You are on page 1of 6

Teori pengupahan

1. Teori Pengupahan dengan Dasar Hukum Penawaran dan Permintaan Adam Smith tahun
(1723-1790). Teori ini bertitik tolak dari hukum penawaran dan permintaan pada pasar
sempurna dan mobilitas tenaga kerja secara sempurna. Dalam arti bila upah di sektor
industri jauh lebih tinggi dari upah di sektor pertanian, maka sebagian pekerja akan
pindah dari pertanian ke sektor industri agar memperoleh upah yang lebih besar.
2. Teori Upah Substansi David Ricardo (1772-1823). Menurut Teori Ricardo, jika upah
buruh / pekerja suatu waktu cukup tinggi, maka para pekerja itu akan cenderung
melakukan pesta pernikahan karena upahnya cukup untuk menyediakan mas kawin dan
pesta perkawinan. Akibatnya semakin tinggi tingkat kelahiran dan selanjutnya semakin
meningkat juga pertumbuhan angkatan kerja yang mencari lapangan pekerjaan dan
bersedia kerja walaupun upahnya ditekan serendah mungkin oleh pengusaha sampai ke
tingkat substansi.
3. Teori Dana Tetap untuk Upah Seorang (1803-1873). Seorang ahli ekonomi Inggris
bernama John Stuard Mill yang berpendapat bahwa pada setiap negara terdapat dana yang
terbatas untuk upah. Dana untuk upah merupakan bagian dari dana masyarakat yang
dihimpun dari tabungan.

Dasar perhitungan upah di indonesia

Dasar hukum penetapan upah minimum adalah UU nomor 11 Tahun 2021 dan PP nomor 36
tahun2021.

Untuk menghitung UMP dan UMK, dibutuhkan data konsumsi rata-rata per kapita,
rata-rata jumlah anggota rumah tangga, rata-rata jumlah anggota rumah tangga yang bekerja,
pertumbuhan ekonomi dan inflasi sebuah wilayah. Data konsumsi rata-rata perkapita, rata-
rata jumlah anggota rumah tangga, dan data rata-rata jumlah anggota rumah tangga yang
bekerja dihitung berdasarkan survei ekonomi sosial nasional pada Maret setiap tahunnya.
Sedangkan data pertumbuhan ekonomi didasari pada pertumbuhan ekonomi provinsi yang
dihitung dari Kuartal IV tahun sebelumnya dan periode kuartal pertama, kedua, dan ketiga
tahun berjalan. Sementara, perhitungan inflasi didasari inflasi provinsi yang dihitung dari
periode September tahun sebelumnya sampai dengan September tahun berjalan. UMK baru
dihitung berdasarkan data Paritas Daya Beli Kabupaten/Kota dan Propinsi, data tingkat
penyerapan tenaga kerja (TPT), data Median Upah Kabupaten/Kota serta Provinsi.

Kebijakan untuk memperbaiki upah

Untuk memperbaiki sistem pengupahan di Indonesia, beberapa kebijakan yang dapat


dipertimbangkan antara lain:

1. Revisi UU Ketenagakerjaan: Melakukan revisi atau penyesuaian terhadap


Undang-Undang Ketenagakerjaan (UU No. 13 Tahun 2003) untuk memperkuat
dan meningkatkan perlindungan bagi pekerja, termasuk dalam hal pengupahan.
2. Penetapan Upah Minimum Regional (UMR) yang Realistis: Menetapkan upah
minimum regional (UMR) yang mencerminkan biaya hidup yang wajar di setiap
wilayah, dengan mempertimbangkan inflasi, harga kebutuhan pokok, dan tingkat
pertumbuhan ekonomi.
3. Mekanisme Penetapan Upah yang Transparan: Meningkatkan transparansi dalam
proses penetapan upah, termasuk melibatkan berbagai pihak yang terkait seperti
serikat pekerja, organisasi pengusaha, dan ahli ekonomi. Hal ini dapat dilakukan
melalui forum konsultasi publik atau mekanisme lainnya.
4. Penggunaan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebagai Acuan: Menggunakan
Indeks Harga Konsumen (IHK) sebagai acuan dalam menentukan kenaikan upah,
sehingga upah dapat disesuaikan dengan perubahan biaya hidup yang terjadi di
masyarakat.
5. Peningkatan Kesadaran dan Pendidikan: Melakukan kampanye dan pendidikan
kepada masyarakat mengenai pentingnya upah yang layak dan hak-hak pekerja.
Dengan meningkatkan kesadaran, diharapkan akan tercipta tuntutan yang lebih
kuat terhadap sistem pengupahan yang adil.

