,1 juta ha;
identifikasi tanah hak, termasuk di dalamnya tanah HGU akan habis masa berlakunya,
tanah terlantar, dan tanah transmigrasi yang belum bersertifikat, yang berpotensi sebagai
TORA sedikitnya sebanyak 1 juta ha; dan identifikasi tanah milik masyarakat dengan
kriteria penerima reforma agraria untuk legalisasi aset sedikitnya sebanyak 3,9 juta ha.
Kompone yang kedua adalah tentang pemberian hak milik atas tanah (reforma aset) yang
meliputi redistribusi tanah dan legalisasi aset sebanyak 9 juta ha dengan rincian
redistribusi tanah sedikitnya sebanyak 4,5 juta ha yang meliputi tanah pada kawasan
hutan yang dilepaskan, dan tanah hak, termasuk di dalamnya tanah HGU akan habis masa
berlakunya dan tanah terlantar; dan legalisasi aset sedikitnya sebanyak 4,5 juta ha, yang
meliputi tanah transmigrasi yang belum dilegalisasi dan legalisasi aset (sertifikasi)
masyarakat dengan kriteria penerima reforma agraria.
Secara lebih operasional, pelaksanaan agenda RA yang telah dicantumkan dalam
RPJMN tersebut diatur dalam perpres No. 45 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja
Pemerintah dan Perpres No. 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Komponen
pelaksanaan reforma agraria tercantum dalam Perpres Nomor 45 Tahun 2016 tentang
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang mencakup penguatan regulasi dan penyelesaian
konflik agraria, penataan penguasaan dan pemilikan, kepastian hukum, pemberdayaan
masyarakat, dan kelembagaan reforma agraria pusat dan daerah (Kastaf Presiden 2017).
Berdasarkan pasal 1 Perpres No. 86 Tahun 2018, reforma agraria adalah penataan kembali
struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih
berkeadilan melalui penataan aset disertai dengan penataan akses untuk kemakmuran
rakyat Indonesia. Pelaksanaan reforma agraria di Indonesia menekankan pada konsep
redistribusi tanah yang dikuasai negara, tanah kelebihan luas maksimum, tanah absentee,
dan tanah negara lainnya yang telah ditetapkan menjadi tanah objek reforma agraria.
Reforma agraria dalam pasal 3 Perpres No.86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria
dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah melalui tahapan perencanaan
reforma agraria dan pelaksanaan reforma agraria. Perencanaan ini dalam pasal 4 meliputi
perencanaan penataan aset terhadap penguasaan dan pemilikan tanah objek reforma
5
beberapa NGO seperti JKPP, RMI, Sawit Watch, KPA, Elsam, dan TuK. Interaksi antara
Kelompok Tani AMANAT dengan aktor pemerintah serta antara Kelompok Tani
AMANAT dengan NGO dapat memperkuat posisi kelompok tani dalam
memperjuangkan keadilan dalam alokasi tanah. Interaksi yang terjadi antara gerakan
petani yang dilakukan Kelompok Tani AMANAT dengan inisiatif aktor reformis
pemerintah menimbulkan zona interaksi yang nantinya akan memberikan pengaruh
terhadap pelaksanaan program reforma agraria di Kecamatan Nanggung. Sehingga
penting bagi penulis untuk mengkaji bagaimana interaksi yang timbul pada zona
interaksi antara Inisiatif aktor reformis pemerintah dengan gerakan petani?
Pada beberapa kasus, aktor reformis pemerintah dan gerakan petani ada tanpa
berinteraksi satu sama lain. Dalam situasi tersebut, peluang politik tidak dimanfaatkan.
Pada kasus-kasus lainnya, terdapat interaksi antara aktor reformis pemerintah dengan
gerakan petani, interaksi tersebut dapat menciptakan situasi saling mendukung maupun
situasi saling melemahkan satu sama lain. Interaksi tersebut juga dapat menciptakan
situasi netral yaitu situasi ketika terdapat respon namun respon tersebut tidak
ditindaklanjuti dan berakhir hanya sebagai respon saja. Dalam konteks pelaksanaan
reforma agraria, situasi yang paling menjanjikan adalah ketika dua aliran kekuatan dari
aktor reformis pemerintah dengan kekuatan dari bawah yang berasal dari gerakan petani
berinteraksi secara positif dalam mengejar tujuan bersama untuk melaksankan reforma
agraria, meskipun terdapat perbedaan agenda dan motivasi di antara para aktor. Interaksi
positif ini tidak selalu memerlukan koalisi eksplisit antara aktor reformis pemerintah dan
gerakan petani. Aktor reformis pemerintah dan gerakan petani dari konteks kelembagaan
yang sangat berbeda, dan masing-masing memiliki serangkaian motivasi dan agenda
jangka panjang yang berbeda untuk memperjuangkan kebijakan tanah yang berpihak pada
kaum miskin. Aktor-aktor pemerintah dan gerakan petani yang pro-reformasi dapat
menyadari bahwa mereka saling membutuhkan jika agenda mereka untuk pelaksanaan
reforma agraria ingin dicapai, dan dengan demikian mereka terus berinteraksi, masing-
masing berusaha dan memengaruhi yang lain. Berdasarkan penelitian studi pustaka,
penulis mengusulkan kerangka pemikiran baru yang melihat gerakan petani, inisiatif
aktor reformis pemerintah, Zona interaksi yang timbul dari hubungan antara gerakan
petani dengan inisiatif aktor reformis pemerintah, dan pengaruh dari zona interaksi
tersebut terhadap trajektori interaksi yang dihasilkan. Sehingga penting bagi penulis
untuk mengkaji bagaimana pengaruh zona interaksi yang terjadi terhadap trajektori
interaksi yang dihasilkan ?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, tujuan dari penulisan proposal
penelitian dengan judul “Pengaruh Interaksi Antara Inisiatif Aktor Reformis Pemerintah
dengan Gerakan Petani terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria antara lain:
1. Menganalisis peranan dan akuntabilitas sosial aktor reformis pemerintah;
2. Menganalisis peranan yang dilakukan oleh kelompok tani AMANAT melalui
gerakan petani;
9
3. Menganalisis interaksi yang timbul pada zona interaksi antara Inisiatif aktor
reformis pemerintah dengan gerakan petani yang dilakukan kelompok tani
AMANAT;
4. Menganalisis pengaruh zona interaksi terhadap trajektori interaksi yang
dihasilkan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan hasil yang bermanfaat dan pengetahuan bagi
pihak-pihak yang berkaitan dan berkepentingan dengan permasalahan pengaruh interaksi
yang timbul antara inisiatif aktor reformis pemerintah dengan gerakan petani terhadap
pelaksanaan program reforma agraria, pihak-pihak tersebut di antaranya:
1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan
kajian dalam melakukan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan
program reforma agraria serta menambah khasanah penelitian mengenai pengaruh
pengaruh interaksi yang timbul antara inisiatif aktor reformis pemerintah dengan
gerakan petani terhadap pelaksanaan program reforma agraria.
2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi saran dan pertimbangan
dalam memberikan data dan informasi untuk membuat kebijakan yang terkait
dengan implementasi program reforma agraria serta peranan yang dapat dilakukan
pemerintah dalam pelaksanaan program reforma agraria.
3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan, serta memberi informasi yang bermanfaat mengenai pelaksanaan
program reforma agraria.
4. Bagi swasta, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam melaksanakan suatu perencanaan atau proyek yang melibatkan sumber-
sumber agaria.
10
BAB II
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Terdapat dua komponen dalam reforma agraria, yaitu asset reform dan acces
reform. Asset reform adalah redistribusi tanah untuk menjamin hak rakyat atas sumber-
sumber agraria. Access reform adalah upaya pembangunan lebih luas yang melibatkan
multipihak untuk menjamin agar asset tanah yang diberikan dapat berkembang secara
produktif dan berkelanjutan. Reforma agraria dengan dua komponen tersebut diharapkan
dapat menjadi solusi komprehensif dalam mengurangi kemiskinan dan kesenjangan
sosial yang terjadi di masyarakat. Menurut Syahyuti (2004), reforma agraria secara umum
mensyaratkan dua hal pokok, dalam posisi ibarat dua sisi mata uang, yaitu komitmen
politik pemerintah yang kuat di satu sisi, dan tersedianya modal sosial (social capital).
Menurut Wiradi (2000), Secara umum ada empat faktor penting sebagai prasyarat
pelaksanaan reforma agraria, yaitu: (1) kemauan politik dari elit penguasa, (2) elit
pemerintah harus terpisah dari elit bisnis, (3) partisipasi aktif dari semua kelompok sosial
harus ada, seperti organisasi tani, serta (4) data dasar masalah agraria yang lengkap dan
teliti harus ada. Untuk Indonesia, dapat dikatakan keempat faktor tersebut saat ini sedang
dalam kondisi lemah.
hasil kebijakan pertanahan (Fox 1993). Memiliki tingkat otonom yang tinggi tidak
menjamin suatu kelompok petani dapat mencapai tujuannya jika memiliki kapasitas
yang rendah.
Kapasitas adalah kemampuan asosiasi atau komunitas untuk melakukan apa
yang ingin dilakukan. Morgan dalam Milen (2006) merumuskan pengertian kapasitas
sebagai kemampuan, keterampilan, pemahaman, sikap, nilai-nilai, hubungan, perilaku,
motivasi, sumber daya, dan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap individu,
organisasi, jaringan, kerja/sektor, dan sistem yang lebih luas untuk melaksanakan
fungsi-fungsi mereka dan mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan dari
waktu ke waktu. Jenis-jenis kapasitas yang dibutuhkan oleh suatu kelompok
masyarakat bergantung pada jenis peluang yang ada dan tujuan dari usaha
pembangunan atau kampanye reformasi kebijakan. Arti dan karakteristik dari kapasitas
dapat berbeda di setiap kelompok petani. Sebuah kelompok petani yang bertujuan
untuk memperoleh kebijakan tanah yang pro-kaum miskin memerlukan kapasitas
untuk memenuhi sumber daya logistik serta dapat memutuskan kapan dan di mana
harus melakukan pertemuan secara mandiri, tanpa harus bergantung pada LSM atau
lembaga pemerintah. Kelompok petani lainnya mungkin memerlukan kapasitas berupa
akses layanan hukum dan bantuan yang diperlukan untuk inisiatif pengambilan klaim
tanah mereka (Ghimire 2001). Idealnya, kelompok petani yang paling efektif adalah
kelompok petani yang mampu memiliki dan mempertahankan otonomi tinggi dan
kapasitas tinggi.
Tarrow (1994) mengidentifikasi empat peluang politik yang dapat
dimanfaatkan oleh para petani, yaitu akses ke kekuasaan, pergeseran keberpihakan,
ketersediaan elit berpengaruh, dan perpecahan di dalam dan di antara elit. Ketersediaan
semua atau beberapa peluang ini dapat menciptakan kemungkinan-kemungkinan yang
bahkan dapat dimanfaatkan oleh aktor yang lemah. Tarrow (1998) menegaskan bahwa
struktur peluang politik selalu berhubungan dengan sumberdaya eksternal.
Sumberdaya ini dipergunakan sejalan dengan terbukanya akses kepada kelembagaan
politik dan perpecahan di dalam tubuh para elit politik. Dengan demikian, perubahan
struktur peluang politik berhubungan dengan siklus gerakan sosial. Secara lebih rinci,
McAdam (1996) merumuskan struktur peluang politik dalam empat aspek berikut: (1)
keterbukaan relatif dari sistem politik yang melembaga, (2) kestabilan relatif dari
ikatan-ikatan para elit yang menyokong suatu kebijakan tertentu, (3) ketersediaan
persekutuan-persekutuan baru yang berpengaruh, dan (4) kapabilitas negara dan
kecenderungan untuk dapat menekan setiap upaya mobilisasi kekuatan masyarakat.
Struktur peluang politik ini dapat dianggap bertanggung jawab dalam peningkatan atau
penurunan resiko atau keuntungan dari berbagai upaya mobilisasi kekuatan
masyarakat.
Selain konsep peluang politik, gerakan petani juga dapat dilihat menggunakan
konsep pembingkaian (framing) kolektif. Konsep pembingkaian (framing) kolektif
lebih menunjuk pada dimensi sosial-psikologis, dan mampu melengkapi kelemahan
konsepsi struktur peluang politik. Menurut Tarrow (1998), pembingkaian kolektif
merupakan proses interpretasi kolektif, atribusi, dan konstruksi sosial yang memediasi
antara peluang politik dan tindakan dalam gerakan sosial. Proses pembingkaian
kolektif lebih menekankan pada bagaimana individu memutuskan berpartisipasi dan
bagaimana mereka menginterpretasikan makna-makna yang terkait dengan perilaku
kolektif. Snow dan Benford (1988) menekankan proses pembingkaian sebagai strategi
pemaknaan dan definisi bersama terhadap klaim-klaim identitas individual dan rasa
13
Inisiatif aktor reformis pemerintah merupakan inisiatif yang muncul dari aktor
pemerintah yang toleran dan bahkan mendukung gerakan sosial (Borras 2002). Borras
dan Franco (2010) mendefinisikan inisiatif aktor reformis pemerintah sebagai kelompok
aktor dalam birokrasi negara baik nasional maupun lokal yang memiliki berbagai
tingkatan kekuatan politik, dan karena berbagai alasan serta motivasi tertarik untuk
mendukung kebijakan tanah yang berpihak pada kaum miskin, dan umumnya toleran atau
bahkan mendukung mobilisasi masyarakat miskin dari bawah. Secara historis, reformis
negara muncul, dikonsolidasikan, dan menjalankan kebijakan pertanahan yang berpihak
pada kaum miskin merupakan respon terhadap tekanan yang dilakukan oleh masyarakat
yang melakukan perjuangan untuk mengklaim hak atas tanah mereka. Reformis negara
dimotivasi oleh berbagai faktor, seperti kepedulian terhadap legitimasi politik dan
demokratisasi yang dapat menghasilkan kebijakan pertanahan dari yang mendukung hak-
hak masyarakat miskin bahkan ketika bertentangan dengan kepentingan elit pemerintah.
14
Aktor pro-reformasi atau aktor reformis pemerintah dapat ditemukan di dalam dan di
seluruh lembaga baik nasional maupun lokal (Fox 1993).