Penting untuk dicatat bahwa implementasi kebijakan-kebijakan ini akan melibatkan berbagai
pihak terkait, termasuk pemerintah, pengusaha, serikat pekerja, dan masyarakat secara keseluruhan.
Diperlukan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk mencapai perbaikan yang signifikan dalam
sistem pengupahan di Indonesia.

Piece rate dan time rite

Piece rate merupakan sistem penggajian di mana karyawan dibayar berdasarkan jumlah barang atau
produk yang mereka hasilkan atau kerjakan. Gaji yang diterima oleh karyawan ditentukan
berdasarkan jumlah unit yang diproduksi atau jumlah pekerjaan yang diselesaikan. Kelebihan piece
rate adalah mendorong produktivitas dan efisiensi karena karyawan memiliki insentif untuk bekerja
lebih cepat dan menghasilkan lebih banyak.

Time Rate (Upah Per Jam): Time rate adalah sistem penggajian di mana karyawan dibayar
berdasarkan jumlah jam kerja yang mereka habiskan. Gaji yang diterima oleh karyawan ditentukan
berdasarkan tingkat upah per jam yang telah disepakati. Kelebihan time rate adalah memberikan
jaminan upah tetap kepada karyawan, terlepas dari tingkat produksi atau kualitas kerja. Hal ini dapat
memberikan kestabilan keuangan bagi karyawan dan mendorong fokus pada kualitas daripada
kuantitas kerja.

Asumsi yang mendasari pilihan pekerja

1. Minat dan bakat: Seseorang cenderung memilih pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
Mereka mungkin merasa lebih termotivasi dan bahagia dalam pekerjaan yang sesuai dengan minat
mereka.
2. Kualifikasi dan pendidikan: Asumsi ini berdasarkan pemahaman bahwa seseorang memilih pekerjaan
yang sesuai dengan tingkat pendidikan, pelatihan, dan kualifikasi mereka. Mereka mungkin lebih
cenderung memilih pekerjaan yang sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki.
3. Nilai dan kepercayaan: Pilihan pekerjaan juga dapat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan kepercayaan
seseorang. Beberapa orang mungkin memilih pekerjaan yang sejalan dengan nilai-nilai pribadi
mereka, seperti dedikasi pada lingkungan, keadilan sosial, atau membantu orang lain.
4. Gaji dan manfaat: Gaji dan manfaat yang ditawarkan oleh suatu pekerjaan juga dapat menjadi faktor
penting dalam pengambilan keputusan. Beberapa orang mungkin lebih cenderung memilih pekerjaan
yang menawarkan kompensasi yang baik dan manfaat tambahan yang menguntungkan.
5. Kesempatan karir: Asumsi ini berhubungan dengan prospek pengembangan karir. Seseorang mungkin
memilih pekerjaan yang menawarkan peluang yang jelas untuk pertumbuhan dan kemajuan karir.
Ratchet effect

adalah konsep yang digunakan untuk menggambarkan fenomena di mana suatu keadaan atau
proses bergerak dalam satu arah tertentu dan sulit untuk kembali ke titik awal. Dalam konteks
ekonomi atau kebijakan publik, ratchet effect dapat terjadi ketika kebijakan atau tindakan pemerintah
meningkatkan pengeluaran atau kewajiban yang berkelanjutan. Misalnya, ketika pemerintah
memperkenalkan program sosial baru atau kenaikan gaji bagi pegawai negeri, itu bisa mengarah pada
peningkatan pengeluaran yang bersifat permanen.