Peran inisiatif aktor reformis pemerintah sangatlah penting dalam menentukan
kebijakan yang mendukung masyarakat miskin karena kekuatan pamungkas yang dapat
mendistribusikan kembali kekayaan dan kekuasaan lintas kelas sosial dalam masyarakat
agraris terletak pada kekuasaan pemerintah. Tugas aktor reformis pemerintah dalam
mendukung kebijakan tanah yang berpihak pada masyarakat miskin adalah tentang
bagaimana memahami dan mengambil manfaat dari tindakan-tindakan tersebut, tanpa
mengabaikan agenda jangka panjang pemerintah. Intervensi eksternal dari aktor reformis
pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan peran kelompok/gerakan masyarakat
dalam mencapai kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum miskin penting karena
secara bersamaan mempromosikan kedua dimensi dari kekuatan kelompok masyarakat,
yaitu otonomi dan kapasitas (Fox 1993). Konsep otonomi dan kapasitas yang digunakan
pada analisis gerakan petani dapat digunakan untuk menganalisis aktor-aktor reformis
yang terdapat di pemerintah.
Inisiatif aktor reformis pemerintah juga dapat dilihat melalui konsep
kepemimpinan fasilitatif. Menurut Hensey (1999), pemimpin fasilitatif serba bisa dalam
melakukan komunikasi dan sangat mengetahui apa yang mereka inginkan (untuk diri
mereka sendiri dan kelompok), dan fleksibel tentang bagaimana mereka
mendapatkannya. Menurut Fahmi (2015) kepemimpinan fasilitatif memainkan peran
penting dalam proses perencanaan kolaboratif dengan mengatasi konflik, merancang visi,
menyusun pengetahuan dan sumber daya, memelihara kepercayaan, serta membujuk para
pemangku kepentingan untuk berkolaboratif dalam melakukan tugas dan membangun
kerangka belajar. Berdasarkan hasil penelitian Ikhsan dan Muhammad (2019), Konsep
Kepemimpinan yang Fasilitatif (Facilitative Leadership) dinilai sukses jika dijalankan
secara kolaboratif dengan cara didongkrak dari bawah (by leverage) oleh masyarakat dan
dikelola dari atas oleh pemerintah, bukan sebagai kemurah-hatian (by grace) namun
sebagai arena yang diperjuangkan dan diorkestrasi oleh berbagai kelembagaan di dalam
tubuh pemerintah.
Inisiatif aktor reformis pemerintah juga dapat dilihat melalui akuntabilitas sosial yang
dimiliki oleh pihak pemerintah. Akuntabilitas sosial merupakan suatu pendekatan untuk
membangun akuntabilitas pemerintah yang bergantung pada keterlibatan sipil, yaitu
warga negara biasa dan/atau masyarakat sipil dari suatu organisasi yang berpartisipasi
secara langsung atau tidak langsung dalam menuntut pertanggungjawaban (World Bank
2005). Menurut World Bank (2005), terdapat enam dimensi yang dapat digunakan untuk
mengkategorikan akuntabilitas sosial pemerintah, yaitu:
1. Struktur insentif: hukuman versus mekanisme berbasis imbalan (Incentive
Structure: Punishment versus Reward-Based Mechanisms).
2. Akuntabilitas untuk apa: mengikuti aturan versus mekanisme berbasis kinerja
(Accountability for What: Rule Following versus Performance-Based
Mechanisms).
3. Tingkat pelembagaan (Level of Institutionalization).
4. Kedalaman keterlibatan (Depth of Involvement).
5. Inklusivitas partisipasi (Inclusiveness of Participation).
6. Cabang-cabang pemerintahan (Branches of Government).
15
pada setiap proses yang sedang dilakukan. Partisipasi yang diberikan tidak sebatas hanya
dalam bentuk konsultasi saja melainkan sudah lebih mendalam seperti dalam bentuk
pemberikan akses untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan dan tindakan. Dimensi
yang kelima adalah inklusivitas partisipasi. Terdapat kelemahan dalam pelaksanaan
partisipasi ketika akses partisipasi hanya diberikan bagi mereka yang sudah mengerti
seperti LSM, profesional di bidang tertentu, dan tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap
lebih berpendidikan dibanding masyarakat biasa atau para petani. Terdapat anggapan
bahwa partisipasi dari gerakan berbasis akar rumput dan masyarakat yang kurang
berpendidikan hanya akan membuat segalanya lebih sulit, ini jelas merupakan sebuah
kesalahan. Inisiatif pro-akuntabilitas yang melibatkan berbagai kepentingan dan posisi
ideologis jauh lebih sah daripada yang berbasis pada sekelompok kecil profesional yang
dipilih sendiri. Memperluas Lingkaran partisipasi jelas merupakan tantangan, tetapi ini
adalah satu-satunya cara untuk mencapai penerimaan dan berbasis kepemilikan bersama
dalam inisiatif pro-akuntabilitas tersebut. Partisipasi yang hanya melibatkan masyarakat
juga memiliki hasil yang tidak sempurna. Ahli maupun profesional tetap dibutuhkan
dalam melihat akuntabilitias pemerintah. sistem akuntabilitas terbaik adalah yang
menggabungkan kedua jenis mekanisme tersebut yaitu partisipasi masyarakat secara luas
dan partisipasi dari kelompok profesional maupun ahli. Dimensi yang keenam yaitu
cabang-cabang pemerintahan. Akuntabilitas sosial memiliki peran penting di masing-
masing dari tiga cabang pemerintahan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Sangat
penting untuk bekerja dengan legislatif, karena interaksi mereka yang erat dengan publik
menjadikannya tempat istimewa untuk pengembangan inisiatif akuntabilitas yang
didorong oleh masyarakat inovatif.
Lima dimensi pertama bisa direpresentasikan sebagai kontinua antara ekstrem
polar, sedangkan yang terakhir dapat dibagi menjadi tiga kategori. Biasanya, inisiatif
akuntabilitas sosial sangat terbebani ke sisi kiri. Mereka cenderung menekankan
hukuman pejabat eksekutif karena melanggar aturan dan melibatkan kelompok kecil aktor
sosial yang "berperilaku baik" dalam praktik yang tidak dilembagakan dan eksternalis
seperti konsultasi dan lokakarya. Tantangan utama adalah bergerak di sepanjang setiap
kontinum menuju keseimbangan yang lebih sehat dalam masing-masing dimensi. Tabel
1 di bawah ini merangkum berbagai perbedaan yang diuraikan di atas.
dan kepentingan properti bagi petani/masyarakat miskin (Borras dan Franco 2010). Agar
terciptanya kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum miskin (pro-poor) perlu
adanya jaminan akses atas sumber daya alam dan berbagai manfaat sosial-ekonominya
bagi kamu miskin. Setiap bentuk pelaksanaan tenure reform harus benar-benar
memastikan terjadinya transfer yang bersifat aktual (bukan sekedar legal-prosedural) dan
sekaligus bersifat lintas kelas atas tanah dan sumber daya alam lainnya serta atas berbagai
bentuk manfaat sosial-ekonomi yang dihasilkannya (Shohibuddin 2020). Kebijakan yang
pro-poor melibatkan aktor pemerintah serta aktor masyarakat/petani. Setiap aktor
memiliki perannya masing-masing dalam rangka tercipatnya kebijakan pertanahan yang
pro-poor. Kaum miskin harus dapat memanfaatkan kekuatan sosial yang mereka miliki.
Shohibuddin (2020) menyatakan bahwa golongan marjinal dalam kaitannya dengan
pelaksanaan land reform tidak hanya mengandalkan pada desain program dan ruang
partisipasi formal yang disediakan dari atas (invited spaces of participation), melainkan
harus bertumpu kepada aspirasi perubahan dan kekuatan sosial dari bawah demi
mewujudkan claimed spaces of participation).
Hubungan antar kelompok orang atau kelas sosial menjadi subjek kebijakan
pertanahan yang berpihak pada kaum miskin. Kebijakan pertanahan bukanlah rancangan
teknis netral. Ketika diimplementasikan, kebijakan pertanahan berdampak berbeda di
antara kelas sosial dan kelompok orang yang berbeda, baik yang menguntungkan maupun
tidak. Tidak semua kebijakan pertanahan dikategorikan untuk menguntungkan kaum
miskin. Tidak semua yang secara resmi dilabeli sebagai kebijakan tanah pro-poor secara
otomatis menghasilkan hasil yang pro-poor. Tidak semua kebijakan pertanahan yang baik
benar-benar bermanfaat bagi orang miskin. Ada hasil kebijakan pertanahan yang tidak
disengaja dan tidak terduga, baik positif maupun negatif. Oleh karena itu, penting untuk
menentukan fitur-fitur utama dari kebijakan pertanahan yang sangat berpihak pada
penduduk miskin. Kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum miskin dapat dilihat
pada relasi yang terjadi antara aktor reformis pemerintah dengan gerakan petani dalam
rangka jaminan akses atas SDA dan berbagai manfaat sosial-ekonominya. Terdapat
sebuah tema kunci yang disampaikan oleh Borras dan Franco (2010) yang dapat
digunakan untuk menganalisis kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum miskin
dalam rangka jaminan akses atas SDA. Tema kunci tersebut adalah perlindungan atau
pemindahan kekayaan berbasis lahan untuk kepentingan orang miskin. Kebijakan
pertanahan yang berpihak pada kaum miskin mentransfer kekayaan ke, atau melindungi
kekayaan berbasis lahan pada penduduk miskin pedesaan. Setiap kebijakan pertanahan
yang berpihak pada kaum miskin harus melibatkan perlindungan atau pemindahan
kekayaan berbasiskan tanah demi kepentingan pekerja miskin. Hanya dengan
menentukan arah aliran transfer kekayaan berbasis lahan, kita akan dapat menilai apakah
dan sejauh mana kebijakan pertanahan benar-benar berpihak pada kaum miskin.
Tata pemerintahan yang demokratis (Democratic governance) dapat dilihat pada
relasi antara aktor reformis pemerintah dengan gerakan petani dalam rangka pendalaman
proses demokratisasi dalam tata pengurusan SDA. Shohibbudin (2018) mengindentifikasi
empat parameter desa inklusif agraria yang merupakan satu corak pemerintahan desa
yang ditandai dengan penyelenggaraan tata pengurusan sumber-sumber agraria di desa
(SSAD) yang demokratis dan inklusif. Empat parameter tersebut adalah, (1) relasi negara-
desa yang demokratis dalam tata pengurusan SSAD; (2) relasi intra – maupun antar-desa
yang demokratis dalam tata pengurusan SSAD; (3) jaminan manfaat ekonomi dari SSAD
yang inklusif; (4) jaminan manfaat politik dari SSAD yang inklusif. Bukti tidak selalu
20
menunjukkan demokratisasi yang lebih besar sebagai hasil otomatis dari kebijakan
pertanahan yang berpihak pada kaum miskin. Jaminan terselenggaranya tata pengurusan
sumber-sumber agraria di desa (SSAD) yang demokratis dan inklusif tidak cukup jika
hanya dilihat dari konteks relasi negara-desa semata, melainkan harus menjangkau ke
relasi-relasi antara warga desa (Shohibuddin 2018). Salah satu aspek yang dapat dilihat
pada tata pemerintah yang demokratis adalah inklusivitas partipasi masyarakat (Word
Bank 2005). Ada kecenderungan mekanisme pro-akuntabilitas partisipatif hanya
melibatkan kelompok kecil seperti LSM, profesional pada bidangnya, dan tokoh
masyarakat. Argumen bahwa partisipasi dari gerakan gerakan petani hanya akan
membuat segalanya lebih sulit. Komunikasi dengan kelompok LSM, professional pada
bidangnya, dan tokoh masyarakat jauh lebih mudah karena mereka biasanya berbicara
bahasa yang sama, baik secara harfiah maupun kiasan. Oleh karena itu, pilihan paling
sederhana adalah membuka partisipasi bagi golongan-golongan yang sederajat dengan
pemerintah seperti LSM, professional pada bidangnya, dan tokoh masyarakat. Hal
tersebut jelas sebuah kesalahan. Menurut World Bank (2005), Partisipasi yang luas sangat
penting karena tiga alasan. Pertama, keterlibatan petani untuk biasanya lebih efektif justru
ketika pejabat pemerintah tidak tahu apa yang diharapkan dari para petani. Ketika pejabat
publik dan aktor masyarakat membentuk bagian yang sama, pejabat dapat mengantisipasi
kapan, di mana, dan bagaimana mereka akan diamati, dihakimi, dan dimintai
pertanggungjawaban. Kedua, golongan yang sederajat dengan pejabat publik biasanya
berperilaku baik karena mereka percaya bahwa pemerintah dapat melakukan pekerjaan
dengan baik. Meskipun beberapa tingkat kepercayaan sosial dalam pemerintahan juga
diperlukan, namun banyak kepercayaan bisa menjadi kontraproduktif. Ketidakpercayaan
adalah salah satu kekuatan pendorong yang paling kuat untuk pengamatan pemerintah.
Ketiga, inisiatif pro-akuntabilitas yang melibatkan berbagai kepentingan dan posisi
ideologis jauh lebih sah daripada yang berbasis di sekelompok kecil profesional yang
dipilih sendiri. Memperluas lingkaran keikutsertaan jelas merupakan tantangan, tetapi ini
adalah satu-satunya cara untuk mencapai penerimaan yang luas dan kepemilikan dalam
inisiatif pro-akuntabilitas tersebut.
Interaksi yang terjadi antara inisiatif aktor reformis pemerintah dan gerakan petani
akan menimbulkan suatu interaksi yang dapat bersifat saling mendukung, saling
melemahkan, atau bahkan tidak berpengaruh sama sekali. Interaksi yang timbul dapat
disebabkan oleh beragam motif. Motif yang dimiliki antara inisiatif aktor reformis
pemerintah dan petani dapat sama atau berbeda. Setiap motif dapat menghasilkan
interaksi yang berbeda. Seringkali meskipun motif yang dimiliki oleh inisiatif aktor
reformis pemerintah dan petani berbeda, interaksi yang ditimbulkan dapat bersifat saling
menguntungkan karena memenuhi kebutuhan kedua pihak. Pelaksanaan reforma agraria
di Indonesia seringkali menempatkan petani sebagai aktor yang berjuang sendiri untuk
memperoleh keadilan agraria. Konflik dan ketimpangan agraria yang terjadi melibatkan
aktor pemerintah, aktor swasta, serta aktor masyarakat atau dalam kasus ini petani. Aktor
pemerintah seringkali bekerjasama dengan aktor swasta dalam urusan agraria. Hal
tersebut menyebabkan kekuatan yang dimiliki oleh petani sangatlah rendah. Banyak
21
perlawanan yang dilakukan oleh petani untuk menuntut keadilan agraria. Perlawanan
tersebut dapat berhasil dan dapat pula gagal. Keberhasilan yang didapat pun seringkali
diperoleh dalam jangka waktu yang sangat lama.