Investasi modal manusia

1. Biaya Pendidikan dan Pelatihan: Biaya pendidikan dan pelatihan mencakup semua
pengeluaran yang terkait dengan memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan kualifikasi
yang diperlukan untuk mengembangkan kapasitas sumber daya manusia.
2. Biaya kesehatan dan kesejahteraan mencakup pengeluaran yang terkait dengan menjaga dan
meningkatkan kesehatan serta kesejahteraan fisik dan mental individu
3. Biaya pengembangan karir meliputi pengeluaran yang terkait dengan pengembangan
profesional dan peningkatan karir individu. Ini termasuk biaya yang terkait dengan mencari
peluang pengembangan karir, seperti biaya perekrutan, pembuatan dan pembaruan resume,
pelatihan lanjutan dll

Menurut Borjas, beberapa faktor penentu migrasi internal antara lain:

1. Faktor Upah: Perbedaan upah di berbagai daerah atau wilayah dapat menjadi faktor utama dalam
mempengaruhi keputusan seseorang untuk bermigrasi. Jika ada perbedaan signifikan dalam tingkat
upah antara dua tempat, individu cenderung bermigrasi ke tempat dengan upah yang lebih tinggi.
2. Faktor Kesempatan Kerja: Ketersediaan lapangan kerja dan peluang kerja yang lebih baik di suatu
wilayah dapat menjadi faktor penting dalam mempengaruhi migrasi internal. Jika suatu daerah
menawarkan lebih banyak kesempatan kerja dibandingkan dengan daerah lain, orang-orang cenderung
bermigrasi ke daerah tersebut.
3. Faktor Pendidikan: Pendidikan juga dapat mempengaruhi keputusan migrasi internal seseorang. Jika
suatu daerah menawarkan institusi pendidikan yang lebih baik atau peluang pendidikan yang lebih
baik, individu cenderung bermigrasi ke daerah tersebut untuk meningkatkan kualifikasi dan
kesempatan kerja.
4. Faktor Sosial dan Budaya: Faktor-faktor sosial dan budaya, seperti kehidupan komunitas, ikatan
keluarga, dan kualitas hidup, juga dapat mempengaruhi keputusan migrasi. Individu cenderung
cenderung bermigrasi ke tempat-tempat di mana mereka memiliki ikatan sosial atau budaya yang kuat
atau di mana kualitas hidup dianggap lebih baik.
5. Faktor Infrastruktur dan Fasilitas Publik: Ketersediaan infrastruktur yang memadai, seperti
transportasi, kesehatan, dan fasilitas publik lainnya, juga dapat mempengaruhi migrasi internal. Jika
suatu daerah memiliki fasilitas publik yang lebih baik dan infrastruktur yang berkembang, orang-
orang cenderung tertarik untuk bermigrasi ke daerah tersebut.

Migrasi memiliki dampak yang signifikan bagi pekerja, baik dampak positif maupun negatif. Berikut
adalah beberapa dampak migrasi yang mungkin terjadi bagi pekerja:
1. Peluang Kerja: Migrasi dapat membuka peluang kerja baru bagi pekerja. Mereka dapat mencari
pekerjaan yang lebih baik atau dengan gaji yang lebih tinggi di tempat baru. Migrasi juga dapat
membantu pekerja memperluas jaringan profesional mereka dan meningkatkan peluang karir.
2. Keterampilan dan Pengembangan Pribadi: Migrasi seringkali melibatkan perubahan lingkungan yang
baru dan berbeda. Ini dapat mendorong pekerja untuk mengembangkan keterampilan baru, seperti
kemampuan beradaptasi, keterampilan bahasa, dan penyesuaian dengan budaya baru. Proses migrasi
juga dapat meningkatkan ketahanan mental dan keberanian dalam menghadapi tantangan baru.
3. Remitansi: Bagi pekerja migran yang berhasil mendapatkan pekerjaan di negara lain, mereka mungkin
mengirimkan uang kembali ke negara asal mereka dalam bentuk remitansi.
Pembahasan kebijakan ketimpangan upah masih kurang mendalam dapat
disebabkan oleh tiga aspek berikut:

1. Kurangnya Pemahaman akan Dampak Ekonomi dan Sosial: Beberapa pihak mungkin masih kurang
memahami dampak ekonomi dan sosial dari ketimpangan upah yang signifikan. Ketimpangan upah
dapat menghambat pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, mengurangi daya beli
konsumen, dan menyebabkan ketidakstabilan sosial.
2. Resistensi dari Pihak-pihak yang Terpengaruh: Kebijakan untuk mengurangi ketimpangan upah sering
kali bertentangan dengan kepentingan pihak-pihak yang mendapatkan manfaat dari ketimpangan
tersebut, seperti perusahaan dengan gaji tinggi atau pemilik modal yang memperoleh keuntungan dari
struktur upah yang tidak seimbang.
3. Kompleksitas dan Konteks Lokal: Ketimpangan upah dipengaruhi oleh banyak faktor yang kompleks,
seperti struktur industri, tingkat pendidikan, peraturan ketenagakerjaan, dan kondisi ekonomi lokal.
Setiap negara atau wilayah memiliki konteks yang unik, dan kebijakan yang efektif untuk mengurangi
ketimpangan upah dapat berbeda-beda.
Cangkupan kegiatan perencanaan tenaga kerja dapat meliputi hal-hal berikut:

1. Analisis kebutuhan tenaga kerja: Melakukan analisis terhadap kebutuhan tenaga kerja saat ini dan di
masa depan berdasarkan tujuan organisasi, proyeksi pertumbuhan, perubahan pasar, dan faktor-faktor
lain yang mempengaruhi kebutuhan tenaga kerja.
2. Perencanaan jumlah tenaga kerja: Menentukan jumlah karyawan yang diperlukan di berbagai
tingkatan dan departemen dalam organisasi, termasuk pemetaan kebutuhan untuk posisi baru atau
penggantian posisi yang ada.
3. Penentuan kualifikasi tenaga kerja: Mengidentifikasi kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan
untuk masing-masing posisi atau peran dalam organisasi. Ini meliputi penentuan keterampilan,
pengetahuan, pengalaman, dan sertifikasi yang relevan.
4. Sumber tenaga kerja: Menentukan sumber tenaga kerja yang akan digunakan, seperti perekrutan
eksternal melalui iklan pekerjaan, agen perekrutan, atau pengembangan tenaga kerja internal melalui
pelatihan dan pengembangan.
5. Pemetaan kebutuhan pelatihan: Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan yang diperlukan untuk
memastikan karyawan memiliki keterampilan yang sesuai dengan posisi atau peran yang diinginkan.
Ini dapat melibatkan pelatihan baru, pelatihan pengembangan, atau pelatihan peningkatan
keterampilan.
6. Perencanaan suksesi: Mengidentifikasi calon internal yang berpotensi untuk mengisi posisi penting di
masa depan. Ini melibatkan identifikasi bakat, pengembangan karyawan yang diidentifikasi, dan
pembuatan rencana suksesi untuk memastikan kelangsungan organisasi.
7. Analisis gap: Melakukan analisis perbandingan antara kebutuhan tenaga kerja yang diidentifikasi dan
tenaga kerja yang tersedia saat ini. Ini membantu dalam mengidentifikasi kesenjangan antara
kualifikasi yang dibutuhkan dan kualifikasi yang dimiliki oleh karyawan saat ini.
8. Pemantauan dan evaluasi: Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap implementasi perencanaan
tenaga kerja, termasuk mengukur keberhasilan rekrutmen, efektivitas pelatihan, dan kinerja karyawan.
Hasil evaluasi ini dapat digunakan untuk melakukan penyesuaian dan perbaikan di masa depan.
Ada beberapa model yang dapat digunakan untuk menghitung perkiraan kebutuhan tenaga kerja.
Beberapa di antaranya termasuk:

1. Model Regresi Linier: Model ini menggunakan hubungan linier antara variabel yang dapat diukur,
seperti pertumbuhan ekonomi, dengan kebutuhan tenaga kerja di masa depan. Dalam model ini, data
historis digunakan untuk memprediksi kebutuhan tenaga kerja di masa mendatang.
2. Model Pertumbuhan Ekonomi: Model ini berdasarkan asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi akan
mempengaruhi permintaan tenaga kerja. Dalam model ini, indikator ekonomi seperti PDB, investasi,
atau tingkat pengangguran digunakan untuk memprediksi kebutuhan tenaga kerja di masa depan.
3. Model Input-Output: Model ini memperhitungkan hubungan antara sektor-sektor ekonomi dan
kebutuhan tenaga kerja di masing-masing sektor. Model ini menggunakan matriks input-output yang
mencerminkan aliran barang dan jasa antara sektor-sektor untuk memprediksi kebutuhan tenaga kerja.
4. Model Analisis Trend: Model ini menggunakan data historis tentang kebutuhan tenaga kerja dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti perubahan teknologi, kebijakan pemerintah, atau tren
demografis. Dalam model ini, tren-tren masa lalu digunakan untuk memperkirakan kebutuhan tenaga
kerja di masa mendatang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan tenaga kerja meliputi:

1. Pertumbuhan Ekonomi: Tingkat pertumbuhan ekonomi mempengaruhi permintaan tenaga kerja. Saat
ekonomi tumbuh, biasanya akan ada peningkatan kebutuhan tenaga kerja di berbagai sektor.
2. Perubahan Teknologi: Perkembangan teknologi dapat mengubah cara kerja dan mempengaruhi
kebutuhan tenaga kerja. Misalnya, otomatisasi atau penggunaan robotik dalam produksi dapat
mengurangi kebutuhan tenaga kerja manual.
3. Perubahan Demografis: Perubahan dalam struktur demografis, seperti peningkatan jumlah lansia atau
perubahan dalam tingkat kelahiran, dapat mempengaruhi kebutuhan tenaga kerja di sektor-sektor
tertentu, seperti kesehatan atau perawatan lansia.
4. Kebijakan Pemerintah: Kebijakan pemerintah, seperti perubahan dalam kebijakan imigrasi atau
regulasi tenaga kerja, dapat mempengaruhi kebutuhan tenaga kerja di berbagai sektor.
5. Tren Pasar: Tren pasar, seperti perubahan preferensi konsumen atau permintaan baru dalam industri
tertentu, dapat mempengaruhi kebutuhan tenaga kerja di sektor-sektor terkait.

Keadaan keseimbangan antara sisi persediaan dan kebutuhan dapat bergerak antara dua titik ekstrim,
yaitu keadaan kelebihan persediaan (oversupply) dan keadaan kekurangan persediaan (undersupply).

1. Keadaan Kelebihan Persediaan (Oversupply): Ini terjadi ketika jumlah persediaan melebihi kebutuhan
atau permintaan pasar. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan keadaan ini termasuk produksi yang
berlebihan, kurangnya permintaan, perubahan tren pasar, atau kesalahan perencanaan persediaan.
2. Keadaan Kekurangan Persediaan (Undersupply): Ini terjadi ketika jumlah persediaan tidak mencukupi
untuk memenuhi permintaan atau kebutuhan pasar. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan
keadaan ini termasuk peningkatan permintaan yang tidak terduga, penurunan produksi, kegagalan
rantai pasok, atau kesalahan perencanaan persediaan.
Berikut adalah gambaran umum dari proses pengisian tenaga kerja:

1. Perencanaan kebutuhan tenaga kerja: Langkah pertama dalam proses pengisian tenaga kerja adalah
menentukan kebutuhan organisasi dalam hal jumlah dan jenis pekerjaan yang harus diisi. Ini
melibatkan identifikasi peran, tanggung jawab, kualifikasi, dan kriteria seleksi yang diperlukan untuk
setiap posisi.
2. Pemasaran lowongan pekerjaan: Setelah kebutuhan tenaga kerja ditentukan, organisasi
mempromosikan lowongan pekerjaan melalui berbagai saluran, seperti situs web perusahaan, portal
karir, media sosial, iklan cetak, dan penggunaan layanan perekrutan. Tujuan dari pemasaran lowongan
pekerjaan adalah untuk menjangkau calon pelamar yang potensial.
3. Seleksi awal: Setelah menerima aplikasi dari calon pelamar, organisasi melakukan seleksi awal untuk
mengidentifikasi kandidat yang memenuhi persyaratan dasar dan kualifikasi pekerjaan. Ini dapat
melibatkan penyaringan berkas aplikasi, penilaian awal melalui wawancara telepon, atau pengujian
keterampilan tertentu.
4. Penilaian dan seleksi lanjutan: Calon pelamar yang lolos seleksi awal kemudian diundang untuk
mengikuti tahap penilaian dan seleksi yang lebih mendalam. Ini mungkin mencakup wawancara
pribadi, tes keterampilan atau pengetahuan, presentasi, atau simulasi situasi kerja. Tujuan dari tahap
ini adalah untuk mengevaluasi kualifikasi, keterampilan, kepribadian, dan potensi calon pelamar
secara lebih mendalam.
5. Verifikasi referensi dan latar belakang: Setelah calon pelamar berhasil melewati tahap seleksi,
organisasi biasanya melakukan verifikasi referensi dan latar belakang untuk memastikan keabsahan
informasi yang diberikan oleh calon pelamar. Ini melibatkan menghubungi referensi profesional dan
pribadi yang disediakan oleh calon pelamar serta melakukan pemeriksaan latar belakang terkait
pendidikan, pengalaman kerja, dan riwayat kriminal.
6. Penawaran pekerjaan: Jika calon pelamar terpilih melalui proses seleksi dan verifikasi, organisasi
akan membuat penawaran pekerjaan resmi. Penawaran ini biasanya mencakup rincian tentang gaji,
tunjangan, jadwal kerja, dan syarat-syarat kerja lainnya. Jika calon pelamar menerima penawaran
tersebut, maka mereka akan menjadi karyawan baru.
7. Pengenalan dan integrasi: Setelah penerimaan penawaran pekerjaan, organisasi biasanya memberikan
pengenalan kepada karyawan baru. Ini meliputi orientasi terhadap budaya perusahaan, pengenalan
terhadap tim dan lingkungan kerja, serta pelatihan dasar yang diper
model dale yoder dalam pelatihan dan pengembangan SDM

a. Perbedaan Individu (Individual Differences) Dalam merencanakan suatu pendidikan dan latihan
harus disadari adanya perbedaan potensi dari setiap peserta, karena perbedaan dalam pendidikan,
pengalaman, bakat-bakat dan minat-minat merupakan hal yang perlu diperhatikan untuk
merencanakan program pelatihan.

b. Hubungan dengan Analisis Jabatan (Relation to Job Analysis) Setiap jawaban atau pekerjaan perlu
dijelaskan pengetahuan dan kecakapan apa saja yang diperlukan oleh seorang pekerja agara dapat
mengerjakan tugasnya dengan baik. Oleh karena itu, materi yang akan diberikan dalam pendidikan
dan pelatihan harus sesuai dengan apa yang dibutuhkan.

c. Motivasi (Motivation) Suatu rencana pendidikan dan pelatihan harus didasari oleh semangat dari
para pesertanya. Untuk itu perlu adanya pemberian motivasi terhadap para peserta pelatihan agar
mereka giat dalam belajar.

d. Partisipasi yang Aktif (Active Participation) Dalam pelatihan, para peserta harus diberikan
dorongan agar aktif dalam pembicaraan-pembicaraan seperti mengemukakan pendapatnya, saran-
saran atau pertanyaan-pertanyaan agar terjadi komunikasi dua arah.

You might also like