Zona interaksi antara aktor inisiatif aktor reformis pemerintah dan gerakan petani
dapat membuat suatu kebijakan tata kelola tanah yang demokratis. Tata kelola yang
demokratis dapat dicapai melalui interaksi positif antara inisiatif aktor reformis
pemerintah dengan gerakan petani. Zona interaksi mempengaruhi proses reforma agraria
dari awal hingga pasca pelaksanaan reforma agraria. Pada tahap pasca reforma agraria,
penyelenggara program reforma agraria seharusnya melaksanakan acces reform dalam
rangka memaksimalkan reforma agraria yang telah berlangsung. Menurut Winoto (2009)
Pengertian acces reform atau Penataan akses sendiri adalah upaya pembangunan yang
lebih luas yang melibatkan multi pihak untuk menjamin agar aset tanah yang diberikan
dapat berkembang secara produktif dan berkelanjutan. Acces Reform dapat tercapai
dengan baik atau bahkan sama sekali tidak tercapai. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Rohman (2019) di Jepara, faktor kegagalan access Reform disebabkan
karena beberapa faktor,yaitu tidak maksimalnya peran dari Kantor Pertanahan Jepara,
tidak adanya koordinasi yang baik antar aktor, keterbatasan anggaran dan waktu,
akselerasi lembaga keuangan di luar mitra progam, minimnya partisipasi masyarakat,
tersumbatnya akses informasi, dan profesionalitas pelaku pemberdayaan.
Interaksi dinamis dari inisiatif aktor reformis pemerintah dan petani yang
menentukan hasil kebijakan pertanahan, baik dalam hal sifat kebijakan itu sendiri dan
apakah undang-undang pertanahan menjadi otoritatif dalam masyarakat (Franco 2008a).
Sementara itu, kebijakan pertanahan, seperti dijelaskan di atas, dapat memiliki berbagai
hasil, baik pro-miskin atau anti-miskin, atau di antara keduanya. Karena alasan ini,
kebijakan pertanahan adalah masalah tata kelola. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Borras dan Franco (2010), tata kelola tanah yang demokratis adalah proses
yang melibatkan tiga komponen dasar, gerakan rakyat dari bawah, inisiatif aktor reformis
pemerintah dari atas, dan saling memperkuat interaksi antara dua aliran yang tertanam
dalam nilai-nilai demokrasi. Hal tersebut juga dapat diaplikasikan untuk melihat trajektori
hasil interaksi pada pelaksanaan program reforma agraria. Peranan gerakan petani dan
aktor reformis pemerintah serta hubungan di antara keduanya akan mempengaruhi zona
interaksi yang terjadi. Zona interaksi yang terjadi juga merupakan hasil dari interaksi
antara gerakan petani dengan aktor reformis pemerintah serta dipengaruhi oleh seberapa
besar pro-poor governance dan democratic governance pada zona interaksi
mempengaruhi trajektori hasil interaksi pada pelaksanaan reforma agraria. Keberhasilan
implementasi kebijakan distributif tergantung pada sifat interaksi politik antara kekuatan
gerakan petani dan aktor reformis pemerintah. Jika tindakan mereka saling menguatkan,
maka pelaksanaan reforma agraria akan mendorong terciptanya democratic land
governance. Interaksi timbal balik antara pemerintah dan aktor sosial ini juga dapat
menyebabkan hasil politik yang tak terduga. Dalam beberapa kasus, inisiatif aktor
reformis pemerintah dan gerakan petani ada tanpa berinteraksi satu sama lain. Dalam
situasi seperti itu, peluang politik tidak dimanfaatkan. Dalam kasus lain, mereka
berinteraksi tetapi bukannya saling mendukung justru mereka saling melemahkan. Dalam
konteks melaksanakan reforma agraria, situasi yang paling menjanjikan adalah ketika dua
aliran kekuatan pro-pembaruan berinteraksi secara positif dalam mengejar tujuan
bersama melaksanakan land reform, meskipun terdapat perbedaan dalam agenda dan
22
motivasi di antara mereka. Interaksi positif ini tidak selalu memerlukan koalisi eksplisit
antara inisiatif aktor reformis pemerintah dan gerakan petani.
23
Kerangka Pemikiran
Keterangan:
: Mempengaruhi.
: Hubungan.
: Dianalisis secara kualitatif.
Hipotesis
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Kabupaten Bogor. Responden yang ketika diambil datanya menjadi “pencilan” akan
dijadikan informan guna diwawancarai mendalam mengenai pandangan subyektifnya.
pengukutan struktural (Inner Model) akan digunakan uji path coefficient dan uji hipotesis.
Uji path coefficient digunakan untuk menunjukkan seberapa kuat efek atau pengaruh
variabel independen kepada variabel dependen. jika semakin besar nilai path coefficient
pada satu variabel independen terhadap variabel dependen, maka semakin kuat juga
pengaruh antar variabel independen terhadap variabel dependen. Uji hipotesis pada
penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai T-Statistics dan nilai P-Values.
Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan
verifikasi. Langkah pertama berupa proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan dan
penyederhanaan data hasil wawancara mendalam berupa catatan lapangan, observasi, dan
studi dokumen yang direduksi dalam tulisan tematik. Tujuan dari reduksi data ini ialah
untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak
perlu. Kedua ialah penyajian data dengan menyusun segala informasi dan data yang
diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah laporan
berupa kutipan atau tipologi. Verifikasi adalah langkah terakhir yang merupakan
penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah untuk mendukung data kuantitatif.
Seluruh hasil penelitian pada akhirnya akan dituliskan dalam laporan skripsi.
Definisi Operasional
Penelitian ini terdiri dari beberapa variabel yang terbagi menjadi beberapa
indikator. Masing-masing variabel dan indikator ditentukan batasannya sehingga dapat
menentukan jenis data pengukurannya. Definisi operasional untuk masing-masing
variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Merujuk pada teori McCarthy dan Zald (1977) mengenai kategori aktor gerakan
petani, kategori aktor gerakan petani dapat diidentifikasi menjadi tiga posisi yaitu sebagai
adherents, constituents, dan bystanders. Adherents adalah individu atau organisasi yang
percaya terhadap tujuan gerakan; constituents adalah mereka yang memberikan
dukungan sumberdaya kepada organisasi gerakan sosial; dan bystanders adalah mereka
yang bersikap netral terhadap gerakan sosial. Dalam hal ini dapat dilihat bagaimana
posisi petani pada gerakan petani yang dilakukan oleh Kelompok Petani AMANAT.
menempatkan
dirinya pada
gerakan petani.
2 Constituents Posisi petani pada Diidentifikasi dari Nominal
gerakan Petani enam
Nanggung yang pertanyaan dan
yang memberikan memiliki tiga
dukungan variasi
sumberdaya kepada jawaban yang
organisasi gerakan terdiri
petani dalam rangka dari kode 1 untuk
memperjuangkan pilihan posisi
haknya terhadap sebagai adherents,
tanah di Kecamatan kode 2 untuk posisi
Nanggung sebagai
constituents,
dan kode 3 untuk
posisi sebagai
bystanders.
Kemudian pilihan
jawaban setiap tipe
diidentifikasi dan
dipilih akan
kecenderungan
responden dalam
menempatkan
dirinya pada
gerakan petani.
3 Bystanders Posisi petani pada Diidentifikasi dari Nominal
gerakan Petani enam
Nanggung yang pertanyaan dan
yang bersikap netral memiliki tiga
terhadap gerakan variasi
petani dalam rangka jawaban yang
memperjuangkan terdiri
haknya terhadap dari kode 1 untuk
tanah di Kecamatan pilihan posisi
Nanggung sebagai adherents,
kode 2 untuk posisi
sebagai
constituents,
dan kode 3 untuk
posisi sebagai
bystanders.
Kemudian pilihan
jawaban setiap tipe
diidentifikasi dan
dipilih akan
kecenderungan
responden dalam
32
menempatkan
dirinya pada
gerakan petani.
Karakter Aktor Reformis Pemerintah
Borras dan Franco (2010) mendefinisikan aktor reformis pemerintah sebagai
kelompok aktor dalam birokrasi pemerintah baik nasional maupun lokal yang memiliki
berbagai tingkatan kekuatan politik, dan karena berbagai alasan serta motivasi tertarik
untuk mendukung kebijakan tanah yang berpihak pada kaum miskin, dan umumnya
toleran atau bahkan mendukung mobilisasi masyarakat miskin dari bawah. Menurut
Harmon (1969), terdapat empat karakter aktor reformis pemerintah, yaitu survival,
rationalist, prescriptive, dan proactive. Indikator yang dapat digunakan untuk
menganalisis karakter aktor reformis pemerintah adalah tingkat responsibilitas kebijakan
(policy responsiveness) dengan tingkat dukungan kebijakan (policy advocacy). Tingkat
responsibilitas kebijakan dan tingkat dukungan kebijakan yang rendah akan
menghasilkan karakter aktor reformis yang survival. Tingkat responsibilitas kebijakan
yang tinggi dan dan tingkat dukungan kebijakan yang rendah akan menghasilkan karakter
aktor reformis yang rationalist. Tingkat responsibilitas kebijakan yang rendah dan tingkat
dukungan kelembagaan yang tinggi akan menghasilkan karakter aktor reformis yang
prescriptive. Tingkat responsibilitas kebijakan dan tingkat dukungan kebijakan yang
tinggi akan menghasilkan karakter aktor reformis yang proactive.
Democratic Governance
Tata pemerintahan yang demokratis (Democratic governance) dapat dilihat pada
relasi antara aktor reformis pemerintah dengan gerakan petani dalam rangka pendalaman
proses demokratisasi dalam tata pengurusan SDA. Salah satu aspek yang dapat dilihat
pada tata pemerintah yang demokratis adalah inklusivitas partipasi masyarakat yang
disampaikan oleh World Bank (2005). Ada kecenderungan mekanisme pro-akuntabilitas
partisipatif hanya melibatkan kelompok kecil seperti LSM, profesional pada bidangnya,
dan tokoh masyarakat. Argumen bahwa partisipasi dari gerakan gerakan petani hanya
akan membuat segalanya lebih sulit. Komunikasi dengan kelompok LSM, professional
pada bidangnya, dan tokoh masyarakat jauh lebih mudah karena mereka biasanya
berbicara bahasa yang sama, baik secara harfiah maupun kiasan.
Tabel 5 Definisi operasional Democratic Governance
No Variabel Definisi Indikator Skala
Operasional Pengukuran
1 Inklusivitas Tindakan yang Diidentifikasi dari Ordinal
Partisipasi dilakukan oleh sepuluh pertanyaan
aktor pemerintah yang terdiri dari
untuk memberikan sepuluh pertanyaan
akses partisipasi ordinal yang
hanya bagi mereka memiliki 5 variasi
yang sudah jawaban untuk
mengerti seperti pengkategorian
LSM, profesional di tingkatan
34
tingkatan
kedalaman
keterlibatan yang
dilakukan oleh
aktor reformis
pemerintah kepada
petani.
SangatTidak
Setuju (STS):
Skor 1
Tidak Setuju (TS):
Skor 2
Netral (N):
Skor 3
Setuju (S):
Skor 4
Sangat Setuju
(SS):
Skor 5
2 Penguasaan Luasan tanah yang Diidentifikasi dari Nominal
dan dikuasai maupun 10 pertanyaan dan
Pengusahaan diusahakan oleh yang terdiri dari Ordinal.
Tanah petani AMANAT 9 pertanyaan
pada tanah milik nominal dan satu
dan tanah garapan, pertanyaan ordinal
dilihat dari luas yang memiliki tiga
tanah, lokasi tanah, variasi jawaban
status tanah, untuk
penggunaan tanah, pengkategorian
kepemilikan tanah, tingkat luas tanah
cara perolehan, yang dikuasai pada
tahun diperoleh, tanah milik dan
asal tanah yang tanah garapan.
diperoleh, dan Sayogyo (1977)
komoditas utama mengelompokkan
dan sekunder yang petani di Jawa ke
diusahakan. dalam tiga kategori,
yaitu:
Skala kecil
luas lahan usahatani
<0,5 ha.
Skala menengah
luas lahan usahatani
0,5-1,0 ha.
Skala luas
luas lahan usahatani
>1,0 ha
36
Definisi Konseptual
Konsep yang dijelaskan secara analisa deskriptif pada variabel gerakan petani
ialah konsep struktur peluang politik dan konsep dukungan dari aliansi gerakan petani.
Pada variabel zona interaksi digunakan konsep tujuan akuntabilitas aktor reformis
pemerintah dan kedalaman keterlibatan partisipasi yang diberikan pemerintah kepada
para petani untuk melihat tata pemerintahan yang demokratis (democratic governance)
dalam proses reforma agraria yang sedang berjalan dan diperjuangkan oleh petani
AMANAT. Data yang dihimpun merupakan data kualitatif yang didapat melalui metode
wawancara mendalam. Oleh karena itu dibutuhkan pendefinisian secara konseptual
terhadap konsep tersebut.
Tujuan Akuntabilitas
Akuntabilitas yang dimiliki oleh pemerintah yang dapat mencakup dua tujuan,
yaitu dalam rangka mengikuti aturan dalam proses pengambilan keputusan dan proses-
proses lainnya selama pelaksanaan program reforma agraria dan menggunakan
mekanisme berbasis kinerja yang lebih terbuka terhadap partisipasi kelompok petani
(World Bank 2005).
Kedalaman Keterlibatan
Kedalaman keterlibatan dalam partisipasi keompok petani pada proses
pelaksanaan program reforma agraria. Terdapat dua tingkatan kedalaman, yang pertama
partisipasi masyarakat hanya sebatas konsultasi dan tidak melibatkan masyarakat secara
langsung dalam proses yang sedang dilakukan dan yang kedua adalah ketika pastisipasi
masyarakat berupa pemberian akses untuk ikut menentukan keputusan atau tindakan
(World Bank 2005).
Konsep Struktur Peluang Politik
Kemunculan gerakan petani dapat dilihat dari tersedianya peluang politik akibat
dari perubahan struktur institusional dan disposisi ideologis dalam suatu pemerintahan
(mcAdam 1996). Struktur peluang politik menurut mcAdam (1996) dapat dibedakan
menjadi empat dimensi, yaitu relative terbuka atau tertutupnya suatu pemerintahan
politik, stabil atau tidak stabilnya berbagai hubungan antar kelompok yang berkuasa, ada
atau tidak adanya persekutuan antara kekuatan-kekuatan (elite) dalam masyarakat, dan
kapasitas dan kecendrungan pemerintah untuk melakukan tindakan represi. Tarrow
(1994) mengidentifikasi empat peluang politik, yaitu akses ke kekuasaan, pergeseran
keberpihakan, ketersediaan elit berpengaruh, dan perpecahan di dalam dan di antara elit.
Ketersediaan semua atau beberapa peluang ini dapat menciptakan kemungkinan-
kemungkinan yang dapat dimanfaatkan oleh gerakan petani.
Konsep Dukungan dari Aliansi Gerakan Petani
Dukungan dari berbagai LSM seperti JKPP, RMI, Sawit Watch, KPA, Elsam, dan
TUK kepada gerakan petani AMANAT memberikan dorongan pada perjuangan para
petani AMANAT dalam memperjuangkan haknya atas tanah pada tanah eks-HGU PT.
Hevindo. Dukungan dari aliansi tersebut dapat di analisis secara kualitatif menggunakan
dimensi struktur mobilisasi sosial pada teori pendekatan integrasi gerakan sosial yang
disampaikan oleh McAdam (1996). Struktur mobilisasi sosial diartikan sebagai wadah
37
DAFTAR PUSTAKA
Organizations and Social Movements held at the University of Michigan, Ann Arbor,
May 10 -11, 2002.
McCarthy JD, Z MN. 1977. Resource Mobilization and social
movements: A partial theory. In Americal Journal of Sociology 82, 1977, 6.
Milen A, Morgan. 2006. What Do We Know About Capacity Building?, An Overview of
Existing Knowledge and Good Practice. World Health Organization. Geneva(CH):
Departement of Health Service Provision.
Mulyani L, Yogaswara H, Masnun L, Mardiana R. 2011. Strategi Pembaruan Agraria
Untuk Mengurangi Kemiskinan. Jakarta (ID): Gading Inti Prima.
Mustain. 2007. Petani vs Penguasan: Gerakan Sosial Petani Melawan Hegemoni Negara.
Yogjakarta(ID): Ar Ruzz media.
Nurlinda I. 2009. Prinsip-Prinsip Pembaruan Agraria: Perspektif Hukum. Jakarta(ID):
Grafindo Persada.
[Perpres] Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah.
[Perpres] Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria.
[PP] Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan
Tanah Terlantar.
Rohman ML. 2019. Acces reform dalam program reforma agraria: sudi kasus Desa
Tahunan, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara. Journal of Politic and
Government Studies. [Internet]. [diunduh 2020 Februari 4]; 8(4):1-11. Tersedia pada
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jpgs/article/view/25067
Sajogyo. 1977. Golongan Miskin dan Partisipasi dalam Pembangunan (Poor Household
and Their Participation in Development). Prisma, VI(3):10-17.
Shohibuddin M, Salim MN. 2012. Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria, 2006-2007
Bunga Rampai Perdebatan. Yogyakarta (ID): STPN Press.
Shohibuddin M. 2018. Perspektif Agraria Kritis, Teori, Kebijakan, dan Kajian
Empiris.Yogyakarta(ID): STPN Press.
Shohibuddin M. 2020. Eulogi untuk Prof. Dr. Sediono M.P. Tjondronegoro. Bogor(ID):
Pusat Studi Agraria IPB.
Mengenang dan Meneladani Sang Guru
Sihaloho M. 2004. Konversi lahan dan perubahan struktur agraria [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Snow DA, Benford RD. 1988. Ideology, frame resonance, and participant mobilization.
Int. Soc. Mov. Res. 1:197–218.
Susanto NH. 2015. Gerakan sosial petani desa Banjaranyar dalam memperjuangkan lahan
pertanian. Jurnal Penelitian. [Internet]. [diunduh 2020 Februari 26]; 12(2):295-314.
Tersedia pada:
http://ejournal.iainpekalongan.ac.id/index.php/Penelitian/article/view/655
Syahyuti. 2004. Kendala pelaksanaan landreform di Indonesia: analisa terhadap kondisi
dan perkembangan berbagai faktor prasyarat pelaksanaan reforma agraria. Forum
Penelitian Agro Ekonomi. [Internet]. [diunduh 2020 Februari 26]; 22(2):89-101.
Tersedia pada http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/fae/article/view/4081
Syawaludin M. 2016. Perubahan Struktur Gerakan Perlawanan Petani Rengas.
Tammadun. [Internet]. [diunduh 2020 Juli 30]; 16(1):46-60. Tersedia pada
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/tamaddun/article/download/821/715
Tarrow S. 1994. Power in Movement: Social Movements, Collective Action and Politics.
Cambridge: Cambridge University Press. Weber M. 1968. Economy and society: An
outline of interpretative sociology, eds. G. Roth and
C. Wittich. New York(US): Bedminster Press.
40
LAMPIRAN
42
Sumber: www.google.com
analisis data
Penulisan
draft skripsi
Uji petik
Sidang
skripsi
Perbaikan
skripsi
45
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56
57
58
59
60
47
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
48
KUESIONER PENELITIAN
Pengaruh Zona Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor Reformis
Pemerintah terhadap Trajektori Tata Kelola Lahan yang Demokratis.
(Kasus : Desa Nanggung, Desa Cisarua, Desa Curug Bitung, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Kuesioner ini merupakan instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data
dari responden dalam rangka penulisan skripsi program sarjana yang dilakukan oleh:
Nama/NIM : Ilham Rizkia Maulana/I34170123
Departemen/Fakultas : Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat/Fakultas Ekologi Manusia
Universitas : Institut Pertanian Bogor
Peneliti meminta kesediaan anda untuk meluangkan waktu untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan dalam kuesioner ini secara jujur, jelas, dan benar. Informasi yang diterima
dari kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian.
Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
A. IDENTITAS RESPONDEN
A1. Nama : ……………………………………………………..
A2. Usia : ……. Tahun
A3. Jenis kelamin : L/P
A4. Alamat : ……………………………………………………..
RT/RW: ….………………………………………..
A5. Lama tinggal : ……. tahun
di lokasi
A6. Lama bertani : ……. Tahun
50
2. Tanah Garapan
Bidang Luas Lokasi Status Pengguna- Yang Cara Tahun Diperoleh Komoditas yang
Tanah Tanah Tanah Tanah an Tanah menguasai Perolehan Diperoleh dari Diusahakan
Ke- (M2) Tanah Utama Sekunder
(Kode B1) (Kode B2) (Kode B3) (Kode B4) (Kode B5) (Kode B6) (Kode Kode B7)
B7)
1
2
3
4
5
6
7
55
Kode B1: Kode B2: Kode B3: Kode B4: Kode B5:
1 = di dalam Desa 1 = di dalam areal 1 = sawah irigasi. 1 = harta bersama 1 = harta bawaan
Nanggung. Hak Guna Usaha suami istri. sebelum menikah.
2 = sawah tadah
(HGU) PT. Hevindo.
2 = di dalam Desa hujan. 2 = milik suami. 2 = warisan.
Curug Bitung. 2 = di luar areal Hak
3 = ladang / tegalan. 3 = milik istri. 3 = pemberian /
Guna Usaha (HGU)
3 = di dalam Desa hibah.
PT. Hevindo. 4 = perkebunan. 4 = milik ART lain
Cisarua.
yang perempuan. 4 = pembeliaan
3 = lainnya 5 = kolam.
4 = di luar Desa selama menikah.
(sebutkan). 5 = milik ART lain
Nangung, Desa 6 = pekarangan.
yang laki-laki. 5= tukar menukar
Curug Bitung, dan
7 = tapak rumah. selama menikah.
Desa Cisarua,
kecamatan sama. 8= lainnya 6 = menyewa.
5 = di luar (sebutkan).
7 =bagi hasil.
kecamatan.
8 = gadai.
9 = pinjam garap.
10 = lainnya
(sebutkan).
56
KUESIONER PENELITIAN
Pengaruh Zona Interaksi antara Gerakan Petani dengan Inisiatif Aktor
Reformis Pemerintah terhadap Trajektori Tata Kelola Lahan yang
Demokratis.
(Kasus : Desa Nanggung, Desa Cisarua, Desa Curug Bitung, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
A. IDENTITAS RESPONDEN
A1. Nama : ……………………………………………………..
A2. Usia : ……. Tahun
A3. Jenis kelamin : L/P
A4. Alamat : ……………………………………………………..
RT/RW: ….………………………………………..
A5. Lama tinggal : ……. tahun
58
di lokasi
C. Inklusivitas Partisipasi.
Terdapat lima pilihan jawaban yang dapat dipilih oleh responden dalam menjawab
pertanyaan pada poin C, yaitu:
STS : Sangat Tidak Setuju.
TS : Tidak Setuju.
N : Netral.
S : Setuju.
SS : Sangat Setuju.
No Pernyataan Skor
STS TS N S SS
C1 Saya tidak memberikan akses partisipasi dalam
rangka pelaksanaan program reforma agraria di
Kecamatan Nanggung kepada pihak LSM dan
professional pada bidang reforma agrarian.
61
Tanggal Wawancara :
Lokasi Wawancara :
Nama Informan :
Usia :
Alamat :
No Telp/ HP :
Tanggal Wawancara :
Lokasi Wawancara :
Nama Informan :
Usia :
Instansi Pemerintahan :
Lama Menjabat :
Alamat :
No Telp/ HP :
Tanggal Wawancara :
Lokasi Wawancara :
Nama Informan :
Usia :
Instansi Pemerintahan :
Lama Menjabat :
Alamat :
No Telp/ HP :
Tanggal Wawancara :
Lokasi Wawancara :
Nama Informan :
Usia :
Instansi Pemerintahan :
Lama Menjabat :
Alamat :
No Telp/ HP :
Tanggal Wawancara :
Lokasi Wawancara :
Nama Informan :
Usia :
Instansi Pemerintahan :
Lama Menjabat :
Alamat :
No Telp/ HP :
Tanggal Wawancara :
Lokasi Wawancara :
Nama Informan :
Usia :
Nama LSM :
Alamat :
No Telp/ HP :
Pertanyaan untuk LSM (JKPP, RMI, Sawit Watch, KPA, ELSAM, dan
TUK) sebagai supporting group
1. Apa saja peran-peran yang dilakukan oleh LSM anda dalam rangka
membantu petani AMANAT pada perjuangan pelaksanaan reforma
agraria?
2. Apa alasan LSM anda membantu perjuangan petani AMANAT?
3. Bagaimana menurut anda dinamika perjuangan pelaksanaan reforma
agraria di Kecamatan Nanggung?
4. Bagaimana interaksi yang terbangun antara LSM anda dengan AMANAT?
5. Bagaimana interaksi yang terbangun antara LSM anda dengan pemerintah
desa?
6. Bagaimana interaksi yang terbangun antara LSM anda dengan pemerintah
kecamatan?
7. Bagaimana interaksi yang terbangun antara LSM anda dengan pemerintah
kabupaten?
8. Bagaimana interaksi yang terbangun antara LSM anda dengan BPN?
73
Topik :
Metode :
Informan/Partisispan :
Tempat :
Kondisi & Situasi :
DESKRIPSI
INTERPRETASI
75
Total
Tabel 14 Tabel frekuensi kebijakan pertanahan yang berpihak pada kaum miskin
Kategori Skor Frekuensi
Kategori Sikap Jumlah (n) Persentase (%)
Sikap Sangat Positif
Sikap Positif
Netral
Sikap Negatif
Sikap Sangat Negatif
Total
77
X2
X3
X1
X2
X3
78
H1
H2
H3
79
14. LAMPIRAN
14.1 Lampiran 1 : Peta Lokasi Penelitian
14.2 Lampiran 2 : Waktu Kegiatan Penelitian
14.3 Lampiran 3 : Daftar Kerangka Sampling Petani AMANAT
14.4 Lampiran 4 : Daftar Kerangka Sampling Aktor Reformis Pemerintah
14.5 Lampiran 5 : Kuesioner Penelitian untuk Petani AMANAT
14.6 Lampiran 6 : Kuesioner Penelitian untuk Aktor Reformis Pemerintah
14.7 Lampiran 7 : Wawancara Mendalam untuk Informan Petani AMANAT
14.8 Lampiran 8 : Wawancara Mendalam untuk Informan Aktor Reformis
Pemerintah
14.9 Lampiran 9 : Wawancara Mendalam untuk Informan LSM (Supporting
Group)
14.10 Lampiran 10 : Dokumentasi Lapang
81
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, pada tanggal 22 Desember
1997 dari Ayah Yusi Toviana dan Ibu Ine Arleni. Penulis merupakan anak ke-dua dari
empat bersaudara yang terdiri dari dua saudara laki-laki dan satu saudara perempuan.
Penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Islam Terpadu Aliya pada tahun 2004-
2010, kemudian Sekolah Menengah Pertama Negeri 6 Kota Bogor pada tahun 2010-2013,
dan selanjutnya Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Kota Bogor pada tahun 2013-2016.
Setelah menamatkan pendidikan SMA pada tahun 2016. Pada tahun 2017 penulus lolos
ujian SBMPTN dan diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama penulis menimba ilmu di Institut
Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai kegiatan organisasi dan kepanitiaan. Penulis
aktif sebagai anggota divisi pengembangan sumberdaya manusia (PSDM) BEM Fakultas
Ekologi Manusia pada tahun 2018-2019. Penulis aktif dibeberapa kepanitiaan seperti
menjadi Ketua Pelaksana acara Infinite Potential For The Better Future (Inspire 2019).
Penulis juga menjadi kepada divisi logistik dan transportasi pada acara masa pengenalan
fakultas (MPF 2019).